Upload
oktaviana-pieka-piekuq
View
185
Download
15
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kmb
Citation preview
MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS 2
ASUHAN KEPERAWATAN PERDARAHAN GASTROINTESTINAL AKUT
Dosen : Danang Tri Y, S.Kep., Ns
Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Angga Dwi S
2. Apriyani Arum K
3. Atik Dwi P
4. Devy Nurjanah
5. Egi Karta
6. Felan Erlina
7. Iwan Adi S
8. Merry Endah P
9. Novyanto
10. Oktaviana NS
11. Raudlathul Jannah
12. Subagyo
13. Sukirno
14. Widi Astuti
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN/5B
STIKes HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Gawat Darurat 2
tentang “asuhan keperawatan perdarahan gastrointestinal akut” tanpa suatu
halangan dan kendala apapun.
Kami juga berharap untuk membahas total dalam pembahasan materi ini,
karena kami juga membutuhkan kritik dan saran demi kelancaran proses belajar
mengajar dalam pembahasan materi ini.
Tidak lupa, kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas perhatiannya,
dan kami juga meminta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan kata-kata.
Wassalamualaikumsallam Wr. Wb
Purwokerto, 5 maret 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua sel tubuh manusia membutuhkan protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan
air. Nutrien ini menghasilkan sumber energy untuk fungsi kehidupan. Setelah Nutrien ini
dipecahkan menjadi komponen-komponen yang lebih kecil, nutrient ini juga menyediakan
substrat untuk pembentukkan struktur, isi dan sekresi sel-sel baru. Sebagian besar nutrient
berada di lingkungan luar dalam bentuk yang tidak dapat memasuki aliran darah untuk
mencapai sel-sel jaringan (misalnya molekul-molekul besar dan kompleks). Fungsi dari sistem
pencernaan adalah untuk :
Menerima nutrient (proses penyerapan);
Menghancurkan nutrient ke dalam bentuk molekul-molekul yang ukuran cukup kecil
untuk mencapai dan memasuki aliran darah (proses pencernaan);
Memungkinkan molekul-molekul tadi untuk memasuki aliran darah (proses
penyerapan) sehingga dapat dikirimkan ke seluruh jaringan.
Pengoperasian tambahan termasuk gerakan dari makanan yang telah dicerna sepanjang
sistem pencernaan, pengolahan kembali bahan-bahan yang digunakan dalam pencernaan
(reabsorpsi air, bikarbonat, kalsium, garam empedu oleh kolon), dan sisa makanan yang tidak
tercerna oleh tubuh (defekasi).
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Perdarahan saluran cerna yaitu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di sepanjang
saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam
tinja atau muntah darah,tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui
melalui pemeriksaan tertentu. Saluran perncernaan dibagi menjadi 2 yaitu, perdarahan
saluran cerna bagian atas dan saluran cerna bagian bawah. Saluran cerna bagian atas
( upper GI ) meliputi : mulut, faring, esophagus dan lambung. Sedangkan saluran cerna
bagian bawah ( lower GI) meliputi : usus halus dan usus besar sampai anus.
Perdarahan saluran cerna atas adalah perdarahan yang berasal dari bagian proksimal
ligamentum Treitz dengan manifestasi klinik berupa hematemesis dan melena.
Hematemesis adalah muntah yang mengandung darah berwarna merah terang atau
kehitaman akibat proses denaturasi, sedangkan melena adalah pendarahan saluran cerna
atas yang keluar melalui rektum dan berwarna kehitaman. Pada perdarahan saluran cerna
atas masif, darah yang keluar melalui rektum dapat berwarna merah terang (hematokesia)
akibat waktu singgah yang cepat di dalam saluran cerna.
Perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB) dapat didefinisikan sebagai
perdarahan yang terjadi atau bersumber pada saluran cerna di bagian distal dari
ligamentum Treitz. Jadi dapat berasal dari usus kecil dan usus besar. Pada umumnya
perdarahan ini (sekitar 85%) ditandai dengan keluarnya darah segar per anum/per rektal
yang bersifat akut, transient, berhenti sendiri, dan tidak mempengaruhi hemodinamik.
B. ETIOLOGI
Perdarahaan saluran cerna
Perdarahan saluran cerna bagian atas ( upper GI ) umumnya dapat disebabkan antara lain :
a. Ulkus peptikum
b. Varises esophagus pada hipertensi portal
c. Gastritis erosive atau ulseratif :
Alcohol dalam jumlah besar.
Obat-obatan : salisilat, fenilbutazon, indometasin, kortikosteroid, reserpin dosis
besar (oral/parenteral).
Stress berat : penyakit intracranial, luka bakar, sepsis.
d. Lain-lain : esofagitis, karsinoma lambung ( biasanya bersifat perdarahan kronik ),
ruptura aneurisma aorta, laserasi hepar ( hemobilia ), uremi.
e. Perdarahan saluran cerna bagian bawah ( lower GI) umumnya disebabkan antara lain:
Lesi daerah anus : hemoroid, fisura ani, fistula ani.
Penyakit rectum dan usus besar : karsinoma, polip, radang ( colitis ulseratif,
penyakit crohn, amuba ) dan divertikulum.
Penyakit jejunum dan ileum : volvulus, enterokolitis nekrotikans ( keduanya pada
bayi baru lahir ), invaginasi ( bayi dan anak-anak < 2 tahun ), divertikulum Meckel
(perdarahan banyak dan berulang pada anak dan dewasa muda), tifoid.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda perdarahan gastrointestinal antara lain, hipertensi portal, obstruksi
intestinal, koagulopati, epistaksis, fisura ani dan hemoroid. Peningkatan nadi 20/menit
atau penurunan tekanan darah sistolik 10 mmHg saat dari duduk akan berdiri, adalah
tanda terjadi perdarahan yang cukup signifikan.
Gejala perdarahan gastrointestinal ditandai dengan darah merah segar dari mulut,
Muntahan darah merah segar atau seperti kopi, Melena, Darah segar bercampur tinja,
Darah diluar tinja.
Gambaran kliniknya berbeda-beda tergantung pada :
Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus.
Kecepatan dan jumlah perdarahan.
Keadaan penderita sebelum perdarahan
Hematemesis ialah dimuntahkannya darah dari mulut, darah dapat berasal dari
saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis,
hemoptisis, ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada lamanya kontak
dengan asam lambung, darah dapat berwarna merah, coklat atau hitam.
Biasanya tercampur sisa makanan dan bereaksi asam.
Melena ialah feces berwarna hitam seperti ter karena tercampur
darah ;umumnya terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian atas yang lebih
dari 50-100ml dan biasanya disertai hematemesis. Melana tanpa hematemesis
terjadi pada perdarahan jejunum atau ileum asalkan perjalanannya dalam usus
lambat. Biasanya melena berlangsung 1-3 hari, lalu berangsur normal
meskipun darah samar mungkin menetap sampai 3-8 hari (perdarahan <50 ml,
diketahui dengan tes benzidin).
Hematokezia ialah keluarnya darah segar dari anus umumya terjadi akibat
perdarahan saluran cerna bagian bawah. Dapat juga disebabkan perdarahan
saluran cerna bagian atas yang besar dan cepat disalurkan melalui usus.
D. PATOFILIOLOGI
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas :
Ulkus peptikum, perdarahan pada ulkus peptikum merupakan manifestasi yang
utama dari penyakit ini .
Gastritis terjadi orang yang mengkonsumsi alkohol & obat-obat antiinflamasi dpt
menyebabkan terjadinya erosi lambung. Erosi lambung juga terjadi pada orang
yang mengalami trauma berat, pembedahan, & penyakit sistemik yang berat.
Varises & gastropati hipertensi portal, terjado secara mendadak disebabkan oleh
hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepar, kemudian akan
menyebabkan perdarahan varises.
Ruptur mukosa esofagogastrika (Sindrom Mallory Weiss), perdarahan disebabkan
karena laserasi mukosa.
2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah
Lesi pd anus & rectum, perdarahan dapat terjadi karena feses yang mengeras
sehingga defekasi dilakukan dengan mengejan. Trauma rectum & msuknya benda
asing dalam rectum juga dapat menyebabkan terjadinya hematochezia.
Lesi pada colon, perdarahan terjadi karena karsinoma maupun polip pada colon.
E. PATHWAY
Trauma (kecelakaan)
↓
Penetrasi & Non-Penetrasi
↓
Terjadi perforasi lapisan abdomen (kontusio, laserasi, jejas, hematom)
↓
Menekan saraf peritonitis
↓
Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri akut
↓
Motilitas usus
↓
Disfungsi usus → Resiko infeksi
↓
Refluks usus output cairan berlebih
Gangguan cairan Nutrisi resiko ketidakseimbangan nutrisi kurangkebutuhan
tubuh.
Cairan dan elektronik defisit volume cairan
Kelemahan fisik
↓
Gangguan mobilitas fisik
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lamah atau
kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat
penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit
lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan
lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan
pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di
daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil
anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai
takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain. Pemeriksaan fisik
penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu diperhatikan adalah
keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala
hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya
rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal
dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae,
adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai. Pemeriksaan
laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, sediaan darah hapus,
golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat
mengikuti perkembangan penderita.
b. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah
esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan
duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah
1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises.
Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini
sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.
c. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan
sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk
pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang
berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini
mungkin setelah hematemesis berhenti.
d. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati
kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran makan
bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai
sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
e. Test Laboratorium
Secara rutin, diperiksa hematokrit, hitung jenis leukosit, dan urinalisis, sedangkan test
lainnya dilakukan bila diperlukan. Nilai-nilai amilase urine, dan serum dapat
membantu untuk menentukan adanya perlukaan pankreas atau perforasi usus.
f. Foto Sinar X
Film polos abdomen dapat menunjukkan adanya udara bebas intraperitoneal, obliterasi
bayangan psoas, dan penemuan-penemuan lainnya yang pada umunya tak khas.
Fraktur prosesus transversalis menunjukan adanya trauma hebat, dan harus
mengingatkan kita pada kemungkinan adanya perlukaan viseral yang hebat.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA).
Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas dapat dibagi atas:
Penatalaksanaan umum/suportif
Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Yang paling
penting pada pasien perdarahan SCBA adalah memberikan resusitasi pada waktu
pertama kali datang ke rumah sakit. Kita harus secepatnya memasang infus untuk
pemberian cairan kristaloid (seperti NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid
(plasma expander) sambil menunggu darah dengan/tanpa komponen darah
lainnya bila diperlukan. Selang nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor
apakah perdarahan memang berasal dari SCBA dan apakah masih aktif berdarah
atau tidak dengan melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai jernih.
Pasien harus diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan
trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila
dicurigai adanya kelainan pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular
Coagullation (DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah
seperti masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa
trombin, Burr Cell, D dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan
darah harus diobati sesuai kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal
dimana perdarahan disebabkan pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat
somatostatin atau oktreotide. Pada perdarahan non varises yang masif, dapat juga
diberikan somatostatin atau oktroetide tetapi jangka pendek 1-2 hari saja. Pada
prinsipnya, urutan penatalaksanaan perdarahan SCBA dapat mengikuti anjuran
algoritme penatalaksanaan dari Konsensus Nasional Indonesia atau Palmer atau
Triadapafilopoulos.
Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan pemberian
nutrisi yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak perlu dipuasakan
lagi , dan mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada dan memberikan edukasi
mengenai penyakit pada pasien dan keluarga misal memberi tahu mengenai
penyebab perdarahan dan bagaimana cara-cara pencegahaan agar tidak
mengalami perdarahan lagi.
Penatalaksanaan khusus
Penatalaksanaan khusus merupakan penatalaksanaan hemostatik
perendoskopik atau terapi embolisasi arteri. Terapi hemostatik perendoskopik
yang diberikan pada pecah varises esofagus yaitu tindakan skleroterapi varises
perendoskopik (STE) dan ligasi varises perendoskopik (LVE). Pada perdarahan
karena kelainan non varises, dilakukan suntikan adrenalin di sekitar tukak atau
lesi dan dapat dilanjutkan dengan suntikan etoksi-sklerol atau obat fibrinogen-
trombin atau dilakukan terapi koagulasi listrik atau koagulasi dengan heat probe
atau terapi laser, atau koagulasi dengan bipolar probe atau yang paling baik yaitu
hemostatik dengan terapi metal clip. Bila pengobatan konservatif, hemostatik
endoskopik gagal atau kelainan berasal dari usus halus dimana skop tak dapat
masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri yang memperdarahi daerah ulkus.
Terapi ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi intervensional.
Usaha menghilangkan faktor agresif
Usaha yang diperlukan untuk menghilangkan faktor agresif pada perdarahan
SCBA karena kelainan non varises antara lain :
a. Memperbaiki/menghindari faktor predisposisi atau risiko seperti gizi, stres,
lingkungan, sosioekonomi.
b. Menghindari/menghentikan paparan bahan atau zat yang agresif seperti asam,
cuka, OAINS, rokok, kortikosteroid dan lainnya.
c. Memberikan obat yang dapat mengurangi asam lambung seperti antasida,
antimuskarinik, penghambat reseptor H2 (H2RA), penghambat pompa proton
(PPI). PPI diberikan per injeksi bolus intra vena 2-3 kali 40 mg/hari atau bolus
intra vena 80 mg dilanjutkan kontinu infus drip 8 mg/jam selama 12 jam
kemudian intra vena 4 mg/jam sampai 5 hari atau sampai perdarahan berhenti
lalu diganti oral 1-2 bulan. Alasan mengapa PPI diindikasikan pada
perdarahan non varises, karena PPI dapat menaikkan pH diatas 6 sehingga
menyebabkan bekuan darah yang terbentuk tetap stabil, tidak lisis.
d. Memberikan obat radikasi kuman Helicobacter pylori dapat berupa terapi
tripel dan terapi kuadrupel selama 1- 2 minggu :
Terapi tripel :
1. PPI + amoksisilin + klaritromisin
2. PPI + metronidazol + klaritromisin
3. PPI + metronidazol + tetrasiklin
Terapi kuadrupel, bila tripel gagal :
1. Bismuth + PPI + amoksisilin + klaritromisin
2. Bismuth + PPI + metronidazol + klaritromisin
3. Bismuth + PPI + tetrasiklin + metronidazole (untuk daerah resistensi tinggi
klaritromisin)
Usaha meningkatkan faktor defensif
Penatalaksanaan bedah
Penatalaksanaan bedah/operatif
Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang cukup penting bila
penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau memang sudah ada komplikasi yang
merupakan indikasi pembedahan. Biasanya pembedahan dilakukan bila pasien masuk
dalam :
a. Keadaan gawat I sampai II
Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum refrakter Yang
dimaksud dengan gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8 jam pertama
membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter, sedangkan gawat II adalah
bila dalam 24 jam pertama setelah gawat I pasien masih membutuhkan darah
untuk transfusi sebanyak 2 liter.
Blood Flow Scintigraphy (Nuclear Scintigraphy)
Darah pasien diambil dan dilabel dengan zat radioaktif (99m.technitium),
kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh. Darah yang berlabel tersebut
akan bersirkulasi dan keluar pada daerah/lokasi lesi. Tehnik ini dilaporkan
dapat mendeteksi perdarahan yang relatif sedikit (0,1 ml per menit). Scanning
diambil pada jam 1 dan 4 setelah injeksi darah berlabel serta 24 jam setelah itu
atau sesuai dengan prakiraan terjadinya perdarahan. Sehingga dapat
mendeteksi perdarahan yang bersifat intermiten dengan cara mengambil
scanning pada jam-jam tertentu.
Operasi Laparatomi Eksplorasi
Tentunya proses operasi secara langsung dapat mengidentifikasi sumber
perdarahan. Tetapi masalahnya adalah kapan tindakan ini akan dilakukan
sebagai modalitas diagnostik sekaligus terapeutik, bagaimana pertimbangan
toleransi operasi bagi pasien dan sejauh mana kemudahan untuk
mengidentifikasi sumber perdarahan durante operasi. Secara nyata dalam
praktek penatalaksanaannya di rumah sakit, hal ini sering menimbulkan
kontroversi. Keadaan ini membutuhkan koordinasi multidisiplin yang terkait.
Pada dasarnya laparatomi eksplorasi diindikasikan bila perdarahan hebat yang
tidak dapat diatasi secara konservatif. Perdarahan berulang pada keadaan yang
sudah teridentifikasi sumber perdarahan pada pemeriksaan kolonoskopi,
arteriografi, atau scanning, juga tidak memerlukan intervensi operasi. Risiko
operasi akan menurun bila pada operasi tersebut dapat dilakukan identifikasi
sumber perdarahan per kolonoskopik, baik sebelum maupun durante operasi.
3. Perdarahan saluran cerna bagian bawah ( SCBB )
Penatalaksanaan perdarahan SCBB tentunya akan bervariasi tergantung pada
penyebab atau lesi sumber perdarahan, dampak hemodinamik yang telah terjadi pada
waktu masuk rumah sakit, pola perdarahan yang bersifat akut atau telah berlangsung
lama/kronik.
Riwayat Penyakit
Nilai dalam anamnesis apakah perdarahan/darah tersebut bercampur dengan feses
(seperti terjadi pada kolitis atau lesi di proksimal rektum) atau terpisah/menetes
(terduga hemoroid), pemakaian antikoagulan, atau terdapat gejala sistemik lainnya
seperti demam lama (tifoid, kolitis infeksi), menurunnya berat badan (kanker),
perubahan pola defekasi (kanker), tanpa rasa sakit (hemoroid intema,
angiodisplasia), nyeri perut (kolitis infeksi, iskemia mesenterial), tenesmus ani
(fisura, disentri). Apakah kejadian ini bersifat akut, pertama kali atau berulang,
atau kronik, akan membantu ke arah dugaan penyebab atau sumber perdarahan.
2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS (ABCDE, AMPLE)
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
- Chin lift / jaw trust
- Suction / hisap
- Guedel airway
- Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit
dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing, sonor, stidor/
ngorok, ekspansi dinding dada.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi
jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau atau
sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang cukup
jelasa dan cepat adalah
Awake :A
Respon bicara :V
Respon nyeri :P
Tidak ada respon :U
e. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi
in line harus dikerjakan
2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal, dan Event/
Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik dimulai dari
kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik.
B. DIAGNOSA
a) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut, penggantian
cepat volume dengan cairan kristaloid.
b) Ketidakseimbangan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya
refluk makanan
c) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena
C. INTERVENSI
a) Diagnosa keperawatan : Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
akut,
penggantian cepat volume dengan cairan kristaloid.
1) Tujuan :
Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik
2) Intervensi Keperawatan :
Pantau vs setiap jam
Pantau nilai-nilai hemodinamik
Ukur output urine tiap jam
Ukur I dan O dan kaji keseimbangan
Berikan cairan pengganti dan produk darah sesuai instruksi. Pantau adanya
reaksi yang merugikan terhadap komponen terapi.
Tirang baring total, baringkan pasien terlentang dg kaki ditinggikan untuk
meningkatkan preload jika pasien mengalami hipotensi. Jika terjadi
normotensi tempatkan tinggi bagian kepala tempat tidur pada 45 derajat
untuk mencegah aspirasi isi lambung.
Pantau Hb dan Ht
Pantau elektrolit
Periksa feses terhadap darah untuk 72 jam setelah masa akut
b) Ketidakseimbangan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya refluk
makanan
1) Tujuan :
a. Nutritional status: Adequacy of nutrientb. Nutritional Status : food and Fluid Intake
c. Weight Control
2) Intervensi Keperawatan :
Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht Monitor mual dan muntah
c) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena
1. Tujuan :
Pasien tidak akan mengalami infeksi nosokomial
2. Intervensi Keperawatan :
Ukur suhu tubuh setiap jam
Pantau sistem intravena terhadap patensi, infiltrasi, dan tanda-tanda
infeksi
Ganti letak intravena setiap 48-72 jam
Letak insersi setiap shift
Gunakan tehnik aseptik saat mengganti balutan dan selang.
Pertahankan balutan bersih dan steril
Ukur sel darah putih