55
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut air infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian dari air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian yang lebih rendah aliran air permukaan tersebut disebut air larian atau limpasan. Curah hujan yang jatuh terlebih dahulu memenuhi air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan mengisi cekungan tanah baru kemudian air larian berlangsung ketika curah hujan melampaui laju infiltrasi ke dalam tanah. Semakin lama dan semakin tinggi intensitas hujan akan menghasilkan air larian yang semakin besar. Namun intensitas hujan yang terlalu tinggi dapat 1

Makalah intan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah intan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir

diatas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air hujan yang jatuh

ke permukaan tanah ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut air

infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya

mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian

dari air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah yang

hampir atau telah jenuh, air tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan

lalu mengalir ke bagian yang lebih rendah aliran air permukaan tersebut disebut

air larian atau limpasan.

Curah hujan yang jatuh terlebih dahulu memenuhi air untuk evaporasi,

intersepsi, infiltrasi, dan mengisi cekungan tanah baru kemudian air larian

berlangsung ketika curah hujan melampaui laju infiltrasi ke dalam tanah. Semakin

lama dan semakin tinggi intensitas hujan akan menghasilkan air larian yang

semakin besar. Namun intensitas hujan yang terlalu tinggi dapat

menghancurkan agregat tanah sehingga akan menutupi pori -pori tanah akibatnya

menurunkan kapasitas infiltrasi. Volume air larian akan lebih besar pada

hujan yang intensif dan tersebar merata di seluruh wilayah DAS dari pada hujan

tidak merata, apalagi kurang intensif.

Kerapatan daerah aliran (drainase) mempengaruhi kecepatan air larian.

Kerapatan daerah aliran adalah jumlah dari semua saluran air/sungai (km) dibagi

luas DAS (km2). Makin tinggi kerapatan daerah aliran makin besar kecepatan air

larian sehingga debit puncak tercapai dalam waktu yang cepat. Vegetasi dapat

menghalangi jalannya air larian dan memperbesar jumlah air infiltrasi dan

masuk ke dalam tanah.

1

Page 2: Makalah intan

B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian aliran permukaan serta proses terjadinya aliran

permukaan.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aliran permukaan.

3. Mengetahui macam-macam jenis sungai.

2

Page 3: Makalah intan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gerakan air di permukaan bumi ini merupakan perjalanan air dari

permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke

laut secara berangsur-angsur. Matahari  mengeluarkan energi panas yang akan

menyebabkan terjadinya evaporasi di laut atau tubuh-tubuh perairan. Evaporasi

akan menyebabkan terjadinya uap air tersebut terbawa angin melintasi daratan

yang bergunung atau datar, apabila keadaan atmosfer memungkinkan sebagian

dari uap air akan turun menjadi hujan. Dalam daur hidrologi komponen masukan

utama berupa air hujan, air hujan yang jatuh di permukaan akan tertahan

sementara di sungai, danau, dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh

manusia. (Asdak, 1995). Gambar 1. merupakan siklus hidrologi

Gambar 1. Siklus hidrologi

Evaporasi dan evapotranspirasi akibat energi panas matahari dapat

menyebabkan air yang ada di permukaan, dalam vegetasi, dalam lengas tanah

serta laut mengalami penguapan dan menjadi uap air di atmosfer yang akan

menyebabkan terjadinya hujan. Uap air yang jatuh sebagai hujan akan menempati

ruang-ruang dipermukaan. Air hujan sebagian akan menjadi aliran permukaan

(run off), meresap kedalam tanah (infiltrasi), tertahan pada vegetasi, dan langsung

pada tubuh air (sungai/laut).

3

Page 4: Makalah intan

Air hujan yang ada di permukaan akan mengalir sesuai dengan topografi

dari tempat yang tinggi menuju pada tempat yang rendah. Aliran permukaan

tersebut ada yang mengalir secara bebas (overlandflow) dan mengalir secara

langsung (runoff). Apabila pada permukaan terdapat suatu cekungan maka aliran

air akan tertampung sementara untuk kemudian mengalir pada system sungai

menuju ke hilir/laut. Air permukaan yang melalui peresapan ke dalam tanah

(infiltrasi) sebagian akan menjadi aliran antara dan sebagian yang terperkolasi

(pergerakan air dari lengas tak jenus ke mintakat jenuh) akan menjadi air tanah.

Sedangkan air hujan yang jatuh pada vegetasi terdapat beberapa proses, jatuh

melalui sela-sela daun/ tajuk (througfall), mengalir ke bawah melalui batang

pohon (streamflow), serta ada yang tidak sampai ke permukaan karena telah

mengalami penguapan dari tajuk pohon (intersepsi).

Seyhan (1990), Menyatakan bahwa respon sistem DAS dapat ditinjau dari

tiga segi yaitu hujan (sebagai input), sistem DAS (sebagai operator), dan debit

runoff (sebagai output). Sistem DAS sebagai operator mengubah hujan P(t)

menjadi debit runoff Q(t). Sistem DAS yang merupakan lahan total dan

permukaan air yang dibatasi oleh topografi merupakan salah satu cara

memberikan sumbangan terhadap debit runoff. Besarnya hujan yang akan menjadi

debit runoff tergantung pada karakteristik setiap DAS.

Limpasan Permukaan atau aliran permukaan merupakan bagian dari curah

hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju kesungai, danau dan lautan

(Asdak,1995). Menurut Arsyad (1982) limpasan permukaan adalah air yang

mengalir diatas permukaan tanah dan mengangkut bagian-bagian tanah. Aliran

permukaan terjadi apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi

tanah,dimana dalam hal ini tanah telah jenuh air (Kartasapoetra dkk.1988). sifat

aliran permukaan seperti jumlah atau volume, laju, kecepatan dan gejolak aliran

permukaan menentukan kemampuannya untuk menimbulkan erosi, dalam

penelitian ini yang diukur adalah besar aliran permukaan dalam satuan mm

(Haridjaja dkk.1991).

Penelitian Rangkuti (2005) menunjukkan bahwa Aliran permukaan pada

hutan bervegetasi pinus lebih rendah daripada aliran permukaan pada hutan bekas

4

Page 5: Makalah intan

tebangan. Pada daerah bekas tebangan tegakan Pinus merkusii dengan kondisi

curah hujan yang cukup tinggi di daerah Aek Nauli, dari 100% hujan yang terjadi,

hampir 80% nya terbuang menjadi aliran permukaan. Hasil ini sangat tinggi

apabila dibandingkan pada daerah bervegetasi Pinus merkusii dimana dari 100%

hujan yang terjadi, hanya 20-30% saja yang terbuang menjadi aliran permukaan.

Berdasarkan penelitian Tsukamoto (1975 dalam Kartasapoetra dkk.1988)

menunjukkan bahwasanya pengambilan serasah hutan di Jepang mengakibatkan

laju peresapan air menurun dengan nyata di semua horison tanah (Tabel 1)

Koefisien aliran permukaan merupakan bilangan yang menunjukkan

perbandingan besarnya air limpasan permukaan terhadap besarnya curah hujan.

Misalnya koefisien aliran permukaan untuk hutan adalah 0.1 artinya 10% dari

total curah hujan akan menjadi air larian atau aliran permukaan. Angka koefisien

ini merupakan salah satu indikator untuk menunjukkan apakah suatu DAS telah

mengalami gangguan. Nilai koefisien ini juga menunjukkan besar kecilnya air

hujan yang mengalami aliran permukaan. Nilai koefisien ini berkisar antara 0 – 1.

Angka 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air intersepsi

dan terutama infiltrasi, sedangkan nilai 1 menunjukkan bahwa semua air hujan

yang jatuh mengalir sebagai aliran permukaan. Dilapangan, angka koefisien aliran

permukaan biasanya lebih besar dari 0 dan lebih kecil dari 1 (Asdak,1995).

Nilai koefisien aliran permukaan yang besar menunjukkan bahwa lebih

banyak air hujan yang menjadi aliran permukaan. Kondisi ini tidak

menguntungkan karena besarnya air yang akan menjadi air tanah akan berkurang,

kerugian yang lainnya adalah dengan makin besarnya jumlah air hujan yang

menjadi aliran permukaan maka ancaman terjadinya banjir dan erosi akan menjadi

lebih besar.

5

Page 6: Makalah intan

III. PEMBAHASAN

1. Aliran Permukaan

A. Pengertian Aliran Permukaan

Limpasan Permukaan atau aliran permukaan merupakan bagian dari curah

hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju kesungai, danau dan lautan

(Asdak,1995). Menurut Arsyad (1983) limpasan permukaan adalah air yang

mengalir diatas permukaan tanah dan mengangkut bagian-bagian tanah. Aliran

permukaan terjadi apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah,

dimana dalam hal ini tanah telah jenuh air (Kartasapoetra dkk.1988). Sifat aliran

permukaan seperti jumlah atau volume, laju, kecepatan dan gejolak aliran

permukaan menentukan kemampuannya untuk menimbulkan erosi, dalam

penelitian ini yang diukur adalah besar aliran permukaan dalam satuan mm

(Haridjaja dkk.1991).

Daya jatuh atau energi kinetik curah hujan yang berat (keras) akan

memecahkan bongkah-bongkah tanah menjadi butiran yang lebih kecil dan halus,

butiran-butiran yang halus akan terangkut dan terhanyutkan dengan

berlangsungnya aliran permukaan, sedangkan sebagian akan mengikuti infiltrasi

air, dibagian ini biasanya dapat menutupi pori-pori tanah dilapisan dalam sehingga

infiltrasi air kedalam tanah menjadi terhambat dan aliran permukaan meningkat.

Semakin lama dan semakin tinggi intensitas hujan akan menghasilkan air

larian semakin besar.

Jumlah tanah maksimal dalam percikan air hujan diperkirakan terjadi 2-3

menit setelah hujan mulai turun, yaitu setelah permukaan tanah tertutup dengan

air. Disamping itu suatu lereng dengan kelerengan diatas 10% akan menyebabkan

kira-kira tiga perempatnya dari jumlah tanah yang terpercik akan jatuh kembali

kesebelah bawah dari tempat asalnya. Akibat hal tersebut, maka terjadi

pemindahan tanah erosi sebelum terjadi aliran permukaan, butir-butir tanah yang

halus ini sebagian terbawa dalam aliran air dan sebagian lagi mengendap dan

6

Page 7: Makalah intan

menutupi pori-pori tanah. Akibat air hujan yang tidak meresap kedalam tanah dan

mengalir dipermukaan tanah sebagai aliran permukaan, maka tanah yang tadinya

subur menjadi kurang subur dan akan memberikan hasil yang menurun

dibandingkan dengan keadaan sebelum erosi.

B. Proses terjadinya aliran permukaan

Menurut Arsyad (1982 dalam Haridjaja dkk.1991) proses terjadinya aliran

permukaan adalah curah hujan yang jatuh diatas permukaan tanah pada suatu

wilayah pertama-tama akan masuk kedalam tanah sebagai air infiltrasi setelah

ditahan oleh tajuk pohon sebagai air intersepsi. Infiltrasi akan berlangsung terus

selama air masih berada dibawah kapasitas lapang. Apabila hujan terus

berlangsung, dan kapasitas lapang telah terpenuhi, maka kelebihan air hujan

tersebut akan tetap terinfiltrasi yang selanjutnya akan menjadi air perkolasi dan

sebagian digunakan untuk mengisi cekungan atau depresi permukaan tanah

sebagai simpanan permukaan (depresion storage), selanjutnya setelah simpanan

depresi terpenuhi, kelebihan air tersebut akan menjadi genangan air yang disebut

tambatan permukaan (detention storage). Sebelum menjadi aliran permukaan

(over land flow), kelebihan air hujan diatas sebagian menguap atau terevaporasi

walaupun jumlahnya sangat sedikit.

Setelah proses-proses hidrologi diatas tercapai dan air hujan masih berlebih,

baik hujan masih berlangsung atau tidak, maka aliran permukaan akan terjadi.

Selanjutnya aliran permukaan ini akan menuju saluran-saluran dan akhirnya akan

menuju sungai sebelum mencapai danau atau laut. Schwab dkk (1981 dalam

Haridjaja dkk. 1991) mengemukakan bahwa aliran permukaan tidak akan terjadi

sebelum evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi, tambatan permukaan,

dan tambatan saluran terjadi.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran permukaan

Limpasan permukaan atau aliran permukaan merupakan sebagian dari air

hujan yang mengalir diatas permukaan tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan

sangat bergantung kepada jumlah air hujan persatuan waktu, keadaan penutup

7

Page 8: Makalah intan

tanah, topografi (terutama kemiringan lahan), jenis tanah, dan ada atau tidaknya

hujan yang terjadi sebelumnya. Limpasan permukaan dengan jumlah dan

kecepatan yang besar sering menyebabkan pemindahan atau pengangkutan massa

tanah secara besar-besaran (Rahim, 2000).

Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume aliran permukaan.

Pada hujan dengan intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan

beda yang cukup besar dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif meskipun

total curah hujan untuk kedua hujan tersebut sama besarnya. Namun demikian,

hujan dengan intensitas tinggi dapat menurunkan infiltrasi akibat kerusakan

struktur permukaan tanah yang ditimbulkan oleh hujan tersebut (Asdak,1995).

Derajat kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat uatama dari

topografi yang mempengaruhi erosi. Semakin curam lereng, maka semakin besar

pula kecepatan aliran permukaan sehingga air hujan yang terserap semakin

sedikit. Semakin curam dan semakin panjang lereng, maka semakin besar pula

bahaya erosi serta aliran permukaan. Apabila keadaan ini dihubungkan dengan

keadaan lereng yang gundul, tanpa vegetasi, serasah dan humus maka inilah

kondisi yang paling mudah terjadinya erosi, karena kecepatan aliran permukaan

dapat dengan mudah mengikis lapisan tanah permukaan. Pada tanah yang landai

atau datar, kecepatan aliran air lebih kecil dibandingkan dengan tanah yang

miring. Pada tanah yang datar, kebanyakan air hujan meresap kedalam tanah dan

menyebabkan terjadinya proses hidrolisa dan pencucian. Jika bahan induknya

tidak dapat atau sukar dirembesi air, maka tanah yang terdapat diatasnya untuk

jangka waktu tertentu akan tetap lembab atau basah (Bermanakusuma, 1978).

Aliran sungai itu tergantung dari berbagai factor secara bersamaan. Faktor-faktor

yang berhubungan dengan limpasan, dibagi dalam 2 kelompok yaitu elemen-

elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan dan elemen-elemen daerah

pengaliran yang menyatakan sifat-sifat fisik daerah pengaliran.

a. Elemen-elemen meteorologi

Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok elemen-elemen meteorologi

adalah sebagai berikut:

8

Page 9: Makalah intan

1) Jenis Presipitasi

Pengaruhnya terhadap limpasan sangat berbeda, yang tergantung pada jenis

presipitasi yakni hujan atau salju. Jika hujan maka pengaruhnya adalah langsung dan

hidrograf itu hanya dipengaruhi intensitas curah hujan dan besarnya curah hujan.

2) Intensitas Curah hujan

Pengaruh intensitas curah hujan pada limpasan permukaan tergantung dari

kapasitas infiltrasi. Jika intensitas curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi,

maka besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan

peningkatan intensitas curah hujan. Akan tetapi, besarnya peningkatan limpasan

itu tidak sebanding denagn peningkatan curah hujan lebih, yang disebabkan oleh

efek penggenangan di permukaan tanah.

3) Lamanya curah hujan

Di setiap daerah aliran terdapat suatu lamanya curah hujan yang kritis. Jika

lamanya curah hujan itu kurang dari lamanya yang kritis, maka lamanya limpasan itu

praktis akan sama dan tidak tergantung dari intensitas curah hujan. Jika lamanya curah

hujan itu lebih panjang, maka lamanya limpasan permukaan itu juga menjadi lebih

panjang. Lamanya curah hujan juga mengakibatkan penurunan kapasitas infiltrasi.

Untuk curah hujan yang jangka waktunya panjang, limpasan permukaannya akan

menjadi lebih besarmeskipun intensitasnya adalah relative sedang.

4) Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran

Jika kondisi-kondisi seperti topografi, tanah dan lain-lain di seluruh daerah

pengaliran itu sama dan umpamanya jumlah curah hujan itu sama, maka curah

hujan yang distribusinya merata yang mengakibatkan debit puncak yang

minimum. Banjir di daerah pengaliran yang besar kadang-kadang terjadi oleh

curah hujan lebat yang distribusinya merata, dan sering kali terjadi oleh curah

hujan biasa yang mencakup daerah yang luas meskipun kecil. Sebaliknya, di

daerah pengaliran yang kecil, debit puncak maksimum dapat terjadi oleh curah

hujan lebat dengan daerah hujan yang sempit.

9

Page 10: Makalah intan

Limpasan yang diakibatkan oleh curah hujan itu sangat dipengaruhi oleh

distribusi curah hujan, maka untuk skala penunjuk faktor ini digunakan koefisien

distribusinya. Distribusi koefisien adalah harga curah hujan maksimum dibagi

harga curah hujan rata-rata di daerah pengaliran itu. Jadi curah hujan yaing

jumlahnya tetap mempunyai debit puncak yang lebih besar yang sesuai dengan

koefisien distribusinya yang bertambah besar.

5) Arah pergerakan curah hujan

Umumnya pusat curah hujan itu bergerak. Jadi suatu curah hujan lebat

bergerak sepanjang sistem aliran sungai akan sangat mempengaruhi debit puncak

dan lamanya limpasan permukaan.

6) Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah

Jika kadar kelembaban lapisan teratas tanah itu tinggi, maka akan mudah

terjadi banjir karena kapasitas infiltrasi yang kecil. Demikian pula jika

kelembaban tanah itu meningkat dan mencapai kapasitas lapangan, maka air

infiltrasi akan mencapai permukaan air tanah dan memperbesar aliran air tanah.

Selama metode pengurangan kelembaban tanah oleh evapotranspirasi dan lain-lain,

suatu curah hujan yang lebat tidak akan mengakibatkan kenaikan permukaan air,

karena air hujan yang menginfiltrasi itu tertahan sebagai kelembaban tanah. Sebaliknya,

jika kelembaban tanah itu sudah meningkat karena curah hujan terdahulu yang cukup

besar, maka curah hujan dengan intensitas yang kecil dapat mengakibatkan kenaikan

permukaan air yang besar dan dapat mengakibatkan banjir.

7) Kondisi-kondisi meterologi yang lain

Curah hujan mempengaruhi pengaruh yang terbesar pada limpasan. Secara

tidak langsung, suhu, kecepatan angin, kelembaban relatif, tekanan udara rata-

rata, curah hujan tahunan dan seterusnya yang berhubungan satu dengan yang lain

juga mengkontrol iklim di daerah itu dan mempengaruhi limpasan.

10

Page 11: Makalah intan

b. Elemen Daerah Pengaliran

1) Kondisi penggunaan tanah (Landuse)

Hidrograf sebuah sungai adalah sangat dipengaruhi oleh kondisi

penggunaan tanah dalam daerah pengaliran itu. Daerah hutan yang ditutupi

tumbuh-tumbuhan yang lebat adalah sulit mengadakan limpasan permukaan

karena kapasitas infiltrasinya yang besar. Jika daerah hujan ini dijadikan daerah

pembangunan dan dikosongkan (hutannya ditebang), maka kapasitas infiltrasi

akan turun karena pemampatan permukaan tanah. Air hujan akan mudah

berkumpul ke sungai-sungai dengan kecepatan yang tinggi yang akhirnya dapat

mengakibatkan banjir yang belum pernah dialami terdahulu.

Keadaan vegetasi seperti penutupan tajuk dari tanaman penutup tanah

merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam menghitung besarnya aliran

permukaan. Ketika hujan turun sebagian dari air hujan akan tertahan karena

adanya penutupan dari tajuk vegetasi hutan sebelum mencapai permukaan tanah,

air akan tertahan oleh tajuk vegetasi dan kemudian langsung diuapkan kembali

keudara. Vegetasi sangat berpengaruh dalam mengurangi jumlah aliran

permukaan.

2) Daerah pengaliran

Jika semua faktor-faktor termasuknya besarnya curah hujan, intensitas curah

hujan dan lain-lain itu tetap, maka limpasan itu (yang dinyatakan dengan

dalamnya air rata-rata) selalu sama, dan tidak tergantung dari luas daerah

pengaliran. Berdasarkan asumsi ini, mengingat aliran per satuan luas itu tetap,

maka hidrograf itu adalah sebanding dengan luas daerah pengaliran itu. Akan

tetapi, sebenarnya semakin besar daerah pengaliran itu, semakin lama limpasan itu

mencapai tempat titik pengukuran. Jadi, panjang dasar hidrograf debit banjir itu

menjadi lebih besar dan debit puncaknya berkurang. Salah satu sebab dari

pengurangan debit puncak ialah hubungan antara intensitas curah hujan

maksimum yang berbanding balik dengan luas daerah hujan itu. Berdasarkan

asumsi tersebut, curah hujan itu dianggap merata. Intensitas curah hujan

11

Page 12: Makalah intan

maksimum yang kejadiannya diperkirakan terjadi dalam frekuensi yang tetap

menjadi lebih kecil sebanding dengan daerah pengaliran yang lebih besar, maka

ada pemikiran bahwa puncak banjir akan menjadi lebih kecil. Seperti telah

dikemukakan di atas, debit banjir yang diharapkan per satuan daerah pengaliran

itu adalah berbanding terbalik dengan daerah pengaliran, jika karakteristik-

karakteristik yang lain itu sama.

3) Kondisi topografi dalam daerah pengaliran

Corak, elevasi, gradien, arah, dan lain-lain dari daerah pengaliran

mempunyai pengaruh terhadap sungai dan hidrologi daerah pengaliran itu. Cocok

daerah pengaliran adalah faktor bentuk, yakni perbandingan panjang sungai utama

terhadap lebar rata-rata daerah pengaliran. Jika faktor bentuk menjadi lebih kecil

dengan kondisi skala daerah pengaliran yang sama, maka hujan lebat yang merata

akan berkurang dengan perbandingan yang sama sehingga sulit akan terjadi banjir.

Elevasi daerah pengaliran dan elevasi rata-rata mempunyai hubungan yang

penting terhadap suhu dan curah hujan. Demikian pula gradiennya mempunyai

hubungan dengan infiltrasi, limpasan permukaan, kelembaban, dan pengisian air

tanah. Gradien daerah pengaliran adalah salah satu faktor penting yang

mempengaruhi waktu mengalirnya aliran permukaan, waktu konsentrasi ke sungai

dari curah hujan dan mempunyai hubungan langsung terhadap debit banjir. Arah

daerah pengaliran itu mempunyai pengaruh terhadap kehilangan evaporasi dan

transpirasi karena mempengaruhi kapasitas panas yang diterima dari matahari.

Sehingga semakin panjang dan curam suatu lereng, maka semakin besar nilai

aliran permukaan yang terjadi.

4) Jenis tanah

Mengingat bentuk butir-butir tanah, coraknya, dan cara mengendapnya

adalah faktor-faktor yang menentukan kapasitas infiltrasi, maka karakteristik

limpasan itu sangat dipengaruhi oleh jenis tanah daerah pengaliran itu. Juga

bahan-bahan kolodial merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas

12

Page 13: Makalah intan

infiltrasi karena bahan-bahan ini mengembang dan menyusut sesuai dengan

variasi kadar kelembaban tanah.

5) Faktor-faktor lain yang memberikan pengaruh

Faktor-faktor penting lain yang mempengaruhi limpasan adalah

karakteristik jaringan sungai-sungai, adanya daerah pengaliran yang tidak

langsung, drainasi buatan dan lain-lain. Untuk mempelajari puncak banjir, debit

air rendah, debit rata-rata, dan lain-lain, diperlukan penyelidikan yang cukup dan

perkiraan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

D. Tekstur dan Struktur Tanah

Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena

terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang

terkandung pada tanah (Badan Pertanahan Nasional) dari ketiga jenis fraksi

tersebut partikel pasir mempunyai ukuran diameter paling besar yaitu 2 - 0.05

mm, debu dengan ukuran 0.05 - 0.002 mm dan liat dengan ukuran < 0.002 mm.

Tekstur tanah dibagi atas 12 kelas, tanah disebut bertekstur pasir apabila

mengandung minimal 85% pasir, bertekstur debu apabila berkadar minimal 80%

debu, dan bertekstur liat apabila berkadar minimal 40% liat. Tanah yang

berkomposisi ideal yaitu 22.5 – 52.5% pasir, 30 – 50% debu dan 10 – 30% liat

disebut bertekstur lempung (Hanafiah, 2005).

Ada 12 kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga

fraksi tanah tersebut. Berdasarkan kelas teksturnya, Hanafiah (2005)

menggolongkan tanah menjadi:

1. Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir berarti tanah yang mengandung

minimal 70% pasir atau bertekstur pasir atau pasir berlempung.

2. Tanah bertekstur halus atau tanah berliat berarti tanah yang mengandung

minimal 37.5% liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir.

3. Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung terdiri dari:

a. Tanah bertekstur sedang tapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur

lempung berpasir (Sandy loam) atau lempung berpasir halus.

13

Page 14: Makalah intan

b. Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertektur lempung berpasir sangat

halus, lempung (loam), lempung berdebu (Silty loam), atau debu (Silty).

c. Tanah bertekstur sedang tapi agak halus mencakup lempung liat (Clay

loam), lempung liat berpasir (Sandy-clay loam), atau lempung liat berdebu

(Sandy-silt loam).

Keadaan tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap keadaan sifat-sifat tanah

yang lain seperti struktur tanah, permeabilitas tanah, porositas, dll. Istilah tekstur

digunakan sehubungan dengan ukuran partikel tanah, tetapi apabila susunan

partikel dipertimbangkan, maka digunakan istilah struktur.

Struktur tanah adalah penyusunan partikel-partikel tanah primer membentuk

agregat-agregat, dimana satu agregat dengan yang lainnya dibatasi oleh bidang

belah alami yang lemah. Struktur dapat memodifikasi pengaruh tekstur dalam

hubungannya dengan kelembaban, porositas, tersedianya unsurhara, kegiatan

jasad hidup dan pertumbuhan akar. Struktur horison-horison profil tanah yang

berbeda merupakan ciri penting tanah seperti halnya warna, tekstur atau

komposisi kimia (Foth,1994). Menurut Hakim (1986) semakin besar ukuran

agregat yang terdapat didalam tanah maka semakin berkurang kemantapannya.

Dimana kemantapan agregat berkaitan dengan kandungan bahan organik karena

bahan organik bertindak sebagai perekat antar partikel mineral primer

(Foth,1994).

Tekstur dan struktur tanah mempengaruhi penyebaran pori-pori tanah yang

pada gilirannya dapat mempengaruhi laju limpasan permukaan, semakin banyak

jumlah pori-pori tanah maka kemampuan air untuk menyerap air semakin tinggi

(infiltrasi) dan sebaliknya semakin sedikit jumlah pori-pori tanah maka semakin

rendah kemampuan tanah menyerap air dan pada akhirnya meningkatkan laju

aliran permukaan (Asdak,1995). Selain itu kedalaman atau solum, tekstur, dan

struktur tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju

penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur,

dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah

dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan permukaan. Sebaliknya, pada

tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya

14

Page 15: Makalah intan

sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi aliran

permukaan (Poerwowidodo,1991).

E. Koefisien Aliran Permukaan

Dari hasil pengukuran besarnya laju aliran permukaan dan besarnya curah

hujan dapat diperoleh suatu koefisien aliran permukaan (C). Koefisien aliran

permukaan menunjukkan perbandingan antara rata-rata aliran permukaan dengan

rata-rata curah hujan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar aliran

permukaan nya maka semakin besar pula koefisien aliran permukaannya, hal ini

sesuai dengan pernyataan Asdak (1995) yang menyatakan bahwa besar aliran

permukaan dengan koefisien aliran permukaan adalah berbanding lurus.

(dalam suatu DAS)

atau

dimana:

di = Jumlah hari dalam bulan ke-i

Q = Debit rata-rata bulanan (m3/detik) dan 86400 = jumlah detik dalam 24 jam.

P = Curah hujan rata-rata setahun (m/tahun)

A = Luas DAS (m2)

Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 arti nya 10% dari total curah

hujan akan menjadi air larian. Angka C ini merupakan salah satu indikator

untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai

C yang besar berarti sebagian besar air hujan menjadi air larian, maka ancaman

ero si dan banjir akan besar.

15

Page 16: Makalah intan

Besaran nilai C akan berbeda -beda tergantung dari tofografi dan

penggunaan lahan. Semakin curam kelerengan lahan semakin besar nilai C

lahan tersebut. Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan bisa dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 1. Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan

Sumber : Dr. Mononobe dalam Suyono S. dalam Putra (2009).

F. Debit Puncak Aliran Permukaan

Metoda Rasional

Metoda rasional (U.S. Soil Consevation Service, 1973) adalah metoda yang

digunakan untuk memperkirakan besarnya air larian puncak (peak runoff).

Metoda ini relatif mudah digunakan karena diperuntukkan pemakaian pada

DAS berukuran kecil, kurang dari 300 ha (Goldman et al dalam Putra, 2009).

Persamaan matematik metoda rasional :

Qp = Air larian (debit) puncak (m3/dt)

C = Koefisien air larian

ip = Intensitas hujan (mm/jam)

A = Luas Wilayah DAS (ha)

Intensitas hujan ditentukan dengan memperkirakan waktu konsentrasi

(time of concentration, Tc) untuk DAS bersangkutan dan menghitung

16

Page 17: Makalah intan

intensitas hujan maksimum untuk periode berulang (return period) tertentu dan

waktu hujan sama dengan Tc. Bila Tc=1 jam maka intensitas hujan terbesar

yang harus digunakan adalah curah hujan 1-jam.

G. Penanggulangan Aliran Permukaan

a) Metode vegetatif

Metode vegetatif adalah suatu cara pengelolaan lahan miring dengan

menggunakan tanaman sebagai sarana konservasi tanah. Tanaman penutup tanah

ini selain untuk mencegah atau mengendalikan bahaya erosi juga dapat berfungsi

memperbaiki struktur tanah, menambahkan bahan organik tanah, mencegah

proses pencucian unsur hara dan mengurangi fluktuasi temperatur tanah.

Metode vegetatif untuk konservasi tanah dan air termasuk antara lain:

penanaman penutup lahan (cover crop) berfungsi untuk menahan air hujan agar

tidak langsung mengenai permukaan tanah, menambah kesuburan tanah (sebagai

pupuk hijau), mengurangi pengikisan tanah oleh air dan mempertahankan tingkat

produktivitas tanah.

Penanaman rumput kegunaannya hampir sama dengan penutup tanah, tetapi

mempunyai manfaat lain, yakni sebagai pakan ternak dan penguat terras. Cara

penanamannya dapat secara rapat, barisan maupun menurut kontur.

Penggunaan sisa tanaman untuk konservasi tanah dapat berbentuk mulsa atau

pupuk hijau. Dengan mulsa maka daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas

permukaan tanah, sedangkan dengan pupuk hijau maka sisa-sisa tanaman tersebut

dibenamkan ke dalam tanah (Arsyad, 1989).

Syarat-syarat dari tanaman penutup tanah, antara lain:

1. Dapat berkembang dan daunnya banyak.

2. Tahan terhadap pangkasan.

3. Mudah diperbanyak dengan menggunakan biji.

4. Mampu menekan tanaman pengganggu.

5. Akarnya dapat mengikat tanah, bukan merupakan saingan tanaman pokok.

6. Tahan terhadap penyakit dan kekeringan.

17

Page 18: Makalah intan

7. Menanam secara kontur (Countur planting), dilakukan pada kelerengan 15 –

18 % dengan tujuan untuk memperbesar kesempatan meresapnya air sehingga

run off berkurang.

8. Pergiliran tanaman (crop rotation).

9. Reboisasi atau penghijauan.

10. Penanaman saluran pembuang dengan rumput dengan tujuan untuk

melindungi saluran pembuang agar tidak rusak.

b) Metode mekanik

Cara mekanik adalah cara pengelolaan lahan tegalan (tanah darat) dengan

menggunakan sarana fisik seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi

tanahnya. Tujuannya untuk memperlambat aliran air di permukaan, mengurangi

erosi serta menampung dan mengalirkan aliran air permukaan.

Termasuk dalam metode mekanik untuk konservasi tanah dan air di antaranya

pengolahan tanah. Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap

tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi

pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok pengolahan tanah adalah menyiapkan

tempat tumbuh bibit, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan

sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma (Arsyad, 1989).

Pengendalian erosi secara teknis-mekanis merupakan usaha-usaha

pengawetan tanah untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan

pertanian dengan cara mekanis tertentu. Sehubungan dengan usaha-usaha

perbaikan tanah secara mekanik yang ditempuh bertujuan untuk memperlambat

aliran permukaan dan menampung serta melanjutkan penyaluran aliran

permukaan dengan daya pengikisan tanah yang tidak merusak.

Pengolahan tanah menurut kontur adalah setiap jenis pengolahan tanah

(pembajakan, pencangkulan, pemerataan) mengikuti garis kontur sehingga

terbentuk alur-alur dan jalur tumpukan tanah yang searah kontur dan memotong

lereng. Alur-alur tanah ini akan menghambat aliran air di permukaan dan

mencegah erosi sehingga dapat menunjang konservasi di daerah kering.

Keuntungan utama pengolahan tanah menurut kontur adalah terbentuknya

penghambat aliran permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan

18

Page 19: Makalah intan

menghindari pengangkutan tanah. Oleh sebab itu, pada daerah beriklim kering

pengolahan tanah menurut kontur juga sangat efektif untuk konservasi ini.

Pembuatan teras adalah untuk mengubah permukaan tanah miring menjadi

bertingkat-tingkat untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan menahan

serta menampungnya agar lebih banyak air yang meresap ke dalam tanah melalui

proses infiltrasi. Menurut Arsyad (1989), pembuatan terras berfungsi untuk

mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan

jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan oleh tanah, dengan

demikian erosi berkurang.

c) Metode kimia

Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang

menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Yang dimaksud dengan cara

kimia dalam usaha pencegahan erosi, yaitu dengan pemanfaatan soil conditioner

atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga

tanah akan tetap resisten terhadap erosi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).

Bahan kimia sebagai soil conditioner mempunyai pengaruh yang besar sekali

terhadap stabilitas agregat tanah. Pengaruhnya berjangka panjang karena senyawa

tersebut tahan terhadap mikroba tanah. Permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi

berkurang. Bahan tersebut juga memperbaiki pertumbuhan tanaman semusim

pada tanah liat yang berat (Arsyad, 1989).

Penggunaan bahan-bahan pemantap tanah bagi lahan-lahan pertanian dan

perkebunan yang baru dibuka sesunggunya sangat diperlukan mengingat:

1. Lahan-lahan bukaan baru kebanyakan masih merupakan tanah-tanah virgin

yang memerlukan banyak perlakuan agar dapat didayagunakan dengan efektif.

2. Pada waktu penyiapan lahan tersebut telah banyak unsur-unsur hara yang

terangkat.

3. Pengerjaan lahan tersebut menjadi lahan yang siap untuk kepentingan

perkebunan, menyebabkan banyak terangkut atau rusaknya bagian top soil,

mengingat pekerjaannya menggunakan peralatan-peralatan berat seperti

traktor, bulldozer dan alat-alat berat lainnya.

19

Page 20: Makalah intan

H. Penggunaan Teknologi Pada Aliran Permukaan

1. Sumur Resapan

Sumur Resapan (infiltration Well) adalah sumur atau lubang pada

permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan/aliran permukaan agar

dapat meresap ke dalam tanah. Biopori  merupakan lubang vertikal ke dalam

tanah yang berfungsi meningkatkan laju peresapan air hujan. Pembuatan lubang

resapan biopori ke dalam tanah secara langsung akan memperluas bidang

permukaan peresapan air, seluas permukaan dinding lubang.

Beberapa Ketentuan Umum untuk Pembangunan Konstruksi Sumur

Resapan

1) Sumur resapan sebaiknya berada diatas elevasi/kawasan sumur-sumur gali

biasa.

2) Untuk menjaga pencemaran air di lapisan aquifer, kedalaman sumur resapan

harus diatas kedalaman muka air tanah tidak tertekan (unconfined aquifer)

yang ditandai oleh adanya mata air tanah.

3) Pada daerah berkapur/karst perbukitan kapur dengan kedalaman/solum tanah

yang dangkal, kedalaman air tanah pada umumnya sangatlah dalam sehingga

pembuatan sumur resapan sangatlah tidak direkomendasikan. Demikian pula

sebaliknya di lahan pertanian pasang surut yang berair tanah sangat dangkal.

4) Untuk mendapatkan jumlah air yang memadai, sumur resapan harus memiliki

tangkapan air hujan berupa suatu bentang lahan baik berupa lahan pertanian

atau atap rumah. Sebelum air hujan yang berupa aliran permukaan masuk

kedalam sumur melalui saluran air, sebaiknya dilakukan penyaringan air di bak

kontrol terlebih dahulu.

5) Bak kontrol terdiri-dari beberapa lapisan berturut-turut adalah lapisan gravel

(kerikil), pasir kasar, pasir dan ijuk. Penyaringan ini dimaksudkan agar

partikel-partikel debu hasil erosi dari daerah tangkapan air tidak terbawa masuk

ke sumur sehingga tidak menyumbat pori-pori lapisan aquifer yang ada. Untuk

menahan tenaga kinetis air yang masuk melalui pipa pemasukan, dasar sumur

yang berada di lapisan kedap air dapat diisi dengan batu belah atau ijuk.

20

Page 21: Makalah intan

6) Pada dinding sumur tepat di depan pipa pemasukan, dipasang pipa pengeluaran

yang letaknya lebih rendah dari pada pipa pemasukan untuk antisipasi

manakala terjadi overflow/luapan air di dalam sumur. Bila tidak dilengkapi

dengan pipa pengeluaran, air yang masuk ke sumur harus dapat diatur misalnya

dengan seka balok dll.

Lubang resapan biopori merupakan lubang silindris yang dibuat ke dalam

tanah dengan diameter 10-30 cm, dengan kedalaman sekitar 100 cm atau jangan

melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang tersebut kemudian diisi oleh sampah

organik agar terbentuk biopori dari aktivitas organisme tanah dan akar tanaman.

Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah

menyusut karena proses pelapukan. Karena berdiameter kecil, lubang ini mampu

mengurangi beban resapan, sehingga, laju peresapan air dapat dipertahankan.

Pembuatan lubang resapan biopori cukup sederhana, murah dan tidak

membutuhkan lahan yang luas. Alatnya tergolong sederhana berupa bor hasil

modifikasi.

Membuat  biopori atau sumur resapan memang tidak serta merta mengatasi

masalah krisis air tanah. Tetapi paling tidak, pembuatannya dapat lebih cepat

mengalirkan air permukaan ke dalam tanah. Jadi, selain menambah pasokan air di

dalam tanah, sumur ini juga bisa mengurangi banjir.

21

Page 22: Makalah intan

Gambar 2. Sumur resapan atau biopori

2. Tanggul Penghambat

Tanggul penghambat atau cek dam adalah bendungan kecil dengan

konstruksi sederhana (urugan tanah atau batu), dibuat pada alur jurang atau sungai

kecil. Tanggul penghambat berfungsi untuk mengendalikan sedimen dan aliran

permukaan yang berasal dari daerah tangkapan di sebelah atasnya.

Gambar 3. Tanggul penghambat

Tanggul penghambat dibuat dengan luas daerah tangkapan air  dari 100 –

250 ha, dan dapat lebih luas untuk wilayah-wilayah tertentu yang mempunyai

curah hujan yang rendah. Tinggi dan panjang bendungan maksimal adalah 10

22

Page 23: Makalah intan

meter tergantung pada kondisi geologi dan topografi lokasi yang bersangkutan.

Pembuatan tanggul penghambat biasanya dilakukan pada musim kemarau.

3. Sungai

A. Konsep Daerah Aliran Sungai

Sungai merupakan jalan air alami mengalir menuju samudera, danau atau

laut dan ke sungai yang lain. Dalam membicarakan permasalahan mengenai

hidrologi ditekankan pada tinjauan menyeluruh komponen-komponen hidrologi,

pengaruhnya satu terhadap yang lain serta kaitannya dengan komponen lain di

luar jalur hidrologi perlu dilakukan, sehingga pembahasan masalah hidrologi tidak

lepas membicakan masalah DAS (Daerah Aliran Sungai), yang merupakan daerah

tangkapan air dengan dibatasi punggungan/igir gunung sehingga air yang jatuh

akan tertampung dan mengalir melalui riil-riil sungai dan terpusat menuju pada

titik outlet.

Gambar 4. merupakan penampang melintang dari DAS.

Bentuk DAS dapat dibagi dalam empat bentuk, yaitu : (a). berbentuk bulu

burung; (b). radial; (c). paralel; dan (d). kompleks. Karakteristik masing‐masing

bentuk ditampilkan dalam Tabel.

23

Page 24: Makalah intan

Gambar 5. Karakteristik Bentuk DAS

B. Pola Aliran Sungai

Dalam interpretasi pola aliran dapat mudah dilakukan dengan pemanfaatan

data penginderaan jauh baik citra foto ataupun non foto sangat terlebih lagi

apabila data penginderaan jauh yang stereoskopis (foto udara) dengan

menampakkan 3 dimensional, sehingga hasil yang didapatkan akan maksimal.

Citra satelit yang paling baik digunakan untuk mengetahui pola aliran adalah citra

radar (ifsar) yang menghasilkan kenampakan tiga dimensi yang paling baik. Pola

aliran mempunyai berbagai jenis pola, diantaranya ialah dendritic, paralel, radial,

trelis, rectangular, centripetal, angular dan multibasinal. Gambar 3. merupakan

jenis-jenis pola aliran sungai dalam DAS.

24

Page 25: Makalah intan

Gambar 6. Pola Aliran Sungai

Keterangan:

1. Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah

dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan tidak

terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan

horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.

2. Rectangular : Aliran rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan antara

alirannya membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku. Pola aliran ini

berkembang pada daerah rekahan dan patahan.

3. Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada

sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut.

Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal,

sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai.

4. Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus,

sungai-sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan

sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling antara

yang lunak dan resisten.

5. Deranged: pola aliran yang tidak teratur dengan sungai dengan sungai pendek

yang arahnya tidak menentu, payau dan pada daerah basah mencirikan daerah

glacial bagian bawah.

25

Page 26: Makalah intan

6. Radial Sentrifugal: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik.

Berkembang pada vulkan atau dome.

7. Radial Centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah.

Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.

8. Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut

hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang berseling

antara lunak dan keras.

9. Pinnate: Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak sungai

membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini biasanya terdapat

pada bukit yang lerengnya terjal.

10. Memusat/Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama,

melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang pada topografi karst.

Morisawa (1985) menyebutkan pengaruh geologi terhadap bentuk sungai

dan jaringannya adalah dinamika struktur geologi, yaitu tektonik aktif dan pasif

serta lithologi (batuan). Kontrol dinamika struktur diantaranya pensesaran,

pengangkatan (perlipatan) dan kegiatan vulkanik yang dapat menyebabkan erosi

sungai. Kontrol struktur pasif mempengaruhi arah dari sistem sungai karena

kegiatan tektonik aktif. Sedangkan batuan dapat mempengaruhi morfologi sungai

dan jaringan topologi yang memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan

batuan terhadap erosi.

Tabel 2. Kontrol Struktur Terhadap Bentuk Sungai (Morisawa, 1985)

26

Page 27: Makalah intan

Gambar 7. Pola Pengaliran dan Karakteristiknya.

27

Page 28: Makalah intan

C. Kestabilan Air Pada Sungai

1. Sungai perenial, yaitu sungai yang airnya permanen atau selalu berair pada

musim hujan dan kemarau. Contohnya sungai di Kalimantan, Sumatera dan

Jawa.

2. Sungai intermitten, yaitu sungai yang berair hanya pada waktu musim hujan.

Contohnya sungai Benam dan Membramo di Sumba.

3. Sungai ephemeral, yaitu sungai yang berair hanya pada waktu datang hujan.

Contohnya sungai di Nusa Tenggara.

Gambar 8. Kestabilan air pada sungai

Apabila dilihat dari sudut pandang klasifikasi geologi terhadap sistem aliran

maka, dapat dibedakan berupa aliran air influent, effluent, dan intermitent (sama).

Identifikasi sistem aliran ini perlu diketahui karena berkaitan dengan pencemaran

pada sungai yang akan mempengaruhi kondisi air tanah yang dipergunakan dalam

pemenuhan kebutuhan sehari-hari (air minum).

1. Influent : Sistem aliran sungai dimana air sungai masuk ke dalam tanah

memberikan pasokan terhadap air tanah. Sehingga apabila ada suatu

pencemaran pada sungai maka akan dapat membahayakan kondisi air tanah

yang digunakan sebagai air minum.

2. Effluent : Air tanah memberikan masukan/pasokan pada sistem aliran sungai.

Pada umumnya aliran sungai berlangsung sepanjang tahun (perenial)

3. Intermitent.

28

Page 29: Makalah intan

Gambar 9. merupakan klasifikasi geologi terhadap sistem aliran sungai.

C. Sungai Berdasarkan Asal Kejadiannya (Arah Jurus Dan Kemiringan

Formasi)

Gambar 10. Pola Sungai Berdasarkan Arah Jurus dan Kemiringan (Asal

Kejadiannya)

Keterangan:

1. Sungai konsekuen (K) adalah sungai yang alirannya mengikuti kemiringan batuan.

2. Sungai subsekuen (S) adalah sungai yang arah alirannya sejajar dengan jurusa

lapisan batuan.

29

Page 30: Makalah intan

3. Sungai obsekuen (O) adalah sungai yang arah alirannya berlawanan dengan arah

kemiringan lapisan batuan.

4. Sungai resekuen (R) adalah sungai yang arah alirannya searah dengan sungai

konsekuen dan alirannya masuk ke sungai subsekuen.

5. Sungai insekuen (I) adalah sungai yang arah alirannya miring terhadap sungai

konsekuen atau jurus batuan.

D. Sungai Berdasarkan Struktur Geologinya sungai dibedakan menjadi :

1. Sungai Anteseden, adalah sungai yang tetap mempertahankan arah aliran airnya

walaupun ada struktur geologi (batuan ) yang melintang ,hal ini karena kuatnya

arus sehingga mampu menembus batuan yang merintangi.

2. Sungai Superposed, adalah sungai yang melintang, struktur dan prosesnya

dibimbing oleh lapisan batuan yang menutupinya.

E. Orde Sungai

Order sungai secara resmi diusulkan pada tahun 1952 oleh Arthur Newell

Strahler, seorang geoscience profesor di Universitas Columbia di New York City,

dalam artikelnya “Hypsometric (Area Ketinggian) Analisis Topologi Erosional.”

Gambar 11. Orde sungai

Keterangan:

1. Starhler : adalah anak-anak sungai yang letaknya paling ujung dan dianggap

sebagai sumber mata air pertama dari anak sungai tersebut. Segmen sungai

sebagai hasil pertemuan dari orde yang setingkat adalah orde 2, dan segmen

30

Page 31: Makalah intan

sungai sebagai hasil pertemuan dari dua orde sungai yang tidak setingkat

adalah orde sungai yang lebih tinggi.

2. Horton : mengklasifikasikan sungai berdsarkan tingkat kerumitan anak-anak

sungainya. Saluran sungai tanpa anaknya disebut sebagai “first order”. Sungai

yang mempunyai satu atau lebih anak sungai “first order” disebut saluran

sungai “second order”. Sebuah sungai dikatakan “third order” jika sungai itu

mempunyai sekurang-kurangnya satu anak sungai “second order.

3. Shreve : Dihitung mulai dari hulu, nomor orde sungai ditambahkan bersama-

sama pada setiap pertemuan aliran, jika ada orde 1 bergabung dengan aliran

orde 2 maka hasilnya adalah orde 3 sungai.

F. Morfometri DAS

Morfometri adalah nilai kuantitatif dari parameter-parameter yang

terkandung pada suatu daerah aliran sungai (DAS). Menurut Susilo, 2006

karakteristik DAS yang penting dapat dikaji berdasarkan hasil analisis

morfometri. Karakteristik DAS tersebut adalah:

1. Daerah Pengaliran/Drainage Area (A)

Daerah pengaliran merupakan karakteristik DAS yang paling penting dalam

pemodelan berbasis DAS. Daerah pengaliran mencerminkan volume air yang

dapat dihasilkan dari curah hujan yang jatuh di daerah tersebut. Curah hujan yang

konstan dan seragam untuk seluruh daerah pengaliran merupakan asumsi yang

umum dalam pemodelan hidrologi.

2. Panjang DAS/Watershed Length (L)

Panjang daerah aliran sungai biasanya didefinisikan sebagai jarak yang

diukur sepanjang sungai utama dari outlet hingga batas DAS. Sungai biasanya

tidak akan mencapai batas DAS, sehingga perlu ditarik garis perpanjangan mulai

dari ujung sungai hingga batas DAS dengan memperhatikan arah aliran.

Meskipun daerah pengaliran dan panjang DAS merupakan ukuran dari DAS tetapi

keduanya mencerminkan aspek ukuran yang berbeda. Daerah pengaliran

digunakan sebagai indikasi potensi hujan dalam menghasilkan sejumlah volume

air, sedangkan panjang DAS biasanya digunakan dalam perhitungan waktu

tempuh yang dibutuhkan oleh air untuk mengalir di dalam DAS.

31

Page 32: Makalah intan

3. Kemiringan DAS/Watershed Slope (S)

Banjir merupakan besaran yang mencerminkan momentum runoff dan

lereng merupakan faktor penting dalam momentum tersebut. Lereng DAS

mencerminkan tingkat perubahan elevasi dalam jarak tertentu sepanjang arah

aliran utama. Lereng diukur berdasarkan perbedaan elevasi (ΔE) antara kedua

ujung sungai utama dibagi dengan panjang DAS atau dapat dituliskan dalam

persamaan:

S = ΔE/L

Beda elevasi (ΔE) tidak selalu menjadi atau mencerminkan beda elevasi

maksimum dalam DAS. Elevasi tertinggi biasanya terdapat sepanjang batas DAS

dan ujung dari sungai atau aliran utama umumnya tidak mencapai batas DAS.

4. Bentuk DAS/Watershed Shape

Bentuk DAS mempunyai variasi yang tak terhingga dan bentuk ini dianggap

mencerminkan bagaimana aliran air mencapai outlet. DAS yang berbentuk

lingkaran akan menyebabkan air dari seluruh bagian DAS mencapai outlet dalam

waktu yang relatif sama. Akibatnya puncak aliran terjadi dalam waktu yang relatif

singkat. Sejumlah parameter telah  dikembangkan untuk menentukan bentuk DAS

antara lain

a. Panjang terhadap pusat DAS (Lca): Jarak (dalam satuan mil) yang diukur

sepanjang sungai utama dari outlet hingga kesuatu titik di pusat DAS.

b. Faktor bentuk /Shape Factor (Ll) : Ll = (LLca)0.3 ; L adalah panjang DAS (mil)

c. Circularity ratio (Fc) : Fc = P/(4πA)0.5 ; P adalah keliling DAS (ft) dan A adalah

luas DAS (ft2)

d. Circularity ration (Rc) : Rc = A/A0 ; A0 adalah luas suatu lingkaran yang

mempunyai keliling sama dengan keliling DAS.

e. Elongation Ration (Re) : Re = 2/Lm(A/π)0.5 ; Lm adalah panjang maksimum DAS

(ft) yang sejajar dengan sungai utama.

5. Kerapatan aliran/Drainage density (Dd)

32

Page 33: Makalah intan

Kerapatan aliran atau timbunan aliran permukaan merupakan panjang aliran

sungai per kilometer persegi luas DAS (jumlah seluruh panjang alur sungai dalam

luas DAS). Kerapatan aliran dapat dituliskan menggunakan persamaan :

Dd = L/A

Keterangan :

Dd        = Kerapatan Aliran (km/km2)

L          = Jumlah Panjang Alur (km)

A         = Luas satuan pemetaan (km2)

Selain karakteristik DAS seperti yang disebutkan di atas, penggunaan lahan

dan curah hujan merupakan karakteristik DAS yang tidak kalah pentingnya.

Penggunaan lahan dan curah hujan memang tidak terkait dengan morfometri

DAS, namun dalam kajian tentang banjir dengan menggunakan DAS sebagai unit

analisis, keduanya merupakan faktor yang sangat penting.

Semakin besar nilai kerapatan aliran semakin baik sistem pengaliran

sehingga semakin besar air larian total (infiltrasi kecil) dan semakin kecil air tanah

yang tersimpan. Kerapatan aliran mempunyai hubungan dengan perilaku laju air

larian, jumlah total air larian, dan jumlah air tanah yang tersimpan. Tabel 3.

merupakan pengaruh besar-kecilnya kerapatan aliran terhadap koefisien aliran

permukaan.

Tabel 3. Pengaruh Kerapatan Aliran Terhadap Koefisien Aliran Permukaan

33

Page 34: Makalah intan

d) Pengukuran Debit

Dalam hidrologi dikemukakan, debit air sungai adalah, tinggi permukaan air

sungai yang terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya

dilakukan tiap hari, atau dengan pengertian yang lain debit atau aliran sungai

adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang

melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit

dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt).

beberapa metode pengukuran debit aliran sungai:

1. Velocity Method

Q = A.V

Pada prinsipnya adalah pengukuran luas penampang basah dan kecepatan

aliran. Penampang basah (A) diperoleh dengan pengukuran lebar permukaan air

dan pengukuran kedalaman dengan tongkat pengukur atau kabel pengukur.

Kecepatan aliran (V) dapat diukur dengan metode : metode current-meter dan

metode apung. Current meter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran

(kecepatan arus). Ada dua tipe current meter yaitu tipe baling-baling (proppeler

type) dan tipe canting (cup type). Oleh karena distribusi kecepatan aliran di sungai

tidak sama baik arah vertikal maupun horisontal, maka pengukuran kecepatan

aliran dengan alat ini tidak cukup pada satu titik. Debit aliran sungai dapat diukur

dengan beberapa metode. Tidak semua metode pengukuran debit cocok

digunakan. Pemilihan metode tergantung pada kondisi (jenis sungai, tingkat

turbulensi aliran) dan tingkat ketelitian yang akan dicapai.

2. Pengukuran Debit dengan Cara Apung (Float Area Methode)

Q = A x k x U

dimana

Q = debit (m3/det)

U = kecepatan pelampung (m/det)

34

Page 35: Makalah intan

A = luas penampang basah sungai (m2)

k = koefisien pelampung

a. kecepatan aliran (V) ditetapkan berdasarkan kecepatan pelampung (U)

b. luas penampang (A) ditetapkan berdasarkan pengukuran lebar saluran (L)

dan kedalaman saluran (D)

c. debit sungai (Q) = A x V atau A = A x k dimana k adalah konstant

Gambar 12. Pengukuran debit

3.Pengukuran Debit dengan Current-meter

a. kecepatan diukur dengan current meter

b. luas penampang basah ditetapkan berdasarkan pengukuran kedalaman air

dan lebar permukaan air. Kedalaman dapat diukur dengan mistar pengukur,

kabel atau tali.

Tabel 4. Perhitungan Pengukuran dengan Current Meter

35

Page 36: Makalah intan

Sumber :Hatma Suryatmojo, 2006Vs di ukur 0,3 m dari permukaan air dan Vb di ukur 0,3 m di atas dasar

sungai. Kecepatan aliran dihitung berdasarkan jumlah putaran baling-baling per

waktu putarannya (N = putaran/dt). Kecepatan aliran V = aN + b dimana a dan b

adalah nilai kalibrasi alat current meter. Hitung jumlah putaran dan waktu putaran

baling-baling (dengan stopwatch).

e) Pengukuran Debit dengan Metode Kontinyu

Current meter diturunkan kedalam aliran air dengan kecepatan penurunan

yang konstant dari permukaan dan setelah mencapai dasar sungai diangkat lagi ke

atas dengan kecepatan yang sama.

Gambar 13. Pengukuran debit metode kontinyu

36

Page 37: Makalah intan

IV. KESIMPULAN

1. Aliran permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah dan

mengangkut bagian-bagian tanah. Aliran permukaan terjadi apabila intensitas

hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah, dimana dalam hal ini tanah telah

jenuh air.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan limpasan, dibagi dalam 2 kelompok

yaitu elemen-elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan dan elemen-

elemen daerah pengaliran yang menyatakan sifat-sifat fisik daerah pengaliran.

a. Elemen-elemen meteorologi:

1. jenis presipitasi

2. intensitas curah hujan

3. lamanya curah hujan

4. distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran

5. arah pergerakan curah hujan

6. curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah

7. kondisi-kondisi meterologi yang lain

b. Elemen Daerah Pengaliran:

1. kondisi penggunaan tanah (landuse)

2. daerah pengaliran

3. kondisi topografi dalam daerah pengaliran

4. jenis tanah

5. faktor-faktor lain yang memberikan pengaruh

3. Sungai Berdasarkan Asal Kejadiannya (Arah Jurus Dan Kemiringan Formasi)

a. Sungai konsekuen (K) adalah sungai yang alirannya mengikuti kemiringan

batuan.

b. Sungai subsekuen (S) adalah sungai yang arah alirannya sejajar dengan jurusa

lapisan batuan.

37

Page 38: Makalah intan

c. Sungai obsekuen (O) adalah sungai yang arah alirannya berlawanan dengan

arah kemiringan lapisan batuan.

d. Sungai resekuen (R) adalah sungai yang arah alirannya searah dengan sungai

konsekuen dan alirannya masuk ke sungai subsekuen.

e. Sungai insekuen (I) adalah sungai yang arah alirannya miring terhadap sungai

konsekuen atau jurus batuan.

Sungai Berdasarkan Struktur Geologinya sungai dibedakan menjadi :

a. Sungai Anteseden, adalah sungai yang tetap mempertahankan arah aliran

airnya walaupun ada struktur geologi (batuan ) yang melintang ,hal ini

karena kuatnya arus sehingga mampu menembus batuan yang merintangi.

b. Sungai Superposed, adalah sungai yang melintang, struktur dan prosesnya

dibimbing oleh lapisan batuan yang menutupinya.

38