31
RESEPTOR INTRASELULER (NUCLEAR RECEPTOR) A. Pendahuluan Reseptor intraseluler atau nuclear receptor (NR) adalah adalah kelas reseptor yang diaktifkan ligan faktor transkripsi yang akan menghasilkan up atau down regulasi ekspresi gen. Ligan yang yang berikatan dengan reseptor intraseluler biasanya berbobot molekul rendah <1000 dalton, bersifat lipofilik sehingga dapat menembus membran dengan mudah. Contoh ligan yang beraksi pada reseptor intraseluler adalah hormon endogen, vitamin A dan D, beberapa golongan obat (umumnya golongan steroid) serta xenobiotik pengganggu endokrin. Hasil ikatan antara ligan dan reseptor intraseluler ini akan menghasilkan sejumlah besar ekspresi gen yang akhirnya akan menghasilkan efek pada organisme tersebut. Reseptor intraseluler dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan ligan yang berikatan dengannya. Pembagiaan reseptor tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Macam-macam reseptor intraseluler bersama ligannya masing-masing Jenis Kelompok Ligan Contoh Ligan Nama Reseptornya Hormon hormon tiroid thyroid hormone receptor (TR) estrogen estrogen receptor (ER) reseptor intra seluler 1

Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

RESEPTOR INTRASELULER (NUCLEAR RECEPTOR)

A. Pendahuluan

Reseptor intraseluler atau nuclear receptor (NR) adalah adalah kelas reseptor

yang diaktifkan ligan faktor transkripsi yang akan menghasilkan up atau down

regulasi ekspresi gen. Ligan yang yang berikatan dengan reseptor intraseluler

biasanya berbobot molekul rendah <1000 dalton, bersifat lipofilik sehingga dapat

menembus membran dengan mudah. Contoh ligan yang beraksi pada reseptor

intraseluler adalah hormon endogen, vitamin A dan D, beberapa golongan obat

(umumnya golongan steroid) serta xenobiotik pengganggu endokrin. Hasil ikatan

antara ligan dan reseptor intraseluler ini akan menghasilkan sejumlah besar ekspresi

gen yang akhirnya akan menghasilkan efek pada organisme tersebut.

Reseptor intraseluler dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan

ligan yang berikatan dengannya. Pembagiaan reseptor tersebut dapat dilihat pada tabel

1.

Tabel 1. Macam-macam reseptor intraseluler bersama ligannya masing-masing

Jenis Kelompok Ligan

Contoh Ligan Nama Reseptornya

Hormon hormon tiroid thyroid hormone receptor (TR)  estrogen estrogen receptor (ER)  androgen androgen receptor (AR)  glukokortikoid glucocorticoid receptor (GR)Vitamin vitamin D vitamin D receptor (VDR)  Trans-retinoic

acidretinoic acid receptor

  9-cis-retinoic acid

retinoic X receptor (RXR)

Produk antara bile acids bile acids receptor (BAR)dan produk metabolisme

asam lemak peroxisome proliferators activated receptors (PPAR)

  oxysterols liver X receptor (LXR)Xenobiotics   pregnan X receptor (PXR)    constitutive androstane receptor

(CAR)

reseptor intra seluler

1

Page 2: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Beberapa reseptor intarseluler, misalnya FXR, LXR dan PPAR akan berikatan dengan

zat antara metabolisme misalnya asam lemak, asam empedu dan sterol. Dalam hal ini

reseptor berperan sebagai metabolik sensor yang akan mengatur metabolisme tubuh.

Sedangkan beberapa reseptor lain, yaitu CAR dan PXR berperan sebagai xenobiotik

sensor yang akan menghasilkan up regulasi dari sitokrom P450 yang akan

memetabolisme xenobiotik tersebut. Reseptor lain misalnya constitutive androstan

receptor akan menjadi aktif bila tidak berikatan dengan ligan. Dan ada pula reseptor

intra seluler yang ikatanya dengan ligan lemah atau dapat dikatakan tidak berikatan

yaitu golongan short heterodimer partner (SHD dan NR0B2).

Reseptor intraseluler ini mempunyai beberapa region antara lain :

a. N terminal regulatory domain

b. DNA binding domain (DBD)

c. Hinge domain

d. Ligand binding domain (LBD)

e. C terminal domain

Reseptor intraseluler berdasarkan homologi sekuenya dapat dibedakan

menjadi beberapa subfamily sebagai berikut:

a. NR subfamily 1 : thyroid hormone receptor–like (termasuk didalamnya PPAR)

b. NR subfamily 2 : retinoid x receptor–like

c. NR subfamily 3 : estrogen receptor–like

d. NR subfamily 4 : nerve growth factor receptor–like

e. NR subfamily 5 : germ cell nuclear factor–like

Sedangkan menurut transduksi sinyalnya dapat dibedakan menjadi dua tipe

yaitu NR tipe I dan NR tipe II. NR tipe I (termasuk didalamnya NR subfamily 3)

adalah reseptor yang bila berikatan dengan ligan akan menyebabkan disosiasi dari

heat shock protein, lalu menyebabkan reseptor mengalami homodimerisasi,

translokasi dari sitosol menuju nukleus, dan berikatan dengan sekuen spesifik dari

DNA yang disebut hormone response elemen (HRE). Kompleks yang terbentuk

antara reseptor dengan HRE akan merekrut beberapa protein lain dan memulai

transkripsi dari gen tersebut menjadi mRNA yang akhirnya ditranslasikan menjadi

reseptor intra seluler

2

Page 3: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

protein yang akan mengubah fungsi sel tertentu. Sedangkan reseptor NR tipe II

(termasuk didalamnya NR subfamily 1) dalam jalur transduksi sinyalnya akan diikat

dalam nukleus sebagai heterodimer (biasanya dengan RXR) lalu akan berikatan

dengan DNA.

Nuclear receptor yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Peroxisome

proliferator-activated receptor (PPAR), mekanisme aktivitasnya serta obat yang

bekerja padanya. Untuk obat yang bekerja pada reseptor PPAR di sini yang dibahas

adalah Avandaryl.

B. Peroxisome Proliferator–Activated Receptor (PPAR)

Peroxisome Proliferator–Activated Receptor (PPAR) adalah grup dari

reseptor intraseluler isoform (juga berfungsi sebagai faktor transkripsi) yang

menginduksi proliferasi dari peroksisom. Reseptor ini dihubungkan dengan proses

metabolisme seluler, misalnya karbohidrat, lipid dan protein dan juga dihubungkan

dengan diferensiasi sel.

Beberapa tipe dari PPAR dan distribusinya antara lain :

PPAR α terdapat pada hati, ginjal, jantung, otot dan jaringan adipose.

PPAR γ1 terdapat pada jantung, otot, colon, ginjal, pankreas dan limpa.

PPAR γ2 terdapat pada adipose (dengan 30 asam amino lebih panjang)

PPAR γ3 terdapat pada makrofag, usus besar dan adipose.

PPAR δ terdapat pada otak, adipose dan kulit.

Peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR) merupakan salah satu

reseptor intraseluler yang memiliki berbagai efek yang berkaitan dengan metabolisme

protein, lemak dan karbohidrat. PPAR adalah suatu ligand-activated transcription

factor yang merupakan target utama agen terapi dalam penyakit metabolik. PPAR

memiliki tiga bentuk isoform yaitu PPARα, PPARδ, dan PPARγ. Tiga bentuk isoform

utama ini tersusun atas gen yang berbeda, yaitu:

reseptor intra seluler

3

Page 4: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

PPARα – kromosom 22q12-13.1 (OMIM 170998).

PPARγ - kromosom 3p25 (OMIM 601487).

PPARδ - kromosom 6p21.2-21.1 (OMIM 600409).

Seluruh PPAR berada dalam bentuk dimer dengan retinoid X reseptor (RXR)

dan berikatan dengan daerah spesifik DNA, yaitu pada gen target. Sekuen DNA target

ini disebut dengan PPRE (peroxisome proliferator response element). RXR sendiri

juga membentuk heterodimer dengan beberapa reseptor lainnya seperti reseptor

vitamin D dan reseptor hormon tiroid.

Sekuen DNA konsensus dari PPRE adalah AGGTCAXAGGTCA dengan X

sebagai nukleotida acak. Secara umum, sekuen ini terdapat pada region promotor dari

suatu gen, dan saat PPAR berikatan dengan ligannya, transkripsi dari gen target

meningkat atau menurun bergantung kepada gen yang teraktivasi. Fungsi dari reseptor

ini dimodifikasi oleh permukaan pasti ligan binding domain (LBD) dari reseptor,

adanya coactivator atau corepressor. Beberapa ligan endogen dari PPAR adalah asam

lemak bebas, eikosanoid, prostaglandin PGJ2 dan leukotrien B4(mengaktifkan

PPARα).

PPAR memiliki suatu struktur dasar dari beberapa domain fungsional. Bagian

yang utamanya adalah DBD (DNA binding domain) dan LBD (ligan binding

domain). DBD terdiri dari dua pola zinc finger yang berikatan dengan region regulator

pada DNA saat reseptor teraktifasi. Sedangkan LBD memiliki struktur sekunder

besar, yang terdiri dari beberapa alfa helix dan sebuah beta sheet. Ligan alami dan

sintetik yang berikatan dengan LBD akan mengaktifasi reseptor.

PPARα dan PPARγ adalah target dari beberapa obat yang masih terus diteliti

untuk memperoleh bentuk modulasi farmakologi yang lain. PPARα adalah target

utama dari obat golongan fibrat yang digunakan dalam penyakit kolesterol yang

timbul akibat tingginya kadar trigliserida. Sedangkan PPARγ adalah target obat

golongan thiazolidinediones (TZDs), yang digunakan dalam terapi diabetes melitus

tipe 2, dan juga dapat diaktifasi secara ringan oleh beberapa NSAID (Non-Steroid

Antiinflamation Drugs) seperti ibuprofen dan indol.

reseptor intra seluler

4

Page 5: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Jalur Signaling PPAR

Gambar 1. Jalur signalling PPARγ

Gambar 2. Struktur dari PPAR gamma

reseptor intra seluler

5

Page 6: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Gambar 3. Jalur signaling PPARα dan PPARγ

reseptor intra seluler

6

Page 7: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

C. Avandaryl

FDA menyetujui Avandaryl yang dibuat oleh SB Pharmco Puerto Rico, Inc,

GlaxoSmithKline company untuk digunakan sebagai suplemen tambahan dan

meningkatkan kontrol glikemik pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2 yang siap

untuk menerima rosiglitazone dan obat golongan sulfonilurea secara bersamaan. FDA

menyetujui obat ini tepatnya pada 23 November 2005.

Obat ini memiliki target aksi pada reseptor intraseluler, yaitu pada PPAR.

Avandaryl mengandung dua zat aktif dalam tiap sediaannya, yaitu rosiglitazone

maleate dan glimepiride. Kedua zat aktif ini merupakan obat yang biasa digunakan

sebagai antidiabetes oral untuk mengatasi diabetes tipe 2. Gambar struktur dari

rosiglitazone maleate dan glimepiride dapat dilihat pada gambar 4 dan gambar 5.

Dosis Pemberian dan Kontra Indikasi

Avandaryl diberikan secara per oral sebagai tablet dengan dosis yang

ditetapkan yaitu 4 mg rosiglitazone dengan dosis variabel dari glimepiride yaitu 1,2

atau 4 mg dalam single tablet; 4 mg rosiglitazone dengan 1 mg glimepiride (4 mg/1

mg), 4 mg rosiglitazone dengan 2 mg glimepiride (4 mg/2 mg) dan 4 mg rosiglitazone

dengan 4 mg glimepiride (4 mg/4 mg). Setiap tablet terdiri dari bahan pendukung

Hypromellose 2910, lactose monohydrate, macrogol (polyethylene glycol),

magnesium stearate, microcrystalline cellulose, sodium starch glycolate, titanium

dioxide, dan satu atau lebih yang termasuk: yellow, red, or black iron oxides.

Ketika sedang menggunakan obat ini sebaiknya hindari konsumsi alkohol.

Karena alkohol dapat menurunkan kadar gula dalam darah. Avandaryl ini berbahaya

bila diberikan pada ibu hamil dan sedang menyusui.

Avandaryl diberikan pada pasien yang tidak memiliki :

1. penyakit jantung atau gagal jantung kongestif

2. riwayat stroke dan serangan jantung

3. penyakit lever

4. kerusakan kelenjar adrenal dan ginjal

5. masalah mata karena diabetes

reseptor intra seluler

7

Page 8: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Farmakokinetik

Studi bioekuivalensi dari Avandaryl 4 mg/4mg, Area Under

Curve (AUC) dan konsentrasi maksimum (Cmax) dari rosiglitazone

dengan dosis tunggal dari kombinasi tablet dimana bioekuivalen

dari rosiglitazone 4 mg diberikan secara bersamaan dengan

glimepiride 4 mg dibawah kondisi puasa. AUC dari glimepiride

dengan dosis tunggal puasa 4 mg/4 mg memiliki ekuivalen dengan

glimepiride yang diberikan secara bersamaan dengan rosiglitazone,

sementara Cmax 13% dibawah ketika diberikan secara bersamaan.

Tabel 1. Parameter Farmakokinetik untuk Rosiglitazone dan Glimepiride

reseptor intra seluler

8

Page 9: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Faktor faktor yang mempengaruhi farmakokinetika avandaryl

1. Jenis kelamin

Perbedaan jenis kelamin dapat berpengaruh pada rosiglitazon. Pada wanita

didapatkan bahwa rata rata clearance rosiglitazon lebih rendah kira kira 6% daripada

pria dengan berat badan yang sama. pada wanita juga terjadi respon terapi yang lebih

besar daripada pria. Hal ini berdasarkan data body mass index (BMI) dapat

diterangkan bahwa pada wanita cenderung mempunyai bobot lemak yang lebih besar

dibandingkan pria. Sedangkan PPAR yaitu target aksi rosiglitazon paling banyak

diekspresikan pada jaringan adiposa.

2. Geriatrik

reseptor intra seluler

9

Page 10: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Pada pasien geriatrik terjadi perbedaan farmakokinetika glimepirid. AUC

pada steady state pada pasien lansia 13% lenih rendah daripada pasien muda. Dan rata

rata weight adjustment clearance pada pasien lansia 11% lebih tinggi dari pasien

muda.

3. Gangguan fungsi hati

Gangguan fungsi hati dapat mempengaruhi farmakokinetika dari rosiglitazon.

Clearance rosiglitazon tak terikat lebih rendah pada pasien dengan gangguan fungsi

hati moderat hingga akut. Gangguan fungsi hati dapat meningkatkan Cmax sebanyak

2 tingkat dan AUC0-inf dari rosiglitazon takterikat. T1/2 eliminasi rosiglitazon 2 jam

lebih lama pada pasien dengan gangguan fungsi hati.

4. Gangguan fungsi ginjal

Gangguan fungsi ginjal tidak menyebabkan perubahan pada T1/2 eliminasi

glimepirid. Sedangkan T1/2 M1 dan M2 (metabolit dari glimepirid) naik sebanding

dengan penurunan fungsi ginjal. Dan rata rata ekskresi urin total M1 dan M2

menurun. Pada data penelitian didapatkan bahwa glimepiride dapat ditoleransi dengan

baik pada pasien dengan fungsi ginjal normal maupaun pad pasien dengan gangguan

fungsi ginjal. Dan level serum glimepirid menurun sebanding dengan menurunya

fungsi ginjal sehingga level serum M1 dan M2 naik.

5. Interaksi dengan obat lain

Farmakokinetika dari komponen rosiglitazon dan glimepiride dapat

dipengaruhi oleh obat yang menghambat atau mengindiksi cytochrome P450. Suatu

inhibitor enzim CYP2C8 misalnya gemfibrozil dapat menurunkan metabolisme dari

glimepirid. Dan suatu induktor enzim CYP2C8 misalnya rifampin dapat

meningkatkan metabolisme dari glimepirid.

Metabolisme dari komponen glimeperide dapat dihambat oleh obat yang

menghambat enzim CYP2C9 misalnya fukonazol dan. Sedangkan metabolisme

glimepirid dapat diinduksi olehobat yang menginduksi CYP2C9 misalnya rifampisin.

Obat yang mempunyai ikatan dengan protein plasma yang kuat dapat menghasilkan

efek potensiasi terhadap glimepirid.

reseptor intra seluler

10

Page 11: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Efek Samping

Pengunaan Avandaryl harus dihentikan ketika timbul gejala-gejala

sebagai berikut :

1. reaksi alergi

2. gejala kesulitan bernapas

3. terjadi pembengkakan pada wajah, bibir, lidah, dan

tenggorokan.

Efek samping yang lebih serius dapat timbul antara lain :

1. napas pendek-pendek dan disertai dengan suara

2. penambahan berat badan yang cepat

3. sakit perut yang parah, urine berwarna gelap, muka menjadi

pucat dan berwarna kekuningan, sakit kepala berkepanjangan

Jika timbul gejala-gejala seperti di atas, sebaiknya konsultasikan

dengan dokter tentang penggunaan avandaryl ini.

1. Rosiglitazone

Rosiglitazon maleat adalah obat antidiabetik yang termasuk kelas

thiazolidinedion yang memiliki aktivitas utama untuk meningkatkan sensitivitas

insulin. Secara kimia, rosiglitazon maleat adalah (±)-5-[[4-[2-(methyl-2-

pyridinylamino) ethoxy]phenyl] methyl]-2,4-thiazolidinedione, (Z)-2-butenedioate

(1:1) yang memiliki bobot molekul 473,52 (357,44 basa bebas). Molekulnya

mempunyai satu pusat khiral dan disebut sebagai racemat. Oleh karena itu, kecepatan

interkonversi dari enantiomer tidak dapat dibedakan.

Adapun sifat-sifat fisika kimia dari rosiglitazon maleat :

reseptor intra seluler

11

Page 12: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

1. memiliki rumus molekul C18H19N3O3S•C4H4O4.

2. jarak lebur 122° - 123°C

3. nilai pKa 6,8 dan 6,1

4. larut dalam etanol dan terbuffer pada aqueous solution dengan pH 2,3

5. kelarutan meningkat dengan naiknya pH pada range fisiologis

rumus molekul :

Gambar 4. Rosiglitazone maleate

Rosiglitazone (ROS-e-glit-a-zone) merupakan obat yang biasa digunakan

untuk terapi diabetes melitus tipe 2. Bentuk obat yang biasa digunakan adalah ester

dari rosiglitazone, yaitu rosiglitazone maleat. Rosiglitazone Maleate digunakan pada

diabetes tipe 2 untuk mengurangi dan mempertahankan kadar gula darah.

Rosiglitazone Maleate mengurangi jumlah gula yang diproduksi oleh tubuh, dan

mengoptimasi bagaimana insulin yang ada menangani kandungan gula dalam darah.

Rosiglitazon dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan obat diabetes tipe yang

lain, seperti metformin, insulin, sulfonilurea. Peningkatan toleransi terhadap glukosa

pada treatment menggunakan rosiglitazone berhubungan dengan penurunan dari im

triasilgliserol (IMTG), diasilgliserol, dan ceramid.

Resistansi terhadap insulin dalam jaringan otot skeletal adalah karakteristik

dari obesitas dan diabetes tipe 2 dan komplikasinya. Penyebab langsung dari

resistansi insulin pada jaringan otot skeletal pada individu obesitas masih belum jelas.

Bagaimanapun juga akumulasi dari im triasilgliserol (IMTG) berhubungan dengan

resistensi insulin pada tubuh dan jaringan otot skeletal. IMTG diperkirakan beraksi

sebagai marker terhadap kehadiran intermediet lipid yang aktif termetabolisme, yang

secara langsung berhubungan dengan penurunan dalam signaling insulin dan mungkin

berperan dalam obesitas yang diinduksi oleh resistensi insulin.

reseptor intra seluler

12

Page 13: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Salah satu intermediet lipid adalah diasilgliserol, yang meningkatkan resistensi

insulin yang diinduksi oleh faktor genetik dan diet. Diasilgliserol menginduksi

resistensi insulin dengan cara mengaktivasi diacylglycerol-sensitive protein kinase C

(PKC) isoform, yang dihasilkan dalam fosforilasi serin dari insulin receptor substrate-

1. Ceramid, yang merupakan second messanger pada jalur signaling spingomyelin,

juga meningkatkan obesitas pada orang yang resisten insulin, dan akumulasinya

berpengaruh pada downstream signaling insulin dengan mencegah aktivasi dan

fosforilasi insulin-induced Akt.

Thiazolidinedione merupakan agen peningkat sensitivitas insulin dengan aksi

utama meningkatkan penggunaan glukosa peripheral. Salah satu contoh obat golongan

ini adalah rosiglitazone. Rosiglitazone merupakan ligan untuk peroxisome

proliferator-activated receptor- (PPAR- ). PPAR- adalah faktor transkripsi yang

penting yang mempengaruhi sejumlah gen yang berhubungan dengan homeostasis

lipid, perubahan pada metabolisme kemungkinan dimediasi oleh efek terapetik

rosiglitazone. Sebagai tambahan untuk meningkatkan sensitivitas insulin, treatment

rosiglitazone secara kronik menurunkan kadar trigliserida darah dan asam lemak

bebas dan meningkatkan pengambilan dan oksidasi asam lemak pada otot skeletal.

Rosiglitazone merupakan agonis yang selektif dan poten pada peroxisome

proliferator-activated receptors-gamma (PPARγ). Pada manusia, reseptor PPAR

dijadikan jaringan target aksi insulin, seperti jaringan adipose, otot skeletal, dan liver.

Aktivasi reseptor PPARγ meregulasi transkripsi insulin-responsive gene termasuk

kontrol terhadap produksi, pengangkutan, dan penggunaan glukosa. Sebagai

tambahan, PPARγ-responsive gene juga meregulasi metabolisme asam lemak.

Aktivitas antidiabetes rosiglitazone pernah didemonstrasikan pada hewan uji

yang memiliki diabetes tipe 2 dengan kondisi hiperglikemia dan toleransi glukosa

yang buruk dikarenakan resistensi insulin pada jaringan target. Rosiglitazone

mereduksi konsentrasi gula darah dan mengurangi hiperinsulinemia pada tikus

obesitas dan tikus diabetes. Pada hewan uji tersebut, dapat dilihat bahwa rosiglitazone

meningkatkan sensitivitas insulin pada liver, otot, dan jaringan adipose. Ekspresi dari

transporter insulin-regulated glucose GLUT-4 meningkat pada jaringan adipose.

reseptor intra seluler

13

Page 14: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Rosiglitazone tidak menginduksi hipoglikemia pada hewan uji dengan diabetes tipe 2

dan toleransi glukosa yang telah menurun.

Selain sebagai antidiabetes melitus tipe 2, rosiglitazone dapat digunakan

untuk melindungi jantung dari ischemia akut. Efek yang ditimbulkannya ini masih

berhubungan dengan perannya sebagai agonis PPARγ. Efek kardiovaskuler ini

didukung dengan penurunan aktivitas laktat dan LDH, di mana mereka bekerja sama

mengurangi kerusakan fungsional selama ischemia.yaitu dengan menghambat jalur

aktivasi protein kinase dan menghambat aktivitas ikatan AP-1 DNA. Konsentrasi

rosiglitazone yang lebih tinggi lebih efektif untuk melawan ischemia.

Rosiglitazone meningkatkan protein GLUT1 dan GLUT4 ke sel membran

adipose. Pengaruh aktivitas transpoter glukosa berperan dalam mempengaruhi

pengaturan ketersediaan glukosa dalam miokardial. Aksi dari rosiglitazone lebih

lanjut dikonfirmasikan dimana kemampuannya untuk melindungi dengan cara

melawan aktivasi JNK/AP-1 cascade. Jalur JNK/AP-1 bekerja sama dengan jalur

MAPK p38 sangat besar peranannya dalam fungsi jantung dan daya tahan sel.

Kemampuan rosiglitazone meningkatkan metabolisme oksidatif jantung untuk

mencegah aktivasi JNK/AP-1 cascade. Obat secara simultan meningkatkan

translokasi GLUT4 ke sel membran dan menghambat fosforilasi JNK dan aktivitas

ikatan AP-1 DNA. Sampai saat ini mekanisme aksi rosiglitazone sebagai

kardioproteksi belum sepenuhnya jelas. Secara skematik aksi dari rosiglitazone dapat

dilihat pada diagram 1.

Rosiglitazone berikatan dengan reseptor PPAR

Mengadakan kompleks dengan Retinoid X receptor

Berikatan dengan Peroxisome proliferative response elements

Menigkatkan sintesis IRS-1 dan Mempengaruhi ekspresi

reseptor intra seluler

14

Page 15: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

dan subunit p85 gen yang meregulasi

sintesis adiponektin

peningkatan aktivitas GLUT-4 dan resistin

Sintesis resistin turun dan

Adiponektin meningkat

Aksi insulin meningkat

Diagram 1. Mekanisme aksi rosiglitazone

Efek Samping

Efek samping yang umum dialami karena rosiglitazone monoterapi adalah

infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), luka, dan sakit kepala, mata dan kulit kuning,

sakit pada bagian perut/abdomen, muntah, urin menghitam, pembekuan darah

melambat, tanda-tanda infeksi (misalkan demam, radang tenggorokan), perubahan

mood/mental, perubahan penglihatan (misalkan masalah warna atau pada waktu

malam). Dalam kombinasinya dengan sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemik,

edema dan anemia. Bila rosiglitazone dikombinasikan dengan insulin dapat

mengakibatkan edema. Edema yang dihasilkan ini akan mengakibatkan gagal jantung

kongesti atau congestive heart failure (CHF), edema paru paru dengan atau akibat

fatal dan pleural efusi. Dalam penggunaan postmarketing diketahui bahwa

rosiglitazone dapat juga menyebabkan angioedema, urtikaria, macular edema dan

penurunan ketajaman penglihatan. Efek samping dari rosiglitazone menurut frekuensi

terjadinya kasus dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. less common (sangat jarang terjadi)

reseptor intra seluler

15

Page 16: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Nyeri pada perut, pandangan mata kabur, nyeri dada, penurunan jumlah urin,

mulut kering, kelelahan, kulit kering, meningkatkan nafsu makan, meningkatkan rasa

haus, meningkatkan urinasi, mual, sakit pada punggung, nafas jadi pendek,

berkeringat, bengkak pada jari, tangan, kaki, masalah pernafasan, penurunan berat

badan, dan muntah.

2. rare (jarang terjadi)

Keringat dingin, koma, pusing, kulit pucat, depresi, sakit kepala, mimpi buruk,

kelelahan, lemah, urin menjadi gelap.

3. frequency not determined (frekuensi tidak ditentukan)

Mulut biru dan kuku jari menjadi biru, batuk kadang-kadang disertai sputum

berwarna pink, kulit menjadi kemerahan, mata dan kulit jadi kekuningan, dan gatal-

gatal

Kontraindikasi

a. Sangat signifikan: DM Ketoasidosis, kegagalan jantung kronis tak terbalikkan.

b. Signifikan: gagal jantung kronis, penyakit hati, edema, edema pada paru-paru,

DM tipe 1. Yang mungkin penting: diabetes retinopathy, edema retina

macular.

Interaksi obat

Aspirin atau obat mirip aspirin dengan kadar tinggi (misalkan salisilat,

NSAIDs seperti ibuprofen, fenilbutazon), antifungi golongan azole (misalkan

fluconazole, ketoconazole, miconazole), pil KB, bupropion, chloramphenicol,

clofibrate, obat-obat kortikosteroid (misalkan prednisone), dekongestan ( mis.

Pseudoefedrin), diazoksid, pil diet, epinefrin, estrogen, gemfibrozil, produk hasil alam

(misalkan fenugreek, ginseng, gymnema), insulin, isoniazid, MAO inhibitor,

(misalkan furazolidone, linezolid, moclobemide, phenelzine procarbazine, selegiline,

isocarboxazid, tranylcypromine), niasin, fenotiazin (missal prometazin), fenitoin,

probenecid, antibiotik golongan kuinolon (misalkan ciprofloxacin, levofloxacin),

rifampin, sulfonamide (misal antibiotik golongan sulfa), obat tiroid, warfarin, pil

berair (diuresis seperti hydrochlorothiazide, furosemide).

reseptor intra seluler

16

Page 17: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Rosiglitazone dimetabolisme oleh sitokrom p450. Inhibitor dari CYP2C8

(seperti gemfibrozil) dapat meningkatkan AUC dari rosiglitazone dan inducer

CYP2C8 (seperti rifampisin) dapat menurunkan AUC dari rosiglitazone. Oleh karena

itu, jika inhibitor atau inducer CYP2C8 diberikan atau dihentikan pemakaiannya

selama perlakuan dengan rosiglitazone, perubahan pada perlakuan pengobatan

diabetes mungkin diperlukan berdasarkan respon klinik yang ditimbulkan.

2. Gliperimide

Glimepiride merupakan obat antidiabetik per oral dari kelas sulfonil urea.

Secara kimia memiliki nama 1-[[p-[2-(3-ethyl-4-methyl-2-oxo-3-pyrroline-1-

carboxamido)ethyl]phenyl]sulfonyl]-3-(trans-4-methylcyclohexyl)urea. Adapun sifat

kimia fisika dari glimepiride:

a. memiliki kristal berwarna putih kekuningan

b. serbuk tidak berbau

c. memiliki bobot molekul 490,62

d. praktis tidak larut dalam air

Gambar 5. Struktur molekul glimepiride

Glimeperide termasuk agen sulfonilurea (SU), yang secara luas digunakan

sebagai obat hipoglikemik, yang merangsang sekresi insulin secara primer dengan

berikatan pada reseptor SU yang terletak pada sel membran plasma β pankreas. Obat

golongan thiazolidinedione seperti rosiglitazone merupakan agen lain yang efektif

meningkatkan resistensi insulin perifer melalui aktivasi reseptor PPAR-γ.

Glimeperide secara khusus menginduksi aktivitas transkripsi PPAR-γ dalam

reseptor intra seluler

17

Page 18: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

transpoter luciferase. Glimeperide meningkatkan rekruitmen coactivator DRIP205

dan disosiasi corepressor seperti inti reseptor corepressor dan mediator tersembunyi

untuk reseptor retinoid dan hormon tiroid. Glimeperide secara langsung berikatan

PPAR-γ secara kompetitif, yang membuktikan kemampuannya sebagai ligan dari

PPAP-γ. Selain itu didalam 3T3-L1 adiposit, glimeperide merangsang aktifitas

transkripsi dari gen promoter yang mengandung PPAR respon element dan merubah

target mRNA pada PPAP–γ yang meliputi aP2, leptin dan adiponektin.. Glimeperide

menginduksi diferensiasi adipose di sel 3T3-F442A. Secara umum kerja glimepiride

adalah sebagai berikut:

1. secara spesifik menginduksi aktivitas transkripsi PPAP- γ di sel HEK 293.

2 . meningkatkan rekruitmen koaktivator DRIP205 dan disosiasi corepressor

seperti N-CoR dan SMRT.

3. secara langsung mengikat PPAP-γ secara kompetitif dengan rosiglitazone.

4. merangsang aktivitas transkripsi dari gen promotor yang mengandung PPRE

dan merubah target RNA pada PPAP-γ didalam 3T3-L1 adiposit.

5. menginduksi diferensiasi adipose dari sel 3T3-L1 adiposit.

Agen sulfonilurea digunakan sebagai hipoglikemik sebab mereka secara

efektif menurunkan glukosa darah dengan merangsang pankreas untuk mensekresi

insulin. Mekanisme utama dari glimepiride adalah menurunkan glukosa darah dengan

meningkatkan pelepasan insulin. Sebagai tambahan, efek ekstrapankreatik juga

ditimbulkan oleh sulfonilurea, seperti glimepiride. Pernyataan ini telah

didemonstrasikan melalui studi preklinis maupun uji klinis bahwa glimepiride mampu

meningkatkan sensitivitas jaringan peripheral terhadap insulin. Terapi glimepiride

meningkatkan respon insulin/C-peptida postpandrial dan keseluruhan kontrol

glikemik dengan mekanisme yang belum dapat diterangkan secara jelas. Jurnal lain

menyebutkan glimepiride memiliki afinitas dengan reseptor kanal potasium

tersensitisasi-ATP pada permukaan sel pankreas, menurunkan konduktansi potassium,

dan menyebabkan depolarisasi pada membran. Depolarisasi membran ini merangsang

influks ion Ca2+ melalui kanal kalsium tersensitisasi-voltase. Peningkatan konsentrasi

ion Ca2+ intrasel menginduksi sekresi insulin.

reseptor intra seluler

18

Page 19: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Efek Samping

Glimepiride dapat menyebabkan hipoglikemik yang ditandai oleh beberapa

gejala antara lain pusing, kurang bertenaga, sakit kepala dan mual. Efek glikokemik

yang dihasilkan oleh sulfonilurea dapat dipotensiasi oleh obat-obat yang terikat kuat

dengan protein, antara lain NSAID, sulfonamid, choramphenicol, coumarin,

probenecide, mono amine oksidase (MAO) inhibitor dan β–adrenergic blocking

agent. Namun beberapa obat dapat juga menyebabkan hiperglikemik jika berinteraksi

dengan glimepiride, yaitu antara lain obat golongan diuretik, kortikosteroid,

phenothiazin, tiroid, estrogen, kontrasepsi oral, phenytoin, asam nikotinat,

simpatomimetik dan isoniazid. Pada saluran gastrointestinal glimepiride dapat

menyebabkan beberapa reaksi muntah, nyeri gastrointestinal dan diare. Pada hati

dapat menyebabkan peningkatan level enzim hati dan gangguan fungsi hati antara lain

cholestasis, penyakit kuning dan hepatitis. Dalam kombinasinya dengan sulfonilurea

(termasuk glimepiride) dapat menyebabkan gagal hati. Pada kulit dapat menyebabkan

reaksi alergi dengan tanda-tanda antara lain pruritis, eritemia, urtikaria, morbilliform,

atau erupsi maculopapular, selain itu juga porphyria cutanea tarda, photosensitivitas

dan alergi vasculitis. Pada darah dapat menyebabkan leucopenia, agranulositosis,

trombositopenia, anemia hemolisis, anemia aplastik dan pancytopenia. Pada proses

metabolisme dapat menyebabkan gangguan seperti reaksi hepatik porphiria,

disulfiram–like reaction, hiponatemia dan pengeluaran anti diuretic hormone (ADH).

Beberapa efek samping lain yaitu perubahan daya akomodasi dan penglihatan kabur.

Interaksi

Glimepiride dengan golongan obat-obat tertentu cenderung untuk

menyebabkan hyperglycemia dan mungkin menyebabkan kehilangan kontrol. Obat-

obat tersebut termasuk didalamnya thiazide dan diuretik yang lain, kortikosteroid,

phenothiazine, produk-produk thyroid, estrogen, kontrasepsi oral, phenytoin, asam

nikotinat, sympathomimetics, dan isoniazid. Ketika obat-obat tersebut diberikan pada

pasien yang menerima glimepiride, pasien tersebut memiliki kecendrungan segera

kehilangan kendali. Ketika obat-obat tersebut ditarik(dihentikan pemberiannya) dari

pasien penerima glimepiride, pasien akan segera terkena hypoglycemia.

reseptor intra seluler

19

Page 20: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Pemberian miconazole oral dan agen hypoglycemic oral secara bersamaan

telah dilaporkan memiliki potensi untuk berinteraksi dan menyebabkan hypoglycemia

yang berat. Tidak diketahui apakah Interaksi ini juga terjadi dengan pemberian intra

vena, topikal, atau vaginal dari sediaan miconazole. Glimepiride juga memiliki

potensi untuk berinteraksi dengan obat lain yang termetabolisme oleh sitokrom P450

2C9 juga termasuk phenitoin, diclofenac, ibuprofen, naproxen, dan asam mefenamat.

D. Clinical Trial (Uji Klinik)

Avandaryl ® (Roziglitazone dan Glimepiride)

Keamanan dan efikasi dari rosiglitazone yang ditambahkan pada suatu

sulfonilurea telah diteliti pada uji klinik pada pasien yang menderita diabetes tipe II

yang tidak cukup diobati dengan obat golongan sulfonilurea saja. Tidak ada uji klinik

yang dilakukan terhadap tablet yang telah dikombinasikan dosisnya

(AVANDARYL®) sebagai suatu second-line therapy (yaitu pada pasien yang tidak

cukup diobati dengan obat golongan sulfonilurea saja atau yang telah sebelumnya

diberikan rosiglitazone saja dan membutuhkan kontrol glycemic).

reseptor intra seluler

20

Page 21: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

Tingkat keamanan dan efikasi dari AVANDARYL® sebagai terapi

farmakologis awal untuk pasien yang menderita diabetes tipe II setelah uji

pembatasan kalori, kehilangan berat badan, dan olahraga, belum dilaksanakan.

Sejumlah 3,457 pasien yang menderita diabetes tipe II terlibat dalam studi

selama 24 – 26 minggu, yang bersifat doble-blind, placebo/active-controlled, yang

dillakukan terhadap pasien yang berusia lanjut, untuk mengetahui tingkat keamanan

dan efikasi dari rosiglitazone yang dikombinasi dengan suatu sulfonilurea.

Rosiglitazone 2 mg, 4 mg, atau 8 mg setiap hari, diberikan baik dengan dosis 1 x

sehari (3 studi) atau pada dosis yang dibagi 2 x sehari (7 studi), pada pasien yang

tidak cukup diobati dengan sulfonilurea pada dosis maksimal maupun submaksimal.

Dalam studi ini, kombinasi dari rosiglitazone 4 mg atau 8 mg setiap hari

(diberikan dalam dosis tunggal sekali sehari atau dua kali sehari dengan dosis masing-

masing separuhnya) dan suatu golongan sulfonilurea secara signifikan mengurangi

FPG dan HbA1c dibandingkan dengan plasebo ditambah sulfonilurea.

Salah satu dari studi selama 24 – 26 minggu ini termasuk pasien yang tidak

cukup hanya menggunakan glyburide (dosis maksimal) dan diganti dengan 4 mg

rosiglitazone setiap hari sebagai monoterapi, dalam kelompok ini, kehilangan kontrol

glycemic ditunjukkan, sebagai akibat meningkatnya FPG and HbA1c.

Pola perubahan kadar LDL dan HDl selama terapi dengan rosiglitazone yang

kombinasi dengan sulfonilurea secara umum mirip dengan pemberian rosiglitazone

sebagai monoterapi. Rosiglitazone sebagai monoterapi dihubungkan dengan

peningkatan kolesterol total, LDL, dan HDL, dan penurunan asam lemak. Perubahan

trigliserida selama terapi dengan rosiglitazone variatif dan pada umumnya tidak

berbeda secara statistic dengan plasebo ataupun pemberian glyburide sebagai kontrol.

reseptor intra seluler

21

Page 22: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

E. Daftar Pustaka

Ikawati, Zullies, 2006, Pengantar Farmakologi Molekuler, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta

www.avandia.com

www.drugstore.com

www.drugs.com

www.medscape.com

www.medisave.ca

www.Rxlist.com

reseptor intra seluler

22

Page 23: Makalah-Avandaryl Bwt Farmol

www.us.gsk.com

www.wikipedia.org

reseptor intra seluler

23