Upload
miftahfatmawati
View
17
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
penyakit jantung koroner
Citation preview
ANALISIS JURNAL INTERNASIONAL CORONARY HEART DISEASE
(CHD) DI NEGARA AMERIKA SERIKAT DAN INDIA
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi Non Menular
Dosen Pengampu :
Lukman Fauzi, S.KM, M. PH
Disusun Oleh:
1. Miftah Fatmawati (6411412186)
2. Lina Shofiyanah (6411412188)
3. Khasiatun Nurul K (6411412189)
4. Ani Rofika (6411412190)
Rombel 5
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Penyakit jantung koroner adalah keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara
kebutuhan miokardium atas oksigen dengan penyediaan yang diberikan oleh pembuluh darah
koroner.
Terdapat 4 faktor yang menentukan besarnya kebutuhan oksigen miokardium, yaitu:
frekuensi denyut jantung, daya kontraksi, massa otot, dan tegangan dinding ventrikel. Bila
kebutuhan miokardium meningkat, otomatis penyediaan oksigen juga harus meningkat.
Untuk meningkatkan penyediaan oksigen dalam jumlah yang memadai, aliran pembuluh
darah koroner harus ditingkatkan. Rangsangan yang paling kuat untuk mendilatasi arteri
koronaria dan meningkatkan aliran darah koroner adalah hipoksia jaringan lokal. Pembuluh
darah koroner dapat melebar sekitar lima sampai enam kali sehingga dapat memenuhi
kebutuhan miokardium. Namun pembuluh darah dapat mengalami stenosis dan tersumbat
akibatnya kebutuhan miokardium akan oksigen tidak dapat terpenuhi.
B. Epidemiologi
Menurut Raharjoe (2011) penyakit kardiovaskular adalah penyebab mortalitas tertinggi
di dunia dimana, dilaporkan sebanyak 30% dari mortalitas global. Pada tahun 2010, penyakit
kardiovaskular kira –kira telah membunuh 18 juta orang, 80% terdapat di Negara
berkembang, seperti Indonesia. Penyakit kardiovaskular yang paling sering salah satunya
adalah PJK. Data statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1992persentase penderita PJK di
Indonesia adalah 16,5%, dan pada tahun 2000 melonjak menjadi 26,4%. Berdasarkan Suyono
(2010) dan Raharjoe (2011) dapat disimpulkan bahwa akan terjadi peningkatan yang
signifikan setiap tahunnya.
C. Patofisiologi
Penyakit jantung koroner terjadi bila ada timbunan (PLAK) yang mengandung
lipoprotein, kolesterol, sisa-sisa jaringan dan terbentuknya kalsium pada intima, atau
permukana bagian dalam pembuluh darah. Plak ini membuat intima menjadi kasar, jaringan
akan berkurang oksigen dan zat gizi sehingga menimbulkan infark, penyakit jantung koroner
menunjukkan gejala gizi terjadi infark miokard atau bila terjadi iskemia miokard seperti
angina pectori.
Kolesterol serum dibawa oleh beberapa lipoprotein yang diklasifikasikan menurut
densitasnya. Lipoprotein dalam urutan densitas yang meningkat adalah kilomikron. VLDL
(Very Low Density Lopoprotein). LDL (low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density
Lipoprotein) membawa hampir seluruh kolesterol dan merupakan yang paling aterojenik.
HDL menurunkan resiko penyakit jantung ke hati, tempat kolesterol di metabolisme dan di
ekskresikan. Orang dewasa dapat diklasifikasikan sebagai beresiko penyakit jantung koroner
berdasarkan jumlah total dan kadar kolesterol LDL-nya.
D. Penyebab Jantung Koroner
Penyakit jantung yang diakibatkan oleh penyempitan pembuluh nadi koroner ini disebut
penyakit jantung koroner. Penyempitan dan penyumbatan ini dapat menghentikan aliran
darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Dalam kondisi lebih parah
kemampuan jantung memompanya darah dapat hilang. Hal ini akan merusak system
golongan irama jantung dan berakibat dengan kematian.
Penyempitan pembuluh nadi koroner biasanya adalah aterosklerosis yang merupakan
penyebab tersering penyakit jantung koroner. Aterosklerosis disebabkan oleh adanya
penimbunan lipid di lumen arteri koronaria sehingga secara progresif mempersempit lumen
arteri tersebut dan bila hal ini terus berlanjut, maka dapat menurunkan kemampuan pembuluh
darah untuk berdilatasi. Dengan demikian, keseimbangan penyedia dan kebutuhan oksigen
menjadi tidak stabil sehingga membahayakan miokardium yang terletak sebelah distal daerah
lesi.
E. Gejala Jantung Koroner
Gejala klinis akan timbul apabila sudah terjadi obstruksi pada arteri koronaria, dapat
diakibatkan oleh plak yang sudah menutupi pembuluh darah atau plak terlepas membentuk
trombosis sehingga perfusi darah ke miokard menjadi sangat minim dan dapat menimbulkan
tanda – tanda infark miokard.
Tanda – tanda tersebut adalah sebagai berikut:
Nyeri dada (angina pectoris),
Sesak nafas, merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak
merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru (kongesti
pulmoner atau edema pulmoner).
Kelelahan atau kepenatan, jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke otot
selama melakukan aktivitas akan berkurang, menyebabkan penderita merasa lemah dan
lelah.
Palpitasi (jantung berdebar-debar)
Pusing & pingsan, penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung yang
abnormal serta kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan pusing dan
pingsan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANALISIS JURNAL 1
A. Judul Jurnal
Judul jurnal yang pertama adalah “PREVALENCE OF CORONARY HEART DISEASE
RISK FACTORS AND SCREENING FOR HIGH CHOLESTEROL LEVELS AMONG
YOUNG ADULTS, UNITED STATES, 1999–2006”.
B. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di negara Amerika Serikat.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai adalah cohort. Penelitian dilakukan dengan pemeriksaan
kesehatan dan status gizi penduduk Amerika Serikat secara terus-menerus. Peserta dipilih
melalui desain probabilitas multistage. Setiap tahun, sekitar 6.000 peserta terpilih untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini. Pertama-tama mereka akan diwawancarai di rumah
mereka mengenai kesehatan, riwayat penyakit, dan pola hidup mereka. Selanjutnya mereka
diundang pada Mobile Exam Center untuk kuesioner tambahan, latihan fisik dan tes
laboratorium. Data tersebut dihasilkan secara bertahap dan analisis ini dilakukukan terhadap
data yang diperoleh 4 tahap penelitian terbaru, yaitu 1999-2000, 2001-2002, 2003-2004, dan
2005-2006. Hasil pemeriksaan untuk semua tahap penelitian tersebut yang dilakukan oleh
semua peserta yang disaring adalah berturut-turut 76% (9.282 dari 12.160), 80% (10.477 dari
13.156), 76% (9.643 dari 12.761). Selanjutnya dari data tersebut digabungkan menjadi satu
dengan jumlah 39,352 peserta.
Seluruh peserta tersebut diundang untuk Mobile Exam Center, 13875 dipilih secara acak
untuk berpuasa 8 jam atau lebih (hingga 24 jam) untuk dilakukan tes laboratorium. Setelah
pengecualian 10.663 peserta yang berusia lebih muda dari 20 tahun, laki-laki 35 tahun atau
lebih , atau wanita 45 tahun atau lebih, sampel penelitian berubah menjadi 3,212 peserta.
Wanita hamil (n = 462) dan peserta dengan tekanan darah rendah (n = 163), dikeluarkan dari
sampel penelitian sejumlah 2.587 peserta.
Tingkat skrining kolesterol diestimasi berdasarkan pada screening yang dilaporkan
sendiri yang terjadi sebelum penelitian. Peserta diwawancarai apakah mereka pernah
diperiksa kadar kolesterol darah mereka dan sudah berapa lama sejak kolesterol terakhir
mereka diperiksa. Skrining dikotomi dibagi menjadi 2 kategori, yaitu (1) tidak pernah
diskrining atau diskrining 5 tahun yang lalu atau lebih atau (2) diskrining dalam 5 tahun
terakhir.
D. Faktor Risiko
Peserta pada penelitian ini yaitu laki-laki dengan usia 20 tahun sampai 35 tahun dan
wanita dengan usia 20 hingga 45 tahun pada tahun 1999–2006 di Amerika Serikat. Data
dianalisis menggunakan aplikasi komputer SUDAAN, yaitu software untuk penghitungan
dengan desain sempel yang banyak (complex sampling). Sehingga diperoleh Standar Error
(SE) dari masing-masing variabel. Berikut ini faktor risiko penjakit jantung koroner.
a. Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin secara umum
tidak berpengaruh terhadap kejadian PJK di Amerika Serikat. Total SE untuk laki-laki adalah
38.8 %(1.1),sedangkan untuk wanita adalah 61.2 % (1.1).
b. Ras atau etnik
Ras atau etnik di Amerika Serikat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya jantung
koroner. Berikut ini beberapa suku yang ada di Amerika Serikat:
- Suku non Amerika Latin berkulit hitam
Suku ini bukanlah suku asli penduduk Amerika Serikat. Suku bukan Amerika Latin
yang berkulit hitam lebih berisiko terhadap PJK dan memiliki total Standard Error (SE)
12,6% (1,1). Laki-laki suku ini lebih berisiko terhadap PJK dengan SE 11,5% (1,4),
sedangkan SE untuk perempuan yaitu 13.3% (1,2).
- Suku Mexico-Amerika
Suku ini paling bersiko dibanding dengan suku yang lain dengan total SE 10,5% (1,0),
terutama jenis kelamin perempuan dengan SE 8,6% (0,9). Laki-laki berisiko terhadap
PJK dengan SE 13,5% (1.3).
- Suku lain
Suku lain memiliki total SE 12,6% (1,1). Perempuan lebih berisiko terhadap PJK
dengan SE10,4% (1,4), sedangkan SE untuk laki-laki yaitu 12,7% (1,9).
Namun PJK tidak dipengaruhi salah satu suku di Amerika Serikat, yaitu suku non
Amerika Latin berkulit putih. Karena berdasarkan hasil penelitian tersebut SE yang
dihasilkan yaitu 65.6 %(1.7).
c. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan yang lebih rendah dari SMA berisiko terkena PJK dan memiliki SE
sebesar 18.2 (1.1). Sedangkan untuk penduduk dengan tingkat pendidikan setara dengan
SMA juga berisiko terhadap PJK dengan SE sebasar 25.7 %(1.3). Namun PJK tidak berisiko
untuk penduduk dengan status pendidikan yang lebih tinggi dari SMA.
d. Status ekonomi
Penduduk dengan status ekonomi rendah memiliki faktor risiko terhadap PJK dengan
SE sebesar 15.0 %(0.9). Yang dimaksud penduduk dengan status ekonomi rendah adalah
keluarga dengan total pendapatan kurang dari index pendapatan rata-rata yang ditentukan
oleh Amerika Serikat.
e. Asuransi kesehatan
Penduduk yang mempunyai asuransi kesehatan tidak berisiko terhadap PJK. Sedangkan
penduduk yang tidak mempunyai asuransi kesehatan lebih berisiko dengan total SE sebesar
26.9 %(1.2), terutama pada penduduk wanita dengan SE sebesar 21.6 %(1.3). Ada beberapa
asuransi kesehatan di Amerika Serikat, seperti asuransi swasta, Medicaid, atau Civilian
Health and Medical Program of the Uniformed Services (CHAMPUS)/asuransi Veterans
Affairs.
f. Jumlah kunjungan pelayanan kesehatan selama 12 bulan terakhir
Penduduk yang selama 12 bulan terakhir tidak mendapatkan pelayanan kesehatan lebih
berisiko terhadap PJK dibanding mereka yang pernah mendapatkan pelayanan kesehatan
dalam kurun waktu tersebut, terutama penduduk perempuan dengan SE sebesar 13.3 %(1.0).
Total SE untuk penduduk yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yaitu sebesar 21,7%
(0,9). Sedangkan penduduk yang melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan 2 sampai 3
kali dalam kurun waktu tersebut tidak berisiko terhadap PJK, karena kesehatan mereka
terpantau dengan baik. Namun penduduk yang melakukan kunjungan lebih dari 4 kali justru
berisiko terhadap PJK, karena mereka cenderuk memiliki kesehatan yang buruk dengan total
SE 12.0 %(0.7) dan didominasi oleh laki-laki dengan SE sebesar 6.6 %(0.9).
g. PJK atau penyakit yang setara dengan PJK
Orang yang mempunyai riwayat PJK atau penyakit lain yang setara dengan PJK
memiliki faktor risiko lebih besar. Total SE untuk yang berisiko tersebut adalah 4.6 %(0.4)
dan didominasi oleh laki-laki dengan SE sebesar 2.7 %(0.6). sedangkan perempuan sebesar
5.9 %(0.7). Orang yang mempunyai riwayat kejang jantung atau infrak otot jantung
digolongkan sebagai orang dengan riwayat PJK, sedangkan orang yang dilaporkan stroke
atau diabetes digolongkan sebagai orang dengan riwayat penyakit setara dengan PJK.
h. Faktor risiko
- Hipertensi
Orang yang mempunyai penyakit hipertensi atau dengan tekanan darah lebih
besar dari 140/90 mm Hg akan lebih berisiko terkena PJK. Berdasarkan hasil
penelitian ini, total SE untuk orang yang hipertensi berisiko PJK adalah 10.9 %(0.7).
- Merokok
Perokok atau orang yang merokok memiliki faktor risiko lebih besar dibanding
mereka yang tidak merokok. Total SE orang yang merokok berisiko PJK adalah
sebesar 24.1 %(1.0).
- Keturunan
Penduduk yang keluarganya memiliki riwayat terkena PJK (kejang jantung atau
infrak otot jantung) maka mereka akan lebih berisiko dibanding penduduk yang
keluarganya tidak memiliki riwayat terkena PJK. Total SE nya yaitu sebesar 15.9
%(0.8).
- Obesitas
Penduduk dengan Index Masa Tubuh lebih besar dari 30kg/m2 lebih berisiko
terkena PJK dengan total SE sebesar 28.3 %(1.0). IMT dihitung dari berat badan
dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter.
i. Konsumsi obat penurun kolesterol
Orang yang mengonsumsi obat penurun kolesterol berisiko PJK dengan total SE sebesar
1.7 %(0.3) terutama untuk wanita yang mengonsumsi, yaitu dengan SE 2.3 %(0.5).
Sedangkan lali-laki yang mengonsumsi tidak terdeteksi SE nya.
2.2 ANALISIS JURNAL 2
A. Judul :
“ARSENIC BODY-BURDEN IN CORONARY HEART DISEASE CASES OF
WEST BENGAL, INDIA.”
B. Tempat
Penelitian ini dilakukan di Bengal Barat, India.
C. Metode:
Desain penelitian dalam jurnal ini adalah desain penelitian case-control dimana
penelitian dimulai dengan mengidentifikasi kelompok dengan penyakit jantung koroner
(kasus) dan kelompok sehat (kontrol). Populasi dalam penelitian ini memilki usia mulai dari
20 sampai 70 tahun. Pada penelitian ini kelompok kasus berjumlah 100 sampel yang dibagi
menjadi dua yaitu 50 kelompok kasus A yang berada dibawah terapi statin dan 50 kelompok
kasus B tidak berada dibawah terapi statin. Sedangkan, kelompok kontrol berjumlah 70
sampel yang berasal dari daerah nonarsenik dan bebas dari Penyakit jantung koroner. Data
rinci dari Sampel kasus dan sampel kontrol diambil dengan bantuan kuesioner yang berisi
pertanyaan tentang faktor gaya hidup (merokok ), pribadi faktor (usia, jenis kelamin, sumber
air minum, riwayat keluarga, status kesehatan (keadaan kesehatan, diabetes, hipertensi).
Penelitian ini juga disertai beberapa metode lain seperti analisis lipid menggunakan
metode GPO-PAP, Short-term leukocyte cultures dengan metode Sharma and Taluklder,
Estimasi konsentrasi arsenik menggunakan sampel rambut dan kuku sampel kontrol dan
sampel kasus, serta menggunakan regresi logistik multivariat untuk menemukan Rasio Odds
(O.R.) dan 95 % CI digunakan untuk menilai sejauh mana risiko variabel independen
terhadap Penyakit Jantung Koroner.
D. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian dihasilkan bahwa Usia rata-rata pada kelompok kasus penyakit
jantung koroner ditemukan 50.06 ± 1.25 tahun & kasus kontrol dengan 52.27 ± 1.96 tahun.
Dalam kasus PJK persentase sampel laki-laki ( 79 % ) lebih tinggi dibandingkan perempuan
(21 %). Frekuensi perokok pada kelompok kasus (60%) secara signifikan lebih tinggi
(p<0,001) dibanding kelompok kontrol (18.57%).Adanya riwayat keluarga yang menderita
penyakit koroner pada kelompok kasus (66%) lebih tinggi (p<0,01) dibandingkan kelompok
kontrol (37.14%), Serta tingkat prevalensi hipertensi (p < 0,001) dan diabetes (p <0,01) pada
kelompok kasus juga secara signifikan lebih tinggi di dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
Perbedaan parameter biokimia hiperkolesterolemia antara tiga kelompok yaitu
kelompok A dan kelompok B vs kelompok kontrol yang sehat. Hiperkolesterolemia
merupakan masalah yang cukup panting karena termasuk faktor resiko utama PJK. Kadar
Kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh
(diet). Beberapa parameter yang dipakai untuk mengetahui adanya resiko PJK dan
hubungannya dengan kadar kolesterol darah:
a. Kolesterol Total.
Berdasarkan penelitian, jumlah kolesterol total pada kelompok kasus kelompok A
(162,81 ± 6,23) dan kelompok kasus B ( 204,79 ± 10,47 ) secara signifikan lebih tinggi
(p < 0,005) dan ( p < 0,0005 ) dari kelompok kontrol sehat.
b. LDL Kolesterol.
LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol yang bersifat
buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar LDL yang meninggi akan
rnenyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat
sebagai penunjuk untuk mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol total.
Pada penelitian ini dihasilkan bahwa tingkat signifikansi kelompok kasus B
( 142,33 ± 4,77 ) ( p < 0,0005 )lebih tinggi dari kelompok kasus A ( 99,65 ± 4,86 ) (p <
0,0005) sementara dibandingkan dengan kelompok kontrol tingkat LDL secara signifikan
pada kelompok kasus lebih tinggidibandingkan dengan kelompok kontrol yang sehat
( 78,52 ± 2,50 ) .
c. HDL Koleserol
HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang
bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol), karena mengangkut kolesterol dari
pembuluh darah kembali ke hati untuk di buang sehingga mencegah penebalan dinding
pembuluh darah atau mencegah terjadinya proses arterosklerosis.
Hasil penelitian ini berbeda dengan sebelumnya dimana pada kasus kontrol tingkat
HDL lebih tinggi ( 44,44 ± 1,29 ) ( p < 0,001 ) dibandingkan dengan kelompok kasus B
( 37,30 ± 0,612 ).
d. Kadar Trigliserida.
Trigliserid terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak tunggal dan
Lemak jenuh ganda. Berdasarkan hasil penelitian tingkat trigliserida Grup A ( 129,21 ±
8,84 ) & Grup B ( 218,63 ± 9,24 ) yang secara signifikan masing-masing lebih tinggi ( p
< 0,05 ) dan ( p < 0,0005 ) dari kasus kontrol sehat ( 149,14 ± 8,818 ).
Analisis logistik multivariat dilakukan pada 120 sampel (kelompok kasus jantung B=
50, kelompok kontrol = 70). Dari berbagai variabel , usia , LDL dan hipertensi tetap dalam
model akhir. Usia pasien (p < 0,025), tingkat LDL (p < 0,004) dan hipertensi (p < 0,019)
memiliki peran yang penting dalam perkembangan PJK.
Semua regresi koefisien variabel independen yang positif yang menunjukkan
hubungan positif risiko faktor dengan PJK, sebagai berikut:
1. Usia
OR ( 1,166 ) , menunjukkan bahwa ada 1,166 kali lebih banyak kesempatan untuk
memiliki PJK dengan peningkatan satu tahun usia
2. Tingkat LDL tinggi
Peningkatan LDL oleh 1μg/dl, diperkirakan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung
sebesar 1.358
3. Hipertensi
dalam adanya hipertensi terdapat 41,596 kali lebih banyak kesempatan untuk
mendapatkan penyakit PJK .
Selain faktor diatas, dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa beban arsenik
dapat meningkatkan risiko terjadinya PJK, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya
konsentrasi arsen rambut dari kelompok kasus secara signifikan ( p <0,01 ) lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu orang yang sehat. Dalam penelitian ditemukan
beberapa kromosom penyimpangan yang diamati. Kelompok kasus memiliki penyimpangan
kromosom 2,65 kali lipat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kadar arsenik rambut pada
kelompok kasus PJK ( 0,7 ± 0,2 ) mg/kg secara signifikan lebih tinggi (p <0,01)
dibandingkan dengan kelompok kontrol (0,20 ± 0,09) mg / kg. MitosisIndeks (4.4 ± 0.21)
secara signifikan lebih rendah (p ≤ 0.05) dan penyimpangan kromosom (0,61 ± 0,13) lebih
tinggi (p≤ 0.005) dalam kelompok kasus PJK. Hal ini terjadi karena sekitar 80 % kasus MI
adalah datang dari daerah dengan kandungan arsenik diatas 50μg /L. Penelitian ini
menunjukkan bahwa air tanah yang terkontaminasi arsenik dari Bengal barat kemungkinan
memiliki dampak terjadinya PJK pada penduduk.
2.3 PERBEDAAN FAKTOR RISIKO KEDUA JURNAL
Perbedaan faktor risiko pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan di
India dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.1 Perbedaan faktor risiko Penyakit Jantung Koroner di India dan US
NO INDIA US
1. Umur Jenis kelamin
2. Hipertensi Ras atau etnik
3. Tingkat LDL Tinggi Tingkat pendidikan Status ekonomi,
Asuransi kesehatan
4. Diabetes Jumlah kunjungan pelayanan
kesehatan selama 12 bulan terakhir
5. Merokok PJK atau penyakit yang setara dengan
PJK
6. Riwayat Keluarga Faktor risiko lain seperti: hipertensi,
merokok, keturunan, obesitas
7. Paparan Arsenic Konsumsi obat penurun kolesterol
2.4 SOLUSI DAN SARAN
1. Meningkatkan pengetahuan
Makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah pula mereka menerima
informasi dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya
jika seseorang dengan tingkat pendidikan yang rendah, akan menghambat perkembangan
sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Pengetahuan tentang PJK dan faktor risikonya dapat mendorong perilaku individu dalam
mencegah terjadinya Penyakit Jantung Koroner seperti dengan memilih gaya hidup yang
sehat dengan berolahraga, makan makanan yang sehat, tidak merokok, tidak mengkonsumsi
alkohol dan sebagainya. Peningkatan pengetahuan ini dapat dilakukan dengan adanya
penyuluhan, iklan-iklan di televisi atau media sosial, dan sebagainya.
2. Tidak merokok
Rokok dapat menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh
katekolamin dan menurunnya komsumsi O2 akibat inhalasi CO atau dengan perkataan lain
dapat menyebabkan Tahikardi, vasokonstrisi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi-Hb. Disamping itu dapat
menurunkan HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas . Makin banyak jumlah rokok
yang dihidap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan
kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki–laki perokok. Merokok juga dapat
meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi, sehingga orang
yang merokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan
perokok.
3. Aktivitas fisik/Olahraga secara teratur
Aktivitas fisik yang dijalankan secara terencana dapat meningkatkan kesehatan dan
kebugaran. Seseorang yang kurang melakukan aktivitas fisik sehari-hari, menyebabkan tubuh
kurang mengeluarkan energi. Oleh karena itu jika asupan energi berlebih tanpa diimbangi
aktivitas fisik yang seimbang maka seseorang akan mudah mengalami kegemukan atau
obesitas. Ketika terjadi obesitas maka akan terjadi penimbunan lemak dan disertai
peningkatan tekanan darah yang dapat memacu penyakit hipertensi dan PJK.
Menurut Kushartanti (2000) Olahraga kuratif pada penderita jantung
koronerdimaksudkan untuk memperlebar pembuluh darah koroner, menambah
kapilarisasijantung, dan memperbaiki profil lipid,terutama menurunkan LDL kolesterol
danmeningkatkan HDL kolesterol. Penurunandenyut jantung istirahat sebagai hasillatihan
ternyata sangat menguntungkanbagi penderita jantung koroner. Denganberolahraga maka
kemampuan jantunguntuk memompa darah juga semakinmeningkat sehingga dapat
mencegahpenyakit jantung. (Sutaryo, 2011).
Aktifitas fisik yang dapat dilakukan oleh orang yang belum menderita PJK yaitu
dengan melakukan aktifitas fisik minimal 30 menit atau aktifitas fisik dengan intensitas
sedang setiap hari dalam 1 minggu. Aktifitas fisik yang dapat dilakukan seperti olah raga
aerobik, jogging, berenang, jalan kaki, dan bersepeda.
4. Diet/ pola makan sehat
Pola makan yang sehat sangat penting sekali untuk mencegah terjadinya PJK, selain
itu pola makan sehat juga dapat menurunkan risiko terjadinya obesitas, penyakit hipertensi,
diabetes dan sebagainya. Pola makan yang sehat dapat dilakukan dengan mengkonsumsi
makanan yang memilki kadar kolesterol rendah, cara memilih makanan sebagai berikut:
Makanan harus rendah lemak terutama menghindari makanan dengan kadar lemak
jenuh yang tinggi.
Makanan harus mengandung rendah kolesterol.
Memilih makanan yang tinggi karbohidrat atau banyak tepung dan Berserat.
Mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan terkecuali buah durian.
Hindari makanan yang diawetkan seperti makanan kaleng, mie instan, minuman
kaleng, dsb.
Konsumsi makanan yang rendah gula.
5. Suplai air minum
Berdasarkan hasil penelitian salahsatu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
PJK di Bengal Barat, India yaitu beban atau keterpaparan arsenik. Bengal barat merupakan
satu dari dua negara yang terkena arsenik terburuk di dunia, keterpaparan terhadap zat arsenik
terjadi karena pencemaran air tanah oleh zat arsenik dimana air tanah tersebut merupakan
sumber air yang dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan dari
pemerintah yaitu menyediakan air yang layak untuk dikonsumsi masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari.
6. Kontrol kesehatan
Pemeriksaan faktor risiko harus dimulai sejak umur 20 tahun. Riwayat keluarga
terhadap PJK harus diketahui secara dini, sehingga dapat dilakukan pemantauan secara rutin.
Merokok, diet, alkohol, aktivitas fisik harus dievaluasi secara rutin. Tekanan darah, indeks
masa tubuh, lingkar pinggang, harus diperiksa selang 2 tahun. Pemerikasaan kolesterol dan
kadar gula darah harus tetap dipantau agar risiko tidak semakin besar.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, dapat disimpulkan
bahwa faktor risoko penyebab penyakit jantung koroner di wilayah tersebut adalah:
a) Jenis kelamin
b) Ras atau etnik
c) Tingkat pendidikan
d) Status ekonomi
e) Asuransi kesehatan
f) Jumlah kunjungan pelayanan kesehatan selama 12 bulan terakhir
g) PJK atau penyakit yang setara dengan PJK
h) Faktor risiko lain seperti: hipertensi, merokok, keturunan, obesitas
i) Konsumsi obat penurun kolesterol
Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan di India, dapat disimpulkan bahwa
faktor risoko penyebab penyakit jantung koroner di wilayah tersebut adalah:
a. Umur
b. Hipertensi
c. Tingkat LDL tinggi
d. Diabetes
e. Merokok
f. Riwayat keluarga
g. Paparan arsenic
DAFTAR PUSTAKA
Sutaryo. 2011. Bagaimana Menjaga Kesehatan Jantung. Yogyakarta: Cinta Buku
Supriyono, Mamat. Tesis: Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Penyakit Jantung Koroner Pada Kelompok Usia < 45 Tahun. Semarang: UNDIP
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-sholekahg0-5270-3-bab2.pdf
diakses pada tanggal 7 April pukul 14.00.
http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri10.pdf diakses pada tanggal 7 April pukul
20.00.