Upload
selvia-agueda
View
1.260
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sering kita mendengar seorang pasien tiba – tiba menderita shock setelah
diberikan obat atau ada petugas medis yang dilaporkan ke polisi karena salah
memberikan obat kepada pasiennya. Kejadian seperti itu sangat merugikan kepada
kedua belah pihak baik petugas medis maupun pasiennya. Oleh karena itu, perlu
adanya suatu upaya untuk mencegah supaya tidak terjadi kasus akibat adanya
penggunaan/ pemakaian obat yang tidak sesuai.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah kriteria penggunaan obat rasional ?
2. Bagaimana akibat kesalahan penggunaan obat yang tidak rasional ?
C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui kriteria pengguanaan obat rasional.
2. Mahasiswa dapat mengetahui kesalahan penggunaan obat yang tidak rasional.
1
BAB II. PEMBAHASAN
A. Obat Rasional
Pengobatan dapat disebut rasional apabila pasien menerima terapi yang tepat
sesuai dengan kebutuhan kliniknya, sesuai dengan dosis yang dibutuhkannya, pada
periode waktu yang adekuat, dan dengan harga yang terjangkau untuk pasien dan
masyarakat (WHO,1985).
Obat adalah bahan atau panduan bahan- bahan yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan, diagnosis, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan
kontrasepsi termasuk produk biologi. Sampai saat ini obat merupakan salah satu
komponen yang tidak tregantukan dalam pelayanan kesehatan. Dengan demikian obat
memiliki fungsi social dan seharusnya diutamakan dibandingkan dengan obat sebagai
komoditas perdagangan.
Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu.
Persyaratan Penggunaan obat rasional
Menurut WHO 1985 pengobatan rasional bila:
a. Pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya.
b. Untuk periode yang adekuat.
c. Dengan harga yang paling murah untuknya dan masyarakat.
Secara praktis penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:
1. Tepat diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika
diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan terpaksa
mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga
tidak akan sesuai dengan seharusnya.
2. Sesuai dengan indikasi penyakit
2
Ketepatan indikasi berkaitan dengan penentuan perlu tidaknya suatu obat
diberiakan pada suatu kasus tertentu (Sastramihardja, 1997).
3. Tepat pemilihan obat.
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan
dengan benar. Dengan demikian obat yang dipilih haruslah yang memiliki efek terapi
sesuai dengan spectrum penyakit. Berkaiatan dengan pemilihan kelas terapi dan jenis
obat berdasarkan pertimabangan manfaat, keamanan, harga, dan mutu. Sebagai
acuannya bisa digunakan buku pedoman pengobatan. (Sastramiharja 1997).
4. Tepat Dosis
Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang
terapi yang sempit misalnya theofilin akan sangat berisiko timbulnya efek samping.
Sebaliknya dosis yang terlau kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang
diharapkan (Anomia 2006).
5. Tepat cara pemberian
Tepat cara pemberian yaitu obat antacid seharusnya dikunyah dulu baru ditelan.
Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu karena akan membentuk
ikatan sehingga menjadi tidak dapat diabsorbsi dan menurunkan efektifitasnya. Cara
pemberian obat memerlukan pertimbangan farmakokinetik, yaitu cara atau rute
pemberian, besar dosis, frekuensi pemberian dan lama pemberian, sampai ke
pemilihan cara pemakaian yang paling mudah diikuti pasien, aman dan efektif untuk
pasien.
6. Tepat interval waktu pemberian
Cara memberikan obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis agar
mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat perhari (misalnya
4 kali sehari) maka semakin rendah tingkat ketaatan pasien untuk minum obat.
7. Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat itu harus sesuai dengan penyakitnya masing- masing.
Untuk tuberculosis lama pemberian paling singkat 6 bulan. Lama pemberian
kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10 – 14 hari.
3
8. Waspada terhadap efek samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping yaitu efek yang tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. karena itu muka
merah setelah pemberian atropine bukan alergi tetapi efek samping sehubungan
vasodilatasi pembuluh darah di wajah.
9. Penilaian terhadap kondisi pasien
Ketepatan penilaian diperlukan terhadap kontraindikasi, pengaruh faktor
konstitusi penyakit penyerta dan riwayat alergi, respon individu terhadap efek obat
sangat beragam, misalnya pada penderita kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida
sebaiknya dihindarkan karena resiko terjadinya nefrotoksik pada kelompok ini secara
bermakna.
10. Tepat Informasi
Ketepatan informasi menyangkut informasi cara penggunaan obat, efek samping
obat dan cara penanggulangannya serta pengaruh kepatuhan terhadap hasil
pengobatan. Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting
dalam menunjang keberhasilan terapi.
11. Tepat dalam melakukan upaya tindak lanjut
Tepat tindak lanjut maksudnya pada saat memutuskan pemberian terapi harus
sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien
tidak sembuh atau mengalami efek samping. Jika terjadi seperti ini maka dosis obat
perlu ditinjau ulang atau bisa saja obatnya diganti.
12. Obat yang Efektif, aman, dan mutu terjamin dan terjangkau
Untuk efektif, aman, dan terjangkau digunakan obat – obat dalam daftar obat
essensial. Pemilihan batt dalam daftar obat essensial didahulukan dengan
mempertimbangkan efektivitas, keamanan, dan harganya oleh para pakar dibidang
pengobatan dan klinis.
13. Tepat Penyerahan obat
Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan
pasien sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotik atau tempat penyerahan
4
obat di puskesmas, apoteker atau asisten apoteker atau petugas penyerah obat akan
melaksanakan perintah dokter atau peresep yang ditulis pada lembar resep ubntuk
kemudian diberikan kepada pasien.
14. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan
Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan maksudnya
pemberian obat dalam jangka waktu lama tanpa informasi/ supervisi tentu saja akan
menurunkan ketaatan penderita. Kegagalan pengobatan tuberkulosis secara nasional
menjadi salah satu bukti bahwa terapi jangka panjang tanpa disertai informasi/
supervisi yang memadai tidak akanpernah memberikan hasil seperti yang diharapkan.
Ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada pasien berikut:
a. Jenis atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak.
b. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering.
c. Jenis sediaan obat terlalu beragam
d. Pemberian obat dalam jangka panjang.
e. Pasien tidak mendapatkan informasi atau penjelasan yang cukup mengenai
cara minum atau menggunakan obat.
f. Timbul efek samping (Anonima, 2006).
Masalah penggunaan obat yang tidak rasional masih cukup menonjol di beberapa
pusat pelayanan kesehatan. Di samping berakibat pada pemborosan biaya,
ketidakrasionalan penggunaan obat juga meningkatkan risiko terjadinya efek
samping. Dampak lainnya adalah berupa ketergantungan pasien terhadap pemberian
antibiotik yang selanjutnya secara luas akan meningkatkan risiko terjadinya resistensi
bakteri akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada populasi. Dampak negatif
penggunaan obat yang tidak rasional sangat beragam dan bervariasi tergantung dari
jenis ketidakrasionalan penggunaannya. Dampak negatif ini dapat saja hanya dialami
oleh pasien (efek samping dan biaya yang mahal) maupun oleh populasi yang lebih
luas (resistensi kuman terhadap antibiotika tertentu) dan mutu pelayanan pengobatan
secara umum.
5
Untuk mengatasi masalah penggunaan obat yang tidak rasional diperlukan
beberapa upaya perbaikan, baik di tingkat provider yaitu pembuat resep (prescriber)
dan penyerah obat (dispenser) dan pasien/ masyarakat (consumer) hingga sistem
kebijakan obat nasional. Masih kurang tertatanya sistem informasi pengobatan dari
dokter ke pasien menjadi salah satu masalah dalam proses terapi. Di satu sisi salah
satu alasan dokter mengapa tidak rasional adalah akibat tekanan dan permintaan
pasien terhadap obat tertentu (misalnya penggunaan injeksi). Sementara itu di pihak
pasien sebenarnya tidak pernah ada keberatan terhadap setiap proses pengobatan yang
dilakukan oleh dokter. Dengan demikian, selama dokter dapat memberikan informasi
yang benar kepada pasien maka tidak mungkin pasien berniat mendikte dokter
apalagi memaksakan kehendak untuk mendapatkan jenis terapi tertentu.
WHO mengadvokasikan 12 intervensi kunci untuk mempromosikan penggunaan obat
yang lebih rasional:
a. Pembentukan badan nasional multidisiplin untuk mengkoordinasikan
peraturan penggunaan obat
b. Penggunaan panduan klinis
c. Pengembangan dan penggunaan daftar obat esensial nasional
d. Pembentukan komite obat dan terapeutik di daerah dan rumah sakit
e. Memasukkan pelatihan farmakoterapi berbasis pemecahan masalah dalam
kurikulum sarjana
f. Melanjutkan edukasi medis mencakup pelayanan sebagai persyaratan lisensi
g. Supervisi, audit, dan umpan balik
h. Penggunaan informasi independen mengenai obat
i. Edukasi publik mengenai obat
j. Hindari insentif finansial tanpa alasan
k. Penggunaan regulasi yang cocok dan diperkuat
l. Ekspenditur pemerintah yang cukup untuk memastikan adanya obat dan staff
6
B. Dampak Penggunaan Obat yang tidak rasional
Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat beragam dan
bervariasi tergantung dari jenis ketidakrasionalan penggunaannya. Dampak negatif ini
dapat saja hanya dialami oleh pasien (efek samping dan biaya yang mahal) maupun
oleh populasi yang lebih luas seperti resistensi kuman terhadap antibiotik tertentu,
dan mutu pelayanan pengobatan secara umum.
1. Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan.
Salah satu dampak penggunaan obat yang tidak rasional adalah peningkatan
angka morbiditas dan mortalitas penyakit. Contohnya pada penderita diare akut non
spesifik umumnya sering mendapat antibiotik dan obat injeksi, sementara pemberian
oralit yang lebih dianjurkan, umumnya kurang dilakukan. Padahal diketahui bahwa
resiko terjadinya dehidrasi pada anak yang diare dapat membahayakan keselamatan
jiwa anak yang bersangkutan. Hal yang sama juga terjadi pada penderita ISPA non
pneumonia pada anak yang umumnya mendapatkan antibiotik yang sebenarnya tidak
diperlukan. Sementara itu pada anak yang jelas menderita pneumonia akhirnya justru
tidak mendapatkan terapi yang adekuat, karena antibiotik yang ada telah habis
digunakan untuk mereka yang tidak memerlukannya. Dengan demikian tidaklah
mengherankan apabila hingga saat ini angka kematian bayi dan balita akibat ISPA
dan diare masih cukup tinggi di Indonesia.
2. Dampak terhadap biaya pengobatan.
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas, atau pemberian obat untuk keadaan
yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat, jelas merupakan pemborosan dan
sangat membebankan pasien. Di sini termasuk pula peresepan obat yang mahal
padahal alternatif obat yang lain dengan manfaat dan keamanan sama dan harga lebih
murah tersedia. Contohnya ketidakrasionalan seperti ini adalah pemberian antibiotik
pada ISFA non pneumonia. Dari studi yang dilakukan oleh PPSDK-F (Proyek
Pengkajian Sumber Daya Kesehatan- Komponen Farmasi) di 2 provinsi di Indonesia
tahun 1992-1994 dijumpai bahwa lebih dari separuh biaya obat yang dikonsumsi
7
pasien puskesmas adalah untuk antibiotik. Tingginya konsumsi antibiotik (terutama
untuk kasus-kasus ISPA non Pneumonia) tentui saja mempengaruhi anggaran obat
yang tersedia.
Peresepan antibiotik bukannya keliru, tetapi sebaiknya memproritaskan
pemberiannya untuk penyakit-penyakit yang benar-benar memerlukannya (yang jelas
terbukti sebagai infeksi bakteri) akan sangat berarti dalam menurunkan morbiditas
dan mortalitas penyakit infeksi. Oleh karena itu jika pemberiannya selektif, maka
pemborosan anggaran dapat dicegah dan dapat direalokasikan untuk penyakit atau
intervensi lain yang lebih prioritas. Dengan demikian mutu pelayanan kesehatan
dapat lebih dijamin.
Disamping itu pnggunaan obat rasional akan berdampak pada pengurangan
anggaran terhadap obat di sarana pelayanan kesehatan dasar. Seandainya praktek
penggunaan penggunaan obat rasional dilaksanakan secara sistematis dan konsisten
diperkirakan anggaran untuk pembelian obat disarana kesehatan dasar bisa dikurangi
sampai 30 %.
3. Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak
diharapkan.
Dampak lain dari ketidakrasionalan penggunaan obat adalah meningkatnya resiko
terjadinya efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan, baik untuk pasien
maupun untuk masyarakat.
Bebersapa data berikut mewakili dampak negatif yang terjadi akibat penggunaan
obat yang tidak rasional :
• Kebiasaan memberikan obat dalam bentuk injeksi akan meningkatkan resiko
terjadinya syok anafilaksis.
• Resiko terjadinya efek samping onbat meningkat secara konsisten dengan
makin banyaknya jenis obat yang diberikan kepada pasien. Keadaan ini
semakin nyata pada usia lanjut. Pada kelompok umur ini kejadian efek
samping dialami oleh 1 (satu) diantara 6 penderita usia lanjut yang dirawat
di rumah sakit.
8
• Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotik merupakan salah satu akibat
dari pemakaian antibiotik yang berlebihan (over prescribing), maupun
pemberian yang bukan indikasi (misalnya infeksi yang disebabkan oleh
virus).
4. Dampak terhadap mutu keterediaan obat.
Dari studi data yang dilakukanoleh Bagian Farmakologi FK UGM bekerjasama
dengan Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan Depkes RI pada tahun 1997-
1998ditemukan bahwa leboih dari 80% pasien dengan keluhan demam,batuk dan
pilek mendapatkan antibiotik untuk rata-rata 3 hari pemberian,.Dari praktek
pengobatan tersebut tidaklah mengherankan bahwa yang sering dikeluhkan di
puskesmas adalah tidak cukupnya ketersediaan antibiotik. Akibatnya jika suatu saat
ditemukan pasien yang benar-benar menderita infeksi bakter, antibiotik yang
dibutuhkan sudah tidak tersedia lagi. Yang terjadi selanjutnya adalah pasien terpaksa
diberikan antibiotik lain yang bukan obat pilihan utama (drug of choice) dari infeksi
tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan obat yang tidak rasional:
1. Pembuat resep (dokter), dokter yang kurang pengetahuan, ketrampilan dan tidak
percaya diri, pengalaman praktek sehari-hari yang keliru, aktivitas promosi yang
bias dari industri farmasi, tekanan permintaan dari pasien, generalisasi
pengobatan penyakit, waktu diagnosa yang terbatas.
2. Pasien/masyarakat; ketidaktahuan terapi pengobatan, pengalaman sebelumnya
yang salah (misalnya, pasien yang pernah mengalami diare dan sembuh setelah
disuntik maka saat diare lagi maka pasien pun minta disuntik)
3. Sistem perencanaan dan pengelolaan obat
4. Kebijaksanaan obat dan pelayanan kesehatan
5. Lain-lain misalnya informasi dan iklan obat, persaingan praktek dan memberikan
pengobatan yang sesuai dengan permintaan pasien.
9
Penggunaan obat yang tidak rasional dalam kehidupan sehari-hari dapat berupa:
1. Pemberian obat bagi penderita yang tidak memerlukan obat (obat tanpa indikasi)
2. Pemakaian obat yang tidak sesuai indikasi penyakit
3. Pemakaian obat yang tidak sesuai anjuran
4. Obat dengan toksisitas tinggi sementara obat lain yang lebih aman tidak
digunakan
5. Pemakaian obat dengan harga mahal
6. Obat yang belum secara ilmiah terbukti manfaat dan keamanannya
7. Pemakaian obat yang jelas-jelas mempengaruhi kebiasaan atau persepsi keliru
dari masyarakat terhadap pengobatan
10
BAB III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penggunaan obat rasional harus memperhatikan 14 tepat supaya memberikan
hasil yang maksimal. Selain itu dalam mencegah terjadinya pemberian obat yang
irasional diperlukan kerjasama antara pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk
mendapatkan hasil informasi yang tepat. Pemberian obat secara tidak rasionalpun
mengakibatkan banyak dampak, untuk mengantisipasi hal tersebut dibutuhkan tenaga
kesehatan yang profesional dan mempunyai ilmu dasar yang mumpuni.
B. SARAN
Memberi edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan obat secara
rasional guna mencegah terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan akibat pemberian
obat secara irasional. Edukasi ini diharapkan mampu menciptakan kesadaran
masyarakat tentang pemberian obat secara rasional.
11
Daftar Pustaka:
Penggunaan Obat Rasional, Dep.Kes, 2006
http://klikdokter.com/healthnewstopics/read/2009/03/10/627/penggunaan-obat-
rasional
http://senjaaruna.blogspot.com/2012/05/kriteria-penggunaan-obat-tidak-rasional.html
http://apotekputer.com/ma/index.php?
option=com_content&task=view&id=59&Itemid=9
12