16
Makalah Geografi “Bencana Alam, Kebakaran Hutan di Riau” Disusun oleh Shinta Dwi Suci Ramdani Kelas X MIPA 1 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sumber

Makalah Geografi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Geografi

Citation preview

Page 1: Makalah Geografi

Makalah Geografi

“Bencana Alam, Kebakaran Hutan di Riau”

Disusun oleh

Shinta Dwi Suci Ramdani

Kelas X MIPA 1

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sumber

Cirebon

2015

Page 2: Makalah Geografi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas di

dunia setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia

karena dilihat dari manfaatnya hutan adalah sebagai paru-paru dunia, pengatur aliran air,

pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah. Selain itu, hutan dapat

memberikan manfaat ekonomis sebagai penyumbang devisa bagi kelangsungan

pembangunan di Indonesia. Hutan yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal

dengan memperhatikan aspek kelestarian kini telah mengalami kerusakan yang cukup

mencenangkan.

Penyebab utama kerusakan hutan adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan terjadi

karena kemarau yang ekstrim dan karena manusia yang mengubah hutan untuk perkebunan

dan pertanian. Selain itu, kebakaran didukung oleh pemanasan global yang memberikan

kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutan.

Propinsi Riau berpotensi rawan bencana alam, seperti banjir, abrasi, longsor, kebakaran

hutan, gempa tektonik dan vulkanik dan lain-lain. Bencana alam kebakaran hutan dan lahan

(gambut) bukan saja berakibat kepada menurunnya kualitas udara di Provinsi Riau yang

buruk, sehingga berdampak kepada kesehatan, juga telah mengganggu penerbangan serta

hubungan baik dengan negara tetangga. Asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Provinsi

Riau telah mencapai Singapura dan Malaysia. Oleh karena itu, upaya meminimalisir

kebakaran hutan dan lahan perlu menjadi prioritas penangan bencana di Provinsi Riau.

Selama periode 2009 – 2013, jumlah titik api yang terjadi di Provinsi Riau meningkat.

Pada tahun 2009, konsentrasi titik api berada di Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis dan

Pelalawan. Pada tahun 2012 dan 2013 titik api di tiga kabupaten relatif tidak berkurang, dua

kabupaten lainnya, yaitu Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir jumlah titik api cenderung

meningkat. Pada tahun 2014 (Januari-Maret), titik api di Riau berjumlah ribuan, sehingga

menjadikan Riau Bencana Asap, sehingga menyebabkan kerugian yang besar dari segala

aspek, baik materi maupun non materi yang secara nyata dapat dilihat dari aspek lingkungan

dan kesehatan.

Page 3: Makalah Geografi

1.2 Identifikasi Masalah

1. Mengetahui pengertian hutan dan manfaatnya

2. Mengetahui pengertian kebakaran hutan dan penyebabnya

3. Mengetahui keterkaitan kebakaran hutan dengan geografi Riau

4. Mengetahui dampak kebakaran hutan

5. Mengetahui pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan

Page 4: Makalah Geografi

BAB II

ISI

2.1 Pengertian Hutan

Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam

hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan). Sedangkan menurut Ensiklopedia Indonesia, hutan adalah suatu areal yang

dikelola untuk produksi kayu dan hasil hutan lainnya dipelihara bagi keuntungan tidak

langsung atau dapat pula bahwa hutan sekumpulan tumbuhan yang tumbuh bersama. Manfaat

hutan antara lain, sebagai kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi, sebagai paru-paru

dunia, sebagai pengatur aliran air, pencegah erosi dan banjir serta menjaga kesuburan tanah

2.2 Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat

memusnahkan rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya. Istilah kebakaran hutan di

dalam Ensiklopedia Kehutanan Indonesia disebut juga Api Hutan. Api Hutan adalah api liar

yang terjadi di dalam hutan yang membakar sebagian atau seluruh komponen hutan. Dikenal

ada 3 macam kebakaran hutan yang dapat dijelaskan sebagai berikut

a. Api Permukaan atau Kebakaran Permukaan, yaitu kebakaran yang terjadi pada lantai

hutan dan membakar seresah, kayu-kayu kering dan tanaman bawah. Sifat api

permukaan cepat merambat, nyalanya besar dan panas, namun cepat padam. Dalam

kenyataannya semua tipe kebakaran berasal dari api permukaan.

b. Api Tajuk atau Kebakaran Tajuk, yaitu kebakaran yang membakar seluruh tajuk

tanaman pokok terutama pada jenis-jenis hutan yang daunnya mudah terbakar. Apabila

tajuk hutan cukup rapat, maka api yang terjadi cepat merambat dari satu tajuk ke tajuk

yang lain. Hal ini tidak terjadi apabila tajuk-tajuk pohon penyusun tidak saling

bersentuhan.

c. Api Tanah adalah api yang membakar lapisan organik yang dibawah lantai hutan. Oleh

karena sedikit udara dan bahan organik ini, kebakaran yang terjadi tidak ditandai

dengan adanya nyala api. Penyebaran api juga sangat lambat, bahan api tertahan dalam

waktu yang lama pada suatu tempat.

Page 5: Makalah Geografi

Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar yang sama tetapi

mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran indentik dengan kejadian yang tidak disengaja

sedangkan pembakaran identik dengan kejadian yang sengaja diinginkan tetapi tindakan

pembakaran dapat juga menimbulkan terjadinya suatu kebakaran.

Kebakaran-kebakaran yang sering terjadi digeneralisasi sebagai kebakaran hutan,

padahal sebagian besar (99,9%) kebakaran tersebut adalah pembakaran yang sengaja

dilakukan maupun akibat kelalaian, baik oleh peladang berpindah ataupun oleh pelaku binis

kehutanan atau perkebunan, sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir, larva

gunung berapi). Pembakaran selain dianggap mudah dan murah juga menghasilkan bahan

mineral yang siap diserap oleh tumbuhan. Banyaknya jumlah bahan bakar yang dibakar di

atas lahan akhirnya akan menyebabkan asap tebal dan kerusakan lingkungan yang luas.

Kebakaran hutan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut

a. Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang panjang.

b. Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok sembarangan dan lupa

mematikan api di perkemahan.

c. Aktivitas vulkanis, seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung

berapi.

d. Tindakan yang disengaja seperti untuk membersihkan lahan pertanian atau membuka

lahan pertanian baru dan tindakan vandalisme.

e. Kebakaran di bawah tanahm pada daerah tanah gambut yang dapat menyulut

kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau.

Page 6: Makalah Geografi

2.3 Kebakaran Hutan dan Geografi Riau

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Pekanbaru mengatakan ada 186

titik panas yang terdeteksi, yaitu di wilayah Pelalawan (60 titik), Siak (11), Indragiri Hilir

(45), Indragiri Hulu (54), Dumai (6), Bengkalis (5), Siak (11), Kampar (3). Dari 186 titik

panas itu, yang diindikasikan ada api, yaitu di Bengkalis (3), Dumai (4), Pelalawan (40),

Kampar (2), Siak (9), Indragiri Hilir (33), dan Indragiri Hulu (47). Ancaman kebakaran hutan

semakin meningkat karena cuaca wilayah Provinsi Riau kering.

Beberapa wilayah Indonesia terkena hujan, termasuk Sumatera Selatan, Jawa bagian

Barat, dan sebagian wilayah Kalimantan. Namun, ketika wilayah-wilayah itu hujan, wilayah

Riau justru kering. Bahkan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan

kekeringan bertambah pada bulan Agustus. Sehingga potensi kebakaran hutan di Riau akan

meningkat. Luas cakupan wilayah yang dilanda kebakaran sekitar 240 hektare lahan yang

dilalap api. Sejauh ini, upaya pemadaman masih berlangsung.

Page 7: Makalah Geografi

Pada 6 Mei 2015, Beritasatu.com mengabarkan bahwa sebanyak 169 desa di 40

kecamatan dan delapan kabupaten atau kota di Riau rawan kebakaran hutan karena faktor

iklim, kondisi geografis, tata ruang, dan sosial ekonomi. Kepala Badan Lingkungan Hidup

Provinsi Riau, Yulwiriati Moesa, dalam acara diskusi terbatas di Pekanbaru menyebutkan,

kedelapan kabupaten/kota tersebut adalah Siak, Rokan Hilir, Kepulauan Meranti, Bengkalis,

Indragiri Hilir, Dumai, Indragiri Hulu, dan Pelalawan.

Faktor pemicu kebakaran hutan dan lahan dari faktor iklim dan kondisi geografis

adalah dominasi lahan gambut seluas 5,7 juta hektare atau 56,1 persen total gambut di

Sumatera, cuaca ekstrim akibat curah rendah dan suhu tinggi, adanya kanalisasi lahan gambut

berlebihan, serta pola pemukiman dan pembukaan lahan pertanian yang sporadis. Sedangkan

faktor pemicu dari aspek tata ruang dan sosial ekonomi adalah belum ditetapkannya RT dan

RW di Provinsi Riau, pembukaan lahan pertanian oleh masyarakat dan perusahaan dengan

membakar hutan, serta pesatnya usaha perkebunan kelapa sawit.

Dampak dari kebakaran hutan itu adalah berkurangnya sumber daya hutan dan lahan

gambut, menurunnya kesuburan tanah, menurunnya keanekaragaman hayati, memburuknya

kualitas udara, serta terjadinya gangguan kesehatan khususnya masalah

pernapasan.Selanjutnya, terganggunya aktivitas sosial dan perekonomian, transportasi, serta

belajar mengajar dan berpotensi mengganggu hubungan bilateral dengan negara tetangga

karena polusi asap lintas batas.

Untuk mengatasi kebakaran hutan, pemerintah daerah Provinsi Riau telah menerapkan

beberapa upaya pengendalian kebakaran hutan, di antaranya pembentukan dan pembinaan

kapasitas pusdalarhutla, instruksi gubernur untuk pengendalian kebakaran hutan, maklumat

Gubernur, Kajati, Kapolda dan Dandem, komitmen 12 wali kota/bupati se-Provinsi Riau,

serta penerapan posko siaga darurat bencana asap.

2.4 Dampak Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu lingkungan

dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan dunia. Dampak

kebakaran hutan terhadap lingkungan biologis, yaitu segala sesuatu di sekitar manusia yang

berupa organisme hidup selain dari manusia itu sendiri seperti hewan, tumbuhan, dan

decomposer.

Page 8: Makalah Geografi

Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak kesimbangan alam

sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu,

terbakarnya hutan akan membuat hilangnya sejumlah spesies; selain membakar aneka flora,

kebakaran hutan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Berbagai spesies

endemik (tumbuhan maupun hewan) terancam punah akibat kebakaran hutan. Selain itu,

kebakaran hutan dapat mengakibatkan terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik

karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat. Kebakaran juga dapat menyebabkan

banyak spesies endemik/khas di suatu daerah turut punah sebelum sempat dikenali/diteliti.

Kebakaran hutan akan mengakibatkan banyak binatang akan kehilangan tempat

tinggal yang digunakan untuk berlindung serta tempat untuk mencari makan. Dengan

demikian, hewan yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan baru setelah terjadinya

kebakaran tersebut akan mengalami penurunan jumlah bahkan dapat mengalami kepunahan.

Sementara itu, kehidupan tumbuhan berhubungan erat dengan hutan yang merupakan tempat

hidupnya. Kebakaran hutan dapat mengakibatkan berkurangnya vegetasi tertentu. Terjadinya

kebakaran hutan akan menghilangkan vegetasi di atas tanah, sehingga apabila terjadi hujan

maka hujan akan langsung mengenai permukaan atas tanah, sehingga mendapatkan energi

pukulan hujan lebih besar, karena tidak lagi tertahan oleh vegetasi penutup tanah. Kondisi ini

akan menyebabkan rusaknya struktur tanah

Kebakaran hutan membawa dampak yang besar pada keanekaragaman hayati. Hutan

yang terbakar berat akan sulit dipulihkan karena struktur tanahnya mengalami kerusakan.

Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan

tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana

banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir

tersebut juga sulit diperhitungkan.

Kebakaran hutan dapat membunuh organisme (makroorganisme dan mikroorganisme)

tanah yang bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah. Makroorganisme tanah

misalnya: cacing tanah yang dapat meningkatkan aerasi dan drainase tanah, dan

mikroorganisme tanah, misalnya mikoriza (jamur) yang dapat meningkatkan ketersediaan

unsur hara P, Zn, Cu, Ca, Mg, dan Fe akan terbunuh. Selain itu, bakteri penambat (fiksasi)

nitrogen pada bintil-bintil akar tumbuhan Leguminosae juga akan mati sehingga laju fiksasi

ntrogen akan menurun. Mikroorganisme, seperti bakteri dekomposer yang ada pada lapisan

serasah saat kebakaran pasti akan mati. Dengan temperatur yang melebihi normal akan

Page 9: Makalah Geografi

membuat mikroorganisma mati, karena sebagian besar mikroorganisma tanah memiliki

adaptasi suhu yang sempit. Namun demikian, apabila mikroorganisme tanah tersebut mampu

bertahan hidup, maka ancaman berikutnya adalah terjadinya perubahan iklim mikro yang

juga dapat membunuhnya. Dengan terbunuhnya mikroorganisme tanah dan dekomposer

seperti telah dijelaskan di atas, maka akan mengakibatkan proses humifikasi dan dekomposisi

menjadi terhenti.

Kebakaran hutan biasanya menimbulkan dampak langsung terhadap kematian populasi

dan organisme tanah serta dampak yang lebih signifikan lagi yaitu merusak habitat dari

organisme itu sendiri. Perubahan suhu tanah dan hilangnya lapisan serasah, juga bisa

menyebabkan perubahan terhadap karakteristik habitat dan iklim mikro. Kebakaran hutan

menyebabkan bahan makanan untuk organisme menjadi sedikit, kebanyakan organisme tanah

mudah mati oleh api dan hal itu dengan segera menyebabkan perubahan dalam habitat, hal ini

kemungkinan menyebabkan penurunan jumlah mikroorganisme yang sangat besar dalam

habitat. Efek negatif ini biasanya bersifat sementara dan populasi organisme tanah akhirnya

kembali menjadi banyak lagi dalam beberapa tahun.

Menteri Kesehatan menyatakan bahwa kebakaran hutan menimbulkan polutan udara

yang dapat menyebabkan penyakit dan membahayakan kesehatan manusia. Berbagai

pencemar udara yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan, misalnya debu dengan ukuran

partikel kecil, gas berbahaya dan lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap

kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi

mata, dan lain-lain. Selain itu juga dapat menimbulkan gangguan jarak pandang/ penglihatan,

sehingga dapat menganggu semua bentuk kegiatan di luar rumah.

2.5 Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan

Upaya untuk menangani kebakaran hutan ada dua macam, yaitu penanganan yang

bersifat represif dan penanganan yang bersifat preventif. Penanganan kebakaran hutan yang

bersifat represif adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi kebakaran

hutan setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis ini, contohnya adalah

pemadaman, proses peradilan bagi pihak-pihak yang diduga terkait dengan kebakaran hutan

(secara sengaja), dan lain-lain. Upaya penanggulangan diantaranya adalah

(a) Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta melakukan

pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II.

Page 10: Makalah Geografi

(b) Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik di

jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun perusahaan-

perusahaan.

(c) Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat

(d) Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran, antara lain pasukan

Bomba dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar; bantuan

pesawat AT 130 dari Australia dan Herkulis dari USA untuk kebakaran di Lampung;

Bantuan masker, obat-obatan dan sebagainya dari negara-negara Asean, Korea

Selatan, Cina dan lain-lain.

Sementara itu, penanganan yang bersifat preventif adalah setiap usaha, tindakan atau

kegiatan yang dilakukan dalam rangka menghindarkan atau mengurangi kemungkinan

terjadinya kebakaran hutan. Jadi penanganan yang bersifat preventif ini ada dan dilaksanakan

sebelum kebakaran terjadi. Selama ini, penanganan yang dilakukan pemerintah dalam kasus

kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, lebih banyak didominasi oleh

penanganan yang sifatnya represif. Upaya pencegahan diantaranya adalah

(a) Memantapkan kelembagaan dengan membentuk Direktorat Kebakaran Hutan

(b) Melengkapi pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan penanggulangan kebakaran

hutan;

(c) Melengkapi peralatan pencegah dan pemadam kebakaran hutan;

(d) Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah dan

masyarakat sekitar hutan;

(e) Kampanye dan penyuluhan tebtang pengendalian kebakaran hutan;

Page 11: Makalah Geografi

BAB III

KESIMPULAN

Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya

terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu

dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan

sebagainya karena itu pemanfaatan dan perlindungannya diatur oleh undang-undang dan

peraturan pemerintah.

Kebakaran merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap sumberdaya hutan dan

akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat

besar dan dampaknya sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya

pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil

yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait

dengan penegakkan hukum oleh pemerintah bagi para pelaku penyebab kebakaran hutan.

Riau rawan kebakaran hutan karena faktor iklim, kondisi geografis, tata ruang, dan

sosial ekonomi. Faktor pemicu kebakaran hutan dan lahan dari faktor iklim dan kondisi

geografis adalah dominasi lahan gambut seluas 5,7 juta hektare atau 56,1 persen total gambut

di Sumatera, cuaca ekstrim akibat curah rendah dan suhu tinggi, adanya kanalisasi lahan

gambut berlebihan, serta pola pemukiman dan pembukaan lahan pertanian yang sporadis.