40
MODUL ALERGI IMUNOLOGI KELOMPOK VII “Seorang pria dengan demam tinggi dan benjolan di lipat paha” Indra Pratama Dana 030.07.117 Phoespa Mayangsari 030.08.191 Angga Haditiya 030.09.022 Azizah Chairiani 030.09.042 Denata Prabhasiwi 030.09.062 Fanny Isyana Fardhani 030.09.082 Hanina Yuthi M. 030.09.106 Jessica Wirjosoenjoto 030.09.126 Mayandra Mahendrasti 030.09.148 Nadya Anggun Mowlina 030.09.165 Raden Roro Marina Rizky U. 030.09.190 Runy Dyaksani 030.09.216 Tara Wandhita Usman 030.09.250 Yenni Susanty 030.09.274

MAKALAH FILARIASIS.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

filariasis

Citation preview

MODUL ALERGI IMUNOLOGI

KELOMPOK VII

“Seorang pria dengan demam tinggi dan benjolan di lipat paha”

Indra Pratama Dana 030.07.117

Phoespa Mayangsari 030.08.191

Angga Haditiya 030.09.022

Azizah Chairiani 030.09.042

Denata Prabhasiwi 030.09.062

Fanny Isyana Fardhani 030.09.082

Hanina Yuthi M. 030.09.106

Jessica Wirjosoenjoto 030.09.126

Mayandra Mahendrasti 030.09.148

Nadya Anggun Mowlina 030.09.165

Raden Roro Marina Rizky U. 030.09.190

Runy Dyaksani 030.09.216

Tara Wandhita Usman 030.09.250

Yenni Susanty 030.09.274

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA 2011

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit ini dapat disebabkan oleh infestasi satu atau dua cacing jenis filarial

yaitu Wuchereria bancrofti atau Brugia malayi. Cacing filarial ini termasuk famili

Filidae, yang bentuknya langsing dan ditemukan di dalam sistem peredaran darah

limfe, otot, jaringan ikat atau rongga serosa pada vertebrae. Cacing bentuk dewasa

dapat ditemukan pada pembuluh dan jaringan limfa pasien.

Masa inkubasi penyait ini cukup lama lebih kurang 1 tahun, sedangkan

penularan parasit terjadi melalui vector nyamuk sebagai hospes perantara, dan

manusia atau hewan kera dan anjing sebagai hospes definitif. Periodisitas beradanya

microfilaria di dalam darah tepi bergantung pada spesies. Periodisitas tersebut

menunjukkan adanya filaria di dalam darah tepi sehingga mudah terdeteksi.

Mikofilaria W.bancrofti ditemukan umumnya pada malam hari (nocturnal)

terutama di belahan bumi bagian selatan termasuk Indonesia, sedangkan di daerah

pasifik ditemukan siang dan malam (non-periodik). Sedangkan microfilaria B.malayi

mempunyai periodisitas ini belum diketahui, mungkin dipengaruhi oleh tekanan zat

asam dalam kapilaer paru atau lingkaran hidup cacing filaria.

Prevalensi microfilaria meningkat bersamaan dengan umur pada anak-anak

dan meningkat antara umur 20-30 tahun, pada saat usia pertumbuhan, serta lebih

tinggi pada laki-laki dibanding wanita. Lingkaran hidup filaria meliputi : 1)

pengisapan microfilaria dari darah atau jaringan oleh serangga penghisap darah. 2)

metamorfosis microfilaria di dalam hospes perantara serangga, dimana mula mula

1

membentuk larva rabditiform lalu membentuk larva filariform yang aktif. 3)

penularan larva infektif ke dalam kulit hospes baru, melalui probosis serangga yang

menggigit, dan kemudian pertumbuhan larva setelah masuk ke dalam luka gigitan

sehingga menjadi cacing dewasa.

Kekebalan alami atau yang didapat pada manusia terhadap infeksi filaria

belum diketahui banyak. Cacing filaria mempunyai antigen yang spesifik untuk

spesies dan spesifik untuk kelompok (group spesific); memberi reaksi silang antara

berbagai spesies dan nematoda lainnya.

2

BAB II

LAPORAN KASUS

Sesi 1 lembar 1

Tn. WB, 30 tahun, datang ke tempat praktik Saudara pada pk. 22.00, dengan keluhan

demam tinggi disertai dengan timbulnya benjolan di daerah lipat paha. Tn. WB

mengatakan bahwa ia telah minum obat yang dibeli di warung, namun keluhan tidak

membaik dan sering muncul lagi. Tn. WB adalah seorang pemulung dan tinggal di

daerah kumuh di Depok. Selama ini, Tn. WB tidak pernah bepergian ke luar kota.

Demam tidak disertai dengan menggigil dan terjadi pada malam hari tanpa disertai

dengan penurunan suhu. Benjolan di lipat paha terasa panas dan nyeri, yang menjalar

dari pangkal paha ke ujung kaki. Tidak terdapat riwayat penyakit jantung, kencing

manis, dan riwayat alergi pada Tn. WB.

Sesi 1 lembar 2

Pemeriksaan fisik: suhu 38,50C teraba pembesaran kelenjar inguinal sebesar gundu

berwarna merah dan nyeri tekan. Pemeriksaan darah dan urin rutin normal. Apusan

darah tepi menunjukkan adanya eosinofilia dan mikrofilaria.

Sesi 2

Setelah minum obat DEC selama seminggu, Tn. WB merasakan demam yang disertai

sakit kepala, pusing, sakit pada otot dan sendi serta buah zakarnya membesar. Pada

hasil pemeriksaan didapatkan suhu 380C serta pembesaran skrotum unilateral.

3

BAB III

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. WB

Umur : 30 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status Pernikahan : -

Agama : -

Pekerjaan : Pemulung

Alamat : Depok

Asal : -

Pendidikan terakhir : -

Tanggal berobat : 22.00

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Demam tinggi serta benjolan di lipat paha

Keluhan Tambahan : Setelah mengkonsumsi obat DET selama

seminggu, Tn. WB merasakan demam yang disertai sakit kepala, pusing, sakit

pada otot dan sendi serta buah zakarnya membesar.

Riwayat Penyakit Sekarang:

4

Tn. WB mengatakan ia telah membeli obat di warung, tetapi keluhan tidak

membaik dan sering muncul lagi. Demam tidak disertai dengan menggigil dan

terjadi pada malam hari tanpa disertai dengan penurunan suhu. Benjolan di

lipat paha terasa panas dan nyeri, yang menjalar dari pangkal paha ke ujung

kaki.

Perlu ditanyakan:

- Obat apa yang dibeli oleh Tn. WB?

- Sejak kapan mulai demam?

- Sejak kapan muncul benjolan?

- Apakah benjolannya progresif (semakin besar)?

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak terdapat riwayat penyakit jantung, kencing manis, dan riwayat alergi

pada Tn. WB.

Riwayat Penyakit Keluarga : -

Riwayat Alergi: -

Riwayat Pengobatan :

Obat warung

Riwayat Kebiasaan :

Tn. WB adalah seorang pemulung dan tinggal di daerah kumuh di Depok .

III. PEMERIKSAAN FISIK

5

Status Generalis

1. Tanda vital

a. Nadi : -

b. Tekanan darah : -

c. Pernapasan : -

d. Suhu : 38,5 0C

e. TB/BB : -/-

2. Status Mental

a. Keadaan Umum : -

b. Kesadaran : -

c. Penampilan pasien : -

3. Kulit

4. Kepala dan Leher

5. Thorax

6. Urogenital : (lihat status lokalis)

7. Genitalia eksterna

8. Anus dan rectum

9. Ekstremitas :

Status lokalis (regio ingunalis)

Inspeksi : Terdapat pembesaran skrotum unilateral sebesar gundu,

skrotum berwarna merah.

Palpasi : Nyeri tekan (+)

6

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Lab

- Darah Rutin

- Urin

- Apusan darah tepi

b. Transiluminasi

c. Mantoux test

V. DIAGNOSIS KERJA

Limfadenitis et causa filariasis

VI. DIAGNOSIS BANDING

Limfadenitis tuberculosa

VII. PENATALAKSANAAN

DET dan antibiotik golongan makrolid

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad sanationam : dubia ad malam

Ad fungtionam : ad bonam

7

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

ANAMNESIS

1. Demam tinggi

Berdasarkan karakteristik dari masing-masing demam maka pada kasus ini

dapat memberikan beberapa hipotesis yakni:

- Terjadi pada malam hari.

Demam yang tinggi pada malam hari bisa dikarenakan infeksi dari

filariasis yang biasanya terjadi periodik nocturnal di mana mikrofilaria

akan berada pada darah tepi pada malam hari dan membuat respon imun

meningkat sehingga merangsang pengeluaran mediator yang menyebabkan

demam.

2. Tanpa mengigil. Menandakan tidak ada bakteremia

3. Setelah minum obat demam tidak membaik dan sering muncul lagi

Menandakan bahwa pasien mengalami refrakter terhadap anti piretik.

4. Benjolan di lipat paha yang terasa nyeri dan panas, menjalar dari

pangkal paha ke ujung kaki

Gejala ini bisa didapatkan pada pasien yang mengalami:

- Limfadenitis yang dikarenakan infeksi di daerah ekstremitas

bawah/genital. Sedangkan rasa sakit yang menjalar dari pangkal paha ke

ujung kaki ini bisa disebabkan reffered pain yang dikaitkan dengan kondisi

sosial ekonomi pasien sebagai pemulung yang memiliki peluang untuk

8

tertusuk yang menyebabkan luka dan pada akhirnya akan terjadi infeksi

dan inflamasi.

- Limfadenitis karena TB

Pada penderita TB maka dapat terjadi pembengkakan kelenjar getah

bening dan terjadi limfadenitis lokal.

5. Kondisi sosial-ekonomi pasien (pekerjaan dan lingkungan

hidupnya)

Pekerjaan pasien sebagai pemulung dan lingkungan yang kumuh tempat dia

tinggal berisiko tinggi kontak dengan berbagia vector penyakit.

Setelah minum obat Dietilcarbamazyne dalam jangka waktu seminggu dimana

biasanya diberikan untuk melisiskan cacing filariasis, timbul gejala sebagai berikut:

- Demam

- Sakit kepala

- Pusing

- Sakit pada otot dan sendi

Keempat gejala di atas merupakan salah beberapa efek samping dari obat

dietilcarbamazyne secara sistemik (DEC).

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang dilakukan pada seluruh tubuh, dari ujung

rambut sampai ujung kaki.

9

Status generalis

Pada laporan kasus tidak disebutkan hasil pemeriksaan keadaan umum dan keadaan

mental, dari sini kami simpulkan bahwa keadaan umum dan mental pasien baik.

Pada kasus ini, perlu diketahui berat badan, tinggi badan dan lingkar pinggang untuk

mengetahui status gizi pasien tersebut

Pemeriksaan menyeluruh perlu dilakukan pada kulit, kelenjar getah bening, kepala

dan wajah, leher, kelenjar thyroid, trachea, vena jugularis eksterna, jantung, genitalia

ekterna, anus, dan rectum. Sedangkan pada pemeriksaan pulmo, abdomen dan

ektremitas tidak ditemukan adanya kelainan.

Status lokalis (regio ingunalis)

Pada pemeriksaan di regio ingunalis ditemukan :

Inspeksi

1. Skrotum membesar unilateral sebesar gundu

Adanya penyumbatan oleh cacing

2. Kulit tampak berwarna merah

Terjadi peradangan (limfadenitis)

Palpasi

1. Nyeri tekan (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

10

1. Apusan darah tepi menunjukkan adanya eosinofilia dan mikrofilaria.

Eosinofilia meningkat pada keadaan alergi atau adanya infeksi cacing.

Mikrofilaria pada darah tepi menunjukkan adanya filaremia dan infeksi cacing.

2. Transiluminasi untuk mengetahui adanya sumbatan pada duktus limfatikus. Jika

terdapat sumbatan tersebut maka hasil pemeriksaan transiluminasi (+).

3. Tes Mantoux untuk mengetahui adanya infeksi bakteri TB.

DIAGNOSIS KERJA1

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya eosinofilia dan mikrofilaria dalam

darah, yang berarti merupakan indikasi pasti adanya infeksi cacing yang

menyebabkan pembesaran kelenjar inguinal dan penyumbatan duktus limfatikus oleh

cacing dewasa sehingga terjadi pembesaran skrotum.

Cacing yang merupakan limfatik filaria pada daerah inguinal dan menyebabkan gejala

nocturna adalah W. bancrofti.

Patofisiologi terjadinya infeksi cacing:

Mannosa pada dinding tubuh cacing dewasa akan menempel pada reseptor sel mast,

dan mengaktifkan sel mast sehingga sel mast mengeluarkan beberapa mediator,

seperti:

1 . histamine; dapat menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas

vaskuler serta kontraksi otot halus pada lumen usus, ini adalah mekanisme

pengeluaran cacing.

2 . proteolitik enzim : tryptase dapat membantu pembelahan C3 dalam pengaktifan

komplemen. C3 akan membelah menjadi C3a yang berfungsi dalam inflamasi.

3. peningkatan metabolisme asam arakhidoant akan menghasilkan beberapa substansi

yaitu berasal dari siklus metabolismenya:

11

- siklooksigenase 1 akan menghasilkan tromboxan untuk membuat agregasi

tombosit dan vasokonstriksi

- lipooksigenase akan menghasilkan leukotrien untuk vasodilatasi, bronkokonstriksi,

peningkatan sekresi mucus, peningkatan kontraksi otot halus serta pengeluaran

kemokin untuk pemanggilan eosinofil.

- siklooksigenase 2 : akan menghasilkan prostaglandin untuk vasodilatasi dan

bronkokonstriksi. Serta dengan adanya peningkatan prostaglandin maka akan

menyebabkan aktivasi thermostat di hipotalamus dan terjadilah peningkatan suhu

tubuh pasien. Maka dari itu penderita filarisis akan terjadi demam.

Selain substansi diatas juga ada pengeluaran sitokin yaiut IL3 dan IL8 untuk aktivasi

eosinofil dan adaptive imunity. Adaptive immunity akan mengeluarkan IgE yang akan

menempel di sel mast begitu pula eosinofil juga akan menempel di IgE setelah

menangkap cacing dan menempel pada sel mast. Eosinofil akan mengeluarkan

granula yang berisikan kationik protein yang merusak lapisan luar tubuh cacing dan

melumpuhkan sistem sarafnya. Selain oleh eoshinofil dengan adanya aktivasi

komplemen oleh tryptase maka akan terjadi membrane attack kompleks. Cacing yang

sudah mati akan difagositosis oleh makrofag dan makrofag tersebut menjadi

granuloma.

Kelangsungan hidup filaria di dalam tubuh hospes dipengaruhi oleh adanya

Wolbachia yang merupakan endobakteri pengobatan DEC akan membunuh

parasit keluarlah Wolbachia atau bakteri lipopolisakarida sebagai efek samping

pengobatan Wolbachia dianggap sebagai antigen bakteri yang kemudian

merangsang respon imun untuk melawan bakteri serta terjadi reaksi hipersensitivitas

tipe 1 dan menyebabkan demam kembali. Oleh karena itu, dalam penanganan

12

filariasis akan lebih baik apabila pengobatan DEC dikombinasikan dengan antibiotik

golongan makrolid (tetrasiklin atau doksisiklin) untuk membunuh Wolbachia.

Pada kasus ini dikarenakan terdapat endobakteri yang keluar dikarenakan efek

samping obat DEC akan menyebabkan aktifnya fagositosis dan pengaktifan

komplemen

1. Pengaktifan komplemen secara alternative pathway ini membuat komplemen

berikatan dengan bakteri komplemen-komplemen yang teraktivasi adalah

C5a untuk merangsang neutrofil, C3b untuk mengopsonisasi bakteri, dan

C5,6,7,8,9 untuk membentuk membran attack complex (MAC) pada dinding

bakteri

2. Pengaktifan fagositosis yang akan merangsang pengeluaran neutrofil dan

makrofag.

Makrofag yang teraktivasi akan merangsang pengeluaran sitokin

DIAGNOSIS BANDING

Limfadenitis tuberculosa

Bakteria dapat masuk melalui makanan ke rongga mulut dan melalui tonsil

mencapai kelenjar limf di leher, sering tanpa tanda tbc paru. Kelenjar yang sakit

akan membengkak, dan mungkin sedikit nyeri. Mungkin secara berangsur kelenjar

didekatnya satu demi satu terkena radang yang khas dan dingin ini. Di samping itu,

dapat terjadi juga perilimfadenitis sehingga beberapa kelenjar melekat satu sama lain

berbentuk massa. Bila mengenai kulit, kulit akan meradang, merah, bengkak,

mungkin sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis dan jebol, mengeluarkan bahan

keperti keju. Tukak yang terbentuk akan berwarna pucat dengan tepi membiru dan

13

menggangsir, disertai sekret yang jernih. Tukak kronik itu dapat sembuh dan

meninggalkan jaringan parut yang tipis atau berbintil-bintil. Suatu saat tukak

meradang lagi dan mengeluarkan bahan seperti keju lagi, demikian berulang-ulang.

Kulit seperti ini disebut skrofuloderma. Pengobatan dilakukan dengan

tuberkulostatik

Dapat disingkirkan karena pada pasien ini tidak terdapat tukak yang terbentuk

berwarna pucat dengan tepi membiru dan mengarsir, disertai secret yang jernih.

PENATALAKSANAAN

a. Medikamentosa

Pada kasus sudah diberitahukan bahwa pasien sudah menjalani pengobatannya

dengan Diethilcarbamazyne. Maka pengobatan tersebut dilanjutkan sampai 12 hari

dengan dosis 6 mg/kgBB dapat diulang selama 1-6 bulan dan berikan tambahan

kombinasi Doskisiklin dengan dosis 100 mg 2x sehari. Untuk Terapi supportif

diberikan analgetik dan antipiretik sampai gejala mereda karena apabila causa sudah

diatasi maka gejala yang timbul akan hilang secara spontan.

b. Edukasi

Edukasi yang diberikan berkaitan dengan pencegahan. Beritahukan kepada

pasien bahwa vector dari penyakit ini ialah nyamuk maka usahakan di rumah

memasang kelambu dan menggunakan obat nyamuk. Jaga kebersihan dilingkungan

serta kebersihan diri. Nutrisi juga merupakan hal yang penting karena dengan nutrisi

yang baik maka kekebalan tubuh pun akan baik sehingga respon imun yang

dihasilkan dapat menghindarkan diri dari penyakit.

14

PROGNOSIS

Ad Vitam : Bonam

Ad Sannationam : dubia ad Bonam

Ad Fungsionam : Bonam

Prognosis pada umunya baik, filariasis bukan penyakit yang mengancam jiwa, apalagi

jika ditemukan pada saat penyakit masih dini seperti dalam kasus. Tingkat infeksi

kembali saja yang masih agak tinggi karena pekerjaan dan lingkungan hidup pasien.

15

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Filariasis

Filariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh mikrofilaria2. Filariasis

disebabkan oleh infeksi cacing yang menyerang jaringan viscera, parasit ini termasuk

kedalam superfamili Filaroidea, family onchorcercidae. Menurut lokasi kelainan yang

ditimbulkan, terdapat dua golongan filariasis, yaitu yang menimbulkan kelainan pada

saluran limfe  ( filariasis limfatik )  dan jaringan subkutis (filariasis subkutan).

Penyebab utama filariasis limfatik adalah  Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan

Brugia timori; sedangkan filariasis subkutan disebabkan oleh Onchorcercia spp.

Filariasis limfatik yang disebabkan oleh W.bancrofti disebut juga sebagai Bancroftian

filariasis dan yang oleh Brugia malayi disebut sebagai Malayan filariasis. Filariasis

limfatik ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp.,Culex spp., Aedes spp. dan

Mansonia spp

Filariasis Bancrofti

Lingkaran Hidup

Hospes definitive adalah hanya manusia. Penularan penyait ini melalui vector nyamuk

yang sesuai. Cacing bentuk dewasa tinggal di pembuluh limfe dan microfilaria

terdapat di pembuluh darah dan limfe.

Pada manusia W.bancrofti dapat hidup selama kira-kira 5 tahun.Sesudah menembus

kulit melalui gigitan nyamuk, larva meneruskan perjalanannya ke pembuluh dan

16

kelenjar limfe temapat mereka tumbuh sampai dewasa dalam waktu satu tahun.

Cacing dewasa ini sering menimbulkan varises saluran limfe anggota kaki bagian

bawah, kelenjar ari-ari, dan epididimis pada laki-laki serta kelenjar labium pada

wanita. Microfilaria kemudian meninggalkan cacing induknya, menembus dinding

pembuluh limfe menuju ke pembuluh darah yang berdekatan atau terbawa oleh

saluran limfe ke dalam aliran darah.

Patologi

Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat

inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh microfilaria. Cacing

dewasa hidup di pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan

menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan diding pembuluh.

Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag di dalam dan sekitar pembuluh getah

bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan

penunjang, menyebabkan berliku-likunya system limfatik dan kerusakan atau

inkompetensi katup pembuluh getah bening.

Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama dengan edema keras terjadi

pada kulit yang mendasarinya. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filariasis ini

disebabkan oleh efek langsung dari cacing ini dan oleh respon imun pejamu terhadap

parasit. Respon imun ini dipercaya menyebabkan proses granulomatosa dan

proliferasi yang menyebakan obstruksi total pembuluh getah bening. Diduga bahwa

pembuluh- pembuluh tersebut tetap paten selama cacing tetap hidup dan bahwa

kematian cacing tersebut menyebabkan reaksi granulomatosa dan fibrosis. Dengan

demikian terjadilah obstruksi limfatik dan penurunan fungsi limfatik.

17

Filariasis malayi

Lingkungan hidup

Manusia merupakan hospes definitif. Periodisitas microfilaria B.malayi adalah

periodic nokturna, subperiodik nokturna, atau nonperiodik. Periodisitas microfilaria

yang bersarung dan berbentuk khas ini, tidak senyata periodisitas W.bancrofti.

Sebagai hospes perantara adalah Mansonia, Anopheles, dan Amigeres. Dalam tubuh

nyamuk microfilaria tumbuh menjadi larva infeksitif dalam waktu 6-12 hari. Ada

peneliti yang menyebutkan bahwa masa pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang

lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh manusia dan

nyamuk perkembangan parasit ini juga sama dengan perkembangan W.bancrofti.

Epidemiologi

Penyebaran geografis parasit ini luas meliputi Srilangka, Indonesia, Filiphina, India

Selatan, Asia , Tiongkok, Korea, dan sebagian kecil di Jepang. Daerah penyebarannya

terdapat daerah dataran sesuai dengan tempat hidup nyamuk Mansonia. Nyamuk

terdapat di daerah rendah dengan banyak kolam yang bertanaman pistia (suatu

tumbuhan air). Penyakit ini terdapat di luar kota bila vektornya adalah Mansonia, dan

bila vektornya adalah Anopheles terdapat di daerah kota dan sekitarnya.

Filariasis timori

Epidemiologi

18

Filaria tipe ini terdapat di Timor,pulau Rote, Flores, dan beberapa pulau di sekitarnya.

Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan kelenjar limfe. Vektornya adalah

Anopheles barbitoris. Mikrofilarianya menyerupai microfilaria Brugia malayi, yaitu

lekuk badannya patah-patah dan susunan intinya tidak teratur, perbedaannya terletak

dalam: 1) Panjang kepala dengan 3 x lebar kepala; 2) Ekornya mempunyai 2 inti

tambahan,yang ukurannya lebih kecil dari pada inti-inti lainnya dan letaknya lebih

berjauhan bila dibandingkan dengan letak inti tambahan B.malayi;3) Sarungnya tidak

mengambil warna pulasan Giemsa;4) Ukurannya lebih panjang dari pada microfilaria

Brugia malayi. Microfilaria bersifat periodic nocturnal

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis filariasis sangat bervariasi bisa berupa asimtomatik, subklinis

( seperti ditemukannya hematuri atau proteinuri mikroskopis, limfektasi skrotal pada

pemeriksaan ultrasonografi, atau dilatasi pembuluh limfe pada pemeriksaan

scintigrafi), sampai manifestasi klinis berat.3

1. Manifestasi klinis akut  :

Demam filaria

Penderita filariasis dapat mengalami episode demam akut yang self-limited,

tanpa disertai tanda tanda infeksi kelenjar limfe. Pola demam tidak jelas,

kadang-kadang sulit dibedakan dengan malaria.

Adenolimfangitis akut

Sering merupakan manifestasi klinis pertama dari filariasis pada penderita

remaja. Penderita mengalami demam  yang tinggi, timbul mendadak,  disertai

dengan malaise dan kadang-kadang disertai menggigil. Demam disertai

dengan timbulnya pembengkakan dan rasa nyeri dari kelenjar limfe

( limfadenitis ).  Limfadenitis  diikuti dengan limfangitis, limfangitis dimulai

19

dari tempat kelenjar limfe  yang  membengkak dan kemudian  menyebar ke

perifer ( retrograd ), pola ini membedakan dengan adeno-limfangitis akibat

infeksi bakteri. Kelenjar limfe regional seperti inguinal, obturator, aksila, dan

epitroch-lea sering ikut membengkak. Adenolimfangitis dapat mengenai

ekstremitas atas dan bawah, serta daerah genital.  Adenolimfangitis genital

ditemukan pada filariasis yang disebabkan oleh W.bancrofti, hampir tidak

pernah pada filariasis yang disebabkan oleh  Brugia spp., manifestasi klinis

bisa berbentuk   funikulitis, epididimidis, dan nyeri daerah skrotum.

Penyembuhan spontan dapat terjadi dalam waktu satu minggu, namun

serangan ini dapat berulang 1-3 kali dalam satu tahun.

Dermatolymphangiodenitis ( DLA )

Manifestasi klinis berupa demam tinggi, menggigil, mialgia dan sakit kepala.

Demam disertai dengan timbulnya lesi kulit yang berbatas tegas, pada lesi

tersebut dapat ditemukan vesikel, ulkus dan hiperpigmentasi.

2. Manifestasi klinis Kronis

Elefantiasis

Elefantisasis biasanya unilateral, ekstremitas bawah lebih sering terkena. Pada

filariasis limfatik yang disebabkan oleh W.bancrofti, limfedema mengenai

seluruh ekstremitas bawah, sedang bila penye-babnya Brugia spp. pada

umumnya limfedema hanya mengenai daerah dari lutut kebawah. Pada bebe-

rapa penderita, kulit diatas daerah edema mengeluarkan cairan serosa seperti

cairan limfe.

Hidrokel.

20

Jarang terjadi sebelum masa remaja, biasanya unilateral,  tidak disertai rasa

sakit kecuali bila di-sertai dengan epididimidis atau funikulitis. Kulit skrotum

menebal, kadang-kadang disertai dengan ditemukannya rembesan cairan limfe

atau disertai dengan lesi verukosa. Penis dapat mengalami distorsi se-hingga

mengalami perubahan bentuk  ( ram horn penis ).

Pembengkakan payudara

Pada penderita wanita kadang-kadang timbul pembengkakan payudara baik

uni maupun bilateral. Hal ini harus dibedakan dengan mastitis kronis oleh

sebab lain.

Chyluria.

Urin penderita filariasis dapat berwarna putih seperti susu ( milky

appearance ), chyluria ini dapat berakibat buruk terhadap status nutrisi

penderita karena sejumlah besar lemak dan protein keluar melalui urin.

Tropical Pulmonary Eosinophylia ( TPE )

TPE merupakan kondisi yang menyerupai asma, lebih sering mengenai laki-

laki ( rasio 4 : 1 ), pada umumnya lebih sering dijumpai pada penderita usia

30-an tahun. Gejala dan tanda TPE biasanya berupa batuk dan mengi yang

bersifat paroksimal terutama pada malam hari, berat badan turun, demam

ringan, limfadenopati, peningkatan IgE dan IgG terhadap antigen filaria,dan

peningkatan hebat eosinofil dalam darah perifer ( lebih dari 3000

eosinofil/ml ). Foto toraks bisa dalam batas normal, namun pada umumnya

terlihat penambahan corakan paru, kadang-kadang disertai dengan terdapatnya

lesi kecil-kecil yang bersifat radio opaq yang tersebar di lobus paru tengah dan

bawah. Pada penderita TPE tidak terjadi mikrofilaremia.

21

Pemberian obat anti filaria diethylcarbamazine citrate ( DEC ) pada penderita

TPE memberikan per-baikan klinis yang bermakna disertai dengan penurunan

jumlah eosinofil dalam darah perifer dan kadar IgE plasma. Bila tidak diobati

dengan segera, TPE dapat mengakibatkan penyakit paru restriktif.

Penatalaksanaan

Terapi filariasis bertujuan untuk mencegah atau memperbaiki perjalanan penyakit.

Obat antifilaria berupa Diethylcarbamazine citrate ( DEC ) dan Ivermectine, DEC

memiliki khasiat anti mikrofilaria dan mampu membunuh cacing dewasa, Ivermectine

merupakan anti mikrofilaria yang kuat tapi tidak memiliki efek makrofilarisida.

Bidang penelitian mengenai pengobatan filariasis yang men-janjikan adalah

pemberian antibiotik yang ditujukan terhadap bakteri Wolbachia spp. Penelitian

dengan pemberian doksisiklin selama 6 – 8 minggu mempengaruhi kehidupan  cacing

dewasa, mikrofilaria, dan perbaikan patologi.

Diethylcarbamazine citrate ( DEC )

Diethylcarbamazine merupakan senyawa sintetis turunan piperazine,

dipasarkan dalam bentuk senyawa garam sitrat ( DEC ).DEC tidak memiliki

efek mematikan yang langsung terhadap mikrofilaria tetapi dengan merubah

struktur permukaan larva sehingga mudah dikeluarkan dari jaringan tubuh dan

membuatnya lebih mudah dihancurkan oleh  sistim pertahanan tuan rumah.

Efek mematikan terhadap cacing dewasa secara in vivo dapat ditunjukkan

melalui pemantauan ultrasonografi, namun mekanisme pastinya belum

diketahui. Dosis 6 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis, setelah makan,  selama 12

22

hari, pada TPE pengobatan diberikan selama tiga minggu. Pengobatan dapat

diulang 6 bulan kemudian bila masih terdapat mikrofilaremia atau masih

menunjukkan gejala.

Efek samping  bisa terjadi sebagai reaksi terhadap DEC atau reaksi terhadap

cacing dewasa yang mati. Reaksi terhadap DEC dapat berupa sakit

kepala,malaise,anoreksia,rasa lemah,mual,muntah, dan pusing. Reaksi tubuh

terhadap protein yang dilepaskan pada saat cacing dewasa mati dapat terjadi

beberapa jam setelah pengobatan,  didapat 2 bentuk yang mungkin terjadi

yaitu reaksi sistemik dan reaksi lokal. Reaksi sistemik dapat berbentuk

demam,sakit kepala,nyeri badan,pusing,anoreksia,malaise dan muntah-

muntah. Reaksi sistemik cenderung berhubungan dengan intensitas infeksi.

Reaksi lokal berbentuk limfadenitis,abses,dan transien limfedema. Pada

Bancroftian filariasis dapat terjadi funikulitis, epididimidis, dan hidrokel.

Perdarahan retina, bronkospame, dan ensefalopati walaupun sangat jarang

namun pernah dilaporkan. Reaksi lokal terjadi lebih lambat namun

berlangsung lebih lama dari reaksi sistemik. Efek samping DEC lebih berat 

pada penderita onchorcerciasis , sehingga obat tersebut tidak diberikan dalam

program  pengobatan masal di daerah endemis filariasis dengan ko-endemis

Onchorcercia valvulus.

Penatalaksanaan Simtomatik

Pemeliharaan kebersihan kulit, dan bila perlu pemberian antibiotik dan atau anti

jamur  akan mengurangi serangan berulang DLA, sehingga mencegah terjadinya

limfedema kronis. Fisioterapi kadang diperlukan pada penderita limfedema kronis.

Antihistamin dan kortikosteroid  diperlukan untuk mengatasi efek samping

23

pengobatan. Analgetik dapat diberikan bila diperlukan.

Penatalaksanaan Operatif

Kadang-kadang hidrokel kronik memerlukan tindakan operatif, demikian pula pada

chyluria yang tidak membaik dengan terapi konservatif. Pengobatan operatif 

elefantiasis kaki pada umumnya tidak memberi hasil yang memuaskan, ahir-ahir ini

dengan memakai lymphovenous procedure  diikuti dengan pembuangan jaringan

subkutan dan lemak yang berlebihan, disertai dengan drainase postural dan fisioterapi

yang adekwat memberi berbagai keuntungan bagi penderita.

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Perlindungan terhadap filariasis dapat dilaksanakan melalui penghindaran dari gigitan

nyamuk yang  mengandung larva cacing filaria. Metoda yang  dapat dilakukan antara

lain dengan memakai kelambu, terutama yang mengandung insektisida seperti

permethrin. Yang paling ideal adalah melalui pengendalian/ eradikasi  vektor nyamuk

dilingkungan pemukiman. Namun kedua cara ini di sebagian besar belahan dunia

terutama di negara berkembang sulit dilaksanakan sehubungan dengan biaya, perilaku

masyarakat, dan fakta yang menunjukkan bahwa infeksi filarial memerlukan waktu

yang lama antara 10 – 20 tahun.   Berbagai penelitian berbasis komunitas

menunjukkan bahwa pemberian antifilaria DEC setiap tahun dalam  dosis tunggal

atau melalui garam yang mengandung DEC ( DEC medicated salt ) selama 4 – 6

tahun menunjukkan penurunan penularan , bahkan bukan tidak mungkin suatu saat

dapat mengeradikasi penyakit.

24

KESIMPULAN

Filariasis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh cacing. Pada respon imun

terhadap cacing, sel mast adalah yang paling berperan. Sel mast yang teraktivasi akan

mengeluarkan bermacam-macam mediator yang akan menimbulkan gejala pada

tubuh. Pada mikrofilaria W. Bancrofti ditemukan adanya bakteri endosimbiote yang

disebut Wolbachia. Wolbachia akan keluar setelah cacing dibunuh oleh eosinofil,

kemudian tubuh akan meresponnya sebagai antigen, sehingga muncullah gejala-gejala

sekunder seperti demam, pusing, sakit kepala, nyeri sendi dan otot. Oleh karena itu

selain diberikan obat DEC pasien juga diberikan doksisiklin sebagai antibiotik untuk

membunuh Wolbachia.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Helbert M. Flesh and bones of immunology. 1st

edition. Elsevier Science; 2006.p.22-3

2. Markam S, Laksman H, Ganiswarna S. Kamus

Kedokteran. 5th Edition. Jakarta:Balai Penerbit FKUI;2008.

3. Pohan HT. Filariasis. In : Sudoyo B, Alwi I,

Simadibrata MK, Setiati S Editor. Ilmu Penyakit Dalam. 5th Edition.

Jakarta:Internapublishing;2009. p. 2931-41.

26