Upload
heidiangelika
View
221
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
MO ME
Citation preview
DAFTAR ISI
Daftar Isi ………..………………………………………………………………... 1
BAB I : Pendahuluan ……………………………………………………. 2
BAB II : Laporan Kasus ………………………………………………….. 3
BAB III : Pembahasan …………………………………………………….. 6
A. Ananmnesis ……………………………………………………6
B. Pengkajian Masalah …………………………………………....8
C. Pemeriksaan Fisik ……………………………………………...9
D. Pemeriksaan Diagnostik Lanjutan …...........…………………..10
E. Ringkasan Penemuan ………………………………………… 10
F. Diagnosis …………………………………………….……….. 11
G. Diagnosis Banding ……………………………………………12
H. Rencana Penatalaksanaan …………..…………………………13
I. Prognosis …………………………………………...…………..14
BAB IV : Tinjauan Pustaka ……………….…………………………...…..15
BAB V : Kesimpulan ……………………..…………………………...…..23
Daftar Pustaka .…………………………………………………………………...24
1
BAB I
PENDAHULUAN
Diskusi kasus pertama Modul Organ Mental Emosional berjudul “Nn. I
diantar oleh ibunya dengan keluhan mengigau, teriak-teriak, kedua kaki nyeri dan
lemah/tidak kuat untuk berjalan sendiri” yang terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama
dilaksanakan pada hari Rabu, 8 Mei 2013 pukul 08.00 – 10.00 WIB yang diketuai
oleh Luzelia Marta Sequeira Saldanha dan sekretaris oleh Heidi Angelika Anggaria,
serta tutor yang mendampingi oleh DR. dr. Rudy Hartanto, M.Fil, bertempat diruang
708B lantai 7 Fakultas Kedokteran Trisakti. Lalu dilanjutkan dengan diskusi sesi
kedua yang jatuh pada hari Jumat, 10 Mei 2013 pukul 13.00 – 15.00 WIB yang
diketuai oleh Muhammad Hafizh Muttaqin dan sekretaris oleh Heidi Angelika
Anggaria, yang juga didampingi oleh tutor DR. dr. Rudy Hartanto, M.Fil, yang
bertempat di ruang 708B lantai 7 Fakultas Kedokteran Trisakti.
Berikut merupakan soal serta pembahasan yang mencakup : anamnesis, status
mental, pemeriksaan fisik, diagnosis, pentalaksanaan, komplikasi, hingga kepada
prognosis pasien tersebut yang dijabarkan secara sistematis.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Skenario I
Nn. I, 21 tahun dibawa ke Unit Gawat Darurat RSP Trisakti Sabar-Subur
Cimone Tangerang oleh ibunya dengan keluhan mengigau, teriak-teriak, kedua kaki
nyeri dan lemah/tidak kuat untuk berjalan sendiri.
Skenario II
Pagi itu anda sebagai seorang koasisten yang sedang bertugas di UGD- setelah
pasien Nn. I diberi kartu berobat dan anda mendapat giliran memeriksa pasien, maka
anda menuju meja periksa dengan percaya diri layaknya seorang dokter muda oleh
karena telah mempunyai bekal untuk pemeriksaan dari hasil diskusi scenario I.
Pasien didorong naik kursi roda oleh ibunya kearah meja periksa, kemudian
didudukan pada kursi yang tersedia didepan meja pemeriksa. Semalam ibunya sangat
terkejut ketika pasien minta ditopang bahunya untuk dapat berjalan ketempat tidur
“kaki saya lemas dua-duanya, pegal-pegal, dan linu-linu seperti lumpuh”
Skenario III
Ibunya mengatakan bahwa putrinya sebelum memperlihatkan keanehan ini
mengalami pusing dan tidak enak badan, BAB 4-5 kali/hari dengan konsistensi cair.
Sejak 4 hari yang lalu, makan sedikit sekali karena merasa mual disertai muntah.
Anaknya mulai mengigau memanggil-manggil almarhum neneknya dan berteriak ada
temannya yang berniat menjahati dirinya.
Nn. I mengatakan bahwa dirinya tidak sakit, memang benar melihat neneknya
yang sudah meninggal datang berkali-kali, namun hanya mendatanginya dan tidak
mau diajak bicara. Teman kerjanya iri pada dirinya dan selalu menceritakan akan
mencelakainya.
3
Skenario IV
Pada pemeriksaan didapati:
Kesadaran fluktuatif, kontak psikis tidak baik, orientasi tidak baik, pasien
tampak gelisah dan gugup, pucat dan tampak lelah. Suhu 38,5oC, tekanan darah
110/80, nadi 98/menit-kuat teratur, pernafasan 20/m, teratur lega.
Pada perkusi dan auskultasi tidak ada kelainan pulmo, cor, hepar maupun lien,
THT, mata, gigi mulut baik, peristaltic abdomen meningkat, ekstremitas atas baik dan
ekstremitas bawah lemah.
Skenario V
Pemeriksaan tungkai bawah :
Kedua kaki supel bila digerak-gerakan tidak ada kaku atau hambatan sekali
kali ada kontraksi otot otot tungkai dan jari-jari kakinya refleksiologis positif, reflex
patologis (-) tetapi nyeri di otot.
Pemeriksaan saraf :
n I – n XII baik tidak tampak kaku kuduk, tremor ataupun kaku-kaku.
Pemeriksaan psikiatri :
Afek & emosi distim, jalan & isi pikir terdapat waham. Sikap tidak kooperatif
dan tidak dapat mengikuti dan melaksanakan semua perintah yang diberikan. Pasien
tidak tenang, agak cemas.
Selama pemeriksaan pasien menunjukan adanya perasaan ketakutan yang jelas
menonjol. Pasien anak bungsu dari 5 bersaudara, 2 laki-laki dan 3 wanita. Saat kecil
sampai lulus SMP tampak ibu dan ayah termasuk kakak-kakak memanjakan pasien.
Pasien diam saja bila dirinya diatur orang lain, kurang percaya akan
kemampuan diri, pasien tidak tahan dengan celaan dan pasien menarik diri dari
hubungan sosial karena takut tidak diterima oleh lingkungan tersebut.
Pasien tidak pernah tinggal kelas dan tamat SMU Gunung Kidul saat usia 18
tahun teman banyak tetapi sangat mudah dipengaruhi teman-temannya.
4
Laboratorium :
Hb 10,5; AE 4 Juta; AL 4000
Elektrolit : K 1,5
Urin protein +
Imunologi normal
Foto Toraks normal; Widal O + 1/320
5
BAB III
PEMBAHASAN
A. ANAMNESIS
Nama : Nn. I
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : -
Agama : -
Suku Bangsa : -
Pekerjaan : -
Status Pernikahan : -
Datang diantar oleh : Ibu pasien
Dari anamnesis didapatkan :
Keluhaan Utama : Mengigau, teriak-teriak, kedua kaki nyeri dan
lemah/tidak kuat untuk berjalan sendiri.
Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien mengeluh kedua kakinya lemas, pegal – pegal, dan linu-linu
seperti lumpuh.
Sebelum timbul keluhan utama terdapat keluhan pusing dan tidak enak
badan, BAB 4-5 kali/hari dengan konsistensi cair.
Sejak 4 hari lalu, pasien makan sedikit sekali karena merasa mual dan
muntah.
Mengigau memanggil - manggil almarhum neneknya.
Berteriak ada temannya yang berniat menjahati dirinya.
6
Pasien mengatakan dirinya tidak sakit, memang benar melihat
neneknya yang sudah meninggal datang berkali – kali namun hanya
mendatangi dan tidak mau diajak bicara.
Riwayat Kehidupan Pribadi
Pasien adalah anak bungsu dari 5 bersaudara, 2 laki-laki, 3 perempuan.
Sejak kecil sampai lulus SMP tampak ibu dan ayah termasuk kakak-
kakak pasien memanjakan pasien.
Pasien diam saja bila dirinya diatur oleh orang lain.
Kurang percaya akan kemampuan diri.
Pasien tidak tahan dengan celaan.
Pasien menarik diri dari hubungan sosial karena takut tidak diterima
oleh lingkungan tersebut.
Pasien tidak pernah tinggal kelas dan tamat SMU saat usia 18 tahun.
Pasien memiliki banyak teman tetapi sangat mudah dipengaruhi teman-
temannya.
Adapun anamnesis tambahan pada kasus ini, antara lain :
Riwayat Gangguan Sekarang
Kapan terjadinya gejala awal?mendadak atau tidak?
Bagaimana kondisi pasien sejak gejala timbul sampai sekarang?
Apakah semakin buruk?
Apa makanan yang di konsumsi sebelum terjadinya diare?
Bagaimana pola makan pasien sehari-hari?
Apakah pasien masih mengingat tentang dirinya? Orang tuanya,
saudara terdekatnya?
Riwayat Gangguan Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami hal serupa sebelumnya?
Apakah pasien pernah dirawat atau berobat? Kapan dan berapa lama?
Apa alasan dirawat? Bagaimana kondisi pasien setelah dirawat?
Riwayat Kehidupan Pribadi
Apakah anak yang diharapkan atau tidak?
Bagaimana perkembangan psikomotor sejak anak-anak sampai
dewasa?
Bagaimana perilaku pasien sehari-hari?
7
Apakah ada masalah pekerjaan?
Bagaimana hubungan sosial dengan teman-temannya?
Sejak kapan nenek pasien meninggal?
Bagaimana hubungan kedekatan pasien dengan neneknya?
B. PENGKAJIAN MASALAH
RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG
Daftar Masalah Identifikasi MasalahNona I, 21 tahun dibawa ke Unit Gawat Darurat RSP Trisakti
Usia remaja akhir, dewasa muda → merupakan faktor resiko dari skizophrenia dan jarang dijumpai gangguan mental organik pada usia tersebut
Dibawa ke UGD → keadaan gawat darurat
Mengigau, teriak – teriak Ketakutan, gangguan persepsi → mungkin akibat suatu stressor, intoksikasi zat psikoakftif
Kedua kaki nyeri dan lemah/tidak kuat untuk jalan sendiri
Kaki lemas dua – duanya, pegal – pegal dan linu – linu seperti lumpuh
Somatogenik: trauma → gangguan pada medulla spinalis, infeksi, autominun (RA), gangguan vaskuler (stroke), gangguan metabolik (DM)
Psikogenik: gangguan mental organik, somatoform, depresi, konversi
Sebelum memperlihatkan keanehan mengalami pusing dan tidak enak badan, BAB 4 – 5x/hari dengan konsistensi cair. Sejak 4 hari yang lalu makan sedikit sekali karena merasa mual disertai muntah
Pusing, tidak enak badan, diare, mual, muntah → thypoid fever
Makan sedikit, mual, muntah → dapat terjadi gangguan keseimbangan elektrolit
Mengigau memanggil – manggil almarhum neneknya
Berteriak ada temannya yang berniat menjahati dirinya
Halusinasi
Waham curiga
Nona I mengatakan dirinya tidak sakit
Melihat neneknya yang sudah meninggal berkali – kali
Teman kerjanya iri pada dirinya dan selalu menceritakan akan mencelakai
Derajat tilikan 1
Halusinasi
Waham curiga
RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
Daftar Masalah Identifikasi Masalah
8
Anak bungu dari 5 bersaudara, dimanjakan oleh ibu dan ayah termasuk kakak – kakaknya
Dimanjakan → jarang menghadapi konflik
Diam saja bila dirinya diatur orang lain, kurang percaya akan kemampuan diri, pasien tidak tahan dengan celaan dan pasien menarik diri dari hubungan sosial karena takut tidak diterima oleh lingkungan
Kurang percaya kemampuan diri sendiri,
tidak tahan celaan dan menarik diri dari
hubungan sosial karena takut tidak
diterima lingkungan → ciri kepribadian
dependen
Tidak pernah tinggal kelas dan tamat
SMU saat usia 18 tahun, teman banyak
tetapi mudah dipengaruhi teman –
temannya
Bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang lain → ciri kepribadian histrionik
STATUS MENTAL
Daftar Masalah Identifikasi Masalah
Penampilan :
Pucat dan tampak lelah
Gelisah dan gugupTidak tenang, agak cemas
Tidak kooperatif
Selama pemeriksaan merasa ketakutan
Kontak psikis tidak baik
Kurang tidur, ketakutan
Intoksikasi zat psikoaktif, gangguan mental organik
Atensi kurang, kesadaran menurun
Paranoid
Tidak adanya hubungan afektif antara dia dengan pemeriksa → gangguan atensi
Mood :
Afek dan emosi distim
Distim → perasaan tidak enak (marah, kesal)
Gangguan Persepsi :
Halusinasi visual
Persepsi palsu yang melibatkan
penglihatan baik suatu citra yang
berbentuk maupun yang tidak berbentuk
→ Pasien merasa melihat neneknya yang
sudah meninggal
Jalan dan isi pikir terdapat waham Waham → isi pikir patologis, tidak dapat dikoreksi dan tidak sesuai dengan sosiobudaya
Orientasi tidak baik Gangguan fungsi intelektual
9
C. PEMERIKSAAN FISIK
Daftar Masalah Identifikasi Masalah
Kesadaran fluktuatif Delirium → gangguan mental organik
Suhu : 38,50C Febris → infeksi
Peristaltik abdomen meningkat DiareEkstremitas bawah lemah Gangguan somatoform, gangguan pada
medulla spinalis, gangguan keseimbangan elektrolit
Kedua kaki supel bila digerak – gerakan tidak ada kaku atau hambatan sekali – kali ada. Nyeri di otot
Gangguan pada saraf perifer, gangguan
pada medulla spinalis,gangguan pada otot
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LANJUTAN
Daftar Masalah Identifikasi Masalah
Hb 10,5% (N = 11,5 – 16,5%)Eritrosit 4jt (N = 4,5 – 5,5jt)
Anemia
Leukosit 4000 (N = 5000 – 10.000) LeukopeniaKalium 1,5mmol/L (N = 3,7 – 5,2mmol/L) HipokalemiaUrin protein + (N = –) ProteinuriaWidal O +1/320 Thypoid fever
E. RINGKASAN TEMUAN
Pasien Nn. I berumur 21 tahun diantar ke UGD oleh ibunya dengan keluhan
mengigau, teriak – teriak, kedua kaki nyeri dan lemah tidak kuat untuk berjalan
sendiri hingga menggunakan kursi roda. Ibu pasien mengatakan keluhan lemas seperti
lumpuh baru dirasakan sejak semalam sebelum tiba di rumah sakit.
Sebelumnya pasien mengalami pusing, tidak enak badan, diare, serta mual
muntah sejak 4 hari yang lalu sehingga kemungkinan pasien menderita demam tifoid
sebelum terjadi memperlihatkan keluhan saat ini.
Pada pasien ini juga terdapat halusinasi tentang almarhum neneknya yang
menjadi penyebab pasien mengigau dan waham curiga yang mengakibatkan pasien
berteriak – teriak ketakutan akan dicelakai teman kerjanya. Nn. I menyangkal bahwa
dirinya sakit sehingga disimpulkan pasien ada pada derajat tilikan 1.
Pada pemeriksaan fisik lebih lanjut didapati keadaan umumnya pucat, tampak
lelah, gelisah dan gugup. Kesadaran pasien fluktuatif atau delirium yang menandakan
pasien mengalami gangguan mental organik bahkan disertai gangguan fungsi
10
intelektual dan atensi karena orientasi dan kontak psikis yang tidak baik. Tanda –
tanda vital intak kecuali ditemukan kenaikan suhu tubuh. Perkusi dan auskultasi,
kelainan hanya pada meningkatnya peristaltik abdomen. Kemudian pemeriksaan
ekstremitas bawah lemah, pada tungkai bawah diketahui kedua kaki supel bila
digerakkan dengan sekali kali ada kontraksi otot – otot tungkai dan jari – jarinya,
kondisi refleks baik tanpa refleks patologis tetapi terdapat nyeri di otot.
Pada pemeriksaan psikiatri ditemukan afek dan mood distim; jalan dan isi
pikiran terdapat waham; tidak kooperatif dan pasien tidak tenang tampak agak cemas
dan ketakutan yang jelas menonjol.
Pasien merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara yang sering dimanja oleh
keluargnya. Pasien memiliki kepribadian premorbid dengan ciri histrionik dan
dependen karena mudah dipengaruhi oleh teman – teman, kurang percaya akan
kemampuan diri dan akan menarik dari hubungan sosial karena tidak tahan celaan
serta apabila tidak diterima oleh lingkungan.
Pemeriksaan laboratorium menyatakan pada pasien terdapat anemia,
leukopenia, hipokalemia, proteinuria, dan Widal O + 1/320 yang menandakan pasien
positif menderita demam tifoid.
F. DIAGNOSIS
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan psikiatris dan status mental serta pemeriksaan
diagnostik lanjutan (pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan laboratorium darah),
diagnosis kerja kelompok kami adalah Gangguan Mental Organik disertai Gangguan
Kepribadian Dependen dan Gangguan Kepribadian Histrionik, karena sudah
memenuhi kriteria diagnostik dari PPDGJ - III.
Diagnosis multiaksial dapat dituliskan sebagai berikut:
Aksis I : F06 Gangguan Mental Lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak
dan penyakit fisik
Aksis II : F60.7 Gangguan Kepribadian Dependen
F60.4 Gangguan Kepribadian Histrionik
Aksis III : A00 – B99 Penyakit Infeksi dan Parasit tertentu
Aksis IV : Masalah pekerjaan
Aksis V : GAF = 80 – 71 (saat ke dokter)
gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial.
11
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan Konversi
Ciri dari gangguan ini adalah adanya perubahan besar dalam fungsi fisik atau
hilangnya fungsi fisik. Simtom ini tidak dibuat secara sengaja, namun biasanya
muncul dalam kondisi yang penuh dengan tekanan. Gangguan ini dinamakan konversi
karena adanya keyakinan dari psikodinamika bahwa gangguan tersebut
mencerminkan penyaluran/konversi, dari energi seksual/agresif ke simtom fisik.
Merupakan gejala klasik menunjukkan adanya gangguan yang berkaitan
dengan kerusakan neurologis, padahal secara fisiologis tidak ada masalah.
Gangguan diadopsi secara involunter atau tak sadar
Pada sepertiga kasus ditemukan adanya ‘la belle indifference’ yaitu
ketidakpedulian relative terhadap gejala.
Kelumpuhan parsial atau total pada tangan atau kaki, gangguan seizures dan
koordinasi, sensasi gatal, mati rasa, dll.
Pada fungsi penglihatan dapat terjadi buta total, tunnel vision (lapangan
penglihatan terbatas)
Pada fungsi suara dapat terjadi aphonia (kehilangan suara hanya berbisik)
Pada fungsi penciuman dapat terjadi anosmia (kehilangan sense penciuman)
False pregnancy, penderita merasa dirinya hamil padahal secara organis tidak
terjadi apa-apa
Muncul dalam situasi stress, berhubungan dengan psikologis, membolehkan
individu untuk menghindar dan mendapat perhatian orang lain.
Ciri Diagnostik Gangguan Konversi
1. Paling tidak terdapat satu simtom/defisit yang melibatkan fungsi motorik/sensoris
yang menunjukkan adanya gangguan fisik.
2. Faktor psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebut karena
onset/kambuhnya simtom fisik terkait dengan munculnya stresor psikososial atau
situasi konflik.
3. Orang tersebut tidak sengaja menciptakan simtom atau berpura-pura memiliki
dengan tujuan tertentu.
12
4. Simptom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau pola respon, juga
tidak dapat dijelaskan dengan gangguan fisik apapun melalui landasan pengujian
yang tepat.
5. Simptom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya dalam satu atau
lebih area fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup untuk menjamin
perhatian medis.
Simptom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah fungsi seksual, juga tidak
dapat disebabkan oleh gangguan mental lain.1
H. RENCANA PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
1. Rawat inap
Pasien diindikasikan rawat inap berdasarkan keadaan umum pasien, dan
penyakit typhoid yang di derita agar mendapat terapi lebih lanjut
2. Pemberian Nacl fisiologis 0,9% dan KCL 0,3% 40mEq/L
pemeberian Nacl fisiologis ini berguna untuk mencegah terjadinya dehidrasi
pada pasien ini mengingat pasien mengalami diare, sedangkan pemberian
KCL 0,3% untuk meningkatkan kadar kalium pada pasien.
3. Antibiotik
Kloramfenikol: dosis hari pertama 4x250mg, hari kedua 4x500mg diberikan
selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis
diturunkan menjadi 4x250mg selama 5 hari kemudian. Untuk mengeradikasi
kuman penyebab Typhoid.2
4. Antipiretik
Paracetamol 3x500mg sehari sampai 7 hari bebas demam.
5. Antipsikotik untuk menghilangkan gejala psikosisnya
Haloperidol 2-10mg IM , setelah pasien tenang bisa diberikan secara oral
sampai gejala psikotis hilang.3
Non medikamentosa
1. Istirahat dan perawatan bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas demam
atau kurang lebih selama 14 hari. Jika kesadaran pasien menurun, posisinya
perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia hipostatik.
13
Defekasi dan buang air kecil juga perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi urin.
2. Diet makanan
- Makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang, dan
menimbulkan gas
- Susu 2 kali sehari perlu diberikan
- Bila anak sadar dan nafsu makan baik, dapat diberikan makanan lunak.4
I. PROGNOSIS
Pada pasien ini prognosisnya secara umum baik.
Ad Vitam : Ad Bonam
penyakit yang diderita pasien biasanya tidak menyebabkan
kematian dan biasanya cenderung tidak mengancam jiwa
pasien dan orang lain.
Ad Functionam : Ad Bonam
biasanya gejala gangguan mental organik biasanya akan
perlahan ikut menghilang sampai setelah faktor penyebabnya
(pada pasien ini penyakit typhoid) hilang. Onset terjadinya
juga pada usia muda sehingga akan lebih mudah sembuh.
Ad Sannationam : Ad Bonam
biasanya gejala gangguan mental organik biasanya akan
timbul apabila ada faktor penyebabnya.
14
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEMAM TIFOID
1.1 Definisi
Demam tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid fever, enteric fever) merupakan
penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala
demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
1.2 Patogenesis
Telah ditunjukkan pada diagram mengenai patogenesis perjalanan penyakit.
Pasien mengalami delirium yang diakibatkan oleh infeksi dari Salmonella typhii
endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada
15
jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi
pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam dan kemudian
berkomplikasi pada neuropsikiatrik dengan manifestasi delirium itu sendiri. Gejala-
gejala delirium pada pasien ini menjadi manifestasi klinik yang utama, tetapi delirium
yang terdapat pada kasus ini merupakan komplikasi dari demam tifoid.
Manifestasi neuropsikiatrik pada kasus ini, timbul delirium tanpa kejang.
Gejala-gejala delirium yang dialami pasien antara lain adalah gelisah, bicara kacau,
sulit tidur, penurunan kesadaran biologis dan gangguan kessadaran psikososial.
Sindrom klinis seperti ini disebut sebagai tifoid toksik oleh beberapa peneliti. Adapun
penyebab delirium selain infeksi adalah intoksikasi, alkohol, ensefalopati metabolik,
dan sebagainya. Delirium merupakan gangguan mental organik.
1.3 Diagnosis
Selain melihat gejala klinis yang ada, diagnosa juga ditegakkan melalui
pemeriksaan laboratorium, yaitu :
1. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis
a. Darah tepi : terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinifilia, anemia, dan trombositopenia ringan.
b. Sumsum tulang : terdapat gambaran sumsum tulang berupa
hiperaktif RES dengan adanya sel makrofage, sedangkan sistem
eritopoesis, granulopoesis, dan trombopoesis berkurang.
2. Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis
a. Kultur empedu (+) dalam darah pada minggu I, dalam tinja
pada minggu ke II dan urin pada minggu ke III.
b. Reaksi widal (+), Titer zat anti terhadap antigen O >1/160 atau
1/200
1.4 Komplikasi
16
Dapat terjadi pada :
a. Di usus halus
Umumnya jarang terjadi, namun sering fatal, yaitu :
1. Perdarahan usus
Diagnosis dapat ditegakkan dengan :
- penurunan TD dan suhu tubuh
- denyut nadi bertambah cepat dan kecil
- kulit pucat
- penderita mengeluh nyeri perut dan sangat iritabel
2. Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada
bagian distal ileum.
3. Peritonitis
Pada umumnya tanda gejala yang sering didapatkan:
- nyeri perut hebat
- kembung
- dinding abdomen tegang (defense muskulair)
- nyeri tekan
- TD menurun
- Suara bising usus melemah dan pekak hati berkurang
17
Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam
waktu singkat.
b. Diluar usus halus
- Bronkitis, terjadi pada akhir minggu pertama.
- Bronkopneumonia, kasus yang berat bilamana disertai infeksi
sekunder
- Kolesistitis
- Tifoid ensefalopati, gejala : kesadaran menurun, kejang-kejang,
muntah, demam tinggi
- Miokarditis
- Karier kronik.4
2. DELIRIUM
2.1 Definisi
Delirium adalah suatu keadaan kebingungan (confusion) mental yang dapat
disertai fluktuasi kesadaran, kecemasan, halusinasi, ilusi, dan waham (delusi).
Kelainan ini dapat menyertai infeksi, kelainan metabolik, dan kelainan medis atau
neurologis lain atau berhubungan dengan penggunaan obat-obatan atau gejala putus
obat.
2.2 Patofisiologi Delirium
Delirium merupakan manifestasi disfungsi neurologis, terutama di daerah
yang peka di korteks dan sistem retikular; jarang di serebelum. Dua mekanisme
neuronal yang mencetuskan delirium adalah pelepasan neurotransmitter yang
berlebihan dan pengaturan sinyal abnormal. Patofisiologi terbaru adalah adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter berupa defisit kolinergik dan kelebihan dopamin.
18
2.2 Gejala
Gejala yang berhubungan dengan delirium adalah: gangguan dari siklus tidur-
terjaga,mengantuk, tidak dapat beristirahat, inkoherensi, iritabilitas, labilitas emosi,
misinterpretasi persepsi (ilusi), dan halusinasi. Manifestasi delirium sering memburuk
pada malam hari.
Gangguan memori dan bahasa yang memiliki onset cepat, dan disorientasi
yang sebelumnya tidak terdapat merupakan indikasi terjadinya delirium. Karakteristik
lain meliputi tedapatnya kondisi medis atau neurologis dimana gangguan mental
bersifat sekunder dan hilangnya gangguan mental tersebut apabila kelainan medis atau
neurologis telah sembuh.3
3. GANGGUYAN KEPRIBADIAN HISTRIONIK
3.1 Etiologi
Gangguan ini dijelaskan berdasarkan pendekatan psikoanalisa. Perilaku
emosional dan ketidaksenonohan secara seksual didorong oleh ketidaksenonohan
orang tua, terutama ayah terhadap anak perempuannya. Kebutuhan untuk menjadi
pusat perhatian dipandang sebagai cara untuk mempertahankan diri dari perasaan
yang sebenarnya yaitu self-esteem yang rendah.5
3.2 Perspektif psikososial
19
a)Psikodinamik
Para ahli psikodinamika melihat gangguan ini sebagai hasil dari kebutuhan-
kebutuhan akan ketergantungan yang sangat mendalam dan merupakan represi-represi
dri emosi, hambatan dari resolusi setiap tahap oral atau oedipal. Pencarian atensi
berasal dari kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan dari orang lain.
b)Behavioral
Orang dengan tipe histerionik biasanya berasal dari kelurga yang memanjakan
dan membiarkan sifat manjanya hingga dewasa (being daddy’s "pretty little girl"). Hal
ini manjadi suatu pembiasaan sehingga terbentuk karakter yang menetap mengenai
sifat manja dan selalu ingin menjadi pusat perhatian.
Selain itu, biasanya, dalam keluarga tabu untuk mendidik atau mengenalkan.
masalah seks. Selain itu, ada pndapat lain yaitu ketika masa kanak mengalami
hubungan dengan orang tua yang tidak harmonis sehingga kehilangan rasa cinta. Lalu
untuk mempertahankan ketakutan akan kehilangan yang sangat, dia bereaksi secara
dramatis.
c)Cognitive
Para ahli kognitif berpendapat bahwa asumsi dasar yang mengarahkan orang-
orang bertingkah laku histerionik adalah “aku tidak cukup dan tidak mampu
menangani hidup dengan caraku sendiri”. Meskipun asumsi ini dipakai untuk orang
dengan gangguan lain, secara khusus yang mengalami depresi dan orang-orang
histrionik merespon asumsi ini secara lebih berbeda dibandingkan dengan gangguan
lain. Seorang histrionik bekerja untuk mendapat perhatian dan dukungan dari orang
lain.
d)Humanistic
Orang dengan tipe ini memiliki self-esteem yang rendah, dan sedang berjuang
untuk member kesan pada orang lain dengan tujuan meningkatkan self-worth mereka.
e)Interpersonal
20
Orang dengan tipe histrionik dapat berbuat apa saja agar mendapat perhatian
dari sekelilingnya. Walaupun begitu, ia tidak dapat menjalin relasi mendalam dengan
lingkungannya. Kadang mereka memperlihatkan perlaku merayu secara seksual,
berkompetisi dan terlalu menuntut pada relasi dengan jenis kelamin yang sama.
3.3 Kriteria diagnostic DSM-IV-TR Gangguan Kepribadian Histrionik
Pola pervasive emosionalitas yang berlebihan dan mencari perhatian, dimulai pada
saat masa dewasa awal dan muncul pada berbagai konteks, seperti yang ditunjukan
dengan lima atau lebih hal berikut :
1. Tidak nyaman dalam situasi dimana saat ia bukanlah pusat perhatian.
2. Interaksi dengan orang lain sering ditandai dengan perilaku merayu secara
seksual atau provokatif yang tidak tepat.
3. Menunjukan pergeseran yang cepat dan emosi yang dangkal.
4. Terus menerus menggunakan tampilan fisik untuk menari perhatian
dirinya.
5. Memiliki gaya bicara yang impressionistik dan tidak rinci.
6. Menunjukan dramatisasi, teatrikal, dan ekspresi emosi yang berlebihan.
7. Mudah disarankan, mudah dipengaruhi olehn orang lain atau keadaan.
8. Menganggap hubungan lebih intim daripada sebenarnya.6
4. GANGGUAN KEPRIBADIAN BERGANTUNG
4.1 Definisi
Gangguan kepribadian bergantung adalah seseorang yang menganggap
kebutuhan mereka sendiri tidak sepenting kebutuhan orang lain, membuat orang lain
bertangguang jawab terhadap hal penting didalam kehidupannya, tidak memiliki
kepercayaan diri, dan mengalami ketidaknyamanan yang hebat jika sendirian untuk
periode yang lama.5
4.2 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Kepribadian Bergantung
21
Kebutuhan yang berlebihan dan pervasif untuk diurus dan menghasilkan perilaku
“lengket” dan patuh, serta takut akan perpisahan, dimulai pada masa dewasa awal dan
muncul pada berbagai konteks, seperti yang ditunjukan dengan lima atau lebuh hal
berikut :
1. Memiliki kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa nasihat dan
peyakinan yang berlebihan dari orang lain.
2. Membutuhkan orang lainuntuk mengambil tanggung jawab untuk sebagian
besar area utama dalam kehidupannya.
3. Memiliki kesulitan untuk mengungkapkan ketidaksetujuan dengan orang lain
karena takut kehilangan dukungan atau persetujuan. Catatan : Tidak termasuk
rasa takut yang realistic akan ganti rugi (retribusi).
4. Memiliki kesulitan untuk memulai suatu proyek atau melakukan sesuatu atas
keinginan sendiri (karena tidak percaya diri didalam penilaian atau
kemampuan, bukannya tidak ada motivasi atau energi.
5. Berlama-lama untuk mendapatkan pengasuhan dan dukungan dari orang lain,
sampai pada tingkat sukarela melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan.
6. Merasa tidak nyaman atau tidak berdaya jika sendirian karena rasa takut
berlebihan yang tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
7. Segera mencari hubungan lain sebagai sumber perhatian dan dukungan jika
suatu hubungan berakhir.
8. Memiliki preokupasi yang tidak realistic akan rasa takut ditinggalkan untuk
mengurus dirinya sendiri.6
BAB V
22
KESIMPULAN
Pasien Nn. I berumur 21 tahun diantar ke UGD oleh ibunya dengan keluhan
utama mengigau, teriak – teriak, kedua kaki nyeri dan lemah/tidak kuat untuk berjalan
sendiri hingga menggunakan kursi roda, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan psikiatri, dan pemeriksaan laboratorium pasien didiagnosis menderita
Gangguan Mental Organik disertai Gangguan Kepribadian Dependen dan Gangguan
Kepribadian Histrionik berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa – III.
Penyebab gangguan mental organik pada pasien adalah demam tifoid yang
pada diagnosis multiaksial dalam aksis III dinyatakan sebagai Penyakit Infeksi atau
Parasit tertentu. Masalah pekerjaan, dalam hal ini hubungan dengan rekan kerja,
merupakan stressor yang juga mempengaruhi gangguan mental yang diderita pasien.
Disabilitas ringan dalam kehidupan sosial dan gejala sementara yang dapat diatasi
memberikan skala GAF yang cukup tinggi ketika ia pertama kali datang ke dokter.
Penatalaksanaan yang segera dan tepat untuk demam tifoid dapat memberikan
prognosis yang baik terhadap gangguan mental organik pasien, didukung juga dengan
usia pasien yang masih muda. Selain pemberian farmakaterapi, psikoterapi harus
diterapkan kepada pasien untuk mengembalikan fungsi sosial pasien sehingga
menjadi manusia yang sehat seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
23
1. Sadock BJ, Sadock VA. Buku ajar psikiatri klinis. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012. p.270-3
2. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya. Kumpulan Kuliah Farmakologi. 2nd ed. Jakarta : ECG. 2008. p.595
3. White S. The neuropathogenesis of delirium. Rev Clin Gerontol. 2002;12:62-
67.
4. Widodo Djoko. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Demam Tifoid. Jilid III. Ed
V.Hal 2802-3.2010. Jakarta:InternaPublishing
5. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri:Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1.Hal 519-520.2010. Jakarta : Binarupa Aksara
Publisher
6. American Psychiatry Association. Diagnostic and Stastistical Manual of
Mental Disorders, 4th ed (DSM-IV). 1994.
24