Upload
rifki-muhammad-iqbal
View
259
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gregor Jhoann Mendel, adalah seorang biologiawan berasal dari Austria. Ia
menggeluti di bidang Biologi, khususnya mengenai hireditas yang dikenal oleh
seluruh dunia dengan nama Hukum Mendel.
Hukum Mendel merupakan hukum hireditas yang menjelaskan prinsip-prinsip
penurunan sifat pada suatu organisme. Sebelum menjadi suatu hukum, banyak ahli
yang belum mengakui pendapat Mendel mengenai teori hireditas. Kemudian pada
tahun 1900, teori mendel dikemukakan terpisah oleh Von Tscermak, de Vries, dan
Corren. Kemudian para ahli Biologi mengakui kebenaran teori Mendel. Bahwa
terdapat factor penentu sifat-sifat organism yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi lainnya.
Dari penjabaran di atas, maka kami akan membahas hukum mendel 1 dan
hukum mendel 2 serta penyimpangan dari teori mendel di makalah kami ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa permasalah yang
akan coba dibahas dalam makalah, yaitu :
1. Bagaimanakah hukum mendel 1?
2. Bagaimanakah hukum mendel 2?
3. Bagaimana penyimpangan teori Mendel?
1.3 Metode Penulisan
Metode penulisan yang kami gunakan adalah mencari referensi dari berbagai
buku yang berkaitan dengan Hukum mendel. Selain mencari referensi dari buku, kami
mencari referensi dari internet.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi penugasan dari dosen
kami Ibu Rusmilawati, SKM, MPH pada mata kuliah Biologi Reproduksi. Selain itu,
tujuan kami adalah memahami bagaimana penurunan sifat menurut mendel dan
penyimpangan-penyimpangan dari teori mendel.
1
1.5 Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis
Manfaat bagi penulis adalah paham mengenai persilangan-persilangan
menurut teori Mendel, serta penyimpangan-penyimpangan teori mendel.
2. Bagi mahasiwa
Manfaat bagi mahasiswa adalah dapat menjadikan makalah ini sebagai
refrensi untuk menunjang proses perkuliahan di bidang Biologi
Reproduksi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hukum Mendel I
2.1.1. Penelitian Mendel
Dalam penelitiannya selama 8 tahun (1856-1863) Mendel menggunakan tanaman
kapri atau ercis (pisum sativum). Ia memilih menggunakan tanaman ini karena terdapat
berbagai sifat yang menguntungkan, yaitu:
1. Tanaman kapri dapat mengadakan penyerbukan sendiri dan dapat disilangkan.
2. Memiliki beberapa bagian yang dapat memperlihatkan sifat yang kontras, yaitu:
a. Ukuran tanaman (tinggi lawan rendah)
b. Batang tanaman (bunga sepanjang batang lawan bunga di ujung batang)
c. Buah polong yang ;
- Penuh lawan berlekuk
- Kuning lawan hijau
d. Biji yang :
- Bulat lawan berlekuk
- Kuning lawan hijau
- Kulit biji putih (berasal dari bunga putih) lawan kulit biji abu-abu (berasal dari
bunga ungu)
Semua sifat yang disebut di depan adalah dominan (mengalahkan) terhadap sifat di
belakang disebut sifat resesif (dikalahkan). Mendel dapat member beberapa kesimpulan yang
penting dari hasil penelitiannya, yaitu:
Hibrid ialah hasil persilangan dua individu dengan tanda beda. Memiliki sifat yang
mirip dengan induknya dan setiap hibrid mempunyai sifat yang sama dengan hibrid
yang lain dari spesies yang sama.
Karakter (sifat) dari keturunan suatu hibrit selalu timbul kembali secara teratur dan
inilah yang memberi petunjuk kepada Mendel bahwa tentu ada faktor-faktor tertentu
yang mengambil peranan dalam pemindahan sifat dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
3
Mendel merasa bahwa apabila “faktor-faktor keturunan” itu mengikuti distribusi yang
logis, maka suatu hukum atau pola akan dapat diketahui dengan cara mengadakan
banyak persilangan dan menghitung bentuk-bentuk yang berbeda seperti yang tampak
dalam keturunan.
2.1.2. Terminologi
Untuk mengerti jalannya penelitian Mendel perlu dikenal beberapa istilah,
seperti:
1. P = singkatan dari kata parental, yang berarti induk
2. F = singkatan dari kata filial, yang berarti keturunan Ada F1 (keturunan pertama), F2, F3,
F4, dan seterusnya.
3. Fenotip = karakter (sifat) yang dapat kita amati (bentuk, ukuran, warna, golongan darah
dan sebagainya)
4. Genotif = susunan genetic suatu individu (jadi sesuatu yang tidak dapat diamati)
5. Simbol untuk suatu gen (istilah pengganti untuk “factor keturunan”) dikemukakan
dengan sebuah huruf yang biasanya merupakan huruf pertama dari suatu sifat. Misalnya:
R = gen yang menyebabkan warna merah (“Rubra”)
r = gen yang menyebabkan warna putih (“alba”)
merah adalah dominan terhadap putih, karena itu diberi symbol dengan
huruf besar. Yang resesif diberi symbol dengan huruf kecil.
6. Genotif suatu individu diberi symbol dengan huruf dobel, karena individu itu umumnya
diploid. Misalnya:
- RR = genotip untuk tanaman berwarna merah
- rr = genotip untuk tanaman berwarna putih
7. Homozigotik = sifat suatu individu yang genotipnya terdiri dari gen-gen yang sama dari
tiap jenis gen (misalnya RR, rr, AA, AABB, aabb, dan sebagainya)
8. Alel = anggota dari sepasang gen, misalnya:
R = gen untuk warna bunga merah
r = gen untuk warna bunga putih
T = gen untuk tanaman tinggi
t = gen untuk tanamaan rendah
R dan r satu sama lain merupakan alel, tetapi R dan t bukan alel.
4
9. ♂= symbol untuk jenis kelamin jantan/ pria
♀= symbol untuk jenis kelamin betina/ wanita.
2.1.3. Bunyi Hukum Mendel I
Hukum Mendel I : Pemisahan gen sealel. Dalam bahasa Inggris disebut “Segregation
of alLelic genes”. Peristiwa pemisahan alel ini terlihat ketika pembuatan gamet individu yang
memilki genotip heterozigot, sehingga tiap gamet mengandung salah satu alel itu. Hokum ini
disebut juga hokum segregasi. Berdasarkan percobaan menyilang dua individu yang memiliki
satu karakter berbeda: monohybrid.
Persilangan Monohibrid
Mendel mengambil serbuk sari dari bunga tanaman yang bijinya berlekuk dan
diserbukkan pada putik dari bunga tanaman yang bijinya bulat. Semua keturunan F1 yang
berupa suatu hybrid berbentuk tanaman yang bijinya bulat. Ketika menyilangkan tanam-
tanaman F1 didapatkan keturunan F2 yang memperlihatkan perbandingan fenotip kira-kira 3
biji bulat : 1 biji berlekuk.
P ♀ Genotip: BB >< ♂ Genotip: Bb
Fenotip: Bulat
(homozigotik)
Fenotip: Berkerut
(homozigotik)
F1 Genotip: Bb
Fenotip: Semua bulat
(heterozigotik
)
F1 >< F1 : ♀ Genotip: Bb >< ♂ Genotip: Bb
Fenotip: Bulat
(heterozigotik)
Fenotip: Bulat
(heterozigotik)
5
F2
Gambar 1. Diagram persilangan monohobrid (Bb >< Bb). Cara mencari keturunan F2
dengan menggunakan kotak-kotak yang disebut metode punnett, yaitu nama seorang
biologiwan reginald punnett yang menemukannya. Karena gen dominan B
memperlihatkan dominansi sepenuhnya, maka persilangan monohybrid menghasilkan
keturunan F2 dengan perbandingan fenotip 3:1.
Berhubung dengan itu prinsip ini dirumuskan sebagai hukum 1 dari mendel yang
dikenal dengan nama “The Law of Segregation of Allelic Genes” (Hukum pemisahan gen
yang sealel).
Persilangan Resiprok
Persilangan resiprok (persilangan kebalikan) ialah persilangan yang merupakan
kebalikan dari persilangan yang semula dilakukan. Sebagai contoh dapat digunakan
percobaan Mendel lainnnya.
H = gen yang menentukan buah polong berwarna hijau
h = gen yang menentukan buah polong berwarna kuning
Mula-mula serbuk sari dari bunga pada tanaman berbuah polong hijau diserbukkan pada
putik bunga pada tanaman berbuah polong kuning. Pada persilangan berikutnya cara tersebut
di atas dibalik. Dari kedua macam persilangan tersebut ternyata didapatkan keturunan F1
maupun F2 yang sama.
6
♀ ♂ B B
B BB
1 bulat
Bb
2 bulat
B Bb
3 bulat
Bb
4 berkerut
P ♀ Hh
Kuning
>< ♂ HH
Hijau
F1 Hh
Hijau
F2 HH = Polong hijau
Hh= Polong hijau
Hh= Polong hijau
hh= Polong kuning
Gambar 2. Persilangan resiprok menghasilkan keturunan yang sama baik
F1 maupun F2
Persilangan Kembali (“Backcross”)
Persilangan kembali ialah persilangan antara hybrid F1 dengan induknya jantan atau
betina. Ambillah sebagai contoh marmot.
B = gen untuk warna hitam
b = gen untuk warna putih
Marmot jantan hitam homozigotik BB dikawinkan dengan marmot betina putih
homozigotik bb menghasilkan keturunan F1 seragam, yaitu Bb berwarna hitam. Jka marmot
F1 disilangkan kembali dengan induk jantan (hitam homozigotik), maka semua marmot F2
berwarna hitam, meskipun genotipnya berbeda.
P ♂ BB
Hitam
>< ♀ Bb
putih
F1 Bb
Hitam
“Backcross” ♂ Bb
Hitam
>< ♀ Bb
Hitam
7
Gambar 3. Persilangan kembali antara hybrid F1 dengan induk jantan yang
homozigotik yang dominan
Uji silang (“Testcross”)
Uji silang ialah persilangan antara hybrid F1 dengan individu yang homozigotik
resesif. Jika digunakan induk seperti pada contoh di bawah, hybrid F1 disilangkan dengan
induk betina (homozigotik resesif).
Uji silang pada monohybrid ini menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip
maupun genotip sebagai 1:1. Jadi ujisilang itu dapat merupakan suatu “backcross”, akan
tetapi “backcross” belum tentu ujisilang.
P ♂ BB
Hitam
>< ♀ Bb
Putih
F1 Bb
hitam
Ujisilang: ♂ Bb
Hitam
>< ♀ Bb
putih
Gambar 4. Ujisilang monohybrid menghasilkan keturunan dengan
perbandingan fenotip 1:1
8
♀ ♂ B
B BB
Hitam
B Bb
Hitam
♀ ♂ B b
B
Bb
hitam
50%
bb
putih
50%
Persilangan ini diberi nama ujisilang karena cara ini biasanya dilakukan untuk menguji,
apakah suatu individu itu homozigotik ataukah heterozigotik. Sebab jika suatu individu itu
homozigotik hitam (BB), maka persilangan dengan dobel resesfi putih (bb) akan dihasilkan
keturunan yang semuanya hitam. Tetapi jika keturunannya memisah dengan perbandingan
50% hitam : 50% putih, maka dapat diambil kesimpulan bahwa individu yang hitam itu
adalah heterozogotik.
2.2 Hukum Mendel 2
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau
lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan
sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling
mempengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan misalnya tinggi tanaman
dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling mempengaruhi.
Seperti nampak pada gambar 1, induk jantan (tingkat 1) mempunyai genotipe ww
(secara fenotipe berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe RR (secara fenotipe
berwarna merah).
Gambar 5
Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan persilangan dari genotipe
induk jantan dan induk betinanya, sehingga membentuk 4 individu baru (semuanya
bergenotipe wR). Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari keturuan pertama ini akan
membentuk indidividu pada keturunan berikutnya (tingkat 3 pada gambar) dengan gamet R
9
dan w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan gamet R dan w pada baris atas (induk betina
tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet ini akan membentuk 4 kemungkinan individu seperti
nampak pada papan catur pada tingkat 3 dengan genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww. Jadi pada
tingkat 3 ini perbandingan genotipe RR , (berwarna merah) Rw (juga berwarna merah) dan
ww (berwarna putih) adalah 1:2:1. Secara fenotipe perbandingan individu merah dan individu
putih adalah 3:1.
Kalau contoh pada gambar 1 merupakan kombinasi dari induk dengan satu sifat dominan
(berupa warna), maka contoh ke-2 menggambarkan induk-induk dengan 2 macam sifat
dominan: bentuk buntut dan warna kulit. Persilangan dari induk dengan satu sifat dominan
disebut monohibrid, sedang persilangan dari induk-induk dengan dua sifat dominan dikenal
sebagai dihibrid, dan seterusnya.
Pada gambar 2, sifat dominannya adalah bentuk buntut (pendek dengan genotipe SS dan
panjang dengan genotipe ss) serta warna kulit (putih dengan genotipe bb dan coklat dengan
genotipe BB). Gamet induk jantan yang terbentuk adalah Sb dan Sb, sementara gamet induk
betinanya adalah sB dan sB (nampak pada huruf di bawah kotak). Lihat ganbar 2
Gambar 6
Kombinasi gamet ini akan membentuk 4 individu pada tingkat F1 dengan
genotipe SsBb (semua sama). Jika keturunan F1 ini kemudian dikawinkan lagi, maka akan
membentuk individu keturunan F2. Gamet F1nya nampak pada sisi kiri dan baris atas pada
papan catur. Hasil individu yang terbentuk pada tingkat F2 mempunyai 16 macam
kemungkinan dengan 2 bentuk buntut: pendek (jika genotipenya SS atau Ss) dan panjang
10
(jika genotipenya ss); dan 2 macam warna kulit: coklat (jika genotipenya BB atau Bb) dan
putih (jika genotipenya bb). Perbandingan hasil warna coklat:putih adalah 12:4, sedang
perbandingan hasil bentuk buntut pendek:panjang adalah 12:4. Perbandingan detail mengenai
genotipe SSBB:SSBb:SsBB:SsBb: SSbb:Ssbb:ssBB:ssBb: ssbb adalah 1:2:2:4: 1:2:1:2: 1.
2.3 Penyimpangan Pada Hukum Mendel
Penyimpangan semu hukum Mendell merupakan bentuk persilangan yang
menghasilkan rasio fenotif yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendell.
Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotif yang diperoleh merupakan modifikasi
dari penjumlahan rasio fenotif hukum Mendel semula.
Macam penyimpangan hukum Mendell adalah sebagai berikut:
1. Polimeri
Polimeri adalah suatu gejala dimana terdapat banyak gen bukan alel tetapi
mempengaruhi karakter/sifat yang sama. Polimeri memiliki ciri: makin banyak gen dominan,
maka sifat karakternya makin kuat.
Contoh: persilangan antara gandum berkulit merah dengan gandum berkulit putih
P : gandum berkulit merah x gandum berkulit putih
M1M1M2M2 m1m1m2m2
F1 : M1m1M2m2
merah muda
P2 : M1m1M2m2 x M1m1M2m2
11
F2 : 9 M1- M2 - : merah – merah tua sekali
3 M1- m2m2 : merah muda – merah tua
3 m1m1M2 - : merah muda – merah tua
1 m1m1m2m2 : putih
Dari contoh di atas diketahui bahwa gen M1 dan M2 bukan alel, tetapi sama-sama
berpengaruh terhadap warna merah gandum.
Semakin banyak gen dominan, maka semakin merah warna gandum.
o 4M = merah tua sekali
o 3M = merah tua
o 2M = merah
o M = merah muda
o m = putih
Bila disamaratakan antara yang berwarna merah dengan yang berwarna putih, diperoleh:
Rasio fenotif F2 merah : putih = 15 : 1
2. Kriptomeri
Kriptomeri merupakan suatu peristiwa dimana suatu faktor tidak tampak pengaruhnya
bila berdiri sendiri, tetapi baru tampak pengaruhnya bila ada faktor lain yang menyertainya.
Kriptomeri memiliki ciri khas: ada karakter baru muncul bila ada 2 gen dominan bukan alel
berada bersama.
12
Contoh: persilangan Linaria maroccana
A : ada anthosianin B : protoplasma basa
a : tak ada anthosianin b : protoplasma tidak basa
P : merah x putih
AAbb aaBB
F1 : AaBb = ungu - warna ungu muncul karena A dan B berada bersama
P2 : AaBb x AaBb
F2 : 9 A-B- : ungu
3 A-bb : merah
3 aaB- : putih
1 aabb : putih
Rasio fenotif F2 ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4
3. Epistasis-Hipostasis
Epistasis-hipostasis merupakan suatu peristiwa dimana suatu gen dominan menutupi
pengaruh gen dominan lain yang bukan alelnya. Gen yang menutupi disebut epistasis, dan
yang ditutupi disebut hipostasis.
13
Contoh: persilangan antara jagung berkulit hitam dengan jagung berkulit kuning.
P : hitam x kuning
HHkk hhKK
F1 : HhKh = hitam
Perhatikan bahwa H dan K berada bersama dan keduanya dominan. Tetapi karakter
yang muncul adalah hitam. Ini berarti hitam epistasis (menutupi) terhadap kuning/kuning
hipostasis (ditutupi) terhadap hitam.
P2 : HhKk x HhKk
F2 : 9 H-K- : hitam
3 H-kk : hitam
3 hhK- : kuning
1 hhkk : putih
Rasio fenotif F2 hitam : kuning : putih = 12 : 3 : 1
4. Komplementer
Komplementer merupakan bentuk kerjasama dua gen dominan yang saling
melengkapi untuk memunculkan suatu karakter.
Contoh: perkawinan antara dua orang yang sama-sama bisu tuli
P : bisu tuli x bisu tuli
DDee ddEE
F1 : DdEe = normal
14
D dan E berada bersama bekerjasama memunculkan karakter normal. Bila hanya memiliki
salah satu gen dominan D atau E saja, karakter yang muncul adalah bisu tuli.
P2 : DdEe X DdEe
F2 : 9 D-E- : normal
3 D-uu : bisu tuli
3 ppE- : bisu tuli
1 ppuu : bisu tuli
Rasio fenotif F2 normal : bisu tuli = 9 : 7
5. Interaksi alel
Interaksi alel merupakan suatu peristiwa dimana muncul suatu karakter akibat
interaksi antar gen dominan maupun antar gen resesif.
Contoh: mengenai pial/jengger pada ayam
R-pp : pial Ros/Gerigi rrP- : pial Pea/Biji
15
R-P- : pial Walnut/Sumpel rrpp : pial Single/Bilah
P : Ros x Pea
R-pp rrP-
F1 : RrPp Walnut
P2 : RrPp X RrPp
F2 : 9 R-P- : Walnut
3 R-pp : Ros
3 rrP- : Pea
1 rrpp : Single
Pada contoh di atas ada 2 karakter baru muncul:
Walnut : muncul karena interaksi 2 gen dominan
Singel : muncul karena interaksi 2 gen resesif
Rasio fenotif F2 Walnut : Ros : Pea : Single = 9 : 3 : 3 : 1
BAB III
PENUTUP
16
3.1 Kesimpulan
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme,
yang kita kenal dengan hukum segregasi dan hukum asortasi bebas, yang telah di jabarkan
oleh Gregor Johann Mendel . Mendel mengatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel
kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga
tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya sebagaimana bunyi hukum mendel I, Secara
garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok:
a. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter turunannya.
b. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan dan satu dari tetua betina.
c. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda, alel akan selalu terekspresikan.
Alel resesif yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet yang
dibentuk pada turunannya.
Dan bunyi hukum mendel II, menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua
pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung
pada pasangan sifat yang lain.
Hukum keturunan merupakan penambah penting buat pengetahuan manusia, dan
pengetahuan kita tentang genetika mungkin akan lebih dapat dipraktekkan di masa depan
daripada sebelumnya.
17