Upload
alfian123
View
959
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat
peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan
yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh. Asma pada anak
terjadi pada bayi (kurang dari 1 tahun), pada anak usia dibawah 4-10 tahun dan pada anak usia
10-14 tahun
. Kejadian Asma hampir meningkat diseluruh dunia, baik negara maju maupun negara
berkembang termasuk Indonesia. Kira–kira sembilan juta anak Amerika Serikat dibawah 18
tahun menderita asma dan empat juta mangalami sekurang-kurangnya sekali serangan asma
setiap tahun. Penelitian menunjukkan bahwa hanya 50%-nya telah diagnosis, dengan
beberapa statistik yanng menyatakan bahwa jutaan anak penderita asma telah mengalami
salah diagnosis dan dinyatakan mengalami bronkitis berulang atau pneumonia.
Berdasarkan data kesehatan dunia (WHO) sebanyak 300 juta orang didunia mengidap
penyakit asma dan 225 ribu meninggal karena penyakit asma pada tahun 2005. Di Indonesia
penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner International
Study on Asthma and Alergies in Children (ISAAC) pada tahun 1995 menunjukkan bahwa
prevalensi penyakit asma masih 2,1% meningkat tahun 2003 menjadi 5,2 %
Berdasarkan survei awal yang di lakukan di Poliklinik Anak RSU Dr. Pirngadi Medan
mulai Maret s/d Mei 2009 dengan jumlah 36 orang anak yang menderita asma pada usia 10-
14 tahun. Menurut Graha (2008) asma adalah salah satu penyakit kronis yang sering
menyerang anak-anak sekitar 10% dari anak-anak dan remaja menderita penyakit ini yang
ditandai mulai dari batuk-batuk, rasa berat di dada, bunyi mengi dan sesak nafas. Selain
menjadi masalah kesehatan, penyakit asma juga memiliki dampak sosial budaya. (5)
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang laki laki usia 30 tahun bekerja dibagian gudang dan ekspidisi,sudah menikah
dengan satu anak laki laki berusia 2 tahun,mengalami sesak nafas sejak 2 tahun dirasakan
kumat-kumatan disertai batuk,riak putih encer,napas berbunyi dan rasa berat didada. Keluhan
timbul terutama bila penderita selesai melakukan pembersihan gudang dari tumpukan kertas
dan barang lainnya. Biasanya timbul atau memburuk terutama pada malam hari/dini hari dan
biasanya membaik setelah diberikan obat semprotan lewat mulut. Tak ada gejala demam dan
nyeri dada.Berat badan tidak menurun. Nafsu makan cukup baik. Pada waktu umur 10 tahun,
penderita pernah mengeluh sesak nafas seperti ini, disertai hidung sering buntu dan bersin
bersin serta rasa gatal gatal dikulit (timbil exzema). Nenek dan bibi penderita juga sakit
seperti ini.
Status Pasien
Anamnesis
I. Identitas Pasien:
Nama : Tn X
Usia : 30 thn
Pekerjaan : Bagian gudang dan ekspidisi
Status : Menikah
Alamat : Jln.Bendungan Hilir gang IV no.17 Jakarta Pusat
II. Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluhan Utama :
Sesak nafas sejak 2 tahun
Keluhan Penyerta :
Batuk ,riak putih encer, nafas berbunyi dan rasa berat di dada
terutama saat membersihkan gudang dan memburuk saat
malam/dini hari.
III. Riwayat Penyakit Dahulu :
Hidung sering buntu dan bersin bersin,gatal dikulit (exzema)
2
IV. Riwayat Penyakit Keluarga
Nenek dan Bibi juga menderita hal yang sama.
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : nampak sesak napas saat berbicara beberapa kata dalam posisi
duduk, gelisah.
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tanda vital
Tensi : 125/85 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Frekuensi napas : 28 x/menit
Suhu : 37˚C
4. Pemeriksaan fisik toraks (paru)
Inspeksi : nampak simetris, cembung seperti tong (Barrel chest), nampak
pengguanaan otot bantu napas dan retraksi suprasternal
Palpasi : fremitus suara melemah
Perkusi : hipersonor
Auskultasi : vesikuler melemah, ekspirasi memanjang, ditemukan ronki dan
wheezing saat ekspirassi ke 2 lapang paru
Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil pemeriksaan Faal Paaru
Spirometri : VEP1 70% dari nilai prediksi
APE : VEP1 70% dari nilai prediksi
2. Hasil pemeriksaan Radiologi
Bronkovaskuler pattern meningkat
Hiperinflasi pulmonum
3. Hasil pemeriksaan analisa gas darah3
Pemeriksaan analisa gas darah Nilai normal keterangan
pH = 7,31 7,35-7,45 Menurun
pCO2 = 4735-45
Meningkat
pO2 = 70 80-100 Menurun
HCO3- = 28 21-30
Norrmal
BE = +4 -2,4 s.d +2,3 Meningkat
SaO2 = 78 > 90%
menurun
(6)
4. Hasil laboratorium darah
Hasil laboratorium darah Nilai Normal Keterangan
Hb = 13 13-16 Normal
Hematokrit = 43 45 – 55 Normal
LED = 10 0 – 10 Normal
Lekosit = 9.300 5.000 – 10.000 Normal
Hitung jenis
a. Basofil = 1
b. Eosinofil =13
c. Neutrofil Batang = 5
d. Neotrofil Segmen = 59
e. Limfosit = 20
f. Monosit = 2
Hitung jenis
a. Basofil = 0 - 1
b. Eosinofil = 1,0 – 3,0
c. Neutrofil Batang = 2,0 – 6,0
d. Neotrofil Segmen = 50, – 70
e. Limfosit = 20- 80
f. Monosit = 2- 8
Eosinofil
meningkat
(6)
4
BAB III
PEMBAHASAN
Pada anamnesis, pasien bekerja di bagian gudang dan ekspedisi. Pekerjaanya
merupakan faktor resiko pendukung keluhan utama yaitu banyaknya debu pada tempat kerja
pasien sebagai allergen yang mengiritasi aluran pernapasan secara aerogen, pasien ini juga
sudah mengalami keluhan ini selama 2 tahun yang menunjukkan bahwa hal yang dialami
pasien sudah kronik dan juga ditemukan riwayat atopi dari pasien dari nenek dan bibi pasien
yaitu pada sewatktu kecil pasien sering menderita bersin, gatal dikulit (exzema). (1)
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum, pasien tampak gelisah dan sesak napas saat
berbicara karena pernafasan pasien terganggu hasil dari penyempitan saluran napas. Tekanan
darah, nadi dan frekuensi napas pada pasien ini meningkat hasil dari kompensasi tubuh karena
kekurangan oksigen atau udara. Pada inspeksi ditemukan toraks cembung seperti tong (Barrel
chest) karena terdapat udara terperangkap di dalam paru yang lama kelamaan akan
menyebabkan toraks menjadi cembung. Pasien juga terpaksa menggunakan otot bantu napas
dan terdapat retraksi suprasternal hasil dari usaha pasien untuk melakukan ekspirasi pada
salur pernapasan yang menyempit. Pada palpasi ditemukan fremitus melemah, pada perkusi
ditemukan hipersonor dan pada auskultasi ditemukan vesikuler melemah karena terdapat
udara yang banyak pada paru pasien hasil dari terganggu pernapasan pasien tersebut. Ronki
dan wheezing pula ditemukan karena berlakunya bronkokonstriksi dan hipersekresi pada
pasien ini. Ekspirasi pasien pula memanjang karena terjadinya hambatan ekspirasi hasil
penyempitan saluran napas (5)
Pada pemeriksaan radiologi ditemukannya corakan bronkovaskuler meningkat
menunjukkan adanya peningkatan aliran darah dan hiperinflasi pulmonum menunjukkan
adanya peningkatan banyaknya udara dalam paru-paru sehingga meningkatkan densitas
lusent. (2)
Pemeriksaan analisa gas darah Nilai normal keterangan
pH = 7,31 7,35-7,45 Menurun
pCO2 = 4735-45
Meningkat
pO2 = 70 80-100 Menurun5
HCO3- = 28 21-30
Norrmal
BE = +4 -2,4 s.d +2,3 Meningkat
SaO2 = 78 > 90%
menurun
Pada pemeriksaan analisa gas darah pH menurun karena keasaman meningkat
disebabkan banyaknya kadar CO2. Hal ini berpengaruh pada menurunnya O2 sehingga saturasi
oksigen menurun karena distribusi oksigen terganggu.
Hasil laboratorium darah Nilai Normal Keterangan
Hb = 13 13-16 Normal
Hematokrit = 43 45 – 55 Normal
LED = 10 0 - 10 Normal
Lekosit = 9.300 5.000 – 10.000 Normal
Hitung jenis
g. Basofil = 1
h. Eosinofil =13
i. Neutrofil Batang = 5
j. Neotrofil Segmen = 59
k. Limfosit = 20
l. Monosit = 2
Hitung jenis
g. Basofil = 0 - 1
h. Eosinofil = 1,0 – 3,0
i. Neutrofil Batang = 2,0 – 6,0
j. Neotrofil Segmen = 50, – 70
k. Limfosit = 20- 80
l. Monosit = 2- 8
Eosinofil
meningkat
Kadar eosinofil yang meningkat menunjukkan adanya hipersensitivitas tipe 1 yaitu
merupakan hipersensitivitas cepat yang diperantarai oleh IgE dan menyebabkan reaksi dalam
beberapa menit sampai beberapa jam.
Urutan kejadian reaksi hipersensitivitas tipe 1 adalah sebagai berikut:
1. Fase sensitasi
a. Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE samapi diikatnya oleh
reseptor spesifik (Fc-R) pada permukaan sel mast dan basofil
2. Fase aktivasi
6
a. Yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan
reaksi.
3. Fase efektor
a. Yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik
Banyak reaksi tipe 1 yang terlokalisasi mempunyai dua tahap yang dapat ditentukan secara
jelas:
Respon awal, diatandai dengan vasodilatasi, kebocoran vascular, dan spesme otot
polos, yang biasanya muncul dalam rentang waktu 5 hingga 30 menit stelah terpajan
oleh allergen dan menghilang setelah 60 menit.
Reaksi fase lambat, yang muncul 2 hingga 8 jam kemudian dan berlangsung selama
beberapa hari. Reaksi fase lambat ini ditandai dengan infiltrasi eosinofil serta sel
radang akut dan kronis lainnya yang lebih hebat pada jaringan dan juga ditandai
dengan penghancuran jaringan dalam bentuk kerusakan sel epitel mukosa. (4)
Diagnosis
Asma eksaserbasi akut presisten sedang
Dasar Diagnosis
Asma :
gejala episodik berulang : mengi, sesak napas; dada terasa berat, dan batuk –
batuk khususnya pada malam dan atau dini hari.
Sesak nafas masih dapat berbicara beberapa kata
Gelisah
Frekwensi nafas 20-30 x/menit
Nadi 100-120 x/menit
Mengi saat akhir ekspirasi
APE <80%
PaO3 60-80 mmHg
PaCO3 <45 mmHg (3)
7
Penatalaksanaan
7 langkah mengatasi asma
1. Mengenai seluk beluk asma
2. Menentukan klasifikasi
3. Mengenali dan menghindari factor pencetus
4. Merencanakan pengobatan jangka panjang
5. Mengatasi serangan asma dengan tepat.
6. Memeriksakan diri secara teratur.
7. Menjaga kebugaran dan olah raga. (3)
Medikamentosa
1. Pengobatan awal
• Oksigenasi dengan kanul nasal
• Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulasi), setiap 20 menit dalam satu jam)
• kortikosteroid sistemik:
• serangan asma berat
• tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator dalam
kortikosteroid oral
2. Penilaian Ulang setelah 1 jam
a. Pem. fisik
b. saturasi O2 dan pemeriksaan lain atas indikasi
3. Menurut respon
a. Respon baik
Respon baik dan stabil dalam 60 menit
Pem. fisis normal
APE > 70% prediksi/ nilai terbaik
Saturasi O2 > 90% (95% pada anak)
Pulang
1. Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2
2. Membutuhkan kortikosteroid oral
b. Respon tidak sempurna
Risiko tinggi distres
8
Pem. fisis: gejala ringan - sedang
APE > 50% tetapi < 70%
Saturasi O2 tidak perbaikan
Dirawat di RS
• Inhalasi agonis beta-2 ± anti-koligernik
• Kortikosteroid sistemik
• Aminofilin drip
b. Respon buruk dalam 1 jam
Risiko tinggi distres
Pem. fisis: berat, gelisah dan kesadaran menurun
APE < 30%
PaC O2 > 45 mmHg
PaO2 < 60 mmHg
Dirawat di ICU
Non medikamentosa
1. Menghindari faktor pencetus
2. Menggunakan alat pelindung diri saat bekerja seperti masker
3. Berolahraga secara teratur untuk agar fungsi paru optimal
4. Memeriksakan diri secara teratur (3)
Komplikasi
1. Emfisema
2. pneumothoraks
3. atelektasis
4. Gagal nafas
5. Fraktur iga
Prognosis :
1. Ad Vitam : bonam9
2. Ad fungsionam : Dubia ad Bonam
3. Ad Sanationam : Dubia ad Malam
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi makroskopis
Nasal nasofaring orofaring laryngofaring trachea bronchus
primarius/bronchus principalis pulmo ( bronchus lobaris dekstra dan sinistra) bronchus
segmentalis dekstra dan sinistra bronchioli bronchiolus bronchus respiratorius
ductus alveolus saccus alveoli alveoli ( terjadi pertukaran gas-gas di dalam alveoli )
Trachea adalah tuba lentur dengan panjang 12 cm, lebar 2.5 cm, dimulai dari bawah
cartilago cricoidea sampai angulus sterni, terletak di dalam oesophagus, dihubungkan satu
sama lain oleh ligamentum anulare. Pada bifucartio trachea terjadi percabangan bronchus
principalis menjadi bronchus principalis dekstra dan bronchus principalis sinistra setinggi
corpus vertebra Th IV-V atau setinggi processus spinosus V Th. IV
Bronchus principalis dekstra lebih besar, lebih pendek, dan lebih tegak dari bronchus
sinistra, hal ini menyebabkan bronchus principalis dekstra mudah terkena infeksi (paru kanan.
Berikut percabangan dari bronchus principalis dekstra dan sinistra :
Bronchus principalis dekstra
o Bronchus lobaris superior
o Bronchus lobaris media
o Bronchus lobaris inferior
Masing-masing lobus akan bercabang lagi menjadi bronchus segmentalis dengan
cabang-cabang :
o Bronchus segmentalis superior
Apical
Posterior
Anterior
o Bronchus segmentalis media
Media
10
Lateral
o Bronchus segmentalis inferior
Superior
Anterobasal
Media basal
Lateral basal
Posterior basal
Bronchus principalis sinistra
o Bronchus lobaris superior
o Bronchus lobaris inferior
Masing-masing lobus akan bercabang lagi menjadi bronchus segmentalis dengan
cabang-cabang:
o Bronchus segmentalis superior
Apical-posterior (Apico posterior)
Anterior
Superior
Inferior
o Bronchus segmentalis inferior
Superior
Anterobasal
Media basal
Lateral basal
Posterior basal (1)
Anatomi mikroskopis dari saluran napas
Trakea
Tersusun atas dari epitel selapis bertingkat toraks dan sel goblet
Terdiri dari pars kartilaginea yang mengandung tulang rawan dan pars membranacea
yang tidak mengandung tulang rawan, mukosanya tampak membentuk lipatan-lipatan
Mengandung otot polos, serat elastin dan retikulin
11
Bronkus
Bronkus primarius susunannya mirip dengan trakea
Bronkus lobaris
o Berbentuk sferis
o Tulang rawan berbentuk pulau-pular irregular
o Susunan otot seperti spiral
o Mukosa membentuk lipatan memanjang
Tersusun atas epitel bertingkat dengan silia dan sel goblet
Membrana basalisnya jelas
Lamina propianya terdiri dari jaringan ikat jarang, serat elastin dan otot
polos spiral
Permukaan bronchus terdapat sel Kulchitsky (sel K) sel kecil dengan granula
sekretoris padat terdapat tersebar sepanjang epitel trakea dan bronkus. Diduga sel ini
melepaskan zat-zat serotonin, kalsitonin, bombesin ( peptide pelepas gastrin),
somatostatin, leukoenphalin. Zat-zat tersebut akan bereaksi jika terjadi proses
inflamasi pada bronchus
Bronkiolus
Epitelnya selapis torak , silia dan dengan atau tanpa sel goblet
Lamina propianya tipis, tidak terdapat kelenjar, otot polos relatif banyak daripada
jaringan ikat
Bronkiolus terminalis
Epitelnya selapis kubis, silia dan dengan atau tanpa sel goblet
Terdapat sel clara yang menghasilkan surfaktan yaitu zat yang dapat mengembang
kempiskan alveoli
Lamina propiany sangat tipis, tanpa atau dengan otot polos, tidak terdapat kelenjar
12
Lapisan luarnya terdiri dari serat kolagen, serat elastin, pembuluh darah, limfe dan
saraf
Bronkiolus respiratorius
Epitelnya selapis kubis, dengan atau tanpa silia dan sel goblet
Diantara sel kubis terdapat sel Clara
Lamina propiaya terdiri dari serat kolagen, serat elastin dan otot polos terputus-putus
Duktus alveolaris
Dindingnya tipis, sebagian besar terdiri dari alveoli
Dikelilingi sakus alveolaris
Pada mulut alveolus terdapat :
o Epitel selapis gepeng
o Jaringan ikat fibro elastis
o Otot polos (-/+) sebagai titik-titik kecil
Otot-otot yang berperan dalam pernapasan
Otot-otot yang berperan dalam pernapasan (inspirasi dan expirasi ) biasa:
o Diafragma
o M.Interkostalis externus
Otot-otot yang berperan dalam inspirasi paksa:
o Mm.Scalenus anterior dan medial
o M.Pectoralis mayor dan minor
o M.Sternocleidomastoideus
o Mm.Erector spinalis
o M.Sternothyoid
o M.Sternohyoid
Otot-otot yang berperan dalam ekspirasi paksa:
o M.Intercostalis internus untuk depresi iga
o M.Obliquus abdominis eksternus dan internus
o M.Transvesus abdominis
13
o M. Rectus Abdominis
Fisiologi dari pernapasan
Proses bernapas terdiri dari :
Ventilasi pertukaran gas antara atmosfir dan alveoli
Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah
Sirkulasi transport O2 dan CO2 antara paru dan jaringan
Pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan jaringan
Terjadinya proses ventilasi:
Inspirasi
Kontraksi diafragma dan otot-otot pernapasan sehingga rongga dada membesar
tekanan rongga toraks lebih rendah dari tekanan udara luar udara luar masuk
kedalam rongga toraks
Ekspirasi
Relaksasi diafragma dan otot-otot pernapasan diafragma terangkat ke atas
tekanan rongga toraks lebih besar darai tekanan udara luar udara dalam rongga
toraks ke luar
Pengaturan pusat pernapasan
Pons
o Pusat apneustik pons bagian bawah : pengaruh tonik pada pusat pernapasan,
yang bisa sebabkan apneustik/ henti napas pada fase inspirasi
o Pusat pneumotaksis pons bagian atas: menghambat pusat apneustik bersama
dengan nervus X
o Kedua-duanya berfungsi untuk mengatur irama pernapasan agar halus dan
teratur
14
Medulla oblongata
o Kelompok dorsal mengirimkan impuls spontan dan berirama 12-15 x/menit,
impuls dikirim melalui N.Phrenicus dan N.Interkostalis mengatur respirasi
biasa
o Kelompok ventral/VRG jika kebutuhan ventil meningkat VRG akan
mengaktifkan N.I dan N.E menghantarkan impuls melalui N.IX dan N.X ke
otot inspirasi dan ekspirasi tambahan mengatur respirasi paksa(1)
Pengendalian pusat pernapasan
Ragsang kimiawi/kemoreseptor
o Kemoreseptor perifer yang berperan glomus aortikus dan glomus karotikus
Saat PCO2 menurun merangsang kemoreseptor di glomus terjadi
potensial aksi menyalurkan impuls ke N.vagus/N.X dilanjutkan
ke N. Glosofaringeus/N.IX Medula oblongata upaya medulla
oblongata untuk menurunkan CO2 dengan mengirimkan instruksi ke
otot-otot pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi supaya CO2 banyak
yang keluar dan O2 masuk
o Kemoreseptor Sentral ( MO)
Bila PCO2 meningkat Ph dalam darah akan menurun medulla
oblongata bagian ventral akan terangsang menyalurkan impuls agar
ventilasi meningkat CO2 banyak yang keluar PCO2 kembali
normal
Rangsang bukan kimia
Kelainan-kelainan yang dapat terjadi pada proses pernapasan
Gangguan ventilasi
o Restriksi gangguan pengembangan paru
Paru
Fibrosis
Atelektasis
Tumor paru
15
Pneumonia
Pleura
Efusi pleura
Pneumotoraks
Tumor pleura
Fibrosis pleura
Mediastinum
Tumor mediastinum
Kardiomegali
Efusi perikard
Diafragma
Hernia diafragmatika
Lumpuh diafragma N. phrenikus terjepit
Asites cairan dalam rongga perut
Otot dan saraf
Miastenia gravis
Dystrophy
o Obstruksi perlambatan aliran udara ekspirasi
Asthma bronchial
Penyakit paru obstuktif kronik
Tumor di saluran napas
Benda asing
Tumor diluar saluran napas yang menekan saluran napas
Gangguan difusi
o Dinding alveoli
Fibrosis
Pneumonia
Atelektasis
Edema paru
o Ruang interstitial
Edema paru
o Plasma
Hemodilusi pengenceran darah16
Hemokonsentrasi terjadi pengentalan darah
o Dinding eritrosit
Sikle cell anemia(1)
Asma Bronkial
Definisi
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana
trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas
dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The
American Thoracic Society).
Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah
diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis
(hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan
hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
17
Gambar 1 : tipe asma
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih
berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar
dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
18
2. Faktor presipitasi
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)
Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan
jam tangan)
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti
musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah
angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.
Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
19
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-
benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat
(yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Gambar 2. mekanisme asma
20
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat.
Gambar 3. Penyempitan saluran nafas
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Klasifikasi
Derajat Gejala Gejala malam Faal paru
Intermiten Gejala kurang dari 1x/minggu
Asimtomatik
Kurang dari 2 kali dalam sebulan
APE > 80%
Mild persistan -Gejala lebih dari 1x/minggu tapi Lebih dari 2 kali dalam APE
21
kurang dari 1x/hari
-Serangan dapat menganggu Aktivitas dan tidur
sebulan >80%
Moderate persistan
-Setiap hari,
-serangan 2 kali/seminggu, bisa berahari-hari.
-menggunakan obat setiap hari
-Aktivitas & tidur terganggu
Lebih 1 kali dalam seminggu
APE 60-80%
Severe persistan
- gejala Kontinyu
-Aktivitas terbatas
-sering serangan
Sering APE <60%
Gejala Klinis
Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas
pada saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan terapi.
Penyakit ini brsifat episodik dengan eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode tanpa gejala.
Keluhan utama penderita asma adalah sesak napas mendadak disertai inspirasi yang
lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing),
batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma
keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak,
dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi berat. Hal ini sering terjadi
terutama pada penderita dengan rhinitis alergika atau radang saluran napas bagian atas.
Sedangkan pada sebagian besar penderita keluhan utama ialah sukar bernapas disertai rasa
tidak enak di daerah retrosternal.
Pemeriksaan penunjang
1. Evaluasi laboratorium
Eosinofilia pada darah dan sputum terjadi pada asma. Eosinofilia darah > 250-400
sel/mm³. sputum penderita asma sangat kental, elastic, dan keputih-putihan.
2. Skin prick test
22
Skin prick test digunakan untuk mengidentifikasi factor ekstrinsik. Timbulnya
urtikaria di sekitar tempat tusukan menunjukkan sensitivitas alergen. Pajanan terhadap
alergen yang teridentifikasi harus segera diminimalkan.
3. Tes faal paru
Bemanfaat dalm mengevaluasi anak yang diduga menderita asma. Pada mereka yang
diketahui menderita asma, tes faal paru beruna dalam menilai tingkat penyumbatan
jalan nafas, dan gangguan pertukaran gas. Penilaian fungsi paru pada asma paling
bermanfaat bila dibuat sebelum dan sesudah diberikan aerosol bronkodilator.
Kenaikan PFR atau FEV1, sekurang-kurangnya 10% sesudah terapi aerosol, sangat
memberi kesan asma.
Kriteria obstruksi terpenuhi bila ratio FEV1/FVC < 70%. Obstruksi sedang : FEV1
40-60%, dan berat : FEV1 < 40%
.
4. Rontgen thoraks
Rontgen digunakan untuk mengesampingkan kemungkinan diagnosis lainnya ataupun
komplikasi, seperti atelektasis atau pneumonia.
Pada asma akan didapatkan gambaran paru yang lebih lucent akibat gangguan
ekspirasi sehingga banyak udara tertinggal di paru. Selain itu, bertambahnya volume
udara di paru juga menyebabkan diafragma terdorong ke bawah, sehingga jantung
terlihat seperti menggantung (tear drops).
5. Penentuan gas dan pH darah arterial
Penting dalam evaluasi penderita asma selama masa eksaserbasi yang memerluka
perawatan di rumah sakit. Selama masa perbaikan (remisi), tekanan parsial O2 (PO2),
tekanan parsial karbondioksida (PCO2), dan pH
mungkin normal.
Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat
atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim
diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya
singkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai dua jam.
23
Gambaran klinis status asmatikus
Penderita tampak sakit berat dan sianosis.
Sesak nafas, bicara terputus-putus.
Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah jatuh
dalam dehidrasi berat.
Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun
dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam
koma.
Penatalaksanaan
1. Tujuan pengobatan asma
a. Menghilangkan & mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan & mempertahankan faal paru optimal
d. Mengupayakan aktivitas normal (exercise)
e. Menghindari ESO
f. Mencegah airflow limitation irreversible
g. Mencegah kematian
2. Pengobatan berdasarkan saat serangan :
a. Reliever/Pelega:
Gol. Adrenergik:
Adrenalin/epinephrine dengan perbandingan 1 : 1000 diberikan 0,3 cc/sc
24
Ephedrine diberikan secara oral
Short Acting beta 2-agonis (SABA)
Salbutamol (Ventolin), yang dapat diberikan secara oral, injeksi, inhalasi
Terbutaline (Bricasma), yang dapat diberikan secara oral, injeksi, inhalasi
Fenoterol (Berotec) , yang dapat diberikan secara inhalasi
Procaterol (Meptin) , yang dapat diberikan secara oral, inhalasi
Orciprenaline (Alupent) , yang dapat diberikan secara oral, inhalasi
Gol. Methylxantine:
Aminophylline, yang dapat diberikan secara oral, injeksi
Theophylline, yang dapat diberikan secara oral
Gol. Antikolinergik:
Atropin, yang dapat diberikan secara injeksi
Ipratropium bromide, yang dapat diberikan secara inhalasi
Gol. Steroid:
Methylprednisolone, yang dapat diberikan secara oral, injeksi
Dexamethasone, yang dapat diberikan secara oral, injeksi
Beclomethasone (Beclomet) , yang dapat diberikan secara inhalasi
Budesonide (Pulmicort) , yang dapat diberikan secara inhalasi
Fluticasone (Flixotide) , yang dapat diberikan secara inhalasi
25
b. Controller/Pengontrol:
Gol. Adrenergik
Long-acting beta 2-agonis (LABA) Salmeterol & Formoterol secara inhalasi
Gol. Methylxantine: Theophylline Slow Release
Gol. Steroid, yang dapat diberikan secara inhalasi, oral, da injeksi
Leukotriene Modifiers: Zafirlukast
Cromolyne sodium, yang dapat diberikan secara inhalasi
Kombinasi LABA & Steroid, yang dapat diberikan secara inhalasi
3. Terapi serangan asma akut
Berat ringannya serangan
Terapi lokasi
Ringan Terbaik : Agonis beta 2 inhalasi diulang setia 1 jam
Alternatif : agonis beta 2 oral 3 X 2 mg
Di rumah
Sedang Terbaik : oksigen 2-4 liter/menit dan agonis beta 2 inhalasi
Alternatif :agonis beta 2 IM/adrenalin subkutan. Aminofilin 5-6mg/kgbb
- puskesmas
- klinik rawat jalan
- IGD
-praktek dokter umum
-rawat inap jika tidak ada respons dalam 4 jam.
Berat Terbaik :
-Oksigen 2-4 liter/menit
-agonis beta 2 nebulasi diulang s/d 3 kali dalam 1 jam pertama
-aminofilin IV dan infuse
-steroid IV diulang tiap 8 jam
- IGD
- Rawat inap apabila dalam 3 jam belum ada perbaikan
-pertimbangkan masuk ICU jika keadaan memburuk progresif.
26
Mengancam jiwa
Terbaik
-lanjutkan terapi sebelumnya
-pertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik
ICU
4. Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk
a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara
umum dan pola penyakit asma sendiri)
b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan
asma sendiri/asma mandiri)
c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan
mengontrol asma
5. Pencegahan
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma
Komplikasi
1. Pneumotoraks
2. Pneumodiastinum dan emfisema subcutis
3. Atelektasis
4. Gagal nafas
27
BAB V
KESIMPULAN
Asma adalah inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan peranan banyak sel dan
elemen seluler.Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsivitas jalan napas
yang menimbulkan gejala episodik berulang : mengi, sesak napas; dada terasa berat, dan
batuk –batuk khususnya pada malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan
atau tanpa pengobatan.
Secara etiologis, asma adalah penyakit yang heterogen, dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti genetik (atopik, hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin, dan ras) dan faktor-
faktor lingkungan (infeksi virus, pajanan dari pekerjaan, rokok, alergen, dan lain-lain).
Kontrol pemeriksaan diri harus secara teratur dilakukan agar asma tidak menjadi berat
dan pengobatan yang paling baik adalah menghindari faktor pencetusnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Mariono S. 1999. Diagnosis dan Klasifikasi Asma Konsep Terbaru. In:
SimposiumSehari yang Benar Tentang Asma. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Pulmonologi FKUI, pp: 16-20.
2. Sundaru H. 2006. Asma Bronkial. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.pp:245.
3. Rohman, A.2008. Asma Bronkiale.Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit dalam FK Trisakti.
4. Baratawidjaja KG. 2004.imunologi dasar. Ed 6. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
5. Riyanto,BS. Hisyam,B.2009. Buku Ajar Ilmu penyakit dalam .Obstruksi Saluran
Pernapasan Akut. Jakarta:Interna Publishing.pp:2221-2229
6. Yayasan Spiritia. Penialaian Hasil Lab available at http://spiritia.or.id/li/bacali.php?
lino=120 acessed 8 January 2011
7. Mayo Clinic. Atshma. Available at
http://www.mayoclinic.com/health/asthma/DS00021 aceesed 8 January 2011
29