Upload
dinamailana
View
73
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
RESEPTOR INTRASELULER (NUCLEAR RECEPTOR)
A. Pendahuluan
Reseptor intraseluler atau nuclear receptor (NR) adalah adalah kelas reseptor
yang diaktifkan ligan faktor transkripsi yang akan menghasilkan up atau down
regulasi ekspresi gen. Ligan yang yang berikatan dengan reseptor intraseluler
biasanya berbobot molekul rendah <1000 dalton, bersifat lipofilik sehingga dapat
menembus membran dengan mudah. Contoh ligan yang beraksi pada reseptor
intraseluler adalah hormon endogen, vitamin A dan D, beberapa golongan obat
(umumnya golongan steroid) serta xenobiotik pengganggu endokrin. Hasil ikatan
antara ligan dan reseptor intraseluler ini akan menghasilkan sejumlah besar ekspresi
gen yang akhirnya akan menghasilkan efek pada organisme tersebut.
Reseptor intraseluler dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan
ligan yang berikatan dengannya. Pembagiaan reseptor tersebut dapat dilihat pada tabel
1.
Tabel 1. Macam-macam reseptor intraseluler bersama ligannya masing-masing
Jenis Kelompok Ligan
Contoh Ligan Nama Reseptornya
Hormon hormon tiroid thyroid hormone receptor (TR) estrogen estrogen receptor (ER) androgen androgen receptor (AR) glukokortikoid glucocorticoid receptor (GR)Vitamin vitamin D vitamin D receptor (VDR) Trans-retinoic
acidretinoic acid receptor
9-cis-retinoic acid
retinoic X receptor (RXR)
Produk antara bile acids bile acids receptor (BAR)dan produk metabolisme
asam lemak peroxisome proliferators activated receptors (PPAR)
oxysterols liver X receptor (LXR)Xenobiotics pregnan X receptor (PXR) constitutive androstane receptor
(CAR)
reseptor intra seluler
1
Beberapa reseptor intarseluler, misalnya FXR, LXR dan PPAR akan berikatan dengan
zat antara metabolisme misalnya asam lemak, asam empedu dan sterol. Dalam hal ini
reseptor berperan sebagai metabolik sensor yang akan mengatur metabolisme tubuh.
Sedangkan beberapa reseptor lain, yaitu CAR dan PXR berperan sebagai xenobiotik
sensor yang akan menghasilkan up regulasi dari sitokrom P450 yang akan
memetabolisme xenobiotik tersebut. Reseptor lain misalnya constitutive androstan
receptor akan menjadi aktif bila tidak berikatan dengan ligan. Dan ada pula reseptor
intra seluler yang ikatanya dengan ligan lemah atau dapat dikatakan tidak berikatan
yaitu golongan short heterodimer partner (SHD dan NR0B2).
Reseptor intraseluler ini mempunyai beberapa region antara lain :
a. N terminal regulatory domain
b. DNA binding domain (DBD)
c. Hinge domain
d. Ligand binding domain (LBD)
e. C terminal domain
Reseptor intraseluler berdasarkan homologi sekuenya dapat dibedakan
menjadi beberapa subfamily sebagai berikut:
a. NR subfamily 1 : thyroid hormone receptor–like (termasuk didalamnya PPAR)
b. NR subfamily 2 : retinoid x receptor–like
c. NR subfamily 3 : estrogen receptor–like
d. NR subfamily 4 : nerve growth factor receptor–like
e. NR subfamily 5 : germ cell nuclear factor–like
Sedangkan menurut transduksi sinyalnya dapat dibedakan menjadi dua tipe
yaitu NR tipe I dan NR tipe II. NR tipe I (termasuk didalamnya NR subfamily 3)
adalah reseptor yang bila berikatan dengan ligan akan menyebabkan disosiasi dari
heat shock protein, lalu menyebabkan reseptor mengalami homodimerisasi,
translokasi dari sitosol menuju nukleus, dan berikatan dengan sekuen spesifik dari
DNA yang disebut hormone response elemen (HRE). Kompleks yang terbentuk
antara reseptor dengan HRE akan merekrut beberapa protein lain dan memulai
transkripsi dari gen tersebut menjadi mRNA yang akhirnya ditranslasikan menjadi
reseptor intra seluler
2
protein yang akan mengubah fungsi sel tertentu. Sedangkan reseptor NR tipe II
(termasuk didalamnya NR subfamily 1) dalam jalur transduksi sinyalnya akan diikat
dalam nukleus sebagai heterodimer (biasanya dengan RXR) lalu akan berikatan
dengan DNA.
Nuclear receptor yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Peroxisome
proliferator-activated receptor (PPAR), mekanisme aktivitasnya serta obat yang
bekerja padanya. Untuk obat yang bekerja pada reseptor PPAR di sini yang dibahas
adalah Avandaryl.
B. Peroxisome Proliferator–Activated Receptor (PPAR)
Peroxisome Proliferator–Activated Receptor (PPAR) adalah grup dari
reseptor intraseluler isoform (juga berfungsi sebagai faktor transkripsi) yang
menginduksi proliferasi dari peroksisom. Reseptor ini dihubungkan dengan proses
metabolisme seluler, misalnya karbohidrat, lipid dan protein dan juga dihubungkan
dengan diferensiasi sel.
Beberapa tipe dari PPAR dan distribusinya antara lain :
PPAR α terdapat pada hati, ginjal, jantung, otot dan jaringan adipose.
PPAR γ1 terdapat pada jantung, otot, colon, ginjal, pankreas dan limpa.
PPAR γ2 terdapat pada adipose (dengan 30 asam amino lebih panjang)
PPAR γ3 terdapat pada makrofag, usus besar dan adipose.
PPAR δ terdapat pada otak, adipose dan kulit.
Peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR) merupakan salah satu
reseptor intraseluler yang memiliki berbagai efek yang berkaitan dengan metabolisme
protein, lemak dan karbohidrat. PPAR adalah suatu ligand-activated transcription
factor yang merupakan target utama agen terapi dalam penyakit metabolik. PPAR
memiliki tiga bentuk isoform yaitu PPARα, PPARδ, dan PPARγ. Tiga bentuk isoform
utama ini tersusun atas gen yang berbeda, yaitu:
reseptor intra seluler
3
PPARα – kromosom 22q12-13.1 (OMIM 170998).
PPARγ - kromosom 3p25 (OMIM 601487).
PPARδ - kromosom 6p21.2-21.1 (OMIM 600409).
Seluruh PPAR berada dalam bentuk dimer dengan retinoid X reseptor (RXR)
dan berikatan dengan daerah spesifik DNA, yaitu pada gen target. Sekuen DNA target
ini disebut dengan PPRE (peroxisome proliferator response element). RXR sendiri
juga membentuk heterodimer dengan beberapa reseptor lainnya seperti reseptor
vitamin D dan reseptor hormon tiroid.
Sekuen DNA konsensus dari PPRE adalah AGGTCAXAGGTCA dengan X
sebagai nukleotida acak. Secara umum, sekuen ini terdapat pada region promotor dari
suatu gen, dan saat PPAR berikatan dengan ligannya, transkripsi dari gen target
meningkat atau menurun bergantung kepada gen yang teraktivasi. Fungsi dari reseptor
ini dimodifikasi oleh permukaan pasti ligan binding domain (LBD) dari reseptor,
adanya coactivator atau corepressor. Beberapa ligan endogen dari PPAR adalah asam
lemak bebas, eikosanoid, prostaglandin PGJ2 dan leukotrien B4(mengaktifkan
PPARα).
PPAR memiliki suatu struktur dasar dari beberapa domain fungsional. Bagian
yang utamanya adalah DBD (DNA binding domain) dan LBD (ligan binding
domain). DBD terdiri dari dua pola zinc finger yang berikatan dengan region regulator
pada DNA saat reseptor teraktifasi. Sedangkan LBD memiliki struktur sekunder
besar, yang terdiri dari beberapa alfa helix dan sebuah beta sheet. Ligan alami dan
sintetik yang berikatan dengan LBD akan mengaktifasi reseptor.
PPARα dan PPARγ adalah target dari beberapa obat yang masih terus diteliti
untuk memperoleh bentuk modulasi farmakologi yang lain. PPARα adalah target
utama dari obat golongan fibrat yang digunakan dalam penyakit kolesterol yang
timbul akibat tingginya kadar trigliserida. Sedangkan PPARγ adalah target obat
golongan thiazolidinediones (TZDs), yang digunakan dalam terapi diabetes melitus
tipe 2, dan juga dapat diaktifasi secara ringan oleh beberapa NSAID (Non-Steroid
Antiinflamation Drugs) seperti ibuprofen dan indol.
reseptor intra seluler
4
Jalur Signaling PPAR
Gambar 1. Jalur signalling PPARγ
Gambar 2. Struktur dari PPAR gamma
reseptor intra seluler
5
Gambar 3. Jalur signaling PPARα dan PPARγ
reseptor intra seluler
6
C. Avandaryl
FDA menyetujui Avandaryl yang dibuat oleh SB Pharmco Puerto Rico, Inc,
GlaxoSmithKline company untuk digunakan sebagai suplemen tambahan dan
meningkatkan kontrol glikemik pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2 yang siap
untuk menerima rosiglitazone dan obat golongan sulfonilurea secara bersamaan. FDA
menyetujui obat ini tepatnya pada 23 November 2005.
Obat ini memiliki target aksi pada reseptor intraseluler, yaitu pada PPAR.
Avandaryl mengandung dua zat aktif dalam tiap sediaannya, yaitu rosiglitazone
maleate dan glimepiride. Kedua zat aktif ini merupakan obat yang biasa digunakan
sebagai antidiabetes oral untuk mengatasi diabetes tipe 2. Gambar struktur dari
rosiglitazone maleate dan glimepiride dapat dilihat pada gambar 4 dan gambar 5.
Dosis Pemberian dan Kontra Indikasi
Avandaryl diberikan secara per oral sebagai tablet dengan dosis yang
ditetapkan yaitu 4 mg rosiglitazone dengan dosis variabel dari glimepiride yaitu 1,2
atau 4 mg dalam single tablet; 4 mg rosiglitazone dengan 1 mg glimepiride (4 mg/1
mg), 4 mg rosiglitazone dengan 2 mg glimepiride (4 mg/2 mg) dan 4 mg rosiglitazone
dengan 4 mg glimepiride (4 mg/4 mg). Setiap tablet terdiri dari bahan pendukung
Hypromellose 2910, lactose monohydrate, macrogol (polyethylene glycol),
magnesium stearate, microcrystalline cellulose, sodium starch glycolate, titanium
dioxide, dan satu atau lebih yang termasuk: yellow, red, or black iron oxides.
Ketika sedang menggunakan obat ini sebaiknya hindari konsumsi alkohol.
Karena alkohol dapat menurunkan kadar gula dalam darah. Avandaryl ini berbahaya
bila diberikan pada ibu hamil dan sedang menyusui.
Avandaryl diberikan pada pasien yang tidak memiliki :
1. penyakit jantung atau gagal jantung kongestif
2. riwayat stroke dan serangan jantung
3. penyakit lever
4. kerusakan kelenjar adrenal dan ginjal
5. masalah mata karena diabetes
reseptor intra seluler
7
Farmakokinetik
Studi bioekuivalensi dari Avandaryl 4 mg/4mg, Area Under
Curve (AUC) dan konsentrasi maksimum (Cmax) dari rosiglitazone
dengan dosis tunggal dari kombinasi tablet dimana bioekuivalen
dari rosiglitazone 4 mg diberikan secara bersamaan dengan
glimepiride 4 mg dibawah kondisi puasa. AUC dari glimepiride
dengan dosis tunggal puasa 4 mg/4 mg memiliki ekuivalen dengan
glimepiride yang diberikan secara bersamaan dengan rosiglitazone,
sementara Cmax 13% dibawah ketika diberikan secara bersamaan.
Tabel 1. Parameter Farmakokinetik untuk Rosiglitazone dan Glimepiride
reseptor intra seluler
8
Faktor faktor yang mempengaruhi farmakokinetika avandaryl
1. Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin dapat berpengaruh pada rosiglitazon. Pada wanita
didapatkan bahwa rata rata clearance rosiglitazon lebih rendah kira kira 6% daripada
pria dengan berat badan yang sama. pada wanita juga terjadi respon terapi yang lebih
besar daripada pria. Hal ini berdasarkan data body mass index (BMI) dapat
diterangkan bahwa pada wanita cenderung mempunyai bobot lemak yang lebih besar
dibandingkan pria. Sedangkan PPAR yaitu target aksi rosiglitazon paling banyak
diekspresikan pada jaringan adiposa.
2. Geriatrik
reseptor intra seluler
9
Pada pasien geriatrik terjadi perbedaan farmakokinetika glimepirid. AUC
pada steady state pada pasien lansia 13% lenih rendah daripada pasien muda. Dan rata
rata weight adjustment clearance pada pasien lansia 11% lebih tinggi dari pasien
muda.
3. Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati dapat mempengaruhi farmakokinetika dari rosiglitazon.
Clearance rosiglitazon tak terikat lebih rendah pada pasien dengan gangguan fungsi
hati moderat hingga akut. Gangguan fungsi hati dapat meningkatkan Cmax sebanyak
2 tingkat dan AUC0-inf dari rosiglitazon takterikat. T1/2 eliminasi rosiglitazon 2 jam
lebih lama pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
4. Gangguan fungsi ginjal
Gangguan fungsi ginjal tidak menyebabkan perubahan pada T1/2 eliminasi
glimepirid. Sedangkan T1/2 M1 dan M2 (metabolit dari glimepirid) naik sebanding
dengan penurunan fungsi ginjal. Dan rata rata ekskresi urin total M1 dan M2
menurun. Pada data penelitian didapatkan bahwa glimepiride dapat ditoleransi dengan
baik pada pasien dengan fungsi ginjal normal maupaun pad pasien dengan gangguan
fungsi ginjal. Dan level serum glimepirid menurun sebanding dengan menurunya
fungsi ginjal sehingga level serum M1 dan M2 naik.
5. Interaksi dengan obat lain
Farmakokinetika dari komponen rosiglitazon dan glimepiride dapat
dipengaruhi oleh obat yang menghambat atau mengindiksi cytochrome P450. Suatu
inhibitor enzim CYP2C8 misalnya gemfibrozil dapat menurunkan metabolisme dari
glimepirid. Dan suatu induktor enzim CYP2C8 misalnya rifampin dapat
meningkatkan metabolisme dari glimepirid.
Metabolisme dari komponen glimeperide dapat dihambat oleh obat yang
menghambat enzim CYP2C9 misalnya fukonazol dan. Sedangkan metabolisme
glimepirid dapat diinduksi olehobat yang menginduksi CYP2C9 misalnya rifampisin.
Obat yang mempunyai ikatan dengan protein plasma yang kuat dapat menghasilkan
efek potensiasi terhadap glimepirid.
reseptor intra seluler
10
Efek Samping
Pengunaan Avandaryl harus dihentikan ketika timbul gejala-gejala
sebagai berikut :
1. reaksi alergi
2. gejala kesulitan bernapas
3. terjadi pembengkakan pada wajah, bibir, lidah, dan
tenggorokan.
Efek samping yang lebih serius dapat timbul antara lain :
1. napas pendek-pendek dan disertai dengan suara
2. penambahan berat badan yang cepat
3. sakit perut yang parah, urine berwarna gelap, muka menjadi
pucat dan berwarna kekuningan, sakit kepala berkepanjangan
Jika timbul gejala-gejala seperti di atas, sebaiknya konsultasikan
dengan dokter tentang penggunaan avandaryl ini.
1. Rosiglitazone
Rosiglitazon maleat adalah obat antidiabetik yang termasuk kelas
thiazolidinedion yang memiliki aktivitas utama untuk meningkatkan sensitivitas
insulin. Secara kimia, rosiglitazon maleat adalah (±)-5-[[4-[2-(methyl-2-
pyridinylamino) ethoxy]phenyl] methyl]-2,4-thiazolidinedione, (Z)-2-butenedioate
(1:1) yang memiliki bobot molekul 473,52 (357,44 basa bebas). Molekulnya
mempunyai satu pusat khiral dan disebut sebagai racemat. Oleh karena itu, kecepatan
interkonversi dari enantiomer tidak dapat dibedakan.
Adapun sifat-sifat fisika kimia dari rosiglitazon maleat :
reseptor intra seluler
11
1. memiliki rumus molekul C18H19N3O3S•C4H4O4.
2. jarak lebur 122° - 123°C
3. nilai pKa 6,8 dan 6,1
4. larut dalam etanol dan terbuffer pada aqueous solution dengan pH 2,3
5. kelarutan meningkat dengan naiknya pH pada range fisiologis
rumus molekul :
Gambar 4. Rosiglitazone maleate
Rosiglitazone (ROS-e-glit-a-zone) merupakan obat yang biasa digunakan
untuk terapi diabetes melitus tipe 2. Bentuk obat yang biasa digunakan adalah ester
dari rosiglitazone, yaitu rosiglitazone maleat. Rosiglitazone Maleate digunakan pada
diabetes tipe 2 untuk mengurangi dan mempertahankan kadar gula darah.
Rosiglitazone Maleate mengurangi jumlah gula yang diproduksi oleh tubuh, dan
mengoptimasi bagaimana insulin yang ada menangani kandungan gula dalam darah.
Rosiglitazon dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan obat diabetes tipe yang
lain, seperti metformin, insulin, sulfonilurea. Peningkatan toleransi terhadap glukosa
pada treatment menggunakan rosiglitazone berhubungan dengan penurunan dari im
triasilgliserol (IMTG), diasilgliserol, dan ceramid.
Resistansi terhadap insulin dalam jaringan otot skeletal adalah karakteristik
dari obesitas dan diabetes tipe 2 dan komplikasinya. Penyebab langsung dari
resistansi insulin pada jaringan otot skeletal pada individu obesitas masih belum jelas.
Bagaimanapun juga akumulasi dari im triasilgliserol (IMTG) berhubungan dengan
resistensi insulin pada tubuh dan jaringan otot skeletal. IMTG diperkirakan beraksi
sebagai marker terhadap kehadiran intermediet lipid yang aktif termetabolisme, yang
secara langsung berhubungan dengan penurunan dalam signaling insulin dan mungkin
berperan dalam obesitas yang diinduksi oleh resistensi insulin.
reseptor intra seluler
12
Salah satu intermediet lipid adalah diasilgliserol, yang meningkatkan resistensi
insulin yang diinduksi oleh faktor genetik dan diet. Diasilgliserol menginduksi
resistensi insulin dengan cara mengaktivasi diacylglycerol-sensitive protein kinase C
(PKC) isoform, yang dihasilkan dalam fosforilasi serin dari insulin receptor substrate-
1. Ceramid, yang merupakan second messanger pada jalur signaling spingomyelin,
juga meningkatkan obesitas pada orang yang resisten insulin, dan akumulasinya
berpengaruh pada downstream signaling insulin dengan mencegah aktivasi dan
fosforilasi insulin-induced Akt.
Thiazolidinedione merupakan agen peningkat sensitivitas insulin dengan aksi
utama meningkatkan penggunaan glukosa peripheral. Salah satu contoh obat golongan
ini adalah rosiglitazone. Rosiglitazone merupakan ligan untuk peroxisome
proliferator-activated receptor- (PPAR- ). PPAR- adalah faktor transkripsi yang
penting yang mempengaruhi sejumlah gen yang berhubungan dengan homeostasis
lipid, perubahan pada metabolisme kemungkinan dimediasi oleh efek terapetik
rosiglitazone. Sebagai tambahan untuk meningkatkan sensitivitas insulin, treatment
rosiglitazone secara kronik menurunkan kadar trigliserida darah dan asam lemak
bebas dan meningkatkan pengambilan dan oksidasi asam lemak pada otot skeletal.
Rosiglitazone merupakan agonis yang selektif dan poten pada peroxisome
proliferator-activated receptors-gamma (PPARγ). Pada manusia, reseptor PPAR
dijadikan jaringan target aksi insulin, seperti jaringan adipose, otot skeletal, dan liver.
Aktivasi reseptor PPARγ meregulasi transkripsi insulin-responsive gene termasuk
kontrol terhadap produksi, pengangkutan, dan penggunaan glukosa. Sebagai
tambahan, PPARγ-responsive gene juga meregulasi metabolisme asam lemak.
Aktivitas antidiabetes rosiglitazone pernah didemonstrasikan pada hewan uji
yang memiliki diabetes tipe 2 dengan kondisi hiperglikemia dan toleransi glukosa
yang buruk dikarenakan resistensi insulin pada jaringan target. Rosiglitazone
mereduksi konsentrasi gula darah dan mengurangi hiperinsulinemia pada tikus
obesitas dan tikus diabetes. Pada hewan uji tersebut, dapat dilihat bahwa rosiglitazone
meningkatkan sensitivitas insulin pada liver, otot, dan jaringan adipose. Ekspresi dari
transporter insulin-regulated glucose GLUT-4 meningkat pada jaringan adipose.
reseptor intra seluler
13
Rosiglitazone tidak menginduksi hipoglikemia pada hewan uji dengan diabetes tipe 2
dan toleransi glukosa yang telah menurun.
Selain sebagai antidiabetes melitus tipe 2, rosiglitazone dapat digunakan
untuk melindungi jantung dari ischemia akut. Efek yang ditimbulkannya ini masih
berhubungan dengan perannya sebagai agonis PPARγ. Efek kardiovaskuler ini
didukung dengan penurunan aktivitas laktat dan LDH, di mana mereka bekerja sama
mengurangi kerusakan fungsional selama ischemia.yaitu dengan menghambat jalur
aktivasi protein kinase dan menghambat aktivitas ikatan AP-1 DNA. Konsentrasi
rosiglitazone yang lebih tinggi lebih efektif untuk melawan ischemia.
Rosiglitazone meningkatkan protein GLUT1 dan GLUT4 ke sel membran
adipose. Pengaruh aktivitas transpoter glukosa berperan dalam mempengaruhi
pengaturan ketersediaan glukosa dalam miokardial. Aksi dari rosiglitazone lebih
lanjut dikonfirmasikan dimana kemampuannya untuk melindungi dengan cara
melawan aktivasi JNK/AP-1 cascade. Jalur JNK/AP-1 bekerja sama dengan jalur
MAPK p38 sangat besar peranannya dalam fungsi jantung dan daya tahan sel.
Kemampuan rosiglitazone meningkatkan metabolisme oksidatif jantung untuk
mencegah aktivasi JNK/AP-1 cascade. Obat secara simultan meningkatkan
translokasi GLUT4 ke sel membran dan menghambat fosforilasi JNK dan aktivitas
ikatan AP-1 DNA. Sampai saat ini mekanisme aksi rosiglitazone sebagai
kardioproteksi belum sepenuhnya jelas. Secara skematik aksi dari rosiglitazone dapat
dilihat pada diagram 1.
Rosiglitazone berikatan dengan reseptor PPAR
Mengadakan kompleks dengan Retinoid X receptor
Berikatan dengan Peroxisome proliferative response elements
Menigkatkan sintesis IRS-1 dan Mempengaruhi ekspresi
reseptor intra seluler
14
dan subunit p85 gen yang meregulasi
sintesis adiponektin
peningkatan aktivitas GLUT-4 dan resistin
Sintesis resistin turun dan
Adiponektin meningkat
Aksi insulin meningkat
Diagram 1. Mekanisme aksi rosiglitazone
Efek Samping
Efek samping yang umum dialami karena rosiglitazone monoterapi adalah
infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), luka, dan sakit kepala, mata dan kulit kuning,
sakit pada bagian perut/abdomen, muntah, urin menghitam, pembekuan darah
melambat, tanda-tanda infeksi (misalkan demam, radang tenggorokan), perubahan
mood/mental, perubahan penglihatan (misalkan masalah warna atau pada waktu
malam). Dalam kombinasinya dengan sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemik,
edema dan anemia. Bila rosiglitazone dikombinasikan dengan insulin dapat
mengakibatkan edema. Edema yang dihasilkan ini akan mengakibatkan gagal jantung
kongesti atau congestive heart failure (CHF), edema paru paru dengan atau akibat
fatal dan pleural efusi. Dalam penggunaan postmarketing diketahui bahwa
rosiglitazone dapat juga menyebabkan angioedema, urtikaria, macular edema dan
penurunan ketajaman penglihatan. Efek samping dari rosiglitazone menurut frekuensi
terjadinya kasus dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. less common (sangat jarang terjadi)
reseptor intra seluler
15
Nyeri pada perut, pandangan mata kabur, nyeri dada, penurunan jumlah urin,
mulut kering, kelelahan, kulit kering, meningkatkan nafsu makan, meningkatkan rasa
haus, meningkatkan urinasi, mual, sakit pada punggung, nafas jadi pendek,
berkeringat, bengkak pada jari, tangan, kaki, masalah pernafasan, penurunan berat
badan, dan muntah.
2. rare (jarang terjadi)
Keringat dingin, koma, pusing, kulit pucat, depresi, sakit kepala, mimpi buruk,
kelelahan, lemah, urin menjadi gelap.
3. frequency not determined (frekuensi tidak ditentukan)
Mulut biru dan kuku jari menjadi biru, batuk kadang-kadang disertai sputum
berwarna pink, kulit menjadi kemerahan, mata dan kulit jadi kekuningan, dan gatal-
gatal
Kontraindikasi
a. Sangat signifikan: DM Ketoasidosis, kegagalan jantung kronis tak terbalikkan.
b. Signifikan: gagal jantung kronis, penyakit hati, edema, edema pada paru-paru,
DM tipe 1. Yang mungkin penting: diabetes retinopathy, edema retina
macular.
Interaksi obat
Aspirin atau obat mirip aspirin dengan kadar tinggi (misalkan salisilat,
NSAIDs seperti ibuprofen, fenilbutazon), antifungi golongan azole (misalkan
fluconazole, ketoconazole, miconazole), pil KB, bupropion, chloramphenicol,
clofibrate, obat-obat kortikosteroid (misalkan prednisone), dekongestan ( mis.
Pseudoefedrin), diazoksid, pil diet, epinefrin, estrogen, gemfibrozil, produk hasil alam
(misalkan fenugreek, ginseng, gymnema), insulin, isoniazid, MAO inhibitor,
(misalkan furazolidone, linezolid, moclobemide, phenelzine procarbazine, selegiline,
isocarboxazid, tranylcypromine), niasin, fenotiazin (missal prometazin), fenitoin,
probenecid, antibiotik golongan kuinolon (misalkan ciprofloxacin, levofloxacin),
rifampin, sulfonamide (misal antibiotik golongan sulfa), obat tiroid, warfarin, pil
berair (diuresis seperti hydrochlorothiazide, furosemide).
reseptor intra seluler
16
Rosiglitazone dimetabolisme oleh sitokrom p450. Inhibitor dari CYP2C8
(seperti gemfibrozil) dapat meningkatkan AUC dari rosiglitazone dan inducer
CYP2C8 (seperti rifampisin) dapat menurunkan AUC dari rosiglitazone. Oleh karena
itu, jika inhibitor atau inducer CYP2C8 diberikan atau dihentikan pemakaiannya
selama perlakuan dengan rosiglitazone, perubahan pada perlakuan pengobatan
diabetes mungkin diperlukan berdasarkan respon klinik yang ditimbulkan.
2. Gliperimide
Glimepiride merupakan obat antidiabetik per oral dari kelas sulfonil urea.
Secara kimia memiliki nama 1-[[p-[2-(3-ethyl-4-methyl-2-oxo-3-pyrroline-1-
carboxamido)ethyl]phenyl]sulfonyl]-3-(trans-4-methylcyclohexyl)urea. Adapun sifat
kimia fisika dari glimepiride:
a. memiliki kristal berwarna putih kekuningan
b. serbuk tidak berbau
c. memiliki bobot molekul 490,62
d. praktis tidak larut dalam air
Gambar 5. Struktur molekul glimepiride
Glimeperide termasuk agen sulfonilurea (SU), yang secara luas digunakan
sebagai obat hipoglikemik, yang merangsang sekresi insulin secara primer dengan
berikatan pada reseptor SU yang terletak pada sel membran plasma β pankreas. Obat
golongan thiazolidinedione seperti rosiglitazone merupakan agen lain yang efektif
meningkatkan resistensi insulin perifer melalui aktivasi reseptor PPAR-γ.
Glimeperide secara khusus menginduksi aktivitas transkripsi PPAR-γ dalam
reseptor intra seluler
17
transpoter luciferase. Glimeperide meningkatkan rekruitmen coactivator DRIP205
dan disosiasi corepressor seperti inti reseptor corepressor dan mediator tersembunyi
untuk reseptor retinoid dan hormon tiroid. Glimeperide secara langsung berikatan
PPAR-γ secara kompetitif, yang membuktikan kemampuannya sebagai ligan dari
PPAP-γ. Selain itu didalam 3T3-L1 adiposit, glimeperide merangsang aktifitas
transkripsi dari gen promoter yang mengandung PPAR respon element dan merubah
target mRNA pada PPAP–γ yang meliputi aP2, leptin dan adiponektin.. Glimeperide
menginduksi diferensiasi adipose di sel 3T3-F442A. Secara umum kerja glimepiride
adalah sebagai berikut:
1. secara spesifik menginduksi aktivitas transkripsi PPAP- γ di sel HEK 293.
2 . meningkatkan rekruitmen koaktivator DRIP205 dan disosiasi corepressor
seperti N-CoR dan SMRT.
3. secara langsung mengikat PPAP-γ secara kompetitif dengan rosiglitazone.
4. merangsang aktivitas transkripsi dari gen promotor yang mengandung PPRE
dan merubah target RNA pada PPAP-γ didalam 3T3-L1 adiposit.
5. menginduksi diferensiasi adipose dari sel 3T3-L1 adiposit.
Agen sulfonilurea digunakan sebagai hipoglikemik sebab mereka secara
efektif menurunkan glukosa darah dengan merangsang pankreas untuk mensekresi
insulin. Mekanisme utama dari glimepiride adalah menurunkan glukosa darah dengan
meningkatkan pelepasan insulin. Sebagai tambahan, efek ekstrapankreatik juga
ditimbulkan oleh sulfonilurea, seperti glimepiride. Pernyataan ini telah
didemonstrasikan melalui studi preklinis maupun uji klinis bahwa glimepiride mampu
meningkatkan sensitivitas jaringan peripheral terhadap insulin. Terapi glimepiride
meningkatkan respon insulin/C-peptida postpandrial dan keseluruhan kontrol
glikemik dengan mekanisme yang belum dapat diterangkan secara jelas. Jurnal lain
menyebutkan glimepiride memiliki afinitas dengan reseptor kanal potasium
tersensitisasi-ATP pada permukaan sel pankreas, menurunkan konduktansi potassium,
dan menyebabkan depolarisasi pada membran. Depolarisasi membran ini merangsang
influks ion Ca2+ melalui kanal kalsium tersensitisasi-voltase. Peningkatan konsentrasi
ion Ca2+ intrasel menginduksi sekresi insulin.
reseptor intra seluler
18
Efek Samping
Glimepiride dapat menyebabkan hipoglikemik yang ditandai oleh beberapa
gejala antara lain pusing, kurang bertenaga, sakit kepala dan mual. Efek glikokemik
yang dihasilkan oleh sulfonilurea dapat dipotensiasi oleh obat-obat yang terikat kuat
dengan protein, antara lain NSAID, sulfonamid, choramphenicol, coumarin,
probenecide, mono amine oksidase (MAO) inhibitor dan β–adrenergic blocking
agent. Namun beberapa obat dapat juga menyebabkan hiperglikemik jika berinteraksi
dengan glimepiride, yaitu antara lain obat golongan diuretik, kortikosteroid,
phenothiazin, tiroid, estrogen, kontrasepsi oral, phenytoin, asam nikotinat,
simpatomimetik dan isoniazid. Pada saluran gastrointestinal glimepiride dapat
menyebabkan beberapa reaksi muntah, nyeri gastrointestinal dan diare. Pada hati
dapat menyebabkan peningkatan level enzim hati dan gangguan fungsi hati antara lain
cholestasis, penyakit kuning dan hepatitis. Dalam kombinasinya dengan sulfonilurea
(termasuk glimepiride) dapat menyebabkan gagal hati. Pada kulit dapat menyebabkan
reaksi alergi dengan tanda-tanda antara lain pruritis, eritemia, urtikaria, morbilliform,
atau erupsi maculopapular, selain itu juga porphyria cutanea tarda, photosensitivitas
dan alergi vasculitis. Pada darah dapat menyebabkan leucopenia, agranulositosis,
trombositopenia, anemia hemolisis, anemia aplastik dan pancytopenia. Pada proses
metabolisme dapat menyebabkan gangguan seperti reaksi hepatik porphiria,
disulfiram–like reaction, hiponatemia dan pengeluaran anti diuretic hormone (ADH).
Beberapa efek samping lain yaitu perubahan daya akomodasi dan penglihatan kabur.
Interaksi
Glimepiride dengan golongan obat-obat tertentu cenderung untuk
menyebabkan hyperglycemia dan mungkin menyebabkan kehilangan kontrol. Obat-
obat tersebut termasuk didalamnya thiazide dan diuretik yang lain, kortikosteroid,
phenothiazine, produk-produk thyroid, estrogen, kontrasepsi oral, phenytoin, asam
nikotinat, sympathomimetics, dan isoniazid. Ketika obat-obat tersebut diberikan pada
pasien yang menerima glimepiride, pasien tersebut memiliki kecendrungan segera
kehilangan kendali. Ketika obat-obat tersebut ditarik(dihentikan pemberiannya) dari
pasien penerima glimepiride, pasien akan segera terkena hypoglycemia.
reseptor intra seluler
19
Pemberian miconazole oral dan agen hypoglycemic oral secara bersamaan
telah dilaporkan memiliki potensi untuk berinteraksi dan menyebabkan hypoglycemia
yang berat. Tidak diketahui apakah Interaksi ini juga terjadi dengan pemberian intra
vena, topikal, atau vaginal dari sediaan miconazole. Glimepiride juga memiliki
potensi untuk berinteraksi dengan obat lain yang termetabolisme oleh sitokrom P450
2C9 juga termasuk phenitoin, diclofenac, ibuprofen, naproxen, dan asam mefenamat.
D. Clinical Trial (Uji Klinik)
Avandaryl ® (Roziglitazone dan Glimepiride)
Keamanan dan efikasi dari rosiglitazone yang ditambahkan pada suatu
sulfonilurea telah diteliti pada uji klinik pada pasien yang menderita diabetes tipe II
yang tidak cukup diobati dengan obat golongan sulfonilurea saja. Tidak ada uji klinik
yang dilakukan terhadap tablet yang telah dikombinasikan dosisnya
(AVANDARYL®) sebagai suatu second-line therapy (yaitu pada pasien yang tidak
cukup diobati dengan obat golongan sulfonilurea saja atau yang telah sebelumnya
diberikan rosiglitazone saja dan membutuhkan kontrol glycemic).
reseptor intra seluler
20
Tingkat keamanan dan efikasi dari AVANDARYL® sebagai terapi
farmakologis awal untuk pasien yang menderita diabetes tipe II setelah uji
pembatasan kalori, kehilangan berat badan, dan olahraga, belum dilaksanakan.
Sejumlah 3,457 pasien yang menderita diabetes tipe II terlibat dalam studi
selama 24 – 26 minggu, yang bersifat doble-blind, placebo/active-controlled, yang
dillakukan terhadap pasien yang berusia lanjut, untuk mengetahui tingkat keamanan
dan efikasi dari rosiglitazone yang dikombinasi dengan suatu sulfonilurea.
Rosiglitazone 2 mg, 4 mg, atau 8 mg setiap hari, diberikan baik dengan dosis 1 x
sehari (3 studi) atau pada dosis yang dibagi 2 x sehari (7 studi), pada pasien yang
tidak cukup diobati dengan sulfonilurea pada dosis maksimal maupun submaksimal.
Dalam studi ini, kombinasi dari rosiglitazone 4 mg atau 8 mg setiap hari
(diberikan dalam dosis tunggal sekali sehari atau dua kali sehari dengan dosis masing-
masing separuhnya) dan suatu golongan sulfonilurea secara signifikan mengurangi
FPG dan HbA1c dibandingkan dengan plasebo ditambah sulfonilurea.
Salah satu dari studi selama 24 – 26 minggu ini termasuk pasien yang tidak
cukup hanya menggunakan glyburide (dosis maksimal) dan diganti dengan 4 mg
rosiglitazone setiap hari sebagai monoterapi, dalam kelompok ini, kehilangan kontrol
glycemic ditunjukkan, sebagai akibat meningkatnya FPG and HbA1c.
Pola perubahan kadar LDL dan HDl selama terapi dengan rosiglitazone yang
kombinasi dengan sulfonilurea secara umum mirip dengan pemberian rosiglitazone
sebagai monoterapi. Rosiglitazone sebagai monoterapi dihubungkan dengan
peningkatan kolesterol total, LDL, dan HDL, dan penurunan asam lemak. Perubahan
trigliserida selama terapi dengan rosiglitazone variatif dan pada umumnya tidak
berbeda secara statistic dengan plasebo ataupun pemberian glyburide sebagai kontrol.
reseptor intra seluler
21
E. Daftar Pustaka
Ikawati, Zullies, 2006, Pengantar Farmakologi Molekuler, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
www.avandia.com
www.drugstore.com
www.drugs.com
www.medscape.com
www.medisave.ca
www.Rxlist.com
reseptor intra seluler
22
www.us.gsk.com
www.wikipedia.org
reseptor intra seluler
23