Upload
ellen-deviana-arisadi
View
77
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Evaluasi IIEkonomi Wilayah (PW09-1323)
KONSEP PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (PEL)Studi Kasus : Industri Pengolahan Apel di Kota Batu
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Malidya Puspita Ayu 3611100010R. M. Bagus Prakoso 3611100021Ramadhan Tirta 3611100029Yani Wulandari 3611100045Anjar Akrimullah 3611100048Ellen Deviana A. 3611100071Timothy Mangara P. 3611100073
Jurusan Perencanaan Wilayah dan KotaFakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Kuasa-Nya,
makalah yang berisikan kajian penerapan Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal dengan studi kasus
di Kota Batu ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini dibuat dalam memenuhi evaluasi II mata
kuliah Ekonomi Wilayah. Kami ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg., Dr. Ir. Nanang Setiawan, SE, MS., Belinda Ulfa Aulia, ST.
MSc., dan Vely, ST, MT, MSc. selaku dosen pengajar mata kuliah Ekonomi Wilayah.
2. Orang tua kami yang selalu memberikan dukungan dalam penyelesaian makalah ini
3. Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan terkait proses penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun sangat diharapkan penulis demi perbaikan makalah di masa mendatang. Kami
berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan masyarakat pada umumnya.
Surabaya, Mei 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................................
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................................................
1.4 Sistematika Penulisan..................................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................................
2.1 Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL)..................................................................................................
2.2 Panduan Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif.....................
2.2.1 Kunci Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif..........................................................
2.2.2 Tahapan Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif....................................................
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................................................
3.1 Gambaran Umum Studi Kasus..................................................................................................................
3.2
3.3
BAB IV PENUTUP`...................................................................................................................................................
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................................................................
4.2 Rekomendasi....................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................................
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia,
dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang atau dengan
istilahnya pembangunan yang multidimensional. Adapun yang di maksud dengan pembangunan
multidimensional adalah pembangunan yang bersifat menyeluruh yaitu apa yang dinamakan dengan
pembangunan nasional.
Pelaksanaan Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mempengaruhi orientasi perencanaan
pembangunan daerah. Dalam Era Sentralisasi, perencananaan pembangunan daerah sifatnya hanya
sebagai pendukung pelaksanaan kebijakan dan perencanaan nasional. Akibatnya, peranan yang dapat
dimainkan oleh perencanaan pembangunan daerah juga tidak terlalu besar. Akan tetapi dalam era
otonomi daerah orientasi perencanaan pembangunan daerah akan mengalami perubahan cukup
mendasar dan peranannya menjadi semakin penting. (Tarigan.2004)
Kemakmuran dari sebuah kota dalam jangka panjang tergantung dengan kapasitas dari kota
tersebut untuk mengambil keuntungan dari kesempatan bertumbuh secara berkelanjutan. Sesuai
dengan pengalaman yang sudah terjadi saat ini, pemahaman akan kondisi ekonomi lokal, keunggulan
komparasi dan keuntungan kompetitif sangat penting dalam merumuskan strategi untuk
mengembangkan sebuah kota/wilayah (City Alliance.2007).
Hal pokok yang menjadi pertimbangan pembangunan daerah saat ini adalah bagaimana
wilayah dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri berdasarkan potensi sosial ekonomi dan
karakteristik yang dimilikinya. Artinya dalam konteks pengembangan sosial ekonomi saat ini, arah
yang dituju dalam pengembangan wilayah adalah wilayah harus mandiri dan memiliki daya saing
sehingga mampu berintegrasi ke dalam sistem perekonomian regional, nasional maupun global.
Pengembangan wilayah harus menjadi suatu upaya menumbuhkan perekonomian wilayah dan lokal,
sehingga wilayah dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri dengan memanfatkan sumber daya
lokal.
Strategi pengembangan wilayah bertumpu pada sumber daya lokal ini dikenal sebagai konsep
pengembangan ekonomi lokal (local economic development). Ekonomi lokal sendiri adalah
pengembangan wilayah yang sangat ditentukan oleh tumbuh kembangnya wiraswasta lokal yang
ditopang oleh kelembagaan-kelembagaan di wilayah tersebut meliputi, pemerintah daerah, perguruan
tinggi, pengusaha lokal dan masyarakat. Definisi pengembangan ekonomi lokal adalah proses di mana
pemerintah lokal dan organisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, memelihara,
aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan (Susanti, 2013).
Kota Batu sejak menjadi daerah otonom sejak tahun 2001 yang artinya adalah Kota Batu
menjadi kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
(UU no. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah). Dalam pengembangannya, Kota Batu
mendeklarasikan diri menjadi sentra pariwisata dan Agropolitan khususnya di Provinsi Jawa
Timur.Hal tersebut sesuai dengan potensi dari kondisi fisik dari Kota Batu sendiri.Kondisi Alam yang
mendukung berupa dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan, keadaan suhu udara yang relative
sejuk, potensi alam yang mendukung seperti hutan, air terjun, perkebunan, sawah dan lading yang
terhampar.Selain itu, potensi tanaman buah, tanaman sayur dan tanaman bunga yang mendukung
Agro-Tourismmemperkuat citra kota batu sebagai salah satu pusat agropolitan di Jawa Timur
(Rencana Induk Pengembagan Pariwisata Kota Batu, 2010).
Dalam pengembangannya, Kota Batu menerapkan konsep pengembangan desa wisata yang
berbasis ekonomi lokal. Konsep pengembangan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan
kepedulian dan partisipasi masyarakat (Yoehansyah, Haryono dan Hadi, 2013). Salah satu yang
dikembangkan adalah adanya pengembangan industri pengolahan apel yang berbasis pengembangan
ekonomi lokal.
1.2 Rumusan Masalah
Melihat berbagai masalah pengembangan ekonomi di Indonesia didapat pertanyaan utama
yang akan dijawab pada makalah ini. Pertanyaan tersebut adalah Bagaimana konsep Pengembangan
Ekonomi Lokal di Indonesia dalam memecahkan masalah perekonomian wilayah?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah “PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (PEL) Studi Kasus: Kota
Batu” ini adalah untuk mengidentifikasi implementasi dari penerapan Pengembangan Ekonomi Lokal
yang sudah ada di Indonesia.
1.4 Sistematika Penulisan
Adapun penyusunan paper ini akan dibahas sesuai dengan sistematika pembahasan yang
disajikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, serta sistematika pelaporan dalam
pembahasan Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas pustaka-pustaka yang digunakan untuk melakukan identifikasi persoalan
masalah perekonomian ekonomi wilayah dengan pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal.
BAB III PEMBAHASAN
Bab ini berisi pembahasan mengenai contoh penerapan Pengembangan Ekonomi Lokal,
permasalahan studi kasus, dan tahapan-tahapan penerapan konsep PEL.
BAB IV PENUTUP
Berisi kesimpulan mengenai penerapan konsep pengembangan ekonomi lokal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (PEL)Pengembangan ekonomi lokal (PEL) merupakan suatu konsep perubahan fundamental
terhadap para pelaku terkait.PEL pada hakekatnya merupakan proses kemitraan antara pemerintah
daerah dengan para stakeholder termasuk sektor swasta dalam mengelola sumber daya alam dan
sumber daya manusia maupun kelembagaan secara lebih baik melalui pola kemitraan dengan tujuan
untuk mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi daerah dan menciptakan pekerjaan baru. Ciri
utama pengembangan ekonomi lokal adalah pada titik beratnya pada endogenous development yakni
mendayagunakan potensi sumber daya manusia, institutional dan fisik setempat. Orientasi ini
mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan
merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi. (Blakely, 1989).
Dalam mencapai tujuan itu, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat dituntut untuk
mengambil inisiatif dan partisipatif bukan hanya berperan pasif saja.Setiap kebijakan dan keputusan
publik dan sektor usaha, serta keputusan dan tindakan masyarakat, diarahkan untuk mendukung
kebijakan pengembangan ekonomi daerah yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain kegiatan
pengembangan ekonomi lokal, sebagaimana kegiatan publik lain, sifatnya tidak berdiri sendiri atau
saling terkait dengan aspek publik lainnya.
Pengembangan ekonomi lokal (PEL) hakekatnya merupakan proses pemerintah daerah dan
kelompok berbasis komunitas mengelola sumber daya yang ada untuk merangsang kegiatan ekonomi
wilayah. Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) adalah suatu proses yang mencoba merumuskan
kelembagaan kelembagaan pembangunan di daerah, peningkatan kemampuan SDM untuk
menciptakan produk-produk yang lebih baik serta pembinaan industri dan kegiatan usaha pada skala
lokal. Jadi pengembanganwilayah dilihat sebagai upaya pemerintah daerah bersamamasyarakat dalam
membangun kesempatan-kesempatan ekonomiyang cocok dengan SDM, dan mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya alam dan kelembagaan secara lokal (Munir, 2007).
Konsep ini dikembangkan sebagai alternatif atas berbagai kelemahan konsep pengembangan
wilayah sebelumnya.yaitu konsep pembangunan dari atas (development from above) dan konsep
pembangunan dari bawah (development from below).Konsep pengembangan ekonomi lokal berusaha
memadukan konsep-konsep tersebut, dengan mengembangkan dan meningkatkan peran elemen-
elemen endogenous development dalam kehidupan sosial ekonomi lokal dan melihat keterkaitan serta
integrasinya secara fungsional dan spasial dengan wilayah yang lebih luas (Ma’rif, 2000).
Pengembangan ekonomi lokal mendasari konsepnya pada pengembangan kewirausahaan
lokal serta tumbuh kembangnya perusahaan-perusahaan lokal, kerja sama pemerintah lokal dengan
swasta dan lembaga-lembaga lainnya dalam mengelola sumber-sumber yang potensial untuk
mendorong aktivitas ekonomi.Konsep ini pada dasarnya beranggapan bahwa pengembangan wilayah
sangat ditentukan oleh tumbuh kembangnya wiraswasta lokal yang ditopang oleh kelembagaan yang
ada di wilayah tersebut, meliputi industri, asosiasi kegiatan usaha, pengusaha lokal dan
lainnya.Terdapat banyak fungsi yang harus diperhatikan dalam pengembangan ekonomi lokal, seperti
sumber daya alam, tenaga kerja, modal investasi, skala ekonomis, pasar, situasi ekonomi, kemampuan
pemerintah pusat dan daerah, serta situasi yang kondusif.Dua kata kunci dalam PEL adalah kerjasama
antar sesama komponen dan pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal.Hal tersebut menjadi
relevan dengan sistem desentralisasi yang diterapkan di Indonesia.
2.2 PANDUAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL PARTISIPATIF
Prinsip pendekatan PELP adalah mulai dengan kebutuhan pasar, lalu menghubungkan
produsen skala kecil dan para pemasok kepada perusahaan pengekspor (ke luar daerah).Memulai
pengembangan dari klaster kegiatan ekonomi yang ada di daerah tersebut kemudian hasil produksi
dijual di luar daerah (economic base), danmultiplier effectmeluas.PEL ini membentuk sentra kegiatan
yang mudah diingat oleh masyarakat.Seringkali industri-industri ini telah tumbuh menjadi ikon
daerah yang melekat dengan daerah tersebut.Pembangunan dan pemasaran daerah dengan memakai
image industri yang menonjol di daerah itu telah menjadi bagian yang sulit terpisahkan dari dinamika
pengembangan ekonomi lokal.Image tersebut sangat membantu daerah dalam rangka pemasaran
potensi ekonominya.
2.2.1 Kunci Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif
Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif (PELP) adalah proses dimana pemerintah, swasta
dan masyarakat bekerja bersama membentuk kondisi yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi dan
penciptaan lapangan kerja. Sesuai dengan prinsip tersebut, fokus PELP terdapat pada lima kata kunci
sebagai berikut.
PELP
Ekspor
PELP memprioritaskan untuk pengembangan kegiatan yang berorientasi ekspor ke luar
daerah, karena kegiatan ini memberikan permintaan lebih besar,pasar lebih luas, memberikan
tambahan pendapatan (devisa) bagi daerah.
Pemasaran
Usaha Kecil dan Menengah sering mengeluh kekurangan permintaan, sementara Usaha
Menengah-Besar mengeluh sering permintaan besar, tapi sulit untukmenyediakan produk dalam
kuantitas, kualitas dan waktu yang diminta.Maka pendekatanPELP adalah menghubungkan produsen
skala kecil dengan yang lebih besar.
Klaster
Kelompok dari kegiatan ekonomi sejenis, dari hulu hingga hilir.Tujuannyaadalah agar mata-
rantai produksi-pasar (supply chain) terbina. Pengembangan clusterdiprioritaskan dengan menilai
potensinya untuk diekspor ke luar daerah, luasnya efek-ganda (multipliers) dan nilaitambah, serta
jumlah usaha kecil yang terlibat dalam cluster.
Kemitraan
Forum kemitraan stakeholder yang terkait dengan klaster yang dipilih dibentuk, dengan
keanggotaan antara lain produser (petani, nelayan, pengola sekunder), pedagang, pengumpul dan
grosir, dinas dan lembaga yang terkait dengan cluster diPemda, BUMD (kalau ada), lembaga keuangan,
pusat pelatihan dan penelitian, KADIN, LSM, termasuk pembeli besar dari luar daerah.
Pemberdayaan
Dalam pemberdayaan forum kemitraan, diarahkan agar kelompok relatif kecil, yang fokus
kepada berbagi kepentingan bersama.Memberdayakan forum kemitraan untuk saling berbagi
(sharing) dalam merumuskan masalah, solusi, rencana tindakan.Mendelegasikan kewenangan kepada
kemitraan dalam pengambilan keputusan yangmenyangkut kepentingan usaha dan kerjasana dengan
pihak terkait.
2.2.2 Tahapan Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif
Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif menyangkut inovasi dan perbaikan terus-menerus
untuk menghasilkan produk berkualitas yang sesuai kebutuhan dan selera pembeli, serta efisiensi.Bisa
diperhatikan bahwa kalau dilihat dari potensi alamnya, tidak semua, atau kebanyakan sentra-sentra
tersebut tidak memiliki sumber daya alam yang dibutuhkan.Ini menyangkut hubungan antar satu jenis
kegiatan ekonomi, mulai dari kegiatan produksi primer, pengepul, pengolah setengah jadi atau jadi
(industri menengah, besar), pedagang dan eksportir, serta kegiatan dan pelayanan penunjang
lainnya.Dalam mengembangkan ekonomi lokal, ada enam tahap yang bisa dilakukan untuk
membentuk klaster industri yang berkelanjutan.
Berikut ini adalah penjelasan dari enam tahapan yang dilakukan untuk mengembangkan
ekonomi lokal partisipatif.
Tahap 1: Identifikasi prioritas dalam menciptakan lingkungan usaha yang kondusif.
Tujuannya adalah menetapkan prioritas dan sasaran promosi pengembangan ekonomi,mendorong
investasi baru dan memfasilitasi peningkatan produksi serta perdagangan di daerah yang
bersangkutan. Kegiatannya antara lain: Membentuk tim pendahulu untuk memulai PELP.
Memfasilitasi dunia usaha untuk mengidentifikasi isu-isu strategis yang dihadapi.Mengidentifikasi
prioritas dalam reformasi peraturan ataukebijakan menyangkut kegiatan usaha; prioritas bagi
perbaikan kebijakan/peraturan fiskal dari Pemda; prioritas perbaikan prasarana dan pelayanan untuk
kegiatan ekonomi.
Tahap 2: Memilih klaster kegiatan ekonomi yang sesuai daya saing
Tujuannya untukmengidentifikasi kegiatan ekonomi lokal yang mempunyai potensi kuat untuk
tumbuh (clusters). Membentuk kerjasama dengan pemerintah provinsi dan daerah lain yang
mempunyaikesamaan kepentingan. Kegiatannya antara lain: Mengidentifikasi kegiatan ekonomi
yangmenonjol sesuai dengan keunggulan bersaing (competitive advantage) dan sumber daya potensial
sebagai calon cluster. Secara partisipatif memilih cluster pertama untuk mengawali kegiatan.
Tahap 3: Membentuk kemitraan
Tujuannya adalah menciptakankemitraan antara pemerintah daerah dengan dunia usaha untuk saling
berbagi tanggungjawab dalam pengembangan cluster. Kegiatannya antara lain: Mensosialisasi kepada
stakeholder potensial tentang proposal untuk rencana cluster. Membentuk forum
kemitraanstakeholder untuk cluster terpilih. Untuk mendorong perubahan, dapat
dipromosikan“juara” dari Pemda atau dunia usaha untuk ditunjuk sebagai penggerak.
I Identifikasi prioritas dalam menciptakan lingkungan usaha yang kondusif
II Memilih klaster kegiatan ekonomi yang sesuai daya saing
III Membentuk kemitraan stakeholder
IV Memperkuat kemitraan
V Mempromosikan klaster
VI Replikasi klaster untuk ekonomi yang lain
Tahap 4: Memperkuat kemitraan
Tujuannya untuk meningkatkan kemampuankemitraan stakeholders untuk menelorkan ide-ide,
mendorong inisiatif, dan mobilisasisumber daya yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha.
Kegiatannya antara lain: Menginventarisasi pelaku ekonomi dalam cluster dan membuat katalog
kapasitas dan kualitasproduknya. Mengorganisir jaringan cabang untuk mencakup wilayah
kota/kabupaten.Mengembangkan forum dan media komunikasi.
Tahap 5: Mempromosikan klaster
Tujuannya untuk penguatan kemampuanperusahaan lokal untuk berkompetisi dalam pasar nasional
dan internasional; meningkatkanpenjualan, peningkatan pendapatan dan menciptakan lapangan kerja
produktif. Kegiatannya antara lain: Mengarahkan agar anggota cluster melakukan tindakan konkrit
dan berorientasihasil bagi usahanya. Menyusun rencana pemasaran, termasuk publikasi
katalog,mengembangkan merek daerah dan menjaga kualitas melalui sertifikasi,
disarankanmembentuk lembaga semacam trading-house di daerah untuk mendorong ekspor ke
luardaerah.
Tahap 6: Replikasi klaster untuk kegiatan ekonomi yang lain
Tujuannya untuk memperbanyak kegiatan usaha yang kompetitif di daerah; dan membangun
kapasitas secara berkelanjutan untuk menunjang pengembangan ekonomi lokal. Kegiatannya antara
lain:Mengevaluasi kegiatan pengembangan cluster yang berjalan; mereplikasikannya
denganpenerapan pendekatan PELP untuk cluster kegiatan ekonomi lainnya
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Studi Kasus
Kota Batu merupakan salah satu kota yang baru terbentuk pada tahun 2001 sebagai pecahan
dari Kabupaten Malang. Sebelumnya wilayah kota batu merupakan bagian dari Sub Satuan Wilayah
Pengembangan 1 (SSWP 1) Malang Utara. Kota ini sedang mempersiapkan diri untuk mampu
melakukan perencanaan, pelaksanaan serta mengevaluasian proyek-proyek pembangunan secara
mandiri sehingga masyarakat di wilayah ini semakin rneningkat kesejahterannya.
Secara geografis, Kota Batu terletak pada posisi 112°17'10,90"-122°57'11" Bujur Timur dan
7°44'55,11"-8°26'35,45 Lintang Selatan, dengan luas wilayah 19.908,72 Ha atau 0,42% dari luas total
Jawa Timur. Bentang wilayahnya berupa bukit, gunung, jurang terjal dan daerah daratan dengan batas
wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan
Sebelah Timur : Kabupaten Malang
Sebelah Selatan : Kabupaten Blitardan Kabupaten Malang
Sebelah Barat : Kabupaten Malang
Secara administratif, Kota Batu
dibagi menjadi 3 (tiga) kecamatan yaitu
Kecamatan Batu, Kecamatan Junrejo dan
Kecamatan Bumiaji yang terinci 20 Desa,
4 Kelurahan, 226 RW dan 1.059 RT. Dari
wilayah seluas 19.908,72 Ha tersebut,
Kecamatan Batu memiliki luas 4.545,81
Ha, Kecamatan Junrejo seluas 2.565,02
Ha dan Kecamatan Bumiaji seluas
12.797,89 Ha.
Apel merupakan produk khas
yang menjadi andalan daerah yang
datarannya berada di ketingggian tak
kurang dari 600 m diatas permukaan
laut serta dikelilingi banyak gunung
(Gunung Panderman, Gunung Banyak,
Gunung Welirang, dan Gunung Bokong).
Apel batu ini memiliki empat varietas
yaitu apel manalagi, rome beauty, anna, Gambar 3.1 Batas Administrasi Kota BatuSumber : Bappeda Kota Batu
dan wangling. Selain apel batu, Kota Batu juga menghasilkan berbagai jenis buah lain seperti jeruk,
alpukat, nangka, dan pisang. Seperti Kecamatan Bumiaji yang produktif menghasilkan berbagai jenis
buah-buahan, juga menjadi sentra produksi jeruk keprok batu, jeruk keprok punten, dan jeruk manis.
Dengan nilai produksi mencapai 23.152 ton dari 24.205 pohon, jeruk-jeruk batu tersebut
didistribusikan ke Surabaya, Bali, dan Jakarta.
3.2 Potensi PEL Komoditas Apel dengan brand Apel Batu
Pesatnya perkembangan sektor pariwisata di Kota Batu menimbulkan efek berganda bagi
munculnya sektor-sektor lain di Kota Batu, salah satunya adalah industri pengolahan makanan dan
minuman yang berasal dari olahan buah apel. Untuk industri pengolahan apel sendiri saat ini
produksinya sebagian besar masih tergantung pada permintaan pasar, ketika hari libur maka
permintaan pasar akan meningkat, namun ketika hari biasa permintaan menurun sehingga banyak
industri yang menurunkan jumlah produksinya karena berkurangnya permintaan pasar. Selain itu saat
ini industri pengolahan apel di Kota Batu juga masih memiliki beberapa kendala yaitu :
1. Kurangnya standarisasi produk yang dihasilkan;
2. Keterbatasan akses pasar;
3. Pengetahuan bisnis dan strategi pemasaran yang masih lemah;
4. Keterbatasan akses permodalan; dan
5. Terbatasnya kemitraan dengan lembaga lain
Sehingga, berdasarkan beberapa persoalan diatas, pemerintah berinisiatif untuk mulai
mengembangkan sektor industri dengan komoditas utama apel dengan menggunakan pendekatan
pengembangan ekonomi lokal. Menurut Organisasi Perburuhan Inter-nasional (2005, h. 29)
dijelaskan bahwa LED adalah proses pembangunan partisipatif yang mendorong pengaturan
kemitraan antara pihak berkepentingan swasta dan publik yang utama dalam wilayah yang terdefinisi,
yang memungkinkan rancangan dan implementasi strategi pembangunan bersama, dengan
memanfaatkan sumber daya lokal dan keuntungan kompetitif dalam konteks global dengan tujuan
akhir menciptakan pekerjaan yang layak dan merang-sang kegiatan ekonomi. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam PEL disini adalah terkait dengan unsur sumber daya lokal dan keuntungan
kompetitif dalam konteks global. Namun, dalam menciptakan daya saing produk-produk pertanian
Indonesia tersebut bisa diawali dengan mengembangkan produk-produk pertanian yang memiliki
keunggulan komparatif (comparative advantage). Artinya, bagaimana suatu komoditas dapat
mengangkat perekonomian suatu wilayah dengan memanfaatkan segala potensi lokal yang ada.
3.2.1 Strategi PEL
1. Peningkatan Kualitas dan Standarisasi Produk
Untuk meningkatkan kualitas dan standarisasi produk, saat ini Dinas Koperasi, UKM,
perindustrian dan Perdagangan Kota Batu telah memberikan fasilitasi berupa pemberian label halal
dan izin dari dinas kesehatan pada beberapa produk olahan apel di Kota Batu. Selain itu untuk
memperluas SNI terhadap produk makanan dan minuman olahan, saat ini pemerintah daerah sedang
menyusun rancangan standarisasi makanan untuk salah satu produk olahan apel yaitu kripik apel
2. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penyelenggaraan program pelatihan dan
program pendampingan teknologi, guna pemanfaatan teknologi yang tepat guna bagi para pelaku
industri. Sebagian program tersebut merupakan hasil dari peningkatan keterkaitan dunia pendidikan
de-ngan pasar tenaga kerja yaitu dalam hal pemberian inisiatif bagi pertumbuhan pusat-pusat
penelitian dalam rangka mengembangkan SDM dan teknologi.
3. Peningkatan Akses Pemasaran
Belum adanya peraturan daerah di Kota Batu yang khusus mengatur tentang industri
pengolahan apel menyebabkan penciptaan hubungan subkontrak dalam menjamin kontinuitas
produksi dan jaminan pasar belum ada, proteksi melalui konsumsi produk olahan apel juga belum
dilakukan oleh pemerintah, serta untuk kontrol pemerintah terhadap monopoli pasar juga belum
terlihat.
4. Peningkatan Kemitraan
Dalam peningkatan kemitraan upaya yang dilakukan adalah melalui pengembangan Asosiasi
Pengusaha Kota Batu. Dengan harapan melalui asosiasi ini akan terbentuk kemitraan antar pelaku
industri yang dapat membantu mengatasi permasalahan-permasalah yang dihadapi oleh para pelaku
industri.
5. Peningkatan Akses Permodalan
Memberikan fasilitasi berupa pemberian informasi kepada para pelaku industri yang ingin
memperoleh bantuan modal berupa pinjaman lunak dari PT. Telkom dengan bunga sebesar 6%.
Memberikan bantuan modal berupa uang serta fasilitasi peralatan industri. Membangun Gedung Pusat
Layanan Usaha Terpadu yang didalamnya terdapat klinik bisnis. Klinik bisnis ini nantinya akan
memberikan pelayanan per-modalan bagi para pelaku industri.
3.2.2 Faktor Pendukung PEL
- Peran dan fungsi dinas-dinas pemerintahan yang relevan dengan PEL sangat di butuhkan guna
menjadi pihak yang melakukan manajemen kontrol utama terhadap proses pengembangan
ekonomi lokal
- Ketersediaan anggaran pemerintah merupakan salah satu hal yang dapat mendukung
pengembangan industri berbasis sumber daya lokal pada suatu wilayah
- Kondisi geografis yang cocok dengan jenis komoditas akan membuat daya saing komoditas
semakin baik.
- Selain itu lokasi wilayah sebagai pusat transit dan area pariwisata dapat mendukung upaya
pengembangan ekonomi lokal.
3.2.3 Faktor Penghambat PEL
- Keterbatasan tenaga ahli menjadi salah satu faktor internal yang menjadi penghambat dalam
pengembangan indutri pengolahan apel
- Dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, terutama terkait pendampingan teknologi,
masih kurang maksimal.
- Belum adanya peraturan daerah yang menagatur tentang industri kecil menengah di Kota Batu
juga merupakan salah satu faktor penghambat dalam pelaksanaan strategi pengembangan
industri pengolahan apel di Kota Batu.
Berdasarkan pembahasan mengenai potensi PEL berdasarkan strategi, faktor pendukung dan
penghambat, diharapkan dengan memanfaatkan segala potensi lokal yang ada, khususnya berawal
dari keunggulan komparatif dalam pertanian apel tropis di Batu, dapat di kembangkan sebagai potensi
ekonomi lokal yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan perekonomian di Kota
Batu maupun wilayah sekitarnya.
3.3 Tahapan Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif di Kota Batu
Tahapan yang dilakukan oleh Kota Batu untuk mengembangkan ekonomi lokal partisipatif
adalah sebagai berikut :
Tahap 1: Identifikasi Prioritas Dalam Menciptakan Lingkungan Usaha yang Kondusif
Berdasarkan kebijakan pengembangan ekonomi kerakyatan dalam rangka pembangunan di
Jawa Timur, khususnya di Kota Batu antara lain adalah melalui pengembangan sektor agrobisnis dan
salah satu komoditas pertanian yang diandalkan adalah apel tropis dari Kota Batu. Maka berdasarkan
kebijakan tersebut, telah diidentikasi bahwa usaha komoditas apel dijadikan sebagai prioritas dan
sasaran promosi pengembangan ekonomi pada kota Batu. Selain itu, usaha komoditas apel juga
digunakan sebagai “pemancing” investasi baru pada kota Batu. Melihat kota Batu masih didominasi
oleh industri kecil menengah, fasilitas berupa peralatan industri atau modal berupa uang telah
disediakan oleh Perdagangan dan Perindustrian kota Batu untuk berjalannya industri-industri kecil
pada Kota Batu. Setelah berjalannya industri-industri tersebut, didapatkan isu-isu strategis yang
dihadapi oleh industri-industri komoditas apel yaitu sebagai berikut:
Kurangnya standarisasi produk yang dihasilkan
Keterbatasan akses pasar
Pengetahuan bisnis dan strategi pemasaran yang masih lemah
Keterbatasan akses permodalan
Terbatasnya kemitraan dengan lembaga lain.
Tahap 2: Memilih Klaster Kegiatan Ekonomi yang Sesuai Dengan Daya Saing
Berdasarkan penelitian terdahulu mengenai daya saing kota Batu, telah diidentifikasi kegiatan
ekonomi lokal yang mempunyai potensi kuat untuk tumbuh, yaitu usaha komoditas apel. Komoditas
apel dari kota Batu memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan apel impor dari USA, Australia, New
Zealand dan RRC karena kota Batu merupakan satu-satunya kota (di dunia) pada iklim tropis yang
membudidayakan apel. Apel dari iklim tropis memiliki keunggulan lebih jika dinilai dari rasa,
kesegaran dan ketahanan dibandingkan apel dari iklim sub-tropis. Selain itu, telah dilakukan berbagai
analisis mengenai komoditas apel pada kota Batu, analisis-analisis tersebut adalah sebagai berikut:
Analisis ekonomi dan finansial: Berdasarkan analisis ini, didapatkan bahwa pendapatan usaha
komoditas apel pada kota Batu memiliki nilai positif. Maka, hal ini menunjukkan bahwa secara
ekonomi dan financial komoditas apel pada kota Batu dinilai menguntungkan dan layak untuk
diusahakan.
Analisis keunggulan komparatif: Analisis keunggulan komparatif dilihat dari nilai Koefisien
Biaya Sumberdaya Domestik (KBSD), jika nilai KBSD lebih kecil dari 1 maka dinilai memiliki
keunggulan komparatif.
Berdasarkan analisis terdahulu, usaha komoditas apel kota Batu memiliki nilai KBSD 0.55,
maka dapat dikatakan bahwa usaha komoditas apel yang dihasilkan kota Batu efektif dalam
memanfaatkan sumberdaya domestik untuk menghemat satu satuan devisa dan memiliki
keunggulan komparatif dibandingkan usaha komoditas apel yang diimpor dari luar negeri.
Analisis keunggulan kompetitif: Analisis keunggulan kompetitif dilihat dari nilai Private Cost
Ratio (PCR), jika nilai PCR lebih kecil dari 1 maka kegiatan tersebut memiliki keunggulan
kompetitif. Berdasarkan analisis terdahulu nilai PCR usaha komoditas apel kota Batu
menujukkan nilai 0.506, maka dapat dikatakan bahwa usaha komoditas apel kota Batu
memiliki keunggulan kompetitif dan layak diusahakan.
Analisis sensitivitas: Analisis sensivitas yang dilakukan adalah sensitivitas dengan naiknya
harga bibit sebesar 10% dan 20%, upah tenaga kerja 10% dan 20%, harga pupuk dan pestisida
10% dan 20% dan turunnya harga output apel sebesar 10% dan 20%. Berdasarkan analisis
terdahulu, didapatkan bahwa hal tersebut menyebabkan perubahan nilai KBSD dan PCR, akan
tetapi nilainya masih dibawah satu, maka dapat dikatakan usaha komoditas apel di kota Batu
masih layak untuk diusahakan.
Tahap 3: Membentuk Kemitraan Stakeholder
Dalam pembentukan kemitraan antara pengusaha/industri komoditas apel dengan
stakeholder, upaya yang dilakukan adalah melalui pembentukan Asosiasi Pengusaha Kota
Batu.Asosiasi ini dibentuk untuk mencari bantuan stakeholder dalam menghadapi isu-isu yang muncul
selama berjalannya kegiatan ekonomi lokal. Telah terjalin kemitraan asosiasi tersebut dengan Dinas
Koperasi, UKM, Perdagangan dan Perindustrian Kota Batu. Pada kemitraan ini, bantuan yang telah
diberikan adalah sebagai berikut:
Penyediaan bantuan modal berupa fasilitas peralatan industri atau dalam bentuk uang. Untuk
bantuan modal berupa uang, Dinas memberikan bantuan tersebut kepada pelaku industri di
tahun 2009 dan 2010, sedangkan untuk bantuan peralatan, diberikan pada tahun 2009 dan
2012 kepada 29 industri kecil menengah di Kota Batu.
Peningkatan kualitas produk dengan memberikan fasilitas berupa pemberian label halal dan
izin dari dinas kesehatan pada produk-produk apel serta pemerluasan standar SNI.
Penyelenggarakan pelatihan (peningkatan kualitas SDM) dalam rangka pengembangan inovasi
produk, pemanfaatan teknologi, peningkatan kemampuan manajerial serta memberikan
pelatihan dalam bidang pemasaran
Pemberian fasilitas berupa penyediaan informasi kepada pelaku industri kecil tentang
pinjaman lunak dari PT. Telkom dengan bunga sebesar 6% melalui program CSR.
Tahap 4: Memperkuat Kemitraan
Upaya memperkuat kemitraan dengan para stakeholders yakni untuk memunculkan ide-ide,
inovasi, dan mobilisasi sumberdaya yang dibutuhkan dalam upaya pengembangan usaha. Untuk
meningkatkan kualitas dan standarisasi produk apelnya, Pemerintah Kota Batu telah melakukan
upaya ini. Pemerintah melakukan kerjasama dengan stakeholders yang terkait dengan upaya
peningkatan kualitas dan standarisasi dari produk apel, seperti kerjasama dilakukan bersama Dinas
Koperasi, UKM, Perindustrian, Kesahatan, dan Perdagangan. Pemerintah Kota Batu bekerja sama
dengan Dinas Kesehatan dalam upaya peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas produk
olahan apel. Dinas Kesehatan memfasilitasi pemberian label halal dan izin. Pemerintah Kota Batu juga
sudah memiliki strategi peningkatan hubungan dengan stakeholders, yakni dengan upaya
pembentukan asosiasi pengusaha apel yang terdapat pada Kota Batu. Dengan pendekatan ini,
Pemerintah berharap untuk dapat memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi pengusaha-
pengusaha.
Pemerintah Kota Batu melakukan berbagai upaya dalam memperkuat kemitraan. Langkah yang
lain yang dilakukan pemerintah kota tersebut adalah dengan penyediaan informasi terkait pemberian
bantuan pinjaman lunak. Pemerintah Kota Batu bekerja sama dengan PT. Telkom dengan pemberian
bantuan modal pinjaman lunak kepada para pelaku industri dengan bunga ringan melalui program
CSR. Dengan beberapa strategi dari memperkuat kemitraan dengan stakeholders beberapa hasil yang
didapat adalah terdapat tiga industri yang mendapat penghargaan ISO berdasarkan kualitas produk
yang baik.
Tahap 5: Mempromosikan Klaster
Pada tahapan mempromosikan klaster ditujukan untuk meningkatkan rasa kompetitif para
perusahaan lokal untuk mampu berkompetensi dalam pasar nasional maupun internasional. Selain itu,
tujuan dari tahapan ini adalah untuk meningkatkan penjualan yang tentunya dapat meningkatkan
pendapatan dan menciptakan lapangan kerja produktif. Pemerintah Kota Batu sudah memberikan
strategi dalam upaya mempromosikan klaster ini dengan cara melakukan peningkatan kualitas
sumberdaya manusia dalam mempersiapkan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan penjualan
produk mereka.
Pemerintah Kota Batu berupa dalam peningkatan akses pemasaran. Untuk mewujudkan hal ini
beberapa hal yang sudah dilakukan yakni dengan pameran lokal dan regional, promosi lewat website
dinas, dan melakukan pelatihan tentang pemasaran yang dilakukan melalui website. Program
pendampingan teknologi juga sudah dilakukan untuk mendukung produksi apel pada Kota Batu.
Program pendampingan teknologi ini termasuk ke dalam tahap transformasi kemampuan berupa
wawasan pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan wawasan, khususnya dalam pemanfaatan
teknologi yang digunakan dalam memproduksi produk olahan apel, sehingga diharapkan melalui
program pendampingan teknologi ini maka teknologi yang digunakan oleh para pelaku industri akan
tepat guna.
Tahap 6: Replikasi Klaster untuk Kegiatan Ekonomi Lain
Replikasi klaster untuk kegiatan ekonomi lain bertujuan untuk memperbanyak kegiatan usaha
yang kompetitif di daerah, dan membangun kapasitas secara berkelanjutan untuk menunjang
pengembangan ekonomi lokal.Pada tahapan yang terakhir belum dilakukan oleh Pemerintah Kota
Batu. Pemerintah Batu beserta para stakeholders lain belum berorientasi pada tahapan
pengembangan ekonomi lokal partisipatif yang ini. Beberapa program dan strategi yang sudah
maupun akan diarahkan oleh Pemerintah Kota Batu, belum ada yang menyangkut atau berkaitan
dengan tahapan ini, yakni tahapan replikasi klaster untuk kegiatan ekonomi lain. Melihat kondisi
eksisting yang terdapat pada Kota Batu, seharusnya kota ini mampu untuk manghasilkan atau tumbuh
replikasi klaster untuk kegiatan ekonomi lain, dikarenakan sumberdaya alam yang dimiliki sangat
melimpah selain apel.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Rekomendasi