Upload
zahra
View
63
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
naans
Citation preview
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK
Tutorial 7
1. Siola Mayshitta 160110130101
2. Hilma Khoerunnisaa’ 160110130102
3. Janet Angelica Djaja 160110130103
4. Pino Admy Pratama 160110130104
5. Jessica Anastasia 160110130105
6. Azlina Nuur Sanjaya 160110130106
7. Wafa Sahilah 160110130107
8. Brigita Nadia 160110130108
9. Wiana Ariztriani 160110130109
10. Bunga Hasna Adilah 160110130110
11. Magdalena Napitupulu 160110130111
12. Yosia Christi Vesara M 160110130112
13. Edwin Christian 160110130113
14. Nurayni Tri Hapsari 160110130114
15. Nadya Runi Rahima 160110130115
16. Mulia Ayu Hanifa 160110130116
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................5
1.3 Tujuan...............................................................................................................5
BAB II OVERVIEW KASUS.........................................................................................6
BAB III...........................................................................................................................12
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................12
3.1 Rekam Medis Prostodonsia...........................................................................12
3.2 Interpretasi Radiografi..................................................................................27
2.4 Kondisi Setelah Mouth Preparationh...........................................................65
3.4 Klasifikasi GTSL............................................................................................66
3.5 Rencana Perawatan Prostodonsia.................................................................73
3.7 Rencana Perawatan Kasus dengan Alternatif..............................................92
3.8 Pengaruh Penyakit Terhadap Perawatan Prostodonsia..............................96
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................101
4.1 Diagnosis dan Diagnosis Banding................................................................101
4.2 Rencana Perawatan......................................................................................101
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................107
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan berkat, rahmat, dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Kasus II: Prostodonsia” tepat pada waktunya.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas blok DSP 6.
Penulis berharap kelak makalah ini dapat berguna bagi kita semua, terutama untuk
mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
diantaranya adalah para dosen mata kuliah DSP 6, terutama dosen pembimbing
pada kasus 2, R Alma F A, drg., Sp.KG, dan teman-teman sekalian.
Diharapkan makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan pembaca
mengenai pemeriksaan dan perawatan pasien pada bidang Prostodonsia. Penulis
sudah berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun jika
terdapat kesalahan penulis bersedia menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun.
Bandung, 25 Oktober 2015
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protesa merupakan suatu penggantian buatan atau tiruan yang
dibuat utuk menggantikan bagian tubuh yang hilang. Prostodonsia adalah
seni dan ilmu yang mempelajari tentang pembuatan, pemasangan, dan
perawatan suatu gigi tiruan untuk mengembalikan fungsi normal mulut.
Prostodonsia secara garis besar dibagi ke dalam tiga cabang ilmu, yaitu
Prostodonsia Lepasan (Removable Prosthodontics), Prostodonsia Cekat
(Fixed Prosthodontics), dan Prostetik Maxillofasial (Maxillofacial
Prosthetics).
Prostodonsia Lepasan kemudian dikelompokkan lagi menjadi dua,
yaitu sebagian (GTSL) dan seluruh gigi (GTL). Pada makalah ini, bahasan
yang akan difokuskan adalah mengenai gigi tiruan sebagian lepasan
(GTSL).
Kegagalan suatu GTSL dapat dianggap sebagai kesalahan
perawatan yang dilakukan tanpa dukungan data dan petunjuk yang
diperoleh dari prosedur pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan diagnostik
mulut yang sebagian giginya sudah hilang bertujuan untuk mendapatkan
diagnosis sehingga rencana perawatan dapat dilakukan dengan tepat.
4
1.2 Rumusan Masalah
1 Bagaimana pemeriksaan pada pasien prostodonsia?
2 Apa saja tujuan dari penulisan rekam medik atau catatan prostodontik dan
bagaimana hubungannya dengan rencana perawatan?
3 Bagaimana interpretasi radiologi pada foto radiografis kasus?
4 Apa saja tahapan mouth preparation dan bagaimana kondisi setelahnya?
5 Bagaimana klasifikasi kehilangan gigi sebagian?
6 Bagaimana rencana perawatan pada bidang prostodonsia?
7 Bagaimana hubungan perawatan prostodonsia dengan penyakit sistemik?
8 Bagaimana rencana perawatan kasus dengan berbagai alternatif?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
pemeriksaan dan penuisan rekam medis khususnya pada bidang prostodonsia
serta mengetahui diagnosis dan rencana perawatan untuk kasus kehilangan
gigi sebagian.
5
BAB II
OVERVIEW KASUS
2.1 Identitas Pasien
Pasien berumur 57 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan seorang
pensiunan.
2.2 Keluhan Utama
Pasien mengeluh gigi depan ats lepas dan patah karena kecelakaan setahun
yang lalu, sehingga menganggu pengunyahan, pernah sakit berdenyut dan
bengkak, sekarang tidak lagi. Gigi belakang banyak yang berlubang dan ada yang
goyang. Ingin diperbaiki dan dibuatkan gigi tiruan.
2.3 Hasil Anamnesis
Status keadaan umum pasien normal. Pasien memiliki riwayat penyakit
sistemik yaitu diabetes, tetapi terkontrol.
2.4 Pemeriksaan Klinis
2.4.1 Pemeriksaan Ekstra Oral
Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal. Terdapat jaringan
parut di bibir atas. TMJ pasien kliking kiri, dan gerakan rahang saat
membuka mulut deviasi ke kiri.
2.4.2. Pemeriksaan Intra Oral
6
Gigi 11 dan 35 edentulous; gigi 21 patah tinggal sisa akar yang
hampir tertutup gusi; gigi 17, 12, 22, 37, dan 48 karies profunda; gigi 46
fraktur dan pasca perawatan saluran akar, tambalannya sudah lepas,
mobility grade 1; gigi 27 dan 45 sisa akar; dan gigi 34 distoversi dan gigi
36 mesioversi, antara gigi 33 dan 34 diastema. Kalkulus supragingiva
menyeluruh, OH buruk. Diastema di anterior rahang bawah.
2.5 Pemeriksaan Radiografis
Gambar Radiografi Panoramik Kasus
Pada gambaran radiografi panoramik yang didapatkan dari pasien,
didapatkan gambaran radiolusen pada bagian mahkota dari beberapa gigi yang
pada pemeriksaan intraoral menunjukkan adanya karies profunda. Karies profunda
terdapat pada gigi 17, 12, 22, 37, dan 48.
7
Adanya ruang pada region satu dan tiga dari gambaran radiografi
panoramic kasus ini menunjukkan adanya keadaan edentulous/missing teeth yang
terlihat pada gigi 11 dan 35. Sisa akar (radiks) pada kasus ini ditunjukkan dengan
tidak terlihatnya bagian mahkota pada gigi 22 dan 45. Sedangkan, keadaan normal
terlihat pada bagian puncak alveolar, periapikal, dan bentuk serta posisi kondilus.
Gigi 37 :
a. Mahkota : bayangan radiolusen pada oklusal mahkota sampai ke pulpa
b. Akar : dua, dalam batas normal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : dalam batas normal
h. Suspek : karies profunda
Gigi 36 :
a. Mahkota : dalam batas normal
b. Akar : dua, adanya elongasi ke arah distal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : dalam batas normal
8
h. Suspek : mesioversi gigi
Gigi 35 : edentolus
Gigi 34
a. Mahkota : dalam batas normal
b. Akar : satu, adanya elongasi ke arah mesial
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : dalam batas normal
h. Suspek : distoversi gigi 34
Gigi 33,32,31,41,42,43,44 :
a. Mahkota : dalam batas normal
b. Akar : satu, adanya elongasi ke arah distal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : dalam batas normal
h. Suspek : -
Gigi 45 :
9
a. Mahkota : tidak terlihat
b. Akar : satu, dalam batas normal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : tidak ada
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : dalam batas normal
h. Suspek : ganggren radiks
Gigi 46
a. Mahkota : hanya tersisa satu per tiga koronal saja
b. Akar : dua, terdapat bayangan radioopak dari perawatan saluran akar
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : dalam batas normal
h. Suspek : fraktur mahkota
Gigi 47 :
a. Mahkota : dalam batas normal
b. Akar : dua, dalam batas normal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
10
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : terjadi penurunan secara horizontal sebesar 3 mm
pada bagian distal
g. Periapikal : dalam batas normal
h. Suspek : -
Gigi 48 :
a. Mahkota : terdapat bayangan radiolusen pada oklusal mahkota sampai ke
pulpa
b. Akar : dua, adanya elongasi ke arah mesial
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : adanya penurunan sebesar 3mm di bagian mesial
g. Periapikal : dalam batas normal
Suspek : karies profunda
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Rekam Medis Prostodonsia
3.1.1 Diagnosis
Dalam bidang prostodontik, yang dimaksud dengan diagnosis adalah proses
yang dilakukan untuk mengenali terdapatnya keadaan tidak wajara atau alamiah,
meneliti adanya abnormalitas, serta menetapkan penyebabnya. Suatu evaluasi
dapat dibuat dari data diagnostic yang diperoleh melalui Anamnesis pada saat
pemeriksaan mulut pasien.
3.1.2 Anamnesis
Anamnesis adalah riwayat yang lalu dari suatu penyakit atau kelainan,
berdasarkan ingatan penderita pada waktu dilakukan wawancara dan pemeriksaan
medic atau dental.
Ditinjau dari cara penyampaian cerita, dikenal dua macam Anamnesis. Pada
autoanamnesis, cerita mengenai keadaan penyakit disampaikan sendiri oleh
pasien, disamping itu terdapat keadaan dimana cerita mengenai penyakit ini tidak
disampaikan oleh pasien yang bersangkutan, melainkan melalui bantuan orang
lain, keadaan seperti ini dijumpai umpamanya pada pasien bisu, ada kesulitan
bahasa, penderita yang mengalami kecelakaan atau pada anak-anak kecil. Cara ini
disebut dengan Alloanamnesis.
Dari segi inisiatif penyampaian cerita, dikenal pula dikenal pula anamnesis pasif
yang mana pasien sendirilah yang menceritakan keadaan kepada si pemeriksa.
12
Sebaliknya pada anamnesis aktif, penderita perlu dibantu dengan pertanyaan-
pertanyaan dalam menyampaikan ceritanya.
Pada saat anamnesis, biasanya ditanyakan hal-hal berikut:
1. Nama Penderita
Hal ini perlu diketahui untuk membedakan seorang penderita dari yang
lainnya, disamping mengetahui asal suku atau rasnya. Hal terakhir ini penting,
karena ras antara lain berhubungan dengan susunan gigi depan. Contohnya orang
eropa mempunyai profil yang lurus, sedangkan orang Asia (ras Mongoloid)
cembung.
2. Alamat
Dengan mengetahui alamatnya, penderita dapat dihubungi segera bila terjadi
sesuatu yang tidak diharapkan, umpamanya kekeliruan pemberian obat.
Pemanggilan kembali penderita juga dapat dengan mudah dilakukan. Alamat juga
dapat membantu kita mengetahui latar belakang lingkungan hidup seorang pasien,
sehingga dapat pula diketahui status sosialnya.
3. Pekerjaan
Modifikasi jenis perawatan mungkin perlu dilakukan karena faktor jenis
pekerjaan, seperti seorang pembuat roti atau kue, yang secara rutin selalu
mencicipi makanan yang sudah terbakar, padahal insidensi kariesnya tinggi. Pada
kenyataannya, gula pada kue tadi akan diuraikan menjadi asam dalam pengaruh
enzim yang terdapat dalam saliva. Di lain pihak, seorang atlet mungkin perlu alat
pelindung bagi geligi tiruannya. Restorasi yang dibuat untuk seorang atlet
nasional yang terkenal mungkin perlu pertimbangan khusus dalam segi estetiknya.
13
Begitupula pada orang yang dalam pelaksanaan tugasnya sering berhubungan
dengan public, seperti guru, pegawai kantor, artis, politikus, dan lain-lain
membutuhkan pemenuhan faktor estetik yang baik. Sebagai tambahan, faktor
estetik dan fonetik dengan sendirinya amat penting dan dituntut bagi seorang
penyanyi.
Dengan memahami pekerjaan pasien keadaan social ekonominya juga dapat
diketahui. Pada umumnya lebih tinggi kedudukan seseorang lebih tinggi
kebutuhan terhadap faktor estetik.
4. Jenis Kelamin
Secara jelas sebetulnya tidak terdapat karakteristik konkret yang berlaku untuk
pria dan wanita. Namun demikian, hal-hal berikut ini sebaiknya diperhatikan.
Wanita umumnya cenderungnya lebih mementingkan faktor estetik daripada pria,
sebaliknya pria memerlukan protesa yang lebih kuat, sebab mereka menunjukkan
kekuatan mastikasi yang lebih besar. Pria juga lebih mementingkan rasa enak atau
nyaman, disamping faktor fungsional geligi tiruan yang dipakainya.
Selanjutnya, bentuk gigi wanita relative lebih banyak lengkungan atau bulatan
dibanding gigi pria yang memberi kesan lebih kasar dan persegi. Pengelolaan
perawatan penderita wanita dalam masa menopause, membutuhkan pertimbangan
lebih teliti. Pada periode ini, mulut terasa lebih kering dan ada rasa seperti
terbakar.
5. Usia
Pengaruh lanjutnya usia pada perawatan prostodontik harus selalu menjadi
bahan pertimbangan. Proses menua memengaruhi toleransi jaringan, kesehatan
14
mulut, koordinasi otot, mengalirnya saliva, ukuran pulpa gigi serta panjangnya
mahkota klinis. Usia juga menentuka bentuk, warna, serta ukuran gigi seseorang.
Pada orang lanjut usia, lebih sering pula dijumpai berbagai penyakit seperti
hipertensi, jantung dan diabêtes mellitus. Bila pada orang usi muda, lebih sering
dijumpai karies dentis, maka pada kelompok usia lanjut penyakit periodontal lah
yang lebih sering dijumpai.
Kemampuan adaptasi penderita usia muda terhadap gigi tiruan biasanya lebih
tinggi dibanding penderita usia lanjut. Pada usia diatas 40 tahun, adaptasi
biasanya mulai berkurang dan akan menjadi sukar setelah usia enampuluhan.
6. Pencabutan terakhir gigi
Waktu dan gigi di bagian mana yang dicabut terakhir perlu diketahui. Apakah
gigi tersebut semuanya dicabut atau tanggal sendiri. Bila tanggal sendiri, mungkin
masih ada sisa akar yang tertinggal. Lama jangka waktu antara pencabutan
terakhir dengan saat dimulainya pembuatan gigi tiruan akan mempengaruhi hasil
perawatan.
7. Pengalaman memakai geligi tiruan
Seorang penderita yang pernah memakai gigi tiruan sudah mempunyai
pengalaman, sehingga adaptasinya terhadap geligi tiruan baru akan lebih mudah
dan scepat. Ia juga sudah memahami prosedur pembatannya. Sebaliknya,
penderita semacam ini juga sering membanding-bandingkan protesa barunya
dengan yang pernah dipakai sebelumnya.
Mereka yang belum pernah memakai geligi tiruan, biasanya membutuhkan
masa adaptasi lebih panjang karena kesulitannya menyesuaikan diri. Kelompok
15
ini belum pberpengalaman dalam prosedur pembuatan protesa; seperti pada waktu
pencetakan, penentuan gigitan, maupun pada saat awal pemakaian, yang sering
kali menimbulkan rasa sakit. Itulah sebabnya penerangan yang diberikan kepada
penderita sebelum pembuatan geligi tiruan dilaksanakan menjadi penting sekali.
8. Tujuan pembuatan Gigi Tiruan
Penderita perlu ditanyai mengenai tujuan pembuatan geligi tiruannya, apakah
ia lebih mementingkan faktor estetik atau fungsional. Biasanya konstruksi
disesuaikan dengan kebutuhan penderita.
9. Keterangan lain
Penderita ditanya apakah ia mempunyai kebiasaan buruk dan sebaginya.
Kadang-kadang kebiasaan tersebut sulit ditemukan tanpa suatu pengamatan yang
intensif. Sebagai contoh, penderita bruksisme berat dimana geliginya sudah
lemahg dianjurkan memakan geligi tiruannya pada malam hari juga, supaya
ketegangan (strain) yang diterima oleh gigi yang masih ada dapat dikurangi.
Dalam hal ini, penderita dinasihatkan untuk mengeluarkan protesa dari mulutnya
selama delapan jam, justru pada saat ia tidak tidur.
Pada penderita yang mempunyai kebiasaan menggigit pipa, pemberian
tamvahabn retensi pada sisi lawan rahang dimana pipa tersebut digigit perlu
dipertimbangkan.
3.1.3 Pemeriksaan status umum
Riwayat penyakit umum yang pernah diderita sebaiknya ditanyakan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan terpilih. Penderira sebaiknya ditanya apakah
ia sedang berada dalam perawatan seorang dokrer umum atau lain dan bila
16
demikian obat-obat apa saha yangsedang diminum. Hal ini perlu diketahui, karena
penyakit dan pengobatan tertentu dapat mempengaruhi jaringan yang terlibat
dalam perwatan dental, umpamanya diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular,
tuberculosis, lue, anemia, depresi mental, kecanduan alcohol dan sebagainya.
Pada penderita diabetes, suatu kombinasi infeksi dan penyakit pembuluh
darah menyebabkan berkembangnya komplikasi-komplikasi di dalam mulut,
seperti jaringan mukosa yang meradang, cepat berkembangnya penyakit
periodonral yang sudah ada dengan hilangnya tulang alveolar secara menyolok
dan mudah terjadinya abses periapikal. Infeksi monilial, berkurangnya saliva,
bertambagnya pembentukan kalkulus merupakan hal yang khas dari penyakit
diabetes tak terkontrol. Manidekstasi klinis ini terjadi besama-sama dengan
gejala-gejala yang biasa ditemukan seperti poliuria, haus, mengeringnya kulit,
gatal-gatal, cepat lapar, cepat lelah serta berkurangnya berat badan. Hal pertama
yang harus dilaukan adalah mengontrol diabetesna dan menyehatkan kembali
jaringan mulut.
Dalam lingkungan mulut yang sudah sehat kembali, pembuatan pritesa
dapat dilakuakn dengan saran-saran tambahan sebagai berikut: pertama, hindari
tindakan pembedahan yang besar selama hal itu mungkin dilakukan. Gunakan
bahan cetak yang bisa mengalirbebas dan buat desaun rangka geligi tiruan yang
terbuka dan mudah dibersihkan, serta distribusikan beban fungsional pada semua
bagian yang dapat memberikan dukungan. Lalu, susunlah oklusi yang harmonis.
Bila dibutuhkan, rangsanglah pengaliran air liur dengan obat hisap yang bebas
karbohidrat. Tekankan kepada pasien mengenai pentingnya pemeliharaan
17
kesehatan mulut. Akhirnya, tentukan kunjungan ulang penderita setiap enam
bulan sekali untuk mempertahankan kesehatan mulut.
3.1.4 Pemeriksaan status lokal
1. Luar Mulut (Extra Oral)
a) Sendi rahang :
Kanan dan kiri: bunyi/tidak; sejak....
Buka mulut : ada deviasi ke kanan atau kek kiri /tidak ada
deviasi
Trismus : ada trismus (tuliskan mm nya)/tidak
Cara pemeriksaan dengan meletakkan jari pada eye-ear-line (garis
yang ditarik dari tragus ke sudut mata), kira-kira 11-12 mm dari
tragus. Kemudian pasien diminta untuk membuka dan menutup
mulutnya berkali-kali secara perlahan dan dengarkan apakah ada
bunyi ’klik’ pada waktu membuka dan menutup mulut.
Perhatikan juga apakah ada penyimpangan gerak (deviasi), dan
apakah pasien mengalami kesulitan pada waktu membuka
mulutnya (trismus).
b) Bibir atas dan bibir bawah : hipotonus/normal/hipertonus;
tebal/tipis; simetris /asimetris
Tonus dan tebal tipisnya bibir berhubungan dengan inklinasi labio-
lingual gigi anterior. Sedangkan panjang pendeknya bibir
menetukan letak bidang insisial dan garis tertawa.
2. Dalam Mulut (Intra Oral)
18
a) Bentuk lengkung rahang
Meliputi bentuk rahang atas dan rahang bawah. Bentuk-bentuk
rahang antara lain:
a. Persegi
b. Oval
c. Segitiga
Bentuk rahang segitiga adalah yang paling menyulitkan terutama
saat penyusunan elemen GTP yang tidak mengganggu artikulasi dan
stabilisasi.
b) Ukuran lengkung rahang
c) Bentuk linggir
Secara umum kondisi fisiologis pasien lanjut usia akan ditemui
kemunduran pertumbuhan tulang dan tulang rahang. Resorbsi terjadi
merata pada rahang atas dan rahang bawah. Kemampuan menjaga
kebersihan rongga mulut juga menurun dan terjadi osteoporosis.
Adapun bentuk-bentuk dari linggir adalah:
1. Persegi; apabila puncak linggir sejajar bidang horizontal
2. Lonjong; apabila puncak linggir membulat, bentuk “U” bila
permukaan labial/ bukal sejajar permukaan lingual/palatal. Bentuk
ini paling menguntungkan dibandingkan dengan bentuk lainnya
makin lebar puncak linggir makin dapat menahan daya kunyah.
3. Lancip; apabila puncak linggir sempit/tajam, Bentuk “V”
berpuncak sempit, kadang-kadang tajam seper pisau. Bentuk ini
19
kurang menguntungkan dibandingkan bentu “U” karena tajam
seperti pisau. Geligi tiruan yang dipasang akan menimbulkan rasa
sakit karena mukoperiosteum sekitar linggir akan terasa terjepit.
Untuk mengatasinya dapat kita lakukan peredaan pada bagian
anatomi landasan di daerah sekitar sendi.
4. Bulbous; bila puncak linggir melebar dengan leher menyempit
berbentuk seperti jamur. Bentuk jamur berleher dan menimbulkan
gerong. Bentu ini mempunyai keuntungan yang sama seperti
bentuk “U” tetapi adanya gerong akan menyulitkan dan
menimbulkan rasa sakit pada saat geligi tiruan dipakai atau dilepas
d) Ukuran linggir
Ukuran linggir bervariasi mulai dari tinggi, sedang, sampai
rendah. Semakin tinggi linggir, maka semakin kokoh dan mantap gigi
tiruan. Akan tetapi, ketinggian linggir akan memengaruhi besar ruang
antara maksila.
e) Hubungan antar rahang
1. Normal apabila puncak linggir rahang atas berada tepat di atas
rahang bawah.
2. Retrognatik apabila puncak linggir rahang atas berada di depan
rahang bawah.
3. Prognatik apabila puncak linggir rahang atas berada di belakang
rahang bawah.
20
Hubungan ini akan memberikan pedoman pada penyusunan gigi
dengan tidak mengganggu estetik dan fungsinya.
f) Kesejajaran linggir rahang atas dan rahang bawah
1. Sejajar apabila lingir rahang bawah dan rahang atas mempunyai
jarak di anterior dan di posterior sama.
2. Konvergen apabila lingir rahang bawah dan rahang atas mempunyai
jarak di anterior lebih besar daripada di posterior.
3. Divergen apabila lingir rahang bawah dan rahang atas mempunyai
jarak di anterior lebih kecil di posterior.
g) Ruang antarmaksila
Jarak dari permukaan oklusal gigi asli salah satu rahang
terhadap lingir pada rahang lawannya. Jarak ini menentukan panjang
gigi buatan dan pemilihan jenis gigi buatan. Jarak yang pendek tidak
memungkinkan untuk memilih gigi porselen.
h) Ruang antaralveolar
Ruang antar alveolar adalah jarak antara lingir rahang atas dan
lingir rahang bawah. Jarak normal antara 10-15 mm. Semakin dekat
permukaan lingir ke bidang oklusal gigi tiruan makin kokoh gigi tiruan.
Kalau jarak ini terlalu besar mudah terjadi ungkitan terutama pada
rahang bawah.
i) Tuberositas
Tuberositas maksilaris yang besar dan sampai menyentuh
linggir rahang bawah akan menyulitkan penyusunan gigi buatan,
21
Bentuk yang besar dapat membantu menambah retensi. Namun apabila
terdapat di kedua sisi akan menyebabkan kesulitan dalam memasang
dan melepaskan gigi tiruan.
j) Exostosis
Merupakan tonjolan tulang yang dapat berbentuk membulat atau
tajam. Yang membulat biasanya terdapat di palatum atau di lingual
rahang bawah. Sedangkan yang tajam biasanya merupakan sisa
pencabutan gigi, sehingga harus dihaluskan sebelum pembuatan gigi
tiruan karena akan menyebabkan rasa sakit. Tonjolan tulang membulat
bisa berupa torus palatinus maupun tonus mandibularis.
k) Torus Palatinus & Mandibularis
Torus palatinus biasanya terdapat di tengah palatum, bila terlalu
besar akan mengganggu pembuatan landasan gigi tiruan terutama yang
melewati garis getar. Juga akan menghilangkan retensi atmosferik di
bagian postdam.
Torus mandibularis terdapat di rahang bawah. Pada penderita
bruxism, torus mandibularis dapat menyebar di daerah lingual dan
bukal. Adanya torus tersebut dapat mengganggu pembuatan gigi tiruan.
l) Palatum lunak dan gerakannya
Kelas I yaitu sudut yang dibentuk oleh palatum lunak dan
palatum keras pada saat mengatakan huruf A, besarnya 0-15 derajat;
kelas II, 15-45 derajat; dan kelas III, lebih dari 45 derajat.
22
Getaran waktu bergerak dikategorikan aktif, pasif atau sedang.
Untuk menentukan batas posterior gigi tiruan, bila terlalu panjang akan
mudah lepas, bila terlalu pendek akan terjadi kebocoran.
m) Perlekatan otot
Merupakan batas antara jaringan yang bergerak dan tidak bergerak
yang akan membatasi gigi tiruan. Apabila gigi tiruan terlalu panjang, maka
akan mudah lepas, namun apabila terlalu pendek, maka akan mengurangi
stabilitas gigi tiruan.
Perlekatan yang terlalu dangkal dapat dilakukan pendalaman
dengan cara bedah/vestibulektomi.
n) Frenulum
Frenulum menentukan panjang perluasan landasan. Landasan yang
menutupi frenulum akan mengakibatkan gigi tiruan tidak retentif dan tidak
stabil, tetapi bila menutupinya tidak terlalu banyak gigi tiruan akan retentif
tapi lama kelamaan akan terjadi luka pada frenulum. Peninggian frenulum
dilakukan dengan frenektomi.
Frenulum dalam rongga mulut :
1 Labialis superior
2 Labialis inferior
3 Bukalis rahang atas kanan
4 Bukalis rahang atas kiri
5 Bukalis rahang bawah kanan
23
6 Bukalis rahang bawah kiri
7 Lingualis
o) Tahanan jaringan linggir
Ketebalan jaringan mukosa yang akan dijadikan landasan gigi
tiruan. Normal tahanan jaringan linggir adalah 2 mm, diperiksa
dengan alat tumpul seperti burnisher. Perbedaan tahanan jaringan akan
menyebabkan ketidakstabilan gigi tiruan
p) Palatum
Bentuk palatum keras dibagai menjadi bentuk Quadratic, Ovoid
dan Tapering. Bentuk lengkung palatum sperti huruf U atau kuadratik
adalah yang paling menguntungkan. Bentuk ini memberikan stabilitas
dalam jurusan vertikal maupun horizontal, sebaliknya dari bentuk palatum
seperti huruf V atau tapering yang retensinya paling buruk.
q) Retromylohyoid
Daerah ini penting untuk retensi geligi tiruan. Pemeriksaannya
dilakukan pada daerah lingual di belakang gigi-gigi molat 2 dan 3 rahang
bawah dengan kaca mulut nomor 3.
Kaca mulut yang terbenam lebih dari setengahnya menunjukkan
daerah retro yang dalam, sebaliknya pada retro yang dangkal, dimana kaca
mulut terbenam kurang dari setengahnya. Bila kaca terbenam kira-kira
setengahnya, maka retronya sedang. Makin tinggi daerah retromilohyoid,
makinretentif gigi tiruan.
24
r) Ludah
Konsistensi dan volume ludah pentinguntuk menentukan retensi
gigi tiruan.Ludah yang encer dan dalam jumlah yangcukup akan
mempertinggi tegangan permukaan yang akan memperbesarretensi gigi
tiruan
s) Reflex muntah
Refleks muntah pasien mempengaruhi proses pencetakan. Bila
reflexmuntah tinggi, perlu diupayakan dengan misalnya
penyemprotananestetikum ke bagian palatum pasien. Cara lain adalah
denganmengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain, mengajak
pasienmengobrol, dst
t) Lidah
Pemeriksaan lidah meliputi ukuran dan aktivitasnya. Ukuran lidah
bisa normal, mikro atau makroglossia. Ada lidah yang pasif, ada pula yang
luar biasa aktifnya,
1. Lidah normal.
Cukup bedarnya tetapi tidak berlebihan mengisi dasar mulut,
dengan ujungnya berada sedikit dibawah tepi incisal gigi-gigi anterior
bawah. Tepi lateral lidah normal biasanya berkontak dengan
permukaan gigi-gigi belakang. Besar dan posisi lidah seperti ini paling
menguntungkan untuk penutupan tepi protesa.
25
2. Makroglossia.
Menutupi dasar mulut dan juga prosessus alveolar yang telah
ditingggalkan geligi. Pada rahang bawah yangmasih bergigi,
makroglossia mudah dikenal karena adanya indentasi gigi pada lateral
lidah. Pencetakan sukar dilakukan pada penderita dengan tipe lidah
seperti ini. Stabilitas protesa sulit pula dicapai, karena lidah yangbesar
akan cenderung menggerakkan geligi tiruan pada setiap geraknya.
3. Mikroglossia.
Lidah yang kecil juga tidak memberikan penutupan tepi yang
memadai untuk protesa rahang bawah.
Aktivitas lidah diperiksa dengan cara menyentuhkan sebuah
alat ke salah satu bagiannya. Pada lidah yang aktif, sentuhan ringan
saja sudah akan menyebabkan gerakan yang aktif. Aktivitas lidah
biasanya mempengaruhi retensi geligi tiruan.
u) Status Gigi Geligi
Tujuan umum pemeriksaan status gigi geligi adalah untuk
mengetahui keadaan gigi geligi seseorang. Sedangkan tujuan khususnya
antara lain :
1. Memberikan gambaran umum keadaan gigi dan mulut pasien.
2. Merupakan dokumen legal yang dapat melindungi dokter gigi maupun
pasien.
26
3. Sebagai resume keadaan gigi dan mulut pasien baik untuk kepenƟ
ngan pasien maupun rujukan.
4. Sebagai dasar perencanaan perawatan/kebutuhan alat/ bahan
kedokteran gigi melalui perhitungan DMF/T
5. Sebagai bahan penelitian.
6. Sebagai sarana identifikasi
3.2 Interpretasi Radiografi
Gambar Radiografi Panoramik Kasus
Pada gambaran radiografi panoramik yang didapatkan dari pasien,
didapatkan gambaran radiolusen pada bagian mahkota dari beberapa gigi yang
pada pemeriksaan intraoral menunjukkan adanya karies profunda. Karies profunda
terdapat pada gigi 17, 12, 22, 37, dan 48.
Adanya ruang pada regio satu dan tiga dari gambaran radiografi
panoramik kasus ini menunjukkan adanya keadaan edentulous/missing teeth yang
27
terlihat pada gigi 11 dan 35. Sisa akar (radiks) pada kasus ini ditunjukkan dengan
tidak terlihatnya bagian mahkota pada gigi 22 dan 45. Sedangkan, keadaan normal
terlihat pada bagian puncak alveolar, periapikal, dan bentuk serta posisi kondilus.
Gigi 17
i. Mahkota : terlihat gambaran radiolusen pada dentin mendekati pulpa di
oklusal sampai ke distal
j. Akar : terlihat gambaran radioopak sepanjang saluran akar
k. Membran Periodontal : dalam batas normal
l. Lamina dura : dalam batas normal
m. Furkasi : dalam batas normal
n. Puncak tulang alveolar : terjadi penurunan secara horizontal sebesar
kurang lebih 3 mm pada bagian mesial
o. Periapikal : tidak terlihat
Gigi 16
a. Mahkota : terlihat gambaran radioopak menyerupai bahan tambal pada
mahkota
b. Akar : dalam batas normal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : terjadi penurunan secara horizontal sebesar
kurang lebih 3 mm pada bagian distal
28
g. Periapikal : tidak terlihat
Gigi 15
a. Mahkota : terlihat gambaran radioopak menyerupai bahan tambal di mesial
b. Akar : satu, dalam batas normal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : tidak terlihat
Gigi 14
a. Mahkota : terlihat gambaran radioopak menyerupai bahan tambal di mesial
b. Akar : satu, dalam batas normal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : tidak terlihat
Gigi 13
a. Mahkota : dalam batas normal
b. Akar : satu, dalam batas normal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
29
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : dalam batas normal
Gigi 12
a. Mahkota : hanya terlihat setengah bagian distal
b. Akar : dalam batas normal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : tidak terlihat
Gigi 21
a. Mahkota : tidak terlihat
b. Akar : terlihat sisa akar
c. Membran Periodontal : -
d. Lamina dura : -
e. Furkasi : -
f. Puncak tulang alveolar : -
g. Periapikal : -
Gigi 22
30
a. Mahkota : terlihat gambaran radiolusen pada dentin di distal
b. Akar : dalam batas normal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : dalam batas normal
Gigi 23
a. Mahkota : dalam batas normal
b. Akar : dalam batas normal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : dalam batas normal
Gigi 24
a. Mahkota : terlihat gambaran radioopak menyerupai bahan tambal di
oklusal sampai ke mesial
b. Akar : dalam batas normal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
31
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : dalam batas normal
Gigi 25
a. Mahkota : dalam batas normal
b. Akar : dalam batas normal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : dalam batas normal
Gigi 26
a. Mahkota : dalam batas normal
b. Akar : dalam batas normal
c. Membran Periodontal : dalam batas normal
d. Lamina dura : dalam batas normal
e. Furkasi : dalam batas normal
f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
g. Periapikal : dalam batas normal
Gigi 27
a. Mahkota : tidak terlihat
b. Akar : sisa akar
32
c. Membran Periodontal : -
d. Lamina dura : -
e. Furkasi : -
f. Puncak tulang alveolar : -
g. Periapikal : -
Gigi 37
p. Mahkota : bayangan radiolusen pada oklusal mahkota sampai ke pulpa
q. Akar : dua, dalam batas normal
r. Membran Periodontal : dalam batas normal
s. Lamina dura : dalam batas normal
t. Furkasi : dalam batas normal
u. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
v. Periapikal : dalam batas normal
w. Suspek : karies profunda
Gigi 36
i. Mahkota : dalam batas normal
j. Akar : dua, adanya elongasi ke arah distal
k. Membran Periodontal : dalam batas normal
l. Lamina dura : dalam batas normal
m. Furkasi : dalam batas normal
n. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
o. Periapikal : dalam batas normal
33
p. Suspek : mesioversi gigi
Gigi 35 : edentolus
Gigi 34
i. Mahkota : dalam batas normal
j. Akar : satu, adanya elongasi ke arah mesial
k. Membran Periodontal : dalam batas normal
l. Lamina dura : dalam batas normal
m. Furkasi : dalam batas normal
n. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
o. Periapikal : dalam batas normal
p. Suspek : distoversi gigi 34
Gigi 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44 :
i. Mahkota : dalam batas normal
j. Akar : satu, adanya elongasi ke arah distal
k. Membran Periodontal : dalam batas normal
l. Lamina dura : dalam batas normal
m. Furkasi : dalam batas normal
n. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
o. Periapikal : dalam batas normal
p. Suspek :
Gigi 45
34
i. Mahkota : tidak terlihat
j. Akar : satu, dalam batas normal
k. Membran Periodontal : dalam batas normal
l. Lamina dura : dalam batas normal
m. Furkasi : tidak ada
n. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
o. Periapikal : dalam batas normal
p. Suspek : ganggren radiks
Gigi 46
i. Mahkota : hanya tersisa satu per tiga koronal saja
j. Akar : dua, terdapat bayangan radioopak dari perawatan saluran akar
k. Membran Periodontal : dalam batas normal
l. Lamina dura : dalam batas normal
m. Furkasi : dalam batas normal
n. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal
o. Periapikal : dalam batas normal
p. Suspek : fraktur mahkota
Gigi 47 :
i. Mahkota : dalam batas normal
j. Akar : dua, dalam batas normal
k. Membran Periodontal : dalam batas normal
l. Lamina dura : dalam batas normal
35
m. Furkasi : dalam batas normal
n. Puncak tulang alveolar : terjadi penurunan secara horizontal sebesar 3mm
pada bagian distal
o. Periapikal : dalam batas normal
p. Suspek :
Gigi 48
h. Mahkota : terdapat bayangan radiolusen pada oklusal mahkota sampai ke
pulpa
i. Akar : dua, adanya elongasi ke arah mesial
j. Membran Periodontal : dalam batas normal
k. Lamina dura : dalam batas normal
l. Furkasi : dalam batas normal
m. Puncak tulang alveolar : adanya penurunan sebesar 3mm di bagian mesial
n. Periapikal : dalam batas normal
o. Suspek : karies profunda
3.3 Mouth Preparation
3.3.1 Tindakan konservasi
Sebelum merencanakan gigi tiruan harus diketahui perbaikan yang
akurat terhadap gigi-gigi yang ada. Antara lain penambalan, pembuatan inlay,
kedudukan rest.
36
Perawatan endodontik adalah suatu usaha menyelamatkan gigi
terhadap tindakan pencabutan agar gigi dapat bertahan dalam socket. Karena
itu sebaiknya seorang klinisi (Dokter Gigi, red) harus mengetahui prinsip-
prinsip ilmu endodontik secara benar yaitu pengetahuan mendiagnosis, cara
merestorasi jaringan gigi yang hilang dan mempertahankan sisa jaringan,
sehingga gigi tersebut dapat bertahan selama mungkin di dalam mulut dan
menghindari tindakan pencabutan agar gigi dapat bertahan dalam soketnya
sehingga dapat memperlambat resorbsi tulang alveolar gigi terkait.
Keuntungan secara psikologis yang diperoleh adalah gigi dapa tbertahan
secara alamiah. Pasien tetap memiliki gigi asli dalam kedaan sehat, karena gigi
dapat berfungsi seperti semula, dan gigi dapat dipakai sebagai tumpuan gigi
tiruan lepasan.
Dalam setiap melakukan perawatan endodontik, prinsip prinsip
perawatan endodontik harus selalu diperhatikan, yaitu teknik asepsis, akses
langsung saluran akar, pembersihan dan pembentukan saluran akar, pengisian
saluran akar, dan pembuatan restorasi (penambalan, pembuatan onlay atau
mahkota) yang benar, sehingga didapatkan jaringan periodondal yang sehat.
Umumnya kualitas restorasi sangat bergantung pada tiga faktor, yaitu
klinisi/Dokter Gigi, bahan restorasi,Laboratorium Gigi, dan pasien. Tetapi dari
keempat faktor penyebab kegagalan tersebut, yang sangat memegang peranan
adalah faktor klinisi/Dokter Gigi tersebut. Sedang bahan restorasi adalah
factor terakhir kegagalan restorasi (penambalan, pembuatan onlay atau
mahkota).Tujuan prosudur restorasi adalah membentuk gigi seperti semula
37
sehingga dapat berfungsi kembali, memberi kekuatan untuk menahan daya
kunyah atau daya lain seperti trauma,clenching, atau bruxism. Selain itu juga
perlindungan terhadap proses karies, sedapat mungkin menampilkan restorasi
estetis, dan mempersiapkan penjangkaran gigi tiruan lepasan atau cekat.
Seiring dengan makin maju dan berkembangnya pengetahuan tentang
bahan-bahan dantehnologi kedokteran gigi, wawasan perawatan endodontik
semakin terbuka luas. Telah tersedia bermacam macam alternatif bahan dan
cara mempertahankan dan merestorasi gigi sebagai sumbangsih profesi
kedoteran gigi dalam meningkatkan kwalitas hidup masyarakat.Dalam bidang
ini , kiranya dokter gigi tidak perlu terpaku pada pembuatan inlay nya saja
untuk memperbaiki gigi pendukung yang sudah karies. Tumpatan amalgam
pun dapat diterima,sepanjang tumpatan ini dipersiapkan sesuai prinsip
prinsipd dasar yang berlaku.
Perawatan konservatif tidak terbatas hanya pada perawatan karies saja,
tetapi juga harus :
1. Memberikan kekuatan yang cukup serta cukup tebal untuk preparasi
sandaran oklusal.
2. Tmengurangi ruang interproksimal yang berlebihan
3. memberikan ruang oklusal yang cukup luas
4. membentuk daerah gerong untuk retensi, bila daerah ini memang tidak
ada
38
5. mendukung terpenuhinya factor estetik
6. memberikan kontur gigi yang sesuai.
Perawatan endodontik pada kasus terkait :
1. Root Canal Treatment (Perawatan SaluranAkar)
Perawatan saluran akar dibutuhkan untuk 2 alasan utama, yaitu infeksi,
atau lesi ireversibel pada pulpa. Kavitas yang tidak terawat adalah penyebab
umum infeksi pulpa. Lesimengikis jaringan enamel dan dentin sampai pada
akhirnya terbuka ke saluran akar, yangmenyebabkan bakteri dapat
menginfeksi pulpa. Infeksi yang terjadi di dalam gigi tidak responsive
terhadap pemberian antibiotic.
Peradangan disebabkan oleh infeksi yang terdapat diluar aliran darah gigi,
sehingga antibioti dalam pembuluh darah tidak dapat mencapai sumber infeksi
dengan baik. Pengurangan aliran darah juga mengurangi kemampuan pulpa
untuk menyembuhkan dirinya sendiri.Pulpa juga bisa terkena luka akibat
trauma, fraktura atau pekerjaan restorasi yangekstensif seperti beberapa filling
yang dipakai lebih dari periode yang ditentukan. Kadang-kadang, prosedur
umum dental dapat menyebabkan pulpa meradang. Sebagai contoh, persiapan
sebuah gigi untuk pembuatan crown kadang-kadang dapat berujung dengan
perawatan saluran akar.
Dalam beberapa kasus, ketika pulpa meradang, tapi tidak terinfeksi, pulpa
dapat sembuhdengan sendirinya dan kembali normal. Dokter gigi akan
39
memonitor gigi tersebut sebelum melakukan saluran perawatan akar. Namun,
ada saatnya pulpa tetap meradang, yang dapat menyebabkan sakit dan infeksi.
Ketika pulpa mengalami infeksi, infeksi tersebut dapat mengenai tulang
sekitar gigi dan membentuk abses. Tujuan dari perawatan saluran akar ini
adalah untuk menyelamatkan gigi dengan membuang pulpa yang terinfeksi,
merawat infeksi yang ada, serta mengisi saluran akar yang kosong. Jika
perawatan saluran akar tidak berhasil, maka gigi kemungkinan akan
diekstraksi. Alasan dilakukannya perawatan saluran akar biasanya karena
adanya lubang pada kavitas yang terlalu besar. Gigi biasanya akan menjadi
rapuh, namun dapat diatasi dengan pembuatan crown setelah dilakukannya
perawtan saluran akar, atau dalam beberapa kasus direstorasi dengan
composite filling material yang warnanya mirip dengan warna gigi.
Perawatan saluran akar dapat selesai dilakukan dalam satu atau beberapa
kali kunjungan, tergantung pada keadaan gigi. Gigi yang terinfeksi akan
memerlukan beberapa kali kunjungan untuk memastikan infeksi tersebut
hilang. Beberapa gigi mungkin saja susah untuk dirawat dikarenakan posisi
gigi, atau karena gigi tersebut memiliki saluran akar yang susah
untuk dipastikan lokasinya. Ketika perawatan saluran akar sudah selesai,
dokter gigi akan menyarankan pasien melakukan restorasi crown atau filling.
2. Indirect Pulp Capping
a. Indikasi dan Kontraindikasi Indirect Pulp Capping
Perawatan ini dapat dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen
muda yang kariesnya telah luas dan sangat dekat dengan pulpa. Tujuannya
40
adalah untuk membuang lesi dan melindungi pulpanya sehingga jaringan
pulpa dapat melaksanakan perbaikannya sendiri dengan membuat dentin
sekunder. Dengan demikian terbukanya jaringan pulpa dapat terhindarkan.
Indikasi
• Lesi dalam dan tanpa gejala yang secara radiografik sangat dekat ke
pulpa tetapi tidak mengenai pulpa.
• Pulpa masih vital.
• Bisa dilakukan pada gigi sulung dan atau gigi permanen muda.
Kontra Indikasi
• Nyeri spontan – nyeri pada malam hari.
• Pembengkakan.
• Fistula.
• Peka terhadap perkusi.
• Gigi goyang secara patologik.
• Resorpsi akar eksterna.
• Resorpsi akar interna.
• Radiolusensi di periapeks atau di antara akar.
• Kalsifikasi jaringan pulpa.
b. Alat dan Bahan yang Digunakan pada Indirect Pulp Capping
Alat :
• Bur bulat
Fungsinya :
a) Untuk membur email
41
b) Untuk menyingkirkan karies di dentin
c) Untuk menyingkirkan dentin karies di daerah singulum
• Ekscavator
Fungsinya :
a) Untuk membuang sisa-sisa akhir dari debris
b) Untuk membuang jaringan gigi yang lunak/karies
• Hachet email atau pahat
• Pinset berkerat
Fungsinya :
a) Untuk menjepit kapas dan gulungan kapas
• Plastis filling instrument
Fungsinya :
a) Untuk memasukkan, memanipulasi dan membentuk bahan tumpatan
plastis
b) Aplikasi semen
c) Untuk mengurangi kelebihan bahan
• Alat pengaduk semen
Fungsinya :
a) Untuk memanipulasi bahan tumpatan
• Stopper cement
Fungsinya :
a) Untuk menempatkan atau memampatkan bahan basis/semen
c. Faktor Kegagalan dan Keberhasilan Indirect Pulp Capping
42
Faktor keberhasilan
Keberhasilan perawatan pulp capping direct, ditandai dengan
hilangnya rasa sakit, serta reaksi sensitive terhadap rangsang panas atau
dingin yang dilakukan pada pemeriksaan subjektif setelah perawatan.
Kemudian pada pemeriksaan objektif ditandai dengan pulpa yang tinggal
akan tetap vital, terbentuknya jembatan dentin yang dapat dilihat dari
gambaran radiografi pulpa, berlanjutnya pertumbuhan akar dan penutupan
apikal.
Sebagian besar peneliti memakai criteria jembatan dentin sebagai
indicator keberhasilan perawatan karena jembatan dentin bertindak sebagai
suatu barrier untuk melindungi jaringan pulpa dari bakteri sehingga pulpa
tidak mengalami inflamasi, tetap vital, membantu kelanjutan pertumbuhan
akar dan penutupan apikal pada gigi yang pertumbuhannya belum
sempurna. Jembatan dentin terbentuk karena adanya fungsi sel odontoblas
pada daerah pulpa yang terbuka.
Reaksi jaringan dentin terhadap kalsium hidroksida terjadi pada
hari pertama hingga minggu kesembilan, sehingga pasien dapat diminta
datang 2 bulan setelah perawatan untuk melakukan control. Kemudian
secara periodic setiap 6 bulan sekali dalam jangka waktu 2 sampai 4 tahun
untuk menilai vitalitas pulpa.
Faktor kegagalan
43
Pada saat pengeburan, ada kemungkinan mata bur membuat
perforasi atap pulpa. Hal ini perawatan pulp capping indirect berganti
menjadi pulp capping direct.
d. Prognosis
Pulp capping indirect lebih dari dua kunjungan, lebih disukai oleh
banyak klinisi, pulp capping dirasa lebih konservatif dan lebih memberi
hasil yang diharapkan dari metode direct. Pendukung-pendukung teori ini
lebih suka untuk tidak menimbulkan trauma pada gigi dengan melakukan
prosedur eksploratori guna menentukan apakah mereka menghadapi pulpa
yang terbuka atau hanya lesi karies yang dalam. Tindakan ini memberi
keuntungan dari gigi yaitu ditinggalkannya dentin karies yang meragukan
diatas daerah pulpa dan menutupinya. Kadang-kadang, setelah beberapa
waktu kemudian, sesudah mineralisasi ulang terjadi lesi dibuka ulang
kembali, setelah itu semua semen dan dentin karies disingkirkan lalu
kavitas dirawat dengan prosedur sama seperti lesi karies yang dalam.
Prognosis baik juga tergantung pada kekooperatifan pasien dalan
perawatan.
e. Prosedur Perawatan Pulp Capping
Pengambilan karies, jaringan karies diambil secara bertahap supaya
tidak perforasi dan dimaksudkan untuk terbentuknya dentin sekunder
1. Perawatan langsung sama dengan perawatan dentin keras.
2. Perawatan bertahap
Kunjungan I
44
1. Asepsis
2. Pembersihan jaringan karies
3. Membersihkan permukaan preparasi
4. Menempatkan Subbase dengan bahan dan prosedur sama
dengan diatas
5. Melapisi subbase dengan base
6. Penumpatan sementara
7. Melakukan control seminggu kemudian
Kunjungan II:
1. Melakukan Tes vitalitas, tes perkusi dan tes tekan setelah membuka
tumpatan sementara
2. Menanyakan Keluhan penderita
Setelah melakukan tes termal dan tes tekan serta tes perkusi lalu
tanyakan keluhan penderita, apabila tidak ada keluhan maka subbase dan
base dibuang dan diganti yang baru setelah itu baru dilakukan penumpatan
tetap.
Tumpatan tetap dengan menggunakan resin komposit
Resin komposit
Resin komposit adalah bahan tambal sewarna gigi, dengan bahan
dasar polimer dan ditambahkan dengan partikel anorganiksebagai penguat.
Bahan tambal ini umumnya mengalami reaksi pengerasan dengan bantuan
sinar (sinar UV, atau bisa juga dengan visible light)
Kelebihan
45
1. Secara estetik sangat memuaskan, terutama resin komposit dengan
formulasi terkini di mana hasil akhirnya sangat menyerupai gigi asli.
Namun tentu membutuhkan keterampilan dan keahlian dari dokter
gigi. Karena kelebihannya ini, resin komposit adalah bahan tambal
yang paling sering digunakan dalam “cosmetic dentistry”.
2. Aplikasinya cukup luas. Meski dulu ada keraguan bahwa bahan tambal
resin komposit tidak cukup kuat untuk digunakan pada gigi geraham di
mana tekanan kunyah di daerah tersebut paling besar, namun bahan
tambal ini terus menerus mengalami perkembangan sehingga kini
cukup dapat diandalkan untuk menambal gigi geraham meskipun
kekuatannya masih tetap di bawah amalgam.
3. Warna bahan tambal dapat disesuaikan dengan keadaan gigi pasien,
karena resin komposit memiliki pilihan shade/warna.
Kekurangan
1. Material ini membutuhkan tahapan-tahapan yang membutuhkan
pengetahuan dan keterampilan yang cukup mendalam dari dokter gigi
untuk mendapatkan hasil yang benar-benar memuaskan dan tahan
lama. Jika tidak, tambalan dapat mudah lepas/patah, berubah warna,
atau terlihat batas antara tepi tambalan dengan gigi sehingga
mengurangi estetika.
2. Pada saat penambalan diperlukan suasana mulut yang cukup kering
karena kontaminasi saliva dapat mempengaruhi sifat-sifat jangka
panjang dari resin komposit, seperti kekuatan dan daya tahannya. Oleh
46
sebab itu gigi yang akan ditambal resin komposit idealnya harus benar-
benar diisolasi, dan hal ini cukup sulit dilakukan terutama pada gigi
belakang dan mungkin menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien.
3. Dapat terjadi karies sekunder di bawah tambalan yang mungkin
disebabkan karena kebocoran tambalan sehingga bakteri dapat
berpenetrasi ke jaringan gigi dan kembali menyebabkan karies
4. Resin komposit dapat menyerap warna dari zat pewarna dari makanan
atau minuman sehingga dalam jangku waktu lama dapat berubah
warna.
3.3.2 Tindakan Bedah: Ekstraksi
Gigi yang akan dicabut harus ditentukan dengan teliti. Setiap gigi
diperiksa apakah cukup penting dan masih dapat dipertahankan untuk
keberhasilan gigi tiruan yang akan dijadikan sandaran dapat dipertahankan
sebaliknya gigi yang dapat menimbulkan kesulitan dalam pembuatan gigi tiruan
sebaiknya dicabut.
1. Indikasi
Tujuan dokter gigi adalah menciptakan rongga mulut yang sehat dan dapat
berfungsi dengan baik sampai akhir pertumbuhan gigi. Walaupun demikian,
ekstraksi gigi penting dilakukan dengan berbagai alasan
(1) Karies Besar
Gigi yang mahkotanya sudah sangat rusak dan tidak dapat direstorasi lagi.
(2) Nekrosis Pulpa
47
Gigi dengan pulpitis irreversible yang perawatan endodonti tidak dapat
dilakukan lagi atau merupakan kegagalan setelah dilakukan perawatan
endodonti.
(3) Penyakit Periodontal
Periodontitis dewasa yang berat dan luas akan menyebabkan kehilangan
tulang berlebihan dan mobiliti gigi yang menetap.
(4) Gigi Retak
Gigi yang retak atau mengalami fraktur akar yang biasanya menyebabkan
nyeri hebat dan tidak dapat dikendalikan dengan perawatan endodonti.
(5) Gigi Malposisi
Gigi yang dapat menyebabkan trauma jaringan lunak dan posisinya tidak
dapat diperbaiki dengan perawatan orthodonti.
(6) Gigi Terpendam
Apabila gigi terpendam menimbulkan masalah dan menyebabkan
gangguan fungsi normal dari pertumbuhan gigi, maka gigi terpendam ini
diekstraksi.
(7) Gigi Berlebih
Dapat mengganggu pertumbuhan gigi geligi normal atau menyebabkan
gigi berjejal berat danestetis yang kurang pada gigi anterior.
(8) Gigi yang berkaitan dengan lesi patologis
Ekstraksi gigi dengan lesi patologis harus dilakukan bersamaan dengan
pembuangan lesinya.
(9) Gigi Persistensi
48
Gigi desidui yang sudah waktunya tanggal tetapi masih kuat dan gigi
penggantinya sudah erupsi. Biasanya gigi desidui mengalami resorbsi
sehingga akan goyah, tetapi pada gigi desidui yang gangren tidak mungkin
terjadi resorbsi atau karena kondisi kesehatan dari pasien maka gigi
desidui itu masih tetap tertanam dalam tulang alveolar.
(10) Keperluan Orthodonti
Ekstraksi gigi premolar dilakukan untuk perawatan orthodonti dengan
pertumbuhan gigi yang berjejal.
(11) Ekstraksi Preprostetis
Untuk keperluan pembuatan protesa dilakukan ekstraksi gigi.
(12) Preradioterapi
Pasien yang akan mendapatkan perawatan radioterapi pada rongga
mulutnya harus dilakukan ekstraksi gigi terlebih dahulu pada gigi-gigi
yang merupakan indikasi pada daerah yang akan diradioterapi.
2. Kontraindikasi
Walaupun gigi memenuhi persyaratan untuk dilakukan ekstraksi, pada
beberapa keadaan tidak boleh dilakukan ekstraksi gigi karena beberapa faktor atau
merupakan kontraindikasi ekstraksi gigi. Pada keadaan lain, kontraindikasi
ekstraksi gigi sangat berperan penting untuk tidak dilakukan ekstraksi gigi sampai
masalahnya dapat diatasi.
(1) Penderita penyakit jantung, hipertensi, arteriosklerosis, dan diabetes
mellitus kontraindikasi pada pemberian adrenalin.
49
Adrenalin pada ekstraksi gigi merupakan kontraindikasi pada penderita
penyakit jantung, hipertensi, arteriosklerosis dan diabetes melitus.
(2) Penderita Trombositopenia
Penderita trombositopenia memiliki jumlah trombosit lebih sedikit dari
normal sehingga darah sukar membeku. Seperti yang telah diketahui
bahwa trombosit penting artinyadalam pembekuan darah.
(3) Penderita Leukemia
Penderita leukemia memiliki jumlah leukosit yang lebih banyak dari
normal dalam darahsehingga mudah mengalami perdarahan.
(4) Kaheksi
Penderita memiliki keadan umum yang sangat buruk karena malnutrisi
atau sesudah menderita penyakit yang lama dan berat. Akibatnya
semua keadaan menjadi jelek,perdarahan banyak, penyembuhan luka
lambat dan dengan suntikan atau sedikit trauma iadapat kolaps.
Ekstraksi gigi ditunda sampai keadaan umum penderita lebih baik.
(5) Penderita Hemofilia
Merupakan penyakit atau kelainan susunan darah yang bersifat
herediter dan hanya terdapat pada laki-laki. Apabila penderita
mendapatkan luka, maka darahnya tidak dapat membeku. Hal ini
disebabkan oleh trombosit tidak dapat pecah kalau berhubungan
dengan udara karena kekurangan zat antihemofilia dalam serum,
sehingga darah akan terus mengalir.
(6) Kehamilan
50
Ekstraksi gigi merupakan kontraindikasi pada trimester pertama,
karena keadaan umumibu hamil pada trimester pertama sering sangat
lemah dan dalam masa pembentukan janin.
(7) Peradangan di sekitar Gigi
Apabila terdapat peradangan di sekitar gigi, maka ekstraksi gigi adalah
kontraindikasi. Ekstraksi gigi dapat dilakukan jika inflamasinya sudah
sembuh.
Dalam kasus ini untuk gigi yang akan diektraksi adalah gigi 21 27 45 dan 46. Dengan
pertimbangan untuk gigi 21 yaitu fraktur hingga sisa akar yang hampir tertutup gusi, sesuai dengan
indikasi “Gigi Retak” dan “Gigi Terpendam”. Kemudian gigi 27 dan 45 juga sisa akar dan
memiliki indikasi “Gigi Terpendam”. Kemudian untuk gigi 46 terkena fraktur dan tambalannya
lepas, memiliki indikasi “Gigi Retak”
3. Prinsip Ekstraksi Gigi
Dalam prakteknya, ekstraksi gigi harus mengikuti prinsip-prinsip yang
akan memudahkan dalam proses ekstraksi gigi dan memperkecil terjadinya
komplikasi ekstraksi gigi.
(1) Asepsis
Untuk menghindarkan atau memperkecil bahaya inflamasi, seharusnya
bekerja secara asepsis, artinya melakukan pekerjaan dengan menjauhkan
segala kemungkinan kontaminasi dari kuman atau menghindari organisme
patogen. Asepsis secara praktis merupakan suatu teknik yang digunakan
untuk memberantas semua jenis organisme.Tindakan sterilisasi dilakukan
51
pada tim operator, alat-alat yang dipergunakan, kamar operasi, pasien
terutama pada daerah pembedahan.
(2) Pembedahan atraumatik
Pada saat ekstraksi gigi harus diperhatikan untuk bekerja secara hati-hati,
tidak kasar,tidak ceroboh, dengan gerakan pasti, sehingga membuat trauma
sekecil mungkin.
Tindakan yang kasar menyebabkan trauma jaringan lunak, memudahkan
terjadinya inflamasi dan memperlambat penyembuhan. Peralatan yang
digunakan haruslah tajamkarena dengan peralatan yang tumpul akan
memperbesar terjadinya trauma.
(3) Akses dan lapangan pandang baik
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi akses dan lapangan pandang
yang baik selama proses ekstraksi gigi. Faktor-faktor tersebut adalah posisi
kursi, posisi kepala pasien,posisi operator, pencahayaan, retraksi dan
penyedotan darah atau saliva. Posisi kursi harus diatur untuk mendapatkan
akses terbaik dan kenyamanan bagi operator dan pasien. Pada ekstraksi
gigi maksila, posisi pasien lebih tinggi dari dataran siku operator
denganposisi sandaran kursi lebih rendah sehingga pasien duduk lebih
menyandar dan lengkungmaksila tegak lurus dengan lantai.
Sedangkan ekstraksi gigi pada mandibula, posisi pasien lebih rendah dari
dataran siku operator dengan posisi sandaran kursi tegak dandataran
oklusal terendah sejajar dengan lantai. Pencahayaan harus diatur
sedemikian rupaagar daerah operasi dapat terlihat dengan jelas tanpa
52
bayangan hitam yang membuatgelap daerah operasi. Retraksi jaringan juga
dibutuhkan untuk mendapatkan lapanganpandang yang jelas. Daerah
operasi harus bersih dari saliva dan darah yang dapatmengganggu
penglihatan ke daerah tersebut sehingga dibutuhkan penyedotan
padarongga mulut.
(4) Tata Kerja Teratur
Bekerja sistematis agar dapat mencapai hasil semaksimal mungkin dengan
mengeluarkan tenaga sekecil mungkin. Penting untuk mengetahui cara
kerja yang berbeda untuk setiappembedahan, sehingga dapat
menggunakan tekanan terkontrol sesuai dengan urutan tindakan.
Penyingkiran sisa akar yang tinggal dan gigi impaksi
Pengambilan sisa akar yang terpenting dapat dilakukan dari permukaan
labial/bukal, atau palatal tanpa mengurangi tinggi alveolar ridge.
Pengambilan gigi yang impaksi dilakukan sedini mungkin agar dapat
mencegah infeksi akut dan kronis.
3.3.3 Jaringan Periodontal
Gigi tiruan dapat berfingsi baik bila jaringan periodontal memiliki
kesehatan yang optimal. Kontak jaringan periodontal yang baik dan basis gigi
tiruan akan mendukung gigi tiruan supaya retentive dan tahan dari kekuatan yang
bekerja padanya.
53
Kondisi jaringan periodontal ideal untuk ggi tiruan:
1. Adanya ketebalan dan keratinisasi mukosa yang sehat.
2. Tidak ada tonjolan tulang, ceruk, dan puncak alveolar yang tajam.
3. Bentuk prosesus alveolar yang baik
4. Tidak ada jaringan hiperplastik di atas tulang alveolar yang telah
mengalami resorbsi.
5. Tidak ada perlekatan otot atau frenulum pada daerah puncak lingir.
6. Tidak ada jaringan parut atau hipertropi pada mukosa.
7. Terdapat lingir alveolus yang cukup prominen dan puncaknya membulat
serta sisi labial, bukal, dan lingual yang runcing.
Bentuk lingir alveolar yang ideal adalah bentuk U dengan puncak yang
membulat,serta memiliki sisi-sisi yang sejajar dan lebar. Ketika lingir alveolar
bertambah sempit, maka akan bertambah tajam sehingga akan sulit menahan
tekanan pengunyahan dibandingkan dengan lingir alveolar yang lebar.
Secara morfologi perubahan dapat terjadi pada jaringan periodontal setelah gigi
hilang khususnya tulang alveolar akan diresorbsi. Tulang alveolar berubah bentuk
secara nyata saat gigi hilang, baik dalam bidang horizontal maupun vertikal.
Setelah terjadi resorbsi secara fisiologis, struktur tulang rahang yang tinggal
disebut dengan istilah residual ridge. Tulang yang ada setelah tulang alveolar
mengalami resorbsi disebut dengan tulang basal. Pada pasien yang kehilangan
gigi perlu dipertimbangkan kebutuhkan perawatan atau tindakan yang sesuai,
54
sebelum pembuatan gigi tiruan untuk menciptakan keadaan anatomis yang lebih
baik. Perbaikan kondisi jaringan periodontal tersebut diharapkan dapat
memperbaiki retensi,stabilitas dan kenyamanan gigi tiruan tersebut.
1. Scaling
Sebelum dilakukan scaling, biasanya akan dilakukan pemeriksaan gigi
secara menyeluruh. Dokter gigi memeriksa keadaan pasien ekstra dan intra-oral.
Secara ekstra-oralakan dilihat apakah ada pembengkakan kelenjar limfe di kepala
dan leher sebagai tanda adanya penyebaran infeksi dan anamnesis. Kemudian
pemeriksaan intra-oral untuk melihat keadaan dalam mulut pasien. Selain melihat
keadaan giginya, dilihat juga keadaan jaringan lunak lainnya,seperti gingival,
palatum dan lidah, karena beberapa penyakit sistemik memberikan gambaranyang
khas dalam mulut, contohnya diabetes, herpes, dan leukemia .Setelah semua
pemeriksaan dilakukan, pasien baru akan dilakukan scaling.
Biasanya prosedur scaling, mengkombinasikan antara manual dan
ultrasonic scaler, dan diawali dengan ultrasonic scaler untuk membuang kalkulus
yang keras dan melekat erat pada permukaan gigi. Kalkulus yang berada di dalam
subgingiva juga dapat dibersihkan dengan menggunakan tip yangkecil dan tipis
agar bisa masuk kedalam poket dan sulcus gingival. Manual scaler dipakai
untuk membuang sisa-sisa karang gigi pada permukaan gigi yang lebih sensitif
dan tidak bisa menggunakan ultrasonic scaler.Pada pasien dengan kalkulus yang
dalam dan gingivitis, kontak minimal dengan gusi akan menimbulkan pendarahan
55
dan menimbulkan rasa sakit, biasanya akan dilakukan anestesi lokal oleh dokter
gigi.
Setelah scaling, dilakukan root planning dengan pemolesan atau
polishing. Prosedurnya sederhana, gigi akan diolesi dengan pumice, yang
berbentuk pasta tapi kasar seperti berpasir.Kemudian gigi akan di sikat dengan bur
brush pada permukaan yang di-scaling untuk membuangsisa karang gigi,
menghaluskan permukaan gigi dan menimbulkan sensasi segar dalam
mulutpasien, sehingga mulut terasa bersih dan segar. Diharapkan dengan
permukaan gigi yang halus,mempersulit terakumulasinya kembali plak dan
bakteri, terbentuk perlekatan gingival baru yanglebih baik dan berkurangnya
kedalaman poket gingival yang menjadi media bakteri.
Hal ini berguna untuk mendapatkan jaringan yang sehat pada gigi yang
ada sehingga dapat memberikan dukungan dan fungsi yang baik untuk gigi tiruan.
Adapan tindakan tersebut antara lain :
a. Menghilangkan kalkulus
56
b. Menghilangkan pocket periodontal
c. Melakukan splinting terhadap gigi yang mobility
d. Memperbaiki tambalan yang tidak baik, seperti tambalan
menggantung.
e. Menghilangkan gangguan oklusal
2. Alveoplasti
Tindakan pembuangan sebagian maupun seluruh prosesus alveolaris.
Alveoplasti merupakan prosedur yang biasanya dilakukan untuk mempersiapkan
linggir, berkisar mulai satu gigi atau seluruh gigi dalam rahang, dilakukan segera
setelah pencabutan atau sekunder, dan tersendiri sebagai prosedur korektif yang
dilakukan kemudian.
Alveoplasti dilakukan untuk pasir yang telah kehilangan gigi atau pasca
ekstraks. Setelah ekstraksi gusi dan tulang mungkin mengalami penonjolan atau
penurunan tulang sehingga dapat menyebabkan nyeri pada pemakaian gigi tiruan.
Pasien yang telah kehilangan gigi untuk periode waktu yang lama juga dapat
dilakukan alveoplasti. Mereka akan cenderung kehilangan tulang pada rahang
sehingga akan menjadi sangat pendek. Pada kasus ini gigi tiruan tidak dapat
dipasangkan, sehingga alveoplasti diindikasikanBeberapa prosedur yang
dilakukan antara lain setelah pemeriksaan klinis dan radiologi pada gigi yang akan
dicabut, dilakukan anastesi local dan semua gigi dikeluarkan secara bersamaan
dengan hati-hati sehingga dinding alveolar tetap utuh. Insisi dibuat di atas alveolar
ridge dengan memotong papilla interdental dan gingiva dibuka dari prosesus
57
alveolaris. Kemudian tepi tulang yang tajam dibuang dengan menggunakan
rongeur dan kemudian tulang dihaluskan dengan menggunakan bone file, hingga
permukaan tulang teraba halus. Batas-batas flap juga dipotong dengan gunting
jaringan lunak agar terbentuk lebih baik setelah tulang dibuang. Kemudian
berikan irigasi larutan saline pada luka dan jahit dengan menggunakan continuos
suture.
Apabila terdapat tulang tidak rata muncul sepanjang seluruh alveolar
ridge, maka teknik pembedahannya meliputi insisi yang luas sepanjang alveolar
ridge, menarik mukoperiosteum, penghalusan tulang, pembersihan luka dan
penjahitan. Prosedur ini meliputi daerah yang luas, namun operator harus
mengetahui pembuluh pembuluh dan cabang nervus pada daerah tersebut agar
dapat mencegah terjadinya trauma atau luka.
3. Alveolar Augmentasi
Terapi prostodontik akan mencegah resorpsi lingir alveolus yang lebih
lanjut. Resorpsi lingir alveolus yang cukup terkontrol akan meningkatkan
keberhasilan perawatan dengan gigi tiruan. Resorpsi yang terjadi pada sisi labial
dan lingual linger alveolus mandibula di bagian anterior membuat bentuk puncak
lingir alveolus menjadi tajam seperti pisau. Gingiva yang menutupi lingir menjadi
tergulung sehingga akan sering menimbulkan rasa sakit dan ketidak nyamanan
pada pemakaian gigi tiruan. Kondisi seperti ini dapat diatasi dengan tindakan
bedah dengan tujuan menambah besar dan lebar tulang rahang, menambah
58
kekuatan rahang, memperbaiki jaringan pendukung gigi tiruan serta membentuk
kembali lingir alveolus.
Cara menambah ketinggian linggir alveolar:
a. Cangkok tulang autogenous
b. Penambahan denga hidroksiapatit
4. Frenektomi
Tindakan bedah untuk merubah ikatan frenulum baik frenulum labialis
atau frenulum lingualis. Frenulum merupakan lipatan mukosa yang terletak pada
vestibulum mukosa bibir, pipi dan lidah. Keadaan ini paling sering terjadi pada
garis tengah, mengenai papilla diantara gigi-gigi insisvus sentral.
a. Frenektomi labial
pengeluaran perlekatan jaringan dari bagian tengah bibir atas.
Perlekatan frenulum terlalu jauh kebawah dari gusi dapat
menyebabkan resesi gingiva dan celah diantara gigi depan. Pasien
yang akan menngunakan gigi tiruan biasanya melakukan perawatan
frenektomi labial untuk mencapai kedudukan gigi tiruan yang stabil.
Dilakukan dengan eksisi dua hemostat.
59
b.Frenulim lingual
Frenektomi lingual adalah pemindahan atau pengeluaran dari frenulum
lingualis atau jaringan dibawah lidah. Secara umum, apabila jaringan
berlekatan terlalu dekat dengan ujung lidah, maka dapat mengganggu
fungsi bicara dan fungsi gigi yang sebenarnya. Frenektomi lingual
merupakan prosedur umum untuk pasien yang frenulumnya pendek
dan terkadang berhubungan dengan lidah terjepit. Prosedur frenektomi
lingual dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan hemostat.
Setelah selesai dilakukan, maka lidah akan terbiasa bergerak secara
bebas
60
5. Vestibuloplasti
Vestibuloplasti adalah suatu tindakan bedah yang bertujuan untuk
meninggikan sulkus vestibular yang melekat dengan cara melakukan reposisi
mukosa, ikatan otot dan otot yang melekat pada tulang yang dapat dilakukan baik
pada maksila maupun pada mandibula dan akan menghasilkan sulkus vestibular
yang dalam untuk menambah stabilisasi dan retensi gigi tiruan. Vestibulum
dangkal dapat disebabkan resorbsi tulang alveolar, perlekatan otot terlalu tinggi,
adanya infeksi atau trauma. Pada umumnya, vestibuloplasti digunakan pada tuang
alveolar yang masih adekuat tetapi jaringan lunak disekitarnya menghalangi
pemasangan konstruksi gigi tiruan. Tujuan lain dari vestibuloplasti adalah
memindahkan otot yang tidak diinginkan ke dalam tulang alveolar.
61
6. Gingivektomi
Gingivektomi adalah suatu tindakan penghilangan dinding gingiva poket
periodontal, sehingga gingivektomi berguna untuk mengeliminasi poket. Pada
pasien yang akan menggunakan gigi tiruan dengan gingiva yang berlebih
diindikasikan untuk gingivektomi agar menghasilkan estetik yang baik.
7. Eksostosis
Eksostosis merupakan penonjolan tulang yang dapat terjadi pada rahang
baik pada mandibula maupun mada maksila. Eksostosis bukan merupakan tumor
tapi lesi dysplastic exophytic. Etiologi belum diketahui dengan pasti tetapi
beberapa ahli menduga terjadi karena adanya proses inflamasi pada tulang.
Pembedahan diindikasikan pada eksostosis baik yang terjadi karena pertumbuhan
yang berlebihan ataupun yang terjadi karena hasil resorbsi lingir yang
menimbulkan gangguan pembuatan gigi tiruan. Eksostosis terdapat dua macam
yaitu torus palatina dan torus mandibular.
8. Torus Palatina
62
Torus palatina terdapat di daerah tengah pada palatum durum sepanjang
sutura palatinus media dan dapat meluas ke lateral kiri atau kanan. Terdiri dari
berbagai jenis ukuran dan bentuk yang bervariasi, multiloculated, basselated,
bentuk yang irregular. Pada torus palatina yang berukuran besar dapat
mengganggu fungsi bicara dan pengunyahan. Torus palatina biasanya tidak
membutuhkan terapi khusus, kecuali pada pasien edentulous yang akan memakai
gigi tiruan dan pada pasien yang merasa terganggu fungsi bicara dan
pengunyahan.
63
9. Torus Mandibula
Torus mandibula merupakan eksostosis yang biasanya terdapat pada
lingual rahang bawah, pada salah satu sisi atau biasanya terjadi pada kedua sisi
regio kaninus atau premolar, ataupun regio premolar dan molar. Torus mandibula
tidak berbahaya dan tidak memerlukan terapi khusus, kecuali jika pasien ingin
memasang gigi tiruan penuh. Hal ini dikarenakan torus mandibula dapat
mempersulit upaya memperoleh gigi tiruan yang nyaman, sebab tepi-tepi gigi
tiruan secara langsung menekan mukosa yang menutupi tonjolan tersebut.
64
3.3.4 Perawatan Orthodonti
Gigi yang sudah lama dicabut biasanya meninggalkan ruang
kosong yang semakin lama akan sempit karena terjadinya migrasi gigi
tetangga. Hal seperti ini menyebabkan gigi menjadi malposisi, sehinnga
kurang baik bila akan dipakai sebagai dukungan gigi tiruan. Memaksakan
gigi miring menahan beban akan menyebabkan kerusakan pada jaringan
periodontal. Pada kasus seperti ini diindikasikan melakukan sedikit
pergeseran gigi, sehingga gigi akan kembali ke posisi yang baik.
Parawatan ortodontik akan menunjang keberhasilan perawatan
prostodontik, di samping meningkatkan kesehatan jaringan periodontal
gigi geligi di sekitar gigi tiruan.
Pada kasus terdapat diastema sentralis gigi bawah, sebaiknya
dilakukan perawatan ortodonti terlebih dahulu sebelum pembuatan gigi
tiruan. Aspek yang lebih siginifikan dari perawatan desain gigi tiruan
sebagian lepasan adalah rencana perawatan yang tepat dan persiapan mulut
dan keakuratan hasil melalui proses pembuatan. Perlu diperhatikan desain
gigi tiruan tidak akan berhasil tanpa penyelesaian yang sangat teliti dan
prosedur klinis serta prosedur laboratorium.
Gigi yang goyang perlu mendapat perhatian sebelum pemakaian
gigi tiruan karena dapat menimbulkan masalah. Disharmoni oklusal,
peradangan jaringan periodontal atau kombinasi keduanya merupakan
penyebab. Pada kasus gigi goyang, splinting dapat dipertimbangkan
65
2.4 Kondisi Setelah Mouth Preparationh
Pada kasus ini dilakukan tindakan mouth preparation sebagai berikut:
1. Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan pada gigi:
- 21 karena patah dan tinggal sisa akar akibat terjatuh
- 27 dan 45 karena tinggal sisa akar
- 46 dapat dilakukan ekstraksi bila fraktur besar, perlu pemeriksaan
klinis lebih lanjut dan radiologi untuk penunjang
2. Konservasi
Konservasi gigi dilakukan pada:
- 12, 17, 22, 37, dan 48 dilakukan perawatan saluran akar dan
penambalan karena karies profunda
- 46 dapat dilakukan konservasi bila memungkinkan, perlu pemeriksaan
klinis lebih lanjut dan radiologi untuk penunjang
3. Jaringan Periodontal
Mouth preparation jaringan periodontal yang dilakukan:
- Scaling dilakukan karena terdapat kalkulus supragingiva
- Alveoplasti pada jaringan pascaekstraksi dan pada bagian yang
membutuhkan alveoplasti
4. Orthodontic
Perawatan orthodontic yang dilakukan:
- Perawatan orthodontic pada diastema gigi 33 dan 34
66
- Perawatan orthodontic pada gigi 34 yang distoversi dan gigi 36 yang
mesioversi
- Splinting pada gigi 46 dapat dilakukan karena terdapat mobilitas. Hal
ini dilakukan bila gigi masih bisa dipertahankan.
3.4 Klasifikasi GTSL
Klasifikasi Kennedy
Klasifikasi ini dibuat oleh Dr. Edward Kennedy pada tahun 1925,
klasifikasi ini dibuat untuk membantu pembuatan gigi geligi tiruan lepasan.
Klasifikasi ini membagi semua keadaan tidak bergigi menjadi empat keadaan ;
1. Kelas I : Daerah tidak bergigi terletak dibagian posterior dari gigi yang masih
ada dan berada pada kedua sisi rahang (Bilateral Free End).
2. Kelas II : Daerah yang tidak bergigi terletak dibagian posterior dari gigi yang
masih ada tetapi berada hanya pada salah satu sisi rahang saja (unilateral free end).
3. Kelas III : Daerah yang tidak bergigi terletak diantara gigi yang masih
ada dibagian posterior maupun anteriornya dan unilateral.
4. Kelas IV : Daerah tidak bergigi terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang
masih ada dan melewati garis tengah rahang.
67
Untuk mempermudah aplikasi atau penerapannya. Applegate membuat
delapan ketentuan berikut ini.
1. Klasifikasi hendaknya dibuat setelah pencabutan selesai dilakukan
2. Bila gigi molar 3 hilang dan tidak akan diganti, maka gigi ini tidak
dimasukkan dalam klasifikasi
3. Bila gigi molar 3 masih ada dan akan digunakan sebagai gigi penahan
maka gigi ini dimasukkan dalam klasifikasi
4. Bila gigi molar 2 sudah hilang dan tidak akan diganti, maka gigi ini tidak
dimasukkan ke dalam klasifikasi
5. Bagian tak bergigi paling posterior selalu menentukan kelas utama dalam
klasifikasi
68
6. Daerah tak bergigi lain dari pada yang sudah ditetapkan pada klasifikasi,
masuk dalam modifikasi dan disebut sesuai dengan jumlah daerah atau
ruangannya
7. Luasnya modifikasi atau jumlah gigi yang hilang tidak dipersoalkan, yang
dipersoalkan adalah jumlah tambahan daerah tak bergigi
8. Tidak ada modifikasi bagi lengkung rahang kelas IV.
Klasifikasi Applegate Kennedy
1. Kelas I : daerah tak bergigi berupa sadel berujung bebas (free end) pada
kedua sisi. Keadaan ini sering dijumpai pada rahang bawah dan biasanya
telah beberapa tahun kehilangan gigi.
Secara klinis, dijumpai keadaan sebagai berikut:
1. derajat resorpsi residual ridge bervariasi
2. tengang waktu pasien tak bergigi akan mempengaruhi stabilitas geligi
tiruan yang akan dipasang
3. jarak antar lengkung rahang bagian posterior sudah biasanya sudah
mengecil
69
4. gigi asli yang masih tinggal sudah migrasi ke dalam berbagai posisi.
5. gigi antagonis sudah ekstrusi dalam berbagai derajat.
6. jumlah gigi yang masih tertinggal bagian anterior umumnya sekitar 6 10
gigi
7. ada kemungkinan dijumpai kelainan sendi temporomandibula.
Indikasi protesa : protesa lepasan, dengan desain bilateral dan perluasan ke
distal
2. Kelas II: Daerah tak bergigi sama seperti Kelas II Kennedy. Kelas ini
sering tidak diperhatikan pasien.
Secara klinis dijumpai keadaan :
1. Resorbsi tulang alveolar terlibat lebih banyak.
2. Gigi antagonis relatif lebih ekstrusi dan tidak teratur.
3. Ekstrusi menyebabkan rumitnya pembuatan restorasi pada gigi
antagonis.
4. Pada kasus ekstrim karena tertundanya pembuatan gigi tiruan untuk
jangka waktu tertntu karena perlu pencabutan satu atau lebih gigi
antagonis.
70
5. Karena pengunyahan satu sisi, sering dijumpai kelainan sendi
temporomandibula.
Indikasi protesa: protesa dengan desain bilateral dan perluasan basis distal.
3. Kelas III: keadaan tak bergigi paradental dengan dua gigi tetangganya
tidak lagi mamapu memberikan dukungan pada protesa secara
keseluruhan.
Secara klinis, dijumpai keadaan
1. Daerah tidak bergigi sudah panjang
2. Bentuk dan panjang akar gigi kurang memadai.
3. Tulang pendukung mengalami resorbsi servikal dan atau disertai
goyangnya gigi secara berlebihan.
4. Beban oklusal berlebihan.
Indikasi protesa: protesa sebagian lepasan dukungan gigi dengan
desain bilateral.
4. Kelas IV: daerah tak bergigi sama dengan Kelas IV Kennedy.
71
Pada umumnya untuk kelas ini dibuat geligi tiruan sebagian lepasan, jika:
1. Tulang alveolar sudah banyak hilang, seperti pada kasus akibat trauma.
2. Gigi harus disusun dengan “overjet” besar, sehingga dibutuhkan
banyak gigi pendukung.
3. Dibutuhkan distribusi merata melalui lebih banyak gigi penahan, pada
pasien dengan daya kunyah besar.
4. Diperlukan dukungan danretensi tambahan dari gigi penahan.
5. Mulut pasien depresif, sehingga perlu penebalan sayap untuk
memenuhi faktor estetik
Indikasi protesa:
(a) Geligi tiruan cekat, bila gigi gigi tetangga masih kuat.
(b) Geligi tiruan sebagian lepasan dengan desain bilateral dan dukungan
gigi atau jaringan atau kombinasi.
(c) Pada kasus meragukan sebaiknya dibuat protesa sebagian lepasan.
5. Kelas V: daerah dengan sadel tertutup dan gigi tetangga bagian depan
tidak kuat menerima dukungan. Indikasi protesanya berupa protesa
lepasan dua sisi.
72
Pada umumnya untuk kelas ini dibuat geligi tiruan sebagian lepasan, jika:
1 Daerah tak bergigi sangat panjang.
2 Daya kunyah pasien berlebihan.
3 Bentuk atau panjang akar gigi penahan kurang memadai.
4 Tulang pendukung lemah.
5 Penguatan dengan splin tidak diharapkan, dan sekalipun dilakukan tetap
tidak memberikan dukungan yang memadai, tetapi tetap dirasakan
perlunya mempertahankan geligi yang masih tinggal ini.
Indikasi Protesa : Geligi tiruan sebagian lepasan dengan desain bilateral dan
prinsip basis berujung bebas tetapi di bagian anterior.
6. Kelas VI: daerah dengan sadel tertutup dan kedua gigi tetangganya kuat.
Indikasi protesanya berupa protesa cekat atau lepasan, satu sisi dan
dukungan dari gigi.
Pada umumnya untuk kelas ini dibuat geligi tiruan sebagian lepasan, jika:
73
1. Daerah tak bergigi yang pendek.
2. Bentuk atau panjang akar gigi tetangga memadai sebagai pendukung penuh.
3. Sisa prosesus alveolaris memadai.
4. Daya kunyah pasien tidak besar.
Indikasi Protesa :
(a.) Geligi tiruan cekat
(b) Geligi tiruan sebagian lepasan dukungan gigi dan desain unilateral (protesa
sadel)
Klasifikasi Soelarko
1. Kelas I : Gigi tiruan berujung bebas (free end).
2. Kelas II : Gigi tiruan bersandaran ganda (All tooth)
3. Kelas III : Gigi tiruan kombinasi kelas I dan kelas II
Disamping kelas-kelas juga punya divisi :
1. Divisi 1 : Bila daerah tidak bergigi pada satu sisi
2. Divisi 2 : Bila daerah tidak bergigi pada dua sisi
3. Divisi 3 : Bila daerah tidak bergigi diantara garis media
3.5 Rencana Perawatan Prostodonsia
Perawatan prostodontik secara umum diklasifikasian seperti ini
1. Removable
2. Fixed
74
3. Maxillofacial prosthesis
4. Dental implant
5. Overdenture
6. Precission attachment
Komptensi untuk dokter gigi umum adalah removable dan fixed, sementara
sisanya menjadi kompetensi spesialis.
1. Removable
Merupakan gigi tiruan yang mengganti satu atau lebih gigi dan struktur
pendukungnya yang dapat dilepas dan dipasang kembali oleh pasien. Dibagi
menjadi dua, removable partial denture dan full denture.
1) Removable Partial Denture/Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (GTSL)
Merupakan gigi tiruan lepasan yang menggantikan satu atau lebih gigi,
tapi tidak seluruh gigi, yang dapat dilepas dari mulut dan diasangkan kembali oleh
pasien
Pertimbangan dalam pembuatan GTSL terdiri dari dasar pemilihan, akibat,
fungsi, dampak dan faktor.
1. Dasar Pemilihan
– Usia pasien masih muda , usia yang tua cukup menyulitkan karena
butuh ketelatenan perawatan GTSL
75
– Mencegah ekstrusi gigi antagonis , ruang akibat gigi yang tanggal
bila dibiarkan dapat mengakibatkan ekstrusi gigi antagonis dan
drifting gigi tetangga
– Kesehatan pasien tidak memungkinkan dilakukan preparasi segera,
bila tidak memungkinkan dilakukan preparasi segera untuk fixed
prosthodontic
– Pasien menolak membuat gigi tiruan cekat
– Keadaan sosek tidak menunjang , pembuatan GTSL relatif murah
dibandingkan perawatan prothodontic lainnya
2. Akibat Kehilangan Gigi Bila Tak Digantikan
– Migrasi dan rotasi gigi,
Hilangnya keseimbangan lengkung gigi, menyebabkan pergeseran,
miring atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi menempati
posisi yang yang normal untuk menerima bahan yang terjadi pada
saat pengunyahan, maka akan menyebabkan kerusakan struktur
periodontal. Gigi yang miring lebih sulit dibersihkan, sehingga
aktivitas karies dapat meningkat.
– Ekstrusi
Bila gigi sudah tidak mempunyai antagonis lagi, maka akan terjadi
erupsi berlebih (overeruption). Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa
atau dengan pertumbuhan tulang alveolar. Bila tanpa pertumbuhan
76
tulang alveolar, maka struktur periodontal akan mengalami
kemunduran sehingga gigi mulai ekstrusi. Bila terjadinya hal ini
disertai pertumbuhan tulang alveolar berlebih, maka akan
menimbulkan kesulitan jika pada suatu hari pasien perlu dibuatkan
gigi tiruan lengkap.
– Penurunan efisiensi kunyah
Jika sudah kehilangan gigi cuku banyak, apalagi gigi posterior,
akan merasakan betapa efisiensi kunyahnya menurun.
– Gangguan TMJ
Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebih (over
closure), hubungan rahang yang ekseentrik akibat kehilangan gigi,
dapat menyebabkan gangguan pada struktur sendi rahang.
– Beban berlebih pada jaringan pendukung
Gigi yang tersisa akan menerima tekanan mastikasi lebih besar
sehingga terjadi pembebanan berlebih (over loading). Hal ini akan
mengakibatkan kerusakanmembran periodontal dan lama kelamaan
gigi menjadi goyang dan akhirnya terpaksa dicabut.
– Gangguan fonetik
Gigi termasuk organ fonetik pasif, makan kehilangan gigi akan
mengganggu fungsi bicara.
77
– Estetik
Khususnya pada kehilangan gigi anterior akan mengurangi daya
tarik wajah seseorang.
– Kebersihan mulut terganggu
Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan kehilangan kontak
tetangganya, demikian pula gigi yang kehilangan lawan gigitnya.
Adanya ruang interproksimal yang tidak normal mengakibatkan
celah antar gigi mudah disisipi sisa makanan. Oleh karena itu,
kebersihan mulut terganggu dan mudah timbul plak.
– Atrisi
Toleransi beban jika tidak mengenai pada membran periodontal
dapat berdampak pada trisi gigi, sehingga pada waktu lama akan
mengurangi dimensi vertikal wajah pada saat gigi dalam kondisi
oklusi sentrik.
– Kesukaran adaptasi terhadap GTSL jika berlangung lama
– Ruang yang ditinggalkan gigi akan ditempati jaringan lunak, jika
berlangsung lama akan menyebabkan kesukaran adpatasi terhadap
gigi tiruan yang kemudian dibuat, karena terdesaknya kembali
jaringan lunak tadi yang ditempati prostesis. Gigi geligi tiruan akan
dianggap sebagai suatu benda asing yang cukup mengganggu.
2. Fungsi Geligi Tiruan
78
– Fungsi Estetik
Pasien yang kehilangan gigi anterior biasanya memperlihatkan
wajah dengan bibir masuk ke dalam, sehingga wajah menjadi
depresi pada dasar hidung dan dagu menjadi tampak lebih ke
depan. Selain itu, timbul garis yang berjalan dari lateral sudut bibir
dan lipatan-lipatana yang tidak sesuai dengan usia penderita.
Akibatnya, sulcus labio-nasalis menjadi lebih dalam.
– Fungsi Fonetik
Alat bicara terdiri dari alat statis (pasif) dan dinamis (aktif), gigi
merupakan alat bicara statis. Alat bicara yang tidak lengkap dan
kurang sempurna dapat mempengaruhi suara penderita. Di lain
pihak, penggunaan geligi tiruan dapat mengakibatkan kelainan
bicara, bila pembuatannya kurang sempurna atau karena pemakai
belum terbiasa dengan keadaan baru ini.
– Fungsi Mastikasi
Pola kunyah penderita yang sudah kehilangan sebagian gigi
biasanya mengalami perrubahan. Jika kehilangan gigi terjadi pada
kedua rahang, tetapi pada sisi yang sama, maka pengunyahan akan
dilakukan semaksimal mungkin oleh geligi asli pada sisi lainnya.
Dalam hal ini, tekanan kunyah akan dipikul satu sisi atau sebagian
saja. Setelah pasien memakai prostesa, akan merasakan perbaikan
karena tekanan kunyah disalurkan secara lebih merata ke seluruh
bagian jaringan pendukung.
79
3. Dampak Pemakaian GTSL
– Peningkatan Akumulasi Plak
Dapat terjaid pada ruang sekitar gigi prostesa ddengan gigi asli.
– Trauma Langsung
Bar lingual yang ditempatkan terlalu dekat tepi gingiva, cengkram
kontinu yang kurang mendapat dukungan gigi, terbenanya prostesa
pada gusi dapat menyebabkan trauma langsung pada mukosa
mulut.
– Penyaluran Gaya Kunyah
Bila komponen GTSL tidak menghasikan keseimbangan untuk
distribusi beban kunyah.
– Permukaan Oklusal
Bila pada pembuatannya tidak sesuai dengan oklusi dan relasi
sentrik pasien, sehingga menyebabkan kontak prematur.
4. Faktor Yang Berperan
– Psikologis
– Kesehatan
– Jenis Kelamin
Umumnya wanita lebih cenderung memperhatikan faktor estetik.
– Sosial ekonomi
– Waktu
Disesuaikan dengan profesi pasien.
– Sikap
80
5. Tahap
– Sudah dilakukan mouth preparation
– Penentuan Kelas GTSL
– Pencetakan rahang
– Pembuatan model rahang
– Survei model, untuk menentukan arah pemasangan
– Desain
– Pemasangan artikulator
– Tanggul gigitan, disesuaikan dengan oklusi sentrik
– Pembuatan cengkram
– Pemendaman akrilik
– Pemolesan
6. Syarat
– Retensi
Kemampuan gigi geligi tiruan melawan gaya pemindah yang
memindahkan protesa kee arah oklusal. Gaya yang termasuk
adalah, aktivitas otot saat bicara, mastikasi, tertawa, menelan,
batuk, bersin, makanan lengket atau gravitasi untuk gig tiruan
rahang atas. Biasanya retensi die=buat dengan penempatan ujung
lengan di daerah gerong.
– Stabilisasi
Merupakan gaya untuk melawan pergerakan gigi tiruan dalam arah
horizontal.
81
– Estetika
Pemilihan gigi disesaikan ukuran dan warnanya. Cengkram tidak
ditempatkan di anterior.
– Support
Dukungan diperoleh dari dukungan gigi dan jaringan mulut.
– Arah pemasangan
Untuk mendapatkan desain yang baik, perlu dilakukan:
– Penentuan gigi sandaran (vital, jar.perio, posisi, jarak,anatomi
ideal)
– Buat garis survey
– Tentukan arah pemasangan
– Perluasan landasan
8. Komponen
– Retainer
bagian geligi tiruan sebagian lepasan yang berfungsi memberi
retensi, untuk menahan protesa tetap pada tempatnya.
1. Penahan Langsung (direct retainer)
berkontak langsung dengan permukaan gigi penyangga berupa
cengkeram atau kaitan presisi
2. Penahan Tak Langsung (indirect retainer)
Memberikan retensi untuk melawan gaya yang cenderung melepas
protesa ke arah oklusal dan bekerja pada basis.
– Sandaran (rest)
82
Membantu penyaluran beban kunya, terdiri dari incsal rest dan
occlusal rest.
– Konektor
Terdiri dari
Konektor Major
Menghubungkan bagian protesa yang bersebrangan.
Konektor Minor
Menghubungkan konektor utama dengan bagian lain.
– Elemen
Gigi geligi pengganti
– Basis
Landasan, biasaya terbuat dari akrilik atau logam.
2) Full Denture/ Gigi Tiruan lengkap (GTL)
Merupakan gigi tiruan lepasang yang menggatikan seluruh gigi asli
dan struktur pendukungnya yang bisa dipasang dan dilepas oleh pasien
Indikasi pembuatan gigi tiruan lengkap
(1) adanya kehilangan seluruh gigi karena dicabut atau tanggal, atau
masih mempunyai beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan gigi
yang tidak mungkin diperbaiki,
(2) keadaan processus alveolaris masih baik,
(3) kondisi mulut pasien baik,
(4) keadaan umum pasien baik, dan
83
(5) pasien bersedia dibuatkan gigi tiruan lengkap.
2. Fixed Prosthodontic
Fixed prosthodontic adalah cabang prosthodontics yang mengganti
dan/atau merestorasi gigi dengan menggunakan alat pengganti buatan yang
tidak bisa dilepas dari mulut. Indikasi untuk penggunaan satu atau dua gigi
yang hilang, terdapat gigi penyangga yang mendukung, jaringan pendukung
masih sehat, pasien dalam keadaan sehat dan ingin dipasangkan protesa,
pasien memiliki kebiasaan merawat kesehata rongga mulutnya dengan teratur.
Sedangkan untuk kontraindikasi pemakaian fixed prosthodontic adalah pasien
yang tidak kooperatif, kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang, kelainan
jaringan periodonsium, prognosis yang jelek dari gigi penyangga, diastema
yang panjang, kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama,
resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia.
Fixed prosthodontic atau gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa
komponen, yaitu pontik (gigi buatan pabrik yang menjadi pengganti, dapat
dibuat dari porselen, akrilik, atau logam), retainer (restorasi tempat pontik
dicekatkan. Retainer dapat dibuat intrakoronal atau ekstrakoronal), konektor
(bagian yang mencekatkan pontik ke retainer), abutment (gigi penyangga),
dan sadel (daerah diantara gigi-gigi penyangga, yang terutama adalah tulang
alveolar yang ditutupi olehjaringanlunak)
84
Bagian-Bagian dari Gigi Tiruan Cekat
Terdapat 5 macam desain dari gigi tiruan cekat yang perbedaannya
terletak pada dukungan yang ada pada masing-masing ujung pontik yaitu
a) Fixed-fixed bridge
Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua
sisi oleh satu atau lebih gigi penyangga. Indikasi dari perawatan
dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu jika gigi yang hilang
dapat terhubung dengan gigi penyangga yang mampu mendukung
fungsional dari gigi yang hilang.
Gambar Fixed Bridge
85
b) Semi fixed bridge
Suatu gigi tiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya
pada akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga
c) Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau
lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat
mengatasi beban oklusal dari gigitiruan.
Gambar Cantilever Bridge
d) Spring cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke
gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai
penghubung ini dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi
dari lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang
hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum untuk
memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan ini digunakan pada
pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau
terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang hilang.
86
Gambar Spring cantilever bridge
4. Perawatan Maxillofacial
Cabang Prostodonsia yang menangani restorasi dan
atau penggantian dari stomatognatik dan struktur
kraniofasial dengan prosthesis yang bisa dilepas atau
mungkin yang tidak dapat dilepas. Perawatan ini biasanya
di kerjakan bersama dengan Spesialis Bedah Mulut. Pasien
dengan perawatan ini memiliki kelainan di area
maxillofacial dengan berbagai macam penyebab.
5. Implan Gigi
Implan gigi merupakan menanam material (logam
titanium) ke dalam tulang rahang yang bertujuan untuk
menggantikan akar gigi yang hilang, lalu menunggu sampai
terjadinya proses penyatuan material tersebut dengan
tulang rahang (osteointegrasi) kemudian di atasnya di
buatkan sambungan (abutment) untuk memegang mahkota
87
tiruan. Implant gigi mempunyai manfaat fungsional dan
juga estetika, di manafungsi pengunyahan pasien dapat di
sempurnakan dan juga mengembalikan senyum pasien
menjadi lebih menawan dengan susunan gigi yang mirip
dengan gigi aslinya. Implant gigi juga lebih rigid dan stabil
sehingga nampak lebih natural dan mempunyai kekuatan
gigitan yang lebih baik. Namun, proses pemasangannya
membutuhkan beberapa kali kunjungan seperti telah di
jelaskan di atas dan juga di butuhkan biaya yang cukup
besar. Meski relatif aman, pasien harus memenuhi
persyaratan yang ditetapkan, di antaranya tulang gigi
pasien harus sehat dan cukup tebal, karena pasien yang
sudah kehilangan gigi lama maka tulangnya menciut dan
menipis. Bagi pasien yang seperti ini, maka harus di
lakukan penambahan tulang sebelumnya melalui metoda
grafting. Khusus untuk gigi atas kadang-kadang jarak tulang
dan sinus maksilaris sangat tipis sehingga di perlukan suatu
operasi pengangkatan sinus agar implant gigi tidak
menembus dan merusak mukosa sinus maksilaris. Bahan
implant gigi terbuat dari titanium, atau logam yang bersifat
biocompatible yang artinya saat bahan ini di masukkan ke
dalam tulang, maka tubuh kita tidak memberikan reaksi
penolakan. Angka kesuksesan pemasangan implant gigi
88
rata-rata 90-95%, Kegagalan dalam pemasangan implant
gigi biasanya berhubungan dengan proses penyatuan
bahan implant gigi dengan tulang rahang yang tidak
sempurna, yang antara lain di sebabkan oleh adanya proses
infeksi, karena pasien tidak menjaga kesehatan mulutnya
dengan baik.
Pasien yang telah melakukan pemasangan implant
gigi harus selalu menjaga kebersihan mulutnya dan
melalukan kontrol periodik setiap 6 bulan sekali. Bila pasien
selalu memperhatikan kesehatan mulutnya maka implant
gigi dapat bertahan seumur hidup dan mahkota tiruan di
atas implant bisa bertahan hingga 10-25 tahun.
6. Overdnture
Overdenture adalah perawatan dari gigi tiruan
lengkap yang sebagian daya kunyahnya didukung oleh
satu atau beberapa akar gigi yang sengaja dipertahankan.
Keuntungan dari overdenture:
Fungsi stabilitas yang lebih besar untuk menjaga bentuk
linggir tersisa yang dekat dengan gigi sandaran (dengan
atau tidak menggunakan kaitan)
Retensi yang lebih baik, khususnya bila kaitan
digunakan pada protesa di rahang bawah.
89
Peningkatan efisiensi pengunyahan karena stabilitas
dan retensi yang lebih baik dan tekanan pada mukosa
berkurang.
Pengurangan perluasan landasan gigi tiruan di rahang
atas. Pada palatum hanya perlu ditutup sebagian bila
elemen retentif digunakan. Hal ini sering memberikan
efek psikologis yang sangat penting bagi pasien.
Mudah beradaptasi.
Merupakan latihan bagi penggunaan gigi tiruan lengkap
di kemudian hari dengan menyiapkan lintasan pola
refleks yang tepat.
Selain keuntungan, perawatan ini juga memiliki
kekurangannya, yaitu biaya yang mahal dan juga
perawatan ini harus dilakukan dengan usaha yang cukup
besar antara pasien dan dokternya.
7. Perawatan TMJ
Berbagai terminologi dalam melakukan perawatan
gangguan sendi temporomandibula, antara lain terapi
Fase I dan fase II. Fase I yaitu perawatan simptomatik,
teramsuk perawatan yang reversible seperti perawatan
dengan obat, terapi fisik, psikologik, dan perawatan dengan
splin. Fase II yaitu perawatan irreversible, termasuk
90
perawatan ortodontik, pemakaian gigi tiruan cekat,
penyesuaian oklusal, dan pembedahan.
Banyak tindakan yang dikemukakan dalam
literatur, yang pada garis besarnya dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) Perawatan fase I terdiri dari:
a. Komunikasi dengan pasien. Dijelaskan kepada pasien
bahwa gejala-gejalanya bukan disebabkan oleh kelainan
struktur atau penyakit organik tetapi suatu kelainan yang
reversible yang mungkin berhubungan dengan pola hidup
pasien, sehingga pasien lebih percaya diri dan timbul
kerjasama yang baik antara dokter dengan pasien.
Setelah mendapat informasi dari dokter yang
merawatnya diharapkan pasien dapat menghilangkan
kebiasaan-kebiasaan seperti clenching atau parafungsi.
b. Perawatan sendiri/fisioterapi/terapi fisik: Pasien dapat
melakukan sendiri kompres dengan lap panas. Caranya:
di atas lap diletakan botol berisi air panas, lama terapi
10-15 menit dilakukan terus. menerus sekurang-
kurangnya 3 minggu. Pemijatan sekitar sendi,
sebelumnya dengan krim mengandung metil salisilat.
Latihan membuka-menutup mulut secara perlahan tanpa
terjadi deviasi, dilakukan di depan cermin. Caranya:
91
garis median pasien ditandai, lalu pasien disuruh
membuka-menutup mulut di depan cermin tanpa terjadi
penyimpangan garis median. Fisioterapi dengan
alat.
c. Perawatan dengan Obat Analgetik: Aspirin, Asetaminophen,
Ibuprofen. Anti inflamasi: NSAID (Non SteroidAntiInflamasi
Drugs), yaitu Naproxen dan Ibuprofen. Antianxiety:
Diazepam. Muscle Relaxants: Cyclobenzaprine (Flexeril).
Lokal Anastetik: Lidokain dan Mapivakain.
d. Memakai alat di dalam mulut Splin oklusal atau
Michigan splin. Splin ini terpasang dengan cekat pada
seluruh permukaan oklusal gigi gigi rahang atas atau
rahang bawah. Permukaan yang berkontak dengan gigi
lawan datar dan halus. Permukaan oklusal splin sesuai
dengan gigi lawan, dengan maksud untuk
menghindari hipermobilitas rahang bawah. Fungsi splin
oklusal adalah menghilangkan gangguan oklusi,
menstabilkan hubungan gigi dan sendi, merelaksasi
otot, menghilangkan kebiasaan parafungsi; melindungi
abrasi terhadap gigi, mengurangi beban sendi
temporomandibula, menghilangkan rasa nyeri akibat
disfungsi sendi temporomandibula berikut otot-ototnya,
sebagai alat diagnostik untuk memastikan bahwa oklusi
92
lah yang menyebabkan rasa nyeri dan gejala-gejala yang
sulit diketahui sumbernya.
Ada 2 tipe splin oklusal, yaitu:
1. Splin Stabilisasi. Pembuatan splin dengan hubungan
rahang atas dan rahang bawah pada posisi sentrik.
Kriteria untuk pemakaian splin ini apabila
masalahnya murni dari otot tapi sendi dalam
keadaan normal, maka dibuat splin ini, juga pada
keadaan dimana untuk mencapai keadaan treatment
position pada kasus internal derangement
menyebabkan nyeri, adanya degeneratif sendi,
keadaan nyeri sendi dan otot tanpa dapat didiagnosa
dengan tepat. Splin inidipakai 4-6 bulan dipakai setiap
waktu kecuali makan.
2. Splin Reposisi (Repositioning splint atau
MORA: Mandibular Orthopaedic Repositioning
Appliance}. Bila gejala yang diderita pasien
diantaranya ada deviasi (rahang yang
menyimpang), adanya kliking sendi yang
diindikasikan adanya inkoordinasi diskus-kondilus
(interkoral derangement) maka diperlukan splin reposisi
dengan maksud mereposisi rahang bawah ke posisi
normal dan mengembalikan keseimbangan tonus otot-
93
otot pengunyahan, juga menghilangkan kliking.
Hubungan antara diskus, kondilus, dan fossa
glenoidalis menjadi 9 bagian, dan ia menganjurkan
mengembalikan kondilus ke posisi 4/7 dapat
mengurangi dan menghilangkan berbagai keluhan
dan gejala disfungsi sendi temporomandibula, dan
dibuat pada rahang bawah. Splin reposisi bertujuan
untuk menghilangkan gejala pergeseran diskus
dengan reduksi kliking resiprokal, kliking waktu
membuka mulut terjadi saat gerak translasi
kondilus dimulai, dan kliking waktu menutup mulut
terjadi sebelum mencapai oklusi maksimal. Splin
dipasang sesaat sebelum kliking resiprokal
ketebalannya tidak boleh melewati Freeway Space.
Bila gejala-gejala gangguan sendi temporomandibula
sudah hilang pada pasien dan posisi kondilus sudah
stabil pada tempatnya, otot-otot pengunyahan
sudah normal, kondisi psikologik pasien sudah stabil,
postur tubuh sudah normal maka dapat dilakukan
perawatan fase kedua, yaitu perawatan ortodontik,
pembuatan gigi tiruan cekat, pembuatan gigi
tiruanlepasan (overlap, penyesuaian oklusal,
94
pencabutan, dan bedah tergantung dari kebutuhan
pasien.
3.7 Rencana Perawatan Kasus dengan Alternatif
A. Rahang Atas
Gigi Tiruan Sebagian Lepasan akrilik/kerangka logam
Kemungkinan 1:
1. Kondisi Gigi:
- Gigi yang edentolous: 17, 11, 21, 27
- Gigi yang tersisa: 16, 15, 14, 13, 12, 22, 23, 24, 25, 26
2. Klasifikasi:
- Kennedy: Kelas I Modifikasi I
- Soelarko: Kelas III Divisi III
3. Desain:
- Gigi sandaran: 16, 13, 23, 26
95
- Cangkolan: 16, 26
- Rest: 13, 23
Kemungkinan 2:
1. Kondisi Gigi:
- Gigi yang edentolous: 17, 11, 21, 27
- Gigi yang tersisa: 16, 15, 14, 13, 12, 22, 23, 24, 25, 26
2. Klasifikasi (gigi 17 dan 27 tidak digantikan):
- Kennedy: Kelas IV
- Soelarko: Kelas II Divisi III
3. Desain:
- Gigi sandaran: 16, 12, 22, 26
- Cangkolan: 16, 26
- Rest: 12, 22
Gigi Tiruan Cekat akrilik, porselen, porselen fused to metal, dowel
dengan logam
Implant pada gigi 17, 11, 21, 27
96
B. Rahang Bawah
Gigi Tiruan Sebagian Lepasan akrilik/kerangka logam
Kemungkinan 1:
1. Kondisi Gigi:
- Gigi yang edentolous: 37, 35, 45, 46, 48
- Gigi yang tersisa: 36, 34, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44, 47
2. Klasifikasi (gigi 48 tidak digantikan):
- Kennedy: Kelas I Modifikasi II
- Soelarko: Kelas III Divisi II
3. Desain:
- Gigi sandaran: 36, 32, 43, 47
- Cangkolan: 36, 47
- Rest: 32, 43
97
Kemungkinan 2:
1. Kondisi Gigi (gigi 37 dan 48 tidak digantikan):
- Gigi yang edentolous: 37, 35, 45, 46, 48
- Gigi yang tersisa: 37, 36, 34, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44, 47, 48
2. Klasifikasi:
- Kennedy: Kelas III Modifikasi I
- Soelarko: Kelas II Divisi II
3. Desain:
- Gigi sandaran: 36, 32, 43, 47
- Cangkolan: 36, 47
- Rest: 32, 43
Gigi Tiruan Cekat jembatan akrilik/logam porselen
Implant pada gigi 37, 35, 45, 46
98
Alternatif perawatan lain:
Jika pasien meminta pencabutan semua gigi, bisa dibuatkan Gigi Tiruan
Lengkap, namun kita perlu memberikan penjelasan kepada pasien karena masih
banyak gigi yang bisa dipertahankan sehingga tidak perlu pembuatan Gigi Tiruan
Lengkap
3.8 Pengaruh Penyakit Terhadap Perawatan Prostodonsia
1. Diabetes Mellitus
Pada penderita diabetes, suatu kombinasi infeksi dan penyakit pembuluh
darah menyebabkan berkembangnya komplikasi-komplikasi di dalam mulut,
seperti jaringan mukosa yang meradang, cepat berkembangnya penyakit
periodontal yang sudah ada dengan hilangnya tulang alveolar secara menyolok
dan mudah terjadinya abses periapikal. Infeksi monilial, berkurangnya saliva,
bertambahnya pembentukan kalkulus, merupakan hal yang khas dari penyakit
diabetes yang tidak terkontrol. Manifestasi klinis ini terjadi bersama-sama dengan
gejala-gejala yang sering ditemukan seperti poliuria, haus, mengeringnya kulit,
gatal-gatal, cepat lapar, cepat lelah, serta berkurangnya berat badan. Hal pertama
yang harus dilakukan adalah mengontrol diabetesnya dan menyehatkan kembali
jaringan mulut. Dalam lingkungan mulut yang sudah sehat kembali, pembuatan
protesa dapat dilakukan dengan saran-saran tambahan sebagai berikut. Pertama,
hindari tindakan pembedahan yang besar selama hal itu mungkin dilakukan.
Gunakan bahan cetak yang bisa mengalir bebas dan buat desain rangka geligi
tiruan yang terbuka dan mudah dibersihkan, serta distribusikan beban fungsional
99
pada semua bagian yang dapat memberikan dukungan. Lalu, susunlah oklusi yang
harmonis. Bila dibutuhkan, rangsanglah pengaliran air liur dengan obat hisap yang
bebas karbohidrat. Tekankan kepada pasien mengenai pentingnya pemeliharaan
kesehatan mulut. Akhirnya, tentukan kunjungan ulang penderita setiap enam
bulan sekali (bahkan kalau perlu lebih sering dari itu) untuk mempertahankan
kesehatan mulut (Gunadi, dkk., 1991 : 110).
Tanda klinis manifestasi oralnya adalah:
– mulut kering, sering haus
– lidah merah dan terasa nyeri
– bau nafas seperti bau ketonz
– gigi geligi goyang atau lepas
– luka sulit sembuh
– resorpsi cepat, gigi tiruan cepat longgar, sehingga harus sering dikontrol.
Terkadang pasien harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke spesialis penyakit
dalam. Pada saat melakukan perawatan, beberapa hal yang harus dihindari :
– hindari trauma
– desain jangan dibuat paradental, tetapi gingival karena gigi geligi tidak
kuat.
100
2.Penyakit Kardiovaskular
Hal ini perlu diperhatikan pada waktu pencabutan gigi. Hindari pemakaian
anastetikum yang mengandung vasokonstriktor seperti adrenalin; oleh karena
bahan ini dapat mempengaruhi tekanan darah (Gunadi, dkk., 1991 : 110).
2. Tuberkulosis dan Lues
Terjadinya gangguan metabolism pada penderita Tuberkulosis dan Lues,
menyebabkan resorpsi berlebihan pada tulang alveolar.
Dalam merawat penderita-penderita ini, perlindungan terhadap dokter gigi serta
penderita lain merupakan pertimbangan yang sangat penting; umpamanya jangan
memasukkan jari telanjang ke dalam mulut seorang penderita Lues. Lakukan
pemeriksaan dengan menggunakan Longue Blader; sedangkan penggunaan sarung
tangan karet sangat dianjurkan. Cucilah tangan dengan sabun dan air panas, segera
sesudah kita merawat penderita tersebut. Dalam hal ini, menyikat tidak dianjurkan
karena dapat menimbulkan abrasi kecil. Sebagai tambahan, baik sekali untuk
mencuci wajah secara hati-hati, karena mungkin saja setetes darah/ saliva
memercik mengenai muka atau sepotong kecil kalkulus terpental mengnai wajah
dapat menyebabkan erosi kulit sehingga menyebabkan terjadinya infeksi.
Penderita Lues aktif dan tidak dirawat sebaiknya hanya menerima perawatan
darurat saja, sedangkan semua pekerjaan lainnya harus ditunda sampai
penyakitnya sembuh (Gunadi, dkk., 1991 : 110-111).
3. Anemia
101
Penderita anemia biasanya menunjukkan resorpsi tulang alveolar yang
cepat. Untuk kasus ini sebaiknya gunakanlah elemen gigi tiruan yang tidak ada
tonjol (cusp) (Gunadi, dkk., 1991 : 111).
4. Depresi Mental
Penderita depresi mental biasanya diberi pengobatan dengan obat yang
mempunyai efek samping mengeringnya mukosa mulut. Hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya retensi geligi tiruan. Maka perawatan dalam bidang
prostodontik sebaiknya ditunda dahulu sampai perawatan terhadap depresi
mentalnya dapat diatasi.
Seorang penderita yang frustasi biasanya menempatkan faktor estetik tidak
secara realistic. Ia mungkin datang dengan sebuah foto yang dibuat pada waktu ia
masih muda/ remaja serta mengharapkan penampilan yang sesuai dengan foto tadi
diterapkan pada protesa yang akan dibuat (Gunadi, dkk., 1991 : 111).
5. Alkoholisme
Sebagai pemakai geligi tiruan sebagian lepasan, pecandu alcohol biasanya
mengecewakan. Tanda-tanda penderita semacam ini antara lain napasnya berbau
alcohol, tremor, mata dan kulit pada bagian tengah wajah memerah, gugup, dan
kurus.
Dalam upaya menutupi rasa rendah dirinya, penderita alkoholik menuntut
pemenuhan faktor estetik yang tinggi untuk protesa yang akan dibuat. Keyakinan
dirinya serta kerja sama dengan penderita ini dapat dikembangkan, bila hal tadi
102
dapat kita penuhi. Sebaliknya, bila hal ini gagal, bisa membawa akibat yang
buruk.
Perawatan gigi untuk penderita alkoholik pada umumnya dihindari sampai
kebutuhan ini sudah begitu mendesak, supaya pembuatan protesa dapat berhasil
untuk jangka waktu cukup panjang. Di samping semua problem di atas, seorang
penderita alkoholik cenderung mengalami kecelakaan. Patah atau hilangnya geligi
tiruan karena jatuh atau kecelakaan kendaraan adalah suatu hal yang biasa terjadi
(Gunadi, dkk., 1991 : 111-112).
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis dan Diagnosis Banding
4.1.1. Gigi 21 gangren radix
4.1.2. Gigi 17 pulpitis irreversible
4.1.3. Gigi 12 pulpitis irreversible (DD/ pulpitis reversible)
4.1.4. Gigi 22 pulpitis irreversible (DD/ pulpitis reversible)
4.1.5. Gigi 27 gangren radix
4.1.6. Gigi 37 pulpitis irreversible (DD/ periodontitis kronis)
4.1.7. Gigi 36 pulpitis irreversible (DD/ pulpitis reversible)
4.1.8. Gigi anterior rahang bawah diastema
4.1.9. Gigi 45 gangren radix
103
4.1.10. Gigi 46 pulpitis irreversible (DD/ pulpitis reversible)
4.1.11. Gigi 38 periodontitis
4.1.12. TMJ internal derangement kiri
4.2 Rencana Perawatan
4.2.1. Prosedur Mouth Preparation
Prosedur untuk kasus ini adalah pencabutan gigi 17, 21, 27, 37, 45,
46, dan 48. Selain itu juga dilakukan perawatan saluran akar gigi 12 dan
22, serta scalling dan root planning.
4.2.2. Desain Gigi Tiruan
4.2.2.1. Rahang Atas
Gigi Tiruan Sebagian Lepasan akrilik/kerangka logam
Kemungkinan 1:
4. Kondisi Gigi:
- Gigi yang edentolous: 17, 11, 21, 27
- Gigi yang tersisa: 16, 15, 14, 13, 12, 22, 23, 24, 25, 26
5. Klasifikasi:
- Kennedy: Kelas I Modifikasi I
- Soelarko: Kelas III Divisi III
6. Desain:
104
- Gigi sandaran: 16, 13, 23, 26
- Cangkolan: 16, 26
- Rest: 13, 23
Kemungkinan 2:
4. Kondisi Gigi:
- Gigi yang edentolous: 17, 11, 21, 27
- Gigi yang tersisa: 16, 15, 14, 13, 12, 22, 23, 24, 25, 26
5. Klasifikasi (gigi 17 dan 27 tidak digantikan):
- Kennedy: Kelas IV
- Soelarko: Kelas II Divisi III
6. Desain:
105
- Gigi sandaran: 16, 12, 22, 26
- Cangkolan: 16, 26
- Rest: 12, 22
Gigi Tiruan Cekat akrilik, porselen, porselen fused to metal, dowel
dengan logam
Implant pada gigi 17, 11, 21, 27
4.2.2.2. Rahang Bawah
Gigi Tiruan Sebagian Lepasan akrilik/kerangka logam
Kemungkinan 1:
4. Kondisi Gigi:
- Gigi yang edentolous: 37, 35, 45, 46, 48
- Gigi yang tersisa: 36, 34, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44, 47
5. Klasifikasi (gigi 48 tidak digantikan):
- Kennedy: Kelas I Modifikasi II
- Soelarko: Kelas III Divisi II
106
6. Desain:
- Gigi sandaran: 36, 32, 43, 47
- Cangkolan: 36, 47
- Rest: 32, 43
Kemungkinan 2:
4. Kondisi Gigi (gigi 37 dan 48 tidak digantikan):
- Gigi yang edentolous: 37, 35, 45, 46, 48
- Gigi yang tersisa: 37, 36, 34, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44, 47, 48
5. Klasifikasi:
- Kennedy: Kelas III Modifikasi I
- Soelarko: Kelas II Divisi II
6. Desain:
107
- Gigi sandaran: 36, 32, 43, 47
- Cangkolan: 36, 47
- Rest: 32, 43
Gigi Tiruan Cekat jembatan akrilik/logam porselen
Implant pada gigi 37, 35, 45, 46
4.2.2.3. Alternatif perawatan lain
Jika pasien meminta pencabutan semua gigi, bisa dibuatkan Gigi Tiruan
Lengkap, namun kita perlu memberikan penjelasan kepada pasien karena masih
banyak gigi yang bisa dipertahankan sehingga tidak perlu pembuatan Gigi Tiruan
Lengkap.
108
DAFTAR PUSTAKA
1. Carr AB, McGivney GP. McCracken’s Removable Padtial Prostodontics.
12th Ed. St. Louis : Elsevier Mosby. 2005.
2. Departemen Prosthodonsia. Panduan Pengisian Rekam Medik
Prosthodonsia. Jakarta : FKG UI. 2012.
3. Gunadi H, Margo A, Burhan L. Buku ajar ilmu geligi tiruan sebagian
lepasan. Jilid 1. Jakarta: Hipokrates, 1991
109
4. Rosensthil SF, Land MF, Fujimoto I. Contemporary fixed prosthodontics. 3 rd
ed. St. Louis: Mosby; 2001.. Hal 2-24; 25-58; 59-82
5. Zarb GA, Bolender CL. Prosthodontic treatment for edentulous patients:
Complete dentures and implant supported prothesis. 12th ed. India: Elsevier-
Mosby. 2004. Hal 85, 100-121
110