Upload
andrisbudiawan
View
136
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Syariah
Citation preview
JUAL BELI ONLINE (E-COMMERCE)
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“FIQH MUAMALAH KONTEMPORER”
Dosen Pengampu:
Dr. Iffatin, MAg
Oleh :
ANDRIS BUDIAWAN (2823123011)
PERBANKAN SYARIAH 4A
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGETIAN E-COMMERCE
E-Commerce berasal dari dua suku kata yaitu e singkatan dari
electronic dan commerce. Secara bahasa, electronic berarti ilmu elektronika,
alat-alat elektronik, atau semua hal yang berhubungan dengan dunia
elektronika dan teknologi. Sedangkan commerce berarti perdagangan atau
perniagaan.
Terdapat beberapa pendapat mengenai defenisi unruk mengungkapkan
istilah e-commerce.
Menurut Association for Electronic Commerce secara sederhana
mendefinisikan e-commerce sebagai mekanisme bisnis secara elektronik.
Commerce Net, sebuah konsorsium industri memberikan definisi yang lebih
lengkap yaitu penggunaan jaringan komputer sebagai sarana penciptaan relasi
bisnis sehingga terjadi proses pembelian dan penjualan jasa/pertukaran dan
distribusi informasi antara dua pihak di dalam satu perusahaan dengan
menggunakan internet.
Sementara menurut Robert E. Johnson, III, e-commerce merupakan
suatu tindakan melakukan transaksi bisnis secara elektronik dengan
menggunakan internet sebagai media komunikasi yang paling utama.
Sementara menurut David Baum, e-commerce merupakan satu set
teknologi dinamis, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan
perusahaan, konsumen, serta komunitas tertentu melalui transaksi elektronik
berupa perdaganagan jasa maupun informasi yang dilakukan secara elektronik.
Dalam e-commerce outline, Gary Coulter dan John Buddiemeir,
menjelaskan, e-commerce berhubungan dengan penjualan, periklanan,
2 | E - C O M M E R C E
pemesanan produk yang semuanya dikerjakan melalui internet. Beberapa
perusahan memilih untuk menggunakan kegiatan bisnis ini sebagai tambahan
metode bisnis tradisional, sementara yang lainnya menggunakan internet secara
ekslusif untuk mendapatkan para pelangan yang bepotensi.
Amir Hartman mendefenisikan e-commerce ialah suatu jenis dari
mekanisme bisnis secara elektronik yang menfokuskan diri pada transaksi
berbasis individu dengan menggunakan internet atau jasa.
Dengan demikian e-commerce dapat diartikan sebagai transaksi atau
aktifitas perdagangan/jual-beli dengan menggunakan media elektronik
(jaringan internet) atas barang dan jasa dengan sistem pembayaran elektronik
pula. E-commerce menggambarkan cakupan yang sangat luas karena
berhubungan dengan teknologi, proses transaksi dan praktek perdagangan
tanpa tatap muka langsung antara penjual dan pembeli.1
B. RUKUN dan SYARAT JUAL BELI
a. RUKUN JUAL BELI
Adapun rukun-rukun jual beli adalah :
1. Adanya penjual
2. Adanya pembeli
3. Ijab qabul
4. Barang yang diakadkan
5. Adanya kerelaan
b. SYARAT JUAL BELI
Syarat-syarat jual beli :
1. Pelaku akad disyaratkan berakal, memiliki kemampuan memilih (orang
gila, orang mabuk tidak dinyatakan sah).
2. Barang yang di akadkan :
- Suci (halal dan baik)
1http://naolivia.blogspot.com/2013/04/e-commerce.html , diakses tgl 15-06-2014, pkl 15.10
3 | E - C O M M E R C E
- Bermanfaat
- Milik sendiri
- Mampu diserahkan oleh pelaku akad
- Mengetahui status barang ( kualitas, kuantitas, jenis, dll)
- Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad.
Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli
melalui online (e-commerce) yang sebenarnya juga termasuk jual beli via
telepon, sms dan alat telekomunikasi lainnya, maka yang terpenting adalah :
1. ada barang yang diperjual belikan, halal dan jelas pemiliknya, sebagaimana
hadist nabi : “ tidak sah jual beli kecuali sesuatu yang dimiliki seseorang”
(HR. At- Turmudzi dan Abu Dawud).
2. Ada harga wajar yang disepakati kedua belah pihak (penjual dan pembeli),
tidak ada unsur manipulasi atau penipuan dalam transaksi ( HR. Bukhari
Muslim )
3. Prosedur transaksinya benar, diketahui dan saling rela antara kedua belah
pihak, sebagaimana makna firman allah : “ kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku secara saling rela diantara kamu “ ( an nisa’ ayat 29 ).2
C. JENIS-JENIS E-COMMERCE
Transaksi e-commerce mencakup berbagai aktivitas apapun termasuk
aktivitas ekonomi. Secara garis besar, e-commerce memiliki segmentasi
penerapan yang luas untuk melaksanakan aktivitas ekonomi, aktivitas ekonomi
tersebut antara lain adalah business to business, business to consumer,
consumer to consumer, dan consumer to business.
1. Business to business (B2B), merupakan komunikasi online antar pelaku
bisnis atau transaksi secara elektronik antar perusahaan (dalam hal ini
2 http://azzuracie.wordpress.com/2013/04/25/hukum-jual-beli-online/, diakses tgl 15-06-2014, pkl 15.55
4 | E - C O M M E R C E
pelaku bisnis) dan dalam kapasitas produk yang besar. Karakteristknya
yaitu,
Trading partners yang sudah saling mengetahui dan sudah terjalin
hubungan yang berlagsung cukup lama.
Pertukaran data dilakukan secara berulang-ulang dan berkala dengan
format data yang telah disepakati bersama.
Salah satu pelaku tidak harus menunggu rekan lainnya untuk
mengirimkan data.
Model yang umum digunakan adalah peer to peer, di mana processing
intelligence dapat didistribusikan di kedua pelaku bisnis.
2. Business to consumer (B2C), adalah suatu transaksi bisnis secara elektronik
yang dilakukan pelaku usaha dan pihak konsumen untuk memenuhi
kebutuhan tertentu pada saat tertentu. Karakteristiknya adalah,
Terbuka untuk umum termasuk informasi yang disebarkan.
Servis (pelayanan) yang dilakukan juga bersifat umum, sehingga dapat
digunakan oleh orang banyak.
Servis yang diberikan berdasarkan permintaan.
Seiring dilakukan system pendekatan client-server, di mana konsumen
berada di pihak client menggunakan system yang minimal (berbasis web)
dan penyedia barang (business procedure) yang berada pada pihak server.
3. Consumer to consumer (C2C), merupakan transaksi bisnis secara elektronik
yang dilakukan antar konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu.
Segmentasi consumer to consumer ini sifatnya lebih khusus karena
dilakukan oleh konsumen dengan konsumen yang sama-sama memerlukan
transaksi. Dalam transaksi consumer to consumer pembelian dan penjualan
juga bisa dilakukan dengan pelelangan.
4. Consumer to business (C2B), yaitu transaksi bisnis secara elektronik di
mana konsumen memberitahukan kebutuhan atas suatu produk atau jasa
5 | E - C O M M E R C E
tertentu, dan para pemasok bersaing untuk menyediakan produk atau
jasa tersebut ke konsumen.3
3 http://naolivia.blogspot.com/2013/04/e-commerce.html, diakses tgl 15-06-2014, pkl 16.45.
6 | E - C O M M E R C E
BAB II
PEMBAHASAN
A. LANDASAN HUKUM E-COMMERCE
Dasar hukum mengenai perdagangan elektronik (e-commerce) yaitu :
1. AL-QURAN
Terdapat dalam Al-Qur’an, surat Al-Baqarah ayat 282 :
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.” (Q.S.Al-Baqarah : 282)
7 | E - C O M M E R C E
Ayat di atas menerangkan bahwa transaksi yang dilakukan dengan tidak
secara tunai boleh dilakukan dengan para pihak mencatat hal tersebut yang
dianggap sebagai suatu hutang. Menurut Ibnu Abas yang dimaksud utang
dalam hal ini adalah utang salam.
2. AL-HADIST
Hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Nabi
SAW datang ke Madinah di mana mereka melakukan jual beli As salaf untuk
penjualan buah-buahan dengan waktu satu tahun atau dua tahun. Lalu
Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang melakukan salaf, hendaknya
melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula,
sampai dengan batas waktu tertentu.”
3. FATWA DSN MUI
Sampai saat ini belum ada satu fatwa yang khusus mengatur mengenai
perdagangan elektronik ini sendiri. Namun demikian, ada beberapa fatwa yang
terkait dengan perdagangan elektronik yaitu:
a. Fatwa DSN Nomor : 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit Impor
syariah dalam amar kedua angka, yang merupakan ketentuan akad
salam/Istishna’, dan Murabahah, dimana ketentuannya adalah sebagai
berikut :
a) Bank melakukan akad Salam atau Istishna’ dengan mewakilkan kepada
importir.
b) Pengurusan dokumen dan pembayaran dilakukan oleh bank,
c) Bank menjual barang secara murabahah kepada importir, baik dengan
pembayaran tunai maupun cicilan.
d) Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank akan diperhitungkan sebagai
harga perolehan barang.
b. Fatwa DSN NO: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli saham, dimana
ketentuan-ketentuannya adalah sebagai berikut :
8 | E - C O M M E R C E
Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran
a) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,
barang, atau manfaat.
b) Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
c) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan tentang Barang
a) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
b) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
c) Penyerahannya dilakukan kemudian.
d) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
e) Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
f) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
Ketiga : Ketentuan tentang Salam Paralel ( الموازي ( السلم
Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat akad kedua
terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.
Keempat : Penyerahan barang sebelum atau pada waktunya
a) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas
dan jumlah yang telah disepakati.
b) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi,
penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
c) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan
pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan
harga (diskon).
9 | E - C O M M E R C E
d) Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang
disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan
kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
e) Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan,
atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka
ia memiliki dua pilihan yakni, membatalkan kontrak dan meminta
kembali uangnya atau menunggu sampai barang tersedia.
Kelima : Pembatalan Kontrak:
Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak
merugikan kedua belah pihak.
Keenam : Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
persoalannya diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.4
B. TINJAUAN FIQH TERHADAP TRANSAKASI E-COMMERCE
Prinsip-prinsip syariah dalam pertukaran dan kontrak muamalah yang
dapat digunakan untuk melakukan tinjauan hukum atas setiap transaksi
sepanjang zaman, termasuk era modern untuk kemaslahatan semua pihak
adalah prinsip dalam Islam yang berkaitan dengan kontrak muamalah yaitu:
1. Asas kerelaan dari semua pihak yang terkait („an-taradin). Oleh
karena itu setiap transaksi yang dilakukan karena unsur paksaan dan
tekanan tidak sah.
2. Larangan praktek penipuan dan pemalsuan, temasuk dalam hal ini
memakan harta orang lain secara batil. Termasuk dalam hal ini sumpah,
4http://naolivia.blogspot.com/2013/04/e-commerce.html , diakses tgl 15-06-2014, pkl 15.35.
10 | E - C O M M E R C E
janji iklan, penawaran dan promosi dengan barang atau jasa ataupun
harga palsu.
3. Tradisi, prosedur, sistem, konvensi ,norma, kelaziman dan kebiasaan
bisnis yang belaku tidak betentangan dengan prinsip syariah seperti
praktek riba dan spekulasi yang merupakan asas pengikat dan komitmen
dalam bisnis. Hal ini berdasarkan kaidah uuhul fiqh “ alma‟ruuf bainat
tujjari kalmasyruti bainahum “ yang artinya Tradisi yang berlaku di
kalangan pebisnis diakui sebagai komitmen lazim yang mengikat.
4. Transaksi didasari atas dasar niat dan iktikad baik serta menghindari
kelicikan dan akal-akalan (moral hazard) dengan mencari celah hukum
dan ketentuan seharusnya.
5. Kesepakatan dilangsungkan secara serius, konsekuen, komit dan
konsisten.
6. Transaksi didasarkan atas dasar prinsip keadilan dan toleransi.
7. Tidak boleh melakukan transaksi dengan cara, media dan obyek tranasksi
yang diharamkan baik barang maupun jasa seperti riba, menimbun,
ketidakpastian obyek transaksi (gharar), makan dan minuman yang haram
dan segala hal yang menjurus pelanggaran moral.5
Kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari aspek mu’âmalah dari
sistem (ekonomi) Islam, sehingga kaedah fikih yang digunakan dalam
mengidentifikasi transaksi ekonomi, termasuk dalam transaksi perniagaan
elektronik juga menggunakan kaedah fikih mu’âmalah.
Kaedah Fikih Mu’âmalah adalah:
�م�ه�ا �ح�ر�ي ت ع�ل�ى �ل� �ي الد�ل �د�ل� ي �ى ح�ت �اح�ة� �ب اإل ت� �م�ع�ام�ال� ال ف�ي ص�ل�� األ�
“al-ashlu fî al-muâ’malati al-ibâhah hattâ yadulla ad-dalîlu ‘ala
tahrîmiha” (hukum asal dalam urusan mu’âmalah adalah boleh, kecuali ada
5 http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/e-commerce-dalam-perspektif-fikih-kontemporer/, diakses tgl 19-06-2014, pkl 10.25
11 | E - C O M M E R C E
dalil yang mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang
berhubungan dengan mu’âmalah yang tidak ada ketentuan baik larangan
maupun anjuran yang ada di dalam dalil (syari’at) Islam (al-Quran maupun
al-Hadîs), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.
Imtihan asy-Syafi’i menjelaskan bahwa prinsip-prinsip mu’âmalah
berbeda dengan prinsip-prinsip aqidah ataupun ibadah. Dr. Muhammad
‘Utsman Syabir dalam al-Mu’âmalah al-Mâliyah al-Muâshirah fî al-Fiqh al-
Islâmiy menyebutkan prinsip-prinsip itu, yaitu:
a. Fikih Mu’âmalah dibangun di atas dasar-dasar umum yang dikandung oleh
beberapa nash (teks) berikut :
1) Firman Allah,
ع�ن ة* ار� �ج� ت �ون� �ك ت �ن أ � �ال إ �اط�ل� �ب �ال ب �م� �ك �ن �ي ب �م� �ك م�و�ال� أ � �وا �ل �ك �أ ت � ال � �وا آم�ن �ذ�ين� ال :ه�ا ي
� أ �ا ي
ح�يم*ا ر� �م� �ك ب �ان� ك �ه� الل �ن� إ �م� ك �نف�س� أ � �وا �ل �ق�ت ت � و�ال �م� م@نك Aاض �ر� ت
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisâ`, 4: 29)
2) Hadis Nabi s.a.w. dari Ibnu Umar:
ر� �غ�ر� ال �ع� �ي ب ع�ن� �م� ل س� و� �ه� �ي ع�ل الله� ص�ل�ى الله� و�ل� س� ر� �ه�ى ن
“Rasulullah s.a.w. melarang jual beli gharar (mengandung
ketidakjelasan).” (HR. Muslim, 10/157 dan al-Baihaqiy di dalam as-
Sunan al-Kubrâ, 5/338). Abdul Ghafur Anshari, menyimpulkan bahwa
dalam setiap transaksi yang dilakukan tidak boleh mengandung unsur
perjudian (maisir), unsur ketidakjelasan (gharar), unsur riba, dan unsur
bathil (Anshari, 2007:3)
Pada asalnya, hukum segala jenis Mu’âmalah adalah boleh. Tidak ada
satu model/jenis mu’âmalah pun yang tidak diperbolehkan, kecuali jika
12 | E - C O M M E R C E
didapati adanya nash shahih yang melarangnya, atau model/jenis mu’amalah
itu bertentangan dengan prinsip mu’amalah Islam. Dasarnya adalah firman
Allah,
�ه� آلل ق�ل� ال* و�ح�ال� ام*ا ح�ر� �ه� م�ن �م� �ت ع�ل ف�ج� Aق ر�ز� م�ن� �م� �ك ل �ه� الل ل� �ز� �ن أ م�ا �م� �ت �ي أ ر�� أ ق�ل�
ون� �ر� �ف�ت ت �ه� الل ع�ل�ى �م� أ �م� �ك ل �ذ�ن� أ
“Katakanlah, terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal. Katakanlah, apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini), ataukah kamu mengada-ada atas nama Allah.” (QS. Yûnus, 10: 59)
Dalam praktiknya e-commerce sering disamakan dengan transaksi as-
salam dalam hukum perikatan Islam. As-salâm merupakan istilah dalam
bahasa Arab yang mengandung makna penyerahan secara sederhana.
Transaksi as-salâm merupakan pembelian barang yang diserahkan dikemudian
hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.
Para ahli fikih berbeda pendapat dalam mendefinisikan transaksi as-
salam. Perbedaan ini didasari oleh perbedaan persyaratan yang dikemukakan
oleh masing-masing mereka. An-Nawawi, mengemukakan bahwa as-salam
merupakan transaksi atas sesuatu yang masih berada dalam tanggungan
dengan kriteria-kriteria tertentu dan pembayaran dilakukan segera (An-
Nawawi, 1405 H.:3).
Menurut al-Qurthubi, as-salam merupakan transaksi jual beli atas
sesuatu yang diketahui dan masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-
kriteria tertentu dan diserahkan kemudian dengan pembayaran harga
segera/tunai atau dihukumkan sama dengan segera/tunai (al-Qurthubi,
1372H:378). Dasar hukum dari as-salam adalah QS al-Baqarah, 2; 282,
�وه� . . . �ب �ت ف�اك مLى م:س� Aج�ل� أ �ل�ى إ Aن� �د�ي ب �م �نت �د�اي ت �ذ�ا . . . إ
13 | E - C O M M E R C E
“… apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…”, yang menerangkan bahwa
transaksi yang dilakukan dengan tidak tunai boleh dilakukan dengan para
pihak mencatat hal tersebut yang dianggap sebagai suatu hutang. Menurut
Ibnu Abbas yang dimaksud “utang” dalam hal ini adalah “utang salam”.
Dari berbagai perbedaan definisi yang disebutkan dapat disimpulkan
bahwa as-salam merupakan transaksi jual beli dengan pembayaran dimuka
tanpa menghadirkan benda yang dipesan saat melakukan akad. Namun dalam
as-salam juga diharuskan adanya pencatatan dan persyaratan khusus yang
harus dilakukan dalam transaksi tersebut, antara lain:
1) Uangnya dibayar di tempat akad
2) Barangnya menjadi utang bagi si penjual
3) Barangnya dapat diberikan sesuai waktu yang diperjanjikan
4) Barang tersebut hendaklah jelas ukurannya, takarannya, ataupun
bilangannya sesuai dengan barang tersebut
5) Diketahui dan disebutkan sifat-sifat dan macam barangnya dengan jelas
6) Disebutkan tempat menerimanya
Sampai saat ini belum ada satu fatwa DSN yang khusus mengatur
mengenai perdagangan elektronik itu sendiri namun demikian ada beberapa
fatwa yang terkait dengan perdagangan elektronik yaitu:
1) Fatwa DSN Nomor: 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit Impor
syariah dalam amar kedua angka
2) Fatwa DSN NO: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli saham.6
6http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/e-commerce-dalam-perspektif-fikih-kontemporer/ , diakses tgl 19-06-2014, pkl 12.45
14 | E - C O M M E R C E
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
15 | E - C O M M E R C E
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan e-
commerce adalah suatu transaksi atau aktifitas perdagangan/jual-beli dengan
menggunakan media elektronik (jaringan internet) atas barang dan jasa dengan
sistem pembayaran elektronik pula. Hal yang terpenting dalam jual beli online (e-
commerce) disini adalah adanya barang yang diperjual belikan, halal dan jelas
pemiliknya, adanya harga wajar yang disepakati kedua belah pihak (penjual dan
pembeli), tidak ada unsur manipulasi atau penipuan dalam transaksi serta prosedur
transaksinya yang benar, diketahui dan saling rela antara kedua belah pihak.
Adapun jenis-jenisnya antara lain adalah business to business, business to
consumer, consumer to consumer, dan consumer to business.
Ada beberapa landasan hukum yang mengatur tentang jual beli online (e-
commerce) tersebut, antara lain adalah dari Al-Quran (QS. Al-Baqarah : 282),
Hadist Nabi yang berbunyi “Siapa yang melakukan salaf, hendaknya
melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai
dengan batas waktu tertentu.”, dan Fatwa MUI meskipun belum ada Fatwa yang
secara khusus mengatur tentang adanya transaksi e-commerce tersebut.
Menurut kaedah fiqh, dalam praktiknya e-commerce sering disamakan
dengan transaksi as-salam dalam hukum perikatan Islam. As-salâm merupakan
istilah dalam bahasa Arab yang mengandung makna penyerahan secara sederhana.
Transaksi as-salâm merupakan pembelian barang yang diserahkan dikemudian
hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.
DAFTAR PUSTAKA
http://naolivia.blogspot.com/2013/04/e-commerce.html
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/e-commerce-dalam-perspektif-fikih-
kontemporer
16 | E - C O M M E R C E
http://azzuracie.wordpress.com/2013/04/25/hukum-jual-beli-online/
17 | E - C O M M E R C E