Upload
rhynto-odc
View
177
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
artrosis artritis tmj
Citation preview
MAKALAH ORAL SURGERY
“ ARTROSIS DAN ARTRITIS PADA SENDI TEMPOROMANDIBULA “
Disusun Oleh :
KELOMPOK 7
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG2013
KELOMPOK 7
KETUA : FIONA WARIZKY (10-052)
SEKRETARIS : MELISYA (10-060)
ANGGOTA : MUTIA FEBRIAN (10-054)
DIAH SULISTIA (10-058)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Illahi Rabbi, atas kehendak dan
ketetapan- Nya telah melimpahkan rahmat dan karunia sehingga penulisan
makalah yang berjudul ” ARTROSIS DAN ARTRITIS PADA SENDI
TEMPOROMANDIBULA “ dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas kuliah periodontologi pada
semester VII di Universitas Baiturrahmah.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari, bahwa semua proses
yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan Drg. Efa Ismardianita, M.Kes.
selaku dosen pembimbing, bantuan, dan dorongan yang telah diberikan berbagai
pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini belum sempurna sebagaimana
mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik
dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah semuanya penulis serahkan dan
mudah- mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Padang, November 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Occlusal Adjustment................................................... 3
2.2 Klasifikasi Occlusal Adjustment............................................... 3
2.2.1 Teknik Fungsional............................................................ 3
2.2.2 Koronoplasti..................................................................... 3
2.3 Indikasi dan Kontraindikasi....................................................... 4
2.3.1 Indikasi Occlusal Adjustment.......................................... 4
2.3.2 Indikasi Koronoplasti ( Pengasahan Gigi )...................... 5
2.3.3 Kontraindikasi Occlusal Adjustment............................ 5
2.4 Prosedur Kerja Occlusal Adjustment........................................ 5
2.4.1 Teknik Fungsional............................................................ 5
2.4.2 Koronoplasti..................................................................... 6
2.5 Sekuens Koronoplasti dalam Terapi Periodontal....................... 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Temporo mandibular joint (TMJ) atau sendi temporo mandibular adalah
suatu sendi sinovial yang menghubungkan rahang bawah (mandibula) dengan
tulang temporal yang terletak di depan telinga dan merupakan salah satu sendi
yang paling aktif pada tubuh manusia. Hubungan sendi ini bersifat fleksibel.
Sendi temporomandibula merupakan suatu sendi atau perlekatan yang bilateral
dan dapat bergerak. TMJ terdiri dari komponen yaitu, kondilus mandibula, fossa
kondilaris atau fossa glenoid, eminensia artikularis ossis temporalis, diskus
artikularis, dan ligamen sendi.
Sindrom sendi temporomandibula merupakan masalah yang sering
dibicarakan dalam terbitan kesehatan maupun acara diaog di televisi. Kadang
kurang ditekankan bahwa penyakit/ ketidakberfungsian dari sendi
temporomandibula bukan merupakan suatu sindrom yang tunggal tetapi lebih
terdiri dari sejumlah keadaan dengan tanda-tanda dan gejala yang berbeda.
Artikulasio temporo-mandibula pada ±20 tahun belakangan ini telah
mendapat perhatian yang sangat besar, karena memang merupakan struktur yang
paling kompleks pada kepala dan banyak memberi gejala-gejala patologis yang
belum dapat didiagnosa dengan tepat untuk mendapat perawatan yang
memuaskan.
Diagnosis dari penyakit/ gangguan fungsi sendi temporomandibula
tergantung pada pemeriksaan klinis dan riwayat peyakit yang menyeluruh, serta
evaluasi gambaran radiografis. Regio sendi temporomandibula seringkali
1
menanggung akibat trauma pada mandibula yang menimbulkan hemartrosis,
dislokasi, fraktur processus condylaris dan processus subcondylaris, serta
dislokasi akibat fraktur processus condylaris.
Walaupun demikian dengan majunya ilmu pengetahuan telah banyak
diperoleh kemajuan tentang penyakit-penyakit atau kelainan TMJ ini. Sehingga
pada umumnya kelainan dan penyakit tersebut telah dapat disembuhkan dengan
baik.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui artrosis dan artritis pada sendi temporomandibula.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Memahami definisi artrosis dan artritis pada sendi temporomandibula.
2. Memahami etiologi dari artrosis dan artritis pada sendi
temporomandibula.
3. Memahami gejala klinis dan mendiagnosa artrosis dan artritis pada sendi
temporomandibula.
4. Memahami prosedur perawatan artrosis dan artritis pada sendi
temporomandibula.
.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Artrosis pada TMJ
2.1.1 Definisi
Artrosis merupakan gangguan pada TMJ yang disebabkan oleh disfungsi
dari artikulasi mandibula yang normal dan menimbulkan gejala-gejala klinis yang
kompleks seperti artrlagia, mialgia, dan clicking.
Artrosis ini merupakan bagian dari gangguan fungsional TMJ yaitu masalah-
masalah sindrom temporomandibula yang timbul akibat fungsi yang menyimpang kerena
adanya kelainan pada posisi dan fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah.
Sebetulnya artrosis ini adalah gejala dari rematoid artritis, tetapi bila pada
rongent foto tidak dijumpai kelainan maka hal ini merupakan stadium dini dari
penyakit tersebut.
2.1.2 Etiologi
Etiologi dari sindrom ini sampai sekarang belum diketahui dan masih tetap
menjadi bahan diskusi para ahli di kedokteran gigi. Biasanya pasien ini datang ke
dokter gigi dengan keluhan gangguan pengunyahan dan sebagainya.
Faktor-faktor yang diperkirakan erat hubungannya dengan artrosis adalah :
1. Trauma yang dapat berupa pukulan pada tulang rahang, perawatan gigi yang
lama, menguap terlalu lebar, dan kadang-kadang membuka mulut terlalu
lama pada pencabutan gigi yang sukar.
3
2. Malunion dari fraktur kondilus. Fraktur kondilus yang dirawat secara
konservatif kadang-kadang dapat menyebabkan gangguan membuka dan
menutup mulut.
3. Traumatik oklusi, seperti gigi crowded, gigi karies, dan tambalan yang tidak
baik.
4. Overclosure. Dimensi vertikal yang terlalu kecil disebabkan kehilangan gigi
posterior atau pada pembuatan protesa yang terlalu rendah sehingga dimensi
vertikal teralu kecil dan menyebabkan terjadinya pergeseran kondilus ke
posterior.
5. Faktor psikogenik dan kebiasaan neuromuskular, seperti bruxism. Beberapa
penderita suka mengatupkan atau menggigit kuat-kuat bila merasa geram,
tanpa sadar berbuat begitu bila sedang asyik mengerjakan sesuatu.
2.1.3 Gejala Klinis
1. Tinitus
Tinitus adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan suara
berdengung, atau jenis suara lainnya yang kedengarannya berasal dari
telinga atau kepala. Belum diketahui secara pasti hubungan tinitus
dengan gangguan TMJ.
2. Rasa sakit di telinga
Kira-kira 50% pasien dengan gangguan sendi rahang merasakan sakit telinga namun
tidak ada tanda-tanda infeksi. Sakit telinganya umumnya digambarkan sepertinya
berada di muka atau bawah telinga. Seringkali, pasien-pasien dirawat berulang kali
untuk penyakit yang dikirakan infeksi telinga, yang seringkali dapat dibedakan
4
dengani TMJ oleh suatu yang berhubungan dengan kehilangan pendengaran (hearing
loss) atau drainase telinga (yang dapat diharapkan jika memang ada infeksi telinga).
3. Artralgia
Merupakan rasa sakit pada regio artikulasi yang dapat timbul atau
bertambah pada penekanan di daerah artikularis sambil membuka dan
menutup mulut. Artralgia merupakan rasa nyeri pada suatu sendi atau
lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan gerak sendi.
4. Gejala disfungsi mandibula
a. Tidak dapat membuka mulut lebar (2-3 cm saja).
b. Mialgia, kekakuan otot-otot pengunyahan. Hal ini mungkin
disebabkan tegangnya oto-otot pengunyahan.
c. Kekakuan membuka mulut karena refleks neuromuskular.
d. Trismus (spasme otot). Gangguan pada TMJ akan dapat
menyebabkan terjadinya gangguan dalam membuka mulut atau
rahang. Oleh karena itu dapat didiagnosa dengan tidak mampunya
pasien membuka mulut.
e. Clicking. Merupakan suatu gemeretak pada TMJ pada waktu
membuka dan menutup mulut.
2.1.4 Diagnosis
Pemeriksaan TMJ untuk penegakan diagnosis :
1. Palpasi pada TMJ
a. Masticatory muscle examination: Pemeriksaan dengan cara palpasi
sisi kanan dan kiri pada dilakukan pada sendi dan otot pada wajah dan
daerah kepala.
5
b. Temporalis muscle, yang terbagi atas 3 segmen yaitu anterior,
media, dan posterior.
c. Zygomatic arch (arkus zigomatikus).
d. Masseter muscle
e. Digastric muscle
f. Sternocleidomastoid muscle
g. Cervical spine
h. Trapezeus muscle, merupakan Muscular trigger point serta
menjalarkan nyeri ke dasar tengkorang dan bagian temporal
i. Lateral pterygoid muscle
j. Medial pterygoid muscle
k. Coronoid process
l. Muscular Resistance Testing: Tes ini penting dalam membantu
mencari lokasi nyeri.
2. Auskultasi
Bunyi sendi TMJ terdiri dari “clicking” dan ‘krepitus’. “Clicking”
adalah bunyi singkat yang terjadi pada saat membuka atau menutup
mulut, bahkan keduanya. “Krepitus” adalah bersifat difus, yang biasanya
berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau
6
menutup mulut bahkan keduanya. “Krepitus” menandakan perubahan
dari kontur tulang seperti pada osteoartrosis. “Clicking” dapat terjadi
pada awal, pertengahan, dan akhir membuka dan menutup mulut. Bunyi
“click” yang terjadi pada akhir membuka mulut menandakan adanya
suatu pergeseran yang berat. TMJ ‘clicking’ sulit didengar karena
bunyinya halus, maka dapat didengar dengan menggunakan stetoskop.
3. Pemeriksaan subjektif : ada atau tidaknya rasa sakit , dulu pernah sakit atau tidak, bisa
bukatutup mulut atau tidak .
4. Pemeriksaan klinis : ada fraktur atau tidak, ada pembengkakan atau tidak, ada
perubahan posisi mandibula atau tidak.
5. Pemeriksaan penunjang : dengan rontgen foto, tomografi, ct scan.
Pemeriksaan klinis untuk pasien dengan kemungkinan gangguan
fungsi/penyakit TMJ sebagian besar didasarkan atas pengamatan/ pemanfaatan,
palpasi dan auskultasi.
1. Oklusi
Gangguan oklusi secara umum bisa langsung diperiksa, yaitu misalnya
gigitan silang (crossbite), gigitan dalam (deep overbite), gigi supra erupsi
dan daerah tak bergigi yang tidak direstorasi, adanya bruxism.
2. Pembukaan antar insisal
Pembukaan antar insisal bervariasi lebarnnya, tetapi biasanya pada orang
dewasa sekitar 40 hingga 50 mm.
3. Pergerakan lain
Pergeseran lateral juga diukur, biasanya pada titik atau garis tengah, dan
dibandingkan kesimetrisannya (angka yang didapat biasanya 8 hingga 10
7
mm). Gangguan internal misalnya dislokasi discus, akan membatasi
pergeseran ke sisi yang berlawanan.
4. Palpasi
Palpasi otot pengunyahan secara bimanual, terutama otot maseter dan
temporalis serta otot leher dan bahu.
Dalam mendiagnosis pasien diperlukan riwayat yang menyeluruh.
Keluhan utama yang paling sering dirasakan pada penyakit/gangguan fungsi sendi
temporomandibula adalah rasa nyeri dan rasa tidak enak, yang disertai dengan
kliking atau keluhan sendi lainnya.
1. Rasa sakit/nyeri. Bila pasien merasakan adanya rasa nyeri, maka yang
paling penting untuk diketahui adalah lokasi, sifat, dan lama terjadinya
rasa nyeri/sakit tersebut.
2. Bunyi sendi. Jika pasien mengeluh adanya bunyi sendi atau kliking (suara
berkeretak), maka saat timbulnya dan perubahan pada suara sendi tersebut
merupakan informasi yang perlu diketahui.
3. Perubahan luas pergerakan. Penyembuhan kliking seringkali diikuti oleh
keluhan baru, yaitu nyeri akut dan berkurangnya luas pergerakan yang
nyata, khususnya pada jarak antar insisal, dimana penemuan inimerupakan
petunjuk utama terjadinya closed lock.
4. Perubahan oklusi. Beberapa penderita mengeluhkan perubahan gigitan.
Keluhan ini dapat merupakan tanda terjadinya perubahan degenerative
tingkat lanjut atau spasme otot akut.
5. Informasi keadaan kolateral. Setelah riwayat utama diperiksa secara
menyeluruh, selanjutnya dapat dikumpulkan informasi keadaan kolateral.
8
Kondisi-kondisi lain yang mengenai kepala dan leher, seperti sinusitis akut
atau kronis, sakit pada telinga, dll.
6. Perawatan sebelumnya. Kronologi perawatan sebelumnya baik pemberian
obat, mekanis, maupun secara bedah juga dicatat.
7. Stress. Untuk menentukan dengan tepat keadaan emosional pasien
biasanya dibutuhkan beberapa kunjungan dengan kemungkinan
pengiriman/ rujukan untuk evaluasi psikologis, dan terapi control stress
selanjutnya.
Jika diperkirakan terdapat suatu kelainan sendi intraartikular berdasar
pemeriksaan klinis dan riwayat penyakit, maka diindikasikan untuk melakukan
pemeriksaan sinar-X. Pemeriksaan ini meliputi :
a. Foto panoramik
Gambaran panoramik memperlihatkan regio processus condylaris dan
subcondylaris dua sisi (bilateral), sehingga bisa langsung dilakukan perbandingan
antara keduanya. Ini sangat bermanfaat dalam diagnosis fraktur, tetapi
perbandingan sendi penting dalam hubungannya dengan pertumbuhan abnormal,
seperti yang diperlihatkan pada agenesis condylaris, hiperplasia atau hiplasia dan
ankilosis oscus.
b. Radiografi Towne
Sangat bermanfaat karena dapat memfoto kedua processus condylaris dari
koronal, sehingga memungkinkan pemeriksaan dari posisi mediolateralnya dalam
fossa artikularis dan membandingkan ukuran dan bentuk keduanya. Proyeksi ini
juga sangat bermanfaat untuk diagnosis perluasan neoplasia jaringan keras ke arah
medial dan diagnosis dislokasi akibat fraktur pada kasus trauma akut.
9
c. Teknik transkranial
Merupakan indikasi jika diduga ada asimetris processus condilaris.
2.1.5 Penatalaksanaan
Dapat dibagi atas 3 tingkatan terapi, yaitu :
1. Terapi Korektif, Konservatif, dan Suportif
a. Fisioterapi
Termasuk disini pengobatan dengan aplikasi panas atau infra red.
b. Khemoterapi
Penderita diberi obat-obatan seperti :
Analgetik, untuk mengurangi rasa sakit, dapat diberi sebelum
makan.
Obat-obat penenang.
Obat-obat “muscle relaxantia”, untuk mengurangi ketegangan otot-
otot pengunyahan.
Obat-obat anti inflamasi.
Obat-obat neurotropika.
c. Latihan membuka dan menutup mulut
Pada keadaan akut perlu artikulasi diistirahatkan dulu, tetapi setelah
reda dilatih dengan menggigit karet yang lembut. Latihan ini dapat
dilakukan bersama aplikasi panas. Pada keadaan trismus kronis dapat
dilakukan latihan membuka mulut dengan jari tangan, yaitu jari
telunjuk diletakkan pada gigi insisivus rahang bawah dan ibu jari
pada caninus rahang atas dengan gerakan sedikit memaksa membuka
10
mulut. Latihan ini dapat dilakukan bersama-sama aplikasi panas dan
dilakukan 40-50 kali sehari.
d. Rehabilitasi oklusi
Ini termasuk memperbaiki tambalan-tambalan dan protesa yang
kurang baik. Juga harus diperhatikan dimensi vertikal dan oklusi
traumatic. Harus diperhatikan keseimbangan oklusi.
e. Bite-splint
Berguna untuk distraksi permukaan artikulasi dan menyebabkan
mandibula dan kondilus meluncur ke depan. Fungsi bite splint ini
ialah untuk mengalihkan tekanan mekanik dari artikulasi ke gigi.
Dengan demikian TMJ akan istirahat tanpa immobilisasi. Dengan
cara ini gejala sakit akan hilang dalam waktu 1-2 minggu, tetapi
dianjurkan pemakaian bite-splint selama 6 minggu lebih. Bila pasien
ompong (tanpa gigi sama sekali), dapat dibuatkan protesa penuh
dengan dimensi vertikal yang telah diteliti dan diukur dengan
seksama. Penggunaan night guard dapat juga untuk mengatasi
kebiasaan bruxism di malam hari.
f. Olahraga
Olahraga untuk mendapatkan ketenangan, misalnya jalan kaki, naik
sepeda, berkebun, dan sebagainya. Ini dianjurkan juga oleh para ahli
untuk mengurangi stress.
2. Terapi dengan Injeksi
Cara menyuntikkan dilihat dari kebutuhan, yaitu :
a. Menyuntik di artikulasio
11
Menyuntik di rongga sendi superior.
Menyuntik di rongga sendi inferior.
b. Menyuntik intramuskuler
Bermacam-macam obat telah diajukan untuk disuntik ke dalam
artikulasio. Menyuntik ke dalam artikulasio bukanlah hal yang mudah dan harus
dikerjakan dengan hati-hati sekali. Obat yang dapat dipakai :
a. Hyaluronidase
Yang berkomponen dari cairan artikulasi dan cairan sinovial.
Menurut Ragan dan Lamater tahun 1942 hyaluronidase ini
menambah viskositas dari cairan sinovial. Ia membantu mendispersi
traumatic transudat karena gangguan TMJ sering dibarengi dengan
edema dan kerusakan jaringan maka hyaluronidase cocok untuk
perawatan ini.
b. Hydrokortisone injeksi
Dipakai oleh Henny tahun 1954, Garner dan Paris 1956. Mereka
menggunakan hydrokortisone asetat karena bahan ini memberi hasil
memuaskan pada pengobatan penyakit sendi di tempat lain dari
tubuh. Bahan ini harus disuntikkan ke dalam kantong sinovial untuk
memberi hasil yang baik.
12
Henny menemukan hasil yang memuaskan 3 hari setelah
penyuntikkan. Hasil pengobatan ini adalah sementara saja dan harus
diikuti dengan perawatan perbaikan oklusi. Bila trauma oklusi tidak
dirawat, maka gejala artrosis akan kambuh.
Dinyatakan oleh Henny bahwa pengobatan ini bukan pengobatan
spesifik, melainkan sebagai sarana untuk dapat mengadakan
rehabilitasi oklusal atau perawatan lainnya.
Muller (1958) mengatakan bahwa prednisolon injeksi lebih baik
daripada hydrocortisone-asetat. Perawatan dengan prednisolone ini
akan membawa hasil yang lebih memuaskan bila dlakukan pada
stadium dini dari penyakit ini.
c. Skelerosing solution
Digunakan untuk mengadakan fibrosis pada kapsul artikularis yang
telah longgar dan demikian menghindarkan terjadinya subluksasi dari
TMJ. Teknik penyuntikan adalah sama, hanya ditujukan kepada
kapsul artikularis.
d. Anestetikum
Suntikan dengan anestetikum seperti procain 2%, dianjurkan untuk
pengobatan myalgia, terutama bila rasa sakit disebabkan oleh spasme
dari salah satu otot-otot elevator dari rahang. Penyuntikan dilakukan
intramuskuler, disuntikkan ke dalam otot-otot masseter, pterygoideus,
dan sterno kleidomastoideus. Pada beberapa kasus obat disuntikkan
ke dalam jaringan periartikularis dari pada sendi.
13
3. Terapi dengan Operasi
Terapi dengan operasi bila perawatan sebelumnya tidak/ belum berhasil
perlu dipikirkan untuk tindakan operasi. Terapi ini dilakukan apabila terlihat
adanya kelainan pada condilus, misalnya permukaan tidak sesuai dengan fossa
atau ada kelainan pada bagian artikularis seperti discus pecah dan lain-lain.
Terapi operasi ini dibagi atas 2, yaitu :
a. Menisektomi
Yaitu tindakan bedah pada meniskus yang mengalami luka (sobek) dan
memberi gangguan pada TMJ yang hebat disini perlu dilakukan
pengambilan meniskus. Kadang-kadang diujumpai meniskus yang
lepas diantara discus dalam rongga artikularis. Ini mengganggu dan
menimbulkan rasa sakit pada setiap gerakan TMJ. Steinhardt (1951)
mengatakan bahwa menisektomi harus disertai pemeriksaan yang
telitit dari kondilus. Apabila disitu dijumpai pertumbuhan tulang atau
kelainan pertumbuhan maka perlu diambil untuk menghaluskan
permukaan kondilus.
14
Pada kasus-kasus dengan menisektomi pada satu sisi dapat
menimbulkan gangguan pada sisi lain dan lama kelamaan perlu
diambil tindakan yang sama.
Teknik menisektomi :
1. Insisi kutan : vertikal bersudut.
2. Insisi subkutan , kemudian insisi kapsul horizontal.
3. Menicus dipotong dan diambil dengan pisau khusus.
4. Jahitan pada capsul.
5. Jahitan sub kutan.
6. Jahitan kutan dengan jahitan subtikuler.
b. Kondilektomi
Ada juga kasus-kasus yang telah mengalami menisektomi setelah 2
bulan perlu dioperasi kondilektomi. Mayer (1964) mengatakan bahwa
menisektomi hanya akan berhasil baik bila lesi berada discus, bila lesi
berada di tulang processus artikularis atau di tulang kartilago, maka ini
adalah indikasi untuk kondilektomi.
2.2. Arthritis pada TMJ
2.2.1 Definisi
Arthritis adalah peradangan pada satu atau lebih persendian, yang disertai
dengan rasa sakit, kebengkakan, kekakuan, dan keterbatasan bergerak.
Keradangan sendi temporomandibula ini dapat disebabkan oleh trauma dan
infeksi.
15
2.2.2 Etiologi
Kausa dari penyakit ini tidak jelas dan tidak diketahui secara mendalam.
Radang merupakan faktor yang penting, tetapi penyakit ini tidak disebabkan oleh
mikroorganisme semata. Faktor predisposisi yang dapat mempercepat timbulnya
penyakit ini, yaitu :
1. Kecapaian-trauma.
2. Tubuh yang lelah : emosi.
3. Penyakit umum yang dapat menurunkan daya tahan tubuh seperti
pneumoni, campak, demam rematik, penyakit infeksi akut, dan
sebagainya.
Artrhitis dapat terjadi akibat infeksi maupun tanpa infeksi. Pelepasan
mediator inflamasi dari leukosit, kondrosit, sinoviosit menyebabkan kehilangan
proteoglikan dan matriks ektraselular kartilago, sehingga terjadi kerusakan tulang.
Kerusakan dan hilangnya kolagen dan kondrosit dapat menyebabkan perubahan
yang tidak dapat kembali.
2.2.3 Gejala Klinis
1. Stadium akut
Terdapat rasa sakit yang amat sangat dan sering dijumpai
pembengkakan pada regio periaurikular. Pada gerakan artikulasi, rasa
sakit bertambah hebat yang menyebabkan penderita takut membuka dan
menutup mulut.
2. Stadium kronis
Kita jumpai keterbatasan membuka mulut. Pada palpasi di regio
artikular dapat dijumpai rasa sakit dan krepitasi. Rasa sakit dapat hilang
16
dan timbul padang eksaserbasi akut. Sering juga dijumpai kekakuan
pada artikulasi di pagi hari, yang semakin berkurang di sore hari dan
malam. Ini merupakan gejala yang karakteristik.
2.2.4 Klasifikasi
1. Infectious arthritis
Infeksi pada TMJ dapat disebabkan dari ekstensi langsung dari infeksi yang berdekatan
atau melalui sistem hematogen. Area ini akan inflamasi dan gerakan dari rahang akan terbatas.
X-ray dapat negatif pada stage awal tetapi lama-kelamaan dapat menggambarkan gambaran
destruksi tulang. Jika dicurigai arthritis supuratif, maka dapat dilakukan aspirasi pada sendi
untuk konfirmasi diagnosis dan untuk mengidentifikasi organisme penyebab. Diagnosis harus
cepatuntuk mencegah kerusakan sendi permanent. Terapi berupa antibiotik, perbaiki status
hidrasi, anti nyeri, dan batasi pergerakan sendi.
2. Traumatic arthritis
Jarang. acute injury (contoh: intubasi endotrakeal) dapat menyebabkan arthritis pada
TMJ. Dapat terjadi nyeri, tenderness ,dan keterbatasan gerak. Diagnosis berdasarkan
anamnesis. Hasil x-ray negatif, kecuali ketika terjadi intra-articular edema atau hemoragik
yang meluas pada ruangsendi. Terapi berupa NSAIDs, diet makan lunak dan restriksi dari
pergerakan sendi.
2.2.4 Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspeksi dimulai dengan operator yang bediri langsung di depan
pasien.
17
2. Palpasi
Palpasi otot dan sendi paling baik jika operator berada di belakang pasien.
Palpasi bilateral adalah metode yang paling utama, karena pergerakan sendi
tersebut membutuhkan aksi kontralateral dari sendi-sendi dan ototnya. Pemeriksa
meraba untuk mencari rasa nyeri di sekitar sendi.
3. Auskultasi
Auskultasi sendi bisa dilakukan hanya dengan mendengarkan suara
abnormal seperti mengatup, bergesek, ataupun suara klik yang muncul selama
pergerakan. Stetoskop bisa berguna bagi praktisi yang terlatih untuk
menggunakan instrumen ini dalam mengevaluasi suara-suara sendi
temporomandibular.
4. Perkusi
Perkusi rahang dapat memberikan manfaat jika ingin mengevaluasi
kavitas, fraktur, atau pergerakan refleks mandibula. Perkusi sebaiknya secara
tidak langsung ketika akan mengecek kavitas dan fraktur tulang, dan secara
langsung ketika ingin mengetes refleks mandibula.
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan beberapa hal :
1. Gerakan rahang bawah. Perlu diperhatikan apakah terdapat deviasi
gerakan ke anterior, posterior, medial, ataupun lateral.
2. Maloklusi rahang bawah, dan susunan gigi yang abnormal.
3. Apakah ada spasme otot leher ipsilateral atau gerakan mengatupkan gigi
dengan berlebihan.
4. Range of motion (batas pergerakan sendi). Batas pergerakan normal saat
membuka mulut adalah 5 cm pada dewasa, sedangkan gerakan ke lateral 1
18
cm. Beberapa ahli mengatakan bahwa kurang dari 4 cm merupakan
gangguan sendi pada dewasa, sedangkan lainnya mengatakan bahwa
kurang dari 3,5 cm baik pada dewasa maupun anak-anak.
5. Palpasi pada sendi untuk menentukan ada tidaknya spasme otot, gerakan
sendi dan otot kaku, krepitasi serta bunyi sendi.
2.2.5 Gambaran Radiografi
Pemeriksaan radiografi yang sering dilakukan yaitu radiografi
konvensional untuk melihat struktur tulang. Pada stadium pemula tidak dijumpai
kelainan pada rongent foto. Pada stadium lanjut dapat dijumpai gambaran
radiolusen pada tulang yang dapat meluas sampai ke peripher. Pada kasus-kasus
yang kronis, dapat dijumpai pembesaran pada kondilus. Kondilus dapat menjadi
demikian besarnya sehingga rongga artikulasi hilang atau berkurang. Kadang-
kadang kondilus dapat mengalami resorbsi.
2.2.6 Perawatan
Oleh karena gejala-gejala dan akibat penyakit ini bermacam-macam, maka
perawatannya tergantung daripada gejala klinisnya :
1. Perawatan secara konservatif (tanpa pembedahan)
a. Terapi fisis, aplikasi panas ditambah analgetik.
b. Obat-obatan seperti antiinflamasi.
c. Perbaikan oklusi.
d. Bisa juga diberikan antibiotik untuk arthritis infectious.
2. Dengan pembedahan seperti : kondilektomi.
Kondilektomi yaitu pengambilan sebagian kondilus atau membentuk
kondilus kembali sesuai dengan fossa articularis.
19
Teknik pembedahan :
a. Dilakukan di bawah anestesi umum.
b. Sebuah tampon dimasukkan ke dalam rongga telinga luar.
c. Untuk mencegah darah masuk ke dalam liang telinga, dibuat insisi
di depan telinga, vertikal bersudut, flep kutan dilepaskan dari
jaringan submukous.
d. Pendarahan diatasi dengan :
Pemakaian vasokonstriksi secara lokal.
Deppend, suctions, klemp.
Sedangkan pembuluh yang dengan arteri klemp atau pengikatan.
e. Dicari arcus zygomaticus dan tepat di bawah pangkalnya terletak
TMJ.
f. Untuk tepat dapat melokalisir kondilus, maka mandibula
digeserkan ke depan, maka kondilus akan menonjol. Setelah ini
kapsul artikularis di insisi hrizontal, maka kondilus akan kelihatan
jelas.
g. Kemudian dilakukan pemotongan kondilus atau shaving
(dilicinkan) atau disesuaikan dengan kebutuhan.
h. Setelah itu daerah operasi dibersihkan.
i. Lakukan jahitan pada capsul beri drainase karet, jahitan subkutan
serta jahitan kutan.
j. Akhirnya dressing.
20
Perawatan pasca bedah
Beri perban tekanan dengan burton bandage untuk menghalangi
pendarahan di bawah kulit dan sekaligus merupakan penghalang untuk membuka
mulut lebih dari beberapa milimeter (mm) saja. Drainase karet diambil setelah
24jam : pada hari 1-2. Setelah 3-4 hari boleh makan-makanan lunak, setelah 8-10
21
hari jahitan dapat dibuka, setelah 10-12 hari dianjurkan melakukan latihan dengan
gerakan aktif pada TMJ.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Meski penyakit dan gangguan fungsi TMJ tampak sebagai suatu kompleks
gejala yang rumit, sindrom TMJ sebagai suatu gejala sebenarnya tidak ada. Yang
tepat adalah pengenalan akan penyakit intra dan ekstra artikular. Kenyataan
bahwa penyakit sendi digolongkan berdasar kelompok di atas (intra dan ekstra
artikular) menghapuskan konsep sindrom TMJ tunggal. Istilah tersebut
mengandung konotasi penyederhanaan kasar dari permasalahan klinis yang dalam
kenyataannya jauh lebih kompleks.
Tidak ada keputusan akhir dalam penanganan berbagai kondisi disfungsi/
penyakit TMJ. Tidak saja karena adanya berbagai variasi dalam memandang
indikasi yang dimungkinkan, jenis terapi, dan evaluasi hasil, tetapi juga karena
dasar penyebab dari berbagai keadaan tidak terlalu dipahami atau kurang jelas.
Apa yang tampaknya merupakan permasalahan yang relatif sederhana.
Peranan dokter gigi umum adalah sebagai penentu diagnosis yang cermat.
Jika terdapat keluhan yang mengarah pada gangguan fungsi/ penyakit pada TMJ,
dibutuhkan pemeriksaan radiografi/ klinis yang menyeluruh dan pemeriksaan
riwayat. Kebanyakan penanganan secara mekanis dan obat-obatan yang telah
dijelaskan masih dalam bidang keahlian dokter gigi umum. Akan tetapi, jika
dibutuhkan pembedahan atau teknik diagnostik, maka sebaiknya lakukan rujukan
yang tepat dan segera.
23
24
DAFTAR PUSTAKA
Andasa, Khadijah. 2012. Gangguan Temporomandibular Joint. [On Line]. Dari: http://dentistrylearn.blogspot.com/2012/05/gangguan-temporomandibular-joint.html [27 November 2013].
Aprilia, Putri Ferina. 2012. Temporomandibular Joint. [On Line]. Dari: http://nitnotpinky.blogspot.com/2012/01/temporomandibular-joint.html [27 November 2013].
Gangguan pada TMJ. [On Line]. Dari: http://www.artikel.indonesianrehabequipment.com/2012/01/gangguan-pada-tmj.html#ixzz2llTNXkeg [27 November 2013].
Ifan. 2010. Diagnosis Demam Rheumatik. [On Line]. Dari: http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/21/diagnosis-demam-rheumatik/ [27 November 2013]
Kelainan TMJ. [On Line]. Dari: http://www.iosc.com.sg/id/id_tmj_disorders [27 November 2013].
Nyeri Rahang dan Sakit Telinga. [On Line]. Dari: http://blogtabib.blogspot.com/2013/03/nyeri-rahang-dan-sakit-telinga.html [27 November 2013]
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pradana, Amalia. 2010. Degenerasi. [On Line]. Dari: http://amaliapradana.blogspot.com/2010/09/degenerasi.html [27 November 2013].
Riva, Yori Rachmia. 2013. Rahangku. [On Line]. Dari: http://id.scribd.com/doc/164874326/SKENARIO-3 [27 November 2013].
Tinitus. [On Line]. Dari: http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/tinitus-_-9510001031011 [27 November 2013].
Tjiptono, T.R., Harahap, S., Arnus, S. dan Osman, S. Ilmu Bedah Mulut Ed. II. Jakarta: Cahaya Sukma.
Wildan, Sondy. 2012. Gangguan TMJ. [On Line]. Dari: http://sondydentistry.blogspot.com/2012/05/gangguan-tmj.html [27 November 2013].