Upload
rahmat-ibrahim
View
1.565
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH INI DISUSUN SEBAGAI MAKALAH INDIVIDU,UNTUK MENAMBAH NILAI MATA KULIAH AKHLAK
DOSEN PENGAMPU : Dr. Sangkot Sirait M.Ag
DISUSUN OLEH:
NAMA : RAHMAT IBRAHIM
NIM : 10410117
KELAS : 1-PAI 5
JURUSAN : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS : TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji-pujian bagi Allah
pemelihara sekalian alam. Tak lupa shalawat serta salam senangtiasa tercurahkan pada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW atas keluarganya, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman. Puji
syukur kita panjantkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat, taufik, inayah
serta hidayahnya sehingga dapat menyelesaikan makalah Individu mata kuliah Akhlak ini
dengan baik tanpa suatu halangan apapun. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada:
1. Dr. Sangkot Sirait, M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Akhlak.
2. Teman-teman yang telah membantu dan mendukung hingga selesainya makalah Akhlak ini
Kami juga berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi
sahabat-sahabat mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan mudah-
mudahan dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan keberhasilan belajar pada masa yang akan
datang.“Tiada gading yang tak retak, tiada kesempurnaan kecuali hanya milik Allah semata”.
Dengan senang hati, penulis menanti kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan
makalah ini.Akhir kata, semoga rahmat Allah SWT dan berkah-Nya senangtiasa tercurahkan
kepada kita semua.Amiin.
Yogyakarta, Februari 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………....
BAB I :PENDAHULUAN
LATARBELAKANG……………..……………………………………………………….
RUMUSAN MASALAH………….………………………………………………………
MANFAAT DAN TUJUAN……………………………………………………………...
BAB II: PEMBAHASAN
PENTINGNYA MUSYAWARAH DALAM NEGARA………………………...………
MENEGAKKAN KEADILAN…………………………………………………………..
HUBUNGAN PEMIMPIN DENGAN YANG DIPIMPIN……………………………...
BAB III: PENUTUP
KESIMPULAN…………………………………………………………………………..
SARAN…………………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..…………
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Selama ini Rasulullah SAW lebih banyak diteladani pada sisi pribadi beliau sebagai individu.
Sementara akhlak atau tuntunan beliau untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara
dengan aturan Islam, tidak sering dibahas. Dalam setiap peringatan Maulid Nabi SAW, kita
sering mendengar berbagai seruan untuk meneladani akhlak Rasulullah. Dari mulai musholah
kecil di pinggir kampung hingga istana negara di ibukota negara menyerukan hal yang sama
pula. Namun yang diserukan masihlah terbatas untuk meneladani akhlak Rasulullah sebagai
pribadi atau dalam kapasitasnya sebagai pemimpin rumah tangga. Namun posisi beliau sebagai
pemimpin negara/kepala pemerintahan yang menerapkan syariat Islam secara total dalam
kehidupan masyarakat, justru jarang disinggung. Padahal dalam separuh episode kerasulannya,
beliau mencontohkan dan mempraktekkan bagaimana memimpin sebuah negara dengan aturan
Islam. Apakah perilaku Rasulullah pemimpin negara Madinah tidak perlu diteladani? Tentu
tidak, kita harus mengambil yang dicontohkan oleh Rasulullah untuk kita teladani. Dan sudah
selayaknya bagi kaum muslimin untuk lebih total meneladani Rasulullah. Meneladani bagaimana
Rasulullah menjalani kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara dengan aturan Islam. Dan
bagi para penguasa dan calon pemimpin negeri ini, janganlah menyampaikan akhlak Rasul hanya
sebagai alat kampanye untuk meraup massa saja. Tapi contohlah dengan penuh kesungguhan
bagaimana Rasulullah memimpin untuk memimpin bangsa ini. Yang terjadi saat ini justru para
penguasa tetap menjalankan hukum-hukum yang bersumber dari ideologi kapitalisme, dan
sebaliknya enggan menerapkan hukum-hukum Islam. Di sejumlah negeri Islam, para penguasa
muslim justru berusaha keras memerangi siapa saja yang berjuang untuk menerapkan syariah
Islam secara total dalam negara. Para penguasa ini layaknya Abu Lahab, paman Rasulullah yang
bergembira atas kelahiran Muhammad SAW. Namun pada akhirnya, dia menjadi orang yang
paling membenci, memusuhi dan selalu menghalang-halangi dakwah Nabi SAW yang berupaya
menyebarluaskan risalah Allah sekaligus menegakkan syariah-Nya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara Rasulullah dalam menyelesaikan persoalan negara
2. Bagaimana menegakkan keadilan dalam negara
3. Bagaimana hubungan pemimpin dengan yang dipimpin
4. Bagaimana perilaku Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari dengan kedudukannya
sebagai pemimpin ummat
C. MANFAAT DAN TUJUAN
Dengan makalah ini kita dapat mengetahui bagaimana ahklak bernegara itu, dan bagaimana
rasulullah mencontohkannya, bagaimana meneggakan keadilan, serta bagaimana seharusnya
hubungan pemimpin dengan yang dipimpin seperti yang dicontohkan Rasulullah. Dan maksud
tujuan penulisan makalah individu ini guna untuk menambah nilai mata kuliah Akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENTINGNYA MUSYAWARAH DALAM NEGARA
secara etimologis, musyawa rah (musyawarah) berasal dari kata syawara yang pada mulanya
bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang, sehingga
mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain, termasuk pendapat.
Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu. Kata musyawarah pada
dasarnya hanya digunakan pada hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya.1
Karena kata musyawarah adalah bentuk mashdar dari kata kerja syawara yang dari segi
jenisnya termasuk kata kerja mufa’alah (perbuatan yang dilakukan timbal balik), maka
musyawarah harus bersifat dialogis, bukan monologis. Semua anggota musyawarah bebas
mengeluarkan pendapatnya. Dengan kebebasan berdialog itulah diharapkan dapat diketahui
kelemahan pendapat yang dikemukakan, sehingga keputusan yang dihasilkan tidak lagi
mengandung kelemahan.
A. ARTI PENTING MUSYAWARAH
Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan peraturan
didalam masyarakat manapun. Setiap negara maju yang menginginkan keamanan, ketentraman,
kebahagiaan dan kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang prinsip musyawarah ini. Tidak
aneh jika islam sangat memperhatikan dasar musyawarah ini. Islam menanamkan salah satu surat
dalam Al-Qur’an dengan Asy-Syura, di dalamnya dibicarakan tentang sifat-sifat kaum
mukminin, antara lain, bahwa kehidupan mereka itu berdsarkan atas musyawarah, bahkan segala
urusan mereka diputuskan berdasarkan musyawarah diantara mereka. Sesuatu hal yang
menunjukan betapa pentingnya musyawarah adalah bahwa aat tentang musyawarah itu
dihubungkan dengan kewajiban sholat dan menjauhi perbuatan keji.2 Allah SWt berfirman :
1 M.Quraish Shihab, wawasan alqur’an, tafsir mau’dhui atas pelbagai persoalan Ummat (bandung, Mizan, 1996) hal. 469.2 Muhammad abdul kadir, hakekat sistem politik islam (Yogyakarta, 1987) . hlm 98-99.
Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan
apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang
kami berikan kepada mereka.(Q.S Asy-Syura 42:37-38)
Dalam ayat diatas, Syura’atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat Islam
dituturkan sesudah Iman dan sholat. Menurut Taufik Asy-Syawi, hal ini memberi pengertian
bahwa musyawarah mempunyai martabat sesudah ibadah terpenting, yaitu sholat, sekaligus
memberikan pengertian bahwa Musyawarah merupan salah satu ibadah yang tingkatannya sama
dengan sholat Dan Zakat. Maka masyarakat mengabaikannya dianggap suatau masyarakat yang
tidak menetapi salah satu ibadah.3
B. LAPANGAN MUSYAWARAH
Berbeda dengan teori Demokrasi pada umumnya, di mana segala sesuatu bisa dan
harusdimusyawarahkan supaya terwujud kehendak mayoritas dalam rangka menegakkan
kedaulatan rakyat, maka isalam memberi batasan hal-hal apa saja yang boleh dimusyawarahkan.
Karena musyawarah adalah pendapat orang, maka apa-apa yang sudah ditetapkan ole nash
( Al-Qur’an dan As-Sunnah) tidak boleh dimusyawarahkan, sebab pendapat orang tidak boleh
mengungguli Wahyu ( Al-Qur’an dan As-Sunnah) jadi musyawarah Hanyalah terbatas pada hal
hal yang bersifat Ijtihadiyah. Para sahabat pun jika dimintakan pebdapat tentang suatu hal,
terlebih dahulu ereka menanyakannya kepada Rasulullah Saw, apakah masalah yang dibicarakan
telah diwahyukan oleh allah atau meruakan ijtihad Nabi, maka mereka mengemukakan pendapat.
C. TATACARA MUSYAWARAH
Tentang tatacara musyawarah serta keharusan mengikuti tatacara itu, tidak ada nash Al-
Qur’an dan As-Sunnah yang menerangkannya, juga tidak ada nas yang mengharuskan
ditetapkannya jumlah anggota majlis permusyawaratan dan cara menghadirkan para anggota.
Tatacara musyawarah yang dilakukan oleh Rasulullah ternyata sangat bervariasi ; (1) Kadang
kala seseorang memberikan pertimbangan kepada beliau, lalu beliau melihat pendapat itu benar,
maka beliau mengamalkannya. Seperti pendapat Al-Hubab ibn al-Mundzir tentang pemilihan
3 Taufik Asy-syawi, syura bukan demokrasi, terjemahan Djamaluddin Z.S (jakarta, gema insani press, 1997) . hlm. 68.
tempat yang strategis dalam perang Badar dan pendapat Salman al-Farisi tentang penggalian
parik pertahanan dalam perang Khandak; (2) Kadan-kadang beliau bermusyawarah dengan dua
atau tiga orang saja. Kebanyakan dengan Abubakar dan Umar; (3)kadang kala beliau
bermusyawarag denga seluruh massa dan melalui cara perwakilan, seperti yang terjadi setelah
perang Hunain tentang rampasan perang dan permohonan bantuan melalui utusan Hawazin.4
Dari beberapa peristiwa bervariasi diatas kita dapat menyimpulkan bahwa tatacara
musyawarah, anggota Musyawarah, bisa selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan zaman, tetapi hakekat musyawarah harus selalu tegak ditengah masyarakat dan
negara.
Ada hal-hal yang harus dimusyawarahkan dengan seluruh ummat, baik langsung maupun
lewat perwakilan, dan ada hal-hal yang cukup dimusyawarahkan dengan pemimpin (ulil amri),
ulama, cendikiawan dan pihak-pihak yang berkompeten lainnya, tetapi tetap dan tidak boleh
tidak harus dengan semangat dan kejujuran , buka dengan semangat kepentingan dan
ketidakjujuran. Yang dicari dalam musyawarah adalah kebenaran, bukan kemenangan.
D. BEBERAPA SIKAP BERMUSYAWARAH
Supaya musyawarah berjalan dengan lancar dan penuh persahabatan, Allah berfirman ;
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka.
sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(Q.S Ali-Imran 3:159)
Allah SWT mengisyaratkan ada beberapa sikap yang harus dilakukan dalam bermusyawarah,
yaitu sikap lemah lembut, pemaaf dan memohon ampuna Allah SWT.
4 Muhammad Abdul kadir, hakekat sistem politik islam , Hlm.110.
1. Lemah lembut
Seseorang yang melakukan musyawarah, apalagi sebagai pemimpin, harus menghindari
tutr kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, mitra musyawarah akan
bertebaran pergi.
2. Pemaaf
Setip orang yang bermusyawarah harus menyiapkan mental untuk selalu bersedia
memberi maaf. Karena mungkin saja ketika bermusyawarah terjadi perbedaan pendapat,
atau keluar kalimat-kalimat yang menyinggung pihak lain. Dan bila hal itu masuk
kedalam hati, akan mengeruhkan pikiran, bahkan boleh jadi akan mengubah musyawarah
menjadi pertengkaran.
3. Mohon ampunan Allah SWT
Untuk mencapai hasil yang terbaik ketika musyawarah, hbungan dengan tuhanpun harus
harmonis. Oleh sebab itu semua anggota musyawarah harus senantiasa selalu
membersihkan diri dengan cara memohon ampun kepada Allah SWT baik untuk diri
sendiri maupun untuk anggota musyawarah yang lainnya.5
B. MENEGAKKAN KEADILAN
Istilah keadilan berasal dari kata ‘adl (bahasa arab),yang mempunyai arti antara lain sama dan
seimbang. Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan sebagai membagi sama banyak,
atau meberikan hak yang sama kepada orang-orang atau kelompok dengan status yang sama.
Misalnya semua pegawai dengan kompetensi akademis dan pengalama kerja yang sama berhak
mendapatkan gaji dan tunjangan yang sama. Semua warga negara sekalipun dengan status sosial-
ekonomi-politik- yang berbeda –beda harus tetap mendapatkan perlakuan yang sama dimata
hukum.
Dalam pengertian kedua, keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak seimbang
dengan kewajiban, atau memberi seseorang sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya orang tua
yang adil akan membiayai pendidikan anak-anaknya sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-
masing sekalipun secara normal masing-masing anak tidak mendapatkan jumlah yang sama.
Dalam hukum waris misalnya, anak laki-laki ditetapkan oleh Al-Qur’an (Q.S An-Nisa’ 4:11)
mendapatkan warisan dua kali bagian anak perempuan. Hal itu karena laki-laki setelah
5 M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an,Hlm.473-475
berkeluarga menanggung keluarga karena kewajiban menghidupi isteri dan anak-anaknya,
sementara anak perempuan setelah berkeluarga dibiayai oleh suaminya.
A. PERINTAH BERLAKU ADIL
Di dalam Al-qur’an terdapat beberapa ayat yang memerintahkan supaya manusia berlaku adil
dalam menegakkan keadilan. Perintah itu ada yang bersifat umum ada yang bersifat khusus
dalam bidang-bidang tertentu. Yang bersifat umum misalnya :
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan
Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran.( Q.S An-Nahl 16:90)
Sedangkan yang bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan hukum (Q.S An-
Nisa’ 58); adil terhadap musuh (Q.S Al-maidah : 8) ; adil dalam rumah tangga (Q.S An-Nisa’: 3
dan 129); dan adil dalam berkata (Q.S Al-An’am : 152).
B. KEADILAN HUKUM
Islam mengajarkan bahwa semua semua orang mendapat perlakuan yang sama dan derajat
yang sama dalam hukum, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan hukum, status sosial,
ekonomi, politik dan lain sebagainya. Allah menegaskan :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.( Q.S
An-Nissa ; 58).
Keadilan hukum harus ditegakkan walau terhadap diri sendiri, atau terhadap keluarga dan
orang-orang yang dicintai. Tatkala seorang sahabat yang dekat dengan Rasulullah saw meminta
‘’keistimewaan’’ hukum untuk seorang wanita bangsawan yang mencuri, Rasulullah menolaknya
dengan tegas :
‘’apakah anda hendak meminta keistimewaan dalam pelaksanaan hukum allah? Sesungguhnya
kehancuran ummat yang terdahulu karena mereka menghukum pencuri yang lemah, dan
membiarkan pencuri yang elit. Demi allah yang memelihara jiwa saya, kalaulah Fatimah binti
Muhammad mencuri, pastilah aku sendiri yang akan memotong tangannya.’’ (H.R Ahmad,
Muslim dan Nasa’i)
C. KEADILAN DALAM SEGALA HAL
Disamping keadilan hukum, islam memerintahkan kepada ummat manusia, terutama
orang-orang yang beriman untuk bersifat adil dalam segala aspek kehidupan, baik terhadap
diri, dan keluarganya sendiri, apalagi kepada orang lain. Bahkan kepada musuh sekalipun
seorang musuh harus tetap berlaku adil. Mari kita perhatikan beberapa nash berikut ini:
-Adil terhadap diri sendiri
....
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan
kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran.
(Q.S An-Nisa’ 4:135)
-Adil terhadap isteri dan anak-anak
......
Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja.
(Q.S An-Nisa’ 4:3)
‘’Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah diantara anak-anakmu.’’(H.R Muslim)
-Adil dalam mendamaikan perselisihan
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang
lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan,
dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berlaku adil .(Q.A Al-Hujurat 49:9)
-Adil dalam berkata
dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah
kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu
agar kamu ingat.(Q.S Al-An’am 6:152)
-Adil terhadap musuh sekalipun
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.( Q.S Al-Maidah 5:8).
Tentu masih banyak nash Al-Qur’an dan Sunnah tentang keadilan dalam seluruh aspek
kehidupan, dan dari ayat-ayat diatas cukuplah kita dapat menyimpulkan bahwa Islam
mengingatkan keadilan yang komprehensif, yang mencakup kadilan politik, ekonomi, sosial
dan lain-lainnya.
D. HUBUNGAN PEMIMPIN DENGAN YANG DIPIMPIN
Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah SWT adalah pemimpin bagi orang-orang yang beriman
:
Allah peminpin orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan mereka dari kegelapan
(kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya
ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran).
mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S Al-Baqarah 2:257).
Azh-Zhulumat (kegelapan) dalam ayat diatas adalah simbol segala kekufuran, kemusyrikan,
kefasikan dan kemaksiyatan. Atau dalam bahasa sekarang Azh-zhulumat adalah bermacam-
macam ideologi atau isme-isme yang bertentangan dengan ajaran islam seperti komunisme,
sosialisme, kapitalisme, liberalisme, materialisme, hedonisme dan lain sebagainya. Sedangkan
An-nur adalah simbol dari kehidupan, keimanan, ketaatan dan segala kebaikan lainnya.
At-thaghut adalah sesuatu yang disembah (dipertuhan) selain dari Allah swt dan dia suka
dipertuhan tersebut. Menurut Sayyid kutub, adalah sesuatu yang menentang da melanggar batas
yang telah digariskan oleh Allah swt kepada hamba-hambanya. Dan dia berbentuk pandangan
hidup, peradaban dan lain-lain yang tidak berlandaskan ajaran Allah SWT.
Secara operasional kepemimpinan Allah SWT itu dilaksanakan oleh Rasul SAW, dan
sepeninggalan beliau kepemimpinan itu diteruskan oleh orang-orang yang beriman. Hal itu
dinyatakan didalam Al-Qur’an :
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman,
yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). (Q.S
Al-Maidah 5:55).
A. KRITERIA PEMIMPIN
Pemimpin ummat atau dalam ayat diatas diistilahkan dengan waliy dan dalam ayat lain (Q.S
An-Nisa’ 4:59) disebut dengan ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW setelah
beliau meninggal dunia. Sebagai Nabi dan Rasul, nabi Muhammad Saw tidak bisa digantikan,
tapi sebagai kepala negara, pemimpin ummat, ulil amri tugas beliau dapat digantikan.
Orang-orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus
memenuhi empat kriteria sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 55 diatas.
1. Beriman kepada Allah Swt
Karena ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah Saw, sedangkan Rasul sendiri
adalah pelaksana kepemimpinan Allah Swt, maka tentu saja yang pertama sekali harus
dimiliki adalah keimanan (iman kepada Allah Swt,kepada Rasulullah dan rukun iman
yang lainnya). Tanpa keimanan kepada Allah Swt dan Rasulnya bagaimana mungkin dia
dapat diharapkan memimpin ummat menempuh jalan Allah Swt diatas permukaan bumi
ini.
2. Mendirikan Sholat
Sholat adalah ibadah vertikal langsung kepada Allah Swt. Seorang pemimpin yang
mendirikan sholat diharapkan memiliki hubungan yang baik dengan Allah Swt.
Diharapkan nilai-nilai kemulian dan kebaikan yang terdapat dalam sholat dapat tercermin
dalam kepemimpinannya. Misalnya nilai Kejujuran.
3. Membayarkan Zakat
Zakat adalah ibadah Mahdhah yang merupakan simbol kesuciaan dan kepedulian sosial.
Seorang pemimpin yang bezakat diharapkan selalu mensucikan hati dan hartanya. Dia
tidak akan mencari dan menikmati harta dari jalan yang tidak halal( misalnya dengan
korupsi, kolusi dan nepotisme).dan lebih dari apada itu dia mempunyai kepedulian sosial
yang tinggi terhadap kaum dhu’afa’ dan mustadh’afin. Dia akan menjadi pembela orang-
orang yang lemah.
4. Selalu Tunduk Patuh Kepada Allah Swt
Dalam ayat diatas disebutkan pemimpin itu haruslah orang-orang yang selalu Ruku’.
Ruku’ adalah simbol kepatuhan secara mutlak kepada Allah dan Rasulnya, yang secara
kongkret dimanifestasikan dengan menjadi seorang muslim yang kafah(total), baik dalam
aspek akidah, ibadah, akhlak maupun mu’amalat.
B. KEPATUHAN KEPADA PEMIMPIN
Kepemimpinan Allah Swt dan Rasulnya adalah kepemimpinan yang mutlak diikuti dan
dipatuhi. Sedangkan kepemimpinan orang-orang yang beriman adalah kepemimpinan yang
nisbi(relatif). Kepatuhan kepadanya tergantungan dengan paling kurang dua faktor : (1) faktor
kualitas dan integritas pemimpin tersebut; (2) faktor arah dan corak kepemimpinannya. Kemana
ummat yang dipimpinnya akan dibawah, apakah untuk menegakkan Dinullah atau tidak.
Perbedaan kepatuhan itu telah di isyaratkan di dalam Firmannya:
....
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara
kamu.... (Q.S An-Nisa’ 4:59).
Perintah taat kepada Rasul disebutkan secara eksplisit seperti perintah taat kepada Allah,
sementara perintah taat kepada ulil amri hanya diikutkan kepada perintah sebelumnya. Artinya
kepatuhan kepada ulil amri itu sendiri tergantung kepatuhan Ulil amri itu kepada Allah dan
rasulnya.
Untuk hal-hal yang sudah diatur dan diterapkan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadis, sikap
pemimpin dan yang dipimpin sudah jelas, harus sama-sama tunduk pada hukum Allah. Tetapi
dalam hal-hal yang bersifat ijtihadi, ditetapkan secara musyawarah dengan mekanisme yang
telah disepakati bersama. Akan tetapi, apabila terjadi perbedaan pendapat yang tidak dapat
disepakati antara pemimpin dan yang dipimpin, maka yang diikuti adalah pemimpin. Yang
dipimpin kemudian tidak boleh menolaknya dnegan alasan pendapatnya tidak dapat diterima.
C. PERSAUDARAAN PEMIMPIN DENGAN YANG DIPIMPIN
Sekalipun dalam struktur bernegara (dan juga pada level dibawahnya) ada hirarki
kepemimpinan yang mengharuskan ummat atau rakyat patuh pada pemimpinnya, tetapi dala
hubungan sehari-hari hubungan pemimpin dan yang dipimpintetaplah dilandaskan pada prinsip
ukhuwah-ukhuwah islamiyah, buka prinsip atasan dengan bawahan, atau majikan dengan buruh,,
tetapi prinsip sahabat dengan sahabat.demikianlah yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Kaum muslimin yang ada disekitar beliau waktu itu dipanggil dengan sebutan sahabat-
sahabat, suatu panggilan yang menunjukkan hubungan yang horisontal, sekalipun ada kewajiban
untuk patuh sepenunya kepada beliau sebagai seorang Nabi dan Rasul. Hubungan persaudaraan
seperi itu dalam praktiknya tidaklah melemahkan kepemimpinan Rasulullah saw, tetapi malah
semakin kokoh karena tidak hanya didasari hubungan formal, tetapi juga didasari dengan
hubungan hati yang penuh dengan kasih sayang.6
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam bernegara kita seharusnya bisa menjalankan aturan-aturan sebagaimana yang ditawarkan
oleh Rasulullah yaitu Akhlak bernegara seperti yang dicontohkan Rasulullah Saw dalam
kepemimpinannya. Dan salah satu yang diajarkan Rasul dalam bernegara, yaitu menyelesaikan
persoalan negara dengan Musyawarah guna untuk mendapatkan sebuah Mufakat, karena
persoalan negara tidak bisa hanya diselesaikan oleh individu, makanya dibutuhkan musyawarah.
6 Prof. Dr. H. Rachmat Jatnika : Etika berkuasa,.Hlm 73
Tapi perlu kita pahami dalam musyawarahpun ada aturan-aturan main yang harus dijalankan.
Yang kedua Dalam kepemimpinan disebuah negara dibutuhkan sebuah sifat adil, keadilan sangat
diperlukan karena dalam Al-Qur’an sendiri keadilan harus dijalankan dalam kepemimpinan
negara bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya itu, bahkan terhadap musuhpun kita
dianjurkan untuk adil. Yang ketiga sebagai orang yang dipimpin, kita mau menjalankan apa saja
yang diperintahkan oleh pemimpin, selama apa yang diperintahkan tidak melanggar hukum
syariat.
B. SARAN
Mari kita siapkan diri untuk bersegera meneladani Rasulullah SAW secara total, dengan
menerapkan syariah Islam di seluruh aspek kehidupan bangsa ini secara total. Pilih pemimpin
yang memiliki tekad kuat untuk meneladani Rasulullah dalam setiap aspek kehidupan. Pilih
pemimpin yang hanya akan menerapkan aturan Islam secara total dalam bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A. 1999. Kuliah Akhlak. Yogyakarta : Pustaka pelajar offset
M. Quraish Shihab. 1996 . Wawasan Al-Qur’an,tafsir maudhu’I atas pelbagai persoalan ummat.
Bandung : Mizan.
Muhammad Abdul Kadir. 1987 . hakekat sistem politik islam. Yogyakarta : Pustaka Setia
Taufik Asy-Syawi. 1997 . Syura bukan demokrasi,terjemahan Djamaluddin Z.S. Jakarta : Gema
insani Press.
Prof. Dr. H. Rachmat Djatnika. 1996 . Etika Berkuasa. Jakarta : Pustaka Panjimas.