Upload
reski-trimayuda
View
72
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ketahanan negara
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini, hampir semua negara menyatakan bahwa sistem
pemerintahannya adalah demokrasi, yang meletakkan kehendak rakyat
sebagai dasar utama kewenangan pemerintah. Namun, pada kenyataannya
mungkin tidak mudah. Pemerintahan yang berdasarkan rakyat berarti
pemerintah yang menjalankan kebijakan yang diarahkan untuk kepentingan
dan kesejahteraan rakyat. Supaya kebijakan tersebut sesuai dengan aspiratif
dan untuk kepentingan rakyat, pemerintah harus bertanggung jawab kepada
rakyat dan diawasi oleh rakyat.
Indonesia yang secara konstitusional menyatakan diri sebagai penganut
kedaulatan rakyat, serta negara hukum menegaskan pengaturan berbagai asas
tentang demokrasi dalam UUD 1945. Tulisan ini, selain menginventarisir
diskursus teoritikal soal demokrasi, juga memperllihatkan betapa secara
yuridis ketatanegaraan pilihan terhadap ideologi ini dianggap paling
memungkinkan untuk diterapkan di Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam pelaksanaanya, banyak sekali penyimpangan terhadap nilai-nilai
demokrasi baik itu dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun
masyarakat. Permasalahan yang muncul diantaranya yaitu:
1. Apa pengertian dari sistem ketatanegaraan itu?
2. Bagaimana Sistem Ketatanegaraan di Indonesia menurut UUD 1945
sebelum Amademen?
3. Bagaimana Sistem Ketatanegaraan di Indonesia menurut Konstitusi RIS?
4. Bagaimana Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUDS 1950?
5. Bagaimana Sistem Ketatanegaraan Indonesia sesudah Amandemen
UUD1945?
6. Apa saja unsur- unsur pembentuk ketatanegaraan Indonesia ?
7. Apa pengertian Demokrasi ?
8. Apa saja macam-macam demokrasi ?
9. Apa prinsip-prinsip demokrasi?
10. Bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia?
11. Bagaimana analisa saudara tentang kasus yang berjudul “Politik Uang
dalam Kampanye Pemilu 2014” ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Ketatanegaraan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tata negara adalah seperangkat
prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan pemerintah, bentuk negara dan
sebagainya yang menjadi dasar peraturan suatu negara. Ketatanegaraan adalah
segala sesuatu mengenai tata negara. Menurut hukumnya, tata negara adalah
suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara yang menyangkut
sifat, bentuk, tugas negara dan pemerintahannya serta hak dan kewajiban para
warga terhadap pemerintah atau sebaliknya. Untuk mengerti ketatanegaraan
dari suatu negara pertama sekali perlu dimengerti apa itu negara, paham negara
secara umum dan negara menurut bangsa Indonesia.
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan
ketatanegaraan (convention), hal ini mengacu pengertian Konstitusi, Konstitusi
mengandung dua hal yaitu Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis,
menyangkut konstitusi sekelumit disampaikan tentang sumber hukum melalui
ilmu hukum yang membedakan dalam arti materiil dan sumber hukum dalam
arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang
menentukan isi dan substansi hukum, sedangkan sumber hukum dalam arti
formal adalah hukum yang dikenal dari bentuknya, karena bentuknya itu
menyebabkan hukum berlaku umum, contoh dari hukum formal adalah Undang
–Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan lain –lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh
dalam praktek penyelenggaraan negara, untuk melengkapi, menyempurnakan,
menghidupkan mendinamisasi kaidah – kaidah hukum perundang – undangan.
Konvensi di Negara Republik Indonesia diakui merupakan salah satu sumber
hukum tata negara.
Sistem dan Perkembangan Ketatanegaraan Pemerintahan Republik Indonesia Sesuai
Muatan Konstitusi RIS
1. Sifat Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) 1949 meskipun namanya tidak
memakai kata “Sementara”, namun Konstitusi RIS 1949 ini dimaksudkan masih
bersifat sementara (Soehino, 1992: 62). Hal ini dapat diketahui dari ketentuan
Konstitusi RIS pada pasal 186 yang berbunyi “Konstituante (Sidang Pembuat
Konstitusi) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan
konstitusi Republik Indonesia Serikat yang akan menggantikan konstitusi sementara
ini ”.
Sifat kesementaraannya ini, kiranya disebabkan karena Pembentuk UUD merasa
dirinya belum representative untuk menetapkan sebuah UUD, selain daripada itu
disadari pula bahwa pembuatan UUD ini (Konstitusi RIS) dilakukan dengan tergesa-
gesa sekedar dapat memenuhi kebutuhan sehubungan akan dibentuknya Negara
Federal. Itulah sebabnya, maka menurut Konstitusi RIS itu sendiri, di kemudian hari
akan dibentuk suatu badan Konstituante yang bersama-sama Pemerintah untuk
menetapkan UUD yang baru sebagai UUD tetap yang lebih representative (Joeniarto,
1990: 65-66).
Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 itu ternyata hanya berlaku kurang lebih 8
bulan saja, dari tanggal 27 Desember 1949 sampai tanggal 17 Agustus 1950. Selama
8 bulan berlakunya konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 itu, bahwa konstitusi
Republik Indonesia Serikat ditetapkan oleh konstituante bersama-sama pemerintah
tidaklah pernah terwujud. Sekalipun ada ketentuan, bahwa konstituante bersama
pemerintah seleks-lekasnya menetapkan konstitusi Republik Indonesia Serikat,
namun sejarah ketatanegaraan Indonesia membuktikan, bahwa pengertian selekas-
lekasnya itu tidak mencakup masa waktu yang kurang dari 8 bulan (Simorangkir,
1983: 63).
2. Daerah Negara Republik Indonesia Serikat
Berdasarkan Konstitusi RIS pada bagian II mengenai Daerah Negara, ketentuan pasal
2, dinyatakan bahwa Republik Indonesia Serikat meliputi seluruh daerah Indonesia,
yaitu daerah bersama:
a. Negara Republik Indonesia, dengan daerah menurut status quo seperti tersebut
dalam Perjanjian Renville tanggal 17 Januari tahun 1948;
Negara Indonesia Timur;
Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta;
Negara Jawa Timur;
Negara Madura;
Negara Sumatera Timur, dengan pengertian bahwa status quo Asahan Selatan dan
Labuhanbatu berhubungan dengan Negara Sumatera Timur tetap berlaku;
Negara Sumatera Selatan.
b. Satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri:
Jawa Tengah;BangkaBelitung;
Riau;
Kalimantan Barat (daerah istimewa)
Dayak Besar;
Daerah Banjar;
Kalimantan Tenggara; dan
Kalimantan Timur.
a dan b ialah daerah-daerah bagian yang dengan kemerdekaan menetukan nasib
sendiri bersatu dalam ikatan federasi Republik Indonesia Serikat, berdasarkan yang
ditetapkan dalam konstitusi ini, dan lagi,
c. Daerah-daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian
Dengan berdirinya negara Republik Indonesia Serikat berdasarkan Konstitusi RIS
tahun 1949 itu, wilayah Republik Indonesia sendiri masih tetap ada di samping
negara federal Republik Indonesia Serikat. Karena sesuai dengan pasal 2 Konstitusi
RIS, Republik Indonesia diakui sebagai salah satu negara bagian dalam wilayah
Republik Indonesia Serikat, yaitu mencakup wilayah yang disebut dalam Persetujuan
Renville. Dalam wilayah federal, berlaku Konstitusi RIS, tetapi dalam wilayah
Republik Indonesia sebagai salah satu negara bagian tetap berlaku UUD 1945 (Jimly
Asshiddiqie, 2010: 37-38).
3. Bentuk Negara Republik Indonesia Serikat
Dalam muatan Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 maka dapat diketahui
bahwa bentuk negaranya adalah Federal. Hal ini dapat dilihat dalam Mukaddimah
Konstitusi Republik Indonesia Serikat dalam alinea III yang mengemukakan antara
lain: “Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam
negara yang berbentuk republik federasi, berdasarkan….”
Selain itu, dalam ketentuan pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS berbunyi, “Republik
Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang
demokrasi dan berbentuk Federasi”.
Hal tersebut menegaskan bahwa Republik Indonesia Serikat memiliki bentuk negara
federal.
4. Alat Perlengkapan Negara
Ketentuan pada Bab III tentang Perlengkapan Republik Indonesia Serikat dalam
ketentuan umum mengatur mengenai siapa-siapa yang menjadi alat perlengkapan
negara Republik Indonesia Serikat. Ketentuan tersebut berbunyi: alat perlengkapan
federal Republik Indonesia Serikat ialah:
a. Presiden
b. Menteri-menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung Indonesia
f. Dewan Pengawas Keuangan
Presiden dan menteri-menteri bersama-sama merupakan pemerintah (pasal 68 ayat
(2)); Pemerintah dipilih oleh orang-orang yang dikuasakan oleh pemerintah daerah-
daerah bagian (pasal 69 ayat (2)); pemerintah ini bertugas untuk melakukan
penyeleggaraan pemerintahan federal (pasal 117 ayat (2)); dan bertanggungjawab atas
seluruh kebijaksanaan pemerintah (pasal 118 ayat (2)).
Senat ialah wakil dari setiap negara bagian (pasal 80 ayat 1); setiap negara bagian
diwakili oleh dua orang senat (pasal 80 ayat 2); dan tugas senat adalah setiap anggota
senat mengeluarkan satu suara dalam Senat (ketika permusyawaratan) (pasal 80 ayat
3). Anggota-anggota senat ditunjuk oleh pemerintah daerah-daerah bagian (pasal 81
ayat 1).
Dewan Perwakilan Rakyat dipilih berdasarkan aturan-aturan yang ada (pasal 111);
anggota DPR terdiri atas 150 anggota untuk mewakili seluruh bangsa Indonesia
(pasal 98). DPR memiliki hak interpelasi dan hak menanya (pasal 120) dan juga hak
menyelidiki (pasal 121), hak ini dilakukan ketika meminta pertanggungjawaban
kepada pemerintah.
Mahkamah Agung berfungsi pada bidang peradilan, sedang untuk susunan dan
kekuasaannya diatur dalam UU (pasal 113). MA diangkat oleh Presiden dengan
mendengarkan Senat (pasal 114 ayat 1). Susunan dan kekuasaan Dewan Pengawas
Keuangan diatur dalam UU (pasal 115). Dewan Pengawas Keuangan diangkat oleh
Presiden dengan mendengarkan Senat (pasal 116 ayat 1).
5. Sistem Pemerintahan Republik Indonesia Serikat
Dalam pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia
Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
dan Senat.
Tugas penyelenggaraan pemerintah federal dijalankan oleh Pemerintah. Dalam
ketentuan pasal 117 (2) dinyatakan bahwa Pemerintah menyelenggarakan
kesejahteraan Indonesia dan teristimewa mengurus supaya konstitusi, UU Federal,
dan peraturan-peraturan lain yang berlaku untuk Republik Indonesia Serikat.
Asas dasar atas kekuasaan penguasa diatur dalam ketentuan pasal 34 Konstitusi RIS
yang berbunyi, “Kemauan Rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa; kemauan itu
dinyatakan dalam pemilihan berkala yang jujur dan dilakukan menurut hak pilih yang
sedapat mungkin bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara
yang rahasia ataupun menurut cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan
suara”.
Menurut pasal-pasal Konstitusi RIS 1949 sistem pemerintahan negara yang dianut
adalah sistem pemerintahan Kabinet Parlementer. Dalam sistem ini, Kabinet
bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, dan apabila
pertanggungjawaban itu tidak dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat dapat membubarkan Kabinet, atau Menteri yang bersangkutan
yang kebijaksanaannya tidak dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Sebaliknya, apabila Pemerintah tidak dapat menerima kebijaksanaan Dewan
Perwakilan Rakyat dan menganggap Dewan Perwakilan Rakyat tidak representative,
Pemerintah dapat membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat; dan pembubaran ini
diikuti dengan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat yang baru (Soehino, 1992:
66).
Ketentuan pasal 118 Konstitusi RIS berbunyi, “(1) Presiden tidak bisa diganggu
gugat; (2) Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah,
baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya
sendiri-sendiri dalam hal itu”. Dari ketentuan tersebut, Republik Indonesia Serikat
dikatakan memiliki sistem pemerintahan parlementer karena yuridis formal yang ada
mengatur bahwa Kabinet bertanggungjawab atas DPR. Hal tersebut sesuai dengan ciri
sistem pemerintahan parlementer.
Namun, ketika pasal 122 Konstitusi RIS ditelaah, maka akan ditemukan
penyimpangan dari sistem pemerintahan parlementer. Ketentuan pasal 122 Konstitusi
RIS berbunyi, “Dewan Perwakilan Rakyat yang ditunjuk menurut pasal 109 dan 110
tidak dapat memaksa Kabinet dan masing-masing Menteri meletakkan jabatannya”.
Muatan dari ketentuan tersebut berbeda dengan cirri-ciri sistem pemerintahan
parlementer. Sudah disebutkan di atas bahwa cirri sistem parlementer adalah apabila
pertanggungjawaban Menteri tidak dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat dapat membubarkan Kabinet, atau Menteri yang
bersangkutan yang kebijaksanaannya tidak dapat diterima oleh Dewan Perwakilan
Rakyat. Jadi, di dalam penyelenggaraan ketatanegaraan RIS, ketika Kabinet tidak
mampu mempertanggungjawabkan segala kebijakan yang telah dilakukannya maka
pihak DPR tidak dapat berbuat apa-apa.
6. Hubungan Negara dengan Rakyat
Di dalam suatu negara, dalam penyelenggaraan pemerintah negara tentu terjadi
interaksi antara peguasa (pemerintah) dengan yang diperintah (Rakyat). dalam
interaksi tersebut maka akan terjadi adanya hak dan kewajiban antara keduanya.
Terkait hal tersebut, Konstitusi RIS mengatur pula hubungan antara negara
(pemerintah) dengan rakyat. di dalam Konstitusi RIS, rakyat dijamin hak dan
kebebasan dasar manusia. Hal tersebut dapat dilihat dalam Konstitusi RIS bagian V
mengenai hak-hak dan kebebasan – kebebasan dasar manusia, yang diantaranya:
a. Hak hidup pasal 7 ayat 1
b. Hak merdeka meliputi hak politik (pasal 22), hak hukum (pasal 7 ayat 2-3), hak
sipil (pasal 19, pasal 20)
c. Hak memiliki pasal 25, meliputi hak tentang pekerjaan (pasal 27 ayat 1) dan hak
mendapatkan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
Sedangkan rakyat Indonesia memiliki kewajiban yang tertera dalam pasal 31 yaitu
“setiap orang yang berada di daerah negara harus patuh kepada UU termasuk aturan-
aturan hukum yang tak tertulis, dan kepada penguasa-penguasa yang sah dan yang
bertindak sah”.
Kewajiban dari pemerintah tertera pada ketentuan pasal 117 (2) dinyatakan bahwa
Pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa mengurus
supaya konstitusi, UU Federal, dan peraturan-peraturan lain yang berlaku untuk
Republik Indonesia Serikat.
Dari muatan Konstitusi RIS tersebut maka dapat dilihat bagaimana hubungan antara
pemerintah dengan rakyat secara yuridis formal selam RIS berlangsung.
Sistem Parlementer pada UUDS 1950
Negara Indonesia merupakan negara yang berpenduduk terbesar keempat di dunia.
Komposisi penduduknya sangat beragam, baik dari suku bangsa, etnisitas, anutan
agama, maupun dari segi-segi lainnya dengan wilayah yang sangat luas.
Kompleksitas dan keragaman itu sangat menentukan peta konfigurasi kekuatan-
kekuatan politik dalam masyarakat, sehingga tidak dapat dihindari keharusan
berkembangnya sistem multi-partai dalam sistem demokrasi yang hendak dibangun.
Agar peta konfigurasi kekuatan-kekuatan politik dalam masyarakat tersebut dapat
disalurkan dengan sebaik-baiknya menurut prosedur demokrasi (procedural
democracy), berkembang keinginan agar sistem pemerintahan yang dibangun adalah
sistem Parlementer ataupun setidak-tidaknya varian dari sistem pemerintahan
parlementer dengan konsep negara serikat atau federal.
UUDS 1950 sejatinya merupakan hasil koreksi atas konstitusi sebelumnya yakni
Konstitusi RIS yang mengedepankan konsep negara federal . Perubahan dari
Konstitusi RIS ke UUDS 1950 merupakan hasil kehendak rakyat dimana keseluruhan
konsep federal dianggap tidak mengena dengan kondisi masyarakat Indonesia.
Kehendak rakyat ialah mengganti konsep negara federal dengan konsep negara
kesatuan namun tetap menggunakan sistem pemerintahan kabinet Parlementer.
Sistem parlementer atau sistem pertanggungjawaban dewan menteri kepada Parlemen
menempatkan presiden sebagai Kepala Negara dan bukan Kepala Pemerintahan. Hal
ini disebut dengan tegas pada pasal 45 UUDS 1950. Pertanggungjawaban atas seluruh
kebijaksanaan pemerintahan sesuai dengan pasal 83 (2) UUDS 1950 diletakkan pada
pundak menteri-menteri baik secara bersama-sama atau masing-masing.
Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa Kabinet (Dewan Menteri) dapat dijatuhkan oleh
Parlemen (DPR), yakni bilamana parlemen menganggap cukup alasan dari tidak
diterimanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang dijalankan oleh kabinet tersebut.
Namun, sebagai imbangan dari pertanggungjawaban Menteri, DPR pun dapat
dibubarkan apabila Dewan Menteri mengganggap DPR tidaklah representatif dengan
pengajuan kepada Presiden, hal ini sesuai dengan pasal 84 UUDS 1950 dimana
pembubaran tersebut membawa konsekuensi adanya pemilihan anggota DPR ulang.
Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sesudah Amandemen UUD 1945
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan
(amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD
1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan
MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat
besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga dapat
menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang
semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan
konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan
dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan,
eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai
dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945
dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap
mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau
selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Sistem ketatanegaraan Indonesia sesudah Amandemen UUD 1945, dapat
dijelaskan sebagai berikut: Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi
dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut
UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6
lembaga negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden,
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA PERIODE 2009-2014
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan
Indonesia. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh wakil
presiden dan menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan
eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-hari.
Presiden (dan Wakil Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu
kali masa jabatan.
Adapun Wewenang, kewajiban, dan hak Presiden antara lain:
a. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
b. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara
c. Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian
persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU
menjadi UU.
d. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(dalam kegentingan yang memaksa)
e. Menetapkan Peraturan Pemerintah
f. Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
g. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain dengan persetujuan DPR
h. Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
i. Menyatakan keadaan bahaya.
j. Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden
memperhatikan pertimbangan DPR
k. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR.
l. Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung
m. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
DPR
n. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur
dengan UU
o. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh
DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah
p. Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi
Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden,
DPR, dan Mahkamah Agung
q. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan
persetujuan DPR.
r. Yudisial dan disetujui DPR
Wakil Presiden P rof. Dr. Boediono, M.Ec.
Sedangkan Wakil Presiden adalah pembantu kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan Indonesia yang bersifat luar biasa dan
istimewa. Sebagai pembantu kepala negara, Wakil Presiden adalah
simbol resmi negara Indonesia di dunia yang kualitas tindakannya sama
dengan kualitas tindakan seorang presiden sebagai kepala negara.
Sebagai pembantu kepala pemerintahan, Wakil Presiden adalah
pembantu presiden yang kualitas bantuannya diatas bantuan yang
diberikan oleh Menteri, memegang kekuasaan eksekutif untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-hari yang didelegasikan
kepadanya. Wakil Presiden menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya
dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa
jabatan.
2.5.2 MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
Ketua MPR : H, Muhammad Taufiq Kiemas
1. Tugas dan wewenang MPR
a. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam mengubah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
anggota MPR tidak dapat mengusulkan pengubahan terhadap
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan oleh sekurangkurangnya
1/3 (satu pertiga) dari jumlah anggota MPR.
Usul pengubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 diajukan kepada pimpinan MPR. Setelah
menerima usul pengubahan, pimpinan MPR memeriksa
kelengkapan persyaratannya, yaitu jumlah pengusul dan pasal yang
diusulkan diubah yang disertai alasan pengubahan yang paling lama
dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima pimpinan
MPR. Dalam pemeriksaan, pimpinan MPR mengadakan rapat
dengan pimpinan fraksi dan pimpinan Kelompok Anggota MPR
untuk membahas kelengkapan persyaratan.
Jika usul pengubahan tidak memenuhi kelengkapan
persyaratan, pimpinan MPR memberitahukan penolakan usul
pengubahan secara tertulis kepada pihak pengusul beserta
alasannya. Namun, jika pengubahan dinyatakan oleh pimpinan
MPR memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR wajib
menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lambat 60 (enam
puluh) hari. Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan yang
telah memenuhi kelengkapan persyaratan paling lambat 14 (empat
belas) hari sebelum dilaksanakan sidang paripurna MPR.
Sidang paripurna MPR dapat memutuskan pengubahan pasal
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen)
dari jumlah anggota ditambah 1 (satu) anggota.
b. Melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum
MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan
umum dalam sidang paripurna MPR. Sebelum reformasi, MPR
yang merupakan lembaga tertinggi negara memiliki kewenangan
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dengan suara
terbanyak, namun sejak reformasi bergulir, kewenangan itu dicabut
sendiri oleh MPR. Perubahan kewenangan tersebut diputuskan
dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia ke-7 (lanjutan 2) tanggal 09 November 2001, yang
memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat, Pasal 6A ayat (1).
c. Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau
Wakil Presiden dalam masa jabatannya
MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden diusulkan oleh DPR.
MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk
memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden pada masa jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sejak MPR menerima usul. Usul DPR harus dilengkapi dengan
putusan Mahkamah Konstitusi bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum baik berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya, maupun perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Keputusan MPR terhadap usul pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden diambil dalam sidang paripurna MPR yang
dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah
anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga)
dari jumlah anggota yang hadir.
d. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden
Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia
digantikan oleh Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya.
Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera
menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Wakil
Presiden menjadi Presiden. Dalam hal MPR tidak dapat
mengadakan sidang, Presiden bersumpah menurut agama atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR.
Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat,Presiden bersumpah
menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah
Agung.
e. Memilih Wakil Presiden
Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR
menyelenggarakan sidang paripurna dalam waktu paling lambat 60
(enam puluh) hari untuk memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon
yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan
Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
f. Memilih Presiden dan Wakil Presiden
Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya secara bersamaan, MPR menyelenggarakan sidang
paripurna paling lambat 30 (tiga puluh) hari untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil
presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya
meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum
sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan
adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri
Pertahanan secara bersama-sama.
2. Keanggotaan
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih
melalui pemilihan umum. Keanggotaan MPR diresmikan dengan
keputusan Presiden. Sebelum reformasi, MPR terdiri atas anggota DPR,
utusan daerah, dan utusan golongan, menurut aturan yang ditetapkan
undang-undang. Jumlah anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692
orang yang terdiri atas 560 Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa
jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat
anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Anggota MPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan
sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah
Agung dalam sidang paripurna MPR. Anggota MPR yang berhalangan
mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama, mengucapkan
sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan MPR.
3. Hak anggota
a. Mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.
c. Memilih dan dipilih.
d. Membela diri.
e. Imunitas.
f. Protokoler.
g. Keuangan dan administratif.
4. Kewajiban anggota
a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila.
b. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan.
c. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan golongan.
e. Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.
5. Fraksi
Fraksi adalah pengelompokan anggota MPR yang mencerminkan
konfigurasi partai politik. Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang
memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan
kursi DPR. Setiap anggota MPR yang berasal dari anggota DPR harus
menjadi anggota salah satu fraksi. Fraksi dibentuk untuk
mengoptimalkan kinerja MPR dan anggota dalam melaksanakan
tugasnya sebagai wakil rakyat. Pengaturan internal fraksi sepenuhnya
menjadi urusan fraksi masing-masing.
6. Kelompok anggota
Kelompok Anggota adalah pengelompokan anggota MPR yang
berasal dari seluruh anggota DPD. Kelompok Anggota dibentuk untuk
meningkatkan optimalisasi dan efektivitas kinerja MPR dan anggota
dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil daerah. Pengaturan internal
Kelompok Anggota sepenuhnya menjadi urusan Kelompok Anggota.
7. Alat kelengkapan MPR
a. Pimpinan
Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal dari
anggota DPR dan 4 (empat) orang wakil ketua yang terdiri atas 2
(dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPR dan 2 (dua) orang
wakil ketua berasal dari anggota DPD, yang ditetapkan dalam sidang
paripurna MPR.
b. Panitia Ad Hoc
Panitia ad hoc MPR terdiri atas pimpinan MPR dan paling sedikit 5%
(lima persen) dari jumlah anggota dan paling banyak 10% (sepuluh
persen) dari jumlah anggota yang susunannya mencerminkan unsur
DPR dan unsur DPD secara proporsional dari setiap fraksi dan
Kelompok Anggota MPR.
8. Sidang
MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Sidang MPR sah apabila dihadiri:
a. sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus
usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
b. sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah
dan menetapkan UUD
c. sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-
sidang lainnya
Putusan MPR sah apabila disetujui:
a. sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk
memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
b. sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk
memutus perkara lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih
dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk
mencapai hasil yang mufakat.
2.5.3 DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
Ketua DPR : Dr. H. Marzuki Alie, SE.MM
1. Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat :
a. Legislasi : Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR
selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang.
b. Anggaran: Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan
memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap
rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh
Presiden.
c. Pengawasan : Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan
atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.
2. Tugas dan wewenang DPR antara lain:
a. Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama
b. Membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan
persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang
c. Menerima RUU yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran
serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah serta membahas membahas
RUU tersebut bersama Presiden dan DPD sebelum diambil
persetujuan bersama antara DPR dan Presiden
d. Membahas RUU yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan
mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara
DPR dan Presiden
e. Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan
RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama
f. Membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan
DPD dan memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN yang
diajukan oleh Presiden
g. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan
APBN
h. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, serta
membuat perjanjian internasional lainnya.
i. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian
amnesti dan abolisi
j. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat
duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain
k. Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD
l. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas
pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh BPK
m. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan
pemberhentian anggota Komisi Yudisial
n. Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi
Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden
o. Memilih 3 orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada
Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden
p. Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara
yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara
q. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat
r. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam undang-
undang
DPR dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak
meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga
masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu
ditangani demi kepentingan bangsa dan negara. Setiap pejabat negara,
pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat wajib
memenuhi permintaan DPR tersebut. Setiap pejabat negara, pejabat
pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat yang melanggar
ketentuan tersebut dikenakan panggilan paksa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dalam hal panggilan paksa tidak
dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera
paling lama 15 hari sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Hak-hak yang didapat DPR :
a. Hak interplasi
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan
kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan
strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
b. Hak angket
Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan
terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan
Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan
berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.
c. Hak imunitas
Hak imunitas adalah kekebalan hukum dimana setiap anggota
DPR tidak dapat dituntut di hadapan dan diluar pengadilan karena
pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan
ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan
dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik.
d. Hak menyatakan pendapat
Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan
pendapat atas:
e. Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi
di tanah air atau di dunia internasional
f. Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
g. Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan
pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan
tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Anggota DPR beserta fraksinya :4.
Anggota DPR mempunyai hak:
a. mengajukan usul rancangan undang-undang
b. mengajukan pertanyaan
c. menyampaikan usul dan pendapat
d. memilih dan dipilih
e. membela diri
f. imunitas
g. protokoler
h. keuangan dan administrative
Anggota Jumlah Anggota
Ketua
Fraksi Partai Demokrat (F-PD) 148 Moh. Jafar Hafsah
Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG) 107 Setya Novanto
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(F-PDIP)94 Tjahjo Kumolo
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) 57 Mustafa Kamal
Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) 46 Asman Abnur
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) 37 Hasrul Azwar
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) 28 Marwan Ja'far
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-
Gerindra)26
Mujiyono
Haryanto
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (F-Hanura) 17 Ahmad Fauzi
5. Anggota DPR mempunyai kewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan menaati peraturan perundangundangan
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan golongan
e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat
f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara
g. menaati tata tertib dan kode etik
h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain
i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan
kerja secara berkala
j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat
k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada
konstituen di daerah pemilihannya
6. Larangan
Anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat
negara lainnya, hakim pada badan peradilan, pegawai negeri sipil,
anggota TNI/Polri, pegawai pada BUMN/BUMD atau badan lain yang
anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
Anggota DPR juga tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai
pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik,
konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan
lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai
anggota DPR.
7. Fraksi
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang
DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR, dibentuk fraksi sebagai
wadah berhimpun anggota DPR. Dalam mengoptimalkan pelaksanaan
fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban anggota
DPR, fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota fraksinya dan
melaporkan kepada publik. Setiap anggota DPR harus menjadi anggota
salah satu fraksi. Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang
memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan
kursi DPR. Fraksi mempunyai sekretariat. Sekretariat Jenderal DPR
menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran
pelaksanaan tugas fraksi.
8. Alat kelengkapan
Alat kelengkapan DPR terdiri atas: Pimpinan, Badan
Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan
Akuntabilitas Keuangan Negara, Badan Kehormatan, Badan Kerjasama
Antar-Parlemen, Badan Urusan Rumah Tangga, Panitia Khusus dan alat
kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.
Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh unit
pendukung yang tugasnya diatur dalam peraturan DPR tentang tata
tertib.
8.1 Pimpinan
Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat)
orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan
perolehan kursi terbanyak di DPR. Ketua DPR ialah anggota DPR
yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak
pertama di DPR. Wakil Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal
dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua, ketiga,
keempat, dan kelima. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai
politik yang memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil
ketua ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak
dalam pemilihan umum. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai
politik yang memperoleh suara sama, ketua dan wakil ketua
ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara.
Pimpinan DPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan
sumpah/janji yang teksnya dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
Pimpinan DPR memiliki tugas :
a. memimpin sidang DPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk
diambil keputusan
b. menyusun rencana kerja pimpinan
c. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan
agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPR
d. menjadi juru bicara DPR
e. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPR
f. mewakili DPR dalam berhubungan dengan lembaga negara
lainnya
g. mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaga
negara lainnya sesuai dengan keputusan DPR
h. mewakili DPR di pengadilan
i. melaksanakan keputusan DPR berkenaan dengan penetapan sanksi
atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
j. menyusun rencana anggaran DPR bersama Badan Urusan Rumah
Tangga yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna
k. menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang
khusus diadakan untuk itu
Sedangkan Pimpinan DPR berhenti dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia
b. mengundurkan diri
c. diberhentikan
Dan Pimpinan DPR diberhentikan apabila :
1. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut tanpa keterangan apa pun
2. Melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan
keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh
Badan Kehormatan DPR
3. Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih
4. Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
5. Ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh partai
politiknya
6. Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini
7. Diberhentikan sebagai anggota partai politik berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
8.2 Badan Musyawarah
Badan Musyawarah (Bamus) dibentuk oleh DPR dan
merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR
menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Musyawarah pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Anggota Badan Musyawarah berjumlah paling banyak 1/10 (satu
persepuluh) dari jumlah anggota DPR berdasarkan perimbangan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi yang ditetapkan oleh rapat paripurna.
Pimpinan DPR karena jabatannya juga sebagai pimpinan Badan
Musyawarah.
Tugas dari Badan Musyawarah :
1. Menetapkan agenda DPR untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu)
masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan
waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian
rancangan undang-undang, dengan tidak mengurangi kewenangan
rapat paripurna untuk mengubahnya
2. Memberikan pendapat kepada pimpinan DPR dalam menentukan
garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan
wewenang DPR;
3. Meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat
kelengkapan DPR yang lain untuk memberikan
keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-
masing
4. Mengatur lebih lanjut penanganan suatu masalah dalam hal
undang-undang mengharuskan Pemerintah atau pihak lainnya
melakukan konsultasi dan koordinasi dengan DPR
5. Menentukan penanganan suatu rancangan undangundang atau
pelaksanaan tugas DPR lainnya oleh alat kelengkapan DPR
6. Mengusulkan kepada rapat paripurna mengenai jumlah komisi,
ruang lingkup tugas komisi, dan mitra kerja komisi yang telah
dibahas dalam konsultasi pada awal masa keanggotaan DPR
7. Melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna
kepada Badan Musyawarah
8.3 Komisi
Komisi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan
DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan jumlah komisi pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Jumlah anggota komisi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut
perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan komisi merupakan satu kesatuan pimpinan yang
bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu)
orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang
dipilih dari dan oleh anggota komisi berdasarkan prinsip musyawarah
untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan
perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
Pemilihan pimpinan komisi dalam rapat komisi yang dipimpin oleh
pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan komisi.
Tugas komisi dalam pembentukan undang-undang adalah
mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan
penyempurnaan rancangan undang-undang.
Tugas komisi di bidang anggaran adalah:
a. mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai penyusunan
rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang termasuk
dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah;
b. mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan
rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang termasuk
dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah;
c. membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi,
program, dan kegiatan kementerian/lembaga yang menjadi mitra
kerja komisi;
d. mengadakan pembahasan laporan keuangan negara dan
pelaksanaan APBN termasuk hasil pemeriksaan BPK yang
berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;
e. menyampaikan hasil pembicaraan pendahuluan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, dan hasil pembahasan, kepada Badan
Anggaran untuksinkronisasi;
f. menyempurnakan hasil sinkronisasi Badan Anggaran berdasarkan
penyampaian usul komisi; dan
g. menyerahkan kembali kepada Badan Anggaran hasil pembahasan
komisi, untuk bahan akhir penetapan APBN.
Tugas komisi di bidang pengawasan adalah:
1. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang,
termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya yang termasuk
dalam ruang lingkup tugasnya;
2. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang
berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;
3. melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; dan
4. membahas dan menindaklanjuti usulan DPD.
Komisi dalam melaksanakan, dapat mengadakan:
1. rapat kerja dengan Pemerintah yang diwakili oleh
menteri/pimpinan lembaga;
2. konsultasi dengan DPD;
3. rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang mewakili
instansinya;
4. rapat dengar pendapat umum, baik atas permintaan komisi
maupun atas permintaan pihak lain;
5. rapat kerja dengan menteri atau rapat dengar pendapat dengan
pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya yang tidak
termasuk dalam ruang lingkup tugasnya apabila diperlukan;
dan/atau Komisi menentukan tindak lanjut hasil pelaksanaan tugas
komisi. Keputusan dan/atau kesimpulan hasil rapat kerja komisi
atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR
dan Pemerintah. Komisi membuat laporan kinerja pada akhir masa
keanggotaan DPR, baik yang sudah maupun yang belum
terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi
pada masa keanggotaan berikutnya. Komisi menyusun rancangan
anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan
yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah
Tangga.
Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh
aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya
dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan)
harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian
keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau
penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang
digeluti oleh komisi.
Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan
ruang lingkup tugas, yaitu :
1. Komisi I, membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi.
2. Komisi II, membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi
daerah, aparatur negara, dan agraria.
3. Komisi III, membidangi hukum dan perundang-undangan, hak
asasi manusia, dan keamanan.
4. Komisi IV, membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan,
kelautan, perikanan, dan pangan.
5. Komisi V, membidangi perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan
umum, perumahan rakyat, pembangunan pedesaan dan kawasan
tertinggal.
6. Komisi VI, membidangi perdagangan, perindustrian, investasi,
koperasi, usaha kecil dan menengah), dan badan usaha milik
negara.
7. Komisi VII, membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan
teknologi, dan lingkungan.
8. Komisi VIII, membidangi agama, sosial dan pemberdayaan
perempuan.
9. Komisi IX, membidangi kependudukan, kesehatan, tenaga kerja
dan transmigrasi.
10. Komisi X, membidangi pendidikan, pemuda, olahraga,
pariwisata, kesenian, dan kebudayaan.
11. Komisi XI, membidangi keuangan, perencanaan pembangunan
nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.
8.4 Badan Legislasi
Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan
DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota Badan Legislasi
ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan
pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan pimpinan
yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan Badan Legislasi terdiri
atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua
yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi berdasarkan
prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan
memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan Badan Legislasi
dilakukan dalam rapat Badan Legislasi yang dipimpin oleh pimpinan
DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi.
Tugas Badan Legislasi :
1. Menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat
daftar urutan dan prioritas rancangan undang-undang beserta
alasannya untuk 1 (satu) masa keanggotaan dan untuk setiap tahun
anggaran di lingkungan DPR dengan mempertimbangkan
masukan dari DPD;
2. Mengoordinasi penyusunan program legislasi nasional antara DPR
dan Pemerintah;
3. Menyiapkan rancangan undang-undang usul DPR berdasarkan
program prioritas yang telah ditetapkan;
4. Melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota,
komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-
undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR;
5. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang
yang diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD
di luar prioritas rancangan undang-undang tahun berjalan atau di
luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program
legislasi nasional
6. Melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan
rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh
Badan Musyawarah
7. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap
pembahasan materi muatan rancangan undang-undang melalui
koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus
8. Memberikan masukan kepada pimpinan DPR atas rancangan
undang-undang usul DPD yang ditugaskan oleh Badan
Musyawarah; dan
9. Membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang
perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk
dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan
berikutnya.
Badan Legislasi menyusun rancangan anggaran untuk
pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya
disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga.
8.5 Badan Anggaran
Badan Anggaran dibentuk oleh DPR dan merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan
DPR dan pada permulaan tahun sidang. Susunan dan keanggotaan
Badan Anggaran terdiri atas anggota dari tiap-tiap komisi yang
dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah
anggota dan usulan fraksi.
Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu kesatuan pimpinan
yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan Badan Anggaran terdiri
atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua
yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran berdasarkan
prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan
mempertimbangkan keterwakilan perempuan menurut perimbangan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan Badan Anggaran
dilakukan dalam rapat Badan Anggaran yang dipimpin oleh pimpinan
DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran.
Tugas Badan Anggaran:
1. membahas bersama Pemerintah yang diwakili oleh menteri untuk
menentukan pokok-pokok kebijakan fiskal secara umum dan
prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap
kementerian/lembaga dalam menyusun usulan anggaran;
2. menetapkan pendapatan negara bersama Pemerintah dengan
mengacu pada usulan komisi terkait;
3. membahas rancangan undang-undang tentang APBN bersama
Presiden yang dapat diwakili oleh menteri dengan mengacu pada
keputusan rapat kerja komisi dan Pemerintah mengenai alokasi
anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan
kementerian/lembaga;
4. melakukan sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi
mengenai rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga;
5. membahas laporan realisasi dan prognosis yang berkaitan dengan
APBN; dan
6. membahas pokok-pokok penjelasan atas rancangan undang-
undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Badan Anggaran hanya membahas alokasi anggaran yang
sudah diputuskan oleh komisi. Anggota komisi dalam Badan
Anggaran harus mengupayakan alokasi anggaran yang diputuskan
komisi dan menyampaikan hasil pelaksanaan tugas.
8.6 Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN)
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (disingkat BAKN),
dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang
bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BAKN
pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Anggota BAKN berjumlah paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling
banyak 9 (sembilan) orang atas usul fraksi DPR yang ditetapkan
dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan
permulaan tahun sidang.
Pimpinan BAKN merupakan satu kesatuan pimpinan yang
bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu)
orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh
anggota BAKN berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat
dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan
BAKN dilakukan dalam rapat BAKN yang dipimpin oleh pimpinan
DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BAKN.
Tugas BAKN :
1. Melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK
yang disampaikan kepada DPR;
2. Menyampaikan hasil penelaahan kepada komisi;
3. Menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil
pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; dan
4. Memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja
pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan
kualitas laporan.
Dalam melaksanakan tugas BAKN dapat meminta penjelasan
dari BPK, Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya,
Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum,
badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang
mengelola keuangan negara. BAKN dapat mengusulkan kepada
komisi agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan. Hasil kerja
disampaikan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara
berkala.
Dalam melaksanakan tugas, BAKN dapat dibantu oleh akuntan,
ahli, analis keuangan, dan/atau peneliti.
8.7 Badan Kehormatan
Badan Kehormatan dibentuk oleh DPR dan merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan Badan Kehormatan dengan memperhatikan
perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Anggota Badan Kehormatan berjumlah 11 (sebelas) orang dan
ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotan
DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan Badan Kehormatan merupakan satu kesatuan
pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan Badan
Kehormatan terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil
ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan
berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional
dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan
Badan Kehormatan dilakukan dalam rapat Badan Kehormatan yang
dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan
keanggotaan Badan Kehormatan.
Badan Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan dan
verifikasi atas pengaduan terhadap anggota karena:
1. Tidak melaksanakan kewajiban;
2. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut tanpa keterangan apa pun;
3. Tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan
DPR yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam)
kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
4. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan/atau
5. Melanggar ketentuan larangan.
Selain tugas tersebut diatas, badan kehormatan melakukan
evaluasi dan penyempurnaan peraturan DPR tentang kode etik DPR.
Badan kehormatan berwenang memanggil pihak terkait dan
melakukan kerja sama dengan lembaga lain. Badan kehormatan
membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan.
8.8 Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP)
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat
BKSAP, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR
yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan
BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan
tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat
paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-
tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada
permulaan tahun sidang.
Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang
bersifat kolektif dan kolegial.P impinan BKSAP terdiri atas 1 (satu)
orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang
dipilih dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-
tiap fraksi. Pemilihan pimpinan BKSAP dilakukan dalam rapat
BKSAP yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan
susunan dan keanggotaan BKSAP.
Tugas BKSAP:
1. Membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan
persahabatan dan kerja sama antara DPR dan parlemen negara
lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk
organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan/atau
anggota parlemen negara lain;
2. Menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi
tamu DPR;
3. Mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar
negeri; dan
4. Memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang
masalah kerja sama antarparlemen.
BKSAP membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan
baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat
digunakan sebagai bahan oleh BKSAP pada masa keanggotaan
berikutnya.
8.9 Badan Urusan Rumah Tangga
Badan Urusan Rumah Tangga (disingkat BURT), dibentuk oleh
DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR
menetapkan susunan dan keanggotaan BURT pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota
BURT ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan
pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan BURT merupakan satu kesatuan pimpinan yang
bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan BURT terdiri atas 1 (satu)
orang ketua yang dijabat oleh Ketua DPR dan paling banyak 3 (tiga)
orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BURT
berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional
dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan
BURT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat
BURT yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan
dan keanggotaan BURT.
Tugas BURT:
1. Menetapkan kebijakan kerumahtanggaan DPR;
2. Melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal DPR dalam
pelaksanaan kebijakan kerumahtanggaan DPR sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, termasuk pelaksanaan dan pengelolaan
anggaran DPR;
3. Melakukan koordinasi dengan alat kelengkapan DPD dan alat
kelengkapan MPR yang berhubungan dengan masalah
kerumahtanggaan DPR, DPD, dan MPR yang ditugaskan oleh
pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah;
4. Menyampaikan hasil keputusan dan kebijakan BURT kepada
setiap anggota DPR; dan
5. Menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang
khusus diadakan untuk itu.
8.10 Panitia Khusus
Panitia khusus dibentuk oleh DPR dan merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat sementara. DPR menetapkan
susunan dan keanggotaan panitia khusus berdasarkan perimbangan
dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Jumlah anggota
panitia khusus ditetapkan oleh rapat paripurna paling banyak 30 (tiga
puluh) orang.
Pimpinan panitia khusus merupakan satu kesatuan pimpinan
yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan panitia khusus terdiri
atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua
yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan
jumlah panitia khusus yang ada serta keterwakilan perempuan
menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan
pimpinan panitia khusus sebagaimana dilakukan dalam rapat panitia
khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan
dan keanggotaan panitia khusus.
Panitia khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam
jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna. Panitia
khusus bertanggung jawab kepada DPR. Panitia khusus dibubarkan
oleh DPR setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena
tugasnya dinyatakan selesai. Rapat paripurna menetapkan tindak
lanjut hasil kerja panitia khusus.
8.11 Sekretariat Jenderal
Sekretariat Jenderal DPR-RI merupakan unsur penunjang DPR,
yang berkedududukan sebagai Kesekretariatan Lembaga Negara yang
dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal dan dalam melaksanakan
tugasnya bertanggung jawab kepada Pimpinan DPR. Sekretaris
Jenderal diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas
usul Pimpinan DPR. Sekretariat Jenderal DPR RI personelnya terdiri
atas Pegawai Negeri Sipil. Susunan organisasi dan tata kerja
Sekretaris Jenderal ditetapkan dengan keputusan Presiden.
Sekretaris Jenderal dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris
Jenderal dan beberapa Deputi Sekretaris Jenderal yang diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usul Pimpinan DPR.
2.5.4 DPD (Dewan Perwakilan Daerah)
Ketua DPD - Irman Gusman
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah lembaga tinggi negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang anggotanya merupakan
perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum.
Jumlah anggota DPD dari setiap provinsi tidak sama, tetapi ditetapkan
sebanyak-banyaknya empat orang.
Jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota
DPR. Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan presiden.
Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya, tetapi selama
bersidang bertempat tinggal di ibu kota Republik Indonesia. Masa
jabatan anggota DPD adalah lima tahun.
1. Tugas dan wewenang DPD antara lain:
a. Mengajukan kepada DPR Rancangan Undang-Undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah. DPR kemudian mengundang DPD untuk membahas RUU
tersebut.
b. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan
RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
c. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota
Badan Pemeriksa Keuangan.
d. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
e. Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk
dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang RUU
yang berkaitan dengan APBN.
2. Hak Anggota DPD
Hak menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak
imunitas, serta hak protokoler.
3. Alat Kelengkapan anggota DPD
3.1 Komite I
Membidangi otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah
serta antar- daerah; pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah; pemukiman dan kependudukan;
pertanahan dan tata ruang; serta politik, hukum, dan hak asasi
manusia (HAM).
3.2 Komite II
Membidangi pertanian dan perkebunan; perhubungan;
kelautan dan perikanan; energi dan sumber daya mineral;
kehutanan dan lingkungan hidup; pemberdayaan ekonomi
kerakyatan dan daerah tertinggal; perindustrian dan
perdagangan; penanaman modal; dan pekerjaan umum.
3.3 Komite III
Membidangi pendidikan; agama; kebudayaan; kesehatan;
pariwisata; pemuda dan olahraga; kesejahteraan sosial;
pemberdayaan perempuan dan ketenagakerjaan.
3.4 Komite IV
Membidangi anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN); pajak; perimbangan keuangan pusat dan daerah;
lembaga keuangan; dan koperasi, usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM).
3.5 Panitia Perancang Undang Undang (PPUU)
merupakan Alat Kelengkapan DPD yang bersifat tetap,
bertugas menyiapkan Rancangan Undang Undang inisiatif DPD
yang akan disampaikan kepada DPR.
3.6 Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT)
merupakan Alat Kelengkapan DPD yang bersifat tetap, yang
bertugas membantu pimpinan dalam menentukan kebijakan
kerumah tanggaan DPD, termasuk kesejahteraan Anggota dan
pegawai Sekretariat Jenderal.
3.7 Badan Kehormatan (BK)
merupakan Alat Kelengkapan DPD yang bersifat tetap, yang
bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan
terhadap Anggota DPD. Selain itu BK juga bertugas untuk
mengevaluasi dan menyempurnakan peraturan DPD tentang tata
tertib dan kode etik.
3.8 Panitia Hubungan Antar Lembaga (PHAL)
merupakan Alat Kelengkapan DPD, yang bertugas
membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan
persahabatan dan kerja sama antara DPD dengan lembaga
sejenis, lembaga pemerintah, maupun non-pemerintah, baik
secara bilateral maupun multilateral.
3.9 Kelompok DPD di MPR
adalah bagian integral dari DPD yang merupakan
pengelompokan Anggota sebagai Anggota MPR, yang bertugas
mengkoordinasikan kegiatan Anggota DPD di MPR,
meningkatkan kemampuan kinerja DPD dalam lingkup dan
fungsi sebagai Anggota MPR serta melakukan pendalaman hal-
hal yang berkaitan dengan konstitusi dan hal-hal yang berkaitan
dengan sistem ketatanegaraan.
3.10 Panitia Akuntabilitas Publik (PAP)
merupakan Alat Kelengkapan DPD, yang bertugas
melakukan penelaahan lanjutan terhadap temuan hasil
pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan yang disampaikan
kepada DPD.
2.5.5 BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
Ketua BPK - Drs. Hadi Poernomo, Ak.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga tinggi negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut
UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.
Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan
diresmikan oleh Presiden. Ketua BPK saat ini adalah Drs. Hadi
Poernomo, Ak (Ketua).
BPK mempunyai 9 orang anggota, dengan susunan 1 orang Ketua
merangkap anggota, 1 orang Wakil Ketua merangkap anggota, serta 7
orang anggota. Anggota BPK memegang jabatan selama 5 tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
Tugas BPK-RI adalah melakukan pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan Negara. Pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan oleh BPK-RI meliputi
seluruh unsur keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan.
Tujuan BPK yaitu :
1. Mewujudkan BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara
yang independen dan professional.
2. BPK mengedepankan nilai-nilai independensi dan profesionalisme
dalam semua aspek tugasnya menuju terwujudnya akuntabilitas dan
transparansi pengelolaan keuangan negara.
3. Memenuhi semua kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan
4. BPK bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pemilik
kepentingan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD), dan masyarakat pada umumnya dengan menyediakan
informasi yang akurat dan tepat waktu kepada pemilik kepentingan
atas penggunaan, pengelolaan, keefektifan, dan pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan negara.
5. Mewujudkan BPK sebagai pusat regulator di bidang pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
6. BPK bertujuan menjadi pusat pengaturan di bidang pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang berkekuatan
hukum mengikat, yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas,
wewenang dan fungsi BPK sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
7. Mendorong terwujudnya tata kelola yang baik atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara.
8. BPK bertujuan untuk mendorong peningkatan pengelolaan keuangan
negara dengan menetapkan standar yang efektif, mengidentifikasi
penyimpangan, meningkatkan sistem pengendalian intern,
menyampaikan temuan dan rekomendasi kepada pemilik
kepentingan, dan menilai efektivitas tindak lanjut hasil pemeriksaan.
Nilai-Nilai Dasar BPK yaitu :
1) Independensi
BPK RI adalah lembaga negara yang independen di bidang
organisasi, legislasi, dan anggaran serta bebas dari pengaruh lembaga
negara lainnya
2) Integritas
BPK RI menjunjung tinggi integritas dengan mewajibkan setiap
pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya, menjunjung tinggi Kode
Etik Pemeriksa dan Standar Perilaku Profesional
3) Profesionalisme
BPK RI melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesionalisme
pemeriksaan keuangan negara, kode etik, dan nilai-nilai kelembagaan
organisasi.
Badan Pemeriksa Keuangan terdiri atas seorang Ketua
merangkap Anggota, seorang Wakil Ketua merangkap Anggota, dan 7
(tujuh) orang Anggota. Susunan Jabatan Badan Pemeriksa Keuangan
terdiri atas:
1. Ketua merangkap Anggota
Tugas dan wewenang Ketua Badan Pemeriksa Keuangan meliputi:
a. pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan kelembagaan BPK.
b. pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
secara umum.
c. hubungan kelembagaan dalam negeri dan luar negeri.
2. Wakil Ketua merangkap Anggota
Tugas dan wewenang Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
meliputi:
a. pelaksanaan tugas penunjang dan Sekretariat Jenderal
b. penanganan kerugian negara.
3. Anggota I
Tugas dan wewenang Anggota I meliputi pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara bidang politik, hukum,
pertahanan, dan keamanan.
4. Anggota II
Tugas dan wewenang Anggota II meliputi:
a. pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara
bidang perekonomian dan perencanaan pembangunan nasional,
dan
b. pemeriksaan investigatif.
5. Anggota III
Tugas dan wewenang Anggota III meliputi pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara bidang lembaga negara,
kesejahteraan rakyat, kesekretariatan negara, aparatur negara, riset
dan teknologi.
6. Anggota IV
Tugas dan wewenang Anggota IV meliputi pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara bidang lingkungan hidup,
pengelola sumber daya alam, dan infrastruktur.
7. Anggota V
Tugas dan wewenang Anggota V meliputi pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan daerah dan kekayaan daerah yang
dipisahkan pada Wilayah I (Sumatera dan Jawa).
8. Anggota VI
Tugas dan wewenang Anggota VI meliputi pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan daerah dan kekayaan daerah yang
dipisahkan pada Wilayah II (Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, dan Papua).
9. Anggota VII
Tugas dan wewenang Anggota VII meliputi pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara bidang kekayaan negara yang
dipisahkan.
2.5.6 MA (Mahkamah Agung)
Ketua Mahkamah Agung – Hatta Ali
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang
kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Mahkamah Agung adalah pengadilan tertinggi di
negara kita. Perlu diketahui bahwa peradilan di Indonesia dapat
dibedakan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan
peradilan tata usaha negara (PTUN).
Fungsi mahkamah agung :
1. FUNGSI PERADILAN
a) Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung
merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina
keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan
peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-
undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat
dan benar.
b) Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah
Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat
pertama dan terakhir
1. Semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
2. Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
memperoleh
3. Kekuatan hukum tetap (pasal 28, 29,30,33 dan 34 undang-
undang mahkamah agung no. 14 tahun 1985)
4. Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing
dan muatannya oleh kapal perang republik indonesia
berdasarkan peraturan yang berlaku (pasal 33 dan pasal 78
undang-undang mahkamah agung no 14 tahun 1985)
c) Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu
wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan
dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan
ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan
dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang
Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
2. FUNGSI PENGAWASAN
a) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap
jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan
agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan
diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman
pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan
perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
b) Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan terhadap
pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan
Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni
dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan
setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan
tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta
memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa
mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang
Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985). Terhadap Penasehat
Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal
36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
3. FUNGSI MENGATUR
a) Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila
terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang
tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi
kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang
No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
b) Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri
bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang
sudah diatur Undang-undang
4. FUNGSI NASEHAT
a) Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau
pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada
Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang
Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung
memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam
rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang
Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan
Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14
Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk
memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara
selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam
memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai
saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
pelaksanaannya.
b) Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan
memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga
peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-
undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung).
5. FUNGSI ADMINISTRATIF
a) Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana
dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970
secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini
masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun
menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999
sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung
b) Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung
jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan
(Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman).
6. FUNGSI LAIN-LAIN
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili
serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya,
berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah
Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan
Undang-undang.
2.5.7 MK (Mahkamah Konstitusi)
Ketua MK - Moh Mahfud MD
Perubahan UUD 1945 juga melahirkan sebuah lembaga negara
baru di bidang kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Konstitusi.
Tugas dan Wewenang Mahkamah Konstusi menurut UUD 1945
adalah :
1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
keputusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewewenangan lembaga
Negara yang kewewenangannya diberikan oleh UUD1945, memutus
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
Pemilihan Umum.
2. Wajib memberi keputusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden
menurut UUD 1945.
3. DPR dan pemerintahan kemudian membuat Rancangan Undang-
Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan
mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada
13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu. Dua hari
kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden mengambil
sumpah jabatan para hakim Konstitusi di Istana Negara pada tanggal
16 Agustus 2003.
4. Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitus.
5. Mahkamah konstitusi pada dasarnya adalah sebuah mahkamah
ketatanegaraan yang sesungguhnya adalah sebuah mahkamah politik.
Seperti halnya peradilan tata usaha negara yang tidak ada upaya
paksa dalam pelaksanaan putusannya kecuali diserahkan pada
kepatuhan terhadap hukum dari lembaga atau pejabat negara yang
dikenai putusan itu.
Lembaga ini merupakan bagian kekuasaan kehakiman yang
mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan
prinsip negara hukum sesuai dengan tugas dan kewenangannya
sebagaimana yang ditentukan dalam UUD 1945. Pembentukan
Mahkamah Konstitusi adalah sejalan dengan dianutnya paham negara
hukum dalam UUD 1945. Dalam negara hukum harus dijaga paham
konstitusional.Artinya, tidak boleh ada undang-undang dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar.
2.5.8 KY (Komisi Yudisial)
Ketua KY Prof. Dr. H. Eman Suparman, SH, M.H
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang dibentuk
berdasarkan UU no 22 tahun 2004 yang berfungsi mengawasi perilaku
hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung dan melakukan
pengawasan moralitas dan kode etik para Hakim.
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim. Anggota komisi yudisial harus memiliki pengetahuan
dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak tercela. Anggota komisi yudisial diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 24B).
Seiring dengan tuntutan reformasi peradilan, pada Sidang Tahunan
MPR tahun 2001 yang membahas amandemen ketiga Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disepakati beberapa
perubahan dan penambahan pasal yang berkenaan dengan kekuasaan
kehakiman, termasuk di dalamnya Komisi Yudisial yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang
lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim. Berdasarkan pada amandemen ketiga
itulah dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.
Tujuan Komisi Yudisial adalah :
1. Agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-
unsur masyarakat.
2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik
yang menyangkut rekruitmen hakim agung maupun monitoring
perilaku hakim.
3. Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena
senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar
independen.
4. Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan
kehakiman untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman.
Sedangkan Komisi Yudisial sendiri memiliki wewenang untuk
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim.
Tugas Komisi Yudisial :
1. Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung, dengan tugas utama:
a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
c. Menetapkan calon Hakim Agung; dan
d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
2. Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta
Perilaku Hakim, dengan tugas utama:
1) Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim,
1. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku
hakim, dan
2. Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang
disampaikan kepada Mahkamah Agung dan tindasannya
disampaikan kepada Presiden dan DPR.
2.5.9 KPU (Komisi Pemilihan Umum)
Ketua KPU – Husni Kamil Malik
Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang
Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun
1999 tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum,
dijelaskan bahwa untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU
mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut :
1. Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;
2. Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak
sebagai peserta Pemilihan Umum;
3. Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut
PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari
tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya
disebut TPS;
4. Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk
setiap daerah pemilihan;
5. Menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah
pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
6. Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil
Pemilihan Umum;
7. Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum KPU mempunyai
tugas, wewenang dan kewajiban untuk mengkoordinasikan,
menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan Pemilu DPR,
DPD dan DPRD, Pemilu Presiden/Wakil Presiden serta Pemilu Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Termasuk merencanakan program
dan anggaran serta menetapkan jadwal; menyusun dan menetapkan tata
kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS,
PPLN, dan KPPSLN serta menyusun dan menetapkan pedoman yang
bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan berdasarkan peraturan perundang-
undangan. Guna mendukung tercapainya sasaran tersebut anggota KPU
dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal KPU yang dipimpin oleh
seorang Sekretaris Jenderal KPU dan Wakil Sekretaris Jenderal KPU
yang secara teknis operasional bertanggung jawab kepada KPU.
Sekretaris Jenderal KPU dan Wakil Sekretaris Jenderal KPU
mengkoordinasikan 7 (tujuh) Biro di lingkungan Setjen KPU.
Untuk mengelola administrasi keuangan serta pengadaan barang
dan jasa berdasarkan peraturan perundangundangan, pimpinan KPU
membentuk alat kelengkapan berupa divisi-divisi dan Ada pula
Koordinator Wilayah (Korwil) yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
Divisi Komisi Pemilihan Umum terdiri dari:
1. Divisi Teknis Penyelenggaraan
2. Divisi Perencanaan Program, Keuangan Dan Logistik
3. Divisi Hukum dan Pengawasan
4. Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Pengembangan SDM
5. Divisi Humas, Data Informasi dan Hubungan Antar Lembaga
6. Divisi Umum dan Organisasi
2.5.10 Bank Central (Bank Indonesia)
Gubernur Bank Indonesia - Darmin Nasution
Bank Sentral adalah bank yang merupakan pusat struktur moneter
dan perbankan di negara yang bersangkutan dan yang melaksanakan
(sejauh dapat dilaksanakan dan untuk kepentingan ekonomi nasional)
fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Memperlancar lalu lintas pembayaran
a. menciptakan uang kartal
b. menyelenggarakan kliring antar bank umum.
2. Sebagai bankir, agen dan penasehat pemerintah.
Bank Sentral sebagai bankir :
a. memelihara rekening pemerintah
b. memberikan pinjaman sementara
c. memberikan pinjaman khusus
d. melaksanakan transaksi yang menyangkut jual beli valuta asing
(valas)
e. menerima pembayaran pajak
f. membantu pembayaran pemerintah dari pusat ke daerah,
g. membantu pengedaran surat berharga pemerintah
h. mengumpulkan dan menganalisis data ekonomi
Bank sentral sebagai agen dan penasehat pemerintah :
a. mengadministrasi dan mengelola hutang nasional
b. memberikan jasa pembayaran bunga atas hutang
c. memberikan saran dan informasi mengenai keadaan pasar uang
dan modal.
3. Memelihara cadangan/cash reserve bank umum
4. Memelihara cadangan devisa negara :
a. internal reserve, untuk keperluan jumlah uang beredar
b. eksternal reserve, untuk alat pernbayaran internasional
5. Sebagai bankers bank dan lender of last resort,
6. Mengawasi kredit
7. Mengawasi bank (bank supervision):
a. Prudential Supervision: pengawasan bank yang diarahkan agar
individual bank dapat dijaga kelangsungan hidupnya sehingga
kepentingan masyarakat dapat dilindungi.
b. Monetary Supervision: menjaga nilai mata uang negara yang
bersangkutan sehingga bank tersebut dapat menjadi penyangga
kebijakan moneter maupun kebijakan ekonomi pemerintah
lainnya.
Menurut UU Republik Indonesia No. 3 tahun 2004, Bank
Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia, dengan tujuan
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, yang akan dicapai
melalui pelaksanaan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten,
transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah
di bidang perekonomian.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, dalam UU di atas,
Bank Indonesia berwenang:
1. menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran
laju inflasi;
2. melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan caracara
yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta
asing;
b. penetapan tingkat diskonto;
c. penetapan cadangan wajib minimum;
d. pengaturan kredit atau pembiayaan.
Di Indonesia, fungsi bank sentral pada masa penjajahan dilakukan
oleh De Javasche Bank yang bertindak sebagai bank sirkulasi dan
menjalankan beberapa fungsi bank sentral lainnya. De Javasche Bank
didirikan pada tanggal 24 Januari 1828. Di samping menjalankan
fungsinya sebagai bank sentral, bank tersebut juga melakukan kegiatan
bank umum. Pada masa perjuangan kemerdekaan, Bank Negara
Indonesia didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tanggal 5
Juli 1946 sebagai bank sentral pemerintah RI dengan tugas utama
sebagai berikut :
1. memberikan pinjaman kepada pemerintah,
2. menarik uang tentara pendudukan Jepang untuk diganti dengan ORI
(Oeang, Repoeblik Indonesia),
3. menyediakan fasilitas kredit untuk, perusahaan-perusahaan industri
dan perdagangan yang beroperasi di daerah kekuasaan pemerintah
RI.
Unsur-unsur Pembentuk Ketatanegaraan Indonesia
Sistem ketatanegaraan Indonesia diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Peraturan perundang-undangan Indonesia memiliki herarki
hukum, artinya memiliki tata urutan atau tingkatan. Peraturan perundang-
undangan yang kedudukannya lebih tinggi, menjadi sumber hukum bagi
peraturan yang terletak di bawahnya. Sebaliknya, peraturan di bawah tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.
Hirarki hukum yang dimiliki peraturan perundang-undangan
merupakan bagian atau unsur-unsur pembentuk sistem ketatanegaraan
Indonesia. Peraturan perundang-undangan sebagai unsur terbentuknya
sistem ketatanegaraan ini, di Indonesia telah mengalami
perubahan sejalan dengan berubahnya sistem ketatanegaraan Indonesia
hasil Amandemen UUD 1945.
Beberapa perubahan peraturan perundang-undangan di Indonesia,
dapat diuraikan sebagai berikut:
2.6.1 Menurut TAP MPRS XX Tahun 1966
Tata urutan perundang-undangan di Indonesia adalah:
1) UUD 1945
2) TAP MPR
3) UU/PERPU
4) Peraturan Pemerintah
5) Keputusan Presiden
6) Peraturan Menteri
7) Instruksi Menteri
2.6.2 Menurut Ketetapan MPR No.III/MPR/2000
Tata urutan perundang-undangan di Indonesia adalah:
1) UUD 1945
2) TAP MPR
3) UU
4) PERPU
5) PP
6) Keputusan Presiden
7) Peraturan Daerah
2.6.3 Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
Tata urutan perundang-undangan di Indonesia adalah
1) UUD 1945
2) UU/PERPU
3) Peraturan Pemerintah
4) Peraturan Presiden
5) Peraturan Daerah
2.6.4 Menurut UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
Tata urutan perundang-undangan di Indonesia adalah
1) UUD 1945
2) TAP MPR
3) UU/PERPU
4) Peraturan Pemerintah
5) Peraturan Presiden
6) Peraturan Daerah Provinsi
7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Adapun uraian mengenai peraturan perundang-undangan
tersebut, satu per satu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Undang-undang dasar 1945
UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis RI, memuat dasar
dan garis-garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
Sebagai sumber hukum tertinggi, semua peraturan perundang-
undangan lainnya di Indonesia, bersumber kepada UUD 1945.
Undang-Undang dasar 1945 telah mengalami perubahan-
perubahan. Perubahan pertama tahun 1999 dan perubahan ke-
empat tahun 2002. Materi perubahan mencapai 3 kali lipat dari
materi sebelumnya, sehingga saat ini materi muatan UUD 1945
mencapai 199 butir ketentuan. Meskipun namanya masih UUD
1945, tetapi dari sudut isinya, UUD 1945 setelah amandemen
tahun 2004 sudah dapat dikatakan merupakan konstitusi baru.
2. Ketetapan MPR
Istilah ketetapan MPR dipakai baik menyangkut isinya yang
bersifat mengatur ataupun yang tidak mengatur, seperti Ketetapan
MPR tentang Pengangkatan Presiden. Ketetapan ini sama sekali
tidak mengatur, melainkan hanya bersifat administratif
(beschikking). Ketetapan MPR merupakan keputusan MPR
sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam
sidang-sidang MPR.
3. Undang-Undang
Undang-undang yang dimaksud di sini adalah undang-undang
dalam arti sempit. Undang-undang dibuat oleh DPR bersama
Presiden untuk melaksanakan UUD 1945 serta Ketetapan MPR.
Contoh : Undang-undang Guru dan Dosen, Undang-undang
Penyiaran, dan lain-lain.
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
dibuat oleh Presiden dalam hal yang memaksa dengan ketentuan:
1. Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan.
2. DPR dapat menerima atau menolak dengan mengadakan
perubahan.
3. Jika DPR menolak, Perpu harus dicabut.
5. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Pemerintah dibuat oleh Pemerintah untuk
melaksanakan undang-undang. Pembuatan Peraturan Pemerintah
disebut sebagai kegiatan regulatif atau pengaturan. Kewenangan
regulatif berada di tangan Presiden dan bersumber dari
kewenangan yang lebih tinggi yaitu DPR.
6. Keputusan Presiden (Keppres).
Keputusan Presiden bersifat mengatur dibuat oleh Presiden
untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa pengaturan
pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan.
Keppres dapat dijadikan objek peradilan tata Usaha Negara.
7. Peraturan Daerah
Peraturan Daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan
aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari
daerah yang bersangkutan. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh
DPRD provinsi dengan gubernur, di kabupaten dibuat DPRD
kabupaten dengan bupati.
Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata Yunani, yaitu Demos,
yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan cratos yang berarti
kekuatan atau kedaulatan. Gabungan dua kata Demos-cratos ( demookrasi )
yang memiliki arti suatu sistem pemerintah dari,oleh dan untuk rakyat.
Sedangkan pengertian demokrasi secara terminologi adalah seperti yang
dinyatakan oleh para ahli tentang demokrasi, yaitu seperti :
a. Joseph A. Schmeter yang menyatakan demokrasi merupakan suatu
perencana institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu
– individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan
kompetitif atas suara rakyat.
b. Sidney Hook menyatakan bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan
dimana keputusan - keputusan pemerintah yang terpenting secara
langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang
diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
c. Philippe C Schmitter menyatakan, demokrasi sebagai suatu sistem
pemerintahan dimana pemerintah diminta tanggung jawab atas tindakan –
tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak
secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama ddengan para
wakil mereka yang telah terpilih.
d. Henry B. Mayo menyatakan demokrasi sebagai sistem politik merupakan
suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas
dasar mayoritas oleh wakil – wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat
dalam pemilihan – pemilihan berkata yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya
kebebasan politik.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat demokrasi
adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik. Dengan kata lain,
pemerintahan yang demokrasi adalah pemerintahan di tangan rakyat,
pemerintahan oleh rakyat , dan pemerintah untuk rakyat. Dari ketiga faktor ini
yang menjadi tolak ukur terhadap suatu pemerintahan yang demokratis.
Pengertian Demokrasi - Secara umum, demokrasi adalah suatu sistem kenegaraan yang dimana sistem pemerintahan sebuah negara berupaya untuk mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara serta memiliki hak yang setara dalam mengambil keputusan untuk mengubah hidup mereka. Bisa dikatakan, dalam demokrasi yang menjadi nomor satu dalam sebuah negara adalah rakyat. Kegiatan demokrasi dapat kita lihat di negara kita sendiri, Indonesia. Demokrasi berasal dari Bahasa Yunani yang diutarakan di Athena Kuno pada abad ke-5 SM, dan diambil dari kata demos dan kratos, yang artinya rakyat dan kekuasaan.
Demokrasi yang digunakan di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Dan pengertian dari demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang pelaksanaannya mengutamakan
asas musyawarah mufakat untuk kepentingan bersama (seluruh rakyat). Untuk lebih jelasnya, kami bahas dibawah, semoga dapat membantu Anda menyelesaikan makalah Pancasila.
Secara spesifik, berikut ini adalah pengertian demokrasi Pancasila :
1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan pada asas kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan demi kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, yang berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidaklah bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan atau disesuaikan dengan tanggung jawab sosial.
4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
Dalam demokrasi Pancasila terdapat 2 asas yang membentuk, yakni :
a. Asas kerakyatan, yaitu asas atas kesadaran kecintaan terhadap rakyat, manunggal dengan nasib
dan cita-cita rakyat, serta memiliki jiwa kerakyatan atau dalam arti menghayati kesadaran senasib dansecita-cita bersama rakyat.
b. Asas musyawarah untuk mufakat, yaitu asas yang memperhatikan dan menghargai aspirasi seluruh rakyat yang jumlahnya banyak dan melalui forum permusyawaratan dalam rangkapembahasan untuk menyatukan berbagai pendapat yang keluar serta mencapai mufakat yang dijalani dengan rasa kasih sayang dan pengorbanan agar mendapat kebahgiaan bersama-sama
Pada kenyataannya kini, demokrasi Pancasila di Indonesia telah dinodai oleh ulah wakil rakyat yang tidak bertanggung jawab, mereka hanya mementingkan kekuasaan semata dan melupakan apa yang saat ini dialami oleh rakyatnya. Begitu banyak warga miskin di Indonesia, mereka sangat butuh bantuan dari pemerintah.
Bukan hanya itu, aspirasi rakyat Indonesia untuk Indonesia yang maju dan lebih baik pun seakan dianggap angin belaka, aspirasi rakyat seperti ucapan yang begitu saja mengudara namun menghilang entah kemana. Kini, demokrasi hanya isapan jempol belaka, pada kenyataannya saat ini di Indonesia kekuasaan bisa mengalahkan kedaulatan rakyat.
Aspek Demokrasi Pancasila – Ada beberapa aspek yang terkandung dalam demokrasi Pancasila, yaitu:
a. Aspek material (segi isi/subtansi) Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila harus dijiwai dan diintegrasikan oleh sila-sila lainnya. Maka dari itu, pengertian demokrasi Pancasila tidak hanya merupakan demokrasi politik saja, tetapi juga demokrasi ekonomi dan sosial.
b. Aspek formal Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila merupakan bentuk atau cara pengambilan keputusan (demokrasi politik) yang dicerminkan oleh sila keempat.
Menurut Prof. S. Pamudji, Demokrasi Pancasila mengandung aspek sebagai berikut:
a. Aspek formal Demokrasi Pancasila
Dalam aspek ini, demokrasi Pancasila membahas persoalan dan cara rakyat menunjuk wakil-wakil dalam badan-badan perwakilan rakyat dalam pemerintahan dan
bagaimana mengatur permusyawaratan wakil-wakil rakyat secara bebas, terbuka dan jujur untuk mencapai kesepakatan bersama.
b. Aspek material Demokrasi Pancasila
Dalam aspek ini, demokrasi Pancasila mengemukakan gambaran manusia dan mengakui harkat serta martabat manusia, menjamin terwujudnya masyarakat Indonesia sesuai dengan gambaran, harkat dan martabat tersebut.
c. Aspek normatif Demokrasi Pancasila
Dalam aspek ini, demokrasi Pancasila mengungkap seperangkat norma atau kaidah yang mengatur dan membimbing manusia dalam rangka mencapai tujuan bersama. Norma-normra yang terkandung dalam demokrasi Pancasila antara lain norma agama, norma hukum, norma persatuan dan kesatuan, dan norma keadilan.
d. Aspek optatif Demokrasi Pancasila
Mengandung arti bahwa demokrasi Pancasila mempunyai tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia. Tujuan dan cita-cita tersebut, tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke IV.
e. Aspek organisasi Demokrasi Pancasila
Dalam aspek ini, organisasi sebagai wadah pelaksanaan demokrasi Pancasila untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai.
f. Aspek kejiwaan Demokrasi Pancasila
Aspek kejiwaan mengandung arti bahwa demokrasi Pancasila memberi motivasi dan semangat para penyelenggara negara dan para pemimpin pemerintahan.
Selain itu, demokrasi Pancasila juga mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
a. lembaga-lembaga negara,
b. partai politik dan golongan karya,
c. otonomi daerah,
d. pola pengambilan keputusan/tata cara musyawarah,
e. pemilihan umum,
f. peraturan perundangan/sumber tertib hukum,
g. pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia,
h. sistem pembagian kekuasaan.
PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI PANCASILA Ahmad Sanusi mengutarakan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang-indang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang sebagai berikut:a.Demokrasi yang Berketuhanan Yang maha Esab.Demokrasi dengan kecerdasanc.Demokrasi yang berkedaulatan rakyatd.Demokrasi dengan rule of lawe.Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan Negaraf.Demokrasi dengan hak asasi manusiag.Demokrasi dengan pengadilan yang merdekah.Demokrasi dengan otonomi daerahi.Demokrasi dengan kemakmuranj.Demokrasi yang berkeadilan social
Demokrasi Pancasila mendasarkan diri pada faham kekeluargaan dan Kegotong-royongan yang ditujukan untuk:a. Kesejahteraan rakyatb. Mendukung unsur-unsur kesadaran hak ber-ketuhanan Yang Maha Esac. Menolak atheismed. Menegakkan kebenaran yang berdasarkan kepada budi pekerti yang luhure. Mengembangkan kepribadian Indonesiaf. Menciptakan keseimbangan perikehidupan individu dan masyarakat, kasmani dan rohani, lahir dan bathin, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.
2.Pelaksanaan demokrasi di IndonesiaDemokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,dan untuk rakyat.Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Negara kita, semua konstitusi yang pernah berlaku menganut prinsip demokrasi. Hal ini dapat dilihat misalnya:a.Dalam UUD 1945 (sebelum diamandemen) pasal 1 ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.b.Dalam UUD 1945 (setelah diamandemen) pasal 1 ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”.c.Dalam konstitusi Republik Indonesia Serikat, Pasal 1:1)Ayat (1) berbunyi: “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hokum yang demokrasi dan berbentuk federasi”.
2)Ayat (2) berbunyi: “Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat”.d.Dalam UUDS 1950 pasal 1:1)Ayat (1) berbunyi: “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hokum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.2)Ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan Republik Indonesia adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan rakyat”.
Untuk melihat apakah suatu system pemerintahan adalah system yang demokratis atau tidak, dapat dilihat dariinfikator-indikator yang dirumuskan oleh Affan Gaffar berikut ini:a.Akuntabilitasb.Rotasi Kekuasaanc.Rekruitmen politik yang terbukad.Pemilihan umume.Menikmati hak-hak dasar
PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA
a.Demokrasi pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaanPada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan ini (1945-1949), pelaksanaan demokrasi baru terbatas pada interaksi politik diparlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan.Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada periode ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal-hal mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.
b.Demokrasi parlementer (1950-1959)Masa demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hamper semua elemen demokrasi dapat kita temukan perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia.Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranam yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan.Kedua, akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemegang jabatan dan politis pada umumnya sangat tinggi.Ketiga, kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh pelung yang sebesar-besarnya untuk berkembang secara maksimal.Keempat, sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada 1955, tetapi Pemikihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.Kelima, masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka
tidak dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga Negara dapat memanfaatkannya dengan maksimal.Keenam, dakam masa pemerintahan Parlementer, daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup bahkan otonomi yamg seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa demokrasi perlementer mengalami kegagalan?. Banyak sekali para ahli mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Dari sekian banyak jawaban, ada beberapa hal yang dinilai tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.Pertama, munculnya usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi presiden untuk membentuk pemerintahan yang bersifat gotong-royong.Kedua, Dewan Konstituante mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan ideologi nasional.Ketiga, dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik.Keempat, Basis social ekonomi yang masih sangat lemah. c.Demokrasi Terpimpin (1959-1965)Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi perlementer.Pertama, mengburnya system kepartaian.Kedua,dengan terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong,peranan lembaga legislative dalam system politik nasional menjadi sedemikian lemah.Ketiga, Hak dasar manusia menjadi sangat lemah.Keempat, masa demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti kebebasan pers.Kelima, sentralisasi kekuasaan yang semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah. d.Demokrasi pada masa Orde Baru (1966-1998)Pertama, rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hamper ridak pernah terjadi.Kedua, rekruitmen politik bersifat tertutup.Ketiga, Pemilihan Umum.Keempat, pelaksanaan hak dasar waega Negara.e.Demokrasi pada masa Reformasi (1998 sampai dengan sekarang)Dalam masa pemerintahan Habibie inilah muncul beberapa indicator kedemokrasian di Indonesia.Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan. Kedua, diberlakunya system multi partai dalam pemilu tahun 1999.
Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformsi ini adalah demokresi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik tang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959.Pertama, Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya.Kedua, ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampi pada tingkat desa.Ketiga, pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka.Keempat, sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan
menyatakan pendapat, kenenasan pers, dan sebagainya.
Pemilihan Umuma. Pengertian Pemilihan UmumSalah satu cirri Negara demokratis debawa rule of law adalah terselenggaranya kegiatan pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil presiden maupun kepala daerah.Pemilihan umumbagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Prmilihan umum memiliki arti penring sebagai berikut:1)Untuk mendukung atau mengubah personel dalam lembaga legislative.2)Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan eksekutif untuk jangka tertentu.3)Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau mengawasi kekuatan eksekutif.
b.Tujuan Pemilihan UmumPada pemerintahan yang demokratis, pemilihan umum merupakan pesta demokrasi. Secara umum tujuan pemilihan umum adalah1)Melaksanakan kedaulatan rakyat2)Sebagai perwujudan hak asas politik rakyat 3)Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif serta memilih Presiden dan wakil Presiden.4)Melaksanakan pergantian personel pemerintahan secara aman, damai, dan tertib.5)Menjamin kesinambungan pembangunan nasional
Menurut Ramlan Surbakti, kegiatan pemilihan umum berkedudukan sabagai :1)Mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin dan alternatif kebijakan umum2)Makanisme untuk memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat ke lembagag-lembaga perwakilan melalui wakil rakyat yang terpilih, sehingga integrasi masyarakat tetap terjaga.3)Sarana untuk memobilisasikan dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik.
Asas Pemilu yaitu Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang akan diuraikan sebagai berikut :
1. Langsung berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara;
2. Umum berarti pada dasarnya semua warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia , yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilihan umum.
Warganegara yang sudah berumu 21 (dua puluh satu) tahun berhak dipilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial;
3. Bebas berarti setiap warganegara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warganegara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya;
4. Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun;
5. Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum; penyelenggaraan/ pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
6. Adil berarti dalam menyelenggarakan pemilu, setiap pemilih dan partai politik peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Syarat Pemilu Demokratis
Disepakati bahwa pemilu merupakan sarana demokrasi untuk membentuk kepemimpinan negara. Dua cabang kekuasaan negara yang penting, yaitu lembaga perwakilan rakyat ( badan legislatif) dan pemerintah (badan eksekutif), umumnya dibentuk melalui pemilu. Walau pemilu merupakan sarana demokrasi, tetapi belum tentu mekanisme penyelenggaraannya pun demokratis. Sebuah pemilu yang demokratis memiliki beberapa persyaratan.
1. Pemilu harus bersifat kompetitif, artinya peserta pemilu baik partai politik maupun calon perseorangan harus bebas dan otonom. Baik partai politik yang sedang berkuasa, maupun partai-partai oposisi memperoleh hak –hak politik yang sama dan dijamin oleh undang – undang (UU), seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat. Syarat kompetitif juga menyangkut perlakuan yang sama dalam menggunakan sarana dan prasarana publik, dalam melakukan kampanye, yang diatur dalam UU. Misalnya stasiun televisi milik negara harus memberikan kesempatan yang besar pada partai politik yang berkuasa, sementara kesempatan yang sama tidak diberikan pada partai-partai peserta pemilu lainnya.
2. Pemilu harus diselenggarakan secara berkala. Artinya pemilihan harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Misalnya setiap empat, lima, atau tujuh tahun sekali. Pemilihan berkala merupakan mekanisme sirkulasi elit, dimana pejabat yang terpilih bertanggung jawab pada pemilihnya dan memperbaharui mandat yang diterimanya pada pemilu sebelumnya. Pemilih dapat kembali memilih pejabat yang bersangkutan jika merasa puas dengan kerja selama masa jabatannya. Tetapi dapat pula menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih bertanggung jawab, lebih mewakili kepemimpinan, suara atau aspirasi dari pemilih bersangkutan. Selain itu dengan pemilihan berkala maka kandidat perseorangan atau kelompok yang kalah dapat memperbaiki dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dalam pemilu berikut.
3. Pemilu haruslah inklusif. Artinya semua kelompok masyarakat baik kelompok ras, suku, jenis kelamin, penyandang cacat, lokalisasi, aliran ideologis, pengungsi dan sebagainya harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu kelompok pun yang didiskriminasi oleh proses maupun hasil pemilu. Hal ini diharapkan akan tercermin dalam hasil pemilu yang menggambarkan keanekaragaman dan perbedaan – perbedaan di masyarakat.
4. Pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, tidak dibawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas. Keterbatasan memperoleh informasi membuat pemilih tidak memiliki dasar pertimbangan yang cukup dalam menetukan pilihannya. Suara pemilih adalah kontrak yang (minimal) berusia sekali dalam periode pemilu (bisa empat, lima, atau tujuh tahun). Sekali memilih, pemilih akan ”teken kontrak” dengan partai atau orang yang dipilihnya dalam satuperiode tersebut. Maka agar suara pemilih dapat diberikan secara baik, keleluasaan memperoleh informasi harus benar-benar dijamin.
5. Penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen. Penyelenggaraan pemilu sebagian besar adalah kerja teknis. Seperti penentuan peserta pemilu, Pembuatan kertas suara, kotak suara, pengiriman hasilpemungutan suara pada panitia nasional, penghitungan suara, pembagian cursi dan sebagainya. Kerja teknis tersebut dikoordinasi oleh sebuah panitia penyelenggara pemilu. Maka keberadaan panitia penyelenggara pemilu yang tidak memihak, independen, dan profesional Sangay menentukan jalannya proses pemilu yang demokratis. Jika penyelenggara merupakan bagian dari partai politik yang berkuasa, atau berasal dari partai politik peserta pemilu, maka azas ketidakberpihakan tidak terpenuhi. Otomatis nilai pemilu yang demokratis juga tidak terpenuhi.
Ada 7 (tujuh) tugas Pemilu menanti anggota KPU yaitu :
a) Merencanakan program, anggaran serta menetapkan jadwal Pemilu;
b) Penyesuaian struktur organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal KPU paling lambat 3 bulan sejak pelantikan anggota KPU;
c) Mempersiapkan pembentukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) paling lambat 5 (lima) bulan setelah pelantikan anggota KPU;
d) Bersama-sama Bawaslu menyiapkan kode etik, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Bawaslu terbentuk;
e) Memverifikasi secara administratif dan faktual serta menetapkan peserta Pemilu;
f) Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya sebagai daftar pemilih tetap;
g) Menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan barang dan jasa Pemilu.
Pemilu 1955Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia setelah kemerdekaan tahun 1945. Inilah tonggak pertama masyarakat Indonesia belajar tentang demokrasi. Indonesia baru yang sangat muda terseok- seok dalam mempersiapkan pemilu. Situasi keamanan yang belum kondusif, kabinet yang penuh friksi, dan gagalnya pemerintahan baru menyiapkan perangkat Undang-Undang pemilu membuat pemungutan suara baru bisa dilaksanakan 10 tahun setelah kemerdekaan.
Dalam pemilu pertama ini masyarakat memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Konstituante adalah lembaga negara yang ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar baru menggantikan UUD sementara 1950. Anggota angkatan bersenjata dan polisi ikut berpartisipasi dalam pemungutan suara.
Pemilu tahun 1955 diadakan dalam dua periode. Pada periode pertama tanggal 29 September 1955 masyarakat memilih anggota DPR. Lalu, pada periode kedua pada 15 Desember 1955 masyarakat memilih anggota Konstituante. Tak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri.
Pada Maret 1956 parlemen terbentuk dengan jumlah angggota sebanyak 272 orang. Ada 17 fraksi yang mewakili 28 partai peserta pemilu, organisasi, dan perkumpulan pemilih. Sedangkan anggota Konstituante berjumlah 542 orang. Mereka dilantik pada 10 November 1956.
Selanjutnya, kondisi politik Indonesia pasca pemilu 1955 sarat dengan berbagai konflik. Akibatnya, pemilu berikutnya yang dijadwalkan pada tahun 1960 tidak dapat terselenggara. Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit pada 5 Juli 1959 yang membubarkan DPR dan Konstituante hasil pemilu 1955 serta menyatakan kembali ke UUD 1945. Soekarno secara sepihak membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat oleh presiden.
Pemilu Orde Baru (1977-1997)Pasca pemilu 1971 ada lima pemilu yang diselenggarakan di bawah rezim orde baru, yaitu pemilu tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Lima pemilu itu berlangsung "seragam" dan diikuti oleh dua partai yaitu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta satu Golongan Karya (Golkar). Pemilu selalu dimenangkan oleh Golongan Karya dan MPR selalu menunjuk Soeharto sebagai Presiden.
Setelah pemilu 1971 yang diikuti 10 konstestan, terbitlah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Undang-Undang baru ini mengatur soal penggabungan partai politik. Sembilan partai politik yang ada diciutkan menjadi hanya dua. Partai-partai beraliran islam bergabung dalam satu wadah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sementara, partai-partai di luar islam bergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Kedua partai itu bertarung dengan Golongan Karya dalam setiap pemilu di masa orde baru.
Selama periode orde baru masyarakat Indonesia memilih partai dalam setiap pemilu. Lalu partai menentukan siapa yang menjadi wakil rakyat di Dewan Permusyarawatan Rakyat (DPR). Semua anggota DPR adalah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Selain anggota DPR, anggota MPR berisikan utusan golongan. MPR bermusyawarah untuk menunjuk presiden.
Pemilu 1977 : 2 MeiPemilu 1982 : 4 MeiPemilu 1987 : 23 AprilPemilu 1992 : 9 JuniPemilu 1997 : 29 Mei
Pemilu 1971Gonjang-gonjang politik pasca pemilu 1955 berujung pada huru-hara gerakan 30 september Partai Komunis Indonesia pada tahun 1966. Presiden Soekarno yang memimpin Indonesia sejak tahun 1945 akhirnya lengser satu tahun kemudian. Pada tahun 1968 Soeharto ditetapkan oleh MPR Sementara sebagai Presiden Indonesia. Era
kepemimpinan Soeharto selanjutnya disebut sebagai zaman orde baru, untuk membedakan dengan zaman Soekarno yang disebut sebagai orde lama.
Tiga tahun memerintah Indonesia, Soeharto akhirnya menggelar pemilu kedua yang tertunda-tunda di negeri ini pada 5 Juli 1951. Ini adalah pemilu pertama setelah orde lama atau pemilu pertama di zaman orde baru. Pemilu diikuti oleh 10 partai politik dari beragam aliran politik. Hal baru yang menarik pada pemilu tahun ini adalah ketentuan yang mengharuskan semua pejabat negara bersikap netral. Ini berbeda dengan pemilu tahun 1955 di mana para pejabat negara yang berasal dari partai ikut menjadi calon partai secara formal. Namun, dalam prakteknya, para pejabat negara berpihak ke salah satu peserta pemilu yaitu Golongan Karya. "Rekayasa politik" orde baru yang berlangsung hingga 1998 di mulai pada tahun ini. Sejumlah kebijakan ditelurkan demi menguntungkan Golongan Karya.
Pemilu 1999Pemilu 1999 merupakan tonggak baru demokrasi Indonesia. Penguasa Orde Baru Soeharto mundur dari kekuasaan pada 20 Mei 1998 karena desakan masyarakat. BJ Habibie yang semula adalah wakil presiden naik menjadi Presiden menggantikan Soeharto. Roh demokrasi yang semasa rezim orde baru dipasung hidup kembali. Ratusan partai politik terbentuk dan mendaftarkan diri sebagai peserta pemilu. Komisi Pemilihan Umum melakukan seleksi dan meloloskan 48 partai politik. Golkar yang semula bukan partai di tahun ini berubah menjadi partai politik. Lima besar partai pemenang pemilu adalah:
No Partai Suara Persen Kursi DPR1 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 35.689.073 33,74 1532 Partai Golkar 23.741.749 22,44 1203 Partai Persatuan Pembangunan 11.329.905 10,71 584 Partai Kebangkitan Bangsa 13.336.982 12,61 515 Partai Amanat Nasional 7.528.956 7,12 34
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menjadi partai pemenang, namun ketua umum partainya, Megawati Soekarnoputri, gagal menjadi presiden. Di zaman ini presiden masih dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Musyawarah di MPR memutuskan mengangkat Abdurrahman Wahid dari Partai Kebangkitan Bangsa sebagai presiden dengan Megawati sebagai wakil presiden.
Pemilu 2004Pemilu 2004 menjadi catatan sangat penting dalam sejarah pemilu di Indonesia. Pada tahun ini untuk pertama kali rakyat Indonesia memilih langsung wakilnya di parlemen dan pasangan presiden dan wakil presiden. Sebelumnya, presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu pelaksanaan pemilu dibagi menjadi dua yaitu pemilu legislatif dan pemilu presiden.
Pemilu legislatif
Pemilu legislatif digelar sebagai rangkaian pertama pada 5 April 2004 dan diikuti 24 partai politik. Partai-partai politik yang memperoleh suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calonnya untuk maju pada pemilihan Presiden.
Hasil lima besar pemilu legislatif 2004
No Partai Suara Persen Kursi DPR1 Partai Golongan Karya 24.480.757 21,58 1282 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 21.026.629 18,53 1093 Partai Kebangkitan Bangsa 11.989.564 10,57 524 Partai Persatuan Pembangunan 9.248.764 8,15 585 Partai Demokrat 8.455.225 7,45 57
Pemilu Presiden
Pemilu presiden tahun 2004 diikuti lima pasang calon yaitu,
1. Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla2. Megawati Soekarnoputri – Hasyim Muzadi3. Wiranto - Solahuddin Wahid4. Amien Rais – Siswono YudoHusodo5. Hamzah Haz – Agum Gumelar
Hasil pemilu presiden putaran pertama 5 April 2004
Ranking
Pasangan Capres Suara Persen
1 Susilo B.Y. - J. Kalla 36.070.622 33.58 %
2 Megawati - Hasyim M. 28.186.780 26.24 %3 Wiranto-Sallahudin W. 23.827.512 22.19 %4 AmienRais - Siswono Y.H. 16.042.105 14.94 %5 Hamzah H. - Agum G. 3.276.001 3.05 %Jumlah Suara 107.403.020 100%
Sumber data : KPU
Karena tidak ada yang memperoleh suara 50 persen plus satu, maka diselenggarakan putaran kedua yang diikuti oleh dua besar yaitu pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla dan Megawati Soekarno putri - Hasyim Muzadi.
Hasil pemilu presiden putaran kedua 5 Juli 2004
PEMILU 2009Pemilu Legislatif 2009 digelar pada 9 April 2009 dan diikuti 38 partai politik. Ribuan calon anggota legislatif memperebutkan 560 kursi DPR, 132 kursi DPD, dan banyak kursi di DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Untuk pertama kalinya, sistem sistem proporsional terbuka diterapkan pada Pileg 2009. Melalui sistem ini, pemilih tak lagi memilih partai politik, melainkan caleg. Penetapan calon terpilih pada suatu daerah pemilihan dilakukan berdasarkan perolehan suara terbanyak, bukan nomor urut.
Sebanyak 121.588.366 pemilih yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia berpartisipasi dalam pileg 2009. Partai Demokrat yang dipimpin oleh Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono berhasil memenangi pileg 2009 dengan meraup 21.703.137 suara atau sebanyak 20,85 persen. Selain itu, ada 8 partai lainnya yang lolos parliamentary threshold, yakni, Partai Golkar, PDI Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
STUDI KASUS
2.11 KRONOLOGI KASUS
Pileg 2014 Riau: Duh, Jaman Sekarang Masih Banyak yang Pakai 'Serangan Fajar'
Bisnis.com, PEKANBARU - 'Serangan fajar', istilah umum yang merupakan bentuk politik uang terbukti masih menjadi salah satu strategi kebanyakan calon legislator untuk meraih kemenangan.
Beberapa waktu lalu, seorang tukang sayur keliling mengintari kompleks perumahan di Pekanbaru.
Kendaraan roda dua yang ditungganginya telah dipenuhi dengan stiker salah satu calon legislatif (caleg).
Abang Jumadi, panggilan si tukang sayur itu, tampak agresif membagi-bagikan beberapa butir telur ayam ke kalangan ibu rumah tangga yang tengah berbelanja.
"Jangan lupanya, coblos caleg ini," kata dia sambil menyerahkan telur-telur itu tidak lupa disertai dengan kartu nama yang mencatut nama caleg dimaksud.
Caleg tersebut bertarung untuk memperebutkan kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau dari salah satu partai besar.
"Satu rumah atau satu keluarga itu dijatah masing-masing tiga butir telur ayam," kata Didik (36), seorang warga.
Pendukung caleg tersebut tidak hanya si tukang sayur, namun ada beberapa kelompok masyarakat melakukan hal serupa.
Sekelompok orang yang mengaku sebagai kader dari partai tersebut membagikan telur dengan cara mendatangi rumah-rumah warga sekaligus memberikan sebuah poster seorang caleg itu.
Selasa (8/4), "serangan fajar" datang dari seorang caleg perempuan untuk DPRD Kota Pekanbaru, juga dari partai berkelas.
Kali ini, bentuk "sogokan" yang dilakukan dengan membagikan paket sembako berisikan, beras, teh kotak, gula, serta susu kental berkemasan kaleng.
Caleg tersebut menggunakan tangan para pengikutnya untuk membagikan paket sembako itu ke masyarakat di Kelurahan Kulim, Kecamatan Tenayan Raya.
"Dari tadi sore sampai tengah malam ini sembako dibagikan ke masyarakat," kata Ali (53), seorang warga di Kompeks Perumahan Bertuah Sejahtera kepada pers.
Warga lainnya mengungkap pembagian sembako tersebut dilakukan oleh beberapa pemuka masyarakat dengan disertakan pula kartu nama caleg tersebut.
Sejumlah warga tampak menerima bantuan sembako yang dianggap sebagai sumbangan sukarela itu.
"Hanya saja ada pesan terselubung, dia minta dicoblos besok," kata warga.
Sementara di Kecamatan Tampan, dua caleg perempuan untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan DPRD Provinsi Riau (ibu dan anak) dikabarkan melakukan "serangan fajar" melalui tangan Ketua Rukun Tetangga (RT) setempat.
Ketua RT tersebut kemudian membagikan kartu nama dan ajakan memilih caleg tersebut dengan diselipkan ke surat pemberitahuan pemungutan suara kepada pemilih (C6).
Dilaporkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Riau sebelumnya juga telah melaporkan seorang calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang ketahuan membagi-bagikan baju batik ke masyarakat.
Menurut laporan tersebut di Polda Riau, Bawaslu menduga adanya praktik politik uang dalam pembagian batik tersebut.
Kronologi kejadian, terlapor memberikan baju batik kepada masyarakat dengan maksud agar warga memilihnya saat pencoblosan pada 9 April.
Kepala Bidang Bidang Humas Polda Riau Ajun Komisaris Besar Guntur Aryo Tejo kepada pers mengatakan telah menerima informasi tersebut.
"Kalau sudah dilaporkan tentu akan ditindaklanjuti," katanya.
Kasus ini dilaporkan oleh Ketua Bawaslu Edy Syarifudin pada Jumat (4/4). Kejadiannya berlangsung di Perumahan Anggrek Blok G Jalan Rambah Raya, Kubang, Kecamatan Siak Hulu, Kampar.
Bawaslu mengakui ada indikasi politik uang dalam perkara tersebut sehingga patut disangkakan dengan pasal pidana.
Menurut informasinya, indikasi politik uang itu sebelumnya disampaikan oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau ke Bawaslu.
Fitra menemukan adanya dugaan politik uang yang terjadi di Provinsi Riau menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif 9 April 2014.
Politik Uang Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan "serangan fajar" dengan membagi-bagikan barang atau sembako merupakan salah satu bentuk politik uang yang diharamkan dalam pelaksanaan pemilihan umum.
Forum ini telah menemukan 35 dugaan pelanggaran kampanye politik oleh sejumlah calon legislatif yang didominasi oleh indikasi politik uang.
"Sebagian telah dilaporkan ke Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) Riau dan sebagian ke Polda Riau," kata Koordinator Fitra Riau, Usman beberapa waktu lalu.
Total yang sudah dilaporkan ke Bawaslu ada sekitar 20 kasus, terdiri dari penyalahgunaan fasilitas negara dan kebanyakan adalah politik uang dengan cara pemberian barang.
Ia menjelaskan mereka (para caleg diduga langgar aturan) terdiri dari hampir seluruh partai.
"Mulai dari Golkar, PAN, PDI Perjuangan, Demokrat dan Gerindra serta caeg dari partai lainnya, hampir semua partai," katanya.
Saat ini, kata dia, yang sudah dinaikkan atau dilaporkan ke Polda Riau ada dua temuan kasus dugaan politik uang.
"Satu merupakan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan satu dari calon legislatif DPRD Riau," katanya.
Mandul Pengamat Politik dari Universitas Andalas, Syaiful Wahab, berpendapat, politik uang tidak akan pernah bisa dihilangkan dalam tiap penyelenggaraan kampanye politik.
"Sebab penegakkan aturan mengenai politik uang itu sangat mandul, terbukti bahwa hampir semua kasus dugaan 'money politik' selalu gugur di Mahkamah Konstitusi lantaran lemahnya pembuktian," kata Syaiful dihubungi dari Pekanbaru.
Bahkan menurut Syaiful Wahab yang juga Ketua Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas itu, senada dengan politik uang dan kampanye hitam memang tidak akan pernah bisa dihilangkan dalam suatu kampanye politik.
Ia menjelaskan penegakkan aturan mengenai politik uang sangat mandul, juga disebabkan oleh konsep mengenai politik uang tersebut sangat multi tafsir.
"Karena hampir semua kasus dugaan politik uang sulit sekali membuktikan apakah ada korelasi yang signifikan antara uang yang diberikan dengan perolehan suara seorang kandidat," katanya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan telah menegaskan, politik uang (money politic) dan politik transaksional berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW adalah haram.
Informasi ini diungkapkan Ketua MUI, Din Syamsuddin kepada para wartawan usai konferensi pers di Gedung MUI Pusat beberapa waktu lalu.
Din Syamsuddin mengatakan, yang namanya politik uang, serangan fajar, serangan dhuha, serangan tengah malam, serta politik transasksional yang terjadi selama ini jelas melanggar ketentuan agama.
MUI berharap agar bangsa dan negara yang akhir-akhir ini dilanda oleh musibah dapat melaksanakan demokrasi dengan baik dan benar tanpa ada upaya-upaya yang diharamkan.
Din Syamsuddin mengimbau masyarakat untuk tidak memilih para caleg yang menggunakan strategi haram tersebut. Termasuk "serangan fajar" dalam bentuk membagikan susu dan telur.
2.12 ANALISA KASUS
Berdasarkan kasus diatas, menurut kelompok kami kami sangat setuju dengan usaha pemerintah daerah untuk melapor ke pemerintah pusat karena meskipun hanya membagikan telur, susu , sembako , baju batik dan lain-lain merupakan salah satu tindakan politik uang dalam kampanye. Kami mengharap pemerintah untuk lebih menindaklanjuti secara tegas terhadap kasus-kasus. Kini hanya terjadi pada pemilu calon legislative saja padahal sebentar lagi akan diadakan pemilu presiden jangan sampai dalam pemilu presiden nanti dalam kampanye masih menggunakian politik uang ini . Sebab, dengan adanya politik uang ini semakin susah Indonesia untuk menjadi lebih maju apalagi mengurangi angka korupsi, apalagi para calonnya saja sudah melakukan antisipasi pemilih supaya dirinya terpilih menjadi wakil rakyat. Dengan begitu para calon yang terpilih pasti akan berusa mengembalikan uang yang telah mereka keluarkan untuk kampanye mereka saat itu. Hal ini sama saja telur yang dibagikan kepada rakyat tersebut bukanlah gratisan melainkan utang karena suatu saat nanti mereka akan menggantinya dengan uang yang mereka bayar untuk pemerintah. Karena uang yang mereka bayar bukanlah masuk ke kantong pemerintah tetapi masuk ke kantong wakil rakyat tersebut sebagai ganti pembelian telur yang beberapa ton untuk rakyat ditambah dengan bunga mereka. Karena para caleg yang kampanyenya menggunakan politik uang sama saja dengan seorang rentenir dengan bunga beberapa puluh persen sehingga akan menyiksa nasabahnya. Sehingga wakil rakyat akan menyiksa rakyatnya. Oleh sebab itu politik uang ini harus ditumpaskan sebersih dan secepat mungkin supaya tidak terjadi pada pemilu selanjutnya karena sebentar lagi akan diadakan pemilu presiden jangan sampai dalam pemilu presiden nanti dalam kampanye masih menggunakian politik uang ini. Dan semoga tidak terjadi ke genasi muda kelak. Supaya generasi muda menjadi generasi wakil rakyat yang bersih yang membantu rakyatnya dalam menyampaikan aspirasi, menyelesaikan masalah, dan lain-lain. Sehingga rakyat manjadi aman , tentram dan tidak tersiksa.
2.13 SOLUSI
Bagi pemerintah :
1. Bahwa sebaiknya pengedar dan pemakai wajib diberi sanksi yang
tegas agar mereka tidak lagi melakukan kampanye politik uang.
2. Pemerintah diharapkan supaya bisa bertindak bijaksana dalam
memutuskan suatu perkara.
3. Dalam memutuskan suatu perkara sebaiknya menggunakan asas demokrasi sebagai dasar pengambilan keputusan yang sesuai dengan hukum yang berlaku.
Bagi rakyat
1. Masyarakat seharusnya harus lebih teliti dalam memilih wakil rakyat karena dalam pemilihan tersebut menentukan masa depan Negara dan pemerintah dalam 5 tahu ke depan.
2. Saling mengingatkan kepada sesama rakyat untuk lebih waspada.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik.
Dengan kata lain , pemerintahan yang demokrasi adalah pemerintahan di
tangan rakyat, pemerintahan oleh rakyat , dan pemerintah untuk rakyat.
2. Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode:
Periode 1945-1959, Periode 1959-1965, Periode 1966-1998, dan Periode
1999-sekarang.
3. Sistem ketatanegaraan Indonesia adalah suatu susunan dalam tata negara
Indonesia yang mempunyai tugas dan kewajiban masing- masing dalam
mengurusi suatu negara.
4. Sistem ketatanegaraan Indonesia terbagi menjadi beberapa periode, Sistem
Ketatanegaraan di Indonesia menurut UUD 1945 sebelum Amademen,
Sistem Ketatanegaraan di Indonesia menurut Konstitusi RIS, Sistem
Ketatanegaraan Indonesia menurut UUDS 1950, Sistem Ketatanegaraan
Indonesia sesudah Amandemen UUD1945.
5. Hukum yang dimiliki peraturan perundang-undangan merupakan bagian atau
unsur-unsur pembentuk sistem ketatanegaraan Indonesia.
3.2 Saran
1. Sebagai generasi penerus bangsa kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai dan
asas demokrasi.
2. Sebagai Warga Negara Indonesia yang baik, baik rakyat maupun calon wakil
rakyat patuhilah dan taatilah peraturan dan hukum yang berlaku.
3. Dalam pengambilan keputusan hendaknya mementingkan kepentingan
bersama yang tidak mengambil hak orang lain.
4. Jika melanggar hukum hendaknya dihukum sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku.
5. Sebagai pemimpin Negara Indonesia, seharusnya tetap mementingkan
rakyatnya.
6. Sebagai perangkat negara Indonesia, hendaknya menjalankan tugas dan
kewajibannya masing-masing sesuai peraturan perundang-undangan, dan
tetap mementingkan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
http://akubukanmanusiapurba.blogspot.com/2011/06/ketatanegaraan-indonesia-
menurut-uuds.html
http://batam.bisnis.com/m/read/20140409/14/44089/pileg-2014-riau-duh-jaman-
sekarang-masih-banyak-yang-pakai-serangan-faja r
http://wowewuckz.blogspot.com/2009/10/pelaksanaan-pemilu-orde-lama-orde-baru.html
MGMP KABUPTEN BLORA, 2012, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN XII,BLORA: SWA
MGMP KABUPATEN BLORA,2011, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN XI, BLORA : SWA