Upload
arif-yudistira
View
273
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
u
Citation preview
PAPER II
TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGAArip Sanjaya, Fiter Fernando, Liokta Lanima, Rahmat Nursyamli, Zhazha Ricky D
SIKLUS KEHIDUPAN KELUARGA
Dalam siklus kehidupan keluarga terdapat tahap-tahap yang dapat diprediksi.
seperti individu-individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan
yang berturut-turut, keluarga sebagai sebuah unit juga mengalami tahap-tahap
perkembangan yang berturut-turut.
Delapan Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Tahap I :Keluarga Pemula (juga menuju pasangan menikah atau tahap
pernikahan)
Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua adalah bayi sampai umur
30 bulan)
Tahap III : Keluarga dengan anak usia prasekolah (anak tertua berumur 2 hingga 6
tahun)
Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua berumur 6 hingga 13
tahun).
Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua berumur 13 hingga 25
tahun).
Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak
pertama sampai anak terakhir) yang meninggalkan rumah.
Tahap VII : Orangtua usia pertengahan (tanpa jabatan, pensiunan).
Tahap VIII : Keluarga dalam masa pensiun dan lansia (juga menunjuk kepada
anggota keluarga yang berusia lanjut atau pensiun) hingga pasangan
yang sudah mengenalinya.
Diadaptasi dari Dupal, 1977 dan Miller, 1985
Formulasi tahap-tahap perkembangan keluarga yang paling banyak digunakan
untuk keluarga inti dengan dua orang tua adalah 8 tahap siklus kehidupan keluarga
dari Dupal, 1977 (lihat tabel 1) Selain itu Charter dan McGoldrick, 1988 belakangan
membuat model enam tahap yang sama bagi para ahli terapi keluarga. Tabel 2
membandingkan tahap-tahap perkembangan siklus kehidupan keluarga dari Dupall
dan Charter dan Goldrick.
1
Dalam paradigma dari Dupall, ia menggunakan tingkat umur dan tingkat
sekolah dari anak yang paling tua sebagai tonggak untuk interval siklus kehidupan,
dengan pengecualian untuk dua tahap terakhir kehidupan keluarga ketika anak-anak
sudah tidak ada lgi di rumah. Apalagi terdapat beberapa anak dalam keluarga, terjadi
beberapa tumpang tindih tahap-tahap yang berbeda. Sebaliknya Charter dan
McGoldrick, 1988 merumuskan tahap siklus kehidupan keluarga yang berfokus pada
hal-hal penting dimana anggota keluarga masuk dan keluar dari keluarga, jadi
mengganggu keseimbangan keluarga. Penekanan disini diletakkan pada hubungan-
hubungan yang berubah, yang menjadi syarat sehingga keluarga bisa bergerak dari
satu tahap siklus kehidupan ke tahap berikutnya.
Perbandingan Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga menurut Duvall,
Miller, Charter dan McGoldrick
Charter dan McGoldrick
(Perspektif Terapi Keluarga)
Duvall dan Miller
(Perspektif Sosiologis)
1. Keluarga antara : dewasa muda
yang belum kawin
2. Penyatuan keluarga melalui
perkawinan : pasangan yang baru
menikah
3. Keluarga dengan anak kecil (masa
bayi hingga usia sekolah)
Tidak ada yang diidentifikasi di sini,
meskipun Duvall menganggap dewasa
muda sedang proses “dilepas”. Karena
terdapat waktu yang cukup antara masa
remaja dan pernikahan.
1. Keluarga pemula atau tahap
pernikahan.
2. Keluarga sedang mengasuh anak
(anak tertua adalah bayi sampai
umur 30 bulan)
3. Keluarga dengan anak usia
prasekolah (anak tertua berumur 2
½ hingga 5 tahun).
4. Keluarga dengan anak usia sekolah
(anak tertua umur 6 hingga 12
tahun)
5. Keluarga dengan akan remaja (anak
2
4. Keluarga dengan anak remaja
5. Keluarga melepaskan anak dan
pindah
6. Keluarga dalam kehidupan terakhir
tertua berumur 13 hingga 20)
6. Keluarga melepaskan anak dewasa
muda (semua anak meninggalkan
rumah)
7. Orangtua usia pertengahan (tidak
ada jabatan lagi hingga pensiun)
8. Keluarga dalam masa pensiun dan
lansia (mulai dari pensiun hingga
pasangan yang meninggal.
Adapted from Carter dan McGoldrick, (1988), Duvall and Miller, (1985)
1. Variasi Siklus Kehidupan Keluarga
Variasi-variasi dalam siklus kehidupan keluarga tradisional dapat dilihat pada
keluarga-keluarga dimana pasangan suami istri tidak menikah, dan terdapat
perkawinan sesama homoseksual, orangtua tunggal dan keluarga dengan orangtua tiri.
Makin banyak orang memilih berbagai bentuk keluarga dan karenanya konsep asal
tentang siklus kehidupan keluarga, mencakup keluarga inti dengan dua orangtua,
secara menyolok terbatas dalam aplikabilitasnya. Untuk keluarga-keluarga
nontradisional atau keluarga-keluarga miskin atau minoritas, terdapat variasi-variasi
pada penentuan tempo dan pengurutan kejadian keluarga (Teachman et al, 1987).
Karena pada saat ini keluarga dengan orangtua tunggal dan orangtua tiri berjumlah
cukup besar .
Bahkan dalam keluarga inti tradisional dengan dua orangtua terdapat
perubahan dalam penentuan tempo dari tahap-tahap siklus kehidupan keluarga.
Jumlah dewasa muda yang tinggal dengan tua, sendirian, atau dengan dewasa muda
lainnya semakin bertambah (“diantara tahap-tahap siklus kehidupan keluarga” dari
Charter dan McGoldrick). Banyak pasangan menunda menikah dan memperpendek
masa pengasuhan anak (hasil dari KB dan kerja), dan mempunyai lebih sedikit anak.
Dengan perubahan-perubahan ini dan umur harapan hidup yang lebih lama, terdapat
tahun-tahun yang cocok dalam dua tahap terakhir siklus kehidupan keluarga – tahap
usia pertengahan dan tahap pensiunan dan lansia.
3
2. Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Seperti individu-individu yang mempunyai tugas-tugas perkembangan yang
harus mereka capai agar mereka merasa puas selama suatu tahap perkembangan dan
agar mereka mampu beralih ke tahap berikutnya dengan berhasil, setiap tahap
perkembangan keluarga pun mempunyai tugas-tugas perkembangan yang spesifik.
Tugas-tugas perkembangan keluarga menyatakan tanggung jawab yang dicapai oleh
keluarga selama setiap tahap perkembangannya sehingga dapat memenuhi (1)
kebutuhan biologis keluarga, (2) imperatif budaya keluarga, dan (3) aspirasi dan nilai-
nilai keluarga (Duvall, 1977).
Bagaimana tugas-tugas perkembangan dalam keluarga berbeda dengan tugas-
tugas perkembangan individu anggota keluarga? Meskipun dalam kenyataan banyak
tugas-tugas tersebut adalah gabungan, tugas-tugas perkembangan keluarga
dibangkitkan bila keluarga sebagai sebuah unit berupaya memenuhi tuntutan-tuntutan
perkembangan mereka secara individual. Tugas-tugas perkembangan keluarga juga
diciptakan oleh tekanan-tekanan komunitas terhadap keluarga dan anggotanya untuk
menyesuaikan diri dengan harapan-harapan kelompok acuan keluarga dan masyarakat
yang lebih luas.
Selain itu, tugas-tugas perkembangan keluarga juga meliputi tugas-tugas spesifik pada
setiap tahap yang melekat dalam pelaksanaan lima fungsi dasar keluarga yang terdiri
dari (1) fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian) ; (2) fungsi sosialisasi dan
penempatan sosial ; (3) fungsi perawatan kesehatan – penyediaan dan pengelolaan
kebutuhan-kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan ; (4) fungsi reproduksi ; dan (5)
fungsi ekonomi (lihat bab 5 untuk pembahasan yang lengkap tentang fungsi-fungsi
ini).
Tantangan nyata bagi keluarga adalah memenuhi setiap kebutuhan anggota
keluarga, dan juga untuk memenuhi fungsi-fungsi keluarga secara umum. Pertautan
kebutuhan-kebutuhan perkembangan individu dan keluarga tidak selalu mungkin
dilakukan. Misalnya, tugas anak usia bermain yang meliputi mengeksplorasi
lingkungan seringkali bertentangan dengan tugas seorang ibu memelihara rumah yang
teratur.
3. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan Dua Orangtua
Tahap-tahap siklus kehidupan keluarga berikut ini telah diuraikan oleh Duvall
dan Miller (1985) dan Charter dan McGoldrick (1988).
4
Tahap Transisi : Keluarga antara (Dewasa Muda yang Belum Kawin)
Tahap ini menunjuk ke masa dimana individu berumur 20 tahunan yang telah
mandiri secara finansial, dan secara fisik telah meninggalkan keluarganya namun
belum berkeluarga. Tahap-tahap keluarga antara tidak dianggap tahap siklus
kehidupan keluarga oleh Duvall dan sosiolog lainnya. Namun, karena masa ini
umumnya dialami seseorang (remaja tidak keluar secara langsung dari keluarga
asalnya dan membentuk keluarga, seperti yang sering ditemukan pada masa lalu), dan
karena masa ini merupakan masa transisi yang sangat penting, tahap ini dimasukkan
dalam naskah ini. Tahap ini benar-benar diabaikan oleh para profesional perawatan
kesehatan keluarga dan para ahli terapi keluarga (Aylmerm 1988).
Data demografi mendukung pentingnya tahap ini. Kini, di Amerika Serikat
lebih banyak dewasa muda menunda perkawinan, mereka hidup membujang atau
kumpul kebo. Perkawinan pertama di Amerika Serikat umumnya berlangsung 3 tahun
lebih lambat dari generasi sebelumnya. Kini, dewasa muda yang hidup bersama diluar
pernikahan lima kali lebih banyak dari pada tahun 1960 (Glick, 1989).
Tahap keluarga dianggap oleh Aymer (1988) dan ahli-hali terapi lainnya
sebagai dasar bagi semua tahap berikutnya : bagaimana dewasa muda melewati tahap
ini sangat mempengaruhi siapa yang dinikahinya dan juga kapan dan bagaimana
pernikahan berlangsung. Untuk melewati tahap ini dengan sukses, dewasa muda harus
pisah dari keluarga asalnya tanpa memutuskan atau secara reaktif berhubungan
dengan pergantian yang emonsional.
Tugas-Tugas Perkembangan.
1. Pembedaan diri dalam hubungannya dengan keluarga asalnya.
2. Menjalin hubungan dengan teman sebaya yang akrab.
3. Pembentukan diri yang berhubungan dengan kemandirian pekerjaan dan
finansial.
Tahap Transisi : Keluarga Antara dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
yang Bersamaan.
Tahap Siklus
Kehidupan Keluarga
Tugas-Tugas
Perkembangan Keluarga
Tahap Transisi : 1. Pisah dengan keluarga asal.
5
Keluarga antara 2. Menjalin hubungan intim dengan
teman sebaya.
3. Membentuk kemandirian dalam hal
pekerjaan dan finansial.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
a. Tahap I : Keluarga Pemula
Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah keluarga baru –
keluarga yang menikah atau prokreasi dan perpindahan dari keluarga asal atau status
lajang ke hubungan baru yang intim. Tahap perkawinan atau pasangan menikah saat
ini berlangsung lebih lmbat. Misalnya, menurut data sensus Amerika Serikat tahun
1985, 75 persen pria dan 57 persen wanita Amerika Serikat masih belum menikah
pada usia 21 tahun, ini merupakan suatu pergeseran yang berarti dari 55 persen dan 36
persen masing-masing dalam tahun 1970.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
1). Membangun Perkawinan yang Saling Memuaskan
Ketika dua orang diikat dalam ikatan perkawinan, perhatian awal mereka
adalah menyiapkan suatu kehidupan bersama yang baru. Sumber-sumber dari dua
orang digabungkan, peran-peran mereka berubah, dan fungsi-fungsi barupun diterima.
Belajar hidup bersama sambil memenuhi kebutuhan kepribadian yang mendasar
merupakan sebuah tugas perkembangan yang penting. Pasangan harus saling
menyesuaikan diri terhadap banyak hal kecil yang bersifat rutinitas. Misalnya mereka
harus mengembangkan rutinitas untuk makan, tidur, bangun pagi, membersihkan
rumah, menggunakan kamar mandi bergantian, mencari rekreasi dan pergi ke tempat-
tempat yang menyenangkan bagi mereka berdua. Dalam proses saling menyesuaikan
diri ini, terbentuk satu kumpulan transaksi berpola dan lalu dipelihara oleh pasangan
tersebut, dengan setiap pasangan memicu dan memantau tingkah laku pasangannya.
Tahap Pertama Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan Dua Orang Tua, dan
Tugas-Tugas Perkembangan yang bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Keluarga Pemula 1. Membangun perkawinan yang
saling memuaskan.
2. Menghubungkan jaringan
6
persaudaraan secara harmonis.
3. Keluarga berencana (keputusan
tentang kedudukan sebagai
orangtua)
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Keberhasilan dalam mengembangkan hubungan tergantung pada saling
menyesuaikan diri yang baru saja dibicarakan, dan tergantung kepada
komplementaritas atau kecocokkan bersama dari kebutuhan dan minat pasangan.
Sama pentingnya bahwa perbedaan-perbedaan individu perlu diketahui. Dalam
hubungan yang sehat, perbedaan-perbedaan dipandang untuk memperkaya hubungan
perkawinan. Pencapaian hubungan perkawinan yang memuaskan tergantung pada
pengembangan cara-cara yang memuaskan untuk menangani “perbedaan-perbedaan
tersebut” (Satir, 1983) dan konflik-konflik. Cara yang sehat untuk memecahkan
masalah adalah berhubungan dengan kemampuan pasangan untuk bersikap empati ;
saling mendukung, dan mampu berkomunikasi secara terbuka dan sopan (Raush et al,
1969) dan melakukan pendekatan terhadap konflik atas rasa saling hormat
menghormati (Jackson dan Lederer, 1969).
Sejauhmana kesuksesan mengembangkan hubungan perkawinan tergantung pada
bagaimana masing-masing pasangan dibedakan atau dipisahkan dari keluarga asal
masing-masing (tugas perkembangan sebelumnya). Orang dewasa harus pisah dengan
orangtuanya dalam upaya untuk membentuk identitas dirinya sendiri dan hubungan
intim yang sehat. McGoldrick (1988) memberikan sebuah deskripsi yang amat bagus
tentang proses ini dan masalah-masalah psikososial selama masa ini.
Banyak pasangan mengalami masalah-masalah penyesuaian seksual, serikali
disebabkan oleh ketidaktahuan dan informasi yang salah yang mengakibatkan
kekecewaan dan harapan-harapan yang tidak realistis. Malahan, banyak pasangan
yang membawa kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi
kedalam hubungan mereka, dan hal-hal ini dapat mempengaruhi hubungan seksual
secara merugikan. (Goldenberg dan Goldenberg, 1985).
2). Menghubungkan Jaringan Persaudaraan secara Harmonis.
Perubahan peran dasar terjadi dalam perkawinan pertama dari sebuah pasangan,
karena mereka pindah dari rumah orangtua mereka ke rumah mereka yang baru.
Bersamaan dengan itu, mereka menjadi anggota dari tiga keluarga, yaitu : menjadi
7
anggota keluarga dari keluarga mereka sendiri yang baru saja terbentuk. Pasangan
tersebut menghadapi tugas-tugas memisahkan diri dari keluarga asal mereka dan
mengupayakan berbagai hubungan dengan orangtua mereka, sanak saudara dan
dengan ipar-ipar mereka, karena loyalitas utama mereka harus diubah untuk
kepentingan hubungan perkawinan mereka. Bagi pasangat tersebut, hal ini menuntut
pembentukan hubungan baru dengan setiap orangtua masing-masing, yaitu hubungan
yang tidak hanya memungkinkan dukungan dan kenikmatan satu sama lain, tapi juga
otonomi yang melindungi pasangan baru tersebut dari campur tangan pihak luar yang
mungkin dapat merusak bahtera perkawinan yang bahagia.
3). Keluarga Berencana.
Keluarga berencana yang kurang diinformasikan dan kurang efektif
mempengaruhi kesehatan keluarga dalam banyak cara : mobiditas dan moralitas ibu-
anak ; menelatarkan anak ; sehat sakit orangtua ; masalah-masalah perkembangan
anak, termasuk inteligensia kemampuan belajar dan perselisihan dalam perkawinan.
Pembentukan keluarga dengan sengaja dan terinformasi meliputi membuat keputusan
sendiri tentang kapan dan/atau apakah ingin mempunyai anak, terlepas dari
pertimbangan kesehatan keluarga.
Akan tetapi, memaksakan keluarga berencana pada keluarga bukanlah sesuatu
yang etis, karena hal tersebut menghancurkan inisiatif, integritas, dan kompetensi.
Gadis-gadis remaja yang menginginkan bayi perlu mengkonsultasikan kesiapan fisik
dan emosi untuk menjadi orang tua dan perlindungan yang realistis terhadap
kehamilan bersama-sama dengan supervisi kesehatan yang baik. Tapi hanya sedikit
saja dilakukan untuk mengimbangi tekanan-tekanan masyarakat terhadap seks dan
perkawinan dengan pendidikan kontrasepsi yang realistis.
b. Tahap II : Keluarga yang Sedang Mengasuh Anak
Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama sehingga bayi berusia 30 bulan.
Biasanya orangtua tergetar hatinya dengan kelahiran pertama anak mereka, tapi agak
takut juga. Kekuatiran terhadap bayi biasanya berkurang setelah beberapa hari, karena
ibu dan bayi tersebut mulai saling mengenal. Akan tetapi kegembiraan yang tidak
dibuat-buat ini berakhir ketika seorang ibu baru tiba di rumah dengan bayinya setelah
tinggai di rumah sakit untuk beberapa waktu. Ibu dan ayah tiba-tiba berselisih dengan
semua peran-peran mengasyikkan yang telah dipercayakan kepada mereka. Peran
8
tersebut pada mulanya sulit karena perasaan ketidakadekuatan menjadi orangtua
baru ; kurangnya bantuan dari keluarga dan teman-teman, dan para profesional
perawatan kesehatan yang bersifat membantu dan sering terbangun tengah malam
oleh bayi yang berlangsung 3 hingga 4 minggu. Ibu juga letih secara psikologis dan
fisiologis. Ia sering merasakan beban tugas sebagai ibu rumah tangga dan barangkali
juga bekerja, selain merawat bayi. Khususnya terasa sulit jika ibu menderita sakit atau
mengalami persalinan dan pelahiran yang lama dan sulit atau seksio besar.
Kedatangan bayi dalam rumah tangga menciptakan perubahan-perubahan bagi setiap
anggota keluarga dan setiap kumpulan hubungan. Orang asing telah masuk ke dalam
kelompok ikatan keluarga yang erat, dan tiba-tiba keseimbangan keluarga berubah
setiap anggota keluarga memangku peran yang baru dan memulai hubungan yang
baru. Selain seorang bayi yang baru saja dilahirkan, seorang ibu, seorang ayah, kakek
nenekpun lahir. Istri sekarang harus berhubungan dengan suami sebagai pasangan
hidup dan juga sebagai ayah dan sebaliknya. Dan dalam keluarga yang memiliki anak
sebelumnya, pengaruh kehadiran seorang bayi sangat berarti bagi saudaranya sama
seperti pada pasangan yang menikah. Mengatakan pada seorang anak untuk
menyesuaikan diri dengan seorang adik laki-laki atau perempuan yang baru mungkin
sama dengan suami mengatakan pada istrinya bahwa ia membawa ke rumah seorang
nyonya yang ia cintai dan ia terima sama derajatnya (William dan Leanman, 1973).
Ini merupakan suatu perkembangan kritis bagi semua yang terlibat.
Oleh sebab itu, meskipun kedudukan sebagai orangtua menggambarkan tujuan yang
teramat penting bagi semua pasangan, kebanyakan pasangan menemukannya sebagai
perubahan hidup yang sangat sulit. Penyesuaian diri terhadap perkawinan biasanya
tidak sesulit penyesuaian terhadap menjadi orangtua. Meskipun bagi kebanyakan
orang tua merupakan pengalaman penuh arti dan menyenangkan, kedatangan bayi
membutuhkan perubahan peran yang mendadak. Dua faktor penting yang menambah
kesukaran dalam menerima peran orangtua adalah bahwa kebanyakan orang sekarang
tidak disiapkan untuk menjadi orang tua dan banyak sekali mitos berbahaya yang
tidak realistis meromantiskan pengasuhan anak didalam masyarakat kami (Fulcomer,
1977). Menjadi orangtua merupakan satu-satunya peran utama yang sedikit
dipersiapkan dan kesulitan dalam transisi peran mempengaruhi hubungan perkawinan
dan hubungan orangtua dan bayi secara merugikan.
Perubahan-perubahan sosial yang dramatis dalam masyarakat Amerika juga memiliki
pengaruh yang kuat pada orangtua baru. Banyaknya wanita yang bekerja di luar
9
rumah dan memiliki karier, naiknya angka perceraian dan masalah perkawinan,
penggunaan alat kontrasepsi dan aborsi yang sudah lazim, dan semakin meningkatnya
biaya perawatan dan memiliki anak merupakan faktor-faktor yang menyulitkan tahap
siklus awal kehidupan pengasuh anak (Bradt, 1988 ; Miller dan Myers-Walls, 1983).
Masa Transisi menjadi Orangtua.
Kelahiran anak pertama merupakan pengalaman keluarga yang sangat penting dan
sering merupakan krisis keluarga, sebagaimana yang digambarkan secara konsisten
pada penelitian keluarga selama tahap siklus kehidupan keluarga ini (Clark, 1966 ;
Hobbs dan Cole, 1976 ; LeMaster, 1957).
Untuk mengetahui bagaimana anak yang baru lahir mempengaruhi keluarga,
LeMaster, 1957, dalam studi klasik tentang penyesuaian keluarga terhadap kelahiran
anak pertama, mewawancarai 46 orang tua dari kalangan kelas menengah di Kota
(berusia 25 – 25 tahun) dan memperkirakan sejauhmana mereka dalam keadaan krisis.
Ia menemukan bahwa 17 persen pasangan tidak mengalami masalah atau hanya
masalah-masalah sedang, tapi sisanya mengalami masalah berat atau luar biasa.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Setelah lahir anak pertama, keluarga mempunyai beberapa tugas yang penting (tabel
5). Suami, istri, dan bayi semuanya belajar peran-peran yang baru sementara keluarga
inti memperluas fungsi dan tanggungjawab. Ini meliputi penggabungan tugas
perkembangan yang terus menerus dari setiap anggota kelurga dan keluarga secara
keseluruhan (Duvall, 1977).
Tahap Kedua Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang sedang mengasuh anak dan
Tugas-Tugas Perkembangan yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Keluarga sedang mengasuh
anak
1. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit
yang mantap (mengintegrasikan bayi baru ke
dalam keluarga).
2. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang
bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga.
3. Mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan.
10
4. Memperluas persahabatan dengan keluarga
besar dengan menambahkan peran-peran
orangtua dan kakek dan nenek.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988) ; Duvall dan Miller (1985)
Kelahiran seorang anak membuat perubahan-perubahan yang logika dalam
organisasi keluarga. Fungsi-fungsi pasangan suami istri harus dibedakan untuk
memenuhi tuntutan-tututan baru perawatan dan penyembuhan. Sementara pemenuhan
tanggungjawab ini bervariasi menurut posisi sosial budaya suami istri, sebuah pola
yang umum adalah untuk orang tua agar menerima peran-peran tradisonal atau
pembagian tanggungjawab (La Rossa dan La Rossa, 1981).
Hubungan dengan keluarga besar paternal dan maternal perlu disusun kembali
dalam tahap ini. Peran-peran baru perlu dibuat kembali berkenaan menjadi kakek
nenek dan hubungan antara orangtua dan kakek-nenek (Bradt, 1988).
Peran yang paling penting bagi perawat keluarga bila bekerja dengan keluarga
yang mengasuh anak adalah mengkaji peran sebagai orangtua bagaimana kedua
orangtua berinteraksi dengan bayi baru dan merawatnya, dan bagaimana respons bayi
tersebut. Klaus dan Kendall (1976), Kendall (1974), Rubbin (1967), dan yang lainnya
menguji dampak penting dari sentuhan dan kehangatan awal setelah melahirkan ;
hubungan positif antara orangtua anak pada hubungan orangtua dan anak di masa
datang. Sikap orangtua tentang mereka sendiri sebagai orangtua, sikap mereka
terhadap bayi mereka, karakteristik komunikasi orangtua dan stimulasi bayi (Davis,
1978) adalah bidang-bidang terkait yang perlu dikaji.
Perubahan-perubahan peran dan adaptasi terhadap tanggungjawab orangtua
yang baru biasanya lebih cepat dipelajari oleh ibu daripada ayah. Anak merupakan
realita pada calon ibu dari pada ayah, yang biasanya mulai merasa seperti ayah pada
saat kelahiran, tapi kadang-kadang jauh lebih lambat dari itu (Minuchin, 1974). Ayah
seringkali tetap netral pada awalnya sementara wanita secara cepat menyesuaikan diri
dengan struktur keluarga yang baru.
Kebiasaan dimana kebanyakan ayah secara tradisional tidak diikutsertakan
dalam proses perinatal secara pasti memperlambat pria melakukan perubahan peran
yang penting ini dan oleh karena itu menghalangi keterlibatan emosional mereka.
Sayangnya, kesadaran yang meningkat tentang peran penting yang dipangku ayah
dalam perawatan anak dan perkembangan anak telah menimbulkan keterlibatan ayah
11
yang lebih besar dalam perawatan bayi dikalangan kelas menengah (Hanson dan
Bozett, 1985).
Ibu dan ayah menumbuhkan dan mengembangkan peran orangtua mereka
dalam berespons terhadap tuntutan-tuntutan yang berubah terus menerus dan tugas-
tugas perkembangan dari orang muda yang sedang tumbuh, keluarga secara
keseluruhan, dan mereka sendiri. Menurut Friedman (1957), orangtua melewati 5
tahap perkembangan secara berturut-turut. Dua tahap pertama meliputi fase kehidupan
keluarga ini. Pertama, selama bayi, orangtua mempelajari arti dari isyarat-isyarat yang
dikekspresikan oleh bayi untuk mengutarakan kebutuhan-kebutuhannya. Dengan
setiap anak lahir berturut-turut, orangtua akan mengalami tahap yang sama ini
sehingga mereka menyesuaikan setiap isyarat-isyarat unik bayi.
Tahap kedua ini perkembangan orangtua adalah belajar untuk menerima
pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi dalam masa usia bermain –
khususnya orangtua yang baru memiliki anak pertama – membutuhkan bimbingan dan
dukungan. Orangtua perlu memahami tugas-tugas yang harus dikuasai oleh anak dan
kebutuhan anak akan keselamatan, keterbatasan dan latihan buang air (toilet training).
Mereka perlu memahami konsep kesiapan perkembangan, konsep tentang “saat yang
tepat untuk mengajar mereka”. Pada saat yang sama pula orangtua perlu bimbingan
dalam memahami tugas-tugas yang harus mereka kuasai selama tahap ini.
Pola-pola komunikasi perkawinan yang baru berkembang dengan lahirnya
anak, dimana pasangan berhubungan satu sama lain baik sebagai suami istri maupun
sebagai orangtua. Pola transaksi suami istri terbukti telah berubah secara drastis.
Feldman (1961) mengamati bahwa orang tua bayi berbicara dan berkelakar lebih
sedikit, pembicaraan yang merangsang lebih sedikit dan kualitas interaksi perkawinan
yang menurun. Beberapa orangtua merasa kewalahan dengan bertambahnya
tanggungjawab, khususnya mereka yang suami maupun istri sama-sama bekerja
secara penuh.
Pembentukan kembali pola-pola komunikasi yang memuaskan termasuk
masalah dan perasaan pribadi, perkawinan dan orangtua adalah sangat penting.
Pasangan harus terus memenuhi setiap kebutuhan-kebutuhan psikologis dan seksual
dan juga berbagi dan berinteraksi satu sama lain dalam hal tanggungjawab sebagai
orangtua.
Hubungan seksual suami istri umumnya menurun selama kehamilan dan
selama 6 minggu masa postpartum. Kesulitan-kesulitan seksual selama masa
12
berikutnya umum terjadi, yang timbul dari faktor-faktor seperti ibu tenggalam dalam
peran barunya, keletihan dan perasaan menurunnya daya tarik seksual dan juga
perasaan suami bahwa ia “tersingkir” oleh bayinya.
Sekarang komunikasi keluarga termasuk anggota ketiga, membentuk tiga
serangkai. Orangtua harus belajar untuk merasakan dan melihat tangisan komunikasi
dari bayinya. Misalnya, tangisan bayi perlu dibedakan kedalam ekspresi
ketidaknyamanan, rasa lapar, rangsangan yang berlebihan, sakit, atau letih. Dan bayi
mulai memberikan respon terhadap rangkulan, timangan dan berbicara yang
kemudian diterima dan dikuatkan oleh orangtua.
Konseling keluarga berencana biasanya berlangsung saat pemeriksaan setelah
postpartum 6 minggu. Orangtua kemudian harus didorong secara terbuka untuk
mendiskusikan jarak kelahiran dan perencanaan. Melihat meningkatkan tuntutan-
tuntutan keluarga dan pribadi yang dibawakan oleh bayi, orangtua perlu menyadari
bahwa kehamilan dengan jarak rapat dan sering dapat berbahaya bagi ibu, dan juga
ayah, saudara bayi, dan unit keluarga.
Tahap siklus kehidupan ini memerlukan penyesuaian hubungan dalam
keluarga besar dan dengan teman-teman. Ketika anggota keluarga lain mencoba
mendukung dan membantu orangtua baru ini, ketegangan bisa muncul. Misalnya,
meskipun kakek nenek dapat menjadi sumber pertolongan yang besar bagi orangtua
baru, namun kemungkinan konflik tetap ada karena perbedaan nilai-nilai dan harapan-
harapan yang ada antar generasi tersebut.
Meskipun pentingnya memiliki jaringan sosial atau sistem pendukung sosial
untuk mencapai kepuasan dan perasaan positif tentang kehidupan keluarga, keluarga
muda perlu mengetahui kapan mereka butuh bantuan dan dari siapa mereka harus
menerima bantuan tersebut dan juga kapan mereka harus menggantungkan diri pada
sumber-sumber dan kekuatan merek sendiri (Duvall, 1977).
Hubungan perkawinan yang kokoh dan bergairah sangat penting bagi stabilitas
dan moral keluarga. Hubungan suami istri yang memuaskan akan memberikan
pasangan dengan kekuatan dan tenaga “bagi” bayi dan satu sama lain. Tuntutan-
tuntutan dan tekanan-tekanan yang bertentangan, seperti antara loyalitas ibu terhadap
bayi dan terhadap suami, merupakan persoalan dan dapat menyiksa. Tipe konflik
semacam ini dapat menjadi sumber sentral ketidakbahagiaan selama tahap siklus
kehidupan ini.
13
c. Tahap III : Keluarga dengan Anak Usia Prasekolah
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2
½ tahun dan berakhir ketika anak berusia 5 tahun. Sekarang, keluarga mungkin terdiri
dari tiga hingga lima orang, dengan posisi suami-ayah, istri-ibu, anak laki-laki-
saudara, anak perempuan-saudari. Keluarga lebih menjadi majemuk dan berbeda
(Duvall dan Miller, 1985).
Anak-anak usia prasekolah harus banyak belajar pada tahap ini, khususnya
dalam hal kemadirian. Mereka harus mencapai otonomi yang cukup dan mampu
memenuhi kebutuhan sendiri agar dapat menangani diri mereka sendiri tanpa campur
tangan orangtua mereka dimana saja. Pengalaman di kelompok bermain, taman
kanak-kanak, Project Head Start, pusat perawatan sehari, atau program-program sama
lainnya merupakan cara yang baik untuk membantu perkembangan semacam ini.
Program-program prasekolah yang terstruktur sangat bermanfaat dalam membantu
orangtua dengan anak usia prasekolah yang berasal dari dalam kota dan
berpendapatan rendah. Peningkatan yang tajam dalam IQ dan keterampilan sosial
telah dilaporkan terjadi setelah anak menyelesaikan sekolah taman kanak-kanak
selama 2 tahun (Kraft et al, 1968).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Kini, keluarga tumbuh baik dalam jumlah maupun kompleksitas. Perlunya anak-anak
usia prasekolah dan anak kecil lainnya untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya, dan
kebutuhan orangtua untuk memiliki privasi mereka sendiri menjadikan perumahan
dan ruang yang adekuat sebagai masalah utama. Peralatan dan fasilitas-fasilitas juga
perlu bersifat melindungi anak-anak, karena pada tahap ini kecelakaan menjadi
penyebab utama kematian dan cacat. Mengkaji keamanan rumah merupakan hal yang
penting bagi perawat kesehatan komunitas dan penyuluhan kesehatan perlu
dimasukkan sehingga orangtua dapat mengetahui resiko yang ada dan cara-cara
menegah kecelakaan (Tabel 6).
Tahap III Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan anak usia pra sekolah dan
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
Keluarga dengan anak usia Prasekolah. 1. Memenuhi kebutuhan anggota
14
keluarga seperti rumah, ruang
bermain, privasi, keamanan.
2. Mensosialisasikan anak.
3. Mengintegrasi anak yang baru
sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak-anak yang lain.
4. Mempertahankan hubungan yang
sehat dalam keluarga (hubungan
perkawinan dan hubungan orangtua
dan anak) dan di luar keluarga
(keluarga besar dan komunitas).
Diadaptasi dari Carter dam McGoldrick (1988) ; Duvall dan Miller (1985)
d. Tahap IV : Keluarga dengan Anak Usia Sekolah
Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai masuk
sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja. Keluarga
biasanya mencapai jumlah anggota maksimum, dan hubungan keluarga di akhir tahap
ini (Duvall, 1977). Lagi-lagi tahun-tahun pada masa ini merupakan tahun-tahun yang
sibuk. Kini, anak-anak mempunyai keinginan dan kegiatan-kegiatan masing-masing,
disamping kegiatan-kegiatan wajib dari sekolah dan dalam hidup, serta kegiatan-
kegiatan orangtua sendiri. Setiap orang menjalani tugas-tugas perkembangannya
sendiri-sendiri, sama seperti keluarga berupaya memenuhi tugas-tugas
perkembangannya sendiri (Tabel 7).
Tahap IV Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan anak usia sekolah, dan Tugas-
Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Keluarga dengan anak usia
sekolah
1. Mensosialisasikan anak-anak, termasuk
meningkatkan prestasi sekolah dan
mengembangkan hubungan dengan teman
sebaya yang sehat.
2. Mempertahankan hubungan perkawinan yang
15
memuaskan.
3. Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota
keluarga
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Salah satu tugas orangtua yang sangat penting dalam mensosialisasikan anak pada
saat ini meliputi meningkatkan prestasi anak pada saat ini meliputi meningkatkan
prestasi anak di sekolah. Tugas keluarga yang signifikan lainnya adalah
mempertahankan hubungan perkawinan yang bahagia. Sekali lagi dilaporkan bahwa
kebahagiaan perkawinan selama tahap ini menurun. Dua buah penelitian yang besar
menguatkan observasi ini (Burr, 1970 ; Rollins dan Feldman, 1970). Meningkatkan
komunikasi yang terbuka dan mendukung hubungan suami istri merupakan hal yang
vital dalam bekerja dengan keluarga dan anak usia sekolah.
e. Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja
Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, tahap kelima dari siklus
kehidupan keluarga dimulai. Tahap ini berlangsung selama 6 hingga 7 tahun,
meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal
atau lebih lama jika anak masih tinggal di rumah hingga 19 atau 20 tahun. Anak-anak
lain dalam rumah biasanya masih dalam usia sekolah. Tujuan keluarga yang terlalu
enteng pada tahap ini yang melonggarkan ikatan keluarga memungkinkan
tanggungjawab dan kebebasan yang lebih besar bagi remaja dalam persiapan menjadi
dewasa muda (Duvall, 1977).
Preto (1988) dalam membahas tentang transformasi sistem keluarga dalam
masa remaja, menguraikan metamorfosis keluarga yang terjadi. Metamorfosis ini
meliputi “pergeseran yang luar biasa pada pola-pola hubungan antar generasi, dan
sementara pergeseran ini pada awalnya ditandai dengan kematangan fisik remaja,
pergeseran ini seringkali sejalan dan bertepatan dengan perubahan pada orangtua
karena mereka memasuki pertengahan hidup dan dengan transformasi utama yang
dihadapi oleh kakek nenek dalam usian tua”
Tahap kehidupan keluarga ini mungkin yang paling sulit, atau sudah tentu
yang paling banyak diperbincangkan dan ditulis (Kidwell et al, 1983). Keluarga
Amerika dipengaruhi oleh tugas-tugas perkembangan remaja dan orangtua dan
16
menciptakan konflik dan kekacauan yang luar biasa yang tidak bisa dihindarkan.
Tugas perkembangan remaja menghendaki pergerakan dari ketergantungan dan
kendali orangtua dan orang dewasa lainnya, melalui periode aktifitas dan pengaruh
kelompok teman sebaya yang kokoh hingga saat menerima peran-peran orang dewasa
(Adams, 1971).
Tantangan utama dalam bekerja dengan keluarga dengan anak remaja
bergerak sekitar perubahan perkembangan yang dialami oleh remaja dalam batasan
perubahan kognitif, pembentukan identitas, dan pertumbuhan biologis (Kidwell et al,
1983), serta konflik-konflik dan krisis yang berdasarkan perkembangan. Adams
(1971) menguraikan tiga aspek proses perkembangan remaja yang menyita banyak
perhatian, yakni emansipasi (otonomi yang meningkat), budaya orang muda
(perkembangan hubungan teman sebaya), kesenjangan antar generasi (perbedaan
nilai-nilai dan norma-norma antara orangtua dan remaja).
Peran, Tanggungjawab dan Masalah Orangtua.
Tidak perlu dikatana bahwa orangtua mengasuh remaja merupakan tugas
paling sulit saat ini. Namun demikian, orangtua perlu tetap tegar menghadapi ujian
batas-batas yang tidak masuk akan tersebut, yang telah terbentuk dalam keluarga
ketika keluarga mengalami proses “melepaskan.” Duvall (1977) juga mengidentifikasi
tugas-tugas perkembangan yang penting pada masa ini yang menyelaraskan
kebebasan dengan tanggungjawab ketika remaja menjadi matang dan mengatur diri
mereka sendiri. Friedman (1957) juga mendefinisikan serupa bahwa tugas orangtua
selama tahap ini adalah belajar menerima penolakan tanpa meninggalkan anak.
Ketika orangtua menerima remaja apa adanya, dengan segala kelemahan dan
kelebihan mereka, dan ketika mereka menerima sejumlah peran mereka pada tahap
perkembangan ini tanpa konflik atau sensitivitas yang tidak pantas, mereka membentu
pola untuk semacam penerimaan diri yang sama. Hubungan antara orangtua dan
remaja seharusnya lebih mulus bila orangtua merasa produktif, puas dan dapat
mengendalikan kehidupan mereka sendiri (Kidwell et al, 1983) dan orangtua/keluarga
berfungsi secara fleksibel (Preto, 1988).
Tahap Siklus V Kehidupan Keluarga Inti dengan anak remaja danTugas-Tugas
Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
17
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Keluarga dengan anak remaja 1. Menyeimbangkan kebebasan dan
tanggungjawab ketika remaja
menjadi dewasa dan semakin
mandiri.
2. Memfokuskan kembali hubungan
perkawinan.
3. Berkomunikasi secara terbuka
antara orangtua dan anak-anak.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Tugas perkembangan yang utama dan pertama adalah menyeimbangkan
kebebasan dengan tanggungjawab ketika remaja matur dan semakin mandiri (Tabel
8). Orangtua harus mengubah hubungan mereka dengan remaja putri atau putranya
secara progresif dari hubungan dependen yang dibentuk sebelumnya ke arah suatu
hubungan yang semakin mandiri. Pergeseran yang terjadi pada hubungan anak-
orangtua ini salah satu hubungan khas yang penuh dengan konflik-konflik sepanjang
jalan.
Agar keluarga dapat beradaptasi dengan sukses selama tahap ini, semua
anggota keluarga, khususnya orangtua, harus membuat “perubahan sistem” utama
yaitu, membentuk peran-peran dan norma-norma baru dan “membiarkan” remaja.
Kidwell dan kawan-kawan (1983) meringkas perubahan yang diperlukan ini. “Secara
paradoks, sistem (keluarga) yang dapat membiarkan anggotanya adalah sistem yang
akan bertahan dan menghasilkan sistem itu sendiri secara efektif pada generasi-
generasi berikutnya”.
Orangtua yang dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri,
tidak membiarkan anak-anaknya, seringkali menemukan “revolusi” oleh remaja bila
perpisahan berlangsung kemudian. Orangtua dapat juga mempercayai anak agar
mandiri secara prematur, dengan mengabaikan kebutuhan-kebutuhan
ketergantungannya. Dalam hal ini remaja dapat gagal mencapai kemandirian (Wright
dan Leahey, 1984).
18
f. Tahap VI : Keluarga yang Melepaskan Anak Usia Dewasa Muda
Permulaan dari fase kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak pertama
meninggalkan rumah orangtua dengan “rumah kosong”, ketika anak-anak terakhir
meninggalkan rumah. Tahap ini dapat singkat atau agak panjang, tergantung pada
berapa banyak anak yang ada dalam rumah atau berapa banyak anak yang melum
menikah yang masih tinggal di rumah setelah tamat dari SMA dan perguruan tinggi.
Meskipun tahap ini biasanya 6 atau 7 tahun, dalam tahun-tahun belakangan ini, tahap
ini berlangsung lebih lama dalam keluarga dengan dua orangtua, mengingat anak-
anak yang lebih tua baru meninggalkan orangtua setelah selesai sekolah dan mulai
bekerja. Motifnya adalah seringkali ekonomi-tingginya biaya hidup bila hidup sendiri.
Akan tetapi, trend yang meluas dikalangan dewasa muda, yang umumnya menunda
perkawinan, hidup terpisah dan mandiri dalam tatanan hidup mereka sendiri. Dari
sebuah survey besar yang dilakukan terhadap orang Kanada ditemukan bahwa anak-
anak yang berkembangan dalam keluarga dengan orangtua tiri dan keluarga dengan
orangtua tunggal meninggalkan rumah lebih dini dari pada mereka yang dibesarkan
dalam keluarga dengan dua orangtua. Perbedaan ini tidak dipandang karena
dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, melainkan karena perbedaan orangtua dan
lingkungan keluarga (Mitchel et al, 1989).
Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan dari dan oleh anak-anak
untuk kehidupan dewasa yang mandiri. Orangtua, karena mereka membiarkan anak
mereka pergi, melepaskan 20 tahun peran sebagai orangtua dan kembali pada
pasangan perkawinan mereka yang asli. Tugas-tugas perkembangan menjadi penting
karena keluarga tersebut berubah dari sebuah rumah tangga dengan anak-anak ke
sebuah rumah tangga yang hanya terdiri dari sepasang suami dan isteri. Tujuan utama
keluarga adalah reorganisasi keluarga menjadi sebuah unit yang tetap berjalan
sementara melepaskan anak-anak yang dewasa kedalam kehidupan mereka sendiri
(Duvall, 1977). Selama tahap ini pasangan tersebut mengambil peran sebagai kakek
nenek-perubahan lainnya dalam peran maupun dalam citra diri mereka.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Sebagaimana keluarga membantu anak tertua dalam melepaskan diri, orangtua juga
membantu anak mereka yang lebih kecil agar mandiri. Dan ketiga anak laki-laki atau
perempuan yang “dilepas” menikah, tugas keluarga adalah memperluas siklus
19
keluarga dengan memasukkan anggota keluarga yang baru lewat perkawinan dan
menerima nilai-nilai dan gaya hidup dari pasangan itu sendiri (Tabel 9)
Tahap VI Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang melepaskan anak usia dewasa
muda dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
Keluarga melepas anak dewasa muda 1. Memperluas siklus keluarga dengan
memasukkan anggota keluarga baru
yang didapatkan melalui
perkawinan anak-anak.
2. Melanjutkan untuk memperbaharui
dan menyesuaikan kembali
hubungan perkawinan.
3. Membantu orangtua lanjut usia dan
sakit-sakitan dari suami maupun
istri.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
g. Tahap VII : Orangtua Usia Pertengahan
Tahap ketujuh dari siklus kehidupan keluarga, tahap usia pertengahan bagi
orangtua, dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat
pensiun atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini biasanya dimulai ketika
orangtua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada saat seorang pasangan
pensiun, biasanya 16-18 tahun kemudian. Biasanya pasangan suami istri dalam usia
pertengahannya merupakan sebuah keluarga inti meskipun masih berinteraksi dengan
orangtua mereka yang lanjut usia dan anggota keluarga lain dari keluarga asal mereka
dan juga anggota keluarga dari hasil perkawinan keturunannya. Pasangan
postparental (pasangan yang anak-anaknya telah meninggalkan rumah) biasanya tidak
terisolasi lagi saat ini ; semakin banyak pasangan usia pertengahan hidup hingga
20
menghabiskan sebagian masa hidupnya dalam fase postparental, dengan hubungan
ikatan keluarga hingga empat generasi, yang merupakan hal yang biasa (Troll, 1971).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Pada saat anak bungsu meninggalkan rumah, banyak wanita yang menyalurkan
kembali tenaga dan hidup mereka dalam persiapan untuk mengisi rumah yang telah
ditinggalkan anak-anak. Bagi sejumlah wanita, krisis usia pertengahan (telah
dibicarakan dalam tahap sebelumnya) dialami selama masa awal siklus kehidupan ini.
Wanita berupaya mendorong anak mereka yang sedang sedang tumbuh agar mandiri
dengan menegaskan kembali hubungan mereka dengan anak-anak tersebut (tidak
mengusik kehidupan pribadi dan kehidupan keluarga mereka). Dalam upaya untuk
mempertahankan perasaan yang sehat dan sejahtera, lebih banyak wanita memulai
gaya hidup yang lebih sehat yaitu pengontrolan peran badan, diet seimbang, program
olahraga yang teratur, dan istirahat yang cukup, dan juga memperoleh dan menikmati
karier, pekerjaan, kecakapan yang kreatif.
Tugas perkembangan yang penting pada tahap ini adalah penentuan
lingkungan yang sehat (Tabel 10). Dalam masa inilah upaya untuk melaksanakan
gaya hidup sehat menjadi lebih menonjol bagi pasangan, meskipun kenyataannya
bahwa mungkin mereka telah melakukan kebiasaan-kebiasaan yang sifatnya merusak
diri selama 45 – 65 tahun. Meskipun dapat dianjurkan sekarang, mereka “lebih baik
sekarang dari pada tidak pernah” adalah selalu benar, agaknya terlalu terlambat untuk
mengembalikan perubahan-perubahan fisiologis yang telah terjadi serti aertritis akibat
in aktivitas, tekanan darah tinggi karena kurangnya olahraga, stress yang
berkepanjangan, menurunnya kapasitas vital akibat merokok.
Tahap VII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan orang tua usia pertengahan
dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
Orangtua usia pertengahan 1. Menyediakan lingkungan yang
meningkatkan kesehatan.
2. Mempertahankan hubungan-
hubungan yang memuaskan dan
penuh arti dengan para orangtua
lansia dan anak-anak.
21
3. Memperkokoh hubungan
perkawinan.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
h. Tahap VIII : Keluarga dalam Masa Pensiun dan Lansia
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan salah satu atau
kedua pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah satu
pasangan meninggal, dan berakhir dengan pasangan lain meninggal (Duvall dan
Miller, 1985).
Persepsi tahap siklus kehidupan ini sangat berbeda dikalangan keluarga lanjut
usia. Beberapa orang merasa menyedihkan, sementara yang lain merasa hal ini
merupakan tahun-tahun terbaik dalam hidup mereka. Banyak dari mereka tergantung
pada sumber-sumber finansial yang adekuat, kemampuan memelihara rumah yang
memuaskan, dan status kesehatan individu. Mereka yang tidak lagi mandiri karena
sakit, umumnya memiliki moral yang rendah dan keadaan fisik yang buruk sering
merupakan anteseden penyakit mental dikalangan lansia (Lowenthal, 1972).
Sebaliknya lansia yang menjaga kesehatan mereka, tetap aktif dan memiliki sumber-
sumber ekonomi yang memadai menggambarkan proporsi orang-orang yang lebih tua
dan substansial dan senantiasa berpikir positif terhadap kehidupan ini.
Sikap Masyarakat terhadap Lansia.
Masyarakat kami menekankan prestasi-prestasi mereka di masa muda mereka, yaitu
masa jaya kaum muda. Oleh karena itu, kaum dewasa, dengan berdandan, berpakaian,
dan bergaya, mencoba mempertahankan penampilan muda mereka selama mungkin.
Disamping itu, masyarakat juga tidak membiarkan kebanyakan lansia tetap produktif.
Oleh karena itu, penilaian masyarakat yang negatif terhadap lansia mempengaruhi
citra diri mereka. Sikap kita terhadap penuaan dan lansia, meskipun masih negatif,
tampaknya muluai berubah..
Kehilangan-Kehilangan yang Lazim bagi Lansia dan Keluarga.
Ekonomi ; menyesuaikan terhadap pendapatan yang turun secara
substansial, mungkin kemudian menyesuaikan terhadap ketergantungan
ekonomi (ketergantungan pada keluarga atau subsidi pemerintah).
22
Perumahan ; sering pindah ke tempat tinggal yang lebih kecil dan
kemudian dipaksa pindah ke tatanan institusi.
Sosial ; kehilangan (kematian) saudara, teman-teman dan pasangan.
Pekerjaan ; keharusan pensiun dan hilangnya peran dalam pekerjaan dan
perasaan produktifitas.
Kesehatan ; menurunnya fungsi fisik, mental dan kognitif ; memberikan
perawatan bagi pasangan yang kurang sehat.
Pensiun.
Dengan hilangnya peran sebagai orangtua dan kerja, maka perlu ada suatu reorientasi
dikalangan individu dan pasangan lansia. Pensiun membutuhkan resosialisasi
terhadap peran-peran baru dan gaya hidup baru. Akan tetapi, perubahan macam apa
yang dikehendaki, benar-benar tidak jelas, karena peran dan norma-norma bagi lansia
adalah ambigu. Wanita yang benar-benar terpikat dengan peran sebagai ibu dan suami
dan atau istri yang terlibat penuh dalam pekerjaan mereka diprediksi memiliki derajat
kesulitan penyesuaian yang paling tinggi. Untuk mengisi pekerjaan yang kosong, kini
semakin banyak pria yang mengambil bagian dalam pekerjaan-pekerjaan rumah
tangga, menerima peran-peran yang lebih ekspresif, suatu perubahan yang menuntut
pertukaran peranan pada sisi wanita. Penyesuaian suami yang pensiun terhadap tugas-
tugas ibu rumah tangga yang dikerjakan sama-sama tergantung pada sistem nilai
suami. Jika suami memandang jenis pekerjaan tersebut sebagai “pekerjaan wanita”
dan menganggap pekerjaan-pekerjaan tersebut kurang memiliki arti baginya, maka ia
merasa harkatnya turun dalam pekerjaan semacam itu. Troll (1971) menemukan sikap
ini benar-benar terjadi pada pria dari golongan pekerja, yang lebih menghargai peran
tradisional sebagai pencari nafkah dari pada pria dari golongan pekerja, yang lebih
menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah dari pada pria kelas menengah.
Pensiun bagi kaum wanita cenderung tidak terlalu sulit untuk beradaptasi karena
mereka masih punya peran-peran domestik. Selanjutnya, wanita kemungkinan besar
pensiun atas permintaan.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Memelihara pengaturan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas paling penting
dari keluarga-keluarga lansia (tabel 11). Perumahan setelah pensiun seringkali
menjadi masalah. Dalam tahun-tahun segera setelah pensiun, pasangan tetap tinggal di
rumah hingga pajak harta benda, kondisi tetangga, ukuran dan kondisi rumah atau
23
kesehatan memaksa mereka mencari akomodasi yang lebih sederhana. Meskipun
mayoritas lansia memiliki rumah sendiri, namun sebagian besar dari rumah-rumah
tersebut telah tua dan rusak dan banyak yang terletak di daerah-daerah tingkat
kejahatan yang tinggi dimana lansia kemungkinan besar menjadi korban kejahatan.
Seringkali, lansia tinggal di rumah ini karena tidak ada pilihan yang cocok (Kalish,
1975). Namun demikian, lansia yang tinggal di rumah mereka sendiri, umumnya
menyesuaikan diri lebih baik dari pada yang tinggal di rumah anak-anak mereka.
Orangtua biasanya pindah ke salah satu anak mereka karena penurunan kesehatan dan
status ekonomi, mereka tidak punya pilihan lain, dan ini terbukti merupakan suatu
pengaturan yang tidak memuaskan bagi lansia (Lopata, 1973).
Tahap VIII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan keluarga dalam masa
pensiun dan lansia, dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
Keluarga Lansia 1. Mempertahankan pengaturan hidup
yang memuaskan.
2. Menyesuaikan terhadap pendapatan
yang menurun.
3. Mempertahankan hubungan
perkawinan.
4. Menyesuaikan diri terhadap
kehilangan pasangan.
5. Mempertahankan ikatan keluarga
antar generasi.
6. Meneruskan untuk memahami
eksistensi mereka (penelaahan dan
integrasi hidup).
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
4. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga pada Keluarga Cerai
Keluarga bercerai dengan orangtua tunggal melewati tahap-tahap siklus
kehidupan yang sama, dengan tanggungjawab yang hampir sama seperti keluarga inti
dengan dua orangtua. Perbedaan dasarnya adalah tidak adanya orangtua kedua untuk
24
melakukan tugas-tugas keluarga bersama-sama berkenaan dengan dukungan,
pengasuhan anak, persahabatan dan menjadi model peran jenis kelamin bagi anak-
anak. Hill (1986) menerangkan bahwa “perbedaan pada jalur-jalur perkembangan
keluarga dengan orangtua tunggal dan keluarga dengan dua orang terutama akan
kelihatan bukan pada tahap-tahap yang dihadapi, melainkan dalam jumlah, waktu, dan
lamanya transisi-transisi kritis yang dialami” .
Carter dan McGoldrick (1988) mengkonseptualisasikan perceraian sebagai
suatu gangguan dan dislokasi siklus kehidupan keluarga. Perceraian, dengan
kehilangan-kehilangannya dan perubahan-perubahan keanggotaan keluarga,
menciptakan destabilisasi dan ketidakseimbangan pokok keluarga. Peck dan
Manocharian (1988) menekankan dampak perceraian secara emosional dan fisik
terhadap keluarga. “Perceraian mempengaruhi anggota keluarga disetiap tingkat
generasi seluruh keluarga inti dan keluarga besar, dengan demikian menghasilkan
krisis bagi keluarga secara keseluruhan dan juga setiap individu dalam keluarga
tersebut” .
Setelah terjadi perceraian, riset terhadap sistem keluarga menemukan bahwa
diperlukan waktu antara 1 hingga 3 tahun bagi keluarga cerai untuk memantapkan
keluarga tersebut. Jika sebuah keluarga dapat mengatasi krisis dan transisi penyerta
yang harus dialami dalam rangka untuk memantapkan kembali, keluarga tersebut
akan membentuk sistem yang lentur yang akan memungkinkan suatu kesinambungan
proses perkembangan keluarga yang normal” (Peck dan Manocharian, 1988, hal.
335). Carter McGoldrik membuat ringkasan tulisan-tulisan dari Ahrons (1980)
tentang proses penyesuaian yang dialami oleh keluarga-keluarga cerai, termasuk
proses emosional yang terjadi secara bersama-sama dan masalah-masalah
perkembangan keluarga.
5. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan pada Keluarga dengan Orangtua Tiri.
Perceraian biasanya merupakan keadaan transisi, yang kemudian diikuti oleh
perkawinan kembali. Perkawinan kembali begitu menonjol dipertengahan tahun 1980-
an, dimana hampir setengah dari seluruh perkawinan merupakan perkawinan kembali
(Biro Servis Amerika Serikat, 1986). Sebelum usia 40 tahun, baik suami maupun istri
sama-sama melakukan perkawinan kembali, tapi setelah usia 40 tahun perkawinan
kembali secara tidak seimbang merupakan suatu tradisi bagi pria (Agestad, 1988).
25
Pembentukan Keluarga Perkawinan Kembali : Garis Besar Perkembangan
Langkah-Langkah Sikap yang menjadi
prasayarat
Isu-Isu Perkembangan
1. Memasuki hubungan
baru
2. Mengkonseptualisasi
dan merencanakan
perkawinan dan
keluarga baru.
Pulih dari kehilangan
perkawinan pertama
(“perceraian emosional”
yang adekuat)
Menerima perasaan takut
sendiri dan rasa takut dari
pasangan dan anak-anak
yang baru akan perkawinan
kembali dan membentuk
sebuah keluarga tiri.
Menerima bahwa perlu
waktu dan kesabaran untuk
penyesuaian terhadap
kompleksitas dan
ambiguitas dari :
1. Peran baru yang
multipel
2. Batas-batas : ruang,
waktu, keanggotaan dan
wewenang.
3. Masalah-masalah afektif
: rasa bersalah, konflik-
konflik loyalitas
keinginan untuk
melakukan hal yang
Komitmen terhadap
perkawinan dan upaya
pembentukan sebuah
keluarga dengan kesiapan
untuk menghadapi
kompleksitas dan
ambiguitas.
a. Mengupayakan
keterbukaan dalam
hubungan-hubungan
baru untuk
menghindari
hubungan timbal
balik yang palsu.
b. Rencana
pemeliharaan kerja
sama finansial dan
hubungan sebagai
orangtua dengan
mantan pasangan.
c. Rencana untuk
membantu anak-anak
untuk menghadapi
cemas, konflik-
konflik loyalitas dan
keanggotaan dalam
dua sistem.
d. Pembentukan kembali
26
3. Kawin kembali dan
membangun
keluarga kembali
bersifat mutualitas,
perasaan terluka di masa
lalu yang belum hilang.
Penyelesaian akhir ikatan
kasih dengan mantan
pasangan dan “keutuhan”
keluarga ; penerimaan
model keluarga yang
berbeda dengan batas-batas
yang permeabel.
hubungan dengan
keluarga besar untuk
memasukkan
pasangan dan anak-
anak yang baru.
a. Restrukturisasi batas-
batas keluarga untuk
memungkinkan
memasukkan
pasangan/ orang tua
tiri baru.
b. Pembentukan
hubungan baru dan
pengaturan keuangan
di seluruh subsistem
agar bisa
menciptakan jalinan
beberapa sistem.
c. Menciptakan ruang
bagi hubungan semua
anak-anak dengan
orangtua kandung,
kakek-nenek, dan
keluarga besar lainya.
d. Berbagi kenang-
kenangan dan sejarah
untuk memperkokoh
penyatuan keluarga
tiri.
6. Pengaruh Sakit dan Cacat terhadap Tahap-Tahap Perkembangan Keluarga
Sakit yang serius atau cacat amat mempengaruhi perkembangan keluarga, dan
perkembangan anggota keluarga secara individual, khususnya anggota yang sakit atau
27
cacat. Seringkali bila keluarga lambat dalam memenuhi tugas-tugas
perkembangannya, interaksi dari tuntutan lain stressor perkembangan dan
tuntutan/stressor situasi memperburuk dan membebani keluarga. Stres tambahan
yang ditimbulkan oleh kedua jenis stressor tersebut sering menurunkan fungsi
keluarga, akibatnya penguasaan tugas-tugas perkembangan terhalang atau terhambat.
Faktor penting lain yang menciptakan perbedaan mengenai dampak sakit atau
cacat terhadap perkembangan keluarga adalah sumber-sumber formal dan informal
yang digunakan oleh keluarga. Sebuah sistem pendukung sosial yang baik dari
keluarga besar dan teman-teman, dan juga dukungan psikososial dan kesehatan yang
kompeten akan memperbesar pengertian keluarga untuk kembali pada jalur
perkembangan agar lebih cepat.
Bila bekerja dengan sebuah keluarga dengan sakit yang serius atau cacat,
adalah sangat bermanfaat untuk membandingkan tugas-tugas perkembangan keluarga
yang “ideal” dalam suatu tahap siklus kehidupan yang sesuai dengan tingkah laku
keluarga yang aktual (Friedman, 1987). Tipe perbandingan ini bermanfaat untuk
mengevaluasi dampak yang mungkin dari sakit atau cacat pada keluarga.
28