Upload
kiky-effendy
View
1.042
Download
236
Embed Size (px)
DESCRIPTION
huygytugyghyughyg
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Purpura idiopatik atau trombositopenia imun (ITP) merupakan penyebab
tersering trombositopenia pada anak-anak. ITP dapat dikategorikan sebagai
akut (trombositopenia sembuh dalam waktu 6 bulan diagnosis) atau kronis
(trombositopenia berlanjut melebihi 6 bulan). Walaupun ITP dapat terjadi
pada semua usia, tetapi paling sering pada usia 2 hingga 6 tahun.
Anak dengan ITP terlihat sehat, tetapi memiliki awalan lesi purpyra yang
cepat. Temuan klinis berupa limfadenopati dan hepatosplenomegali
seharusnya memperingatkan dokter pada diagnosis lain selain ITP. ITP jarang
dikaitkan dengan episode perdarahan yang signifikan, tetapi epistaksis terjadi
pada kurang lebih sepertiga pasien. Sebaiknya dipertimbangkan adanya
penyebab trombositopenia yang lain, seperti lupus sistemik. Oleh karena itu,
evaluasi sebaiknya meliputi pemeriksaan antibodi antinuklear (ANA).
Sindrom Evan adalah anemia hemolitik autoimun yang disertai dengan
trombositopenia (tes Coombs positif dengan peningkatan jumlah retikulosit)
dan biasanya memerlukan penanganan yang lebih intensif daripada ITP akut.
Aspirasi sumsum tulang rutin (AST) untuk mengevaluasi ITP akut masih
kontroversial. Jika dilakukan aspirasi sumsum tulang maka dapat dilihat
adanya peningkatan prekursor trombosit yang disebut megakariosit. AST
sebaiknya dilakukan pada setiap anak sebelum pemberian terapi streoid untuk
menghindari pengobatan parsial leukemia akut dengan gambaran yang tidak
lazim.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ITP?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi trombosit?
3. Apa saja klasifikasi ITP?
4. Bagaimana etiologi ITP?
1
5. Bagaimana manifestasi klinis ITP?
6. Bagaimana patofisiologi dan WOC ITP?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik ITP?
8. Bagaimana penatalaksanaan klinis ITP?
9. Bagaimana penatalaksanaan terapi ITP?
10. Apa saja komplikasi dari ITP?
11. Bagaimana prognosis dan askep ITP?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang ITP
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi trombosit
3. Untuk mengetahui klasifikasi ITP
4. Untuk mengetahui etiologi ITP
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis ITP
6. Untuk mengetahui patofisiologi dan WOC ITP
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik ITP
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan klinis ITP
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan terapi ITP
10. Untuk mengetahui komplikasi ITP
11. Untuk mengetahui prognosis dan askep ITP
D. Manfaat
Mahasiswa mampu memahami konsep teori tentang ITP, sehingga mampu
menyusun konsep asuahan keperawatan pada pasien ITP.
2
BAB 11
PEMBAHASAN
A. Definisi
ITP merupakan singkatan dari Idiopatik Trombositopenia Purpura.
Idiopatik artinya penyebabnya tidak diketahui. Trombositopenia artinya
berkurangnya jumlah trombosit dalam darah atau darah tidak mempunyai
platelet yang cukup. Purpura artinya perdarahan kecil yang ada di dalam kulit,
membran mukosa atau permukaan serosa (Dorland, 1998). Purpura berarti
seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini
juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family
Doctor, 2006).
ITP adalah suatu penyakit perdarahan yang didapat sebagai akibat dari
penghancuran trombosit yang berlebihan (Suraatmaja, 2000).
ITP adalah suatu keadaan perdarahan yang disifatkan oleh timbulnya
petekia atau ekimosis di kulit ataupun pada selaput lendir dan adakalanya
terjadi pada berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena
sebab yang tidak diketahui. Kelainanan pada kulit tersebut tidak disertai
eritema, pembengkakkan atau peradangan. Kelainan ini dahulu dianggap
merupakan suatu golongan penyakit dan disebut dengan berbagai nama
misalnya morbus makulosus werlhofi, sindrom hemogenik, purpura
trombositolik. Disebut idiopatik ialah untuk membedakan dengan kelainan
yang dapat diketahui penyebabnya dan biasanya disertai dengan kelainan
hematologis lain seperti misalnya anemia, kelainan leukosit. Pada ITP
biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak
darah yang hilang karena pendarahan. Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat
akut dan kemudian akan hilang sendiri (self limited) atau menahun dengan
atau tanpa remisi dan kambuh.Pada penelitian selanjutnya diketahui bahwa
ITP merupakan suatu kelompok keadaan dengan gejala yang sama tetapi
berbeda patogenesisnya (FK UI, 1985).
Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit, yang merupakan
bagian dari pembekuan darah. ITP adalah jenis trombositopenia berat yang
3
dapat mengancam kehidupan dengan jumlah trombosit < 10.000 mm3 yang
ditandai dengan mudahnya timbul memar serta perdarahan subkutaneus yang
multiple. Biasanya penderita menampakkan bercak-bercak kecil berwarnan
ungu. Karena jumlah trombosit sangat rendah, maka pembentukan bekuan
tidak memadai dan konstriksi pembuluh yang terlukan tidak adekuat.
ITP adalah syndrome yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah
trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sumsum normal. (ITP pada anak
tersering terjadi pada umur 2 – 6 tahun), lebih sering terjadi pada wanita.
(Kapita selekta kedokteran jilid 2). ITP adalah salah satu gangguan
perdarahan didapat yang paling umum terjadi.(Perawatan Pediatri Edisi 3).
Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) merupakan suatu kelainan yang
berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena
adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel
akibat adanya autoantibody terhadap trombosit yang biasanya berasal dari
Immunoglobulin G. Adanya trombositopenia pada ITP ini akan megakibatkan
gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem
vaskular faktor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam
mempertahankan hemostasis normal.
B. Anatomi Fisiologi
4
1. Sel darah merah (eritrosit).
Merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel
lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume
darah.
Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel
darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke
seluruh jaringan tubuh.
Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan
limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah
dari jaringan dan kembali ke paru-paru.
2. Sel darah putih (leukosit).
Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel darah
putih untuk setiap 660 sel darah merah. Terdapat 5 jenis utama dari sel
darah putih yang bekerja sama untuk membangun mekanisme utama
tubuh dalam melawan infeksi, termasuk menghasilkan antibody.
Neutrofil, juga disebut granulosit karena berisi enzim yang
mengandung granul-granul, jumlahnya paling banyak. Neutrofil
membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan jamur dan
mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. Ada 2 jenis neutrofil, yaitu
neutrofil berbentuk pita (imatur, belum matang) dan neutrofil bersegmen
(matur, matang).
Limfosit memiliki 2 jenis utama, yaitu limfosit T (memberikan
perlindungan terhadap infeksi virus dan bisa menemukan dan merusak
beberapa sel kanker) dan limfosit B (membentuk sel-sel yang
menghasilkan antibodi atau sel plasma).
Monosit mencerna sel-sel yang mati atau yang rusak dan
memberikan perlawanan imunologis terhadap berbagai organisme
penyebab infeksi.
Eosinofil membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan
dalam respon alergi.
Basofil juga berperan dalam respon alergi.
5
3. Trombosit
Jumlah normal trombosit pada tubuh manusia adalah 200.000-
400.000/Mel darah. Trombosit merupakan berbentuk bulat kecil atau
cakram oval dengan diameter 2-4µm. Trombosit dibentuk di sumsum
tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan
hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit,
baik dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah,
khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Paritikel
yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih kecil daripada sel darah merah
atau sel darah putih. Sebagai bagian dari mekanisme perlindungan darah
untuk menghentikan perdarahan, trombosit berkumpul pada daerah yang
mengalami perdarahan dan mengalami pengaktifan. Setelah mengalami
pengaktifan, trombosit akan melekat satu sama lain dan menggumpal
untuk membentuk sumbatan yang membantu menutup pembuluh darah
dan menghentikan perdarahan.
Pada saat yang sama, trombosit melepaskan bahan yang membantu
mempermudah pembekuan. Sel darah merah cenderung untuk mengalir
dengan lancar dalam pembuluh darah, tetapi tidak demikian halnya
dengan sel darah putih. Banyak sel darah putih yang menempel pada
dinding pembuluh darah atau bahkan menembus dinding untuk masuk ke
jaringan yang lain.
Jika sel darah putih sampai ke daerah yang mengalami infeksi atau
masalah lainnya, mereka melepaskan bahan-bahan yang akan lebih
banyak menarik sel darah putih. Fungsi sel darah putih adalah seperti
tentara, menyebar di seluruh tubuh, tetapi siap untuk dikumpulkan dan
melawan berbagai organisme yang masuk ke dalam tubuh.
Di dalam sumsum tulang, semua sel darah berasal dari satu jenis sel
yang disebut sel stem. Jika sebuah sel stem membelah, yang pertama kali
terbentuk adalah sel darah merah yang belum matang (imatur), sel darah
putih atau sel yang membentuk trombosit (megakariosit). Kemudian jika
sel imatur membelah, akan menjadi matang dan pada akhirnya menjadi
6
sel darah merah, sel darah putih atau trombosit. Fungsinya adalah
mencegah ke bocoran darah spontan pada pembuluh darah kecil,
membantu proses pembekuan darah.
C. Etiologi
Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi
melalui pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel
trombosit mati. Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana
tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam
kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri
atau virus yang masuk kedalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP,
antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah tubuhnya sendiri..
Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan
trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada
sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh.
Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda
asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet
dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh
masih belum diketahui. ITP kemungkinan juga disebabkan oleh
hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, dan
sebagainya), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutazon,
diamox, kina, sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas),
kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi), DIC (misalnya pada
DSS ,leukemia, respiratory distress syndrome pada neonatus) dan terakhir
dikemukakan bahwa ITP ini terutama yang menahun merupakan penyakit
autoimun. Hal ini diketahui dengan ditemukannya zat anti terhadap trombosit
dalam darah penderita. Pada neonatus kadang ditemukan trombositopenia
neonatal yang disebabkan inkompatibilitas golongan darah trombosit antara
ibu dan bayi isoimunisasi (pengembangan antibodi yang spesifik diarahkan
pada sel darah merah dari individu lain, seperti bayi dalam rahim. Sering
terjadi ketika seorang wanita Rh-negatif mengandung bayi Rh-positif
7
atau diberikan darah Rh-positif). Prinsip patogenesisnya sama dengan
inkompabilitas rhesus atau ABO. Jenis antibody trombosit yang sering
ditemukan pada kasus yang mempunyai dasar imunologi ialah anti P1E1 dan
antI P1E2.
Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan
sekunder. Berdasarkan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang
atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila
lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). Selain itu, ITP juga
terjadi pada pengidap HIV. Sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman
keras, quinidine, sulfonamides juga dapat menyebabkan tombositopenia.
Biasanya tanda-tanda penyakit dan faktor-faktor yang berkaitan dengan
penyakit ini adalah seperti yang berikut : purpura, pendarahan haid darah
yang banyak dan tempo lama, pendarahan dalam lubang hidung, pendarahan
rahang gigi, immunisasi virus yang terkini, penyakit virus yang terkini dan
calar atau lebam.
ITP penyebab pasti belum diketahui (idiopatik) tetapi kemungkinan
akibat dari:
1. Hipersplenisme (pembesaran pada limpa)
2. Infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, dan sebagainya)
3. Intoksikasi makanan (penyakit yang disebabkan karena tertelannya toksin
dalam makanan yang sebelumnya diproduksi oleh mikroba dalam
makanan)/ obat (asetosal, para amino salisilat (PAS), fenilbutazon,
diamox, kina, sedormid asetosal).
4. Bahan kimia
5. Pengaruh fisis (radiasi, panas)
6. Kekurangan faktor pematangan (malnutrisi adalah kekurangan gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan kebutuhan energi
tubuh)
7. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan
dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah,
8
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya
faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan
8. Autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan tubuh seseorang
menyerang jaringan sehat orang tersebut sendiri.
D. Klasifikasi ITP
1. ITP Akut.
a. Awalnya dijumpai trombositopenia pada anak 2-6 tahun
b. Tidak ada predileksi jenis kelamin.
c. Riwayat infeksi virus 1-3 minggu sebelumnya.
d. Jumlah trombosit kembali normal dalam 6 bulan setelah diagnosis
(remisi spontan).
e. Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.
2. ITP Kronis
a. Terjadi pada wanita muda sampai pertengahan.
b. Jarang ada riwayat infeksi sebelumnya.
c. Gejala perdarahan bersifat menyusup, pada wanita biasanya berupa
menomethroragi.
d. Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah diagnosis
(jarang terjadi remisi spontan).
e. Jumlah trombosit tetap di bawah normal selama penyakit.
3. Kambuhan
a. Mula-mula terjadi trombositopenia.
b. Relaps berulang.
c. Jumlah trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.
Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik
ITP akut ITP kronik
Awal penyakit 2-6 tahun 20-40 tahun
Rasio L:P 1:1 1:2-3
Trombosit <10.000/mL 30.000-100.000/mL
Lama penyakit 6 bulan Lebih 6 bulan
9
Perdarahan Berulang Beberapa hari/ minggu
E. Manifestasi Klinik
Lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang
tersering ialah di antara umur 2-6 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki –laki.
Dapat timbul mendadak, terutama pada anak, tetapi dapat pula hanya
berupa kebiruan, epistaksis (mimisan) selama jangka waktu yang berbeda-
beda. Tidak jarang terjadi gejala timbul setelah suatu peradangan atau infeksi
saluran nafas bagian atas akut.
Kelainan yang paling sering ditemukan ialah petekie (bintik merah
keungunan kecil dan bulat yang tidak menonjol akibat perdarahan intradermal
atau submukosa) dan kemudian ekimosis (bercak perdarahan yang kecil, lebih
lebar dari petekie, pada kulit atau selaput lendir, membentuk bercak biru atau
ungu yang rat, bulat atau irregular) yang dapat tersebar di seluruh tubuh.
Keadaan ini kadang dijumpai pada selaput lendir terutama hidung dan mulut
sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi.
Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula bula hemoragik (ada selaput
lendir yg bersih berisi darah yang berupa cairan). Gejala lainnya ialah dapat
perdarahan traktus genitrourinarius (menoragia (periode menstruasi di mana
terjadi pendarahan yang berat atau berkepanjangan/ abnormal), hematuria
(kencing darah)), traktus digestivus (hematemesis (muntah darah), melena
(keluarnya feses gelap dan pekat diwarnai oleh pigmen darah atau darah yang
berubah, berbau, dan agak cair)), pada mata konjungtivis (peradangan) dan
yang terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP
(perdarahan subdural adalah pengumpulan darah di ruangan antara bagian
dalam dan bagian luar selaput pembungkus otak). Pada pemeriksaan fisis
umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekia dan
ekimosis. Mungkin pula ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan
berat atau perdarahan traktus gastrointestinalis. Renjatan/ shock (keadaan
kesehatan yang mengancam jiwa ditandai dengan ketidakmampuan tubuh
10
untuk menyediakan oksigen untuk mencukupi kebutuhan jaringan) dapat
terjadi bila kehilangan darah banyak.
Pada ITP menahun, umumnya hanya di temukan kebiruan atau
perdarahan abnormal lain dengan remisi spontan dan eksaserbasi. Remisi
yang terjadi umumnya tidaklah sempurna. Harus waspada terhadap
kemungkinan ITP menahun sebagai gejala stadium praleukemia.
F. Patofisiologi
Diatas telah di singgung bahwa trombosit dapat dihancurkan oleh
pembentukan antibodi yang diakibatkan oleh obat (seperti yang ditemukan
pada kinidin dan senyawa emas) atau oleh autoantibodi (antibodi yang
bekerja melawan jaringnnya sendiri). Antibodi tersebut menyerang trombosit
sehingga lama hidup trombosit diperpendek. Seperti kita ketahui bahwa
gangguan-gangguan autoimun yang bergantung pada antibodi manusia,
paling sering menyerang unsur-unsur darah, terutama trombosit dan sel darah
merah. Hal ini terkait dengan penyakit ITP, yang memiliki molekul-molekul
IgG reaktif dalam sirkulasi dengan trombosit hospes.
Meskipun terikat pada permukaan trombosit, antibodi ini tidak
menyebabkan lokalisasi protein komplemen atau lisis trombosit dalam
sirkulasi bebas. Namun, trombosit yang mengandung molekul-molekul IgG
lebih mudah dihilangkan dan dihancurkan oleh makrofag yang membawa
reseptor membran untuk IgG dalam limpa dan hati. Manifestasi utama dari
ITP dengan trombosit kurang dari 10.000/mm3 adalah tumbuhnya petekiae.
Petekiae ini dapat muncul karena adanya antibodi IgG yang ditemukan pada
membran trombosit yang akan mengakibatkan gangguan agresi trombosit dan
meningkatkan pembuangan serta penghancuran trombosit oleh sistem
makrofag. Agresi trombosit yang terganggu ini akan menyebabkan
penyumbatan kapiler-kapiler darah yang kecil. Pada proses ini dinding kapiler
dirusak sehingga timbul perdarahan dalam jaringan.
Bukti yang mendukung mekanisme trombositopenia ini disimpulkan
berdasarkan pemeriksaan pada penderita ITP dan orang-orang percobaan
11
yang menunjukkan kekurangan trombosit berat tetapi singkat, setelah
menerima serum ITP. Trombositopenia sementara, yang ditemukan pada bayi
yang dilahirkan oleh ibu dengan ITP, juga sesuai dengan kerusakan yang
disebabkan oleh IgG, karena masuknya antibodi melalui plasenta. ITP dapat
juga timbul setelah infeksi, khususnya pada masa kanak-kanak, tetapi sering
timbul tanpa peristiwa pendahuluan dan biasanya mereda setelah beberapa
hari atau beberapa minggu.
WOC
12
Faktor Predisposisi:
Hipersplenisme Infeksi virus Intoksikasi makanan Obat-obatan Bahan kimia
Reaksi autoimun Idiopatik
13
Faktor Predisposisi:
Hipersplenisme Infeksi virus Intoksikasi makanan Obat-obatan Bahan kimia
Terbentuk antibodi
MK: Resiko Cidera
Menyerang platelet dalam darah
Molekul Ig G reaktif dalam sirkulasi trombosit hospes
Platelet mengalami gangguan agresi
Jumlah platelet menurun
Melekat pada trombosit
Dihancurkan oleh makrofag dalam jaringan
Penghancuran dan pembuangan trombosit
Jumlah trombosit
ITP
Apabila terjadi trauma bisa menimbulkan perdarahan
14
Penurunan metabolism
anaerob
Penurunan transport O2 dan zat nutrisi lain
kejaringan
Suplai darah ke perifer
MK:Ketidakefektifan perkusi jaringan
perifer
MK: Intoleransi Aktivitas
Kelemahan
Menyumbat kapiler-kapiler
darah
Dinding kapiler rusak
Penumpukan darah intra
dermal
Menekan saraf nyeri
Merangsang SSP
Muncul sensasi nyeri
MK: Gangguan Rasa Nyaman
Nyeri
MK: Kerusakan Integritas Jaringan
Perdarahan intral dermal
Kapiler mukosa pecah
MK:Gangguan Citra Tubuh
Tumbuh bintik merah
Kapiler bawah kulit pecah
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah :
1. Pada pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan ini ditemukan bahwa:
a. Jumlah trombosit menurun sampai kurang dari 20.000/mm3, dan
sering kurang dari 10.000/mm3.
b. Anemia biasanya normositk dan sesuai dengan jumlah darah yang
hilang. Bila telah berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik
hipokromik. Bila sebelumnya terdapat perdarahan yang cukup hebat,
dapat terjadi anemia mikrositik.
c. Leukosit biasanya normal tetapi bila terdapat perdarahan hebat dapat
terjadi leukositosis ringan sampai sedang dengan pergeseran ke kiri.
Pada keadaan yang lama dapat di temukan limfositosis relatif atau
bahkan leukopenia ringan dan eosinofilia terutama pada anak.
2. Pemeriksaan darah tepi.
Hematokrit normal atau sedikit berkurang
3. Aspirasi sumsum tulang
Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi
jumlah dapat pula bertambah, banyak dijumpai megakariosit muda berinti
metamegalialuariosit satu, sitoplasma lebar dan granulasi sedikit
(megakariosit yang mengandung trombosit) jarang di temukan, sehingga
terdapat maturation arrest (maturasi darah putih yang terhenti) pada
stadium megakariosit.
Hitung (perkiraan jumlah) trombosit dan evaluasi hapusan darah tepi
merupakan pemeriksaan laboratorium pertama yang terpenting. Karena
dengan cara ini dapat ditentukan dengan cepat adanya trombositopenia dan
kadang-kadang dapat ditentukan penyebabnya.
H. Penatalaksanaan Klinis
1. ITP akut
a. Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.
b. Pada keaadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid prednison
(suatu obat golongan steroid yang bekerja menekan system imun
15
supaya tidak bereaksi secara berlebihan) peroral dengan atau tanpa
transfusi darah. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan belum terlihat
tanda kenaikan trombosit, dapat dianjurkan pembelian kortikosteroid
karena biasanya perjalanan penyakit sudah menjurus kepada ITP
menahun
c. Pada trombositopenia yang di sebabkan oleh DIC , dapat diberikan
heparin intravena. Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu di
siapkan antidotumnya yaitu protamin sulfat.
d. Bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya di berikan
transfusi suspensi trombosit.
2. ITP menahun
a. Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.
b. Obat imunosupresif (missal 6-merkaptopurin, azatioprin,
siklofosfamid). Pemberian obat ini didasarkan atas adanya peranan
proses imunologis pada ITP menahun.
c. Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan
obat imunosupresif selama 2-3 bulan. Kasus seperti ini di anggap telah
resisten terhadap prednison dan obat immunosupresif, sebagai akibat
produksi antibodi terhadap trombosit yang berlebihan oleh limpa.
Splenektomi seharusnya dikerjakan dalam waktu 1 tahun sejak
permulaan timbulnya penyakit, karena akan memberikan angka remisi
sebesar 60-80%. Spenektomi yang dilakukan terlambat hanya
memberikan angka remisi sebesar 50%.
1) Indikasi spenektomi:
Resisten setelah pemberian kombinasi kortikostiroid dan obat
imunosupresif selama 2-3 bulan. Remisi spontan tidak terjadi
dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja dengan
gambaran klinis sedang sampai berat. Penderita yang menunjukan
respons terhadap kortikosteroid namun memerlukan dosis yang
tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa
adanya perdarahan.
16
2) Indikasi kontraplenektomi:
Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari
2 tahun. Karena sebelum umur 2 tahun fungsi limpa terhadap
infeksi belum dapat di ambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati,
kelenjar getah bening, timus). Hal ini hendaknya di perhatikan,
terutama di negeri yang sedang berkembang karena mortalitas dan
morbiditas akibat infeksi masih tinggi.
Dosis yang di pakai
Prednison: 2-5 mg/kgbb/hari peroral. Hati-hati terhadap akibat samping
karena pemberian yang lama (tuberkolosis, penambahan kalium dan
pengurangan natrium dalam diet, pemberian ACTH pada waktu tertentu).
Merkapptoppurin : 2,5-5 mg/kgbb-hari peroral.
Azatioprin(imuran) : 2-4 mg/kgbb/hari peroral.
Siklosofahmid (Endoxan) : 2 mg/kgbb/hari peroral.
Heparin : 1 mg/kgbb intravena, dilanjutkan dengan dosis 1mg/kgbb per
infus setiap 4 jam sampai tercapai masa pembekuan lebih dari 30 menit
(1mg ekuivalen dangan 100 U)
Protamin sulfat : dosis sama banyaknya dengan jumlah mg heparin yang
telah di berikan. Pemberian secara intravena.
Tranfusi darah : umumnya 10-15 mg/kgbb/hari. Dapat diberikan lebih
banyak perdarahan yang masif.
I. Penatalaksanaan Terapi
1. Terapi
a. Masih diperdebatkan karena hasil akhir pada kebanyakan pasien tetap
baik meskipun tidak diobati
b. Berdasarkan risiko ICH dan pembatasan aktivitas
c. Insidens ICH 0,2-1%
17
1) Risiko meningkat bila trombosit <20.000 dan tertinggi bila
<10.000
2) Faktor resiko: trauma kepala, obat antitrombosit
3) Kebanyakan ICH terjadi dalam waktu 4 minggu setelah gambaran
klinis muncul, biasanya dalam minggu pertama
d. Konsultasi ke bagian hematologi bila gambaran atipik
2. Pilihan Terapi
a. Observasi
1) Kebanyakan anak yang menderita ITP tipikal pulih sepenuhnya
dalam beberapa minggu tanpa terapi
2) Tidak ada bukti bahwa terapi mencegah ICH
3) Perlu ditindaklanjuti sebagai pasien rawat jalan
b. IVIG
1) Mempersingkat durasi trombositopenia berat (<20.000)
2) Memblokade ambilan trombosit bersalut antibodi oleh makrofag
dilimpa
3) Dosis 0,8-1 g/ kg, dosis kedua diberikan dalam 24 jam kemudian
bila trombosit <40.000-50.000
4) Reaksi simpang: nyeri kepala, demam, meningitis aseptik jarang
terjadi
c. Imunoglobulin Anti-D (Rhogam®)
1) Antibodi vs antigen D eritrosit
2) Efektif pada pasien Rh+
3) Dosis 50-75 mcg/ kg
4) Reksi simpang: nyeri kepala jarang terjadi, anemia hemolitik
5) Lebih diajurkan ketimbang IVIG bila Rh positif karena lebih
mudah diberikan dan lebih murah
6) Angka respons 70%, bertahan 3 minggu
d. Steroid Oral
1) Mungkin memerlukan steroid dosis tinggi: efek samping
signifikan
18
2) Masih diperdebatkan pemberiannya bagi pasien yang baru
didiagnosis tanpa disertai perdarahan berat
3) Konsultasi ke bagian hematologi sebelum memulai
steroid:mungkin memerlukan BMA
J. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi, antara lain :
1. Perdarahan intrakranial (ICH)
2. Reaksi tranfusi
3. Kekambuhan
4. Perdarahan susunan saraf pusat (kurang dari 1% individu yang terkena)
5. Penurunan kesadaran
6. Splenomegali
K. Prognosis
1. Pada umumnya baik. Pada anak kadang terjadi remisi lengkap tanpa
pengobatan.
2. ± 90% penderita ITP mengalami remisi setelah mendapat pengobatan
selama 3 minggu-3 bulan dan tidak timbul lagi gejala.
3. 10% jadi ITP menahun dan < 1% meninggal.
4. Pada dewasa sering relaps dalam waktu 4-15 tahun.
5. Prognosa lebih buruk pada wanita hamil dan bila ada komplikasi, terutama
perdarahan otak yang dapat menyebabkan kematian.
19
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas: Umur, jenis kelamin, ras/ suku, pekerjaan
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: Pada saat MRS dan pengkajian, klien mengeluh pada
kulit terlihat bercak perdarahan yang kecil, lebih lebar dari petekie.
b. Riwayat Penyakit Sekarang: Petekie terjadi spontan, ekimosis terjadi
pada daerah trauma minor, pendarahan rahang gigi, hidung, saluran
pernafasan, hematuria(seperti kencing darah), hematemesis, melena.
c. Riwayat Kesehatan masa lalu:
1) Prenatal dan post natal:
2) Penyakit yang pernah di derita:
3) Alergi:
4) Pengobatan :
5) Riwayat keluarga:
3. Pemeriksaan Fisik
a. Head to toe
1) Kepala
a) Kepala
Inspeksi: Bentuk kepala simetris
Palpasi: Tidak ada lesi, tidak ada benjolan, ada nyeri tekan
karena pasien merasakan sakit kepala.
b) Rambut
Inspeksi: Kondisi rambut bersih, tidak ada ketombe, warna
rambut hitam, rambut lurus tetapi rontok.
c) Mata
Inspeksi: Warna sklera putih, konjungtivis (peradangan),
pupil: Normal isokor,kedua bentuk pupilnya simetris, tidak
ada sekret pada mata, kelopak mata normal warna merah
20
muda, pergerakan mata klien normal, serta lapang pandang
normal.
Palpasi: Tidak adanya edema dan tidak ada benjolan disekitar
mata.
d) Hidung
Inspeksi: Tidak ada deformitas pada hidung, tidak ada cuping
hidung, tidak ada sekret, tidak ada polip atau benjolan
didalam hidung, fungsi penciuman baik, kedua lubang hidung
simetris dan terkadang terjadi pendarahan pada lubang
hidung (epitaksis).
e) Mulut
Inspeksi: Pendarahan rahang gigi, warna mukosa mulut
pucat, membran mukosa kering, tidak ada lesi, mukosa gusi
mengalami pendarahan, tidak terdapat benjolan pada lidah,
tidak ada karies pada gigi.
f) Telinga
Inpeksi: Kedua telinga simetris, tidak ada lesi pada telinga,
tidak ada serumen berlebih, tidak adanya edema, ketika
diperiksa dengan otoskop tidak adanya peradangan, dan tidak
terdapat cairan pada membran timpani.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada aurikula dan membran
timpani normal.
Auskultasi: Tes rinne (+), tes wibber (-), tes bisik
2) Leher
Inspeksi: Bentuk simetris, warna kulit rata sama dengan tubuh,
tidak ada lesi, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi: Tidak ada deformitas pada trakea, tidak ada benjolan
pada leher, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada peradangan.
3) Dada
a) Paru
Inspeksi: Bentuk dada bidang, simetris antara kiri dan kanan,
pola napas pendek pada istirahat dan aktivitas, frekuensi
21
napas pasien reguler (tergantung literatur), pergerakan otot
bantu pernafasan normal.
b) Jantung
TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
Inspeksi: denyutan jantung normal
Palpasi: Ictus cordis normal di IC ke 5
Auskultasi: Bunyi jantung normal, tidak ada pembesaran
jantung atau tidak ada kardiomegali.
Perkusi: redup
4) Abdomen
Inspeksi: warna kulit abdomen normal seperti warna kulit
disekitarnya, tidak ada distensi, tidak adanya bekas operasi, tidak
terdapat kolostomi.
Auskultasi: peristaltik usus normal 12x/ menit
Perkusi: timpani
Palpasi: adanya nyeri tekan, tidak ada hematomegali, tidak ada
pembesaran lien(ginjal)
5) Otot
Inspeksi: Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
6) Integumen
Inspeksi: Terdapat petekie, ekimosis, timbul pula bula hemoragik
7) Persyarafan
a) Tingkat kesadaran: composmentis
b) GCS:
(1) Eye: Membuka secara spontan
(2) Verbal: Orientasi baik, nilai 5
(3) Motorik: Mengikuti perintah, nilai 6
c) Total GCS: Nilai 15
(1) Reflek: Normal
(2) Tidak ada riwayat kejang
(3) Koordinasi gerak normal
d) Uji saraf kranial
22
e) N VII: Tidak berfungsi dengan baik
b. ADL (Activitas Daily Living)
1) Pola Nutrisi Selama sakit klien mengalami hematemesis dan pola
makan pasien 3x/hari.
2) Pola Eliminasi
a) BAB: Tidak rutin dan lancar terkadang mengalami melena
b) BAK: Menurun atau jarang dan terkadang mengalami
hematuria.
3) Pola Istirahat Dan Tidur
Selama sakit klien mengalami gangguan pola tidur karena sering
terbangun dan sulut tidur.
4) Pola Aktivitas
Merasakan keletihan, kelemahan, malaise umum, sehingga saat
melakukan kegiatan sehari- hari terganggu.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
2. Resiko cidera tinggi perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
3. Gangguan citra tubuh
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perdarahan dibawah kulit.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
C. Intervensi
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien dapat meningkatkan partisipasi dalam aktivitas.
Kriteria hasil: Pasien dapat menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan pasien untuk
melakukan aktivitas normal, catat
Mempengaruhi pilihan intervensi.
23
laporan kelemahan, keletihan.
Awasi TD, nadi, pernafasan. Manifestasi kardiopulmonal dari
upaya jantung dan paru untuk
emmbawa jumlah oksigen ke jaringan.
Berikan lingkungan tenang.
:
Meningkatkan istirahat untuk
menurunkan kebutuhan oksigen tubuh.
Ubah posisi pasien dengan perlahan
dan pantau terhadap pusing.
Hipotensi postural/ hipoksin serebral
menyebabkan pusing, berdenyut dan
peningkatan resiko cedera.
2. Resiko cidera tinggi perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan pasien dapat mengembalikan jumlah trombosit sesuai
dengan kebutuhan.
Kriteria hasil: Trombosit pasien dapat terpenuhi sesuai kebutuhan
Intervensi Rasional
Pasien diberikan sel darah merah,
darah lengkap perpaket, produk
darah sesuai indikasi
Meningkatkan jumlah sel darah
pembawa oksigen dan memperbaiki
defisiensi trombosit untuk
menurunkan resiko pendarahan
3. Gangguan citra tubuh
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan pasien dapat merespon nonverbal tentang diri (fisik) dalam
tubuh
Kriteria hasil: Pasien dapat merespon dengan baik terhadap aktual pada
tubuh
Intervensi Rasional
Kaji secara nonverbal respon klien
terhadap tubuhnya
Meningkatkan perilaku perubahan
pada tubuh secara penampilan,
24
struktur, fungsi.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perdarahan dibawah
kulit.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan
pasien dapat mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil: Pasien dapat mempertahankan integritas kulit
Intervensi Rasional
Kaji integritas kulit, catat turgor,
warna, kehangatan kulit, eritema
dan ekskoriasi
Kondisi kulit dipengruhi oleh
sirkulasi nutrisi dan immobilisasi
jaringan dapat menjadi rapuh dan
cenderung untuk infeksi atau rusak
Ubah posisi secara periodik Meningkatkan sirkulasi kesemua area
kulit membatasi iskemia jaringan atau
mempengaruhi hipoksia seluler
5. Gangguan rasa nyaman nyeri
Tujuan: Setelah di lakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien
merasa senang,lega,dan sempurna dalam
fisik,psikospritual,lingkungan,social.
Kriteria hasil: Pasien mampu mengontrol kecemasan, rasa nyeri, gejala,
dan ketakutan. Status lingkungan yang nyaman, kualitas tidur dan
istirahat yang adekuat, respon terhadap pengobatan, status kenyamanan
yang meningkat, serta dukungan sosial.
Intervensi Rasional
Pahami prespektif pasien terhadap
situasi stress,temani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi ketakutan,identifikasi
tingkat kecemasan berikan juga obat
untuk mngurangi kecemasan
pasien,instruksikan pasien
Memahami kondisi pasien dengan
memberikan rasa nyaman,dan
mengidentifikasi tingkat kecemasan
dan memberikan obat dapat
mengurangi beban pada pasien serta
dorongan dari keluarga memberikan
motivasi terhadap pasien untuk
25
menggunakan teknik relaksasi,serta
dorong keluarga untuk menemani
pasien.
semangat hidup.
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan
pasien dapat meningkatkan sirkulasi darah ke perifer secara normal.
Kriteria hasil: Pasien dapat mendemostrasikan status sirkulasi darah ke
parifer dengan baik,mendemostrasikan kempuan kognitif, menunjukkan
fungsi sensori motori cranial yang utuh.
Intervensi Rasional
Monitori adanya daerah tertentu
yang yang peka,intruksikan
keluarga untuk mengobservasi kulit
jika ada isi atau laserasi,batasi
gerakan pada kepala,leher dan
punggung.
Dengan cara memonitori terhadap
daerah yang peka agar tidak terjadi
perubahan sensitifitas.
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan sesuai dengan ITP dengan intervensi yang sudah ditetapkan
(sesuai dengan literature).
E. Evaluasi Keperawatan
1. Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
2. Trombosit pasien dapat terpenuhi sesuai kebutuhan.
3. Pasien dapat merespon dengan baik terhadap aktual pada tubuh.
4. Pasien dapat mempertahankan integritas kulit
5. Pasien mampu mengontrol kecemasan, rasa nyeri, gejala, dan ketakutan.
6. Pasien dapat mendemostrasikan status sirkulasi darah ke parifer dengan
baik,mendemostrasikan kempuan kognitif, menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh.
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Purpura idiopatik atau trombositopenia imun (ITP) merupakan penyebab
tersering trombositopenia pada anak-anak. ITP dapat dikategorikan sebagai
akut (trombositopenia sembuh dalam waktu 6 bulan diagnosis) atau kronis
(trombositopenia berlanjut melebihi 6 bulan). Walaupun ITP dapat terjadi
pada semua usia, tetapi paling sering pada usia 2 hingga 6 tahun.
ITP merupakan singkatan dari Idiopatik Trombositopenia Purpura.
Idiopatik artinya penyebabnya tidak diketahui. Trombositopenia artinya
berkurangnya jumlah trombosit dalam darah atau darah tidak mempunyai
platelet yang cukup. Purpura artinya perdarahan kecil yang ada di dalam kulit,
membran mukosa atau permukaan serosa (Dorland, 1998). Purpura berarti
seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini
juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura.
B. Saran
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ITP,
hendaknya tindakan yang dilakukan berdasarkan pengkajian secara utuh
sehingga dapat menentukan masalah klien dengan baik dan diharapkan dalam
membuat perencanaan hendaknya dapat mengembangkan teori-teori yang ada
dan mengacu pada keluahan klien, sehingga masalah klien dapat teratasi. Dan
kepada rekan mahasiaswa/ mahasiswi hendaknya melakukan proses
keperawatan dilakukan dengan baik, teliti, dan hati yang tulus.
27
DAFTAR PUSTAKA
Staf Pengajar FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak 1.Jakarta : FKUI
Staf Pengajar FKUI. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. FKUI:
Media Aesculapius
D o r l a n d , W . A N e w m a . 2 0 0 6 . Kamus Kedokteran Dorland , E d i s i
2 9 . Jakarta: EGC
Guyton. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9.Jakarta: EGC
Behrman. 2006. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15.Jakarta: EGC
Huda Nurarif,Amin dan Hardhi Kusuma.2013.NANDA NIC-NOC Jilid 2.
Yogyakarta: Media Action
Lalani,Amida dan Suzan Schneeweiss,MD.2011.Kegawatdaruratan
Pediatri.Jakarta: EGC
Betz,Cecily Lynn dan Linda A. Sowden.2009.Keperawatan Pediatri Edisi
5.Jakarta: EGC
Tierney, Lawrence M. Jr.,MD , Stephen J.McPhee,MD,dkk.2003.Diagnosis
&Terapi Kedokteran Penyakit Dalam.Jakarta: Salemba Medika
Hinchliff, Sue.1999.Kamus Keperawatan Edisi 17.Jakarta: EGC
28