24
MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS 2 ASUHAN KEPERAWATAN PERDARAHAN GASTROINTESTINAL AKUT Dosen : Danang Tri Y, S.Kep., Ns Disusun Oleh : Kelompok 2 1. Angga Dwi S 2. Apriyani Arum K 3. Atik Dwi P 4. Devy Nurjanah 5. Egi Karta 6. Felan Erlina 7. Iwan Adi S 8. Merry Endah P 9. Novyanto 10. Oktaviana NS 11. Raudlathul Jannah 12. Subagyo 13. Sukirno 14. Widi Astuti

Makalah Keperawatan Kritis 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kmb

Citation preview

Page 1: Makalah Keperawatan Kritis 2

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS 2

ASUHAN KEPERAWATAN PERDARAHAN GASTROINTESTINAL AKUT

Dosen : Danang Tri Y, S.Kep., Ns

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. Angga Dwi S

2. Apriyani Arum K

3. Atik Dwi P

4. Devy Nurjanah

5. Egi Karta

6. Felan Erlina

7. Iwan Adi S

8. Merry Endah P

9. Novyanto

10. Oktaviana NS

11. Raudlathul Jannah

12. Subagyo

13. Sukirno

14. Widi Astuti

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN/5B

STIKes HARAPAN BANGSA

PURWOKERTO

2014

Page 2: Makalah Keperawatan Kritis 2

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya,

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Gawat Darurat 2

tentang “asuhan keperawatan perdarahan gastrointestinal akut” tanpa suatu

halangan dan kendala apapun.

Kami juga berharap untuk membahas total dalam pembahasan materi ini,

karena kami juga membutuhkan kritik dan saran demi kelancaran proses belajar

mengajar dalam pembahasan materi ini.

Tidak lupa, kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas perhatiannya,

dan kami juga meminta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan kata-kata.

Wassalamualaikumsallam Wr. Wb

Purwokerto, 5 maret 2014

Penyusun

Page 3: Makalah Keperawatan Kritis 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua sel tubuh manusia membutuhkan protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan

air. Nutrien ini menghasilkan sumber energy untuk fungsi kehidupan. Setelah Nutrien ini

dipecahkan menjadi komponen-komponen yang lebih kecil, nutrient ini juga menyediakan

substrat untuk pembentukkan struktur, isi dan sekresi sel-sel baru. Sebagian besar nutrient

berada di lingkungan luar dalam bentuk yang tidak dapat memasuki aliran darah untuk

mencapai sel-sel jaringan (misalnya molekul-molekul besar dan kompleks). Fungsi dari sistem

pencernaan adalah untuk :

Menerima nutrient (proses penyerapan);

Menghancurkan nutrient ke dalam bentuk molekul-molekul yang ukuran cukup kecil

untuk mencapai dan memasuki aliran darah (proses pencernaan);

Memungkinkan molekul-molekul tadi untuk memasuki aliran darah (proses

penyerapan) sehingga dapat dikirimkan ke seluruh jaringan.

Pengoperasian tambahan termasuk gerakan dari makanan yang telah dicerna sepanjang

sistem pencernaan, pengolahan kembali bahan-bahan yang digunakan dalam pencernaan

(reabsorpsi air, bikarbonat, kalsium, garam empedu oleh kolon), dan sisa makanan yang tidak

tercerna oleh tubuh (defekasi).

BAB II

Page 4: Makalah Keperawatan Kritis 2

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Perdarahan saluran cerna yaitu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di sepanjang

saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam

tinja atau muntah darah,tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui

melalui pemeriksaan tertentu. Saluran perncernaan dibagi menjadi 2 yaitu, perdarahan

saluran cerna bagian atas dan saluran cerna bagian bawah. Saluran cerna bagian atas

( upper GI ) meliputi : mulut, faring, esophagus dan lambung. Sedangkan saluran cerna

bagian bawah ( lower GI) meliputi : usus halus dan usus besar sampai anus.

Perdarahan saluran cerna atas adalah perdarahan yang berasal dari bagian proksimal

ligamentum Treitz dengan manifestasi klinik berupa hematemesis dan melena.

Hematemesis adalah muntah yang mengandung darah berwarna merah terang atau

kehitaman akibat proses denaturasi, sedangkan melena adalah pendarahan saluran cerna

atas yang keluar melalui rektum dan berwarna kehitaman. Pada perdarahan saluran cerna

atas masif, darah yang keluar melalui rektum dapat berwarna merah terang (hematokesia)

akibat waktu singgah yang cepat di dalam saluran cerna.

Perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB) dapat didefinisikan sebagai

perdarahan yang terjadi atau bersumber pada saluran cerna di bagian distal dari

ligamentum Treitz. Jadi dapat berasal dari usus kecil dan usus besar. Pada umumnya

perdarahan ini (sekitar 85%) ditandai dengan keluarnya darah segar per anum/per rektal

yang bersifat akut, transient, berhenti sendiri, dan tidak mempengaruhi hemodinamik.

B. ETIOLOGI

Perdarahaan saluran cerna

Perdarahan saluran cerna bagian atas ( upper GI ) umumnya dapat disebabkan antara lain :

a. Ulkus peptikum

b. Varises esophagus pada hipertensi portal

c. Gastritis erosive atau ulseratif :

Alcohol dalam jumlah besar.

Obat-obatan : salisilat, fenilbutazon, indometasin, kortikosteroid, reserpin dosis

besar (oral/parenteral).

Stress berat : penyakit intracranial, luka bakar, sepsis.

d. Lain-lain : esofagitis, karsinoma lambung ( biasanya bersifat perdarahan kronik ),

ruptura aneurisma aorta, laserasi hepar ( hemobilia ), uremi.

e. Perdarahan saluran cerna bagian bawah ( lower GI) umumnya disebabkan antara lain:

Page 5: Makalah Keperawatan Kritis 2

Lesi daerah anus : hemoroid, fisura ani, fistula ani.

Penyakit rectum dan usus besar : karsinoma, polip, radang ( colitis ulseratif,

penyakit crohn, amuba ) dan divertikulum.

Penyakit jejunum dan ileum : volvulus, enterokolitis nekrotikans ( keduanya pada

bayi baru lahir ), invaginasi ( bayi dan anak-anak < 2 tahun ), divertikulum Meckel

(perdarahan banyak dan berulang pada anak dan dewasa muda), tifoid.

C. MANIFESTASI KLINIS

Tanda-tanda perdarahan gastrointestinal antara lain, hipertensi portal, obstruksi

intestinal, koagulopati, epistaksis, fisura ani dan hemoroid. Peningkatan nadi 20/menit

atau penurunan tekanan darah sistolik 10 mmHg saat dari duduk akan berdiri, adalah

tanda terjadi perdarahan yang cukup signifikan.

Gejala perdarahan gastrointestinal ditandai dengan darah merah segar dari mulut,

Muntahan darah merah segar atau seperti kopi, Melena, Darah segar bercampur tinja,

Darah diluar tinja.

Gambaran kliniknya berbeda-beda tergantung pada :

Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus.

Kecepatan dan jumlah perdarahan.

Keadaan penderita sebelum perdarahan

Hematemesis ialah dimuntahkannya darah dari mulut, darah dapat berasal dari

saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis,

hemoptisis, ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada lamanya kontak

dengan asam lambung, darah dapat berwarna merah, coklat atau hitam.

Biasanya tercampur sisa makanan dan bereaksi asam.

Melena ialah feces berwarna hitam seperti ter karena tercampur

darah ;umumnya terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian atas yang lebih

dari 50-100ml dan biasanya disertai hematemesis. Melana tanpa hematemesis

terjadi pada perdarahan jejunum atau ileum asalkan perjalanannya dalam usus

lambat. Biasanya melena berlangsung 1-3 hari, lalu berangsur normal

meskipun darah samar mungkin menetap sampai 3-8 hari (perdarahan <50 ml,

diketahui dengan tes benzidin).

Hematokezia ialah keluarnya darah segar dari anus umumya terjadi akibat

perdarahan saluran cerna bagian bawah. Dapat juga disebabkan perdarahan

saluran cerna bagian atas yang besar dan cepat disalurkan melalui usus.

D. PATOFILIOLOGI

Page 6: Makalah Keperawatan Kritis 2

1. Perdarahan saluran cerna bagian atas :

Ulkus peptikum, perdarahan pada ulkus peptikum merupakan manifestasi yang

utama dari penyakit ini .

Gastritis terjadi orang yang mengkonsumsi alkohol & obat-obat antiinflamasi dpt

menyebabkan terjadinya erosi lambung. Erosi lambung juga terjadi pada orang

yang mengalami trauma berat, pembedahan, & penyakit sistemik yang berat.

Varises & gastropati hipertensi portal, terjado secara mendadak disebabkan oleh

hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepar, kemudian akan

menyebabkan perdarahan varises.

Ruptur mukosa esofagogastrika (Sindrom Mallory Weiss), perdarahan disebabkan

karena laserasi mukosa.

2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah

Lesi pd anus & rectum, perdarahan dapat terjadi karena feses yang mengeras

sehingga defekasi dilakukan dengan mengejan. Trauma rectum & msuknya benda

asing dalam rectum juga dapat menyebabkan terjadinya hematochezia.

Lesi pada colon, perdarahan terjadi karena karsinoma maupun polip pada colon.

E. PATHWAY

Trauma (kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen (kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen  →   Nyeri akut

Motilitas usus

Disfungsi usus  →   Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Page 7: Makalah Keperawatan Kritis 2

Gangguan cairan Nutrisi resiko ketidakseimbangan nutrisi kurangkebutuhan

tubuh.

Cairan dan elektronik defisit volume cairan

  

Kelemahan fisik

       ↓

Gangguan mobilitas fisik

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium

Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lamah atau

kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat

penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit

lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan

lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan

pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di

daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil

anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai

takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain. Pemeriksaan fisik

penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu diperhatikan adalah

keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala

hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya

rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal

dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae,

adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai. Pemeriksaan

laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, sediaan darah hapus,

golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat

mengikuti perkembangan penderita.

b. Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah

esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan

duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah

Page 8: Makalah Keperawatan Kritis 2

1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises.

Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini

sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.

c. Pemeriksaan endoskopik

Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara

endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan

sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat

dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk

pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang

berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini

mungkin setelah hematemesis berhenti.

d. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati

Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati

kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran makan

bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai

sekarang hanya terdapat dikota besar saja.

e. Test Laboratorium

Secara rutin, diperiksa hematokrit, hitung jenis leukosit, dan urinalisis, sedangkan test

lainnya dilakukan bila diperlukan. Nilai-nilai amilase urine, dan serum dapat

membantu untuk menentukan adanya perlukaan pankreas atau perforasi usus.

f. Foto Sinar X

Film polos abdomen dapat menunjukkan adanya udara bebas intraperitoneal, obliterasi

bayangan psoas, dan penemuan-penemuan lainnya yang pada umunya tak khas.

Fraktur prosesus transversalis menunjukan adanya trauma hebat, dan harus

mengingatkan kita pada kemungkinan adanya perlukaan viseral yang hebat.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA).

Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas dapat dibagi atas:

Penatalaksanaan umum/suportif

Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Yang paling

penting pada pasien perdarahan SCBA adalah memberikan resusitasi pada waktu

pertama kali datang ke rumah sakit. Kita harus secepatnya memasang infus untuk

Page 9: Makalah Keperawatan Kritis 2

pemberian cairan kristaloid (seperti NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid

(plasma expander) sambil menunggu darah dengan/tanpa komponen darah

lainnya bila diperlukan. Selang nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor

apakah perdarahan memang berasal dari SCBA dan apakah masih aktif berdarah

atau tidak dengan melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai jernih.

Pasien harus diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan

trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila

dicurigai adanya kelainan pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular

Coagullation (DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah

seperti masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa

trombin, Burr Cell, D dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan

darah harus diobati sesuai kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal

dimana perdarahan disebabkan pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat

somatostatin atau oktreotide. Pada perdarahan non varises yang masif, dapat juga

diberikan somatostatin atau oktroetide tetapi jangka pendek 1-2 hari saja. Pada

prinsipnya, urutan penatalaksanaan perdarahan SCBA dapat mengikuti anjuran

algoritme penatalaksanaan dari Konsensus Nasional Indonesia atau Palmer atau

Triadapafilopoulos.

Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan pemberian

nutrisi yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak perlu dipuasakan

lagi , dan mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada dan memberikan edukasi

mengenai penyakit pada pasien dan keluarga misal memberi tahu mengenai

penyebab perdarahan dan bagaimana cara-cara pencegahaan agar tidak

mengalami perdarahan lagi.

Penatalaksanaan khusus

Penatalaksanaan khusus merupakan penatalaksanaan hemostatik

perendoskopik atau terapi embolisasi arteri. Terapi hemostatik perendoskopik

yang diberikan pada pecah varises esofagus yaitu tindakan skleroterapi varises

perendoskopik (STE) dan ligasi varises perendoskopik (LVE). Pada perdarahan

karena kelainan non varises, dilakukan suntikan adrenalin di sekitar tukak atau

lesi dan dapat dilanjutkan dengan suntikan etoksi-sklerol atau obat fibrinogen-

trombin atau dilakukan terapi koagulasi listrik atau koagulasi dengan heat probe

atau terapi laser, atau koagulasi dengan bipolar probe atau yang paling baik yaitu

hemostatik dengan terapi metal clip. Bila pengobatan konservatif, hemostatik

Page 10: Makalah Keperawatan Kritis 2

endoskopik gagal atau kelainan berasal dari usus halus dimana skop tak dapat

masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri yang memperdarahi daerah ulkus.

Terapi ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi intervensional.

Usaha menghilangkan faktor agresif

Usaha yang diperlukan untuk menghilangkan faktor agresif pada perdarahan

SCBA karena kelainan non varises antara lain :

a. Memperbaiki/menghindari faktor predisposisi atau risiko seperti gizi, stres,

lingkungan, sosioekonomi.

b. Menghindari/menghentikan paparan bahan atau zat yang agresif seperti asam,

cuka, OAINS, rokok, kortikosteroid dan lainnya.

c. Memberikan obat yang dapat mengurangi asam lambung seperti antasida,

antimuskarinik, penghambat reseptor H2 (H2RA), penghambat pompa proton

(PPI). PPI diberikan per injeksi bolus intra vena 2-3 kali 40 mg/hari atau bolus

intra vena 80 mg dilanjutkan kontinu infus drip 8 mg/jam selama 12 jam

kemudian intra vena 4 mg/jam sampai 5 hari atau sampai perdarahan berhenti

lalu diganti oral 1-2 bulan. Alasan mengapa PPI diindikasikan pada

perdarahan non varises, karena PPI dapat menaikkan pH diatas 6 sehingga

menyebabkan bekuan darah yang terbentuk tetap stabil, tidak lisis.

d. Memberikan obat radikasi kuman Helicobacter pylori dapat berupa terapi

tripel dan terapi kuadrupel selama 1- 2 minggu :

Terapi tripel :

1. PPI + amoksisilin + klaritromisin

2. PPI + metronidazol + klaritromisin

3. PPI + metronidazol + tetrasiklin

Terapi kuadrupel, bila tripel gagal :

1. Bismuth + PPI + amoksisilin + klaritromisin

2. Bismuth + PPI + metronidazol + klaritromisin

3. Bismuth + PPI + tetrasiklin + metronidazole (untuk daerah resistensi tinggi

klaritromisin)

Usaha meningkatkan faktor defensif

Penatalaksanaan bedah

Penatalaksanaan bedah/operatif

Page 11: Makalah Keperawatan Kritis 2

Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang cukup penting bila

penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau memang sudah ada komplikasi yang

merupakan indikasi pembedahan. Biasanya pembedahan dilakukan bila pasien masuk

dalam :

a. Keadaan gawat I sampai II

Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum refrakter Yang

dimaksud dengan gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8 jam pertama

membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter, sedangkan gawat II adalah

bila dalam 24 jam pertama setelah gawat I pasien masih membutuhkan darah

untuk transfusi sebanyak 2 liter.

Blood Flow Scintigraphy (Nuclear Scintigraphy)

Darah pasien diambil dan dilabel dengan zat radioaktif (99m.technitium),

kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh. Darah yang berlabel tersebut

akan bersirkulasi dan keluar pada daerah/lokasi lesi. Tehnik ini dilaporkan

dapat mendeteksi perdarahan yang relatif sedikit (0,1 ml per menit). Scanning

diambil pada jam 1 dan 4 setelah injeksi darah berlabel serta 24 jam setelah itu

atau sesuai dengan prakiraan terjadinya perdarahan. Sehingga dapat

mendeteksi perdarahan yang bersifat intermiten dengan cara mengambil

scanning pada jam-jam tertentu.

Operasi Laparatomi Eksplorasi

Tentunya proses operasi secara langsung dapat mengidentifikasi sumber

perdarahan. Tetapi masalahnya adalah kapan tindakan ini akan dilakukan

sebagai modalitas diagnostik sekaligus terapeutik, bagaimana pertimbangan

toleransi operasi bagi pasien dan sejauh mana kemudahan untuk

mengidentifikasi sumber perdarahan durante operasi. Secara nyata dalam

praktek penatalaksanaannya di rumah sakit, hal ini sering menimbulkan

kontroversi. Keadaan ini membutuhkan koordinasi multidisiplin yang terkait.

Pada dasarnya laparatomi eksplorasi diindikasikan bila perdarahan hebat yang

tidak dapat diatasi secara konservatif. Perdarahan berulang pada keadaan yang

sudah teridentifikasi sumber perdarahan pada pemeriksaan kolonoskopi,

arteriografi, atau scanning, juga tidak memerlukan intervensi operasi. Risiko

operasi akan menurun bila pada operasi tersebut dapat dilakukan identifikasi

sumber perdarahan per kolonoskopik, baik sebelum maupun durante operasi.

3. Perdarahan saluran cerna bagian bawah ( SCBB )

Page 12: Makalah Keperawatan Kritis 2

Penatalaksanaan perdarahan SCBB tentunya akan bervariasi tergantung pada

penyebab atau lesi sumber perdarahan, dampak hemodinamik yang telah terjadi pada

waktu masuk rumah sakit, pola perdarahan yang bersifat akut atau telah berlangsung

lama/kronik.

Riwayat Penyakit

Nilai dalam anamnesis apakah perdarahan/darah tersebut bercampur dengan feses

(seperti terjadi pada kolitis atau lesi di proksimal rektum) atau terpisah/menetes

(terduga hemoroid), pemakaian antikoagulan, atau terdapat gejala sistemik lainnya

seperti demam lama (tifoid, kolitis infeksi), menurunnya berat badan (kanker),

perubahan pola defekasi (kanker), tanpa rasa sakit (hemoroid intema,

angiodisplasia), nyeri perut (kolitis infeksi, iskemia mesenterial), tenesmus ani

(fisura, disentri). Apakah kejadian ini bersifat akut, pertama kali atau berulang,

atau kronik, akan membantu ke arah dugaan penyebab atau sumber perdarahan.

2. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS (ABCDE, AMPLE)

1. Pengkajian Primer

a. Airway

Page 13: Makalah Keperawatan Kritis 2

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat

kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :

- Chin lift / jaw trust

- Suction / hisap

- Guedel airway

- Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.

b. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit

dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing, sonor, stidor/

ngorok, ekspansi dinding dada.

c. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi

jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,

sianosis pada tahap lanjut

d. Disability

Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau atau

sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang cukup

jelasa dan cepat adalah

Awake :A

Respon bicara :V

Respon nyeri :P

Tidak ada respon :U

e. Eksposure

Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang

mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi

in line harus dikerjakan

2. Pengkajian Sekunder

Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat

meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal, dan Event/

Page 14: Makalah Keperawatan Kritis 2

Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik dimulai dari

kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik.

B. DIAGNOSA

a) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut, penggantian

cepat volume dengan cairan kristaloid.

b) Ketidakseimbangan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya

refluk makanan

c) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena

C. INTERVENSI

a) Diagnosa keperawatan : Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah

akut,

penggantian cepat volume dengan cairan kristaloid.

1) Tujuan :

Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik

2) Intervensi Keperawatan :

Pantau vs setiap jam

Pantau nilai-nilai hemodinamik

Ukur output urine tiap jam

Ukur I dan O dan kaji keseimbangan

Berikan cairan pengganti dan produk darah sesuai instruksi. Pantau adanya

reaksi yang merugikan terhadap komponen terapi.

Tirang baring total, baringkan pasien terlentang dg kaki ditinggikan untuk

meningkatkan preload jika pasien mengalami hipotensi. Jika terjadi

normotensi tempatkan tinggi bagian kepala tempat tidur pada 45 derajat

untuk mencegah aspirasi isi lambung.

Pantau Hb dan Ht

Pantau elektrolit

Periksa feses terhadap darah untuk 72 jam setelah masa akut

b) Ketidakseimbangan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya refluk

makanan

1) Tujuan :

a. Nutritional status: Adequacy of nutrientb. Nutritional Status : food and Fluid Intake

Page 15: Makalah Keperawatan Kritis 2

c. Weight Control

2) Intervensi Keperawatan :

Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan pasien Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah

konstipasi Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht Monitor mual dan muntah

c) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena

1. Tujuan :

Pasien tidak akan mengalami infeksi nosokomial

2. Intervensi Keperawatan :

Ukur suhu tubuh setiap jam

Pantau sistem intravena terhadap patensi, infiltrasi, dan tanda-tanda

infeksi

Ganti letak intravena setiap 48-72 jam

Letak insersi setiap shift

Gunakan tehnik aseptik saat mengganti balutan dan selang.

Pertahankan balutan bersih dan steril

Ukur sel darah putih

Page 16: Makalah Keperawatan Kritis 2