25
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim (dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang). Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ilmu kepada hamba-Nya serta salawat dan salam terhadap jujungan kita Nabi Muhammad SAW. Di mana penulis telah dapat menyelesaikan Makalah yang sederhana ini untuk memeuhi tugas Hukum Agraria dengan judul Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Dalam penulisan Makalah, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya dengan baik. Tapi sunguhpun demikian, penulis menyadari kekurangan pada isinya dengan kata lain belum sempurna. Untuk itu sangat diharapkan adanya kritikan yang bersifat membangun dari pembaca, demi perbaikan selanjutnya dalam tulisan yang akan datang. Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, tidak mungkin Karya Tulis ini dapat selesai. Karena itu tanpa mengurangi rasa terima kasih kepada pihak yang mungkin tidak seluruhnya dapat disebutkan di sini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada... Akhirnya tiada gading yang tak retak, penulis menyadari Karya Tulis ini jauh dari kesempurnaan yang diharapkan, kesempurnaan sejati hanya milik Allah SWT. Akhir kata penulis memohon kepada Allah SWT, semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan memperoleh imbalan yang tidak terhingga dari-Nya. 1

Makalah Agraria

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.

Citation preview

Page 1: Makalah Agraria

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim (dengan menyebut nama Allah Yang Maha

Pengasih Lagi Maha Penyayang). Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat

Allah SWT yang telah memberikan ilmu kepada hamba-Nya serta salawat dan

salam terhadap jujungan kita Nabi Muhammad SAW. Di mana penulis telah dapat

menyelesaikan Makalah yang sederhana ini untuk memeuhi tugas Hukum

Agraria dengan judul Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.

Dalam penulisan Makalah, penulis telah berusaha semaksimal mungkin

untuk menyelesaikannya dengan baik. Tapi sunguhpun demikian, penulis

menyadari kekurangan pada isinya dengan kata lain belum sempurna. Untuk itu

sangat diharapkan adanya kritikan yang bersifat membangun dari pembaca, demi

perbaikan selanjutnya dalam tulisan yang akan datang.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, tidak

mungkin Karya Tulis ini dapat selesai. Karena itu tanpa mengurangi rasa terima

kasih kepada pihak yang mungkin tidak seluruhnya dapat disebutkan di sini,

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada...

Akhirnya tiada gading yang tak retak, penulis menyadari Karya Tulis ini jauh

dari kesempurnaan yang diharapkan, kesempurnaan sejati hanya milik Allah SWT.

Akhir kata penulis memohon kepada Allah SWT, semoga amal dan kebaikan yang

telah diberikan memperoleh imbalan yang tidak terhingga dari-Nya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bandung, Januari 2013

Penulis

1

Page 2: Makalah Agraria

Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................................... 1

Daftar Isi .............................................................................................. 2

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ................................................................... 3

1.2 Tujuan Penulisan ............................................................... 4

1.3 Rumusan Masalah ............................................................. 4

BAB II Pembahasan

A. Definisi pengadaan tanah .................................................. 5

B. Definisi Kepentingan Umum .............................................. 7

C. Dasar hukum pengadaan tanah ........................................ 10

D. Bentuk pengadaan tanah dalam Hukum Agraria ............. 10

E. Prosedur tata cara pengadaan tanah ................................. 12

F. Panitia pengadaan tanah ................................................... 14

BAB III Penutup

A. Kesimpulan ....................................................................... 16

Daftar Pustaka .................................................................................... 18

2

Page 3: Makalah Agraria

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan Nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi

amanat Pembukaan UUD 45, dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan

dengan itu jumlah penduduk terus bertambah, dan sejalan dengan semakin

meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat dan

beragam pula kebutuhan penduduk itu.

Termasuk dalam kegiatan pembangunan Nasional itu adalah

pembangunan untuk kepentingan umum. Pembangunan untuk kepentingan

umum ini harus terus diupayakan pelaksanaannya seiring dengan semakin

bertambahnya jumlah penduduk yang disertai dengan semakin meningkatnya

kemakmurannya.

Penduduk yang semakin bertambah dengan tingkat kemakmuran yang

semakin baik, tentunya membutuhkan berbagai fasilitas umum seperti :

jaringan/transportasi, fasilitas pendidikan, peribadatan, sarana olah raga,

fasilitas komunikasi, fasilitas keselamatan umum dan sebagainya.

Pembangunan fasilitas-fasilitas umum seperti tersebut di atas,

memerlukan tanah sebagai wadahnya. Dalam hal persediaan tanah masih

luas, pembangunan fasilitas umum tersebut tidak menemui masalah. Tetapi

persoalannya tanah merupakan sumber daya alam yang sifatnya terbatas, dan

tidak pernah bertambah luasnya. Tanah yang tersedia sudah banyak yang

dilekati dengan hak (tanah hak), dan tanah negara sudah sangat terbatas

persediaannya.

Pada masa sekarang ini adalah sangat sulit melakukan pembangunan

untuk kepetingan umum di atas tanah negara, dan sebagai jalan keluar yang

ditempuh adalah dengan mengambil tanah-tanah hak. Kegiatan “mengambil”

tanah (oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk

kepentingan umum) inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah.

3

Page 4: Makalah Agraria

1.2 Tujuan Penulisan

Pada dasarnya tugas ini dibuat sebagai wujud dari pertanggung

jawaban penulis atas tugas yang diberikan oleh dosen sebagai syarat untuk

memenuhi aspek penilaian mata kuliah Hukum Agraria. Selain itu tugas ini juga

ditujukan untuk menambah wawasan pembaca mengenai pengadaan tanah

untuk kepentingan umum.

1.3 Rumusan Masalah

1. Definisi Pengadaan Tanah

2. Definisi Kepentingan Umum

3. Dasar Hukum Pengadaan Tanah

4. Bentuk Pengadaan-pengadaan tanah dalam hukum agraria

4

Page 5: Makalah Agraria

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Pengadaan Tanah

Tanah merupakan sumber daya alam yang penting sebagai karunia

Tuhan Yang Maha Esa bagi kelangsungan hidup umat manusia. Arti penting

ini menunjukan adanya pertalian yang sangat erat antara hubungan manusia

dengan tanah, karena tanah merupakan tempat pemukiman dan tempat mata

pencaharian bagi manusia. Tanah juga merupakan kekayaan nasional yang

dibutuhkan oleh manusia baik secara individual, badan usaha maupun

pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional.

Perkembangan pembangunan di Indonesia semakin hari semakin

meningkat. Kegiatan pembangunan gedung sekolah inpres, rumah sakit,

pasar, stasiun kereta api, tempat ibadah, jembatan, pengadaan berbagai

proyek pembuatan dan pelebaran jalan serta pembangunan lainnya

memerlukan tanah sebagai sarana utamanya.

Persoalan yang kemudian muncul adalah bagaimana pengambilan

tanah kepunyaan masyarakat untuk keperluan proyek pembangunan. Hal ini

memang menyangkut persoalan yang paling kontroversial mengenai masalah

pertanahan. Pada satu pihak tuntutan pembangunan akan tanah sudah

sedemikian mendesak sedangkan pada lain pihak sebagian besar warga

masyarakat juga memerlukan tanah sebagai tempat pemukiman dan tempat

mata pencahariannya.

Berkenaan dengan pengambilan tanah masyarakat yang akan dipakai

untuk keperluan pembangunan dilaksanakan melalui proses pengadaan tanah

dengan cara pelepasan atau penyerahan hak sesuai pasal 2 ayat (1)

Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan

Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan

Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Pengertian Pengadaan Tanah dari berbagai peraturan perundang-

undangan antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah

Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pasal 1 butir 2 yang

berbunyi “pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah

5

Page 6: Makalah Agraria

dengan cara memberik ganti kerugian yang layak dan adil kepada

pihak yang berhak.”

2. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah

bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum pasal 1

butir 1 yang berbunyi “Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk

mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada

yang berhak atas tanah tersebut.”

3. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah

bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum pasal 1

butir 1 yang berbunyi “Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk

mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang

melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan

benda-benda yang berkaitan dengan tanah.”

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah

bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum hanya berumur

kurang dari setahun. Kemudian pada tanggal 5 Juni 2006 diterbitkan

Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 tentang tentang Perubahan atas

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi

Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi

Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan

atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah

bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang kemudian

diperbarui lagi dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

(selanjutnya disebut UU No.2 Tahun 2012).

Dalam kegiatan pengadaan tanah, ada beberapa tahapan yang harus

dilakukan yaitu penetapan lokasi pembangunan, pembentukan panitia

pengadaan tanah, penyuluhan, identifikasi dan inventarisasi, pembentukan

lembaga/tim penilai tanah, penilaian harga tanah, musyawarah, pembayaran

6

Page 7: Makalah Agraria

ganti rugi dan penitipan ganti rugi, serta pelepasan atau penyerahan hak atas

tanah.

Proses pemberian ganti rugi dalam kegiatan pengadaan tanah adalah

hal yang sangat penting, karena tanpa ganti rugi, pembangunan akan

terhambat. Ganti kerugian menurut UU No. 2 Tahun 2012 adalah penggantian

yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan

tanah. Kerugian yang bersifat non fisik meliputi hilangnya pekerjaan, bidang

usaha, sumber penghasilan, dan sumber pendapatan lain yang berdampak

terhadap penurunan tingkat kesejahteraan seseorang.[1]

Menurut Oloan Sitorus dan Carolina Sitepu ganti rugi adalah imbalan

yang diterima oleh pemegang hak atas tanah sebagai pengganti dari nilai

tanah, termasuk yang ada diatasnya, yang telah dilepaskan atau diserahkan.

[2] Sebagai imbalan, maka prinsip pemberian ganti-rugi harus seimbang

dengan nilai tanah, termasuk segala benda yang terdapat diatasnya, yang

telah dilepaskan atau diserahkan itu.[3]

Pelaksanaan pemberian ganti rugi dalam kegiatan pengadaan tanah

juga dilaksanakan dalam Pembangunan perluasan landasan pacu Bandar

Udara Fatmawati Soekarno di Provinsi Bengkulu. Diharapkan dengan adanya

perluasan area bandara ini dapat meningkatkan kelancaran arus transportasi

melalui udara di daerah Bengkulu dan sekitarnya.

B. Definisi Kepentingan Umum

Pengertian Kepentingan Umum Menurut Keppres No. 55 Tahun 1993 :

Pasal 1 angka (3) : “Kepentingan Umum adalah kepentingan seluruh lapisan

masyarakat “.

Pasal 5 : “Pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan Keppres ini

dibatasi untuk :

1. Kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjtunya dimiliki

pemerintah serta tak digunakan untuk mencari keuntungan dalam

bidang-bidang antara lain :

a. jalan umum, saluran pembuangan air.

b. waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk

saluran irigasi.

7

Page 8: Makalah Agraria

c. rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat.

d. pelabuhan, bandar udara atau terminal.

e. peribadatan.

f. pendidikan atau sekolahan.

g. pasar umum atau pasar INPRES.

h. fasilitas pemakaman umum.

i. fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul

penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana.

j. pos dan telekomunikasi.

k. sarana olah raga.

l. stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya.

m. kantor pemerintah.

n. fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

2. Kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum selain yang

dimaksud dalam angka (1) yang ditetapkan dalam Keputusan

Presiden.

Pengertian Kepentingan Umum Menurut Perpres No. 36 Tahun 2005:

Pasal 1 angka (5) : “Kepentingan umum adalah kepentingan umum sebagian

masyarakat”

Pasal 5 : Pembangunan kepentingan umum yang dilaksanakan pemerintah

atau pemerintah daerah meliputi :

a. jalan umum, jalan tol, rel kereta api ( di atas tanah, di ruang atas tanah

atau pun di ruang bawah tanah), saluran air minum/ air bersih, saluran

pembuangan air dan sanitasi.

b. waduk, bendungan, bendung, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya.

c. rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat.

d. pelabuhan, Bandar udara, stasiun kereta api dan terminal.

e. peribadatan.

f. pendidikan atau sekolah.

g. pasar umum.

h. fasilitas pemakaman umum.

i. fasilitas keselamatan umum.

8

Page 9: Makalah Agraria

j. pos dan telekomunikasi.

k. sarana olah raga.

l. stasiun penyiaran radio, televise dan sarana pendukungnya.

m. kantor pemerintah, pemerintah daerah, Perwakilan Negara Asing,

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan/ atau lembaga-lembaga

Internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

n. fasilitas Tentara Negara Indonesia dan Kepolisian Negara Republik

Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

o. lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan.

p. rumah susun sederhana

q. tempat pembuangan sampah.

r. cagar alam dan cagar budaya.

s. pertamanan.

t. panti sosial.

u. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

Perpres No 36 Tahun 2005 yang kemudian dirampingkan oleh Perpres 65

Tahun 2006 dimana telah ditentukan secara limitatif dan konkret pengertian

dari kepentingan umum yaitu :

a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas

tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih,

saluran pembuangan air dan sanitasi;

b. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan

lainnya;

c. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;

d. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya

banjir, lahar, dan lain-lain bencana;

e. Tempat pembuangan sampah;

f. Cagar alam dan cagar budaya;

g. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

9

Page 10: Makalah Agraria

C. Dasar Hukum Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sejak tahun 1961 sampai

dengan sekarang telah berlaku Undang-undang No. 20 Tahun 1961, kemudian

dilanjutkan dengan kebijakan pemerintah melalui PMDN (Penanaman Modal

Dalam Negeri) No. 15 Tahun 1975, kemudian dicabut dan diganti dengan

Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan

Umum. Namun dengan berlakunya ketentuan tersebut dalam proses

pelaksanaannya tetap menimbulkan konflik dalam masyarakat. Untuk itu perlu

dikaji ulang keberadaan dari Keppres No. 55 Tahun 1993 dan dikaitkan pula

dengan Undangundang No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah

dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Pengadaan tanah kemudian diatur dengan Peraturan Presiden Nomor

36 Tahun 2005 yang kemudian dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65

Tahun 2006. Sampai dengan saat ini Indonesia belum memiliki Undang-

Undang yang mengatur secara khusus tentang Pengadaan Tanah.

Ditingkat Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), pengadaan tanah

diatur dalam Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan

Pelaksana Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006

tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum.

D. Bentuk-Bentuk Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dalam

Hukum Agraria Indonesia

Pada prinsipnya Hukum Agraria Indonesia mengenal 2 (dua) bentuk

pengadaan tanah yaitu :

1. Dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah

(pembebasan hak atas tanah) ;

2. Dilaksanakan dengan cara pencabutan hak atas tanah.

10

Page 11: Makalah Agraria

Perbedaan yang menonjol antara pencabutan hak atas tanah dengan

pembebasan tanah ialah, jika dalam pencabutan hak atas tanah dilakukan

dengan cara paksa, maka dalam pembebasan tanah dilakukan dengan

berdasar pada asas musyawarah. Sebelumnya oleh Perpres No 36 Tahun

2005 ditentukan secara tegas bahwa bentuk pengadaan tanah dilakukan

dengan cara pembebasan hak atas tanah dan dengan cara pencabutan hak

atas tanah. Namun dengan dikeluarkannya Perpres No 65 Tahun 2006, hanya

ditegaskan bahwa pengadaan tanah dilakukan dengan cara pembebasan.

Tidak dicantumkannya secara tegas cara pencabutan hak atas tanah di dalam

Perpres No.65/2006 bukan berarti menghilangkan secara mutlak cara

pencabutan tersebut, melainkan untuk memberikan kesan bahwa cara

pencabutan adalah cara paling terakhir yang dapat ditempuh apabila jalur

musyawarah gagal . Hal ini ditafsirkan secara imperatif dimana jalur

pembebasan tanah harus ditempuh terlebih dahulu sebelum mengambil jalur

pencabutan hak atas tanah.

Jika pada Perpres No. 36 Tahun 2005 terdapat kesan alternatif antara

cara pembebasan dan pencabutan, maka pada Perpres No.65 Tahun 2006

antara cara pembebasan dan pencabutan sifatnya prioritas-baku. Ini agar

pemerintah tidak sewenangwenang dan tidak dengan mudah saja dalam

mengambil tindakan dalam kaitannya dengan pengadaan tanah. Artinya

ditinjau dari segi Hak Asasi Manusia (HAM), Perpres No 65 Tahun 2006 dinilai

lebih manusiawi jika dibandingkan peraturan-peraturan sebelumnya.

Selain bersifat lebih manusiawi, Perpres No 65 Tahun 2006 juga

memberikan suatu terobosan kecil yaitu dengan dicantumkannya pasal 18A.

Pasal 18A menentukan apabila yang berhak atas tanah atau benda-benda

yang ada di atasnya yang haknya dicabut tidak bersedia menerima ganti rugi

sebagaimana ditetapkan, karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka

yang bersangkutan dapat meminta banding kepada Pengadilan Tinggi agar

menetapkan ganti rugi sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang

Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya dan

Peraturan Pemerintah.

Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh

Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan

Benda-Benda yang ada di Atasnya. Ketentuan Pasal 18 A ini mempertegas

11

Page 12: Makalah Agraria

ketentuan Pasal 8 UU No. 20 Tahun 1961. Meskipun pengaduan ini sudah

ditentukan sebelumnya oleh UU No. 20/1961 namun kurang memberikan

kepastian hukum karena Perpres-Perpres yang ada hanya menegaskan

pengajuan keberatan kepada Bupati/Walikota, Gubernur, atau Menteri Dalam

Negeri. Sehingga dianggap dapat memberikan ruang untuk meminimalisir

kesewenang-wenangan birokrasi eksekutif yang notabene adalah pihak yang

paling berkepentingan dalam urusan ini.

E. Prosedur Tata Cara Pengadaan Tanah

Bagaimana prosedur yang ditempuh bilamana satu instansi pemerintah

memerlukan satu areal untuk keperluan tertentu dalam melaksanakan

pembangunan untuk kepentingan umum. Ada beberapa cara yang

dikemukakan sehubungan dengan hal ini.

1. Instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan permohonan

untuk mendapatkan tanah yang diperlukan.

2. Bilamana setelah dinilai permohonan adalah instansi yang benar-

benar memerlukan tanah tersebut guna pelaksanaan pembangunan

untuk kepentingan umum, maka pemerintah setempat dalam rangka

pemenuhannya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 bilamana

penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum tersebut

sesuai dan berdasar pada rencana untuk tata ruang telah ditetapkan

terlebih dahulu, oleh karena wewenang untuk menilai ini tidak

diserahkan pada panitia maka penilaiannya dilakuka oleh pemerintah

daerah setempat.

3. Kalau semua persyaratan sudah dipenuhi barulah panitia mulai

berfungsi dengan melakukan penelitian dan inventarisasi

4. Bilamana berdasarkan inventarisasi tersebut takpak bahwa proyek

yang bersangkutan mempunyai dampak potensial terhadap lingkungan

perlu dibuat Penyajian Imformasi Lingkungan (PIL) atau Analisasi

Dampak Lingkungan (Andal) sebagaimana yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1986

5. Apabila tidak ada halangan yang disebutkan pada angka (4) tersebut

berulah kegiatan selanjutnya diteruskan. Langkah berikutnya ialah

sesuai dengan tugas panitia lalu mengadakan panelitian status hukum

12

Page 13: Makalah Agraria

dari tanah yang akan dilepaskan. Berdasarkan penilaian ini akan dapat

ditentukan bahwa tanah yang bersangkutam adalah :

a. Tanah negara bebas

b. Tanah adat/tanah rakyat

c. Tanah yang belum terdaftar

d. Tanah yang terdaftar

6. Melakukan penaksiran ganti kerugian dan mengusulkan ganti kerugian

yang harus diberikan

7. Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada pemegang hak atas

tanah menganai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut.

Berbagai kasus timbul disebutkan oleh ketidakjelasan rencana, karena

itu dalam suasana demokrasi keterbukaan dalam hubungan ini perlu

dijaga.

8. Dilaksanakan musyawarah antara panitia, pemegang hak, dan instansi

pemerintah yang memerlukan tanah.

9. Bagaimana setelah musyawarah dilakukan ada dua keuntungan yang

terjadi, mereka hasil memperoleh kesepakatan tentang ganti

kerugiannya atau mereka tidak berhasil menyepakati bentuk dan ganti

kerugian berkenaan dengan pengadaan tanah yang bersangkutan.

10. Keppres NO. 55 Tahun 1993 tidak mengatur lebih jauh bagaimana

langkah selanjutnya setelah musyawarah diperoleh kesepakatan

mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Akan tetapi dari tugas

panitia yang disebut dalam Pasal 8 dapat disimpulkan, instansi yang

memerlukan tanah menyerahkan uang ganti kerugian kepada

pemegang hak dengan disaksi oleh panitia.

11. Bagaimana kalau masyarakat sudah berhasil sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 19, panitia mengeluarkan keputusan mengenai bentuk

dan besarnya ganti kerugian yang ditetapkan sepihak oleh panitia.

12. Dalam Kappres No.55 Tahun 1993 ditetapkan satu jembatan

perhubungan, yang tidak kita jumpai dalam peraturan pembebasan

tanah, bilamana keputusan gebernur tetap tidak disetujui oleh

pemegang hak, maka proses penyelesaian selanjutnya beralih pada

proses pencabutan hak sebagaimana yang diatur dalam Undang-

undang No. 20 Tahun 1961.

13

Page 14: Makalah Agraria

F. Panitia Pengadaan Tanah

Timbul berbagai kasus dalam masyarakat adalah sisebabkan

ketidakmampuan panitia memberikan penyelesaian yang sebaik-baiknya,

disamping adanya berbagai penyelewengan atau manipulsi yang dilakukan

oleh oknum panitia terutama yang berkaitan dengan ganti kerugian. Karena

itu, seyogianya persoalan tentang kepanitiaan ini perlu diatur secara baik

dalam pengaturan, pembentukan dan penugasannya di lapangan.

Mengenai komposisi kepanitiaan dapat dibandingkan dengan panitia

pembebeasan tanah sebagaimana yang disebut dalam Pasal 2 Peraturan

Menteri Dalam Negeri No.15 Tahun 1975 yang terdiri diatas :

a. Kepala Subdirektorat Agraria Kabupaten/Kotamadya sebagai ketua

merangkap anggota

b. Seorang pejabat dari kantor pemerintahan Dairah TK.II yang ditunjuk

Oleh Bupati/Walikotanya Kepala Daerah yang bersangkuta sebagai

anggota.

c. Kepala kantor Ipeda/Ireda atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota

d. Seorang pejabat yang ditunjuk oleh instansi yang memerlukan tanah

sebagai anggota

e. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Daerah TK.II atau pejabat yang

ditunjuknya apabila menganai tanah bangunan dan/atau Kepala Dinas

Pertanian Daerah TK.II atau pejabat yang ditunjuknya akan mengenai

tanah pertanian sebagai anggota

f. Kepala Kecamatan yang bersangkutan sebagai anggota

g. Kepala Desa atau yang dipersamakan dengan itu sebagai anggota

h. Seorang pejabat dari Kantor Subdirektorat Agraria

Kabupaten/Kotamadya yang ditunjuk oleh Kepala Subdirektorat Agraria

Kabupaten Kotamadya yang bersangkutan sebagai sekretaris bukan

anggota.

Hal lain yang menunjukkan perbedaan antara panitia Pengadaan

Tanah dan Panitia Pembebasan Tanah ialah tidak duduknya lagi pihak yang

memerlukan tanah dalam kepanitian walaupun dalam perundingan nantinya

mereka juga dilibatkan/keadaan, yang demikian lebih menjamin objektitasnya.

14

Page 15: Makalah Agraria

Uraian mengenai tugas-tugas dari panitia akan tamoak lebih jelas

dalam hubunga dengan proses pengadaan tanah dalam proses

pelaksanaannya sebagaimana akan diuraikan berikut ini.

Selain dari panitia yang disebutkan tadi sebenarnya masih ada lagi

satu panitia yang disebut dalam undang-undang No.20 Tahun 1961 yaitu yang

disebut “Panitia Penkasir” yang susuna honorarium, dan tata kerjanya

ditetapkan oeh materi Agraria. Panitia ini adalah dalam konteks dengan

pencabutan hak tidak pernah dilaksanakan, maka kita pun tidak banyak tahu

tentang panitia ini.

15

Page 16: Makalah Agraria

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Uraian diatas banyak membahas tentang pengadaan tanah dalam

pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang berakhir

dengan Perpres No 65 Tahun 2006 secara normatif akan tetapi dalam

realita banyak kalangan menganggap negatif Perpres tersebut, Peraturan

ini dituding akan bisa menjadi alat semena-mena untuk menghilangkan hak

atas tanah dengan tiba-tiba. Meskipun memiliki dokumen dan surat-

menyurat yang sah dan lengkap, oleh Perpres ini, pemerintah (presiden)

bisa mencabut hak atas tanah tersebut apabila tanah itu akan digunakan

untuk kepentingan umum.

Yang paling dikhawatirkan adalah Perpres ini akan disalahgunakan.

Misalnya, sejauh apa pemahaman "demi kepentingan umum" yang

dimaksud ? Hal ini dipertanyakan sebab seringkai dalam praktiknya terjadi

"perubahan arah", misalnya ruang lingkup "kepentingan umum" berubah

menjadi kepentingan "pemilik modal". Hal inilah yang justru sering

mendapat penolakan dari rakyat pemilik tanah.

Dari pengalaman, pembebasan tanah untuk kepentingan umum

yang bukan disebabkan oleh tidak relanya rakyat pemilik tanah atau tidak

sepakatnya harga tanah, melainkan oleh ulah oknum aparat dan atau

spekulan tanah, baik itu yang berkaitan dengan urusan administrasi tanah

maupun oknum yang memanfaatkan situasi. Sebagai akibatnya, sengketa

tanah telah berubah menjadi ajang rebutan rezeki, yang dampak nya

cenderung tak terkendali.

Satu hal yang harus diwaspadai dan memang sering terjadi di

lapangan dimana istilah “demi kepentingan umum” dijadikan tameng oleh

pihak pengusaha yang berselingkuh dengan pemerintah untuk

menggerogoti tanah-tanah milik rakyat. Disini rakyat harus jeli memahami

16

Page 17: Makalah Agraria

maksud kepentingan umum sebagaimana yang telah ditentukan secara

limitatif dalam Perpres No.65 Tahun 2006.

17

Page 18: Makalah Agraria

Daftar Pustaka

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria

2. Oloan Sitorus dkk., 2004. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,

Cetakan Pertama, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta

3. www.google.co.id

18