32

MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pendidikan merupakan pintu menuju pembebasan, dengan pendidikan kita dapan menyingkap prihal yang tidak diketahui.

Citation preview

Page 1: MAJALAH GAZEBOO EDISI II
Page 2: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Untuk komentar, kritik, dan saran, bisa di kirim via sms ke 085255508935/081347234142, atau e-mail

ke: [email protected]

http://www.staiskutim.ac.idhttp://www.perpustakaanstais.comhttp://digital.perpustakaanstais.comhttp://gazebo.staiskutim.ac.id

INFO [email protected]

[email protected]@staiskutim.ac.id

[email protected]@staiskutim.ac.id

[email protected]

INFO EMAIL

surat pembaca

Muhammad Jerri [Semester III]Isinya sudah lumayan cerdas dan terinci, bahasanya nyaman dan mudah dipahami, tapi kalau boleh ditambah donk cerita para pejuang Islam atau orang-orang saleh yang kaya akan hikmah dan nasehat untuk dijadikan referensi untuk diaplikasikan dikehidupan kita sehari-hari.

Fitri [Semester I]Terbitnya majalah gazebo sangatlah bagus namun kurang pembuktian, karena apa yang tertera di majalah gazebo kemarn sampe sekarang tidak ada yang Nampak jadi harapan saya smoga terbitnya majalah gazebo berikutnya lebih berkualitas dan bermanfaat bagi si pembaca memiliki motivasi yang lebih baik demi terciptanya STAIS is the best.

Suriansyah [Semester VII]Untuk petugas perpustakaan harap bukanya tepat waktu, karena terkadang mu meminjam maupun mengembalikan maupun mengembalikan buku tapi perpustakaannya masih tutup.

Husnul Khatimah [Semester VII]Maju terus LPM gazebo !!!!!!!!!!! an-nahdia harus lebih kompak dan kuatkan komitmen supaya an-nahdia bisa menjadi salah satu UKM yang bisa membanggakan STAIS dan untuk teman-teman al-ahli untuk mengembalikan baju seragam bola inventaris BEM.

Mahasiswa [Semester satu]Saya mengharapkan STAIS bukan hanya sekolah tinggi agama islam saja.

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Salam RedaksiSalam sejahtera buat anda semua para pembaca setia Majalah Gazebo, tentunya anda

semua sudah tidak sabar menanti terbitnya majalah yang kita banggakan ini, setelah sukses dengan terbitan edisi perdana beberapa bulan lalu, kami segenap pengurus majalah Ga-

zebo bekerja keras dengan berusaha meluangkan waktu diantara kesibukan masing-masing, teman-teman pengurus ini sebenarnya hanyalah sekumpulan mahasiswa biasa yang beru-

saha menggali kreatifitas baik dari diri sendiri maupun dari teman-teman lain yang mungkin punya bakat dan kemauan dalam hal tulis menulis, menuangkan pengetahuan serta pemiki-rannya lewat tinta dengan harapan bisa memberi manfaat bagi mereka yang mau membaca

dan belajar.

Meski keterbatasan waktu ditengah kesibukan kuliah serta bekerja, para pengurus berusaha memikul tanggung jawab yang sudah dibebankan kepada masing-masing individu, tidak ada

dari mereka yang mengeluh, sayangnya hal ini tidak diimbangi dengan respon positif dari teman-teman yang lain, mereka masih terkesan dingin menanggapi tawaran dari pengurus untuk mencurahkan pemikiran mereka di majalah ini,hanya sedikit yang tampak optimis,

padahal salah satu tujuan dari diterbitkannya majalah ini adalah menumbuhkan semangat belajar dari teman-teman mahasiswa, semoga dengan terbitnya majalah Gazebo Edisi ke-

dua ini semakin banyak dari pembaca yang memberikan masukan kepada kami baik berupa pemikiran, saran dan kritik yang sangat kami butuhkan demi kemajuan bersama dan menja-

dikan majalah ini sebagai majalah yang professional dan berkualitas.

Ahirnya, mewakili segenap pengurus Majalah Gazebo Sekolah Tinggi Agama Islam Sangatta Kutai Timur saya mengucapkan selamat membaca, selamat menyelami samudera pengeta-

huan dan semoga kita semua menjadi orang-orang yang berguna bagi sesama, tak lupa kami menunggu munculnya cendekiawan-cendekiawan baru yang mampu memberikan corak pe-

rubahan dalam nuansa berpikir kritis.

Page 3: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Warta Kampus . . . . . . . . . 4Kajian Utama . . . . . . . . . . . . . . 8Wawancara . . . . . . . . . . . . . . . . . 12Kajian Tokoh . . . . . . . . . . . . . . . . . 14Opini . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17Resensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20Cerpen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23Puisi . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31Gallery . . . . . . . . . . . . . . . 32Pojok . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34

Pelindung: Prof. Dr. Hj. Siti Muri’ah, Pendiri/Pembina: Hariyono, M.Si, Pengarah: Imam Hanafie, M.A., Mustatho’, M.Pd.I, Pimpinan Redaksi: Abdul Basith, Sekretaris Redaksi: Dahniar, Redaktur Pelaksana: M. Khoirul Faizin, Editor: Randi M. Gumilang, Mawardi, Layout: Moch. Khoirul Faizin, Design: Zidni, Desk Artikel: M. Akhyar, Koord. Reporter: Mukhtar, Staf Redaksi: Novi Mirnani, Nurul Rokhim, Meybe Violita Tomagola, Nita Yuni Lestari, Reskiani, Sirkulasi: Dedi Arman, Hadi Supranoto, Tata Usaha: Husnul Khotimah, Alamat Redaksi: Jl. APT. Pranoto Sangatta Kutai Timur 75611, Telp: 085255508935, Kontak Person: Abdul Basith (0813-4723-4142) Website: http://gazebo.staiskutim.ac.id, Email: [email protected]. Nomor ISSN: 2086-9061

Menu Edisi 2/Vol.I/Des 2010

3daftar isiMenu Untuk Anda

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

AKSI SOSIAL BEM SAMBUT SUMPAH PEMUDA

SANGATTA-Dalam menyambut datangnya hari sumpah pemuda, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAIS Kutai Timur, menggelar aksi damai ... 4

MENUJU GENERASI Ulul Albab MELALUI PENDIDIKAN ISLAM

Dewasa ini di dunia pendidikan Islam, menu-rut Syafi’i Ma’arif (IRCiSoD, 2004), telah muncul dua

pola pemikiran yang kontradiktif. Keduanya men-gambil bentuk yang berbeda, ... 8

TEOLOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE DALAM PARADIGMA PENDIDIKAN KRITIS

Paulo Freire adalah pemikir revolusioner dalam bidang kependidikan yang lahir akhir abad ke-20. Sebagai tokoh dan pengusung pendidikan pembebasan, freire dikenal sebagai seorang pemikir produktif dan aktivis pendidikan yang kritis. Sikap kritis Freire dapat dilihat atas ... 14

KONSEPSI TEOLOGIS BENCANA ALAMBangsa Indonesia sedang berduka, bencana ber-tubi-tubi menghampiri bangsa yang berpopulasi

terpadat keempat di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat ini. Belum tuntas penyelesaian satu

bencana, bangsa ini harus ... 17

Ide Pemikiran Sebagai Reinterpretasi Ajaran Agama Islam

Buku Ijtihad Islam Liberal berisi pikiran-piki-ran keislaman yang cendrung berbeda dan tampak tidak lazim dari kebanyakan pemikiran mainstream (mayoritas) umat islam dari berbagai kalangan. Pe-tikan kata”liberal” disini tidak dapat diasumsikan sebagai sebuah kekebasan yang kebablasan. Namun lebih kepada sebuah penegasan akan ... 21

Sebuah Kisah

Tapak Jalan ImpianOleh: Ali Basuki (Mahasiswa Semester III)

24Baca di halaman

PENDIDIKAN WAH-WAHANProyek SBI/RSBI tidak lain hanyalah proyek “wah-

wahan” yang hanya mengedepankan target “mewah-mewahan” sebagai imbas dari keterkaguman kita yang berlebihan terhadap sekolah-sekolah luar negeri yang dianggap ... 34

Page 4: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

SANGATTA-Dalam menyambut datangnya hari sumpah pemuda, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAIS Kutai Timur, menggelar aksi damai di perempa-tan Jalan Yos Sudarso I, sabtu (27/10) lalu. Aksi yang dimotori oleh Muchtar, Fauzan, dan Hadi Supranoto ini, keberangkatannya diawali dengan berjalan kaki dari kampus STAIS menuju ke perempatan simpang Bontang. Aksi dengan Tema “Sumbangsih Sekolah Tinggi Agama Islam Sangatta Untuk Masa Depan Yang Lebih Baik” mengundang perhatian masyarakat Sangatta, khususnya para pengguna jalan, pasalnya kegiatan ini tidak hanya mengkritik, melainkan mem-berikan tips-tips kepada masyarakat Sangatta tentang mendidik anak yang baik secara islami. Dalam orasin-ya, para orator dengan lantang mennyuarakan tentang bagaimana cara mendidik anak yang baik secara is-lami, diiringi dengan nyanyian Mars dan Himne STAIS serta lagu Indonesia Raya oleh masa.

Ada sekitar Dua Puluh Lima orang yang mengi-kuti aksi ini, mereka bersemangat dalam menyampai-kan orasinya. Ini dilakukan sebagai wujud kepedulian mahasiswa STAIS terhadap perkembangan moral

anak ataupun remaja khususnya di Sangatta Kutai Timur. Mereka beralasan bahwa ini perlu dilakukan karena melihat banyaknya moral remaja dan anak-anak yang semakin memprihatinkan akhir-akhihr ini. “Sebagai suatu Perguruan Tinggi Islam, sudah sewa-jarnya STAIS mempunyai tanggung jawab terhadap perkembangan moral anak-anak bangsa. Dengan aksi semacam ini paling tidak sedikit menunjukkan peran kami sebagai Mahasiswa STAIS. Generasi yang mem-punyai kepribadian baik, moral yang baik niscaya ke depan akan mampu membawa bangsa ini menjadi lebih baik lagi. Sebagai seorang Mahasiswa, saya ber-harap teman-teman tidak hanya berhenti sampai di sini dalam memberikan sumbangsihnya kepada bang-sa”, kata Muchtar, sebagai Korlap aksi tersebut.

Sekitar 2 jam melakukan aksinya, ada yang unik dari rentetan aksi tersebut yang tak biasa dilaku-kan, yaitu sebelum masa membubarkan diri, mereka melakukan doa bersama yang dipimpin oleh Nasru-din smester I, “mari kita berdoa untuk kebaikan dan kemajuan bangsa Indonesia”. ucap Nasruddin sebe-lum memimpin doa.***mchtr.

AKSI SOSIAL BEM SAMBUT SUMPAH PEMUDA

WARTA KAMPUS

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

4 Mengabarkan untuk kemajuan

SANGATTA - Sekolah Sekolah Tinggi Agama Islam San-gatta (STAIS) Kutai Timur mengadakan stadium general ke-IV, selasa (26/10) di gedung Serba Guna Bukit Pelangi. Studium General dengan bertemakan “Tawaran Islam Untuk Menjawab Tantangan Masa Depan” ini dihadiri oleh sekitar 400 orang, terdiri dari Mahasiswa STAIS, Ormas, OKP, tokoh-tokoh agama, pejabat pemerintahan, dan siswa/i dari berbagai Sekolah Tingkat Atas (SMA) atau sederajat. Wakil Bupati Kutai Timur bapak Ardiansyah Sulaiman hadir dalam acara ini.

Stadium general ini diawali dengan sambutan oleh Ketua STAIS Kutai Timur Prof. Dr. Hj. Siti Muri’ah, dalam sambutan-nya beliau mengatakan tentang beberapa hal terkait dengan

STUDIUM GENERAL STAISTawaran Islam Untuk Menjawab Tantangan Masa Depan

Page 5: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

5

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

WARTA KAMPUS

perkembangan STAIS selama 4 ta-hun berjalan. Antara lain adminis-trasi dan infrastruktur STAIS.

Kemudian sambutan dilan-jutkan oleh bapak Ardiansyah Su-laiman (wakil Bupati Kutim), dan sekaligus membuka acara Stadium General. Ketika memberikan sam-butan, beliau menyinggung tentang kebijakan-kebijakan pemerintah Kutim yang berkaitan dengan pendi-dikan. Antara lain pemerintah Kutim telah menganggarkan 20 persen dari APBD untuk pendidikan, membe-baskan biaya pendidikan baik dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. “Ini bagian dari keseriusan dan perhatian pemerintah tentang pendidikan, mungkin hanya di Kutai Timur sebuah perguruan tinggi yang bebas biaya. Pemerintah berharap dengan membebaskan biaya pendi-dikan, masyarakat Kutai Timur yang tidak mampu juga berkesempatan

untuk mengenyam pendidikan. Dengan masyarakat yang mayoritas mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, maka kemajuan Kutai Timur pun akan semakin pesat”, kata be-liau dalam sambutannya. Setelah panjang lebar memberikan sam-butan, kemudian beliau membuka acara tersebut. “Dengan membaca bismillahirrahmanirrahim secara resmi Studium General yang berte-ma Tawaran Islam Untuk Menjawab Tantangan Masa Depan, saya buka”, lanjutnya setelah memberikan sam-butan.

Acara dilanjutkan dengan orasi ilmiah yang dibawakan oleh Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Rektor UIN Malang. Seperti tema kegiatan yang diangkat, beliau menawarkan tentang poin-poin penting dalam mempelajari dan mendalami islam, diantaranya pertama, mengajak kita kaya, kaya akan ilmu pengetahuan.

Kedua, mengajak untuk memiliki pribadi yang unggul, seperti tauhid, dapat dipercaya dan mempunyai hati pikiran yang bersih. Ketiga, mencetak masyarakat yang setara dan keadilan. Keempat, memberi-kan tuntunan membangun spiritual (banyak berzdikir). Kelima, menga-jari amal soleh. “Sebenarnya, jika dipersempit lagi dan dikaitkan den-gan pendidikan, islam mengajarkan kita tentang tiga hal ilmu, yaitu ilmu sosial, ilmu alam dan ilmu filsafat”, kata beliau sela-sela orasi ilmiahnya. Lebih lanjut beliau mengatakan se-bagai perguruan tinggi islam, STAIS harus mampu bagaimana mengem-bangkan pendidikan islam di saat ini dan mendatang. Sebagai penutup acara bapak Drs. H. Sobirin Bagus (anggota DPRD Kutim) memimpin doa bersama. ***muchtar

“Penempatan peserta PPL dise-bar ke Sekolah Menengah Perta-ma (SMP/sederajat) dan Sekolah Tingkat Atas (SMA/sederajat) di se-luruh kecamatan se Kutai Timur”

STAIS News- Pagi sudah beranjak, siang belum sepenuhnya turun di kampus STAIS Kutai Timur, di pe-karangan kampus di sana-sini telah tampak ramai ke-lompok-kelompok mahasiswa STAIS Kutim yang hendak melaksanakan PPL (Praktek Pengalaman Lapangan). Mer-eka berseragam lengkap dengan almamater warna cream kebanggan kampus. Selasa (2/11) merupakan hari pertama pelaksanaan PPL yang merupakan tugas wajib bagi mer-eka yang telah duduk di semester 7. PPL sendiri ditujukan dalam rangka aplikasi teori-teori pedagogic yang telah di-dapat mahasiswa selama perkuliahan.

PPL pada tahun akademik 2010/2011 ini merupakan paket mercusuar yang baru dilaksanakan pertama kalinya oleh STAIS Kutim. Pasalnya kampus STAIS Kutim sendiri baru berusia tiga tahun setengah, hal ini berarti usia ter-tinggi semester di STAIS Kutim baru sampai smester VII. PPL STAIS Kutim angkatan pertama diikuti oleh sekitar 120 orang mahasiswa/i sesuai jumlah total mahasiswa semsester IV di STAIS Kutim. Peserta PPL disebar acak dari tiga kelas semester IV; kelas regular pagi, siang dan kelas weekend.

Terkait penempatan peserta PPL, Khusnul Wardan ketika dikonfirmasi dikantornya mengatakan bahwa penem-patan peserta PPL disebar ke Sekolah Menengah Pertama (SMP/sederajat) dan Sekolah Tingkat Atas (SMA/sedera-jat) di seluruh kecamatan se Kutai Timur. “Penempatan peserta PPL ini disesuaikan berdasarkan tempat tinggal dan lokasi terdekat dengan para peserta PPL, hingga mahsiswa dapat mudah menjangkaunya”. “Mahasiswa yang tinggal di kecamatan Sangkulirang tentu akan kesulitan jika lokasi

JELANG LULUS, Semester VII Laksanakan PPL

Husnul Khotimah, mahasiswi Praktek Pengalaman La-pangan (PPL), saat memberikan materi pelajaran PAI pada

siswa/i SMK Hasanuddin Sangatta - Kutim

Inilah salah satu metode mengajar yang dilakukan oleh Yanti. Memahami keadaan siswa adalah hal penting un-

tuk bisa menentukan metode mengajar.

Page 6: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

PPLnya ditentukan di Sangatta ataupun sebaliknya”, Tutur Wardan.

PPL STAIS Kutim sendiri dilak-sanakan selama 30 hari terhitung mulai tanggal 2-30 september 2010. Kontri-busi PPL bagi mahasiswa adalah untuk membantu mahasiswa dalam rangka bersosialisi dan melatih profesionalitas keilmuan yang mereka dapatkan di kampus. PPL akan sangat membantu terhadap kemajuan, kemampuan dan kematangan para mahasiswa yang nantinya akan menjadi seorang guru. PPL merupakan ajang latihan untuk menjadi seorang guru. “Dengan adanya PPL ini mahasiswa akan terbantu mel-atih kemampuannya sebelum benar-benar terjun ke masayarakat”, ungkap Faozan Razak (presiden BEM STAIS Kutim) yang juga mengambil PPL pada tahun 2010 ini.**muchtar

Gazebo News- Badan Ekse-kutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Agama Islam Sangatta (STAIS) Kutai Timur pada Sabtu (20/11) mengadakan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK). LDK dilaksanakan sebagai bentuk

program kerja BEM STAIS Kutim sekaligus dalam rangka membekali kader-kader generasi pengurus BEM STAIS dengan kemampuan kepemimpinan yang memadai. LDK I tahun 2010 yang dilak-sanakan bertempat di Gazebo

STAIS Kutim ini diikuti oleh seki-tar 30 mahasiwa, yang terdiri dari unsur pengurus BEM dan dari luar BEM.

LDK I tahun 2010 diadakan selama dua hari ini Sabtu-Minggu (20-21/11) mengangkat tema

MENEGUHKAN KARAKTER KEPEMIMPINAN MAHASISWA

6 Mengabarkan untuk kemajuan

Page 7: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

”Membangun Kader Leadership Mahasiswa Untuk Mempersiapkan Pemimpin-Pemimpin Masa Depan”. Pelatihan dasar kepemimpinan ini menyajikan materi tentang, tipologi kepemimpinan, tehnik berdiskusi, tehnik retorika, kepemimpinan Nabi Muhammad saw, dan problem soulving (tehnik mengatasi ma-salah). Materi disampaikan oleh para dosen STAIS diantaranya Musthato’, Imam Hanafie, Mustofa Luthfi, Khusnul Wardan, dan Suro-no Achmad.

Dalam sam-butannya, ketua panitia Hadi Supra-noto menuturkan bahwa kegiatan ini merupakan pertama kalinya diadakan oleh BEM STAIS Kutim, jadi mungkin sangat banyak kekurangan-kekurangan. “saya selaku ketua pani-tia, mewakili atas nama panitia mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat banyak kekurangan-kekuran-gan dalam pelaksa-naan kegiatan ini”, tambahanya dalam sambutan.

Presiden BEM, yang dalam hal ini diwakili oleh Mukhtar Sekretaris Jendral BEM mengatakan LDK ini bagian dari upaya peningkatan kinerja BEM dan

sekaligus membentuk kader-kader yang mampu menjadi seorang pe-mimpin. LDK ini juga merupakan tindak lanjut dari progam kerja BEM periode 2010/2011. “kami harapkan para teman-teman ma-hasiswa yang mengikuti pelatihan ini, nantinya akan mampu dan mau mendedikasikan dirinya untuk kemajuan STAIS ke depan”, ujar Mukhtar.

Pada kesempatan yang sama Imam Hanafie, Ketua Jurusan menghimbau agar para peserta

benar-benar mengikuti LDK dengan serius. Katanya, dengan mengi-kuti pelatihan tersebut nantinya akan menjadi modal dasar ten-tang bagaimana menjadi seorang pemimpin. “sesuai dengan tema yang diangkat, bahwa tujuan spe-sifik dari kegiatan ini adalah un-tuk membentuk mahasiswa, agar mampu menjadi seorang pemimpin dalam lingkup yang lebih luas, seperti halnya memimpin suatu organisasi” tandas Imam dalam sambutannya.**muchtar

FORUM GAZEBOSegera Launching

Apa itu Forum Gazebo?Forum Gazebo adalah sebuah website yang

berjalan pada Lokal Area Network. Untuk mengaksessnya anda tidak perlu membayar (free), dan tidak mengharuskan anda untuk

tergabung dalam keanggotaan Lab. Komputer.

Ada apa di Forum Gazebo?Dalam Forum Gazebo akan dibahas topik-

topik yang menurut Redaksi Majalah Gazebo layak untuk diperbincangkan. Anda juga bisa

membuat topik sendiri yang menurut anda lay-ak untuk diperbincangkan. Selain itu Forum

Gazebo juga sebagai sarana mahasiswa untuk mengirim karya tulis pada Redaksi Majalah

Gazebo.

7WARTA KAMPUS

Unit Kegiatan Mahasiswa

UKM. PENDIDIKAN

ULUL ALBAB

Membentuk generasi berakhlak dan berfikir untuk

pembaharuan.

ttdPengurus

UKM. Ulul Albab

Page 8: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Dewasa ini di dunia pendidikan Islam, menurut Syafi’i Ma’arif (IRCiSoD, 2004), telah muncul dua pola pemikiran yang kontradiktif. Keduanya mengambil ben-tuk yang berbeda, baik pada aspek materi, sistem pen-didikan, atau dalam bentuk kelembagaan sekalipun. Dua model yang dimaksud adalah pendidikan Islam yang bercorak tradisionalis (ketimuran), yang dalam perkembangannya lebih menekankan aspek doktriner-normatif yang cenderung ekslusif-apologetis, dan pen-didikan Islam yang modernis (ala Barat) yang dalam perkembagannya ditengarai mulai kehilangan ruh-ruh mendasarnya (transendental).

Munculnya dua model pendidikan tersebut, men-gakibatkan terjadinya ambivalensi orientasi pendidi-kan Islam, yang salah satu dampak negatifnya adalah adanya paradigma dualisme-dikotomis dalam sistem pendidikan. Pertanyaanya, bagaimanakah semestinya pendidikan Islam berperan ideal dalam pembentukan generasi muslim masa depan?, mengingat ditangan generasi pemuda muslimlah peradaban bangsa ini di-emban.

Pada dasarnya, konsep pendidikan Islam mem-punyai sifat yang dinamis yang akan selalu berkem-bang seiring perjalanan waktu dan berkembangnya kebutuhan manusia. Maka sebuah lembaga pendidikan Islam akan dapat diterima dan berkembang dengan baik serta mampu memberikan andil dalam mencerdas-kan kehidupan berbangsa dan bernegara jika lembaga tersebut mampu menyediakan kebutuhan umat dan menghadirkan sebuah masa depan pendidikan Islam yang menjanjikan.

Untuk memenuhi kebutuhan umat akan pendi-dikan Islam maka perlu ada dinamisasi dan reorientasi lembaga pendidikan Islam secara terus menerus. Begitu pula yang harus dilakukan oleh civitas akademika dan seluruh pihak yang terkait dengan pendidikan Islam jika menginginkan peran lembaga pendidikan Islam yang lebih besar dalam merubah peradaban umat. Serta pendidikan berfungsi sebagai barometer kema-juan sebuah bangsa, termasuk di dalamnya pendidikan Islam.

Sebuah konsep pendidikan berparadigma Al-Qur’an pernah ditawarkan oleh Imam Suprayogo. Kon-sep ini memiliki empat hal pokok sebagai unsur dari sebuah pendidikan yang Islami. Pembahasan dalam konsep tersebut ialah (1) membacakan ayat-ayat Allah, maksudnya bahawa anak didik dan pendidik harus mampu untuk membaca ayat-ayat Allah yang terdapat pada al-Qur’an (qauliyah) serta juga mampu membaca ayat-ayat Allah yang terhampar di alam semesta (kau-niyah) karena dari observasi itulah akan muncul ilmu pengetahuan, (2) mensucikan (tazkiyah), dalam mendi-dik guru dan tenaga pengajar tidak hanya melakukan tranformasi ilmu pengetahuan saja tetapi juga harus mengisi hati atau bathin dari anak didik dengan cara memperdalam spiritualitas melalui dzikir, sholat, puasa dan hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah SWT, (3) mengajarkan Kitab (al-Qur’an) dan (4) mengajarkan hikmah.

Ulul Albab sebagai Tujuan Pendidikan IslamTinjauan filosofis Tarbiyah Ulu al-Albab melihat

bahwa manusia yang disebut ulu al-albab adalah sosok

manusia yang menge-depankan dzikir, fikir dan amal sholeh. Ia memiliki ilmu yang luas, pandangan mata yang tajam, otak yang cerdas, hati yang lem-but dan semangat jiwa pejuang (jihad di jalan Allah). Manusia ulu al-albab adalah manusia yang bertauhid dan karenanya ia berkeya-kinan bahwa semua makhluk adalah sama dan tiada yang yang lebih tinggi kecuali ia memiliki kemuliaan yang disebabkan ia memiliki ilmu, iman dan amal sholeh (taqwa) (Suprayugo, Imam.(eds). 2004).

Harapan dari konsep Tarbiyah ulul albab adalah akan terbentuk pribadi yang cerdas secara intelektual (IQ), disam-ping itu cerdas se-cara emosional (EQ) dengan spiritual (SQ). Inilah antara lain bagian dari kepriba-dian ulul albab yang akan dibangun dan dikembangkan UIN Malang.

Keberhasilan hidup bagi penyan-dang ulul-albab bukan terletak pada jumlah kekayaan, kekuasaan, sahabat dan sanjungan yang diperoleh, melainkan keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akherat. Di dunia ini tidak sedikit orang kaya, berkuasa dan disanjung orang ternayata tidak se-lamat dan juga tidak bahagia. Ulul-albab diberikan oleh Allah SWT. Rizki yang halal, mungkin juga berpengaruh tetapi tetap selamat dan bahagia. Penyandang ulul-al-bab selalu berpihak dan cara kerja yang shaleh, artinya yang benar, lurus tepat atau professional. Maka, amal shaleh yang dilakukan oleh ulul-albab selalu disenangi oleh manusia dan bahkan oleh Allah SWT.

Ulul-albab meyakini kehidupan jasmani dan ru-hani, dunia dan akhirat, agama dan pendidikan. Tiga dimensi kehidupan itu harus memperoleh perhatian secara seimbang dan tidak dibenarkan hanya memprio-ritaskan salah satunya. Keberuntungan di dunia harus berdampak pada kehidupan akhirat dan tidak justru sebaliknya. Demikian pula kesehatan jasmani ruhani memberi dampak positif pula pada kesehatan ruhani. Keuntungan material bisa jadi berdampak positif pada kesehatan jasmani, akan tetapi jika diperoleh dengan

MENUJU GENERASI Ulul Albab MELALUI PENDIDIKAN ISLAM

Pemahaman yang kuat terhadap agama akan

melahirkan motivasi untuk terlibat dalam pendidikan,

karena semakin tinggi pemahaman tentang

agama maka pendidikan akan dijadikan sebagai kebutuhan, khususnya anjuran menuntut ilmu

dalam agama Islam bagi setiap muslim

dan muslimat. Karena identitas ulul-albab

dapat dibentuk lewat proses pendidikan yang dipola. Pola pendidikan

yang dimaksudkan adalah pendidikan yang mampu membangun dan mengembangkan dzikir,

fikr dan amal shaleh.

M. Zamrony, M.PdDosen Tarbiyah STAIS Kutim

aRTIKEL UTAMA8 Membuka cakrawala fikir

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 9: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

cara yang tidak halal akan berdampak pada kesehatan ruhani. Pemahaman yang kuat terhadap agama akan melahirkan motivasi untuk terlibat dalam pendidikan, karena semakin tinggi pemahaman tentang agama maka pendidikan akan dijadikan sebagai kebutuhan, khususnya anjuran menuntut ilmu dalam agama Is-lam bagi setiap muslim dan muslimat. Karena identitas ulul-albab dapat dibentuk lewat proses pendidikan yang dipola. Pola pendidikan yang dimaksudkan adalah pen-didikan yang mampu membangun dan mengembang-kan dzikir, fikr dan amal shaleh.

Komunitas yang berjiwa dan berwatak ulu al-al-bab adalah komunitas yang berorientasi hanya mencari ridlo Allah semata. Segala kegiatan mendidik, belajar dan bekerja adalah sarana mencapai tujuan yaitu ridho Allah SWT, bukan karena jabatan, rizki dan kedudukan di mata manusia yang bersifat meteri

Tarbiyah ulu al-albab bentuk riilnya adalah peng-gabungan antara pesantren dan perguruan tinggi. Sebab telah kita ketahui bagaimana keberadaan pesantren sebagai pusat pendidikan agama Islam yang telah lama berdiri melahirkan manusia yang mengede-pankan dzikir. Begitu juga dengan perguruan tinggi yang menghasilkan manusia yang mengedepankan fikir, dan atas keduanya akan melahirkan amal shaleh.

Keberhasilan hidup bagi penyandang ulu al-albab adalah keselamatan di dunia dan akhirat. Ulu al-albab meyakini kehidupan jasmani dan ruhani, dunia dan akhirat. Kedua dimensi haris memperoleh perhatian yang seimbang. Melalui dzikir, fakir dan amal shaleh pendidikan ulu al-albab mengantarkan seseorang men-jadi manusia terbaik sehat jasmani dan ruhani. Dan tarbiyah ulul albab dikatakan berhasil jika mampu mengantar seseorang memiliki identitas sebagai beri-kut:1. Berilmu pengetahuan luas2. Penglihatan yang tajam3. Bercorak cerdas4. Berhati lembut5. Bersemangat juang tinggi karena Allah SWT.

Orientasi Tarbiyah Ulu al-Albab dirumuskan dalam sebuah kalimat perintah : Kunu uli ilmu, kunu uli nuha, kunu uli albab, wa jahidu fi allah haqqa jihadih. Ulu al-albab berpandangan bahwa jika seseorang telah menguasai ilmu pengetahuan, cerdas, berpandangan luas dan piranti yang lembut serta mau berjuang di

jalan Allah, insya Allah akan mampu melakukan amal shaleh. Konsep amal shaleh diartikan sebagai bekerja secara lurus, tepat, benar atau professional.

Dalam pelaksanaanya Tarbiyah Ulu al-Albab me-miliki berbagai pendekatan sesuai dengan rumusan yang dimiliki yaitu dzikr, fikr dan amal shaleh. Dzikr dilakukan dalam bentuk sholat jama’ah, khotmul al-qur’an, puasa sunah dan memperbayak membaca dzikr (kalimah thayyibah).

Pendekatan fikr dilakukan melalui pendekatan riset terbimbing. Artinya mahasiswa diberi tanggung jawab untuk mengembangkan keilmuan yang dimiliki dengan melakukan riset. Sehingga pendidikan ulu al-albab lebih merupakan kegiatan riset terbimbing oleh dosen. Sebagai ciri khas dari perguruan tinggi adalah melakukan riset dan menemukan sesuatu yang baru.

Sedangkan amal shaleh haruslah merangkum tiga dimensi yaitu Profesional, transenden atau peng-abdian kepada Allah dan kemaslahatan bagi kehidupan pada umumnya. Dalam melakukan amal shaleh terda-pat dua pendekatan, pertama pendekatan keteladanan dengan cara ibda’ bi nafsika; mulai dari diri sendiri. Dan kedua berkenaan dengan pengembangan pemiki-ran melalui pendekatan kebebasan, keterbukaan dan bertanggung jawab. Sehingga penerapan dan pengem-bangan keilmuan dapat dilakukan oleh siapa saja, dan seluruh hasil pemikiran dihargai. Dan prinsip terbuka menjadikan manusia ulu al-albab menjadikannya me-miliki daya nalar dan kritis.

Konsep pendidikan Ulu al-Albab dalam upaya pengembangan pendidikan Islam di Indonesia menda-tang pada dasarnya menginginkan dekonstruksi atas dikotomi keilmuan yang ada di lembaga pendidikan Islam. Karena tidak ada perbedaan antara ilmu agama dan ilmu umum, justru keduanya harus diintegrasikan dalam sebuah proses pendidikan sehingga akan meng-hasilkan alumni yang tidak saja pandai tetapi juga alim dalam bidang agama. Oleh sebagai penutup patut kita perhatikan pendapat dari Albert Enstein yang menyata-kan bahwa “agama tanpa bantuan ilmu pengetahuan akan lumpuh dan gagal mencapai tujuannya yang mu-lia, dan sebaliknya ilmu pengetahuan tanpa bantuan agama akan buta dan gagal pula melihat tujuannya yang sejati“.Wa’Alluhu a‘lamu

Membahas Pendidikan Islam berarti membicarakan konsep Is-lam tentang pendidikan. Di dalam agama Islam arti pendidikan men-cakup aspek ta’lim dan ta’dib, yaitu menyangkut proses transfer ilmu dan ketrampilan untuk memenuhi hajat hidup, dan menyangkut as-pek beradab atau berbudi pekerti. Prinsip ini harus berlaku di segala situasi dan kondisi lingkungan

sosial dan di waktu segala kebu-tuhan manusia baik yang primer maupun yang sekunder meningkat, maupun pada zaman dimana hege-moni dimana materialisme tampak. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang begitu cepat, pendidikan Islam akan tetap ber-tahan dalam relevansinya dengan ajaran Islam.

Bagi komunitas muslim pen-

didikan Islam bukan sekedar men-didik aspek relegius yang menyang-kut hubungan dengan Allah saja, tetapi karena Islam adalah agama peradaban, mempunyai sistem aki-dah, ibadah dan sistem hidup yang menyeluruh untuk manusia, maka pendidikan Islam berorientasi pada kemajuan dan berkembangnya ilmu pengetahuan. Agama dan ilmu keduanya berupa prinsip dan amal

REORIENTASI PENDIDIKAN ISLAM UNTUK MASA DEPAN Mujiburrahman, M.Ag

9ARTIKEL UTAMA

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 10: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

sistem dan kehidupan orang-orang Islam dahulu, mereka yakin betapa perlunya ilmu untuk masyarakat, peradaban, dan sumbangan mereka amat besar dalam berbagai bidang ilmu dan metode kajian ilmiah. Na-mun mereka sekali-kali tidak per-nah lupa akan ajaran agama, nilai, ahlak dan tazkiyatun nafsi.

Pendidikan Islam sebenarnya mempunyai misi untuk mendidik peserta didik untuk memiliki ilmu, dengan ilmunya mampu menempat-kan fungsi al-afidah secara sempur-na. Tidak melakukan penyimpangan syari’ dan berlaku baik menurut norma-norma Islam.

Jalur pendidikan Islam yang berfungsi mendidik dapat ditempuh melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. (RI, 2003, 11) Semua pedagogis Islam ini harus diserahkan pada ahlinya yang tepat, terutama bidang pelaksana, jangan sampai lemah dalam kompetensi. Karena keber-hasilan dalam mendidik al-af’idah yang dimulai pada usia dini dan tingkat dasar merupakan langkah mendidik yang paling fundamental dalam membentuk pribadi muslim dan karakter bangsa.

Pengembangan Pendidikan Islam Menuju Era Global

Adalah suatu keniscayaan bahwa kehadiran lembaga pendidi-kan Islam yang berkualitas dalam berbagai jenis dan jenjang pendi-dikan itu sesungguhnya sangat diharapkan oleh berbagai pihak, terutama umat Islam. Bahkan kini terasa sebagai kebutuhan yang sangat mendesak terutama bagi kalangan muslim kelas menengah ke atas yang secara kuantitatif terus meningkat belakangan ini. Fenomena sosial yang sangat me-narik ini mestinya bisa dijadikan tema sentral kalangan pengelola lembaga pendidikan Islam dalam melakukan pembaharuan dan pengembangannya. Namun yang kita saksikan justru sebaliknya, di berbagai tempat banyak lembaga pendidikan Islam terutama yang tergolong “kelas pinggiran” satu per-satu mengalami penyusutan karena kehilangan kepercayaan dari umat maupun peminatnya. Sementara itu lembaga-lembaga pendidikan yang latar belakang keagamaannya berbeda namun dikelola secara pro-fesional dan menempatkannya pada konteks kemasyarakatan yang lebih luas, memperlihatkan perkemban-gan yang demikian pesat, sehingga keberadaannya semakin kokoh.

Kenyataan itu secara tidak langsung menuntut para pengelola pendidikan Islam untuk lebih yang bersifat rasional dan lebih berorien-

tasi kepada kebutuhan masyarakat luas. Apalagi sekarang ini, yang menjadi mainstream pemikiran pendidikan adalah mempersiap-kan sumber daya manusia di masa mendatang dan bukan semata-mata sebagai alat untuk membangun pengaruh politik atau alat dakwah dalam arti sempit. Kalau persepsi yang terakhir ini yang dijadikan acuan untuk tetap bertahan, maka boleh jadi pendidikan bukan saja tidak menolong masa depan peserta didik, tetapi lebih jauh kebalikan dari itu, yaitu dinilai sebagai per-buatan yang merugikan. Oleh karena itu, persoalan dunia pendi-dikan sebenarnya termasuk peka dan rawan. Pendidikan yang tidak didasarkan pada orientasi yang jelas dapat mengakibatkan kegagalan dalam hidup secara berantai dari generasi ke generasi.(A.Malik Fajar, 2006,10)

Kurang tertariknya masyara-kat untuk memilih lembaga-lemba-ga pendidikan Islam sebenarnya bu-kan karena telah terjadi pergeseran nilai atau ikatan keagamaannya yang memulai memudar, melainkan karena sebagian besar kurang men-janjikan masa depan dan kurang responsif terhadap pertimbangan masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan, yaitu nilai (agama), sta-tus sosial dan cita-cita. Masyarakat yang berpendidikan akan semakin beragam pertimbangannya dalam memilih pendidikan bagi anak-anaknya. Hal ini berbeda dengan kondisi tempo dulu yang masih serba terbatas dan terbelakang.

Tempo dulu, pendidikan lebih merupakan model untuk pemben-tukan maupun pewarisan nilai-nilai keagamaan dan tradisi masyarakat-nya. Artinya, kalau anaknya sudah mempunyai sikap positif dalam beragama dan dalam memelihara tradisi masyarakatnya, maka pen-didikan dinilai sudah menjalankan misinya. Tentang seberapa jauh per-soalan keterkaitan dengan kepent-ingan ekonomi, sudah semakin ter-didik dan terbuka, pada umumnya lebih rasional, pragmatis dan ber-fikir jangka panjang dan karenanya pula. Ketiga aspek tersebut (nilai, status sosial dan cita-cita) dijadi-kan pertimbangan secara bersama-sama. Bahkan, dua pertimbangan terakhir (status sosial dan cita-cita) cenderung lebih dominan.

Sebenarnya komitmen ma-syarakat kita terhadap nilai-nilai agamanya masih cukup tinggi. Bah-kan ada kecenderungan meningkat. Hal ini terkait tatkala muncul pen-didikan Islam yang dinilai bermutu dan cukup menjanjikan, maka mer-eka akan menjadikannya sebagai pilihan pertama. Sebagai contoh

dikemukakan disini, seperti keha-diran sekolah-sekolah pada pergu-ruan Al-Azhar di Jakarta, Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 di Malang, dan SMA Muhammadiyah 1 di Yogya-karta yang setiap tahun ajaran baru selalu dipadati calon siswa dan siswi. Terhadap lembaga pendidi-kan seperti ini, ternyata daya beli masyarakat tinggi walaupun biaya pendidikannya cukup tinggi. Pemer-intah nampaknya tidak keberatan dan tidak membatasi upaya-upaya pengembangan lembaga-lembaga pendidikan yang menyandang ciri-ciri khas itu. Bahkan pemerintah merekomendasikan sebagai salah satu model “sekolah unggulan”.

Pengembangan pendidikan Islam bukanlah pekerjaan seder-hana, karena memerlukan adanya perencanaan secara terpadu dan menyeluruh. Dalam hal ini, per-encanaan berfungsi membantu memfokuskan pada sasaran, penga-lokasian dan kontinunitasnya serta sebagai suatu proses berfikir untuk menentukan apa yang akan dica-pai, bagaimana mencapainya, siapa yang mengerjakannya dan kapan di-laksanakannya. Maka perencanaan juga memerlukan adanya kejelasan terhadap masa depan yang akan dicapai atau dijanjikannya. Oleh karena itu dalam perencanaan ada semboyan bahwa luck is the result of good planning, and good planning is the result of information well ap-plied.(Ibid)

Selain perencanaan yang baik dan tepat, Menurut A. Malik Fajar (1999, 12), untuk pendidikan Islam yang lebih baik juga perlu didukung dengan kegiatan “riset dan evalu-asi”. Dalam kajian A. Malik Fajar ini, riset dan evaluasi pendidikan merupakan empirical inquiry yang dapat dijadikan landasan pengem-bangan secara bijak. Sayangnya, ke-giatan riset dan evaluasi pendidikan Islam itu sampai sekarang belum ada yang menekuninya, meskipun dalam berbagai pembicaraan dan diskusi seputar pembinaan dan pengembangan pendidikan Islam sering disebut-sebut perlunya umat Islam memiliki “lembaga riset dan evaluasi pendidikan” atau Research and Development (R&D)”.

Maka pertanyaannya ka-pan umat Islam yang kaya dengan lembaga-lembaga pendidikannya itu memiliki lembaga riset dan pengem-bangan pendidikan Islam yang tangguh dan mumpuni. Bukankah kita sudah memiliki modalnya baik yang berupa tenaga ahli maupun yang berupa kelembagaan (pondok pesantren, madrasah, sekolah dan perguruan tinggi). Pertanyaan-pertanyaan itulah barangkali yang segera dijawab. Wa’alu A’lamu

10 Membuka cakrawala fikir

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 11: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Hampir setengah abad, wacana pendidikan yang membebaskan telah digagas oleh Paulo Freire –ideolog pendidikan untuk pembebasan dari Brazil.

Melalui magnum opus-nya (Pedagogy of Opressed, 1970), Freire menggagas bahwa semestinya dari pendidikanlah manusia dapat terbebaskan yakni mengenal diri, orang lain dan memilih masa depannya secara kritis. Namun apa lacur pendidikan justru menjadi candu, masyarakat semakin teralinasi dalam jenjang dan pilihan pendidikan yang telah ia tempuh. Di Indonesia alih-alih dunia pendidikan menjadi praktik pembabas, pendidikan kita justru memasung anak didiknya dalam jenjang-jenjang pengetahuan yang didrop langsung dari pusat melalui system yang sangat kaku dan jauh dari demokratis.

Sikap kritis terhadap Praktek dan pelaksanaan pendidikan di Indonesia yang membelenggu ini sebenarnya telah menjadi pemikiran banyak pihak, termasuk di dalamnya pemerintah melalui dinas pendidikan Nasional. Seperti diketahui melalui UU SISDIKNAS pasal 28 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah mengatur penjenjangan pendidikan ke dalam tiga satuan pendidikan, yakni pendidikan dasar (SD dan SMP), pendidikan menengah (SMA/SMK) dan pendidikan tingggi. Penjenjangan satuan pendidikan ini disesuaikan berdasar tingkat perkembangan peserta didik.

Penjenjangan pendidikan pada dasarnya adalah usaha operasionalisasi dari tujuan pendidikan secara umum. Tujuan penjenjangan sendiri bertujuan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Dalam penjenjangan pendidikan ini, pendidikan tinggi di tengah kesangsian dan keharusan pendidikan menjadi praktik pembebas, menduduki posisi yang sangat strategis. Perguruan Tinggi merupakan keharusan dalam menggenapkan proses pendidikan dan pembelajaran yang berlangsung dari jenjang Pendidikan Dasar (SD dan SMP) dan pendidikan Menengah (SMA/SMK). Pertanyannya mampukah perguruan Tinggi di Indonesia menjawab skeptisme public terhadap dunia pendidikan saat ini, dan bagaimana peran perguruan tinggi berperan sebagai pembebas bagi bangsa ini?.

Unsur Pembebas dari Perguruan TinggiSampai saat ini perguruan tinggi dapat dinilai

menjadi satu-satunya ujung tombak terdepan dalam melakukan transformasi social di Indonesia. Tugas-tugas transformasi sosial-politik dan pendidikan diemban semenjak perguruan tinggi ada di Indonesia yakni pada tahun 1902. Mahasiswa sebagai satu element didalamnya adalah kelas progresif dan dinamis yang mengembang tugas perubahan “agent of change”. Sejarah Perguruan Tinggi dengan mahasiswa di dalamnya adalah sejarah perubahan bangsa. Mahasiswa sebagai sumber daya manusia siap melakukan “praktisi” teori, sekaligus bertanggung jawab untuk terjun langsung di masyarakat.

Ada beberapa pertimbangan nilai untuk mengatakan bahwa perguruan tinggi merupakan kesempatan emas untuk merasakan pendidikan yang membebaskan, yakni pertama, penyusunan kurikulum di Perguruan Tinggi berlandas pada kebutuhan pendidikan yang disesuaikan dengan nilai lokal dalam rangka menjawab problem-problem kemasyarakatan. Mahasiswa sebagai partisipan aktif dari proses pendidikan adalah input yang akan menjadi problem solver bagi masyarakat dan diharapkan bisa terus berperan akfif dalam proses-proses transformasi masyarakat. Kedua, perguruan

tinggi mempunyai kultur dan potensi ilmiah yang berbeda secara diametric dengan jenjang pendidikan di bawahnya. Setiap detail proses dan penyelenggaraan pendidikan di Perguruan Tinggi mewajibkan pertanggungjawaban ilmiah dari setiap unsurnya. Ketiga, Mahasiswa dan dosen memiliki kebebasan mimbar akademik yang sama. Manifetasi dari upaya ini adalah mengembangkan kelompok-kelompok kritis dosen dan mahasiswa dan memberi ruang yang selebar-lebarnya bagi mereka untuk berekspresi dalam ranah ilmiah. Keempat, dalam proses belajar mengajar di Perguruan Tinggi mengarah kepada model pembelajaran partisipatoris yang active learning. Tenaga pendidik di Perguruan Tinggi hanya berfungsi sebagai fasilitator bagi transformasi keilmuan, sementara pusat belajarnya adalah mahasiswa (students centre). Kelima, perguruan tinggi mempunyai tri-dharma yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Unsure terakhir ini sekaligus memupus kemungkinan alienasi peserta didik dari masyarakatnya. Mereka yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi berangkat dari masyarakat semestinya berpulang kembali ke masyarakat dengan tanggung jawab yang lebih besar yakni sebagai agent perubahan. Terakhir, selamat mengemban amanah, Gunakan kesempatan kuliah di STAIS Kutai Timur sebaik mungkin untuk menjadi lulusan seperti yang dicita-citakan.amin.

Perguruan Tinggi Dan Upaya Menggapai Pendidikan Yang

Membebaskan Mustatho’, M.Pd.I

11ARTIKEL UTAMA

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 12: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Sejauh mana per-an bagian kemaha-siswaan STAIS dalam pelaksanaan kegiatan dan program-program-nya?

Di STAIS Kutim ini ada 3 orang yang mem-bantu ketua, Yakni PK I bagian Kurikulum, PK II bagian sarana prasa-rana & Keuangan dan PK III membantu ketua bagian Kemahasiswaan. Saya selaku PK III yang bertugas dalam bidang kemahasiswaan, uta-manya dalam hal pembi-naan dan pengembangan mahasiswa, selama ini berpegang pada buku panduan, perubahan dan perkebangan PTI (Perguruan Tinggi Islam) di Indonesia.

Karena di STAIS Ku-tim ini masih tahap awal dalam hal keberlangsun-gan kegiatan akademik, berikut kemahasiswaan-nya, maka yang paling penting adalah bagaima-na menumbuhkan minat dan kemauan dari para mahaiswa. Dalam hal ini

yakni diwujudkan dalam pembentukan UKM-UKM (Unit Kegiatan Mahaiswa). Untuk saat ini UKM yang telah dikembangkan adalah bidang Olahraga, Seni-Budaya dan Pendidikan. Dalam hal ini UKM yang telah ada ha-rus dikembangkan lebih dahulu.

Setelah UKM tersebut terbentuk maka selanjutnya adalah mengisi UKM tersebut, yakni dengan jalan men-empatkan personil-personil yang tepat di dalamnya. Dan UKM lainnya juga harus dibentuk, semisal UKM Pramuka, MAPALA dan lainnya. Pada dasarnya banyak UKM lain yang memang harus dibentuk, namun oleh karena ini adalah awal maka yang menjadi prioritas adalah UKM yang banyak diminati oleh para maha-siswa. Seperti Olahraga, Seni – Budaya, Da’wah dan Pendidikan. Dan hal tersebut juga merupakan hal yang urgent bagi perkembangan kemahasiswaan.

Strategi ke depan, kita harus memberikan do-rongan/motivasi, terutama bagi para Dosen. Dan me-mang harus dilibatkan dalam usaha pengembangan kemahasiswaan di STAIS. Hal ini didasari pada situasi kita yang masih awal dan memang kondisi kita yang berbeda dengan PTI lainnya, seperti yang ada di Pu-lau Jawa maupun Sulawesi. Para Dosen juga harus melakukan pendampingan serta bimbingan dalam hal pengembangan kemahasiswaan. Karena apabila tidak dilakukan pendampingan, kita tidak mampu untuk mengembangkan bidang kemahasiswaan ini.

Oleh karena nya, setiap kegiatan mahasiswa itu har-us diarsipkan, agar ada data yang jelas untuk dijadikan

pegangan. Dan yang demikian adalah langkah strategis dalam pengembangan kemahaiswaan.

Kemudian mengenai program bagian kemahaiswaan sendiri, yakni setelah pembentukan UKM. Maka setiap setahu sekali diadakan pergantian dan pembentukan kepengurusan BEM yang baru. Karena BEM itu adalah tolak ukur dari, apa saja program yang ada/telah disu-sun, program apa saja yang sudah terlaksana, program apa yang belum terlaksana dan apa kendala apa yang dihadapi. Kemudian akan dievaluasi oleh bagian kema-hasiswaan.

Seperti pada periode BEM yang lalu, kendalanya adalah sumber daya, maka solusinya ialah melak-sanakan pelatihan-pelatihan yang terkait dengan pen-gurus BEM. Seperti pelatihan Jurnalistik dan pelatihan ke-organisasian, kemudian langkah strategis berikut-nya adalah diadakannya studi banding.

Seperti misan kemarin sudah dilaksanakan LKD (Latihan Kepemimpinan Dasar), maka selanjutnya adalah studi banding. Dan hal ini hanya menunggu waktu saja. Kemudian juga jurnalistik, dimana harus ada pelatihan kemudian akction dan itu pun harus tetap didampingi.

Dari sekian program yang telah dilakukan, bagaimana bapak melihat progress dari kegiatan mahasiswa di STAIS ini?

Sejauh ini yang saya lihat sudah berjalan efektif di antaranya, berkaitan dengan kegiatan UKM Olahraga. Di STAIS Kutim saya lihat banyak mahaiswa yang ge-mar dengan kegiatan olahraga, seperti futsal, tennis meja, bulu tangkis & volli, aktivitas-aktivitas tersebut terlihat semarak. Kemudian di Gazebo sering saya lihat pertemuan-pertemuan, kajian-kajian yang sudah ber-munculan. Kemudian Seni Budaya & Da’wah juga ikut menyemarakan aktivitas kampus, dimana setiap malam jum’at diadakan kegaiatan habsyian.

Kemudian dari pihak lembaga juga telah menyam-but baik geliat kegiatan mahasiswa yang ada, dimana rencana nya dalam waktu dekat akan dibelikan 1 set peralatan musik/qasidah. Kemudian selanjut nya akan dicarikan pelatih. Untuk bidang olahraga sendiri, terli-hat lebih kompeten dikarenakan memang para maha-siswa memiliki minat yang besar kearah sana. Untuk itu saran saya, segala bentuk aktivitas yang berpotensi untuk mengembangkan minat dan bakat mahasiswa itu harus ada planning yang jelas. Selain melakukan perekrutan para mahasiswa yang memiliki minat dan bakat itu juga perlu dilatih secara intens dan dilibatkan dalam event-event yang diadakan dikampus ini. Dan tidak hanya terpaku pada moment disnatalis, namun bisa saja dalam bentuk perlombaan “memperebutkan piala PK III”.

Dilihat dari program yang telah berjalan, bila dibandingkan dengan STAIS Kutim sebagai Lemba-ga Pendidikan Islam, ada pihak yang menilai bah-wa program kegiatan yang telah berjalan ini belum bisa mencirikan citra dari STAIS sendiri. Menurut Bapak langkah seperti apa yang perlu diambil dalam upaya pencitraan STAIS ke depan?

Dalam usaha membentuk yang namanya citra “Sos-ial Images” terhadap perguruan tinggi islam khususnya, lebih banyak mengacu pada “tradisi ilmiah yang meng-hidupkan nuansa akademik, serta seni dan da’wah”.

Wawancara Majalah Gazebo dengan Pembantu Ketua III, Bpk. Haryono, M.Si

“Geliat Kemahasiswaan STAIS Kutim”

WAWANCARA12 Ekslusif

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 13: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Dan hal ini saya lihat sudah mulai berjalan, ini saya lihat ketika mulai banyaknya diskusi ilmiah yang diadakan dikampus, oleh para mahasiswa dimana focus kajian tentang keislaman serta situasi so-cial ke indonesiaan. Dan juga tentu mengangkat hal-hal yang selama ini dianggap paradoks. Seperti ketika saya diundang untuk kajian keisla-man mengenai feminimisme.

Mulai dari kegiatan olahraga, seni budaya – da’wah, serta kajian ilmiah, ini sudah cukup memberi-kan citra bagi STAIS, mengingat kita bisa mengukur usia STAIS yang masih awal. Dan hal yang paling baik adalah bagaimana membentuk pola pikir, seni budaya – da’wah dan pendidikan yang di ilhami semangat keagamaan. Bahkan jika memung-kinkan kegiatan olahraga pun dike-mas dalam semangat keislaman.

Jadi, proses pencitraan keg-iatan di STAIS ini sudah menga-rah pada nuansa-nuansa yang bersifat keislaman sebagai trade mark kita?

Ya, memang sudah mengarah kearah sana. Jadi, untuk maha-siswa STAIS sendiri, kita sudah sering ber-sosialisasi. Dimana setiap tahun diadakan sosialisasi keberbagai sekolah SMA/SMK/MA di seluruh wilayah kecamatan di Kab. Kutai Timur. Sosialisasi ini dilakukan dalam bentuk presentasi langsung lapangan dan pengiriman brosur-brosur penerimaan maha-siswa baru ke sekolah-sekolah.

Setelah melihat kegiatan kemahasiswaan di STAIS yang sudah mulai menggeliat, strategi apa yang akan bapak terapkan untuk mendukung kemajuan & perkembangan kemahasiswaan?

Pihak akademik akan selalu memberikan dukungan untuk ma-hasiswa dalam mengembangkan berbagai aktivitas kampus. Hal ini ditunjukan dengan penyediaan sa-rana-prasarana. BEM sendiri untuk tahun ini mendapatkan dana ang-gran sebesar 50 juta. Dana tersebut terbilang besar, bila mengingat usia berdirinya kamps ini. Maka, hal yang harus terjadi adalah”gayung bersambut”, dana sudah ada, jadi tinggal merumuskan serta men-jalankan program kerja sebaik mungkin.

Selain itu juga, BEM diberikan lokasi, ruangan dan kelengkapan operasional (computer). Untuk UKM Seni –Budaya sendiri, rencana nya akan dibelikan peralatan musik yang besaran harganya sekitar 90 juta. Kemudian UKM pendidikan juga didukung melalui pengadaan buku yang lebih banyak sebagai

sarana untuk peningkatan kualitas intelektual serta nalar kritis maha-siswa. Termasuk juga pengadaan fasilitas internet dan TV BEM.. Kesemuannya itu adalah lang-kah strategis dari lembaga dalam upaya pengembangan bidang kema-haiswaan.

Hal yang patut diingat juga bahwa, fasilitas, sarana & dana itu tidak lantas dapat hadir secara langsung. Tapi melalui proses dan waktu, sehingga keberadaannya harus digunakan sebaik mungkin. Serta tidak hanya di habiskan un-tuk kegiatan semata, namun juga dipergunakan untuk penyediaan invetaris BEM itu sendiri.

Setelah fasislitas, Sarana

dan Dana terpenuhi, maka se-lanjutnya yang kita lihat adalah langkah ke depan. Langkah apa yang akan diambil bagian kema-haiswaan dalam upaya pengem-bangan jangka panjang?

Jangka panjang nya begini, mempersiapkan SDM yang terkait dengan UKM yang ada. Oleh kare-nanya setiap tahu dilakukan perek-rutan mahasiswa yang minat dan bakat. Kemudian bagi mereka yang sudah masuk dalam struktur or-ganisasi BEM/UKM akan diberikan pelatihan lanjutan untuk peningka-tan kualitas kerja, sehingga berikut-nya akan terjadi proses regenerasi pengurus serta kemampuan yang ter-transpormasikan dari para pen-gurus lama ke pengurus yang baru.

Sebenarnya, yang ditotalitas-kan adalah pada BEM yang ada. Sehingga BEM dapat mengkader mahasiswa yang ada, untuk kemu-dian menciptakan sebuah lapangan persaingan dalam organisasi kerja didalam organisasi bentukannya (UKM-UKM).

Dalam RAKER BEM, harus jelas. Dimana kegiatan-kegiatan strategis harus diadakan sebagai sarana pemberdayaan UKM. Dan BEM pu-nya jalan untuk itu, dimana UKM harus dijalankan. Mengingat segala jkelengkapan nya sudah disediakan dan dana nya sudah diberikan.

Sekarang, program BEM itu seperti apa ? kemudian analisis programnya bagaimana ? setelah itu BEM mampu apa tidak melak-sanakannya ? memantau UKM-UKM, Program nya berbenturan atau tidak ?. Persaingan dalam UKM itu bagus dan akan semakin meriah dengan beragamnya kegiatan yang diadakan.

Saya ingatkan, Raker itu meru-pakan tolak ukur dari dari kegiatan BEM itu sendiri. Jika Raker itu su-dah matang tentang kegiatannya, waktu pelaksanaannya, anggaran dana nya, maka BEM hanya ting-

gal mengontrol setiap UKM yang ada.

Jika kualitas SDM kurang me-madai, maka dapat dilakukan pelatihan. Seperti Jurnalistik, yang dapat dilakukan dengan memanggil nara sumber atau pakar jurnalis-tik. Atau dengan membeli berbagai produk jurnalisti, sebagai bahan referensi dan pengayaan wawasan jurnalistik.

Hal yang utama dalam men-jalankan organisasi adalah menen-tukan skala prioritas dari program-program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Serta secara internal membangun jalur komunikasi yang baik antara elemen-elemen yang ada dalam BEM itu sendiri.

Sebagai Wakil Ketua bidang kemahasiswaan, apa motivasi yang bisa bapak berikan untuk para mahasiswa agar dapat terus menegembangkan kegiatan kemahasiswaannya di STAIS ini?

Motivasi yang bisa saya berikan adalah, para mahasiswa harus se-lalu beraktivitas dan berkarya. Or-ganisasi tanpa aktivitas, maka tidak akan muncul apa-apa. BEM hanya logo dan UKM hanya nama, jika tidak ada aktivitas yang dilakukan dan karya yang dihasilkan.

Mahasiswa harus selalu mem-buat kegiatan yang positif terhadap perubahan. Oleh karena nya setiap mahasiswa yang dating menemui saya, selalu saya dorong untuk membuat kegaiatan, dan saya akan selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil.

Untuk mahasiswa segalanya kita(lembaga) lakukan, oleh kare-nanya dana dari lembaga itu kita tarik, agar lebih mudah untuk digu-nakan. Karena jika masih melalui lembaga maka proses pencairannya cukup memakan waktu, dimana ada proses atau jalur birokrasi yang cukup panjang. Hal yang demikian bukan maksud untuk mempersulit, namun memang sebagai langkah kehati-hatian penggunaan dana dari lembaga.

Namun, setelah dana alokasi un-tuk kegiatan kemahasiswaan ini di-pegang secara tersendiri oleh bagian kemahasiswaan, maka akan lebih mudah untuk disalurkan untuk berbagai program yang djalankan, serta kegiatan yang dilakukan. Bah-kan kadang, penyaluran dana ini hanya melalui telpon atau sms, dan langsung saya transfer. Sehingga tidak harus melalui propsan pen-gajuan yang cukup memakan wak-tu. Akan tetapi syarat dan ketentu-an dari kegiatan yang dilaksanakan harus rasional dan dijalankan secara propesional.(Sangatta, 03 De-sember 2010 RMG )

13WAWANCARA

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 14: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

PROLOGPaulo Freire adalah pemikir revo-

lusioner dalam bidang kependidikan yang lahir akhir abad ke-20. Seba-gai tokoh dan pengusung pendidi-kan pembebasan, freire dikenal se-bagai seorang pemikir produktif dan aktivis pendidikan yang kritis. Sikap kritis Freire dapat dilihat atas kor-eksi dan kritiknya terhadap pemiki-ran dan praktek pendidikan yang dikonsepkan dan diwariskan oleh paham tradisional yang cenderung pada pengalihan ide-ide konseptual dari satu generasi ke generasi be-rikutnya secara mekanistis.

Bagi Freire, konsepsi pendidi-kan kaum tradisionalis tidak lebih semacam ”bejana kosong” atau museum yang menyimpan ide-ide konseptual yang sudah terbentuk untuk ditransfer kepada generasi berikutnya. Freire mengkritik kon-sep pendidikan tradisional dan me-nyebut model pendidikan tersebut seperti ”bank” (banking concept edu-cation), yang memposisikan peserta didik hanya beraktivitas seputar menerima pengetahuan, mencatat, dan menghafal. Model pendidikan jenis ini dianggap sebagai bentuk kekuasaan guru yang dominatif dan “angkuh”, karena tidak ada proses komunikasi timbal-balik dan tidak ada ruang demokratis untuk saling mengkritisi. Alhasil, guru dan murid berada pada posisi yang tidak be-rimbang.

Freire kembali menegaskan, bahwa seolah-olah pengetahuan adalah “anugerah” yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap di-rinya berpengetahuan kepada me-reka yang dianggap tidak memiliki pengetahuan apa-apa, alias «bodoh». Pendidikan yang ditransfer dari ge-nerasi ke generasi tidak ubahnya suatu upaya untuk melegitimasi

kemapanan status quo (kaum elite) yang menjadi pelaku dalam drama penindasan.

Keprihatinan Friere terhadap kaum tertindas telah mendorong dirinya untuk mengantisipasi per-soalan tersebut demi masa depan. Freire menganggap, bahwa bentuk penindasan apapun bentuk dan alasannya adalah tidak manusiawi, dan menafikan harkat kemanusiaan (dehumanisasi), sehingga menyalahi kodrat manusia.

MENGENAL FREIRE LEBIH DE-KAT

Freire dilahirkan dalam keluarga kelas menengah di Recife, Brazil. Ia mengalami langsung kemiskinan dan kelaparan pada masa Depresi Besar 1929, suatu pengalaman yang membentuk keprihatinannya terhadap kaum miskin dan ikut membangun pandangan dunia pen-didikannya yang khas.

Freire mulai belajar di Univer-sitas Recife pada 1943, sebagai seorang mahasiswa hukum, tetapi ia juga belajar filsafat dan psikologi bahasa. Meskipun ia lulus sebagai ahli hukum, ia tidak pernah benar-benar berpraktik dalam bidang ter-sebut. Sebaliknya, ia bekerja seba-gai seorang guru di sekolah-sekolah menengah, mengajar bahasa Portu-gis. Pada 1944 ia menikah dengan Elza Maia Costa de Oliveira, seorang rekan gurunya. Mereka berdua be-kerja bersama selama hidupnya se-mentara istrinya juga membesarkan kelima anak mereka.

Pada 1946, Freire diangkat men-jadi Direktur Departemen Pendi-dikan dan Kebudayaan dari Dinas Sosial di Negara bagian Pernambuco (yang ibu kotanya adalah Recife). Selama bekerja itu, terutama ke-

tika bekerja di antara orang-orang miskin yang buta huruf, Freire mu-lai merangkul bentuk pengajaran yang non-ortodoks yang belakangan dianggap sebagai teologi pembeba-san. (Dalam kasus Freire, ini meru-pakan campuran Marxisme dengan agama Kristen). Perlu dicatat bahwa di Brazil pada saat itu, melek huruf merupakan syarat untuk ikut me-milih dalam pemilu.

Pada 1961, ia diangkat sebagai direktur dari departemen Perluasan Budaya dari Universitas Recife, dan pada 1962 ia mendapatkan kesem-patan pertama untuk menerapkan secara luas teori-teorinya, ketika 300 orang buruh kebun tebu diajar untuk membaca dan menulis hanya dalam 45 hari. Sebagai tanggapan terhadap eksperimen ini, pemerin-tah Brazil menyetujui dibentuknya ribuat lingkaran budaya di seluruh negeri.

Pada 1964, sebuah kudeta mili-ter mengakhiri upaya itu, dan me-nyebabkan Freire dipenjarakan se-lama 70 hari atas tuduhan menjadi pengkhianat. Setelah mengasingkan diri untuk waktu singkat di Bolivia, Freire bekerja di Chili selama lima tahun untuk Gerakan Pembaruan Agraria Demokratis Kristen. Pada 1967, Freire menerbitkan bukunya yang pertama, Pendidikan sebagai Praktik Pembebasan.

Buku ini disambut dengan baik, dan Freire ditawari jabatan sebagai profesor tamu di Harvard pada 1969. Tahun sebelumnya, ia menulis bukunya yang paling ter-kenal, Pendidikan Kaum Tertindas (Pedagogy of the Oppressed), yang diterbitkan dalam bahasa Spanyol dan Inggris pada 1970. Buku itu baru diterbitkan di Brazil pada 1974 (karena perseteruan politik antara serangkaian pemerintahan diktatur militer yang otoriter dengan Freire yang Kristen sosialis ketika Jende-ral Ernesto Geisel mengambil alih kekuasaan di Brazil dan memulai proses liberalisasi.

Setelah setahun di Cambridge, Freire pindah ke Jenewa, Swiss untuk bekerja sebagai penasi-hat pendidikan khusus di Dewan Gereja-gereja se-Dunia. Pada masa itu Freire bertindak sebagai penasi-hat untuk pembaruan pendidikan di bekas koloni-koloni Portugis di Afrika, khususnya Guinea Bissau dan Mozambik.

Pada 1979, ia dapat kembali ke Brazil, dan pindah kembali ke sana pada 1980. Freire bergabung dengan Partai Buruh (Brazil (PT) di kota São Paulo, dan bertindak seba-gai penyelia untuk proyek melek hu-ruf dewasa dari 1980 hingga 1986. Ketika PT menang dalam pemilu-pemilu munisipal pada 1986, Freire

Paulo Freire menyumbangkan filsafat pendidikan yang datang bukan hanya dari pendekatan yang klasik dari Plato, tetapi juga dari para pemikir Marxis dan anti kolonialis. Malah, dalam banyak cara , bukunya Pendidikan Kaum Tertindas dapat dibaca sebagai perluasan dari atau jawaban ter-hadap buku Frantz Fanon, The Wretched of the Earth, yang memberikan penekanan yang kuat tentang perlunya memberikan penduduk pribumi

pendidikan yang baru dan modern (jadi bukan yang tradisional) dan anti kolonial (artinya, bukan semata-mata perluasan budaya para kolonis).

http://id.wikipedia.org

TEOLOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE DALAM

PARADIGMA PENDIDIKAN KRITISSurono Achmad, M.S.I

KAJIAN TOKOH14 Pesan untuk kita

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 15: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

diangkat menjadi Sekretaris Pendi-dikan untuk São Paulo.

Pada 1986, istrinya Elza mening-gal dunia, dan Freire menikahi Ma-ria Araújo Freire, yang melanjutkan dengan pekerjaan pendidikannya sendiri yang radikal. Pada 1991, didirikanlah Institut Paulo Freire di São Paulo untuk memperluas dan menguraikan teori-teorinya tentang pendidikan rakyat. Institut ini me-nyimpan semua arsip Freire. Freire meninggal dunia karena serangan jantung pada 2 Mei 1997.

TEOLOGI PEMBEBASAN; BERA-WAL DARI PENINDASAN MENUJU PERUBAHAN SOSIAL

Pendidikan pembebasan, secara konseptual sering dikaitkan dengan upaya-upaya atau program-program pendidikan berbasis kerakyatan yang dikaitkan dengan program pendidikan sebagaimana diden-gungkan oleh Paulo Freire. Paulo Freire adalah seorang cendekiawan Katolik berkebangsaan Brazil yang membuat konsepsi, bahwa pendi-dikan yang dibutuhkan sekarang adalah pendidikan yang menjadikan manusia sebagai sentral bagi peru-bahan sosial (central of social chan-ge), bahkan mampu mengarahkan dan mengendalikan perubahan itu.

Menurut Freire, sejatinya akhir dari pendidikan pembebasan adalah pendidikan yang memanusiakan. Pendapat Freire tersebut tidaklah berlebihan, sebab kala itu pendi-dikan di Brazil telah menjadi alat penindasan dari kekuasaan untuk membiarkan rakyat dalam keter-belakangan dan ketidaksadaran, sehingga rakyat terkungkung dalam penderitaan dan ketertindasan.

Keprihatinan Friere terhadap kaum tertindas (oppressed) telah mendorong dirinya untuk menganti-sipasi persoalan tersebut demi masa depan kemanusian. Menurutnya, kaum tertindas yang menginterna-lisasi citra diri kaum penindas dan menyesuaikan diri dengan jalan pikiran mereka akan membawa rasa takut yang berat. Padahal kebeba-san menghendaki mereka untuk menolak citra diri tersebut, dan ha-rus menggatinya dengan perasaan bebas serta tanggungjawab. Kata Friere, kebebasan hanya bisa “dire-but” bukan “dihadiahkan”.�

Freire menyadari, bahwa pen-didikan yang berguna adalah pen-didikan yang menyadarkan sikap kritis terhadap dunia dan kemudian mengarahkan perubahannya. Da-lam menghadapi dunia, pendidi-kan diarahkan tidak hanya pada kemampuan retorika yang bersifat verbal, akan tetapi juga mengarah kepada pendidikan kelakuan yang bertumpu pada kemampuan profe-

sional. Untuk memiliki kemampuan itu tentunya harus dirangsang sikap kritis terhadap kenyataan-kenya-taan di sekelilingnya dan berbekal dengan sikap kritis, maka akan di-temukan berbagai yang dialaminya sendiri dan masyarakatnya.

Dengan sistem pendidikan yang membumi dan berpihak pada ra-kyatlah perdebatan tentang struk-tur sosial masyarakat akan tejadi. Dalam praktek pendidikan yang menindas, struktur sosial justru tidak pernah didiskusikan karena tidak dianggap sebagai masalah yang perlu dipecahkan. Sebaliknya, struktur sosial tersebut justru di-buat menjadi tidak jelas dengan berbagai cara yang mengakibatkan massa memiliki kesadaran yang ‘sa-lah’ (Freire,1989:175).

Bukan jamannya lagi sistem pendidikan yang selama ini diterap-kan, sebab sistem pendidikan yang mengelabui rakyat terhadap realitas sosial sebenarnya malah akan men-jadi bom waktu yang akan meledak tiba-tiba tanpa arah. Rasa frustasi yang menumpuk dan tidak terpe-cahkan melalui pendidikan akan membuat pendidikan itu sendiri tidak berarti.

Sistem pendidikan yang mem-bumi dan berpihak pada rakyat dengan praktek-praktek yang ilmiah, demokratis dan murah adalah suatu keharusan sekarang. Walaupun persoalannya kemudian siapkah kita untuk meneriakkan tuntutan ini kepada penguasa. Ka-rena semakin yakin bagi kita bahwa kebijakan ekonomi yang terus mem-bebek pada modal asing tidak akan pernah menciptakan sistem pendi-dikan yang berpihak pada rakyat tertindas.

Berangkat dari sinilah Freire me-nyadari, bahwa pendidikan dan pe-rubahan sosial diibaratkan dua sisi mata uang. Artinya, pendidikan dan perubahan sosial tidak dapat dipi-sahkan dan bersifat saling terkait dan mempengaruhi (mutual simbio-sis). Dalam konteks yang demikian, perubahan kiranya tidak dapat terwujud tanpa diawali dengan pen-didikan. Begitu pula sebaliknya, pendidikan yang baik tidak akan terwujud bila tidak ada perubahan.

Hal tersebut sepenuhnya diakui oleh Freire, bahwa pendidikan dapat membangkitkan kesadaran diri (conscientization) manusia sebagai subjek. Dengan kesadaran sebagai subjek tersebut, manusia dapat me-merankan sebagai seorang pembe-bas bagi manusia lain. Kesadaran ini secara komunal akhirnya mem-bentuk kesadaran sosial. Dengan kesadaran sosial yang dibangun di atas basis relasi intersubjektif, maka masyarakat dapat memain-

kan peranan dalam rekonstruksi sosial baru yang lebih demokratis. Hal tersebut, yang dijadikan sebagai dasar konsep politik dan pendidikan Freire yang melandaskan pemikiran filosofisnya, yakni manusia yang terbebaskan (liberated humanity).

Teologi pembebasan Paulo Freire tersebut terlihat atas pengakuan-nya terahadap eksistensi manusia sebagai mahluk yang berharkat, bermartabat, dan sebagai mahluk yang utuh. Manusia sebagai mahluk Tuhan seharusnya memiliki kesada-ran dan semangat untuk selalu me-numpas kebatilan. Kesadaran akan kemerdekaan dan kebebasan ini muncul, karena penderitaan yang dialami oleh kaum tertindas.

Hal tersebut menunjukkan, ba-hwa Paulo Freire sangat berperan dalam menyumbangkan filsafat pendidikan yang datang bukan hanya dari pendekatan yang kla-sik dari Plato, tetapi juga dari para pemikir Marxis dan anti kolonialis. Malah, dalam banyak cara , bu-kunya Pendidikan Kaum Tertindas dapat dibaca sebagai perluasan dari atau jawaban terhadap buku Frantz Fanon, The Wretched of the Earth, yang memberikan penekanan yang kuat tentang perlunya memberikan penduduk pribumi pendidikan yang baru dan modern (jadi bukan yang tradisional) dan anti kolonial (arti-nya, bukan semata-mata perluasan budaya para kolonis). (www.wikipe-dia.com)

PETA PEMIKIRAN PENDIDIKAN FREIRE

�Giroux dan Arnowitz dalam karya monumentalnya, Education Idiologies memetakan tiga ideologi (aliran) pendidikan yang dewasa ini berkembang. Pertama, paradigma konservatif. Penganut aliran ini berpendapat, bahwa ketidakse-suaian derajat dalam masyarakat merupakan suatu ketentuan dari Tuhan. Oleh karenanya, itu ada-lah sesuatu yang mustahil dapat dihindarkan, karena hal tersebut adalah ketentuan sejarah dan takdir dari Tuhan yang tidak dapat dita-war lagi. Perubahan sosial, bagi ali-ran ini bukanlah suatu yang harus diperjuangkan, karena perubahan sosial hanya akan membuat manu-sia lebih sengsara. Berangkat dari pandangan yang demikian, kaum konservatif menganggap rakyat ti-dak memiliki kuasa untuk merubah kondisi mereka. Kedua, paradigma pemikiran liberal. Penganut aliran ini menyakini, bahwa sesungguhnya ada masalah di masyarakat, tetapi bagi mereka pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Penga-

15KAJIAN TOKOH

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 16: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

nut mazhab ini lebih menekankan ”reformasi kosmetik” (nampak luar saja) meminjam istilah Qamaruz-zaman. Pendidikan hanya sekedar project oriented, dan kurang bahkan tidak menyentuh pada ranah pe-ningkatan Sumber Daya Manusia. Ketiga, paradigma kritis. Pendidikan bagi penganut mazhab ini tidak le-bih merupakan arena perjuangan politik. Jika kaum konservatif, pen-didikan bertujuan untuk menjaga status quo, sementara bagi kaum liberal untuk perubahan moderat, maka kaum kritisme ini lebih men-ghendaki struktur secara funda-mental dalam politik dan ekonomi masyarakat di mana pendidikan berada.

Bagi Freire, tiga paradigma pen-didikan tersebut membawa dampak pada tiga karakter kesadaran ma-nusia. Pertama, kasadaran magis, yaitu suatu kesadaran masyarakat tidak mampu mengetahui kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Milsanya, masyarakat miskin tidak mampu melihat kaitan kemiskinan mereka dengan sistem politik dan kebudayaan mereka. Dalam konteks pendidikan, jika proses belajar mengajar tidak mam-pu melakukan analisis terhadap suatu masalah, maka proses belajar mengajar, maka menurut Freire di-sebut sebagai pendidikan fatalistis. Pendidikan lebih merupakan proses menirukan, di mana siswa mengik-uti secara buta perkataan dan pan-dangan guru, tanpa ada mekanisme memahami makna ideologi dari se-tiap konsepsi atas kehidupan masy-arakat. Paradigma tradisional yang menggunakan paham pendidikan dan sekolah konservatif dikategori-kan dalam kesadaran magis ini.

Kedua, kesadaran naif. Kesada-ran model ini lebih melihat aspek manusia, sebagai akar penyebab problematika masyarakat. Dalam kesadaran ini, masalah etika, krea-tivitas need for achievement diang-gap sebagai suatu perubahan sosial. Jadi, dalam menganalisis mengapa masyarakat miskin, bagi mereka disebabkan karena salah masy-arakat itu sendiri, misalnya malas, tidak berusaha dan lain sebagainya. Oleh karena itu, manpower develop-ment adalah suatu yang diharapkan akan menjadi pemicu perubahan. Pendidikan dalam konteks yang de-mikian, tidak mempertanyakan lagi sistem dan struktur, bahkan sistem dan struktur yang ada adalah su-dah baik dan benar dan merupakan faktor given. Sehubungan dengan hal tersebut, tugas sekolah adalah bagaimana membuat dan menga-rahkan agar murid bisa masuk dan beradaptasi dengan sistem yang be-nar tersebut. Paradigma kaum mo-

dernis yang meng-gunakan paham pendidikan liberal dapat dimasukkan dalam kesadaran naif.

Ketiga, kesada-ran kritis. Kesa-daran ini lebih melihat aspek sis-tem dan struktir sebagai sumber masalah. Pende-katan struktural menghindari blaim the victim dan le-bih menganalisis untuk secara kritis menyadari struk-tur dan sistem so-sial, politik , eko-nomi dan budaya, dan dampaknya bagi masyarakat.

Bila ditelaah, mainstrem pemiki-ran Freire dapat dikategori dalam lingkup ketiga, yaitu paradigma pendidikan kritis dengan mengambil bentuk kesadaran kritis. Paradigma kritis dalam pen-didikan melatih murid agar mampu mengidentifikasi ”ketidakadilan” da-lam sistem dan struktur yang ada, kemudian mampu menganalisis ba-gai sistem dan struktur itu bekerja serta bagaimana mentransforma-sikannya. Tugas pendidikan dalam paradigma kritis adalah penciptaan ruang dan keselamatan agar peserta didik terlibat dalam suatu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik.

Freire telah berajasa mencipta-kan model teori pendidikan yang benar-benar mengaitkan antara teori kritis-radikal dengan tuntu-tan perjuangan yang juga radikal (Giroux, 2007: 3). Tuntutan ini disebut radikal, karena komitmen perjuangannya yang tinggi untuk melawan suatu dominasi. Domi-nasi yang dimaksudkan adalah bentuk penyelewengan kekuasaan secara sewenang-wenang oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain. Oleh sebab itu, kesadaran kritis menjadi titik tolak pemikiran pem-bebasan Freire. Tanpa kesadaran kritis rakyat bahwa mereka sedang ditindas oleh kekuasaan, tak mun-gkin pembebasan itu dapat dilaku-kan. Karena itu, konsep pendidikan Freire ditujukan untuk membuka kesadaran kritis rakyat itu mela-lui pemberantasan buta huruf dan pendampingan langsung dikalangan rakyat tertindas. Upaya membuka kesadaran kritis rakyat itu, dimata

kekuasaan rupanya lebih dipandang sebagai suatu ”gerakan politik” ke-timbang suatu gerakan yang men-cerdaskan rakyat. Karena itu, pada tahun 1964 Freire diusir oleh pe-merintah untuk meninggalkan Bra-zil. Pendidikan pembebasan, men-urut Freire adalah pendidikan yang membawa masyarakat dari kondisi ”masyarakat kerucut” (submerged society) kepada masyarakat terbuka (open society).

EpilogPendidikan pembabasan Paulo

Freire pada dasanya adalah bentuk penyadaran atas diri seseorang atau komunitas tertentu dari rasa takut akan kemerdekaan (fear of freedom). Melalui penolakan atas penguasaan, penjinaan dan penindasan, maka pendidikan kaum tertindas secara langsung dan riil pada gilirannya akan lahir pengakuan akan pen-tingnya peran proses penyadaran (konsientisasi). Konsep pendidikan Freire ini terlihat memiliki akar filosofis, yakni manusia yang ter-bebaskan (liberated humanity), dan berpijak pada penghargaan ter-hadap manusia sebagai sosok yang utuh. Oleh karenanya, perlawanan Freire terhadap bentuk penindasan, gagasannya tentang hubungan kri-tik ideologi dan gerakan masa yang dilandasi semangat ideologi masy-arakat saat itu dijadikan sebagai kekuatan untuk mengikis segala bentuk penindasan yang menjadi teologi pembebasan Freire.

(Ilu

stra

si, c

omm

ons.w

ikim

edia

.org

)

16 Pesan untuk kita

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 17: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Bangsa Indonesia sedang berduka, bencana bertubi-tubi menghampiri bangsa yang berpopulasi terpadat keempat di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat ini. Belum tuntas penyelesaian satu bencana, bangsa ini harus menghadapi bencana lainnya. Rent-etan bencana yang dimulai dari Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 yang menelan korban sekitar 200.000 penduduk, disusul tsunami Laut Selatan melanda Pantai Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sejumlah 92 orang masih belum diketemukan setelah tsunami yang menelan korban jiwa 656 orang ini. Belum sembuh luka di Banda Aceh, dan tsunami laut selatan jawa, pada Senin 4 Oktober 2010 Banjir Bandang Melanda di kecamatan Wasior Papua barat, sejumlah 120 orang hi-lang, 14 ditemukan dalam keadaan luka-luka, 535 luka ringan, 185 mengalami luka berat dan 154 ditemukan tewas (okezone, 11/10/2010). Bencana lain adalah Tsunami di Mentawai Sumatera Barat, dan yang paling baru bencana yang melanda Yogyakarta yakni bencana letusan gunung Merapi di Sleman Yogyakarta.

Kemudian dari sini muncul Pertanyaan, apakah musibah yang menghampiri negeri ini adalah satu ben-cana yang memang diakibatkan oleh murkanya alam yang diakibatkan perbuatan manusia, ataukah ada ala-san lain?. Bagaimana juga manusia memaknai bencana yang menimpa mereka?. Jawaban atas persoalan ini se-mestinya dikembalikan kepada pola hubungan manusia dengan alam.

Jika ditelisik dari sejarah, persoalan bencana alam

adalah persoalan kuno, setua usia manusia di dunia. Manusia selalu dihadapkan pada persoalan bagaimana memecahkan teka-teki dunia, termasuk didalamnya bencana alam menjadi teka-teki yang tidak pernah terjawabkan dan tiada akhir bagi manusia. Menurut penulis, disaat manusia mengalami kegamangan atas penyebab dan bagaimana seharusnya bersikap terha-dap bencana dan teka-teki dunia yang tidak terpecah-kan lainnya, solusi agama bisa menjadi oase dipadang tandus, agama mampu mengobati luka-luka dan kekecewaan-kekecewaan atas beban yang manusia ha-dapi. Oleh karena itu, menurut penulis faktor penyebab bencana dan bagaimana manusia bersikap atasnya se-mestinya dikembalikan kepada solusi yang ditawarkan agama, yakni prespektif agama tentang relasi manusia dengan alamnya.

Manusia sebagai PenyebabManusia beragama semestinya memaknai ke-

beradaannya di dunia ini sebagaimana agama mem-berikan prespektif kepadanya. Bagaimana tujuan diciptakannya manusia dan alam semesta semestinya dipulangkan menurut penilaian agama. Islam menye-but alam dunia ini dengan “mazra’ah” artinya ladang. Ladang bagi manusia adalah tool to life, alat untuk menjalani kehidupan. Dunia bukan menjadi tujuan akhir dari kehidupan manusia. Manusia hanya menge-lola, mengolah dan menggunakannya menuju kebaikan. Manusia adalah pengelola alam; baik dan buruk kon-

KONSEPSI TEOLOGIS BENCANA ALAMAndi Muhammad Fauzan Razak

17opiniApa kata mereka?

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 18: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

disi alam berpulang pada sikap dan bagaimana manu-sia memposisikan diri. Hal inilah yang tertera jelas di dalam Firman Allah surat Ar-Rum;41: “Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar kembali ke jalan yang benar.

Bencana yang terjadi di Negara ini tidak luput dari tindakan-tindakan manusia yang melampaui batas, Manusia yang tidak dapat mengendalikan keinginannya dan selalu mengikuti hawa nafsu akan menyebabkan fenomena alam keluar dari keteraturan. Hawa nafsu manusia ini menurut Malinowski timbul karena manu-sia memiliki kebutuhan (dalam Saifuddin : 2005) Seper-ti diketahui kebutuhan individu yang satu dengan yang lainnya jelas berbeda, begitu juga cara meresponnya. Ada yang ingin serba instan (ingin cepat) yang nantinya mengakibatkan anomali, tetapi ada juga individu yang konformitas atau mengikuti aturan yang telah ditetap-kan oleh norma agama maupun undang-undang.

Masing-masing kelompok individu melakukan ak-tifitas untuk merespon kebutuhannya sebagaimana ia dikelompokkan. Individu yang ingin serba instan melakukan kerja sama dengan relasi-relasinya guna merespon kebutuhan mereka dengan cara mereka. Ma-syarakat yang ingin memenuhi kebutuhannya secara instan atau di luar aturan yang telah ditetapkan inilah yang menyebabkan ketidakseimbangan. Keadaan tidak

seimbang kemudian menjadi salah satu penyebab ter-jadinya bencana alam.

Fenomena ketidak-seimbangan ini dapat ditelusuri dari budaya penguasa yang ingin serba instan atau in-gin memperoleh hasil dengan cara di luar aturan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan oleh penguasa guna memenuhi kebutuhan dirinya dan relasi-relasinya. Mis-alnya banyak penguasa yang memberikan izin pene-bangan hutan yang tidak diikuti dengan penanaman kembali pohon dan kontrol yang ketat (misalnya, mana yang boleh ditebang dan mana yang tidak boleh, serta batas wilayah yang diizinkan). Dapat diperkirakan aki-bat tindakan penguasa tersebut menyebabkan terjadin-ya banjir, tanah longsor, atau berkurangnya populasi binatang yang dilindungi. Kejadian ini terjadi pada beberapa daerah dan banyak menelan koraban jiwa, rumah dan peralatan hancur, serta banyak tanaman dan hewan yang mati. Hingga bencana pun menyebar dimana-mana.

Sikap yang mesti dilakukan oleh manusia saat ini adalah usaha prefentif agar bencana tidak datang lebih besar lagi. Bencana yang sudah terjadi menjadi pembe-lajaran agar manusia mau mencintai dan lebih meme-lihara alamnya, menjaganya tetap hijau dengan jalan merawat, menjaga dan melestarikannya, Teguran yang Allah berikan lewat bencana yang terjadi saat ini adalah peringatan kepada kita semua agar selalu kembali ke-pada jalan Allah swt.

Nenek Minah memetik 3 buah kakao [cokelat] senilai Rp. 2.000 di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan [RSA], akibat perbuatannya itu ia diganjar Pengadilan Negeri Purwokerto Jawa Tengahdengan hukuman 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan tiga bulan.

Saat kejadian ini berlangsung kita melihat betapa hukum dan keadilan begitu kokoh ditegak-kan, pengadilan tampak sakral dan sangat berwibawa, tp apakah memang benar demikian kenyata-annya? Sementara di sisi lain kita melihat bagaimana kasus anggodo, gayus si pengemplang pajak, dan masih banyak lagi yang lain, para terdakwa tampak begitu perkasa, sementara pengadilan terlihat tidak berdaya menghadapi mereka.

Saat kita masih duduk di bang-ku sekolah, kita di anjurkan untuk mampu mengenyam pendidikan seluas mungkin, bahkan pemerin-tah mencanangkan wajib belajar 12 tahun, apa tujuannya? Tentu agar kita semua menjadi orang-orang yang pintar, bukan menjadi generasi-generasi bangsa yang bodoh, tapi setelah generasi bangsa ini banyak yang pintar, pemerintah dan bangsa ini seolah kebingun-gan menghadapi mereka, kenapa? Mungkin karena kepintaran mere-ka tak terkendali, kepandaian yang

mereka dapatkan selama masa pendidikan dulu benar-benar mer-eka manfa’atkan, sayangnya tidak hanya dalam hal-hal yang positif, mereka yang pandai tentang hu-kum berusaha mencari celah dari hukum itu sendiri demi keuntun-gan pribadi.

Inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia ini mungkin disebab-kan oleh beberapa hal, dianta-ranya:

1. Harta. Kekayaan yang dimil-iki seseorang bisa menjadi senjata ampuh dan sangat potensial untuk menjadikan seseorang kebal terha-dap hukum salah satu contohnya adalah kasus korupsi proyek pemetaan dan pemotretan areal hutan antara Departemen Hutan dan PT Mapindo Parama, Moham-mad “Bob” Hasan . PN Jakpus menjatuhkan hukuman dua tahun penjara potong masa tahanan dan menetapkan terpidana tetap dalam status tahanan rumah. Bagaimana bisa sebuah kasus yang merugikan negara milyaran rupiah tetapi hu-kumannya hanya tahanan rumah, dan prosesnya pun berjalan begitu cepat. Masyarakat dengan mudah melihat bahwa kekayaanlah yang menyebabkan Bob Hasan lolos dari hukuman penjara. Kemampuannya menyewa pengacara tangguh den-gan tarif mahal yang dapat memen-

tahkan dakwaan kejaksaan, hanya dimiliki oleh orang-orang dengan tingkat kekayaan tinggi.

2. Jabatan. Dalam kenyataan-nya seseorang yang memiliki ja-batan tinggi dalam pemerintahan di negara kita ini sudah barang tentu sangat sulit terjerat hukum, mereka seolah begitu mudahnya bisa berkelit ketika menghadapi masaalah-masalah yang berke-naan dengan hukum, berbeda jauh dengan masyarakat biasa, para pekerja, buruh, dan lain-lain yang ketika mereka terbukti melanggar aturan maka tidak akan ada yang bisa mereka lakukan selain me-nerima putusan pengadilan, saat mereka menghadapi meja hijau spontan peluh dan keringat pun bercucuran menghadapi kenyataan betapa sakralnya ruang pengadilan, betapa berwibawanya wajah-wajah para Hakim, sementara di lain pi-hak mereka yang memiliki jabatan bisa memandang pengadilan den-gan sebelah mata, seolah hanya bersandiwara.

3. Nepotisme. Hubungan persa-habatan, hubungan kekeluargaan sering kali membuat seseorang lo-los dari jeratan hukum, seseorang yang telah didakwa melakukan se-buah kesalahan akan tetapi karena dia mempunyai hubungan khusus dengan para aparat penegak hu-

PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIAOleh : Abdul Basith

18 Apa kata mereka?

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 19: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Ki Hajar Dewantara Lahir di Yo-gyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Saka, berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia da-pat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.

Setelah zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah men-jabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hajar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seo-rang tokoh dan pahlawan pendidi-kan (Bapak Pendidikan Nasional)

yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasio-nal, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doc-tor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957. Dua tahun setelah mendapat gelar Doc-tor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.

Salah satu warisan Ki Hajar De-wantoro adalah konsep kepemim-pinannya dalam bahasa jawa kuno yaitu ”ing ngarso sung tulodo ing madya mangun karso”. Marilah kita coba gali konsep tahap kepemimpi-nan berbahasa jawa kuno tersebut. Tahap pertama dari kepemimpinan

adalah ing ng-arso sung tulodo, maksudnya yaitu bahwa menjadi seorang seorang pemimpin harus bisa memberikan contoh di depan, memberikan con-toh terlebih da-hulu, contoh atau uswah yang has-anah kepada yang dipimpinnya.

Kemudian ta-hap kepemimpinan yang kedua yaitu ing madya mangun karso, yaitu bahwa menjadi seorang pemimpin harus berani untuk tidak menjadi siapa-siapa, dalam arti dia hanya menjadi some one among others dia hanya menjadi seseorang diantara orang lain. Tidak terke-nal tidak apa-apa, tidak di junjung tidak dipuji tidak masalah tetap en-joy, pokoknya dia hanya menjadi se-seorang, itu nama-nya membangun karsa itulah ing madya mangun karso. Sangatlah sukar mencari figur seorang pe-mimpin yang ber-

sedia untuk menjadi orang yang hanya mau menjadi seseorang saja. Rasulullah, para nabi dan sahabat itu salah satu contoh pemimpin-pemimpin yang masuk kualifikasi ing ngarso sung tulodo ing madya mangun karso.

Menjadi pemimpin yang de-mikian kan resikonya kalau seumpama mau ke warung untuk membeli makanan, minuman atau sebatang rokok sekalipun ya harus mau berangkat ke warung sendiri dan mencari warung sendiri. Disapa orang senang dan ketika tidak disa-pa orang juga tidak apa-apa ( tetap senang). Tapi kalau misal orang su-dah terlanjur terkenal punya pang-kat/jabatan atau apapun kan jika tidak disapa orang bisa sakit hati. Orang betawi bilang ”gile ni orang, belum tau gue siapa” gitu kan?.

Jadi untuk menjadi seorang pe-mimpin itu tahapnya bukan dari anggota DPRD terus naik menjadi DPR RI terus menuju ke puncak kursi kepresidenan. Tapi dari di depan bergerak ke tengah-tengah orang ”to be just someone” hanya menjadi seseorang diantara orang lain terus ke belakang. Puncak ke-pemimpinan adalah ketika seorang pemimpin berani hanya berdiri dibe-lakang orang-orang. Dan dibelakang itu tidak akan pernah kena kamera namanya aja dibelakang. Padahal sesungguhnya yang berdiri dibela-kanglah yang paling hebat dari se-kian sekian orang yang berdiri dide-panya. Makanya dalam kehidupan rumah tangga seorang istri disebut sebagai teman belakang karena se-sungguhnya sang istrilah yang men-gatur rumah tangga dan mengurus keluarga. meski toh suami dalam hierarki keluarga sebagai pemimpin tertinggi dalam rumah tangga. Nah model kepemimpinan seperti ini mirip seorang tukang angon bebek yang selalu berdiri dibelakang men-gatur bebeknya.

Menjadi seorang pemimpin ti-dak harus seorang ahli agama, seorang kyai, seorang tokoh besar, tekhnokrat, ahli nuklir, ataupun pakar komputer. Tapi yang menja-di seorang pemimpin bisa jadi dari pedagang rokok, pedagang bakso keliling, petani, tukang sol sepatu ataupun seorang ponijo sekalipun asalkan dia punya kemampuan untuk manajemen, kemampuan mengayomi, kemampuan meramu terhadap yang dipimpinya maka dia lah yang pantas untuk menjadi pe-mimpin sehingga dapat melahirkan suatu kekuatan yang luar biasa. Semoga kampus STAIS ini menjadi rahim yang bisa melahirkan pemim-pin-pemimpin yang tidak biasa-bia-sa saja tapi luar baisa.amin...

kum bisa saja lepas dari kesalahannya dengan ban-tuan mereka. oleh karena itu sering kali kita jumpai oang-orang yang berusaha menjalin hubungan spesial dengan para pejabat maupun dengan aparat penegak hukum, dan tidak jarang mereka berani berkorban uang pada awalnya dengan tujuan agar mereka bisa mencari celah dari hukum itu sendiri demi keuntungan pribadi karena seseorang terse-but berkecimpung dengan usaha-usaha yang tidak legal.

Coba kita bandingkan dengan penegakan hu-kum dalam islam, dalam sebuah haditsnya Nabi Muhammad bersabda yang artinya: “demi Tuhan, andai saja Fatimah binti Muhammad mencuri maka pasti akan aku potong tangannya”. Sabda Nabi ini merupakan sebuah statemen yang sangat tegas, meski kata-katanya singkat tetapi mengandung pengertian dari sebuah konsep hukum yang san-gat mulia, Nabi menjelaskan bahwa dalam islam hukum di atas segalanya, semua manusia sama dalam pandangan hukum, antara orang yang ber-harta, mereka yang punya jabatan tinggi, mereka yang ditokohkan, maupun rakyat jelata, tidak ada yang diistimewakan dan tidak ada yang diremeh-kan. Bahkan dengan tegas Nabi mengatakan andai Fatimah anak perempuan beliau sendiri melakukan kesalahan maka pasti akan beliau tindak dengan tegas menurut hukum yang ada sesuai dengan ke-salahannya. Konsep keadilan yang ditegaskan oleh Nabi ini memberikan rasa aman dan tentram di hati umat islam kala itu, tidak ada rasa iri maupun sakit hati disebabkan oleh hukum yang berlaku, tapi bisakah di Negara Indonesia ini diberlakukan demikian? Sementara moral dari bangsa ini seperti yang sudah kita ketahui bersama, banyak dari mer-eka yang sangat mengerti tentang aturan-aturan hukum tidak berusaha menegakkannya, dan justru berusaha mencari celah didalamnya demi kepentin-gan pribadi.

Kepemimpinan Tukang Angon BebekWARISAN KI HAJAR DEWANTARAOleh: Cak Fahru

19opini

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 20: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Dalam karangan Heru Nugroho tentang menumbuhkan ide-ide kritis di jelaskan bahwa pemikiran kritis yang be-rakar pada teori-teori kritik social bukan merupakan hal yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Karena sebagian orang mengatakan bahwa pemiki-ran kritis sangat mewah untuk dikembangkan di Negara kita ini, karena mereka beranggapan bahwa yang pal-ing penting dalam kehidupan adalah bagaimana dapat menciptakan kehidupan ekonomi dan dapat mencip-takan kemakmuran dan kesejahteraan, pendapat seperti itu tidak salah. Tetapi pandangan ini jika tidak disertai dengan perspektif kritis maka kehidupan social tidak ada artinya dan masyarakat tidak berdaya dan jauh dari kondisi demokratis, akibatnya akan timbul kebodohan dan ketimpangan social, jadi sebagai Negara Indonesia harus membumikan pemikiran kritis yang berakar pada teori-teori kritik social dalam rangka ikut serta berparti-sipasi mengambangkan pembangunan yang demokrasi.

Kalau kita lihat dari pemerintahan orde baru, kata de-mokrasi yang sering dilontarkan oleh pejabat kala itu hanya berupa percaturan politik di Indonesia, sama dengan di era pemerintahan presiden soeharto turun dari kursi empuknya itu karena adanya demokrasi, beda dengan pada masa orde pemerintahan presiden gusdur, dia mengharapkan bahwa kran demokrasi har-us benar-benar mengalir kelapisan masyarakat supaya masyarakat berhak untuk berpendapat Dengan adan-

ya demokrasi keterbukaan akan kritik juga merupakan syarat dari Negara kita ini sehingga aspirasi masyarakat dapat muncul dipermu-kaan dan dapat dijadi-kan landasan kebijakan pemerintahan demi ke-makmuran nasional. Oleh karena itu pemiki-ran kritis harus di bu-mikan dan dimunculkan dipermukaan umum, bu-kan dibumihanguskan dan dibelenggu, justru kita harus tegakkan su-paya aspirasi masyara-kat dapat tersalurkan dan sebagai sarana con-trol atas demokrasi yang berlaku di pemerintahan.

Pengarang Buku : Heru NugrohoJudul Buku : Menumbuhkan Ide-ide KritisJumlah halaman : 198 + XIVTahun Terbit : 2003 Penerbit : Pustaka PelajarPeresensi : Dedi Arman

TEORI KRITIK SOSIAL

Buku karya seorang rohaniwan yang bernama Prof.dr. Frans Magnis-suseno SJ. Kelahiran 1936 di Eckersdorf, Jerman. Tinggal di Indonesia sejak 1961, beliau adalah guru Filsafat sosial di Seko-lah Tinggi Ilmu Filsafat Driyakarta di Jakarta, guru besar di Fakultas Paska Sarjana Universitas Indo-nesia, pernah menjadi tamu di universitas di Inns-bruck “universitas teologi”, kemudian mendapat-kan gelar Doctor dari sebuah desertasi “Normative Voraussetzungen im Denken des jungen Marx (1843-1848) yang dikeluarkan Universitas Munchen.

Melahirkan lebih dari 300 buku ilmiah be-berapa diantaranya; Etika Jawa. Sebuah anali-sa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa (1984, Gramedia); Etika Politik. Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaran Modern (1987, Grame-dia); Mencari Makna Kebangsaan (1998, Kanisius).

Karl Marx adalah sorang pemikir yang sangat revolusioner pada jamannya. memperjuangkan Buruh dan juga karena pemikiran beliaulah beberapa peruba-han besar terjadi di berbagai negara. satunya negara In-donesia (PKI), Vietnam, Kemudian dampak yang terbe-sar dari ide itu adalah lahirnya Lenin atau pengusa Tiga benua dengan ideologi komunisnya, dan beberapa lagi.

Buku dengan ciri yang khas, mengungkapkan nilai-nilai tinggi dua buah ideologi yang menjadi titik tumpu awal di beberapa negara besar. Dengan kritik-kritiknya menguaraikan aspek-aspek dan mungkin sebagian kha-layak belum mengetahuinya. Kemudian membandingkan keduanya sehingga terpapar kelebihan serta kekurangan.

Terdapat keunikan dalam buku ini. Dalam pen-guraian hal-hal tentang Marxis dapat mudah dipa-hami karena Prof. Dr. Frans Magnis-Suseno SJ den-gan alurnya membawa kita untuk lebih mudah dalam memahami Revolusionersm Marx, yang terpapar

dari waktu ke waktu sampai terwujud sejarah dari Marxisme di bagian-bagian sebuah ideologi filsafat.

Dalam buku ini mengagkat sejumlah segi-segi ide-ologis. Perkembangan pemikiran Sosialis Karl marx sampai Perang Dunia I, yang di dahului pemikiran so-sialis dipadu oleh perjalanan intelektualnya menjadi guru ploletariat internasional dan kemudian membaku menjadi “Marxisme” pada perselisihan revisionalisme.

Sebuah catatan penting untuk buku ini. Kri-tik- seorang Franz Magnis-Suseno belum membuka secara jelas dari solusi sosialisme yang mengang-kat kesejateraan maupun sistem adikuasa den-gan prinsip kemajuan---nya di dalam pemerintahan.

Nilai dari penulis bagi pembaca. Praktisi seperti beliau memiliki tinjauan yang luas kemudian kesan yang dapat saya ambil dari buku ini sangatlah banyak salah satunya sejarah dan kronlogi seorang Marx terbuka mendalam.

Sebagai catatan penutup. Buku ini patut untuk di pe-

Arah Ideologi Marxisme

resensi20

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 21: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Buku Ijtihad Islam Liberal berisi pikiran-pikiran keislaman yang cendrung berbeda dan tampak tidak lazim dari ke-banyakan pemikiran mainstream (mayori-tas) umat islam dari berbagai kalangan. Petikan kata”liberal” disini tidak dapat diasumsikan sebagai sebuah kekebasan yang kebablasan. Namun lebih kepada se-buah penegasan akan dimensi kebebasan berpikir dan penerawangan kembali akan nilai-nilai dasar ajaran islam. Kemudian melihat relevansi historis masa lampau serta realitas kekinian dari efektivitas ajaran islam dalam menjawab tantangan zaman.

Buku ini dibagi atas dua bagian, yakni bagian kolom dan wawancara. Bagian Kolom berisi bahasan-bahasan yang ter-kait dengan berbagai aspek kehidupan manusia dan islam tentu nya, seperti ma-salah Al-qur’an, poitik, demokrasi, plural-ism, gender dan berbagai gagasan pemiki-ran dari para aktivis Islam Liberal. Sebut saja nama-nama seperti Ulil abshar – Ab-dalla, Syaiful Muzani, M. Guntur Ramli, Abd Moqsith Sazali, Luthfi Assyaukanie, Nong darol Mahmada, dsb.

Islam laksana sebuah super market (pasar raya/besar) dimana didalam nya terdapat puluhan bahkan ratusan kios yang menawar-kan produk (tafsir) islam. Disetiap kios yang berbeda-beda, Ada yang menawarkan islam ala Gus Dur, ada islam ala Cak Nur dan tak ketinggalan Islam ala Impor. Sebut saja Islam ala Hasan Hanafi, Sayyid Qutb, Yusuf Al-Qadrawi, Ali syari’ati,dsb. Dari sekian banyak pen-gunjung kios-kios tafsir Islam yang menjamur dalam pasar raya tersebut, kebanyakan para pengunjung nya adalah anak muda. Anak muda yang punya semangat besar untuk terus mengkaji dan menjelajahi lautan pasar raya islam yang penuh dengan hal-hal yang mereka anggap baru. Dengan modal intelektual , kritis dan berpendirian teguh, para anak muda ini siap un-tuk mengarungi pasar raya tafsir islam yang dijajakan. Sampai diperoleh sebuah pemahaman yang bertahan lama dan tertanam kokoh dalam pribadi mereka seb-agai muslim. Sebagai mana mereka mempelajari dan mendalami islam yang autentik dengan akal yang din-gin serta penalaran yang matang……,(Pasar Raya Tafsir dan Perahu Nuh).

Pertanyaan besar atas gagasan Negara Islam “Khila-fah” ! Negara islam yang mencerminkan kesempurnaan sebuah tata-kelola kenegaraan yang berlandaskan is-

lam. Negara islam yang selalu mengedepankan contoh konsep masyarakat madani, seperti ketika rasulullah SAW. Masih hidup dan memimpin ummat. Dengan se-gala keterangan keadilan, kearifan serta kebijaksanaan beliau tatkala memimpin ummat serta memimpin ma-syarakat kota madinah. Maka lahirlah asumsi dimata publik sekarang khususnya para “perindu Khilafah” . Berangkat dari keterangan tersebut maka lahirlah pertanyaan-pertanyaan besar yang akan menggugat eksistensi dari gagasan Negara islam ini. Khilafah yang bagaimana ? sistem kenegaraan islam yang bagaimana ? ada apa dibalik keinginan besar para pendukung khilafah yang menghidupkan kembali jasad bentuk Negara Islam ini ? apa tujuan nya ?....(Khilafah Islam: khilafah yang mana ?).

Kritik atas jilbab menjadi sebuah diskus yang pan-jang dan tak cukup dengan argument “jilbab itu bagian syari’at agama” dan” mengenakan jilbab itu artinya me-nutup aurat”. Ada apa dengan jilbab ? mengapa jilbab yang notabene adalah sebuah simbol identitas keisla-man (perempuan) malah dijadikan sebuah gerakan “politisasi”. Apa dasar teologis dan historis dari jilbab dalam perkembangan pemikiran islam ? bagaimana konteks jilbab terhadap terhadap situasi kekinian ?

lajari. dengan kedua pandangan diatas sulusi yang tepat adalah kita kembalikan semua kepada Agama, dan agama Islam-lah yang tepat karena hukum dalam Islam tidak hanya besifat kedua ideologi tersebut tetapi mem-fasilitasi kedunya dengan tidak memihak. Karena hakikat ma-nusia adalah seorang yang me-miliki hak pribadi juga sangat menjunjung tinggi hak orang lain.

Judul Buku : PEMIKIRAN KARL MARX “Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme”Penulis : FRAZ MAGNIS-SUSENOPeresensi : Hadi SupranotoPenerbit : PT Gramedia Pustaka UtamaCetakan Ketujuh : September 2005Jumlah Halaman : 144 + XVI

Judul Buku : IJTIHAD ISLAM LIBERAL “ Upaya Merumuskan Keberagamaan yang Dinamis “.Pengarang / Penyusun : Jaringan Islam LiberalPenerbit : Jaringan Islam LiberalKota terbit : JakartaTahun terbit : 2005Cetakan : PertamaTebal : 290 + XResentator : Randi Muhammad Gumilang

Ide Pemikiran Sebagai Reinterpretasi Ajaran Agama Islam

21resensi

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 22: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

masih harus kah jilbab diwajibkan ?......,(Kritik atas Jilbab).

Poligami adalah bahan diskusi yang tak habis di-perdebatkan. Oleh siapan pun, kapan pun dan dimana pun. Poligami seakan menjadi momok menakutkan bagi kalangan yang kontra, disisi lain ia menjadi sebuah bagian ngawur dari pemahaman akan tafsiran atas rujukan ayat Qur’an Oleh mereka yang pro-poligami. Darinya lahir berbagai pandangan tentang status hu-kum poligami dalam islam. Bahkan kadang ada yang semberono mengatakan nya sebagai bagian dari Sun-nah Rasul, Sebagai anjuran/seruan yang membolehkan ber-poligami. Sedangkan yang lain mencoba menelaah makna tersurat dan makna tersirat dari ayat al-Qur’an tersebut, sehingga diperoleh sebuah pemaknaan yang tepat akan isi dan kandungan al-Qur’an. Dan hal yang demikian memperjelas keyakinan bahwa Islam bu-kanlah agama yang otoriter serta memelihara parktik warisan budaya Patriarkhi. Karena kenyataan nya, islam datang dengan syarat serta aturan yang ketat terkait dengan persoalan poligami ini, dan bagi sejum-lah pemikir muslim hal tersebut mustahil untuk dapat dipenuhi seseorang yang hendak ber-pologami……(Meneguhkan Kembali Gerakan Anti-Poligami).

Waktu Pelaksanaan Ibadah Haji perlu di Tin-jau Kembali. Hal utama yang melatar belakangi dari munculnya gagasan mengenai peninjauan kembali pelaksanaan ibadah haji tak lain ialah karena adanya kesulitan yang luar biasa yang dihadapi oleh para Jama’ah Haji khususnya. Sebagaimana diketahui, hampir setiap tahun pelaksanaan nya selalu memakan korban jiwa. Banyak faktor dari penyebab terjadinya kekacauan tersebut, diataranya ialah kapasitas tempat pelaksanaan ibadah haji sudah tidak mampu untuk menampung jumlah jama’ah yang kian tahun, kian bertambah. Dan hal ini bersumber pada pemahaman akan waktu pelaksanaan ibadah haji (QS. Al-Baqarah 2 : 197). Masjidil Haram, kondisinya sangat padat pada saat waktu pelaksanaan ibadah haji tiba, hampir 3 juta orang berada disitu. Diamana kesemuannya datang dari berbagai belahan dunia, dengan satu tujuan yang sama yakni ber-Haji. Dalam menyikapi kenyataan dia-tas muncul suatu gagasan yang menawarkan solusi apik pelaksanaan ibadah haji, yakni kebolehan waktu pelaksanaan nya berbeda (lebih longgar) dari waktu pada umumnya lima hari dalam bulan Dzulhijjah (tang-gal 9-13). Gagasan ini mengutarakan tentang kebolehan waktu ibadah haji yang dapat dilaksanakan pada 3 bulan yang dimaklumi (syawal, Dzulqa’dah dan Dzuhij-jah)….. (Masdar F. Mas’udi)

Labelisasi Haram, Jangan Labelisasi Halal. Sekelu-mit unek-unek tersebut mencuat menyusul maraknya kasus-kasus kesangsian kan Halal atau Haram nya produk makanan yang beredar di masyarakat. Dalam pertimbangan tentang kuantitas antara halal dan haram produk makanan yang beredar perlu di kritisi kembali. Hal ini dilandasi oleh fakta bahwa ternyata di dunia ini lebih banyak makanan yang halal, ketimbang makanan yang haram. Selain itu labelisasi halal yang diterapkan oleh MUI sarat akan muatan politis. Diama-na para pengusaha makanan dituntut untuk membeli label Halal tersebut, jika ingin hasil produksi nya aman beredar dipasaran. Dalam kasus lain Ajinomoto misal-nya, MUI menyatakan keharamannya. Namun lain hal

nya dengan Gus Dur yang menyatakan tidak haram. Pada dasarnya Gus Dur ingin memberikan sebuah pe-lajaran akan multi tafsir atas suatu persoalan hukum dalam islam, dimana tidak ada otoritas mutlak yang berkuasa atas persoalan keagamaan ummat. Berangkat dari hal tersebut maka ada sebuah gagasan tentang Labelisasi Halal,No ! Labelisasi haram, yes ! …..( Imam Nakha’I & Abd Moqsith Gazali)

Fakta Empiris Nikah Beda Agama. Indonesia seb-agai Negara yang beragam dalam hal suku, bahasa dan Agama menampakkan sebuah bentuk yang unik dalam perbauran nya di lingkup sosial kemasyarakatan. Se-bagai fakta empiris dari kenberagaman tersebut maka lahirlah fenomena “Pernikahan Beda Agama ;Red-PBA). Dibeberapa daerah ditanah air, PBA seakan bukan menjadi suatu hal yang aneh dan mungkin telah men-jadi satu hal yang lumrah. Seperti misal, di Yogyakarta, Manado, Pontianak,dsb. Hal yang demikian dimung-kinkan karena, “keinginan yang kuat untuk membina Rumah Tangga namun harus berbenturan dengan tem-bok kokoh Agama”, maka lahirlah sebuah jalan lain, yakni PBA. Dari sisi teologis, orang Islam akan akan menutup diri terhadap kasus PBA. Hal ini didasari oleh (QS. Al-Baqarah 2:221), khususnya bagi para muslimah yang hendak menikah dengan laki-laki non-muslim. Namun demikian, fakta dilapangan berbicara lain, PBA tidak lantas melahirkan sebuah malapetaka, malah ia memberikan data autentik akan prosentasi dari ke-berpihakan keturunan (anak) dari hasil PBA ini unuk memeluk Islam……(Nur yamin Aini).

Perempuan Boleh Mengimami Laki-laki. Jum’at ber-sejarah dan penuh kontroversi yang di pimpin oleh Dr. Amina Wadud (Imam & Khatib) yang dilaksanakan di Gereja Anglikan, Manhattan, New York, USA. Menjadi sebuah perdebatan yang heboh dan membangkitkan kembali debat tentang kebolehan seorang Perempuan menjadi Imam dalam Shalat. Hampir semua litera-ture keislaman dan hampir semua ulama berpendapat bahwa Perempuan tidak boleh menjadi Imam atas Laki-laki, dalam shalat bahkan dalam segala segi kehidupan. Pendapat ini telah tertanam jauh dalam diri ummat Islam, bahkan dalam diri kaum perempaun itu sendiri. Budaya Patriarkhi begitu kental dalam ketetapan hu-kum islam, sehingga menempatkan perempuan dike-las dua dalam statusnya di dunia & akhirat. Padahal pandagan yang demikian tidak sepenuhnya benar, hal ini didasari oleh kenyataan bahwa banyak perempuan mempunyai keampuan yang tak kalah dari laki-laki. Baik itu dalam hal dunia, maupun akhirat (agama). Salah satu dasar kuat akan kebolehan perempuan menjadi Imam atas laki-laki ialah hadits yang datang dari Umi Waraqah yang lebih kuat sanad maupun matan hadits nya….(Husein Muhammad & Nur Rofi’ah).

Kekurangan dari buku ini ialah rangkaian gagasan nya hanya merupakan gagasan awal (singkat), karena memang ia adalah hasil tulisan-tulisan diberbagai me-dia dan tempat, serta hasil wawancara singkat anatara para aktivis JIL dengan para tokoh-tokoh tersebut. Dari buku ini anda akan membuka kembali wawasan ber-pikir yang selama ini mandek dan terkesan mencukupi diri secara sepihak, saran bagi anada yang mungkin kurang sepakat dengan gagasan-gagasan yang ada dalam buku ini sebaiknya membawa serta literature pendamping (Qur’an terjemah, Tafsir, Kitab Hadits,dsb.)

22

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

resensi

Page 23: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Rabu, 3 September 2008

Sobat, jam di dinding ka-marku memperingatkan bahwa ini sudah sangat

larut. Putaran jam yang sudah tak ku pedulikan lagi menunju-kan pukul 02.00 dini hari. Tapi kantuk tak datang menemani malam ini. Mataku tak ingin ber-henti menangis. Hatiku masih terus teriris. Sakit ini sangat me-nyiksa, hingga ku tak tahan lagi untuk hidup lebih lama. Semua ini tak bisa kupercaya. Meski mati adalah hal paling menyiksa, namun aku rela menjalaninya asal siksa ini berhenti. Sakit ini lenyap. Ku tak mampu lagi……

Kamu pasti ingin tau kenapa.Baiklah, gak perlu memohon be-gitu. Aku akan ceritakan semua sebab musabab dari semua ini. Bukan karena aku baik dan pengertian. Aku sedang tak ingin baik. Hatiku sudah hancur, aku tak bisa berbaik hati kini. Bila aku ceritakan ini, itu karena aku ingin ada yang tau. Mungkin ada baiknya bila kuberbagi. Sapa tau bila aku tak ada esok. Setidaknya kalian tau alasannya. Sehingga pihak-pihak yang merasa harus tau tak perlu merepotkan kalian.

Begini sobat,Punyakah kau seseorang yang begitu sangat kau sayangi? Gak usah di jawab. Aku sedang tak ingin peduli dengan kisah mu. Yang penting kamu tahu arti se-seorang itu buat kita. Ya! Kamu benar. Sangat berarti, bahkan mungkin lebih berarti dari hidup kita sendiri. Dan.. Kamu tentu paham sekali bagaimana efeknya bila kita kehilangan seseorang tersebut. Dan, sialnya aku se-dang merasakan efek kehilangan tersebut.Sebut saja namanya ana, ia se-galanya bagiku. Tak perlu ku jelaskan deskripsi “segalanya” itu. Bila kau banyak membaca, mendengar, menonton apapun

yang berbau asmara, cinta, kasih, dan sebagainya. Kau pasti paham bagaimana perasaanku padanya. Baiklah, karena kau memaksa, akan ku ceritakan sedikit ten-tangnya.

Ku akui ia memang tak sangat cantik. Tapi jauh dari cap jelek. Ia pun tak sangat pintar, luma-yan lah… dan ia memang baik walau banyak yang sebaik dia. Tapi aku sangat saying (atau apa-pun istilah-nya) padnya. Rasa itu bukan tercipta karena hal2 yng ku sebut di atas. Tapi rasa ini mendarah daging karena keber-samaan. Kami mengenal sangat lama, terbiasa bersama, tak per-nah berpisah. Kami adalah satu. Jadi tak heran bila ikatan kami begitu kuat. Dan kami sepakat menyebutnya cinta. Sejak kes-epakatan itu kami tak berjarak. Dialah segalanya bagiku, jantung hatiku, pemacu detak jantungku, pengalir darahku, pemicu fikirku. Aku tak akan hidup tanpanya. Dan sejak itu hidupku bahagia….Ah, cukup ku ceritakan tentang-nya. Aku semakin tersayat bila mengenang masa-masa itu. Toh kaupun sudah mahfum dengan maksudku……

Sobat, ternyata ceritaku tak berakhir di situ. Tidak seperti cerita cinderela, putri salju, dan sebangsanya yang cerita di tutup dengan kalimat “akhirnya mereka bahagia selamanya….”. Cerita kami berlanjut, berlanjut men-genaskan. Atau lebih tepatnya berakhir mengenaskan. Beberapa jam tad sms penghancur hidupku ia kirim. Pesan singkat yang tak sesingkat biasanya itu berkesim-pulan bahwa kami harus akhiri hubungan kami. Dan kau tak akan menyangka alasan yang ia berikan….. Ia di jodohkan!. Kamu tak salah dengar sobat. Baiklah, ku ulangi sekali lagi.. Ia di jodo-hkan.

Kau benar, memang alasan itu sangat aneh di masa kini. Tapi… aku tak peduli dengan alasan. Apapun alasannya, aku ke-hilangan dia. Itu yang tak ku in-ginkan…. Di awal tadi aku sudah ceritakan bagaimana hancurnya hatiku. Aku tak perlu mengu-langinya lagi, kini aku akan ceri-takan reaksi ku atas semua ini.

Aku akan akhiri semua ini. Ke-tika ku katakan semua, artinya memang semua. Ya, aku akan akhiri hidupku.Toh semua memang sudah bera-khir. Kecuali nafas dan detak jan-tungku… buat apa lagi aku ber-nafas dan mendetakan jantung bila aku tak punya alasan untuk itu semua. Tak ada gunanya lagi aku hidup.(hapeku berdering)Tunggu sebentar sobat, ada sms sepertinya. Aku akan kembali segera setelah membacanya…..

~ ~ ~

Maaf membuatmu menunggu,Sobat….. Sepertinya ada sedikit perubahan dalam rencanaku.

Barusan, sahabatku sms. Ku rasa sarannya patut di coba… walau aku tak sepenuhnya yakin. Bahkan bisa di bilang memang tak yakin. Tapi aku harus hargai sahabatku ini, walau ku fikir ini hanya menunda rencanaku saja.

Ia menyarankan aku meminta to-long… sebelumnya ku tak berfikir bahwa ada yang bisa menolong. Tapi sahabatku yakin ada yang bisa menolong. Bahkan sahabat-ku menjulukinya sebagai “maha penolong”. Ya, excatcly!. Dia juga menyebut-nya tuhan.

Okay, karena sudah larut malam. Dan aku tak sedang ingin tidur. Apa salahnya ku pinta pertolon-gan sekarang. Bukankah ia maha pendengar, kapanpun dan di

“Apapun, Kecuali Dia” Gak usah di jawab. Aku sedang tak ingin peduli

dengan kisah mu. Yang penting kamu tahu arti seseorang itu buat kita.

23cerpen

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 24: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Kala itu siang mencapai puncaknya, awan sama sekali tiada seperti enggan terpanggang matahari. Jalanan yang tak terguyur hujan selama sminggu tertutupi debu halus. siap berterbangan begitu ada kendaraan yang melintas. di hari yang tak ramah itu seorang pemuda terlihat melintas menyusuri jalanan. Kedua tangannya menggenggam pegangan gerobak. Di bahunya melilit tali yang terhubung dengan gero-bak di belakakngnya. Dengan mencodongkan tubuh-nya, pemuda itu seperti memaksa gerobak penuh karung-karung gemuk itu untuk mengikutinya. peluh deras keluar dari tiap pori-pori tubuhnya. Namun tak

setetspun ia seka karena kedua tangan-nya sibuk menggenggam erat pegangan gerobak. Gerobak itu berisi 6 karung besar yang berisi serbuk limbah meubel. 2 meter di depannya jalan mulai menan-jak, demi melihat itu ia mengambil napas panjang dan lebih mencondongkan tu-buhnya. Mengambil kuda-kuda untuk menaklukan tanjakan itu. Ia pandang sejenak titik tertinggi tanjakan, menan-dai targetnya. menyemangati dirinya, ia katakan dalam hatinya “ayo ri, di pun-cak itu kamu boleh istirahat. Ya, sedikit lagi!”. Tepat ketika udara penuh sesak masuk ke paru-parunya, ia mulai mem-percepat laju jalannya, kini ia berlari. Berlari menuju puncak.

Pemuda itu mulai memperlambat larinya, mengerem laju jalannya dan ber-henti di titik tertinggi tanjakan yang baru saja ia lalui itu. Ketika ia memarkir gro-baknya di pinggir jalanan ia merasakan

seluruh badannya sakit. Kelelahan yang ia tahan dari tadi menggumpal menjadi satu menyerangnya. Belum lagi tenggorokanya yang kering kerontang. Seakan in-gin menghibur tubuhnya yang kelelahan, ia hempas-kan tubuhnya rebah di pinggir jalan yang di tumbuhi rumput liar. Bayangan grobaknya melindungi ia dari sengat matahari yang baru disadari begitu menyiksa. Napasnya panjang-panjang naik turun.

Seorang tua paruh baya yang sejak tadi mengi-kutinya di belakang baru selesai menaiki tanjakan. Ia

manapun. Apalagi saat-saat sep-erti ini. Setahu ku pendengaran-nya lebih tajam lagi….

Baikalah, tuhan… ku yakin kau mendengarku. Tak usah aku banyak kata lagi. Kau tau lebih dari siapapun tentang apa yang kurasa. Dan jika aku meminta kini, kau tau betapa ku serius dan bersungguh-sungguh. Aku tidak akan pernah bercanda den-ganmu.Dengar ini tuhan, aku rela ke-hilangan apapun dalam hidupku. Tolong catat ini, apapun!. Tapi janganlah kau ambil dia dariku. Kaupun sangat tau kenapa…. Tak ada yang sulit bagimu, apa-lagi mustahil. Ku mohon dengan sangat.

Kamis, 4 September 2008

Ajaib! Kau tak salah dengar so-bat, ya! Ajaib!

Kau tau? Tiba-tiba dia men-emuiku tadi. Secara tiba-tiba pula ia bilang menyesali apa yang terjadi kemarin malam. Ia tau ia gegabah, tak berfikir panjang dan sebutan-sebutan untuk orang yang terlalu cepat mengambil keputusan lainnya. Dan entah bagaimana, ia mau kami balikan lagi. Sebenarnya ia jelaskan apa yang terjadi kemarin hingga tadi. Tapi bagiku itu tak penting…. Yang terpenting. Dia kembali!.

Okay,okay, aku memang harus berterima kasih pada tuhan. Aku tak mungkin menyangkal ini semua karenanya. Nanti aku akan bangun tengah malam, dan aku akan berterima kasih padan-ya. Tapi itu nanti saja. Sekarang aku mau tidur dulu…. Aku ingin menikmati tidur dalam kebaha-giaan lagi.

Jumat, 5 November 2008

Sobat, aku tak tau apa yang bisa ku katakan sekarang.Argh…. Mungkin ini saat-

nya. Aku benar-benar akan akhiri hidupku.Bukan, dia tak ingin tinggalkan ku lagi… berkat doaku... Pin-taku… dan semua terkabul.Tapi, tuhan benar-benar menden-gar semuanya. Ketika ku bilang, ambil apapun kecuali sesorang itu, tuhan benar-benar mengam-bil sesuatu dariku.Ia mengambil ibuku!.Ya, hari ini sebuah kecelakaan mengambilnya, merenggutnya….

Kini ku sadari, ada yang lebih berharga.. Yang tak ku sadar. Tapi semua terlambat. Saatnya ku pergi. Selamat tinggal sobat.

By: Mukti AnamMahasiswa Semester III

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Tapak Jalan ImpianOleh: Ali Basuki (Mahasiswa Semester III)

(Ilustrasi : atiqahnurghaziyah1924.blogspot.com)

24 cerpen

Page 25: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

duduk di samping pemuda itu. Ia lepas topi bututnya, meyeka keringat di wajah keriputnya, dan ikut men-arik napas panjang kelelahan. Mata tuanya iba me-mandang pemuda itu. ada rasa bersalah di hatinya. Rasa bersalah itu lbih menyiksa daripada kelelahan yang ia tanggung tiap hari ini. Rasa bersalah yang membuatnya bercucuran air mata di tiap doa tengah malamnya. “Maafkan aku nak..” katanya setengah mengguman.

“Untuk apa pak?” Tanya pemuda itu tak mengerti sambil mengalihkan pandangan ke orang tua itu.

“Seharusnya kamu melanjutkan pendidikanmu, bukannya bekerja seperti ini. ini salah bapak. Tak bisa membiayaimu.” Ujar sang bapak penuh rasa ber-salah.

“Bapak ini ngomong apa sih?” Pemuda itu berlagak tak mengerti. Sang bapak tak menjawab. Ia teringat kembali kejadian-kejadian setahun lalu. Saat usaha yang selama ini menghidupi keluarganya gulung ti-kar. ia harus gonta-ganti pekerjaan bersama istrinya demi menghidupi ketiga anak mereka. Sampai akh-irnya ia menambil keputuan berani untuk merantau jauh ke daerah lain yang lebih menjajikan. Dan ia ajak anak sulungnya untuk membantunya. Ketika itu anaknya telah tamat SMA. Bagaimanapun ia harus bertahan hidup.

“Sudahlah pak, ini memang tugasku sebagi anak lelaki tertua di keluarga kita” pemuda itu ingin men-enangkan ayahnya.

“Lagipula, aku bisa melanjutkan kuliah lagi ketika usaha kita ini membuahkan hasil.” Ujar pemuda itu lagi sambil tersenyum.

Tak terasa sudah setengah jam mereka beristi-rahat. Pemuda itu bangkit dan bersiap melanjutkan

perjalanan pulang. “Ayo pak, bisa-bisa kita kesoren di jalan nanti” kata pemuda itu sambil melaju.

Jalanan kini relative lebih mudah, jalurnya kini menurun. Sehingga karung-karung berisi bahan ba-kar mereka memproduksi tahu itu menjadi ringan.

……………“Hei” suara itu di ikuti sikutan ringan ke bahu ari.Tak ayal ari tersadar dari lamunan masa lalunya,

ia tergagap “eh. iya?”“namumu udah di panggil tuh”kini ari benar-benar tersadar dari lamunan masa

5 tahun yang lalu. ari pandang sekelilingnya. Orang yang memenuhi ball room seakan mencari-cari ses-eorang. Dan orang yang mereka cari adalah ia. Kini gilirannya untuk melangkah bangga ke depan. Di atas panggung kehormatan telah menunggu orang-orang terhormat siap menggeser tali yang menjuntai di tu-tup kepalanya. Hari ini, cit-citanya akan tercapai. Ia akan menyandang gelar sarjana. ya, sarjana.

Maka, ari segera melangkah mantap. Ia pandang salah satu hadirin di bangku terdepan. Bangku untuk para orang tua atau kerabat lulusan terbaik. di sana, bapaknya yang semakin menua. Menatapnya bangga, senyumnya mengembang, jelas sekali ia tengah san-gat berbahagia matanya berkaca-kaca.

Orang tua itu sangat bangga dengan pria yang ber-jalan ke panggung itu. Pria yang selama lima tahun ini bersama-samanya menarik gerobak di tengah hari itu, Terbangun lebih cepat dari ayam manapun, bela-jar lebih keras dari siapapun di malam harinya. Kini telah mencapai tujuannya, membuat bangga dirinya.

“Kau harta paling berhargaku ari,” batinnya.“Aku bahagia melihat mimpimu terwujud, tak

akan ku sesali hidup yang kejam ini” batinnya lagi.

25cerpen

Page 26: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

26

Page 27: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

27

STAI Sangatta bukan hanya sekedar nama, selalu berusaha

tingkatkan mutu & kualitas melalui bebagai kegiatan seminar dll. di

pelopori oleh Ibu Ketua Prof. Dr. Hj. Siti Muri’ah yang punya semboyan

tak kenal lelah “faidza faroghta fanshob” jika selesai sebuah aktifitas

bergegaslah dengan aktifitas lain. Foto petinggi STAIS usai acara

syukuran akreditasi dan seminar pendidikan.

tampak cantik dan elegan, bukan maksud untuk sombong

atau bergaya, para Mahasiswi yang tergabung dalam UKM Rebana

An-Nahdiyah ini berpose dengan PeDe nya untuk sebuah tujuan

mulia,(menarik minat mahasiswi baru pada kesenian Islami serta

mengingatkan bahwa untuk tampil cantik tidak perlu membuka aurat)

di bawah komando Kabag Umper para Civitas Akademika STAIS

ditempa menjadi pribadi mandiri & ihlas, semua tak harus diukur dengan materi. meski bercucur peluh, tetap ceria dan semangat tanamkan budi baik, ciptakan

kampus yang hijau dan asri, dari kita, untuk kita, dan untuk generasi

setelah kita.

GalleryAku dan STAIS

Page 28: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Mereka bukan berebut mencari ikan. tapi ini tradisi lama yang

tetap harus dipertahankan, sejak awal berdirinya STAIS dan semoga

selamanya, gotong royong dan kebersamaan antara mahasiswa,

dosen dan karyawan untuk mewujudkan lingkungan kampus

yang asri, pembersihan lokasi Gazebo baru. Sebuah pelajaran bagi generasi

selanjutnya bahwa semua tak ada yang instan, butuh cucuran keringat.

kenangan peristiwa Program Orientasi Studi dan Pengenalan

Kampus (PROSPEK) IV STAIS Kutim, para calon mahasiswi ini dengan patuh mendengarkan arahan dari

seniornya, meski mungkin bermacam perasaan berkecamuk dalam hati

mereka, senang, kagum, sedih, benci, jengkel, capek, dll, tapi pada ahirnya mereka semua pasti tersenyum haru

setiap kali teringat.

salah satu bentuk aplikasi Tri Dharma Perguruan Tinggi, para mahasiswa STAIS turun jalan

kobarkan semangat pendidikan pada memori sumpah pemuda dengan harapan semoga jiwa-jiwa muda

Kutai Timur tumbuh menjadi sosok intelektual yang dinamis dan jauh

dari kebodohan.

Aku dan STAIS

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

28

Page 29: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Belakangan ini energi dunia pendidikan kita disibukkan dengan kontroversi menge-nai perlu tidaknya pemerintah melanjutkan proyek Rintisan Sekolah Bertaraf Interna-sional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Inter-nasional (SBI). SBI itu sendiri rencananya dirancang sebagai sekolah nasional yang menyiapkan peserta didik berbasis Stan-dar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia berkualitas Internasional dan lulusannya berdaya saing Internasional. Cita-cita yang terbilang “wah” itu hendak diwujudkan dengan mematok standar internasional yang antara lain diindikasikan dengan: (1) Menerapkan KTSP yang dikembangkan dari standart isi, standar kompetensi kelulusan dan kompetensi dasar yang diperkaya den-gan muatan Internasional. (2) Menerapkan proses pembelajaran dalam Bahasa Inggris, minimal untuk mata pelajaran MIPA dan Bahasa Inggris. (3) mengadopsi buku teks yang dipakai SBI (negara maju). (4) Mener-apkan standar kelulusan yang lebih tinggi dari standar kompetensi lulusan (SKL) yang ada di dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP). (5) Pendidik dan tenaga kependidikan memenuhi standart kompetensi yang diten-tukan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP). (6) Sarana/prasarana memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP), dan (7) Penilaian memenuhi standar nasional dan Internasional.

Upaya mewujudkan SBI/RSBI itu se-benarnya memiliki landasan yang cukup kuat karena diundangkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) pasal 50 ayat (3), yang menyatakan “Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyeleng-

garakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendi-dikan yang bertaraf internasional”. Karena itulah beberapa daerah mulai berlomba-lomba mewujudkan sekolah yang terbilang “wah” ini karena memang UU Sisdiknas mewajibkan setiap kabupaten/kota untuk mengembangkan sedikitnya satu satuan pendidikan yaitu minimal satu SD, SMP, SMK, dan SMA yang dikemas dengan aroma internasional.

Akan tetapi siapa sangka jika cita-cita untuk mewujudkan sekolah “wah” yang su-per mewah ini diindikasikan akan menam-bah makin runyamnya dunia pendidikan di tanah air. Proyek SBI/RSI ini selanjutnya banyak menuai kritik dari beberapa pakar pendidikan, tidak saja diusulkan untuk di-kaji ulang, bahkan ada yang mendesak agar dihentikan karena hanya akan memperle-bar jurang diskriminasi antara masyarakat miskin dan kaya, dikarenakan sangat ma-halnya biaya yang harus dibayar orangtua yang ingin menyekolahkan anak-anaknya di RSBI/SBI ini. Padahal dalam Pasal 5 ayat (1) UU Sisdiknas itu sendiri sudah jelas dinyatakan bahwa “Setiap warga mem-punyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Pertanyaan-nya, warga negara yang mana yang diberi hak untuk menikmati SBI/RSI itu, apakah hanya anak-anak yang orangtuanya ber-kantong tebal saja? Bagaimanakah dengan anak-anak yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi? Itulah sederet pertanyaan yang harus dapat dijawab oleh mereka yang getol mendorong perwujudan SBI/RSBI.

Proyek SBI/RSBI tidak lain hanyalah

Pendidikan Wah-WahanOleh: Imam Hanafie, M.A.*)

Proyek SBI/RSBI tidak lain hanyalah proyek “wah-wahan” yang han-ya mengedepankan target “mewah-mewahan” sebagai imbas dari keterkaguman kita yang berlebihan terhadap sekolah-sekolah luar negeri yang dianggap maju seperti Inggris, Prancis, Amerika Seri-kat, Australia, Jepang, Selandia Baru dan lain-lain,

29POJOK

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

Page 30: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

proyek “wah-wahan” yang hanya mengede-pankan target “mewah-mewahan” sebagai imbas dari keterkaguman kita yang berlebi-han terhadap sekolah-sekolah luar negeri yang dianggap maju seperti Inggris, Pran-cis, Amerika Serikat, Australia, Jepang, Selandia Baru dan lain-lain, sehingga kita latah melabeli sekolah “wah” itu dengan aroma “internasional”. Di mana letak ciri khas internasionalnya? Apakah hanya kare-na fasilitasnya yang serba lengkap, modern, ruang kelasnya ber-AC, bahasa pengan-tarnya bahasa Inggris, dan manajemennya bersertifikat ISO, tapi kurikulumnya tetap menggunakan kurikulum pendidikan nasi-onal? Begitulah, tanpa disadari kita telah terjebak dalam perangkap pendidikan aro-matik-aksesorial semata.

Menurut pakar pendidikan, Darman-ingtyas, setidak-tidaknya ada beberapa alasan mengapa SBI/RSBI dipandang perlu untuk dihentikan:

Pertama, sangat mahalnya biaya pendi-dikan sehingga tidak terjangkau, padahal sekolah itu adalah sekolah negeri yang semestinya terbuka untuk umum, bukan hanya untuk kalangan berduit saja. Kedua, kualitasnya yang rendah dan pengelo-laan keuangan yang amat tertutup, tidak transparan, dan hanya diketahui oleh ke-pala sekolah dan kroninya bahkan guru pun tidak mengetahui lalu lintas keuangan di sekolahnya. Ketiga, penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar memaksa siswa mengeluarkan energi ekstra untuk mencerna pelajaran yang disampaikan guru, padahal kemampuan berbahasa Ing-gris siswa terbatas, di mana hal ini justru akan mendegradasi mutu pendidika nasi-onal. Keempat, penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar akan memar-ginalkan eksistensi bahasa Indonesia seb-agai bahasa nasional dan khususnya ba-hasa daerah. Ini tentu bertentangan dengan pasal 31 ayat (3) mengenai amanat untuk menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional maupun pasal 32 ayat (2) yang mengamanatkan negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekay-aan budaya nasional. Kelima, penyelengga-raan SBI yang cenderung eksklusif dan ma-hal hanya akan menyingkirkan anak-anak yang berlatarbelakang ekonomi rendah. Hal ini bertentangan dengan Pasal 5 ayat (1) UU Sisdiknas, yang menyatakan “Setiap warga mempunyai hak yang sama untuk mem-

peroleh pendidikan yang bermutu”. Keenam, adanya ketidakjelasan konsep “taraf inter-nasional” yang dikehendaki SBI/RSBI, tidak jelas maunya berkiblat ke negara mana? Padahal masing-masing negara memiliki sistem pendidikan yang tidak seragam; masing-masing memiliki keunggulan yang tidak bisa dibandingkan satu dengan lain-nya. Ketujuh, RSBI dan SBI menjadi pintu terbuka bagi masuknya intervensi asing ke dalam sistem pendidikan nasional. Dengan alasan mengesahkan label “internasional”, sekolah-sekolah tersebut wajib menggunak-an buku-buku terbitan negara-negara semi-sal Inggris, Prancis, Amerika Serikat, Aus-tralia, Jepang, Selandia Baru untuk mata pelajaran tertentu. Dan kedelapan, RSBI dan SBI ini telah menutup akses masyara-kat luas terhadap layanan pendidikan yang bermutu lantaran uang menjadi dasar pe-nerimaan murid baru. Banyak calon murid yang nilainya bagus tidak berani mendaftar ke sekolah yang berlabel RSBI/SBI karena biaya sekolahnya amat tinggi, baik uang sumbangan maupun SPP per bulanny.

Jika demikian, SBI/RSBI itu tidak lain hanyalah proyek latah-latahan yang hanya mengedepankan kemasan mewah-mewahan dengan menguntit model-model pendidi-kan asing agar dapat menampilkan aroma “bertaraf internasional” tapi sebenarnya bermutu rendah dan memarginalisir anak-anak Indonesia yang cerdas tapi kurang beruntung secara ekonomi. Memang, SBI/RSBI dicanangkan dengan tujuan mendo-rong daerah untuk mengembangkan seko-lah bertaraf internasional itu, bahwa SBI perlu agar lulusan kita dapat sejajar dengan lulusan negara-negara maju. Tujuan inipun sebenarnya dapat dicapai dengan tanpa label “internasional” sepanjang proses pem-belajarannya benar dan tidak terlalu ban-yak intervensi kepentingan politik. Sebelum ada pelabelan internasional, sudah banyak sekolah yang lulusannya langsung melan-jutkan ke negara-negara maju dan mereka lulus dengan baik. Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan yang sama, meskipun tidak berlabel “internasional”. Dengan kata lain, kualitas bertaraf interna-sional tidak terletak pada label dan segala macam aroma “internasional”-nya, tetapi pada proses pembelajaran yang benar. Wal-lahu ’Alam.

*) Pengarah Majalah Gazebo dan Ketua Jurusan Tarbiyah STAIS Kutai Timur

30

Majalah Gazebo Edisi 2/Vol.I/Desember 2010

POJOK

Page 31: MAJALAH GAZEBOO EDISI II

Jar Si UtuhSetelah selama sembilan bulan vakum, akhirnya LPM STAIS sukses menerbitkan majalah Gazebo untuk pertama kalinya.- Karena memang 9 bulan waktu yang ideal untuk mela-hirkan...- Nyaman pang pandir haja..., Sorang uyuh...

Dalam tiga kali pertandingan, FC Al-Ahly STAIS selalu menderita kekalahan.Innallaha ma’ash shobirin...

Dari beberapa nama akhirnya forum LPM menyepakati nama “Gazebo” sebagai nama majalah kita.Daripada Gubuk...

Sebentar lagi ada mahasiswa baru, ada PROSPEK dan ada pula KDBM.Siap-siap tebar pesona, Siap-siap mencari “Kaplingan” Wal ai....

Mahasiswa stais tempo dulu kalau kuliah lesehan.Sekarang sambil fesbukan...

PERPUSTAKAAN STAISPerbanyak referensi keilmuan anda dengan membaca koleksi buku-buku digital milik perpustakaan STAIS. Untuk menikmatinya dapat dilakukan dengan mudah, tinggal aksess webnya cari buku yang dinginkan, kemudian baca sesuka-mu. GAK PAKAI DAFTAR . . .!

http://digital.perpustakaanstais.com

Page 32: MAJALAH GAZEBOO EDISI II