Upload
uray-dearika-putri
View
53
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ghj
Citation preview
LAPORAN HASIL DISKUSI TUTORI SKENARIO 1
GIZI BURUK
KELOMPOK 10
Ayu Andini Putri 0302010045
Harry Julians 0302011123
Novia Permana Sari 0302011218
Uray Dearika Putri Hendry 0302011291
Delma Yunisa 0302012067
Maria Mega Sekar Hutami 0302012157
Mutiara Azzahra 0302012178
Nur Aini 0302012194
Prazna Shafira Putri 0302012210
Reika Ravenski Novsa 0302012224
Rynaldi Rahman 0302012244
Syaripah Noor R. S. 0302012266
Yeni Tri Restiana 0302012285
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Diare merupakan gangguan pada saluran cerna yaitu ketidaknormalan (pertambahan)
frekuensi buang air besar (defekasi) dengan ciri khas konsistensi fesesnya cair. Yang
dimaksudkan dengan ketidaknormalan disini adalah keadaan yang tidak seperti biasanya.
Misalnya seseorang biasa buang air besar 3 kali seminggu, pada saat diare orang tersebut bisa
buang air besar 3 kali dalam sehari dengan konsistensi yang cair.
Di negara berkembang, diare akut membunuh 5000 anak setiap tahunnya. WHO
(World Health Organization) memperkirakan bahwa 744 ribu sampai 1 juta kasus diare
terjadi pada anak-anak setiap tahunnya. Jadi sebaiknya jangan menyepelekan diare. Karena
penyakit diare ini sangat berbahaya, kami menyusun makalah ini sebagai bahan ajaran dan
pedoman bagi kita semua untuk mengetahui tentang penyakit diare ini lebih dalam.
LAPORAN KASUS
Seorang anak berusia 3 tahun di bawa ke RS dengan keluhan diare yang telah
berlangsung selama 1 minggu. Menurut ibu kehamilan cukup bulan dan persalinan ditolong
oleh bidan dengan berat 2200 gr dan panjang 46 cm. Anak tersebut merupakan anak kelima
dari lima bersaudara. Air susu ibu hanya diberikan sampai bayi berusia 6 bulan dan diganti
susu formula. Belum pernah di vaksinasi. Pada pemeriksaan anak cengeng, BB 6,8kg dan
panjang badan 65cm. Tidak terdapat udem di kedua tungkai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TERMINOLOGI
• Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyakdari
biasanya (normal 100 – 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat.
• Vaksinasi adalah memberikan kekebalan aktif (kuman yang dilemahkan) pada
seseorang untuk merangsang kekebalan pada tubuh sehingga ia menjadi kebal dan
terlindungi dari penyakit tertentu.
• Edema adalah adanya cairan dalam jumlah berlebih di ruang jaringan antarsel
tubuh.
• Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah suatu istilah yang dipakai bagi
bayi prematur, atau low birth weight, atau sering disebut bayi dengan berat badan lahir
rendah. Hal ini dikarenakan tidak semua bayi lahir dengan berat badan kurang dari
2.500 gram bukan bayi prematur
• ASI ( Air Susu Ibu ) adalah sumber gizi terbaik bagi bayi dan batita atau bayi di
bawah usia tiga tahun.
B. MASALAH
Pada kasus ini, kelompok kami menemukan beberapa masalah yang terjadi pada anak ini,
yaitu:
1. Anak lahir dengan berat badan lahir rendah (2200 gram)
2. Berat badan anak kurang, menandakan gizi buruk (6.8 kg saat usia 3 tahun)
3. Penggantian ASI dengan susu formula
C. ANATOMI SALURAN CERNA (1)
1. Lambung
Lambung disebut juga gaster yang secara anatomis berupa kantong dibawah diafragma.
Terletak secara oblik dari kanan ke kiri menyilang di abdomen atas tepat dibawah
diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung berbentuk J, dan bila
penuh berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 L.
Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorikum atau pilorus.
Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan curvatura minor dan bagian kiri bawah
terdapat curvatura major. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan
pemasukan yang terjadi. Sfingter cardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan
makanan masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus
kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter cardia dikenal sebagai daerah
cardia. Disaat sfingter pilorikum terminal terelaksasi, makanan masuk kedalam duodenum
dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke
dalam lambung.
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui
saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrika, pirolika, hepatika dan seliaka.
Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut –
serabut aferen menghantarkan implus nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi
otot serta peradangan dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut – serabut
4
eferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus
( Auerbach) dan submukosa (Meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung
dan mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu dan limpa)
terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang merpercabangkan cabang –
cabang yang menyuplai curvatura mayor dan minor. Dua cabang arteri yang penting dalam
klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri pankreatikaduodenalis yang berjalan
sepanjang bulbus posterior duodenum. Aspek klinisnya adalah jika terjadi ulkus pada
dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal dari pankreas,
limpa dan bagian lain saluran gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena porta.
2. Usus Halus
Usus halus merupakan suatu tabung kompleks, berlipat – lipat, dan membentang dari
pilorus hingga katup ileosekal. Panjang usus halus pada orang hidup sekitar 12 kaki (3,6m)
dan hampir 22 kaki (6,6m) pada kadaver (akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah
dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya berdiameter sekitar 3,8cm tetapi makin
ke bawah garis tengahnya semakin berkurang sampai menjadi sekitar 2,5cm. Usus halus
dibagi menjadi duodenum, jejunum dan ileum. Panjang duodenum adalah sekitar 25cm,
mulai dari pirolus sampai jejunum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh
adanya ligamentum Treitz, yaitu suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dextra
diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan antara duodenum dan
jejunum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung).
Sekitar duaperlima dari sisi usus halus adalah jejunum, dan tiga perlima bagian akhirnya
adalah ileum. Jejunum terletak di regio midabdominalis sinistra, sedangkan ileum
cenderung terletak di regio abdominalis dextra sebelah bawah. Masuknya kimus ke dalam
usus halus diatur oleh sfingter pilorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna ke
dalam usus besar diatur oleh katup ileosekal, juga mencegah terjadinya refluks isi usus
besar ke dalam usus halus.
Apendiks vermiformis berbentuk tabung buntu berukuran sebesar kelingking yang
terletak pada daerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum. Dinding usus halus terdiri atas 4
lapisan dasar. Yang paling luar (lapisan serosa) dibentuk oleh peritoneum. Dimana
peritoneum ini memiliki lapisan viseral dan lapisan parietal, dan ruang yang terletak
diantara lapisan ini disebut rongga peritoneum. Peritonuem melipat dan meliputi hampir
seluruh visera abdomen. Mesentrium merupakan lipatan peritoneum lebar yang
5
menyerupai kipas yang menggantung jejunum dan ileum dari dinding posterior abdomen,
dan memungkinkan usus bergerak dengan leluasa. Mesentrium menyokong pembuluh
darah dan limfe yang mensuplai ke usus. Omentum majus merupakan lapisan ganda
peritoneum yang menggantung curvatura major lambung dan berjalan turun kedepan
visera abdomen menyerupai celemek. Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan
kelenjar limfe yang membantu melindungi rongga peritoneum terhadap infeksi. Omentum
minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentang dari curvatura minor lambung dan
bagian atas duodenum, menuju ke hati, membentuk ligamentum suspensorium
hepatogastrika dan ligamentum hepatoduodenale. Salah satu fungsi penting peritoneum
adalah mencegah gesekan antara organ – organ yang berdekatan dengan cara
mensekresikan cairan serosa yang berperan sebagai pelumas. Otot yang melapisi usus
halus mempunyai dua lapisan yaitu lapisan luar yang terdiri dari serabut – serabut
longitudinal yang tipis, dan lapisan dalam yang terdiri dari serabut – serabut sirkular.
Penataan yang demikian mambantu gerakan peristaltik usus halus. Lapisan submukosa
terdiri atas jaringan ikat, sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal serta banyak
mengandung pembuluh darah dan kelenjar.
Perdarahan usus halus oleh arteri mesentrika superior dicabangkan dari aorta tepat
dibawah arteri seliaka. Arteri ini memperdarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang
diperdarahi oleh arteri gastroduodenalis dan cabangnya, arteri pankreatikoduodenalis
superior. Darah dikembalikan lewat vena mesentrika superior yang menyatu dengan vena
lienalis membentuk vena porta.
Usus halus dipersarafi oleh cabang – cabang sistem saraf otonom. Rangsangan
parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan motilitas, dan rangsangan simpatis
menghantar nyeri, sedangkan serabut – serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai
saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach
yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner dilapisan submukosa.
3. Usus Besar
Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar
1,5m (5kaki) yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah
pasti lebih besar dari usus halu yaitu sekitar 6,5cm (2,5inci), tetapi makin dekat anus
diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada
sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum
menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal
mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran
6
balik bahan fekal dari usus besar kedalam usus halus. Kolon dibagi lagi menjadi kolon
asenden, transversum, desenden dan sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam
pada abdomen kanan dan kiri atas berturut – turut disebut sebagai fleksura hepatika dan
fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan membentuk lekukan
berbentuk S. Bagian utama usus besar terakhir adalah rektum dan membentang dari kolon
sigmoid hingga anus. Satu inci terakhir dari rektum disebut kanalis ani dan dilindungi oleh
otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar
15cm (5,9 inci).
Pendarahan usus besar sebelah kanan (sekum, kolon asenden, dan dua pertiga kolon
transversum) oleh arteri mesentrika superior, dan sebelah kiri (sepertiga kolon
transversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan bagian proksimal rektum) oleh arteri
mesentrika inferior. Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis
media dan nferior yang dicabangkan dari arteri iliaka interna dan aorta abdominalis. Aliran
balik vena dari kolon dan rektum superior adalah vena mesentrika superior, vena
mesentrika inferior dan vena hemorodalis superior (bagian sistem portal yang mengalirkan
darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan ddarah ke vena iliaka
sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena
hemoroidalis seperior, media dan inferior sehingga tekanan portal yang meningkat dapat
menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dalam pengendalian volunter. Serabut parasimpatis berjalan
7
melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal
dari daerah sakral menyuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula
spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan
aortikorenalis, kemudian serabut pascaganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis
menghambat sekresi dan kontraksi, serta merangsang sfingter rektum. Rangsangan
parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.
D. HISTOLOGI SALURAN CERNA (1)
I. Gaster
• Tunika Mukosa
Merupakan epitel kolumner simpleks, tidak terdapat vili intestinalis dan sel goblet.
Terdapat foveola gastrika/pit gaster yang dibentuk epitel, lamina propia dan muskularis
mukosa. Seluruh gaster terdapat rugae (lipatan mukosa dan submukosa) yang bersifat
sementara dan menghilang saat gaster distensi oleh cairan dan material padat. Foveola
tersebut terdapat sel mukosa yang menyekresi mucus terutama terdiri dari:✓ Sel neck. Menghasilkan secret mukosa asam kaya glikosaminoglikan✓ Sel parietal. Menghasilkan HCl✓ Sel chief. Mengahasilkan pepsin✓ Sel argentaffin. Menghasilkan intrinsic factor castle untuk pembentukan darah
• Tunika submukosa
Jaringan ikat longgar banyak mengandung pembuluh darah dan saraf pleksus
meissner
• Tunika muskularis
Terdiri atas otot oblik (dekat lumen),otot sirkular (bagian tengah) dan otot
longitudinal (bagian luar). Diantara otot sirkuler dan longitudinal tersebut sedikit dipisah
pleksus saraf mienterikus auerbach
• Tunika Serosa
Peritoneum visceral dengan epitel squamosa simpleks, yang diisi pembuluh darah dan
sel-sel lemak.
II. Usus halus
Panjang ±5 m. Ciri khas terdapat plika sirkularis kerkringi, vili intestinalis, dan
mikrovili. Plika sirkularis kerkringi merupakan lipatan mukosa (dengan inti submukosa)
permanen. Vili intestinales merupakan tonjolan permanen mirip jari pada lamina propia ke
arah lumen diisi lakteal (pembuluh limfe sentral). Mikrovili merupakan juluran sitoplasma
8
(striated brush border). Pada lamina propia terdapat kelenjar intestinal lieberkuhn,
didasarnya terdapat sel paneth (penghasil lisozim-enzim antibakteri pencerna dinding
bakteri tertentu dan mengendalikan mikroba usus halus) dan sel enteroendokrin (penghasil
hormone-gastric inhibitory peptide,sekretin dan kolesistokinin/pankreozimin-).
III. Duodenum
• Tunika Mukosa
Epitel kolumner simpleks dengan mikrovili, terdapat vili intestinalis dan sel goblet.
Pada lamina propia terdapat kelenjar intestinal lieberkuhn.
• Tunika Submukosa
Jaringan ikat longgar. Terdapat kelenjar duodenal Brunner (ciri utama pada duodenum
yang menghasilkan mucus dan ion bikarbonat). Trdapat plak payeri (nodulus lymphaticus
agregatia/ gundukan sel limfosit)
• Tunika Muskularis
Terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal (bagian luar).
Diantaranya dipisah oleh pleksus mienterikus auerbach.
• Tunika Serosa
Merupakan peritoneum visceral dengan epitel squamosa simpleks, yang diisi
pembuluh darah dan sel-sel lemak.
IV. Jejunum dan Ileum
Secara histologis sama dengan duodenum, perkecualiannya tidak ada kelenjar
duodenal brunner.
V. Apendiks
Secara struktur mirip kolon. Ada banyak kesamaan dengan kolon seperti epitel pelapis
dengan sel goblet. Lamina propia terdapat kelenjar intestinal lieberkuhn (tapi kurang
berkembang, lebih pendek, letak sering berjauhan) dan jaringan limfoid difus sangat
banyak. Terdapat pula Muskularis mukosa.
• Tunika Submukosa sangat vascular.
• Tunika Muskularis terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot
longitudinal (bagian luar). Diantaranya dipisah oleh pleksus mienterikus
auerbach.
• Tunika Serosa
VI. Usus Besar (Kolon)
Terdapat sekum; kolon asendens, tranversal, desendens, sigmoid; rectum serta anus.
• Tunika Mukosa
9
Terdiri epitel kolumner simpleks, mempunyai sel goblet (lebih banyak dibanding usus
halus) tapi tidak mempunyai plika sirkularis maupun vili intestinalis. Pada lamina propia
terdapat kelenjar intestinal lieberkuhn yang lebih banyak dan nodulus limpatikus. Tidak
terdapat sel paneth tapi terdapat sel enteroendokrin. Dibawah lamina terdapat muskularis
mukosa
• Tunika Submukosa
Jaringan ikat longgar banyak mengandung pembuluh darah, sel lemak dan saraf
pleksus meissner
• Tunika Muskularis
Terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal (bagian luar). Otot
sirkular berbentuk utuh tapi otot longitudinal terbagi tiga untaian besar (taenia koli).
Diantaranya dipisah oleh pleksus mienterikus auerbach.
• Tunika Serosa/Adventisia
Merupakan peritoneum visceral dengan epitel squamosa simpleks, yang diisi
pembuluh darah dan sel-sel lemak. Kolon tranversum dan sigmoid melekat ke dinding
tubuh melalui mesenterium, sehingga tunika serosa menjadi lapisan terluar bagian kolon
ini. Sedangkan adventisia membungkus kolon ascendens dan descendens Karena ketaknya
peritoneal.
VII. Rectum
• Tunika Mukosa
Terdiri epitel kolumner simpleks, mempunyai sel goblet dan mikrovili, tapi tidak
mempunyai plika sirkularis maupun vili intestinalis. Pada lamina propia terdapat kelenjar
intestinal lieberkuhn, sel lemak, dan nodulus limpatikus. Dibawah lamina terdapat
muskularis mukosa.
• Tunika Submukosa
Jaringan ikat longgar banyak mengandung pembuluh darah, sel lemak dan
saraf pleksus meissner
• Tunika Muskularis
Terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal (bagian luar). Otot
sirkular berbentuk utuh tapi otot longitudinal terbagi tiga untaian besar (taenia koli).
Diantaranya dipisah oleh pleksus mienterikus auerbach.
• Tunika Adventisia
Merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi rectum, sisanya ditutupi serosa.
10
VIII. Anus
• Tunika Mukosa
Terdiri epitel squamosa non keratin, lamina propia tapi tidak ada terdapat muskularis
mukosa.
• Tunika Submukosa
Menyatu dengan lamina propia. Jaringan ikat longgar banyak mengandung pembuluh
darah, saraf pleksus hemorroidalis dan glandula sirkum analis.
• Tunika Muskularis
Bertambah tebal. Terdiri atas sfingter ani interna (otot polos, perubahan otot sirkuler),
sfingter ani eksterna (otot rangka) lalu diluarnya m. levator ani. Otot sirkular berbentuk
utuh tapi otot longitudinal terbagi tiga untaian besar (taenia koli). Diantaranya dipisah
oleh pleksus mienterikus auerbach.
• Tunika Adventisia
Terdiri jaringan ikat longgar
E. SISTEM SALURAN CERNA (2,4)
Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrient, air dan elektrolit dari
makanan yang ditelan ke dalam lingkungan internal tubuh. Terdapat empat proses pencernaan
dasar: motilitas, sekresi, pencernaan dan penyerapan. Kata motilitas merujuk kepada
kontraksi otot yang mencampur dan mendorong maju isi saluran cerna. Pada aktivitas tonus
otot dinding saluran pencernaan terdapat dua tipe gerakan motilitas, yakni gerakan propulsif
yang mendorong maju isi saluran pencernaan dan gerakan mencampur yang memiliki fungsi
ganda. Proses kedua adalah sekresi. Sejumlah getah pencernaan disekresikan ke dalam lumen
saluran cerna oleh kelenjar eksokrin. Setiap sekresi pencernaan terdiri dari air, elektrolit, dan
konstituen organik spesifik yang penting dalam proses pencernaan seperti enzim, garam
empedu atau mukus. Manusia mengkonsumsi tiga kategori biokimiawi bahan makanan kaya
energi: karbohidrat, protein dan lemak. Untuk dapat menyerap ketiga molekul besar tersebut
harus terlebih dulu diurai menjadi molekul yang lebih kecil. Proses penguraian biokimiawi
struktur kompleks makanan menjadi satuan-satuan yang lebih kecil dan dapat diserap disebut
proses digesti atau pencernaan. Penguraian dilakukan oleh enzim-enzim yang diproduksi di
dalam sistem pencernan. Setelah proses pencernaan tuntas dan sebagian besar telah terjadi
penyerapan, di usus halus terjadi proses penyerapan. Melalui proses penyerapan, unit-unit
11
kecil makanan yang dapat diserap dipindahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau
limfe.
F. ETIOLOGI DIARE (3,5)
Diare dapat diklasifikasikan menjadi diare akibat infeksi dan non infeksi.
• Infeksi
Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak :
a. Infeksi bakteri : Vibrio, Escherechia Coli, Salmonella,Shigella, Yersina,
b. Infeksi Virus : Enterovirus,
c. Infeksi parasit : cacing ( Ascaris, Tricuris, Oxyuris,Strongiloides),
d. Infeksi protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lambia,Thricomonas hominis,
e. Infeksi jamur : Candida albicans.
Adanya infeksi → adhesi kuman ke mukosa usus → kuman mengeluarkan
enterotoksin → zat ini menyebabkan hipersekresi cairan ke dalam usus → terjadilah
diare sekresi.
- Infeksi (invasi kuman ke mukosa usus) atau intoksikasi atau alergi →
menyebabkan peradangan mukosa usus → malabsorbsi → atropi mukosa → makanan
intra luminal tak terserap → peningkatan tekanan osmotik intra luminal → penarikan
cairan tubuh ke dalam lumen usus → isi rongga usus berlebihan →diare osmotik /
invasif.
• Non Infeksi
Penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak antara lain:
12
G. GANGGUAN ELEKTROLIT YANG TERJADI SAAT DIARE (2,4,5)
Diare terjadi karna adanya gangguan proses absorpsi dan sekresi cairan serta elektrolit
di saluran cerna. Pada keadaan normal, usus halus akanmengabsorpsi Na+ ,Cl- , dan HCO3- .
timbulnya penurunan dalam absorpsi dan peningkatan sekresi mengakibatkan cairan
berlebihan melebihi kapasitas kolon dalam mengabsorpsi. Akibat hal ini, banyak elektrolit
yang keluar yang nantinya akan berakibat fatal pada selatau organ tubuh yang lain. Na+
13
Defek Anatomis - maltorasi
- penyakit Hirchsprung
- short bowel syndrome
- atrofi makrofili
- stricture
Malabsorbsi - defisiensi disakaridase
- malabsorbsi glukosa –
galaktosa
- cystic fibrosis
- cholestasis
- penyakit celiac
Endokrinopati - tyrotoksitosis
- penyakit Addison
- syndrome adrenogenital
Keracunan Makanan - logam berat
- mushrooms
Neoplasma - neuroblastoma
- phaeochromocytoma
- sindroma zollinger Ellison
Lain-Lain - infeksi non gastrointestinal
- alergi susu sapi
- penyakit chron
- defisiensi imun
- colitis ulserosa
- gangguan motilitas usus
- pellagra
merupakanel ektrolit yang berfungsi untuk menciptakan tegangan listrik di dalam sel melalui
pertukaran dengan kalium. Cl-merupakan suatu ion yang nantinya bersama dengan hydrogen
akan membentuk HCl pada kelenjar gaster untuk mempertahankan asam lambung .Jika Cl-
banyak diekskresikan melalui feses, maka kemungkinan asam lambung tidak terbentuk
optimal sehingga proteksi terhadap asam lambung pun minim.
H. TERAPI DIARE NON-DEHIDRASI (3,5)
Kementrian Kesehatan mulai melakukan sosialisasi panduan tatalaksana pengobatan
diare pada balita yang baru di dukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia ,dengan merujuk
pada panduan WHO. Tatalaksana ini sudah mulai diterapkan dirumah sakit – rumah sakit.
Rehidrasi bukan satu-satunya startegi dalam penatalaksanaan diare . Memperbaiki kondisi
usus dan menghentikan diare merupakan cara untuk mongobati pasien. Untuk itu, Depkes
menetapakan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang di derita anak
balita baik yang dirawat dirumah maupun yang sedang dirawat dirumah, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut.
3. ASI dan makanan tetap diteruskan: ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur
anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk mencegah penurunan
berat badan.
4. Antibiotik selektif: jangan diberikan jika tidak ada diare berdarah atau kolera.
14
5. Nasihat kepada orang tua: kembali segera jika demam, sangat haus diare makin sering
atau dalam 3 hari tidak membaik.
• Oralit baru
Ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah .Keamanan oralit ini sama dengan
oralit yang selama ini digunakan, Namun efektivitasnya lebih baik dari pada oralit formula
lama. Oralit ini juga dapat membantu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% dan
muntah hingga 30%. Selain itu oralit baru ini juga telah dianjurkan oleh WHO dan
UNICEF yang diindikasikan pada diare akut non-kolera pada anak.
Komposisi Oralit Baru:
Natrium 75 Mmol/liter
Klorida 65
Glucose 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total osmolaritas 245
• Zinc
Pemberian zinc memang popular pada beberapa tahun terakhir karena memiliki
avidence based yang baik. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian yang
diberikan pada masa awal diare selama 10 hari secara signifikan menurunkan morbiditas
dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak
kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah cairan/tinja yang dikeluarkan, Zinc juga
berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan
tubuh terhadap infeksi, dan dari segi fisiologis juga berperan dalam pertumbuhan dan
pembelahan sel, serta meningkatkan nafsu makan. Zink deberikan 10-14 hari berturut-
turut walaupun diarenya sudah sembuh .Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan
air matang untuk anak lebih besar dapat dikunyah, Dosis zinc untuk anak-anak:
< 6 bulan: 10 mg (1/2 tablet ) perhari
> 6 bulan: 20 mg (1 tablet ) perhari
15
I. TERAPI DIARE DENGAN DEHIDRASI (REHIDRASI) (3,5)
a. Terapi Rehidrasi Oral
b. Terapi Rehidrasi Parenteral
Penderita dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat disarana kesehatan dan
segera diberikan terpi rehidrasi oral denga noralit yang diberikan 3 jam pertama 75cc/kgBB.
<1th diberikan 300ml, 1-5 tahun adalah 600 ml. Rentang nilai volume cairan ini ditentukan
dengan menilai rasa haus penderita dan tanda-tanda dehidrasinya. Apabila oleh karena suatu
hal pemberian oralit secara oral tidak dapat diberikan, oralit bias diberikan secara melalui
nasogastrik dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam dengan volume yang sama , setelah teratasi 3
jam akan tampak perbaikan.
Penderita diare dengan dehidrasi berat pasien yang masih dapat minum meskipun
hanya sedikit harus diberi oralit sampai cairan infus terpasang . Disamping itu semua anak
harus diberikan cairan oralit salam pemberian cairan intarvena (±5ml/kgBB/jam), apabila
dapat minum dengan baik, biasanya dalam 3-4jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak
lebih besar. Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang
mungkin tidak dapat dengan cukup pemberian intravena saja. Untuk rehidrasi parenteral
digunakan cairan ringer laktat dengan dosis 100 ml / kgBB.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIARE (3,5)
Pemeriksaan penunjang yang dapat diajukan untuk menegakkan diagnosis adalah
1. Pemeriksaan Elektrolit
Untuk memeriksa kadar natrium dan kalium darah
2. Pemeriksaan Analisa Gas Darah
Pemeriksaan ini dilakukan dengan astrup dengan memakai blood micro equipment tipe
ABL2. Dengan pemeriksaan ini dapat diperiksa pH darah, pCO2 dan kadar hemoglobin.
3. Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan ini dilakukan baik secara makroskopik maupun mikroskopik dapat
dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus
diperhatikan bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lender, pus, lemak, dan lain-lain.
Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing, parasit,
bakteri, dan lain-lain
4. Pemeriksaan Darah Lengkap
5. Pemeriksaan ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
16
K. KOMPLIKASI DIARE (3,5)
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis
Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi
bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tercapai rehidrasi yang
optimal.
• Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak
oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi
EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk
terjadinya HUS masih kontroversi.
• Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan
komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni.
Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejuni
beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan
memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme
dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.
• Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
L. PROGNOSIS (3,5)
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan
mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.
17
BAB III
KESIMPULAN
Pada kasus ini, pasien ini masih memerlukan pemeriksaan penunjang untuk
menentukan etiologinya. Jika pasien mengalami dehidrasi, pasien diberi elektrolit dalam
bentuk oralit. Jika dehidrasi berat, diberikan cairan intravena untuk mengembalikan cairan
yang hilang akibat diare.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Eroschenko V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 9.
Jakarta : EGC.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2012
3. Available at: eprints.undip.ac.id/29133/Bab_2.pdf
4. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC. 2007
5. Kliegman, Stanton, Schor, dkk. Nelson Textbook of Pediatrics – International Edition.
19th ed. Philadelphia : Elsevier Saunders. 2011
19