65
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai macam pendekatan dilakukan untuk mendapatkan produk bahan alam, dalam hal ini obat dari bahan alam yang memilki aktivitas biologis. Tujuan utama dari pencarian ini adalah untuk mendapatkan tanaman yang akan dikaji kandungan kimianya secara lebih mendalam. Pada dasarnya ada 2 metode untuk mendapatkan zat aktif secara bioligis dalam suatu tanaman yaitu dengan mencari zat aktif (senyawanya) ataupun dengan mencari efek biologis yang ditimbulkan oleh tumbuhan tersebut. Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapat digunakan untuk keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tanin, minyak untuk industri, sumber gum, dll. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi 1

makalah fitokim

Embed Size (px)

DESCRIPTION

watdejg

Citation preview

Page 1: makalah fitokim

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbagai macam pendekatan dilakukan untuk mendapatkan produk bahan

alam, dalam hal ini obat dari bahan alam yang memilki aktivitas biologis. Tujuan

utama dari pencarian ini adalah untuk mendapatkan tanaman yang akan dikaji

kandungan kimianya secara lebih mendalam. Pada dasarnya ada 2 metode untuk

mendapatkan zat aktif secara bioligis dalam suatu tanaman yaitu dengan mencari

zat aktif (senyawanya) ataupun dengan mencari efek biologis yang ditimbulkan

oleh tumbuhan tersebut.

Salah  satu  pendekatan  untuk  penelitian  tumbuhan  obat  adalah  penapis

senyawa  kimia  yang  terkandung  dalam  tanaman.  Cara  ini  digunakan  untuk

mendeteksi  senyawa  tumbuhan  berdasarkan  golongannya.  Sebagai  informasi 

awal dalam mengetahui  senyawa  kimia  apa  yang mempunyai  aktivitas  biologi 

dari  suatu tanaman.  Informasi  yang  diperoleh  dari  pendekatan  ini  juga  dapat 

digunakan  untuk keperluan  sumber  bahan  yang mempunyai  nilai  ekonomi 

lain  seperti  sumber  tanin, minyak  untuk  industri,  sumber  gum,  dll.  Metode 

yang  telah  dikembangkan  dapat mendeteksi  adanya  golongan  senyawa 

alkaloid,  flavonoid,  senyawa  fenolat,  tannin, saponin, kumarin, quinon,

steroid/terpenoid. (Teyler.V.E,1988).

Salah satu tanaman yang lazim digunakan sebagai obat tradisional adalah

Jati Belanda (Guazumae ulmifolia). Tanaman ini dimanfaatkan antara lain sebagai

pelangsing tubuh, obat sakit perut atau diare, perut kembung, perut nyeri, batuk

rejan dan kaki bengkak gatal berair. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun,

buah dan biji. Kegunaan Jati Belanda sebagai obat tidak lepas dari keberadaan

senyawa-senyawa kimia yang bertanggung jawab terhadap respon hayati.

Senyawa golongan flavonoid merupakan salah satu senyawa yang berperan dalam

respon tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan isolasi senyawa flavonoid

pada daun jati belanda, untuk mengetahui golongan flavonoid apa yang terdapat

1

Page 2: makalah fitokim

pada daun jati belanda dan untuk mengetahui metode isolasi senyawa flavonoid

yang bersumber dari daun jati belanda

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dari penelitian ini

adalah:

1.2.1. Apakah daun jati belanda mengandung flavonoid?

1.2.2. Jika terdapat kandungan flavonoid pada daun jati belanda, apakah senyawa

flavonoid tersebut?

1.2.3. Apakah metode yang tepat untuk mengisolasi senyawa flavonoid tersebut?

1.3. Tujuan

Tujuan dari proses penelitian ini untuk mengetahui metode isolasi senyawa

flavonoid yang bersumber dari daun jati belanda dan untuk mengetahui golongan

senyawa flavonoid apakah yang terdapat pada daun jati belanda.

1.4. Metode

Metode yang digunakan untuk mengisolasi senyawa flavonoid yang

bersumber dari daun jati belanda yaitu maserasi.

1.5. Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah pada daun jati belanda

mengandung flavonoid golongan flavonol yaitu tilirosida yang dihitung sebagai

quersetin

1.6. Lokasi dan Waktu

Penelitian di lakukan di Laboratorium Farmakologi Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya.

Waktu penelitiaan berlangsung pada saat praktikum mata kuliah Fitokimia

2

Page 3: makalah fitokim

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jati Belanda

Tumbuhan berasal dari Amerika. Morfologi tumbuhan berupa semak atau

pohon, tinggi 10-20 m, percabangan ramping. Bentuk daum bundar telur sampai

lanset, panjang helai daun 4 cm sampai 22,5 cm, lebar 2-10 cm,  pangkal

menyerong berbentuk jantung, bagian ujung tajam, permukaan daun  bagian atas

berambut jarang, permukaan bagian bawah berambut rapat; panjang tangkai daun

5- 25 mm, mempunyai daun penumpu berbentuk lanset atau berbentuk paku,

panjang 3- 6 mm. Perbungaan berupa mayang,  panjang 2- 4 cm, berbunga

banyak, bentuk bunga agak ramping dan berbau wangi; panjang gagang bunga

lebih kurang 5 mm; kelopak bungalebih kurang 3 mm; mahkota bunga berwarna

kuning, panjang 3-4 mm; tajuk terbagi dalam 2 bagian, berwarna ungu tua

kadang-kadang kuning tua,  panjang 3-4 mm;bagian bawah terbentuk gsris,

panjang 2- 2,5 mm; tabung  benang sari berbentuk mangkuk; bakal buah

berambut, panjang buah 2 cm sampai 3,5 cm. Buah yang telah masak bewarna

hitam (Anonim, 1978).

Tanaman jati belanda (Guazuma ulmifolia L.) mempunyai efek antidiare,

astringen, dan menguruskan badan (Arief, 2005). Infus daun jati belanda

(Guazuma ulmifolia L.) mempunyai khasiat antidiare pada tikus putih yang dibuat

diare dengan menggunakan minyak jarak, semakin tinggi dosis yang diberikan

semakin besar daya antidiarenya. Selain itu daun jati belanda bisa juga digunakan

sebagai antidiare (Sundari dkk, 2001). Bagian dalam kulit batang tanaman jati

belanda (Guazuma ulmifolia L.) dipakai untuk mengobati penyakit cacing dan

kaki gajah. Air rebusan biji yang telah dibakar dan digiling halus sangat berguna

untuk menciutkan urat darah (Sulaksana dan Jayusman, 2005).

3

Page 4: makalah fitokim

Klasifikasi dari Jati Belanda yaitu :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotylledonae

Ordo : Malvales

Famili : Sterculiceae

Genus : Guazuma

Species : Guazuma ulmifolia Lamk

2.2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun

tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam

simplisia. Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik

(sebagian besar hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang

tepat (cukup untuk melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak hidrofob)

ditambahkan pada fasa larutan dalam airnya, campuran kemudian diaduk dengan

baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan baik. Lapisan organik dan air

akan dapat dipisahkan dengan corong pisah, dan senyawa organik dapat diambil

ulang dari lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya.

Ekstraksi bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan

berbagai sifat kimia yang berbeda. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua

komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada

perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan

mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam

pelarut.

4

Page 5: makalah fitokim

Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut

terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu

temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding

distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini

tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka

banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur

(Svehla, 1990).

Ekstraksi dibagi menjadi ekstraksi cara dingin dan cara panas. Ekstraksi

cara dingin terdiri dari maserasi dan perklorasi. Sedangkan ekstraksi cara panas

terdiri dari refluks, soxhletasi dan destilasi uap.

Ekstraksi secara dingin :

1. Metode maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada

temperatur kamar dan terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke

dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang

konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari

dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai

terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari

setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung

komonen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung

benzoin, tiraks dan lilin. Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya

sederhana. Sedang kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk

mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih

banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur

keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.

5

Page 6: makalah fitokim

2. Metode Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk

simplisia yang telah dibasahi. Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara

serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke

dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan

penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari

akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan

jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat

cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat

yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan. Keuntungan metode ini adalah

tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah

dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau

terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin

selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien.

Ekstraksi cara panas :

1. Metode refluks

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke

dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan,

uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-

molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan

menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya

berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,

penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang

diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Keuntungan dari metode ini adalah

digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar

dan tahan pemanasan langsung.. Kerugiannya adalah membutuhkan volume

total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator.

2. Metode destilasi uap

Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak

menguap (esensial) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air

diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak menguap

6

Page 7: makalah fitokim

atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada

tekanan udara normal. Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan

air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap

air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap

yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah

terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa

alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah,

dan akan memisah antara air dan minyak atsiri.

3. Metode Soxhletasi

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia

ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa,

cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan

dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari

yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika

cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun

kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi.

Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak

noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang

diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.

2.3. Flavonoid

Flavonoid merupakan sejenis senyawa fenol terbesar yang ada, senyawa

ini terdiri dari lebih dari 15 atom karbon yang sebagian besar bisa ditemukan

dalam kandungan tumbuhan.Flavonoid juga dikenal sebagai vitamin P dan citrin,

dan merupakan pigmen yang diproduksi oleh sejumlah tanaman sebagai warna

pada bunga yang dihasilkan.Bagian tanaman yang bertugas untuk memproduksi

flavonoid adalah bagian akar yang dibantu oleh rhizobia, bakteri tanah yang

bertugas untuk menjaga dan memperbaiki kandungan nitrogen dalam tanah.

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang

ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan

biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.

7

Page 8: makalah fitokim

Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan warna kuning, kuning jeruk, dan

merah dapat ditemukan pada buah, sayuran, kacang, biji, batang, bunga, herba,

rempah-rempah, serta produk pangan dan obat dari tumbuhan seperti minyak

zaitun, teh, cokelat, anggur merah, dan obat herbal.

Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang

Amerika bernama Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan

ekstrak vitamin C (asam askorbat) kepada seorang dokter untuk mengobati

penderita pendarahan kapiler subkutaneus dan ternyata dapat disembuhkan.

Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa flavonoid yang diekstrak

dari Capsicum anunuum serta Citrus limon juga dapat menyembuhkan

pendarahan kapiler subkutan. Mekanisme aktivitas senyawa tersebut dapat

dipandang sebagai fungsi “alat komunikasi” (molecular messenger) dalam proses

interaksi antar sel, yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap proses

metabolisme sel atau mahluk hidup yang bersangkutan, baik bersifat negatif

(menghambat) maupun bersifat positif (menstimulasi).

Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling beragam dan

tersebar luas. Sekitar 5-10% metabolit sekunder tumbuhan adalah flavonoid,

dengan struktur kimia dan peran biologi yang sangat beragam Senyawa ini

dibentuk dari jalur shikimate dan fenilpropanoid, dengan beberapa alternatif

biosintesis. Flavonoid banyak terdapat dalam tumbuhan hijau (kecuali alga),

khususnya tumbuhan berpembuluh. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua

bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga,

buah buni dan biji. Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh

tumbuh-tumbuhan diubah menjadi flavonoid. Flavonoid merupakan turunan fenol

yang memiliki struktur dasar fenilbenzopiron (tokoferol), dicirikan oleh kerangka

15 karbon (C6-C3-C6) yang terdiri dari satu cincin teroksigenasi dan dua cincin

aromatis. Substitusi gugus kimia pada flavonoid umum- nya berupa hidroksilasi,

metoksilasi, metilasi dan glikosilasi. Klasifikasi flavonoid sangat beragam, di

antaranya ada yang mengklasifikasikan flavonoid menjadi flavon, flavonon,

isoflavon, flavanol, flavanon, antosianin, dan kalkon. Lebih dari 6467 senyawa

flavonoid telah diidentifikasi dan jumlahnya terus meningkat. Kebanyakan

8

Page 9: makalah fitokim

flavonoid berbentuk monomer, tetapi terdapat pula bentuk dimer (biflavonoid),

trimer, tetramer, dan polimer. Istilah flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa

fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoida yang

terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai

kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari dari cincin A dan atom karbon

yang terikat pada cincin B dari 1,3 diarilpropana dihubungkan oleh jembatan

oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C).

Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada

tingkat oksidasi dari rantai propane dari system 1,3-diarilpropana. Flavon,

flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan di alam sehingga

sering disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini

disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari

struktur tersebut. Senyawa-senyawa isoflavonoida dan neoflavonoida hanya

ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan, terutama suku leguminosae. Masing-

masing jenis senyawa flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu. Flavonoida

mempunyai beberapa cirri struktur yaitu: cincin A dari struktur flavonoida

mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling yaitu pada posisi 2,4 dan 6.

Cincin B flavonoida mempunyai satu gugus fungsi oksigen pada posisi para atau

dua pada posisi para dan meta aau tiga pada posisi satu di para dan dua di meta.

Cincin A selalu mempunyai gugus hidroksil yang letaknya sedemikian rupa

sehingga memberikan kemungkinan untuk terbentuk cincin heterosiklik dalam

senyawa trisiklis. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari

15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantaipropana

(C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat

menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoida, yaitu :

Beberapa senyawa flavonoida yang ditemukan di alam adalah sebagai

berikut

9

Page 10: makalah fitokim

1. Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar

luas dalam tumbuhan. Secara kimia antosianin merupakan turunan suatu

struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari

pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus

hidroksil atau dengan metilasi. Antosianin tidak mantap dalam larutan

netral atau basa. Karena itu antosianin harus diekstraksi dari tumbuhan

dengan pelarut yang mengandung asam asetat atau asam hidroklorida

(misalnya metanol yang mengandung HCl pekat 1%) dan larutannya

harus disimpan di tempat gelap serta sebaiknya didinginkan.

Antosianidin ialah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin

dihidrolisis dengan asam. Antosianidin terdapat enam jenis secara umum,

yaitu : sianidin, pelargonidin, peonidin, petunidin, malvidin dan

delfinidin. Antosianidin adalah senyawa flavonoid secara struktur

termasuk kelompok flavon. Glikosida antosianidin dikenal sebagai

antosianin. Nama ini berasal dari bahasa Yunani antho-, bunga dan

kyanos-, biru. Senyawa ini tergolong pigmen dan pembentuk warna pada

tanaman yang ditentukan oleh pH dari lingkungannya. Bagian bukan gula

dari glukosida itu disebut suatu antosianidin dan merupakan suatu tipe

garam flavilium. Warna tertentu yang diberikan oleh suatu antosianin,

sebagian bergantung pada pH bunga. Warna biru bunga cornflower dan

warna merah bunga mawar disebabkan oleh antosianin yang sama, yakni

sianin. Adisi gugus hidroksil menghasilkan flavonol, yang berwarna

kuning. Dalam pengidentifikasian antosianin atau flavonoid yang

kepolarannya rendah, daun segar atau daun bunga jangan dikeringkan

10

Page 11: makalah fitokim

tetapi harus digerus dengan MeOH. Antosianin secara umum mempunyai

stabilitas yang rendah. Pada pemanasan yang tinggi, kestabilan dan

ketahanan zat warna antosianin akan berubah dan mengakibatkan

kerusakan. Selain mempengaruhi warna antosianin, pH juga

mempengaruhi stabilitasnya, dimana dalam suasana asam akan berwarna

merah dan suasana basa berwarna biru. Antosianin lebih stabil dalam

suasana asam daripada dalam suasana alkalis ataupun netral. Zat warna

ini juga tidak stabil dengan adanya oksigen dan asam askorbat. Asam

askorbat kadang melindungi antosianin tetapi ketika antosianin menyerap

oksigen, asam askorbat akan menghalangi terjadinya oksidasi. Pada

kasus lain, jika enzim menyerang asam askorbat yang akan menghasilkan

hydrogen peroksida yang mengoksidasi sehingga antosianin mengalami

perubahan warna. Sewaktu pemanasan dalam asam mineral pekat,

antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula. Pada pH rendah (asam)

pigmen ini berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet

dan kemudian menjadi biru. Pada umumnya, zat-zat warna distabilkan

dengan penambahan larutan buffer yang sesuai. Jika zat warna tersebut

memiliki pH sekitar 4 maka perlu ditambahkan larutan buffer asetat,

demikian pula zat warna yang memiliki pH yang berbeda maka harus

dilakukan penyesuaian larutan buffer. Warna merah bunga mawar dan

biru pada bunga jagung terdiri dari pigmen yang sama yaitu sianin.

Perbedaannya adalah bila pada bunga mawar pigmennya berupa garam

asam sedangkan pada bunga jagung berupa garam netral. Konsentrasi

pigmen juga sangat berperan dalam menentukan warna. Pada konsentrasi

yang encer antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat

berwarna merah dan konsentrasi biasa berwarna ungu. Adanya tanin akan

banyak mengubah warna antosianin. Dalam pengolahan sayur-sayuran

adanya antosianin dan keasaman larutan banyak menentukan warna

produk tersebut. Misalnya pada pemasakan bit atau kubis merah. Bila air

pemasaknya mempunyai pH 8 atau lebih (dengan penambahan soda)

maka warna menjadi kelabu violet tetapi bila ditambahkan cuka warna

11

Page 12: makalah fitokim

akan mejadi merah terang kembali. Tetapi jarang makanan mempunyai

pH yang sangat tinggi. Dengan ion logam, antosianin membentuk

senyawa kompleks yang berwarna abu-abu violet. Karena itu pada

pengalengan bahan yang mengandung antosianin, kalengnya perlu

mendapat lapisan khusus (lacquer)

2. Flavonol

Flavonol lazim sebagai konstituen tanaman yang tinggi, dan terdapat

dalam berbagai bentuk terhidroksilasi. Flavonol alami yang paling

sederhana adalah galangin, 3,5,7 –tri-hidroksiflavon; sedangkan yang

paling rumit, hibissetin adalah 3,5,7,8,3’,4’,5’ heptahidroksiflavon.

Bentuk khusus hidroksilasi (C6(A)-C3-C6(B), dalam mana C6 (A)

adalah turunan phloroglusional, dan cincin B adalah 4-atau 3,4-

dihidroksi, diperoleh dalam 2 flavonol yang paling lazim yaitu

kaempferol dan quirsetin. Hidroksiflavonol, seperti halnya hidroksi

flavon, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai glikosida. Flavonol

kebanyakan terdapat sebagai 3-glikosida. Meskipun flavon, flavonol, dan

flavanon pada umumnya terdistribusi melalui tanaman tinggi tetapi tidak

terdapat hubungan khemotakson yang jelas. Genus Melicope

mengandung melisimpleksin dan ternatin, dan genus citrus mengandung

nobiletin, tangeretin dan 3’,4’,5,6,7-pentametoksiflavon.

3. Flavonon

12

Page 13: makalah fitokim

Jenis flavonoid ini mirip dengan jenis flavonoid flavon tetapi pada

flavanol tidak memiliki ikatan rangkap pada cincin C. Bebepara senyawa

yang termasuk kedalam jenis ini adalah hespertin yang terdapat pada

buah jeruk yang diperoleh dalam bentuk glikosidanya, senyawa ini

merupakan suatu aglikon. Senyawa ini juga memiliki efek sebagai

antioksidan dan anti inflamantory pada tubuh manusia.

4. Flavononol

Sama halnya dengan flavonoid flavanone, jenis ini mirip dengan flavonol

tetapi dengan struktur dasar flavan yang tidak memiliki ikatan rangkap

pada cincin C.

5. Isoflavons

Isoflavon merupakan golongan flavonoida yang jumlahnya sangat

sedikit, dan sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi

warna manapun. Beberapa isoflavon berwarna biru muda bila dilihat

dibawah sinar ultraviolet setelah diberi uap ammonia. Senyawa isoflavon

mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang dapat mengurangi resiko

penyakit kanker, jantung koroner, dan osteoporosis.

Senyawa ini mempunyai aktifitas biologis sebagai penangkap radikal

bebas penyebab kanker karena berkaitan dengan struktur dan gugus-

gugus yang berikatan pada struktur molekulnya. Adanya gugus OH

ganda, gugus OH pada atom C3 ataupun C5 yang berdekatan dengan

gugus C=O pada struktumya berhubungan terhadap aktifitas biologisnya

13

Page 14: makalah fitokim

6. Khalkon

Polihidroksi khalkon terdapat dalam sejumlah tanaman, namun

terdistribusinya di alam tidak lazim. Alasan pokok bahwa khalkon cepat

mengalami isomerasi menjadi flavanon dalam satuan keseimbangan. Bila

khalkon 2,6-dihidroksilasi, isomer flavanon mngikat 5 gugus hidroksil,

dan stabilisasi mempengaruhi ikatan hydrogen 4-karbonil-5-hidroksil

maka menyebabkan keseimbangan khalkon-flavon condong ke arah

flavanon. Hingga khalkon yang terdapat di alam memiliki gugus 2,4-

hidroksil atau gugus 2-hidroksil-6-glikosilasi. Beberapa khalkon

misalnya merein, koreopsin, stillopsin, lanseolin yang terdapat dalam

tanaman, terutama sebagai pigmen daun bunga berwarna kuning,

kebanyakan terdapat dalam tanaman Heliantheaetribe, Coreopsidinae

subtribe, dan family Compositea,

7. Flavon

Flavon mudah dipecah oleh alkali menghasilkan diasil metan atau

tergantung pada kondisi reaksi, asam benzoate yang diturunkan dari

cincin A. flavon stabil terhadap asam kuat dan eternya mudah

didealkilasi dengan penambahan HI atau HBr, atau dengan aluminium

klorida dalam pelarut inert. Namun demikian, selama demetilasi tata

ulang sering teramati; oleh pengaruh asam kuat dapat menyebabkan

pembukaan cincin pada cara yang lain. Sebagai contoh demetilasi 5,8-

dimetoksiflavon dengan HBr dalam asam asetat menghasilkan 5,6

14

Page 15: makalah fitokim

dihidroksiflavon (persamaan 1). Dalam keadaan khusus pembukaan

lanjut dapat terjadi (persamaan 2). Demetilasi gugus 5-metoksi dalam

polimetoksiflavon segera terjadi pada kondisi yang cocok, sehingga 5-

hidroksi-polimetoksiflavon mudah dibuat.

2.4. Kuersetin

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang banyak ditemui dalam

tumbuhan sebagai bahan obat. Salah satu contoh golongan flavonoid adalah

kuersetin yang bersifat sebagai anti tumor. Kuersetin adalah senyawa golongan

flavonol (bagian dari flavonoid) yang banyak terkandung dalam buah-buahan dan

sayuran, misalnya apel, anggur, teh, bawang merah, dan kopi. Kuersetin memiliki

5 gugus -OH bebas yang dapat disubstitusi oleh gugus asil melalui reaksi

esterifikasi. Ester kuersetin dapat diperoleh dengan mereaksikan kuersetin dengan

senyawa golongan asam karboksilat, halida asam karboksilat, dan anhidrida

karboksilat. Senyawa kuersetin propionat dapat disintesis dengan mereaksikan

kuersetin dan anhidrida propionat dengan katalis basa. Penggunaan asam

propionat dalam reaksi esterifikasi kuersetin tidak berlangsung karena asam

propionat kurang reaktif dibandingkan dengan anhidrida propionat. Data spektrum

inframerah menunjukkan bahwa senyawa kuersetin propionat telah terbentuk dan

masih menyisakan satu gugus -OH bebas pada kuersetin yang membentuk ikatan

hidrogen. Data spektrum massa menunjukkan bahwa hanya terdapat 4 gugus -OH

kuersetin yang tersubstitusi oleh gugus asil. Data spektrum UV-Vis menunjukkan

bahwa letak gugus -OH bebas kuersetin terletak pada posisi 5. Karakteristik

kuersetin propionat berbentuk Kristal berwarna putih dengan titik lebur 123-

125°C. dibawah ini merupakan struktur kuersetin :

15

Page 16: makalah fitokim

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu penyiapan simplisia,

skrining fitokimia, ekstraksi, pemantauan ekstrak, fraksinasi, pemantauan fraksi,

subfraksinasi, pemantauan subfraksinasi, pemurnian dengan KLT Preparatif, Uji

Kemurnian dan Karakterisasi.

3.1. Alat Percobaan

Alat yang digunakan pada penelitian ini menggunakan blender, refluks,

Rotary Evaporator, Chamber, Alat-alat gelas yang biasa digunakan di

laboratorium, corong pisah dan Spektrofotometer UV-VIS

3.2. Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu simplisia Daun Jati

Belanda, etanol, metanol, kloroform, etil asetat, serbuk Zn, Amil alkohol, HCl,

Plat Silika gel GF254

3.3. Prosedur

3.3.1. Penyiapan sampel

Simplisia daun jati belanda dihaluskan dengan menggunakan blender

hingga terbentuk serbuk kasar.

3.3.2. Skirining Fitokimia

3.3.2.1. Penapisan Alkaloid

Simplisia dibasakan dengan amoniak encer, digerus dalam mortir lalu

tambahkan 5 mL kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan

diasamkan dengan 2 tetes H2SO4 2M. Fraksi asam dibagi menjadi 2 tabung lalu

masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf dan Mayer. Adanya alkaloid

ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Mayer dan endapan

kuning pada pereaksi Dragendorf (Fransworth, 1996).

16

Page 17: makalah fitokim

3.3.2.2. Penapisan Tanin dan Polifenolat

Simplisia digerus lalu tambahkan 5 mL aquadest kemudian didihkan

selama 5 menit lalu saring dan filtratnya tambahkan 5 tetes FeCl3 1%. Warna biru

tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menunjukan adanya polifenolat. Sebagian

kecil filtrat diuji dengan penambahan larutan gelatin 1%. Adanya endapan putih

menunjukan dalam simplisia terdapat tanin (Fransworth, 1996).

3.3.2.3. Penapisan Flavonoid

Simplisia dipanaskan dengan campuran logam magnesium dan asam

klorida 5 N, lalu saring. Adanya flavonoid akan mnyebabkan filtrat berwarna

merah yang dapat ditarik oleh amil alkohol (Fransworth, 1996).

3.3.2.4. Penapisan Monoterpenoid dan Seskuiterpenoid

Simplisia disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga kering.

Pada residu diteteskan dengan reagen vanilin 10% dalam asam sulfat.

Terbentuknya warna-warna menunjukan adanya senyawa monoterpenoid dan

seskuiterpenoid (Fransworth,1996).

3.3.2.5. Penapisan Steroid dan Triterpenoid

Simplisia disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga kering.

Pada residu diteteskan dengan reagen Lieberman Burchard. Terbentuknya warna

hijau-biru menunjukan bahwa dalam simplisia mengandung senyawa steroid

(Fransworth,1996).

3.3.2.6. Penapisan Kuinon

Simplisia digerus dan dipanaskan dengan air, lalu disaring. Filtrat ditetesi

dengan larutan NaOH. Terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukan

adanya senyawa kelompok kuinon (Fransworth, 1996).

3.3.2.7. Penapisan Saponin

Diatas tangas air simplisia dicampur dengan air dan dipanaskan beberapa

saat dalam tabung reaksi, kemudian saring. Setelah disaring filtrat dalam tabung

reaksi dikocok kuat-kuat selama lebih kurang 30 detik. Pembentukan busa

sekurang-kurangnya 1 cm tinggi dan persisten selama beberapa menit serta tidak

hilang pada penambahan 1 tetes asam klorida encer menunjukan bahwa dalam

simplisia terdapat saponin.

17

Page 18: makalah fitokim

3.3.3. Ekstraksi

Sebanyak 200 gram serbuk daun jati belanda di maserasi selama 3 x 24 jam

dengan etanol teknis dalam maserator sebanyak 1000 ml, sambil sesekali dikocok.

Ekstrak yang didapatkan lalu dipekatkan dengan menggunakan Rotary

Evaporator.

3.3.4. Pemantauan Ekstrak

Pemantauan ekstrak dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis

(KLT) dengan parameter sebagai berikut :

Fase gerak : Kloroform – Metanol – air (40:10:1)

Fase diam : Silika gel GF254

Larutan uji : 5% dalam metanol P

Volume Penotolan : Totolkan 5 µL larutan uji

3.3.5. Fraksinasi

Fraksinasi dilakukan dengan cara Ekstraksi Cair-Cair. Ekstrak pekat etanol

dilarutkan dalam pelarut air, kemudian fraksinasi dengan pelarut n-Heksan dengan

perbandingan 1:1. Fraksinasi dilakukan dengan cara corong pisah, sehingga

diperoleh 2 fraksi, yaitu fraksi n-Heksan dan fraksi air. Kemudian dilanjutkan

dengan fraksinasi antara fraksi air dengan pelarut etil asetat dengan perbandingan

1:1. Sehingga dihasilkan 3 fraksi, yaitu fraksi air, fraksi etil asetat dan fraksi n-

Heksan.

3.3.6. Skrining hasil Fraksinasi dan Pemantauan Fraksi

3.3.6.1. Skrining Flavonoid

Uji Flavonoid. Sebanyak 1 gram dimasukan dalam gelas kimia kemudian

tambahkan 100 ml air panas lalu didihkan selama 5 menit. Setelah itu filtrat

disaring. Filtrat yang didapatkan dimasukan dalam tabung reaksi. Kemudian

tambahkan serbuk Zn, larutan alkohol : HCl (1:1) dan amil alkohol. Campuran

dikocok kuat-kuat dan diamkan hingga memisah menjadi 2 fasa. Adanya

18

Page 19: makalah fitokim

flavonoid akan menyebabkan filtrat berwarna merah, kuning atau jingga yang

dapat ditarik oleh amil alkohol (Soetarno, 1997).

3.3.6.2. Pemantauan Fraksi

Pemantauan fraksi dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis

(KLT) dengan parameter sebagai berikut :

Fase gerak : Kloroform – Metanol – air (40:10:1)

Fase diam : Silika gel 60 F254

Larutan uji : 5% dalam metanol P

Volume Penotolan : Totolkan 5 µL larutan uji

3.3.7. Subfraksinasi

Fraksi etil asetat dikromatografi kolom menggunakan eluen n-heksan

100%, n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 1:1, 4:6,

3:7, 2:8, 1:9 dan etil asetat 100 % pada kromatografi kolom. Fraksi etil asetat lalu

dibuat ekstrak kering dengan cara menggerusnya bersama dengan silika gel.

Setelah itu ekstrak kering fraksi etil asetat dimasukan dalam kolom. Sebelum

digunakan Silika gel di aktivasi terlebih dahulu lalu dimasukkan kedalam kolom

yang dasarnya telah diberi kapas. Basahi silika gel dengan eluen yang paling non

polar.

3.3.8. Pemantauan Subfraksinasi

Pemantauan ekstrak dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis

(KLT) dengan parameter sebagai berikut :

Fase gerak : Kloroform – Metanol – air (40:10:1)

Fase diam : Silika gel 60 F254

Larutan uji : 5% dalam metanol P

Volume Penotolan : Totolkan 5 µL larutan uji

19

Page 20: makalah fitokim

3.3.9. Pemurnian subfraksinasi

Pemisahan flavonoid menggunakan KLT preparatif dilakukan pada plat

KLT 5x10 cm, pengembang yang digunakan adalah pengembang terbaik pada

deteksi awal. Dideteksi dengan menggunakan lampu UV 366 nm, bercak dengan

pita ditandai dengan pensil. Bercak yang ditandai dikerok dan dilarutkan dalam

metanol.

3.3.10. Uji Kemurnian

Dilakukan dengan teknik KLT 2 dimensi, pengembangan dilakukan pada

plat KLT 4 x 4 cm. Ekstrak metanol ditotolkan 1 cm dari tepi bawah kanan.

Pengembang pertama yang digunakan adalah pengembang terbaik dari identifikasi

awal, pengembang kedua menggunakan pelarut asam asetat 15%. Plat dielusi pada

posisi 90° dari kondisi mula-mula.

3.3.11. Karakterisasi Senyawa

Isolat relatif murni yang diperoleh kemudian dianalisis dengan Instrumen

spektroskopi yaitu UV-Vis. Data-data yang diperoleh berupa spektrum

selanjutnya diinterpretasi untuk memperoleh data spektroskopi senyawa yang

digunakan untuk menentukan karakter dari senyawa yang terdapat dalam fraksi

etil asetat dari Daun Jati Belanda.

20

Page 21: makalah fitokim

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan pemeriksaan pendahuluan untuk

mengetahui adanya kandungan metabolit sekunder dari suatu simplisia. Pada

skrining fitokimia digunakan simplisia daun jati belanda. Berdasarkan hasil

skirining fitokimia menunjukan metabolit sekunder yang terkandung dalam

simplisia daun jati belanda flavonoid, monoterpen dan seskuiterpen, triterpenoid,

dan polifenol.

Tabel 4.1. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Jati Belanda

Pengujian Hasil Keterangan

Alkaloid - Tidak terbentuk endapan

Flavonoid + Terbentuk warna merah

Polifenol + Terbentuk warna biru kehitaman

Tanin - Tidak terbentuk endapan

Monoterpen dan

Seskuiterpen+ Terbentuk warna ungu

Steroid dan Triterpenoid -Terbentuk warna ungu

(Terpenoid)

Saponin -Terbentuk busa namun tidak

persisten

Kuinon - Tidak terbentuk endapan merah

Uji yang pertama dilakukan adalah uji penapisan alkaloid. Di alam,

alkaloid berikatan dengan asam organik sehingga membentuk garam. Maka dari

itu, ditambahkan amoniak pada saat penggerusan yang bertujuan untuk

membebaskan alkaloid dalam bentuk garam menjadi basa bebas yang mudah larut

dalam kloroform. Penggerusan dilakukan untuk merusak dinding sel simplisia

21

Page 22: makalah fitokim

agar alkaloid dapat keluar. Penambahan kloroform bertujuan untuk menarik

alkaloid basa. HCl ditambahkan untuk menggaramkan kembali alkaloid basa yang

sudah di tarik oleh kloroform menjadi alkaloid HCl. Filtrat yang didapatkan lalu

diuji dengan pereaksi Dragendorf, Mayer dan Wagner. Pada ketiga pereaksi ini,

semuanya sama-sama menghasilkan senyawa kompleks antara Kalium dengan

alkaloid, dimana hasil samping yang terbentuk memberikan warna endapan yang

berbeda-beda. Berikut ini persamaan reaksi nya

Gambar 1.1 Reaksi antara Alkaloid dengan pereaksi Mayer

Gambar 1.2 Reaksi antara Alkaloid dengan pereaksi Dragendorf

Gambar 1.3 Reaksi antara Alkaloid dengan pereaksi Mayer

Namun hasil dari pemeriksaan alkaloid menunjukan bahwa pada daun jati

belanda tidak mengandung alkaloid.

Pada penapisan senyawa saponin, didapatkan hasil pada daun jati belanda

tidak mengandung saponin. Saat dikocok, terbentuk busa namun busa yang

terbentuk tersebut sedikit dan cepat sekali menghilang.

Pada penapisan senyawa flavonoid, ditambahkan serbuk Mg dan HCl.

eaksi didasarkan pada reduksi gugus karbonil pada lingkar δ-lakton menjadi

22

Page 23: makalah fitokim

alkohol yang berwarna-warna (garam flavilium) tergantung gugus fungsi pada

lingkar A atau B. Serbuk Mg dan HCl berfungsi sebagai agen pereduksi untuk

mereduksi ikatan antara glikon dengan flavonoid. Flavonoid yang sudah terlepas

dari glikonnya, kemudian ditarik oleh amil alkohol sehingga terjadi perubahan

warna pada amil alkohol dari bening menjadi merah jingga. Hal ini menunjukan

bahwa flavonoid sudah tertarik dalam amil alkohol. Berikut ini persamaan

reaksinya :

Hasil pemeriksaan flanoid menunjukan bahwa pada simplisia daun jati

belanda mengandung flavonoid.

Pada penapisan senyawa polifenol menujukan reaksi positif dimana

terbentuk warna biru kehitaman. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan

senyawa kompleks antara ion Fe3+ dengan polifenol. Polifenol yang banyak

mengandung gugus fenol akan membentuk garam fenolat dengan ion Fe3+ yang

membentuk warna warna. Berikut ini persamaan reaksinya :

23

Page 24: makalah fitokim

Pada penapisan tanin, daun jati belanda tidak memberikan reaksi positif

karena pada saat direaksikan dengan gelatin tidak terbentuk endapan putih.

Dimana tanin memiliki ciri khas bisa mengendapakan makromolekul seperti

gelatin. Gelatin merupakan makromolekul karena terdiri dari banyak asam amino

sebagai monomernya.

Pada penapisan kuinon, daun jati belanda tidak menunjukan reaksi positif

karena tidak terbentuk warna merah pada saat penambahan NaOH.

Pada penapisan terpenoid dan steroid, daun jati belanda menunjukan reaksi

positif dimana terbentuk warna ungu setelah ditambahkan pereaksi Lieberman-

Burchard. Pereaksi ini biasa digunakan untuk membedakan senyawa steroid dan

triterpenoid. Penggunaan eter sebagai penyari adalah untuk melarutkan terpenoid

yang terkandung dalam daun jati belanda karena terpenoid dan steroid tersebut

bersifat non polar sehingga akan lebih larut dalam pelarut non polar. Penambahan

asam asetat anhidrat akan bereaksi dengan steroid melalui reaksi asetilasi

menghasilkan kompleks asetil steroid. Penambahan asam sulfat pekat bertujuan

untuk mendekstruksi kompleks asetil steroid. Asam sulfat pekat lebih bersifat

reaktif jika bereaksi dengan steroid dibandingkan dengan asam asetat. Hal ini

dikarenakan kemampuan asam sulfat yang lebih mudah masuk mengatasi efek

sterik yang besar dari molekul steroid sehingga senyawa kompleks yang

dihasilkan lebih stabil dari kompleks asetil steroid. Terbentuknya warna ungu

menunjukan bahwa didalam daun jati belanda mengandung terpenoid.

Pada penapisan monoterpenoid dan seskuiterpenoid, daun jati belanda

menunjukan reaksi positif saat ditambahkan perekasi Vanilin-Sulfat. Penggunaan

eter sebagai penyari adalah untuk melarutkan seskuiterpenoid atau monoterpenoid

yang terkandung dalam daun jati belanda karena senyawa tersebut bersifat non

polar sehingg akan lebih larut dalam pelarut non polar. Kedua senyawa ini

merupakan unsur penyusun minyak atsiri. Reaksi nya didasarkan pada

kemampuannya membentuk warna-warna dengan pereaksi vanilin sulfat.

Terbentuknya warna ungu menunjukan bahwa didalam daun jati belanda

mengandung monoterpenoid dan seskuiterpenoid.

24

Page 25: makalah fitokim

4.2. Ekstraksi Cair Padat

Pada percobaan ini dilakukan ekstraksi padat – cair pada senyawa bahan

alam terhadap daun jati belanda dengan menggunakan ekstraksi cair – padat

dimana senyawa – senyawa pada daun jati belanda akan dipartisi. Ekstraksi cair –

padat itu sendiri adalah transfer difusi komponen terlarut dalam padatan inert

kedalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena

komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi kedalam semula tanpa mengalami

perubahan kimiawi. Dilakukan dengan menggunakan tekhnik maserasi, yaitu

suatu tekhnik ekstraksi dingin dengan cara merendam sampel bahan alam dengan

cara merendam pelarut yang sesuai.

Hal pertama yang dilakukan yaitu menimbang simplisisa daun jati belanda

sebanyak 200 gram dan selanjutnya dimaserasi atau direndam dengan

menggunakan pelarut etanol. Fungsi dari penambahan pelarut etanol tersebut

adalah karena pelarut ini bersifat melarutkan senyawa – senyawa mulai dari

kurang polar sampai dengan polar dan juga karena pelarut etanol adalah pelarut

yang paling sempurna dalam melarutkan metabolit sekunder yang ada pada

sampel daun jati belanda.

Penambahan etanol sebanyak 1 liter selanjutnya dimaserasi atau direndam

selama 3 x 24 jam. Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk memperoleh hasil yang

lebih maksimal selain itu juga untuk memastikan bahwa senyawa – senyawa yang

terdapat pada simplisia memiliki kepolaran sama dengan pelarut akan optimal

terlarut oleh pelarut dan tujuan dari perendaman sampel daun jati belanda tersebut

agar semua senyawa metabolit sekunder dapat larut dalam pelarut etanol.

Selanjutnya menyaring hasil rendaman sampel tersebut dengan menggunakan kain

kasa agar endapan yang ada pada sampel daun jati belanda tidak ikut kedalam

ekstrak cair daun jati belanda yang disaring setelah didapatkan ekstrak daun jati

belanda yang cair atau ekstrak yang pekat maka dilanjutkan dengan evavorasi

yang berfungsi untuk menguapkan sehingga akan terpisah antara pelarut etanil

yang digunakan pada ekstrak daun jati belanda yang diperoleh.

25

Page 26: makalah fitokim

Evaporator adalah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau

keseluruhan sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap.

Prinsip dari evaporator adalah proses pemisahan ekstrak dari cairan penyaringnya.

Pada saat simplisisa daun jati belanda yang telah dipekatkan dari hasdil ekstraksi

dimana pada proses penguapan untuk memisahkan pelarut dengan hasil

ekstraknya. Dimana penguapan terjadi karena adanya pemanasan yang dipercepat

oleh putaran dari labu alads bulat yang dibantu dengan penurunan tekanan dengan

bantuan pompa vakum , uap larutan penyaring akan naik ke kondensor dan

mengalami kondensasi menjadi molekul – molekul cairan pelarut murni yang

ditampung dalam labu alas bulat penampung. Proses penguapan ini dilakukan

hingga diperoleh ekstrak kental yang ditandai dengan terbentuknya gelembung-

gelembung udara yang pecah pada permukaan ekstrak. Pelarut etanol dalam labu

penampung dapat digunakan kembali karena telah murni dengan evaporasi.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan rendemen ekstrak untuk menetapkan

rendemen ekstrak, rendemen itu sendiri adalah perbandingan antara ekstrak yang

diperoleh dengan simplisia awal. Sejumlah tertentu ekstrak kental dalam cawan

penguap ditimbang kemudian diuapkan diatas penangas air dengan temperature

40°C- 50°C sampai bobot tetap. Selanjutnya setelah diperoleh ekstrak yang pekat

kemudian disimpan pada cawan petri dan dilakukan penimbangan.

Tabel 4.2. Pengamatan Ekstraksi Cair-Padat

Berat simplisia 200 gram

Volume ekstrak yang diperoleh 2200 ml

Berat ekstrak kental 14,6006 gram

Rendemen 7,3 %

Berat piknometer kosong 11,5245 gram

Berat piknometer + air 21,4514 gram

Berat air 9,9269 gram

Kerapatan air 0,998 g/ml

Berat piknometer + ekstrak 19,8970 gram

Berat ekstrak 8,3725 gram

26

Page 27: makalah fitokim

Kerapatan ekstrak 0,8414 g/ml

Dari hasil diatas diperoleh rendemen yaitu 7,3 %. Hasil ini sangatlah kecil

jauh dari dari hasil yang diharapakan. Semakin lama waktu ekstrak dan semakin

halus ekstraknya maka semakin banyak pula rendemen yang didapatkan. Semakin

besar perbandingan bahan baku pelarut yang digunakan, maka semakin banyak

ekstrak kasar yang yang didapat. Untuk mendapatkan ekstrak yang lebih banyak

harus dilakukan ekstraksi yang lebih lama.

Selanjutnya dilakukan parameter ekstrak cair dengan pola dinamolisis,

proses dinamolisis dilakukan untuk memberikan gambaran secara kualitatif dari

kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak karena masing – masing ekstrak

memiliki pola dinamolisis yang berbeda. Uji dinamolisis dilakukan dengan cara

ekstrak dilarutkan dengan sebanyak 50 ml dengan etanol dan 10 ml dituangkan

kedalam cawan petri kemudian ditutup dengan kertas saring whatman yang

dilubangi pada bagian tengahnya bersumbu vertical bertujuan untuk sumbu yang

terbuat dari kertas saring dapat menempel pada cawan petri yang berisis ekstrak

cair dan dibiarkan terjadi proses difusi selama 10 menit sampai dihasilkan noda

pada kertas saring lalu diamati polanya. Berdasarkan hasil percobaan pola yang

dimiliki oleh daun jati belanda menunjukan pola lingkaran dimana dari kertas

saring diukur diamtere yang diperoleh menghasilkan diameter 3,5 cm.

4.3. Pemantauan Ekstrak

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk pemantauan hasil ekstraksi yang

telah dilakukan. Pemantauan ekstrak yang dilakukan yaitu dengan cara metode

Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT merupakan bentuk kromatrografi planar.

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu metode pemisahan campuran analit

dengan mengelusinya melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. Dalam

KLT, fase gerak ini berupa cairan. Pemisahan akan terjadi jika salah satu

komponen dari campuran diadsorpsi lebih kuat dari komponen yang lainnya.

Karena adsorpsi merupakan fenomena permukaan, maka derajat pemisahan

dipengaruhi oleh luas permukaan yang ada atau secara tidak langsung dipengaruhi

27

Page 28: makalah fitokim

oleh ukuran partikel fase diam (adsorben) Walaupun demikian koefisien

distribusi/partisi senyawa antara kedua fase dalam sistem merupakan faktor kunci

setiap bentuk kromatogram.

Dalam percobaan ini, fase diam yang digunakan adalah silica gel GF 254

nm. Sedangkan, fase geraknya berupa campuran dari kloroform : methanol : air

dengan perbandingan 40 : 10 : 1. Fase gerak ini bersifat non polar karena adanya

penambahan kloroform (non polar) yang lebih banyak dibandingkan methanol

(semipolar) dan air (polar). Penggunaan pelarut campuran yang bersifat non polar

diharapkan agar proses pengelusian tidak berlangsung cepat ataupun tidak

berlangsung lambat. Proses pengelusian yang terlalu cepat ataupun lambat juga

tidak baik untuk hasil pemisahan nantinya. Eluen di kocok dalam chamber,

tujuannya untuk menghomogenkan antar pelarut karena eluen yang digunakan

adalah eluen campuran.

Sebelum digunakan, dilakukan aktivasi plat KLT dengan cara dikeringkan

pada oven dengan suhu 1200C selama 30 menit. Aktivasi ini bertujuan untuk

menghilangkan sisa air yang terdapat fase diam dan juga untuk memindahkan

pengotor agar berada pada ujung plat KLT sehingga tidak mengganggu proses

pemisahan. Digunakan suhu 1200C dikarenakan air memiliki titik didih 1000C,

sehingga dengan cepat air dapat menguap. Setelah aktivasi selesai kemudian

dilakukan penjenuhan chamber. Penjenuhan chamber berfungsi untuk meratakan

tekanan uap eluen dalam chamber sehingga jumlah lempeng teoritis meningkat

dan pengelusian dapat seragam kecepatannya dan untuk mengoptimalkan proses

pengembangan fase gerak. Penjenuhan chamber dilakukan dengan menambahkan

fase geraknya yaitu kloroform : methanol : air ke dalam chamber dan meletakkan

kertas saring pada chamber. Penambahan kertas saring berfungsi agar penguapan

yang terjadi dalam chamber merata sehingga udara di dalam chamber tetap jenuh

pelarut. Selama proses penjenuhan, chamber harus ditutup dengan baik, kemudian

didiamkan selama 30 menit dan dijaga agar tidak mengalami pergeseran untuk

mencegah terjadinya ketidakjenuhan pelarut. Waktu penjenuhan chamber harus

diperhatikan agar chamber tidak lewat jenuh yang dapat memperlambat proses

elusi dan menghasilkan pemisahan yang kurang baik.

28

Page 29: makalah fitokim

Setelah itu dilakukan penotolan sampel pada plat KLT dengan pipa

kapiler. Sampel yang ditotolkan harus memiliki ukuran bercak sekecil dan

sesempit mungkin karena jika sampel yang digunakan terlalu banyak akan

menurunkan resolusi. Selain itu, penotolan sampel yang tidak tepat akan

menyebabkan bercak yang menyebar ke puncak ganda. Setelah dilakukan

penotolan sampel, plat yang telah ditotolkan lalu dielusikan pada chamber yang

telah dijenuhkan. Volume fase gerak dibuat sedikit mungkin namun dapat

mengelusi lempeng sampai pada batas jarak pengembangan. Hal ini bertujuan

agar tidak terjadi kontaminasi dari kontaminan selama proses

elusi/pengembangan. Volume fase gerak ini sekitar 5 ml. Setelah proses

pengelusian plat selesai, plat dikeringkan. Untuk memperoleh reprodusibilitas,

volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µl. Jika volume sampel yang

akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl maka penotolan harus dilakukan secara

bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan. Ada beberapa teknik untuk

melakukan pengembangan dalam KLT yaitu pengembangan menaik (ascending),

pengembangan menurun (descending), melingkar, dan mendatar. Meskipun

demikian, cara pengembangan menaik merupakan cara yang paling populer

dibandingkan dengan cara yang lain.

Parameter migrasi analitik pada KLT dinyatakan dengan Rf (waktu

tambat). Rf (waktu tambat) adalah waktu yang diperlukan untuk mengelusi

maksimum suatu sampel dihitung dari titik awal penotolan. Oleh karena itu

bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1. Waktu tambat dapat dihitung dengan rumus:

Rf = jarak yang ditempuh senyawa/ jarak yang ditempuh pelarut

Tabel 4.3. Hasil Pengamatan Pemantauan Ekstrak

Plat 1

Bercak Jarak Bercak (cm) Nilai Rf

1 6,0 0,75

2 6,7 0,83

3 7,7 0,93

29

Page 30: makalah fitokim

Plat 2

Bercak Jarak Bercak (cm) Nilai Rf

1 5,8 0,72

2 6,5 0,81

3 7,6 0,95

Adanya 3 spot yang dihasilkan menandakan bahwa pada ekstrak yang

diperoleh mengandung senyawa-senyawa lain selain flavonoid.

Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara

kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu

pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Penampak

bercak yang digunakan yaitu dengan pereaksi umum H2SO4. Semua senyawa

organik, akan terjadi pengarangan. Menyemprot lempeng KLT dengan reagen

kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan solute yang mengandung

gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang

dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan

intensitas warna bercak. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat lalu

dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai

bercak hitam sampai kecoklat-coklatan. Cara fisika yang dapat digunakan untuk

menampakkan bercak adalah dengan cara fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi

sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat

bercak akan terlihat jelas. Pada panjang gelombang 254 nm senyawa yang

berflouresensi adalah plat atau silica gel tersebut karena sesuai dengan silica yang

digunakan yaitu silica gel GF 254 artinya senyawa ini berflouresensi pada panjang

gelombang 254. Sedangkan panjang gelombang 366 nm senyawa yang

berflouresensi adalah analit itu sendiri.

4.4. Ekstraksi Cair-cair (Fraksinasi)

Ekstraksi cair-cair atau fraksinasi bertujuan untuk memisahkan analit yang

dituju dari penganggu dengan cara melakukan partisi sampel antar 2 pelarut yang

tidak saling campur. Senyawa-senyawa yang bersifat polar akan ditemukan di

30

Page 31: makalah fitokim

dalam fase air, sementara senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik/ non polar

akan masuk pada pelarut organik, dan senyawa-senyawa yang bersifat semipolar

akan larut kedalam pelarut semipolar.

Prinsip dari proses partisi yaitu digunakannya dua pelarut yang tidak

saling bercampur untuk melarutkan zat-zat yang ada dalam ekstrak. Ekstrak yang

digunakan dalam percobaan ini adalah ekstrak daun jati belanda. Pelarut yang

digunakan yaitu pelarut yang bersifat polar, semipolar dan nonpolar. Pada

pengerjaan awal, partisi dilakukan dengan menggunakan pelarut polar dan non

polar (n-heksan), kemudian pelarut polar dengan semipolar. Sesekali membuka

keran corong pisah untuk mengeluarkan udara dari hasil pengocokan. Dipisahkan

hingga terlihat adanya dua lapisan, dimana lapisan atas adalah lapisan n-heksan,

sedangkan lapisan bawah adalah lapisan air. Hal ini disebabkan karena air

memiliki massa jenis yang lebih besar daripada n-heksan.

Selanjutnya untuk lapisan ekstrak n-heksan ditampung dan diuapkan

sehingga di dapatkan ekstrak kering atau ekstrak kental. Sedangkan untuk lapisan

air, setelah dipartisi dengan menggunakan n-heksan, kemudian dilanjutkan dengan

menggunakan pelarut etil asetat, dengan melakukan proses yang sama dengan

seperti prosedur dengan n-heksan. Penggunaan air pada partisi cair yaitu sebagai

pelarut polar, etil asetat sebagai pelarut semipolar dan n-heksan digunakan sebagai

pelarut non polar.

Pada proses ecc ini akan didapatkan 2 fase yaitu fase diluen (rafinat) dan

fase solven (ekstraktan). Fase rafinat berisi residua tau sisa solute, sedangkan pada

fase ekstraktan berisi solute dan solven. Pemisahan zat-zat terlarut antara dua

pelarut yang tidak saling campur antara lain menggunakan corong pisah. Untuk

memakai corong ini, campuran dan dua fase pelarut dimasukkan ke dalam corong

dari atas dengan corong keran ditutup. Corong ini kemudian ditutup dan digoyang

dengan kuat untuk membuat dua fase larutan tercampur. Corong ini kemudian

dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang berlebihan. Corong

ini kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua fase berlangsung. Penyumbat

dan keran corong kemudian dibuka dan dua fase larutan ini dipisahkan dengan

mengontrol keran corong.

31

Page 32: makalah fitokim

Pada saat pencampuran terjadi perpindahan masa yaitu solute

meninggalkan pelarut yang pertama (rafinat) dan masuk ke dalam pelarut kedua

(ekstraktan). Sampel akan terpratisi/ terdistribusi ke dalam kedua pelarut

berdasarkan kepolarannya. Perbedaan konsentrasi solute diantara kedua pelarut

merupakan pendorong terjadinya ekstraksi.

Setelah didapat fraksi air, fraksi etil asetat dan fraksi n-heksan dilakukan

pemekatan dari masing-masing fraksi dengan menggunakan rotary evaporator

kecuali fraksi air karena titik didihnya yang tinggi dan sulit menguap. Maka dari

itu untuk fraksi air dipekatkan diatas penangas air. Dari semua fraksi akan di

dapat ekstrak kental dan dihitung rendemannya. Dari hasil pengamatan didapat

rendemennya yaitu fraksi air 36,6%, fraksi etil asetat 13,72%, fraksi n-heksan

19,42%.

Tabel 4.4. Hasil Pengamatan Ekstraksi Cair-Cair

Berat ekstrak 5 gram

Berat fraksi n-heksan 0,9712 gram

Berat fraksi etil asetat 0,6859 gram

Berat fraksi air 1,83 gram

Rendemen fraksi n-heksan 19,42%

Rendemen fraksi etil asetat 13,72%

Rendemen fraksi air 36,6%

4.5. Skrining Fitokimia Senyawa Target dan Pemantauan Fraksinasi

Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Skrining fitokimia senyawa target dan pemantauan fraksi menggunakan

metode kromatografi lapis tipis yang bertujuan ingin memantau fraksi dengan

didapat harga Rf senyawa yang dibandingkan dengan Rf secara teorinya.

Praktikum sebelumnya mengenai fraksinasi menggunakan pelarut yang berbeda

kepolaran yaitu fraksi polar (air), fraksi semipolar (etil asetat) dan fraksi non polar

(n-heksan) menghasilkan fraksi yang kental karena telah diuapkan pelarutnya.

32

Page 33: makalah fitokim

Fungsi skrining fitokimia kali ini adalah mencari senyawa target (flavonoid)

diantara ketiga fraksi tersebut. Sehingga pada tahap ini kita bisa mengetahui

golongan senyawa target (flavonoid) yang terkandung dalam tumbuhan yang

sedang kita uji/teliti terdapat pada fraksi yang mana. Selain itu bisa menentukan

metode yang akan digunakan selanjutnya dalam mengisolasi senyawa dalam

tumbuhan. Senyawa flavonoid di dapat hasil positif (+) pada fraksi etil asetat.

Dari hasil pengamatan didapat bahwa bercak dari sampel ekstrak daun jati

belanda ini terdapat pada fraksi etil asetat dan n-heksan sedangkan pada fraksi air

tidak ditemukan bercak. Hal ini dapat terjadi karena senyawa target tidak larut

pada pelarut polar yaitu air dan selain itu juga, senyawa yang bersifat polar tidak

dapat terelusi karena senyawa terjerap di fase diam yang bersifat polar, sehingga

tidak dapat naik mengikuti fase gerak yang bersifat non polar.

Tabel 4.5. Hasil Pengamatan Skrining Fitokimia Senyawa Target Dan

Pemantauan Fraksinasi Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Skrining Fitokimia Senyawa Target (Flavonoid)

Pengujian Hasil Keterangan

Flavonoid + Terbentuk warna merah

Pemantauan Fraksinasi

Fraksi Bercak Jarak Bercak

(cm)

Nilai Rf

Etil asetat 1 4,9 0,61

2 5,8 0,72

3 7,7 0,96

n-heksan 1 2,9 0,36

2 3,9 0,49

3 7,8 0,97

33

Page 34: makalah fitokim

4.6. Kromatografi Kolom dan Pemekatan

Subfraksinasi ini bertujuan untuk memisahkan senyawa yang tidak

dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa berkhasiat

yang diinginkan sehingga diperoleh sekstrak yang murni. Subfraksinasi dilakukan

dengan kromatografi kolom.

Tahap pertama yang dilakukan pada subfraksinasi ini adalah penyiapan

kolom. Penyiapan kolom dilakukan aktivasi silika gel sebelum dimasukan dalam

kolom dan juga memasukan glass wool dan pasir pantai kedalam kolom. Tujuan

dari penambahan glass wool dan pasir pantai yaitu untuk menyaring senyawa

yang sudah terpisah dan sebagai pencegah terjadinya penyumbatan. Selanjutnya

masukan silika gel yang sudah di aktivasi ke dalam kolom semampat mungkin

agar tidak terdapat udara lagi dalam kolom tersebut. Adanya udara dalam kolom

dapat menyebabkan terjadi breaking atau pecahnya silika gel saat proses elusi.

Setelah dimasukan silika gel dalam kolom, basahi silika gel dengan eluen

yang paling non polar yaitu n-hexan. Tujuannya agar pada saat proses elusi

berlangsung, eluen yang paling non polar hanya akan mengelusi senyawa yang

paling non polar. Dikhawatirkan dengan menggunakan eluen yang lebih polar saat

membasahi silika gel, dapat mempengaruhi proses elusi sehingga tidak terjadi

pemisahan.

Lalu dilakukan proses subfraksinasi dengan elusi gradien. Dimana eluen

yang digunakan memiliki kepolaran yang bertingkat. Digunakan eluen n-hexan

100% , n-hexan : etil asetat dengan perbandingan 9:1 , 8:2 , 7:3 , 6:4 , 1:1 , 4:6 ,

7:3 , 8:2 , dan 9:1 , Pada saat proses elusi berlangsung, akan terbentuk pita-pita

yang berasal dari senyawa-senyawa yang sudah terpisah. Tampung warna-warna

tersebut ke dalam vial-vial yang berbeda.

Setelah warna-warna tersebut ditampung, didapatkan efluat dengan

berbagai warna yaitu dari mulai tidak berwarna, kuning, hijau muda hingga hijau

pekat. Hal ini menunjukan bahwa telah terjadi pemisahan senyawa yang ditandai

dengan banyaknya pita yang terbentuk lalu ditampung. Berikut ini merupakan

tabel hasil subfraksinasi :

34

Page 35: makalah fitokim

Tabel 4.6. Hasil Subfraksinasi

ELUENWARNA EFLUAT

N-HEXAN ETIL ASETAT

10 0 Bening

9 1 Bening

8 2 Kuning muda

7 3 Hijau muda

6 4 Hijau pekat

5 5 Hijau pekat

4 6 Hijau pekat

3 7 Hijau pekat

2 8 Hijau pekat

1 9 Hijau pekat

4.7. Pemantauan Fraksi

Praktikum kali ini mengenai pemantauan subfraksinasi senyawa target

(Flavonoid) dengan metode KLT. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan

suatu metode pemisahan suatu senyawa berdasarkan adsorpsi desorpsi yang

terjadi terus menerus selama pemisahan kromatografi sehingga keadaannya

seimbang.

Fase gerak yang digunakan adalah kloroform : methanol : air dengan

perbandingan 40 : 10 : 1. Eluen yang digunakan dihomogenkan dan dijenuhkan

dalam chamber yang akan digunakan. Setelah proses elusi selesai, plat KLT

dilihat dibawah sinar UV untuk memastikan atau melihat sampel yang terelusi.

Dilakukan penyemprotan dengan penampak bercak universal yaitu H2SO4 dalam

metanol. H2SO4 ini dikatakan sebagai penampak bercak universal karena dapat

bereaksi dengan semua senyawa organik.

Berdasarkan hasil pengamatan fraksi yang mengahasilkan bercak yaitu

pada fraksi n-hexan:etil asetat dengan perbandingan 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9.

Dari setiap fraksi tersebut terdapat beberapa bercak yang tentunya memiliki nilai

Rf yang berbeda atau bervariasi. Hal ini menyatakan terdapat beberapa senyawa

35

Page 36: makalah fitokim

yang terelusi. Berdasarkan literatur, senyawa metabolit sekunder atau senyawa

target (flavonoid) jika dilihat dibawah sinar UV 366 nm berwarna hijau serta

memiliki nilai Rf 0,7 cm. Hal ini sesuai dengan hasil percobaan yaitu terlihat

bercak warna hijau yang diduga sebagai senyawa flavonoid serta memiliki nilai Rf

0,7 cm yang terdapat pada fraksi n-hexan:etil asetat.

Tabel 4.7. Hasil Pengamatan Nilai Rf Pemantauan Fraksi

Fraksi (n-heksan : etil asetat)

8 : 2 7 : 3 6 : 4 5 : 5 4 : 6 3 : 7 2 : 8 1 : 9

- - 0,79 0,79 0,58 0,21 0,21 0,23

- - 0,91 0.84 0,62 0,42 0,44 0,48

- - 0,97 0,87 0,64 0,52 0,52 0,57

- - - 0,9 0,69 0,58 0,57 0,63

- - - 0,94 0,73 0,6 0,61 0,67

- - - - 0,77 0,71 0,69 0,79

- - - - 0,84 0,77 0,77 0,85

- - - - 0,89 0,84 0,84 -

- - - - 0,93 0,93 0,93 -

4.8. Kromatografi Lapis Tipis Preparative (KLTP)

Pada Kromatografi Lapis Tipis Preparatif, fase diam yang digunakan lebih

tebal dibanding dengan KLT dengan tujuan agar senyawa yang terjerap pada fase

diam lebih banyak sehingga senyawa target yang didapatpun lebih banyak.

Berdasarkan sampel yang diperoleh pada praktikum pemantauan ekstrak

yang menyatakan bahwa senyawa target terdapat pada fraksi n-hexan:etil asetat

dengan perbandingan 4:6, 3:7, dan 2:8 sehingga semua perbandingan fraksi

tersebut disatukan dan diuji kembali pada praktikum ini (KLT Preparatif) untuk

memisahkan atau mengambil senyawa target yang tunggal, yaitu senyawa

flavonoid dengan nilai Rf 0,7 cm atau yang mendekatinya.

36

Page 37: makalah fitokim

Sampel yang ditotolkan pada plat KLTP berbeda dengan pada proses

KLT. Pada KLTP, sampel ditotolkan menyerupai garis horizontal sehingga spot

yang dihasilkan menyerupai pita juga sampel atau senyawa target yang dihasilkan

lebih banyak.

Berdasarkan hasil praktikum, setelah selesai proses elusi, plat dilihat

dibawah sinar UV-254 nm dan UV-366 nm. Hasil yang diperoleh terlihat banyak

spot yang menyatakan bahwa terdapat beberapa seyawa yang terelusi. Untuk

mengetahui senyawa target (flavonoid) dilakukan pengukuran dan perhitungan

nilai Rf. Nilai Rf untuk senyawa flavonoid adalah 0,7 cm dan spot yang

mendekati nilai Rf tersebut adalah 0,69 cm, sehingga spot tersebut dikerok dan

dilarutkan dalam kloroform:metanol:air yang selanjutnya disentrifuge. Tujuan

dilakukannya proses sentrifuge adalah untuk memisahkansilika gel dari pelarut

yang digunakan sehingga dalam pelarut tersebut hanya mengandung senyawa

target yang akan diuji pada proses pemurnian.

Tabel 4.8. Hasil Pengamatan Nilai Rf KLTP

Bercak Jarak tempuh (cm) Nilai Rf

1 5,5 0,69

2 5,9 0,73

3 6,1 0,76

4 6,6 0,82

5 6,9 0,85

6 7,1 0,89

7 7,4 0,92

4.9. Uji Kemurnian (KLT 2 Dimensi)

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk menguji kemurnian dari sampel,

metode yang digunakan adalah klt 2 dimensi yang tujuannya untuk meningkatkan

resolusi sampel ketika komponen-komponen solut mempunyai karakteristik kimia

yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama. Selain itu, 2 sistem fase

37

Page 38: makalah fitokim

gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran

tertentu sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang

mempunyai tingkat polaritas yang berbeda. Salah satu aplikasi untuk mengetahui

kemurnian senyawa hasil isolat dengan metode ini yaitu dengan mengelusi noda

pada  2 arah yang berbeda dan menggunakan eluen yang berbeda, isolat dikatakan

murni apabila noda yang dinampakkan adalah tunggal.

Sampel dari hasil KLTP yang telah dikerok dilarutkan ke dalam sedikit etil

asetat kemudian dikocok agar homogen. Setelah itu di sentrifuge. Sentrifugasi

adalah metode sedimentasi untuk memisahkan partikel-partikel dari suatu fluida

berdasarkan berat jenisnya dengan memberikan gaya sentripetal. Senyawa target

yaitu flavonoid akan larut dalam etil asetat sedangkan silica gel akan mengendap

karena tidak larut dalam etil asetat. Kemudian dilakukan dekantasi. Prinsip

dekantasi adalah perbedaan wujud zat dalam campuran, yaitu antara zat padat dan

zat cair sehingga dengan menggunakan teknik dekantasi, cairan dapat terpisah dari

campurannya.

Langkah yang dilakukan pada proses klt 2 dimensi, sampel ditotolkan

pada tepi kanan atau kiri lempeng lalu dikembangkan dengan satu sistem fase

gerak sehingga campuran terpisah menurut jalur yang sejajar dengan salah satu

sisi. Lempeng diangkat dan dikeringkan. Elusi dilakukan satu kali karena noda

atau bercak yang dihasilkan sudah murni atau bercaknya hanya ada satu.

Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah

dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet yang dipasang

panjang gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solut sebagai bercak

yang gelap atau bercak yang berfluoresensi terang pada dasar yang berfluoresensi

seragam. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat

berfluoresensi maka bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat

berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang berfluoresensi,

dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan

kelihatan berfluoresensi.

38

Page 39: makalah fitokim

Tabel 4.9 Hasil Pengamatan Nilai Rf KLT 2 Dimensi

Bercak Jarak Bercak (cm) Nilai Rf

1 2,1 0,7

4.10. Uji Karakterisasi

Daun jati belanda diketahui memiliki flavonoid kuersetin sebagai

kandungan utamanya. Golongan senyawa flavonoid dapat menyerap radiasi

elektromagnetik di daerah ultraviolet karena memiliki sistem aromatik sebagai

kromofor dan gugus hidroksil sebagai auksokrom, sehingga dapat dianalisis

dengan spektroskopi ultraviolet. Percobaan ini dilakukan untuk menetapkan

golongan senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun jati belanda. Analisis

kandungan flavonoid dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer

ultraviolet-tampak dengan pelarut etil asetat. Analisis kualitatif flavonoid dapat

dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Spektrum serapan

ultra violet dan serapan tampak merupakan cara tunggal yang paling bermanfaat

untuk mengidentifikasi struktur flavonoid. Flavonoid mengandung sistem

aromatis yang terkonjugasi dan dapat menunjukkan pita serapan kuat pada daerah

UV-Vis. Metode tersebut juga dapat digunakan untuk melakukan uji secara

kuantitatif untuk menentukan jumlah flavonoid yang terdapat dalam ekstrak

metanol juga dilakukan dengan spetrofotometer UV-Vis yaitu dengan mengukur

nilai absorbansinya. Absorbansi sebagai analisa kuantitatif dilakukan berdasarkan

Hukum Lambert-Beer.

Berdasarkan pengukuran pada Spektrofotometri UV-Vis dapat juga

diketahui jenis flavonoid yang terkandung dalam sampel tanaman obat daun jati

belanda. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan spektrum serapan maksimum

yang terlihat pada pengukuran spektrum flavonoid pada sampel yaitu pada 276

nm pada absorbansi 0,802 ini menandakan bahwa isolat yang dibaca positif

mengandung flavonol. Hal ini diperkuat oleh Markham (1988) bahwa rentang

serapan spektrum flavonol mempunyai panjang gelombang 250-280 nm.

39

Page 40: makalah fitokim

BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil dari semua percobaan yang terdiri dari skrining

fitokimia, ECP, pemantauan ekstrak, ECC, pemantauan fraksinasi dengan

KLT, kromatografi kolom, KLTP, KLT 2 dimensi, dan spektrofotometri

UV-Vis dapat dinyatakan bahwa dalam daun jati belanda terdapat

golongan senyawa flavonoid. Setelah di uji karakterisasi dengan

spektrofotometri UV-VIS didapat hasil panjang gelombang 276 nm

dengan absorbansi 0,802 yang merupakan golongan flavonol senyawa

kuersetin.

5.2. Saran

Saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan,

sehingga penyusunan laporan untuk kedepannya dapat menjadi lebih baik.

40

Page 41: makalah fitokim

DAFTAR PUSTAKA

Daniel. (2010). Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Fraksi Etil

Asetat Dari Daun Tumbuhan Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav).

(Online). Vol 9. No 1. http://fmipa.unmul.ac.id/pdf/164 : Diakses 02

Februari 2015.

Harborne. J.B.,(1987). Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan , Terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso. Bandung : ITB

Press

Neldawati.et.al. (2013). Analisis Nilai Absorbansi dalam Penentuan Kadar

Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. (Online). Vol.2.

http://www. ejournal.unp.ac.id/students/index.php/fis/article . Diakses 02

Februari 2015.

Teyler.V.E.et.al.1988. Pharmacognosy Edition 9th. Phiadelphia : Lea & Febiger

41