Upload
muhammad-afwan
View
68
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kelautan
Citation preview
TUGAS MAKALAH
MANAJEMEN SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT
SUMBER DAYA PESISIR PULAU ENGGANO BENGKULU
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
AMALIA ALFIANA CHAIRANI 26020113120015
AHMAD FADHIL MUZAKI 26020113130057
M.AFWAN SHADRI VIHARYO 26020113140060
ABDUL MAJID ALHANIF 26020113140091
DHEA ISNAINIYA 26020113140104
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
1
I. PENDAHULUAN
Pulau Enggano merupakan suatu kawasan pulau-pulau kecil yang secara geografis
terletak di perairan Samudera Hindia dan secara administratif merupakan bagian dari wilayah
Kabupaten Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78
Tahun 2005 Pulau Enggano termasuk salah satu dari 92 pulau terluar dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu Pulau Enggano memiliki posisi yang strategis
dalam bidang sosial, ekonomis, pertahanan dan keamanan. Pemerintah Propinsi Bengkulu
juga mulai memperhatikan pengembangan Pulau Enggano melalui Surat Keputusan Gubernur
Bengkulu Nomor 408 Tahun 2003 tanggal 23 April 2003 tentang Program Pengembangan
Pulau Enggano Secara Terpadu dan Berkelanjutan (Bapedalda Propinsi Bengkulu, 2006).
Hasil kajian studi daya dukung lingkungan, pemanfaatan dan pengembangan Pulau
Enggano hendaknya berupa pembangunan yang berwawasan lingkungan, mengingat pulau ini
merupakan ekosistem yang unik dan rentan terhadap gangguan. Kegiatan yang
memungkinkan dilakukan dalam pengembangan Pulau Enggano adalah kegiatan pariwisata,
perikanan, pertanian dan perkebunan, dan kegiatan industri lainnya. Dalam rangka
pemanfaatan wilayah pesisir dan laut Pulau Enggano, maka arahan kegiatan pariwisata
meliputi pariwisata pantai dan pariwisata bahari, sedangkan arahan kegiatan perikanan
tangkap (Bapedalda Propinsi Bengkulu dan P2L UNIB, 2005).
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut akan dapat berhasil jika dikelola secara
terpadu (Integrated Coastal Zone Management, ICZM). Unsur utama IZCM adalah integrasi
(intergration) dan koordinasi. Pengelolaan atau pemanfaatan kawasan pesisir yang dilakukan
secara sektoral tidaklah efektif (Dahuri et al., 1996). Selain itu pemanfaatan sumberdaya
pesisir dan laut seharusnya dilakukan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir dan laut Pulau Enggano secara terpadu dan berkelanjutan, maka perlu
dirumuskan suatu pengelolaan (strategic plan) yang mengintegrasikan setiap kepentingan
dalam keseimbangan (proporsionality) antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektoral,
disiplin ilmu dan segenap pelaku pembangunan (stakeholders).
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menganalisa, menyusun strategi, dan
membantu memberikan solusi dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut Pulau Enggano
secara terpadu dan berkelanjutan, berdasarkan analisis terhadap sejumlah isu dan
permasalahan serta karakteristik wilayah pesisir dan laut Pulau Enggano.
2
II. ISI
2.1 Potensi Pengembangan Pesisir dan Laut Pulau Enggano
Secara geografis Pulau Enggano berada di wilayah perairan Samudera Hindia dan
terletak pada posisi 102,050 hingga 102,250 BT dan 5,170 sampai 5,310 LS dengan luas
daratan ± 40.060 hektar. Secara administratif Pulau Enggano adalah sebuah kecamatan yang
termasuk dalam wilayah Kabupaten Bengkulu Utara. Sebagai sebuah kecamatan, Pulau
Enggano terdiri dari 6 (enam) desa yaitu Desa Banjarsari, Meok, Apoho, Malakoni, Kaana,
dan Kahyapu. Sebagai suatu kepulauan, Pulau Enggano memiliki pulau-pulau kecil di
sekitarnya yaitu Pulau Dua, Pulau Satu, Pulau Merbau, dan Pulau Bangkai. Berikut ini adalah
beberapa potensi Pulau Enggano dalam bidang pesisr dan laut.
1. Perikanan Laut
Perikanan laut merupakan salah satu sub sektor yang banyak menyerap tenaga
kerja. Potensi perikanan laut sangat tinggi karena kelimpahan stok ikan. Stok
Sumberdaya Ikan (SDI) di Pantai Barat Sumatera kaya akan ikan pelagis, khususnya
ikan tuna (Hartono, 2009). Potensi sumberdaya ikan wilayah perairan laut Pulau
Enggano sebesar 16.035,2 ton (sekitar 35% dari potensi ikan laut di Propinsi
Bengkulu). Sementara itu produksi perikanan tangkap di Pulau Enggano sekitar 765,8
ton tahun-1 atau 2,5% dari produksi perikanan tangkap propinsi Bengkulu atau 4,78%
dari potensi yang ada (Bappeda Propinsi Bengkulu, 2004). Hal ini disebabkan
rendahnya produktivitas penangkapan ikan nelayan karena jumlah armada
penangkapan yang masih terbatas dan jenis armada penangkapan berupa perahu tanpa
motor (sampan) (31,4%) dan motor tempel (68.65%).
2. Terumbu Karang (Coral Reefs)
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang produktif, memiliki
keanekaragaman biota yang tinggi, dan ekosistem yang sangat sensitif terhadap
perubahan lingkungan. Bapedalda Propinsi Bengkulu (2006) melaporkan pada
kedalama 5 m terumbu karang didominasi oleh DCA (40,00%), Abiotik (37,33%),
Karang Non Acropora (8,33%), dan Fauna (2,00%) dengan persentase penutupan
karang hidup 20,67%. Sedangkan pada kedalaman 10 m didominasi oleh DCA
(51,12%), Abiotik (27,52%), Karang Non Acropora (5,22%), Acropora (11,78%), dan
Fauna (4,36%) dengan persentase penutupan karang hidup 17,00%.
3
3. Padang Lamun (Seagrass)
Ekosistem padang lamun memiliki kemampuan menyuplai nutrien dan oksigen
yang tinggi, sehingga memiliki produktivitas yang tinggi. Jenis lamun yang
ditemukan adalah species Cymodocea sp. dengan kerapatan keseluruhan 362 m2.
Kualitas air padang lamun adalah sebagai berikut pH 6,9, suhu 30 0C, salinitas 37
ppm, kecerahan 100%, DHL 49,900 μ dan TDS 25000 μ (Bapedalda Propinsi
Bengkulu, 2006).
4. Hutan Mangrove
Hutan mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi pantai dari angin,
gelombang, dan badai. Hutan mangrove yang di Pulau Enggano merupaka yang
terluas di Propinsi Bengkulu yang mencapai 2.500 hektar. Hutan ini tersebar di bagian
pantai sebelah timur Pulau Enggano seperti di Cagar Alam Teluk Klowe, Cagar Alam
Sungai Bahewo, dan Taman Buru Gunung Nanua. Sebagian lagi di sebelah barat
Pulau Enggano yaitu di Cagar Alam Tanjung Laksaha dan secara spot-spot di
Kawasan Cagar Alam Kiyoyo. Potensi hutan mangrove sekitar 320 m2 per hektar
dengan jumlah pohon 350 batang per hektar. Ekosistem mangrove di Pulau Enggano
relatif masih utuh. Secara umum pola zonasi hutan mangrove di Pulau Enggano terdiri
atas 4 zonasi (Bapedalda Propinsi Bengkulu, 2006) sebagai berikut.
a. Zona A (Depan), merupakan zona yang letaknya ke arah pantai. Pada zona ini
didominasi oleh Rhizophora mucronata, tapi juga ditemukan Rhizophora
apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza satu-satu. Substrat berlumpur dalam
sampai sedang (10-30 cm). Kondisi habitat dipengaruhi oleh pasang naik dan
pasang surut. Panjang zona ini 100-200 m.
b. Zona B, pada zona ini didominasi oleh Bruguiera gymnorrhiza tapi juga
ditemukan Rhizophora mucronata, Ceriops tagal, Lumnitzera litorea. Kondisi
substrat berlumpur kedalaman 10-45 cm. Substrat dipengaruhi oleh pasang
(tergenang). Tinggi tegakan pohon 30-40 m. Panjang zona ini 100-200 m
setelah zona A.
c. Zona C, merupakan zona campuran dimana disusun oleh Rhizophora mucronata,
Bruguiera gymnorrhiza, dan Lumnitzera littorea.
d. Zona D, merupakan zona yang letaknya di darat yang disusun oleh jenis Carbera
manghas, Baringtonia asiatica, Ficus sp., Pongamia pinnata. Panjang zona ini
4
berkisar 5-15 km. Kondisi tanah kering dan substrat tidak dipengaruhi oleh
pasang kecuali pasang tinggi saat bulan purnama.
Gambar 1. Ekosistem mangrove di Pulau Enggano
5. Pariwisata Pantai dan Bahari
Berdasarkan laporan Bapedalda Propinsi Bengkulu (2006) pengembangan
pariwisata di Pulau Enggano terdiri atas pariwisata pantai dan pariwisata bahari.
Kawasan yang sangat sesuai dikembangkan untuk pariwisata pantai adalah Pantai
Sebelah Utara Pulau Enggano (mulai dari pantai di Desa Kaana sampai pantai di Desa
Banjarsari). Penilaian tersebut berdasarkan perhitungan dari indikator kedalaman
dasar perairan, material dasar perairan, kecepatan arus, kecerahan perairan, tipe
pantai, penutupan lahan pantai, dan jarak ketersediaan air tawar. Aktivitas pariwisata
pantai yang dapat dilakukan antara lain berjemur, bermain pasir, olahraga pantai,
bermain air, berenang maupun berperahu di sekitar pantai. Sementara itu lokasi
pariwisata bahari terdapat di kawasan Kahyapu, yang meliputi gugusan tiga pulau
kecil yaitu Pulau Dua, Pulau Satu, dan Pulau Merbau. Perhitungan kesesuaian
pariwisata bahari berdasarkan indikator kecerahan pantai, tutupan karang hidup, jenis
karang, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman dasar perairan. Aktivitas
pariwisata bahari meliputi aktivitas berenang, menyelam, memancing, diving, dan
snorkling (Senoaji, 2009).
5
Gambar 2. Kondisi Pantai di Pulau Enggano
2.2 Permasalahan Pengembangan Pesisir dan Laut Pulau Enggano
Pengembangan pesisir dan laut Pulau Enggano dihadapkan pada berbagai isu dan
permasalahan. Beberapa isu dan permasalahan tersebut adalah :
1.Belum optimalnya pemanfaatan perikanan tangkap dan budidaya. Hal ini diindikasikan
dengan adanya kegiatan illegal fishing oleh nelayan luar (baik luar Propinsi Bengkulu
maupun nelayan asin) di perairan Pulau Enggano, tingkat pemanfaatan potensi perikanan
tangkap yang belum optimal karena terbatasnya armada penangkapan, pemanfaatan
potensi budidaya perikanan juga masih rendah, dan belum danya investasi baik PMA
maupun PMDN yang masuk dalam bidang kelautan dan perikanan.
2. Potensi obyek pariwisata pantai dan pariwisata bahari yang belum dimanfaatkan
secara optimal. Hal ini disebabkan belum tersedianya infrastrur dasar yang memadai dan
sarana prasarana pariwisata lainnya. Selain itu juga belum dilakukan prmosi terhadap
potensi pariwisata di Pulau Enggano.
3. Rendahnya kualitas sumber daya manusia, baik masyarakat maupun sumberdaya pada
instansi pemerintah daerah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia erat kaitannya
dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat baik pendidikan formal maupun non-
formal. Meskipun sarana prasarana pendidikan sudah cukup memadai, namun kurangnya
tenaga pengajar menyebabkan tidak optimalnya proses belajar mengajar di sekolah.
6
4. Minimnya sarana dan prasarana transportasi, pendidikan, kesehatan, dan penerangan
(listrik). Terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan antar wilayah dalam Pulau
Enggano maupun antara Pulau Enggano dengan wilayah luar mengakibatkan. Jalan
dalam wilayah Pulau Enggano hanya sepanjang 5 km yang telah diaspal, sedangkan
selebihnya kondisinya cukup memprihatinkan. Sedangkan transportasi ke luar Pulau
Enggano menggunakan transportasi laut (KMP. Raja Enggano atau Perintis) dua kali
dalam seminggu dengan waktu tempuh 12-14 jam dan sangat tergantung kondisi alam.
Meskipun keterdsediaan sarana pendidikan dan kesehatan cukupmemadai, namun
permasalahannya pada tenaga pendidik dan tenaga medis yang bertugas. Sedangkan
untuk sarana penerangan (listrik) belum terdapat di Pulau Enggano. Listrik terbatas pada
kepemilikan genset secara pribadi dan fasilitasi pemerintah berupa listrik tenaga surya.
5. Permasalahan kependudukan berupa rendahnya tingkat kesejahteraan dan kualitas
hidup masyarakat, kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar. Mata pencaharian
penduduk didominasi oleh nelayan (49,7%) dan petani (47,2%). Tingkat pengangguran
23,9% dari angkatan kerja. Tingkat kesejahteraan masyarakat Pulau Enggano dapat
dikategorikan rendah, hal ini terbukti bahwa 44,5-58,5% dari jumlah penduduk
dikategorikan rawan sosial. Tingkat kepadatan penduduk Pulau Enggano hanya 21,15
jiwa km-1 dengan penyebaran yang tidak merata (Bapedalda Propinsi Bengkulu, 2006).
6. Belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh pemerintah daerah
karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) secara langsung.
Dengan demikian dukungan antar sektor terkait untuk pengembangan Pulau Enggano
belum optimal.
7. Belum berkembangnya sistem informasi yang dapat memberikan akses pada informasi
produk unggulan, pasar, dan teknologi. Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
dalam penggunaan teknologi ini menjadi salah satu kendala dan pemicu adanya
eksploitasi sumberdaya yang merusak potensi lestari dan berdampak negatif bagi
lingkungan. Salah satu contohnya adalah destructive fishing seperti trawl, penggunaan
bom ikan, dan potasium sianida untuk menangkap jenis-jenis ikan dengan nilai ekonomis
tinggi (seperti ikan kerapu) di habitat terumbu karang telah merusak dan menimbulkan
pencemaran lingkungan yang parah.
8. Belum tertatanya sistem kelembagaan dan manajemen yang belum terkelola baik
untuk pengelolaan pengembangan kawasan yang terpadu, dan berkelanjutan, dalam
7
memberikan dukungan kepada peningkatan daya saing produk dan kawasan yang
dikembangkannya.
9. Belum adanya penataan ruang wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, dan perairan
sekitarnya. Saat ini Pulau Enggano Pulau Enggano menjadi salah satu fokus perhatian
dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dalam rangka percepatan
pembangunan pulau kecil dan pusat pertumbuhan ekonomi di koridor barat Sumatera
yang ditetapkan oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kementrian
Pekerjaan Umum). Selain Pulau Nasi di Kabupaten Aceh Besar, Pulau
Tanahmasa/Tanahbela di Kabupaten Nias Selatan, dan Pulau Natuna di Kabupaten
Kepulauan Natuna. Dengan adanya RDTR, maka pemanfaatan wilayah pesisir akan
semakin optimal karena tidak terjadi konflik kepentingan pemanfaatan wilayah pesisir.
10. Terjadinya kenaikan muka air laut (sea level rise) sebagai akibat fenomena
pemanasan global (global warming) memberikan dampak yang serius terhadap wilayah
pesisir yang perlu diantisipasi penanganannya. Secara umum kenaikan muka air laut
akan dapat mengakibatkan perubahan arus laut dan berpotensi meluasnya kerusakan
mangrove, meluasnya interusi air laut, ancaman terhadap sosial-ekonomi masyarakat
pesisir, dan berkuarangnya luas daratan dan hilangnya pulau-pulau kecil.
11. Pulau Enggano merupakan daerah yang rawan bencana alam terutama gempa bumi
karena terletak di daerah patahan bumi.
2.3 Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Pesisir dan Laut Pulau Enggano
Besarnya potensi sumberdaya pesisir dan laut di Pulau Enggano sudah sepatutnya
dijadikan pertimbangan utama dalam pengelolaan Pulau Enggano. Oleh karena itu
pembangunan Pulau Enggano harus mengedepankan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut
sebagai penghidupan yang lestari. Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan kualitas
sumberdaya untuk mendorong pembangunan ekonomi secara berkelanjutan melalui
pemberdayaan masyarakat, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dan ruang, dengan
memperhatikan prinsip-prinsip konservasi.
Kebijakan pengelolaan dan pembangunan Pulau Enggano harus dilakukan dengan Co-
Management melibatkan unsur-unsur pemerintah (goverment based management) baik
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang bekerja sama dengan masyarakat lokal
(community based management) dan investor (private sector) yang berwawasan lingkungan
8
(Rudyanto, 2004). Pemanfaatan wilayah pesisir dan laut harus dilakukan secara terpadu
dengan memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying capasity) wilayah tersebut.
Konsep pengelolaan kawasan pesisir dan laut disajikan pada Gambar 3.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka beberapa kebijakan dan strategi harus
berdasarkan kepada : (1) pemahaman yang baik tentang proses-proses alamiah (eko-
hidrologis) yang berlangsung di kawasan pesisir yang sedang dikelola, (2) kondisi ekonomi,
sosial, budaya dan politik masyarakat, dan (3) kebutuhan saat ini dan yang akan datang
terhadap barang dan (produk) dan jasa lingkungan pesisir (Rahmawaty, 2004). Berikut ini
diuraikan upaya pengelolaan pesisir dan laut Pulau Enggano secara terpadu dan
berkelanjutan.
9
Kawasan Pesisir dan Laut
Perikanan
Kependudukan
Energi Kelautan
Perhubungan Laut
Pariwisata
BahariDll
Isu, Permasalahan, Peluang, dan Tantangan
Integrated Coastal Zone Management
Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Laut
Secara Terpadu dan Berkelanjutan
4. EVALUASI - Analisis kemajuan dan permasalahan - Redefinisi ruang lingkup untuk pengelolaan pesisir dan laut
3. IMPLEMENTASI - Kegiatan pembangunan - Penegakan kebijakan dan peraturan - Pemantauan
1. PENATAAN DAN PERENCANAAN - Identifikasi dan analisis permasalahan- Pendefinisian tujuan dan sasaran - Pemilihan strategi - Pemilihan strktur implementasi2. IMPLEMENTASI - Mengadopsi program secara formal - Pengamanan dana untuk implementasi
Tahapan Pengelolaan
Gambar 3. Konsep Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Laut (Rahmawaty, 2004)
1. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Masyarakat Pesisir.
Pendekatan pengelolaan Co-Management, masyarakat memegang peranan penting dalam
keberhasilan pelaksanaan kegiatan tersebut. Oleh karena itu masayarakat merupakan basis
(community based management) dari kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan laut Pulau
Enggano. Dengan demikian diperlukan kualitas sumberdaya manusia masyarakat yang baik.
Dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia, maka strategi yang dilakukan
adalah (1) peningkatan taraf pendidikan formal dan non-formal masyarakat, (2) peningkatan
taraf kesejahteraan masyarakat, dan (3) peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam
pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan wilayah pesisir dilakukan peningkatan kapasitas masyarakat (capasity building).
Capasity building masyarakat dapat dilakukan dengan fasilitasi pemerintah, Perguruan
Tinggi, penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat untuk meningkatkan kepedulian dan
tanggung jawab masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir.
2. Pengembangan Pariwisata Pantai dan Bahari.
Pariwisata pantai dan bahari merupakan salah satu potensi unggulan Pulau Enggano yang
sampai saat ini belum dimanfaatkan. Dalam rangka pengembangan pariwisata pantai dan
bahari, maka upaya yang dilakukan adalah (1) peningkatan sarana dan prasarana penunjang
kepariwisataan, (2) penyediaan sistem informasi terpadu tentang kepariwisataan, (3)
pengembangan obyek wisata pantai dan bahari yang berwawasan lingkungan dan berciri
lokal, dan (4) peningkatan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan obyek
wisata pantai dan bahari. Industri pariwisata terlihat dari jumlah wisatawan yang
mengunjungi suatu obyek wisata. Jumlah wisatawan akan dipengaruhi oleh pertumbuhan
wisatawan dan daya tarik suatu obyek wisata. Daya tarik wisata akan ditentukan oleh
keindahan alam obyek wisata, kondisi akomodasi, dan transportasi. Kegiatan penyediaan dan
peningkatan sarana dan prasarana dasar kepariwisataan baik akomodasi (penginapan, rumah
makan, hiburan, dll) dan transportasi mutlak diperlukan agar industri pariwisata dapat
berkembang. Kegiatan penyediaan sistem informasi terpadu tentang kepariwisataan
dilakukan dengan menyusun dan mengembangkan basis data dan jaringan informasi
kepariwisataan dan mengembangkan pusat-pusat informasi, promosi, dan pemasaran
pariwisata. Kegiatan pengembangan obyek wisata pantai dan bahari yang berwawasan
lingkungan dan berciri lokal dilakukan dengan mengembangkan ciri lokal Pulau Enggano
10
sebagai daya tarik kunjungan wisata pantai dan bahari dengan mengembangka jenis usaha-
usaha ekonomi produktif dalam bidang ekowisata bahari (seperti pembuatan kerajinan tangan
khas Pulau Enggano yang mencerminkan kebaharian dan keindahan Pulau Enggano yang
spesifik). Kegiatan peningkatan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
obyek wisata pantai dan bahari dilakukan dengan meningkatkan kualitas penyuluhan dan
pelatihan pariwisata bahari bagi masyarakat. Kemajuan industri pariwisata akan
mempengaruhi PDRB dan penyerapan tenaga kerja.
3. Optimalisasi Pemanfaatan Perikanan Tangkap.
Optimalisasi pemanfaatan perikanan tangkap dilakukan untuk meningkatkan produksi
perikanan tangkap. Upaya ini dilakukan dengan (1) penyediaan sarana dan prasarana
perikanan tangkap dan budidaya, (2) peningkatan pendapatan hasil usaha perikanan, dan (3)
koordinasi antar instansi dalam pengelolaan usaha perikanan. Kegiatan penyediaan sarana
dan prasarana perikanan dilakukan dengan pengadaan sarana dan prasarana perikanan berupa
perbaikan atau peningkatan kualitas alat tangkap untuk meningkatkan produktivitas nelayan.
Dengan tingginya produksi perikanan harus diiringi dengan pembangunan industri perikanan
sehingga akan memberikan nilai tambah yang tinggi. Pembangunan indstri perikanan
dilakukan oleh investor swasta dengan suplai ikan dari nelayan Enggano. Simulasi penelitian
Hartono (2009) mengemukakan pembangunan industri perikanan di Pulau Enggano akan
mengalami kemajuan yang sangat baik dan ditandai dengan jumlah unit kapal motor yang
meningkat. Selain itu peningkatan sarana dan prasarana perikanan juga dapat dilakukan
dengan mengembangkan skim-skim perkreditan usaha perikanan yang mudah diakses
nelayan. Kegiatan peningkatan pendapatan hasil usaha perikanan membina usaha produksi
perikana yang berorientasi pasar, membina manajemen usaha perikanan skala rumah tangga,
dan mengembangkan sistem pengolahan hasil perikanan yang hiegienis untuk meningkatkan
nilai tambah. Sementara itu kegiatan koordinasi antar instansi dalam pengelolaan usaha
perikanan dilakukan dengan mengembangkan sistem informasi pasar dan mengembangkan
wadah komunikasi antar stake holder dalam pengelolaan perikanan.
4. Konservasi Ekosistem Pesisir dan Laut.
Kelestarian ekosistem pesisir dan laut sangat penting demi keberlanjutan pengelolaan
sumberdaya. Meskipun secara umum ekosistem mangrove dan padang lamun di Pulau
Enggano masih cukup baik, namun tetap diperlukan upaya-upaya pengembangan program
konservasi bagi ekosistem tersebut dengan melakukan sosialisasi dan edukasi akan
11
pentingnya ekosistem tersebut. Sementara itu untuk ekosistem terumbu karang harus
dilakukan pengelolaan yang lebih baik, karena keadaan ekosistem tutupan terumbu karang
saat ini dikategorikan jelek/buruk. Meskipun belum diketahui penyebab buruknya terumbu
karang di Pulau Enggano apakah karena alam atau perbuatan manusia. Namun tindakan nyata
yang dapat dilakunya misalnya dengan pengendalian pemanfaatan terumbu karang sebagai
bahan bangunan baik untuk perumahan, jalan, dan keperuan lainnya. Selain itu juga
dilakukan dengan peningkatan partisipasi stake holder dalam program konservasi untuk
menjaga kelestarian ekosistem, penataan dan penegakan hukum (law enforcement).
5. Peningkatan Sarana Prasarana Transportasi, Pendidikan, Kesehatan, dan
Penerangan.
Ketersediaan sarana dan prasarana sangat penting dalam menunjang kelancaran
pelaksanaan suatu kegiatan. Upaya yang dilakukan adalah penyediaan tersedia sarana
transportasi antar desa yang memadai dengan peningkatan kualitas jalan menjadi jalan aspal,
sedangkan transportasi ke luar pulau selain menggunakan transportasi laut juga diharapkan
dapat menggunakan transportasi udara. Selain itu juga dilakukan peningkatan kelengkapan
sarana pendidikan dan kesehatan, serta penerangan (listrik). Untuk sektor pendidikan dan
kesehatan hendaknya penempatan tenaga guru dan tenaga medis disesuaikan dengan rasio
guru-siswa dan rasio tenaga medis-jumlah penduduk.
12
III. PENUTUP
Pengelolaan pesisir dan laut Pulau Enggano harus dilakukan dengan dimensi
keterpaduan ekologis, sektoral, displin ilmu, serta keterpaduan antar stakeholders, sehingga
tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai yaitu pertumbuhan ekonomi berupa
peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, perbaikan kualitas lingkungan
serta adanya kepedulian antar generasi. Kegiatan yang potensial dilakukan dalam
pemanfaatan wilayah pesisir dan laut Pulau Enggano adalah kegiatan perikanan tangkap dan
pariwisata pantai dan bahari. Kolaborasi antara seluruh stake holder (pemerintah, masyarakat,
dan swasta) mamegang peranan penting dalam percepatan pembangunan Pulau Enggano.
13
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Propinsi Bengkulu dan Pusat Penelitian
Lingkungan Universitas Bengkulu. 2005. Studi Daya Dukung Lingkungan Pulau
Enggano. Bengkulu.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Propinsi Bengkulu. 2006. Laporan
Kegiatan Studi Daya Dukung Pemanfaatan dan Pengembangan Kepulauan Enggano.
Bengkulu.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Propinsi Bengkulu. 2004. Pengembangan
Pulau Enggano sebagai Pusat Industri Berbasis Maritim dan Pariwisata di Propinsi
Bengkulu. Bengkulu.
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Hartono, D. 2009. Model Pembangunan Pulau Enggano dengan Pendekatan System
Dinamics. Jurnal Mitra Bahari 3(2) : 51-68.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-
pulau Kecil Terluar.
Rahmawaty. 2004. Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Kelautan secara Terpadu dan
Berkelanjutan. e-USU Repisotory Universitas Sumatera Utara.
Rudyanto, A. 2004. Kerangka Kerjasama dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut.
Makalah disampaikan pada Sosialisasi Nasional Program MFCDP 22 September 2004.
Senoaji, G. 2009. Daya Dukung Lingkungan dan Kesesuaian Lahan dalam Pengembangan
Pulau Enggano Bengkulu. Jurnal. Bumi Lestari 9(2) : 159-166.
14