Upload
barida-qodriati
View
4
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas kampus
Citation preview
MAKALAH KEWARGANEGARAAN
Peran Masyarakat Sipil dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih
Disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Kewarganegaraan
Disusun oleh :
BENITA
BARIDA QODRIATI
FEBRIAN GANDAMIHARJA
SAIFUL ARIF
IBNU MALIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2010 / 2011
1
KATA PENGANTAR
Terlebih dahulu kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga makalah ini
dapat penulis selesaikan dalam waktu yang ditentukan.
Di dalam makalah ini penulis membahas tentang tentang peranan
masyarakat sipil bagi pemerintahan yang bersih
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Kewarganegaraan Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan Teknik Informatika, Prodi
Teknik Informatika S1 Kelas Khusus tahun 2010 / 2011.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam makalah
ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
menyempurnakan makalah ini. Terakhir, semoga makalah ini bermanfaat.
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Rumusan Masalah
3. Manfaat
4. Metode Pendekatan
B. LANDASAN TEORI
C. PEMBAHASAN ANALISIS
D. KESIMPULAN
E. DAFTAR PUSTAKA
3
A. PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG MASALAH
Masyarakat sipil atau civil society merupakan bagian dalam
kehidupan bermasyarakat. Mereka juga merupakan bagian dari
pemerintahan. Peranan mereka sangat besar terhadap perubahan
yang terjadi di dalam pemerintahan.
2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan masalah apa yang akan penulis bahas, maka
penulis dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah Masyarakat Sipil itu?
2. Apakah Pemerintahan itu?
3. Apakah Pemerintahan yang bersih itu?
3. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah
Kewarganegaraan Semester 2
2. Untuk menerangkan apa peranan masyarakat sipil untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih.
4. METODE PENDEKATAN
4
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode
pendekatan sebagi berikut :
1. Studi Kepustakaan
2. Studi Diskusi
B. LANDASAN TEORI
Sebagaimana telah diamanatkan di dalam Garis – Garis Besar Haluan
Negara 1999 – 2004 Bab IV huruf ke ( 3 ) tentang Aparatur Negara bahwa,
dalam meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki
kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan system karir
berdasarkan prestasi kerja dengan prinsip memberikan penghargaan dan sanksi,
maka aparatur negara hendaknya dapat bersikap disiplin dalam mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Kaitannya dengan hal tersebut di atas, maka pendayagunaan aparatur
negara terus ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan kualitas, efisiensi
pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan
kesejahteraan aparat sangat di perhatikan dalam menunjang pelaksanaan tugas.
C. PEMBAHASAN
5
Sebagaimana telah diamanatkan di dalam Garis – Garis Besar Haluan
Negara 1999 – 2004 Bab IV huruf ke ( 3 ) tentang Aparatur Negara bahwa,
dalam meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki
kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan system karir
berdasarkan prestasi kerja dengan prinsip memberikan penghargaan dan sanksi,
maka aparatur negara hendaknya dapat bersikap disiplin dalam mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Kaitannya dengan hal tersebut di atas, maka pendayagunaan aparatur
negara terus ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan kualitas, efisiensi
pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan
kesejahteraan aparat sangat di perhatikan dalam menunjang pelaksanaan tugas.
Undang – Undang Pokok Kepegawaian yaitu Undang – Undang No. 8
Tahun 1974 telah dirubah melalui UU No.43 Tahun 1999 tentang Pegawai
Negeri Sipil, adalah suatu landasan hukum untuk menjamin pegawai negeri dan
dapat di jadikan dasar untuk mengatur penyusunan aparatur negara yang baik
dan benar. Penyusunan aparatur negara menuju kepada administrasi yang
sempurna sangat bergantung kepada kualitas pegawai negeri dan mutu kerapian
organisasi aparatur itu sendiri.
Dapat di ketahui bahwa kedudukan Pegawai Negeri Sipil adalah sangat
penting dan menentukan. Berhasil tidaknya misi dari pemerintah tergantung
dari aparatur negara karena pegawai negeri merupakan aparatur negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan dalam mewujudkan cita-cita pembangunann
nasional.
6
Tujuan pembangunan nasional sebagaimana telah termaktub didalam
Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 ialah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Tujuan pembangunan tersebut dapat di capai dengan melalui
pembangunan nasional yang direncanakan dengan terarah dan realitas serta
dilaksanakan secara bertahap, bersungguh – sungguh.
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu
masyarakat yang adil dan makmur, merata dan berkesinambungan antara
materiil dan spirituil yang berdasarkan pada Pancasila di dalam wadah negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan nasional terutama tergantung pada kesempurnaan pegawai negeri
. Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional tersebut di atas diperlukan
adanya pegawai negeri yang penuh kesetiaan dan ketaatan pada Pancasila dan
Undang – Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah bersatu padu, bermental
baik, berwibawa, berdaya guna dan berhasil guna, berkualitas tinggi,
mempunyai kesadaran tinggi akan akan tanggung jawabnya sebagai aparatur
negara, abdi negara, serta abdi masyarakat. Untuk mewujudkan pegawai negeri
sebagaimana tersebut di atas maka perlu adanya pembinaan dengan sebaik –
baiknya atas dasar system karier dan system prestasi kerja.
7
Sistem karir adalah suatu sistem kepegawaian di mana suatu
pengangkatan pertama di dasrkan atas kecakapan yang bersangkutan,
sedangkan di dalam pengembangannya selanjutnya yang dapat menjadi
pertimbangan adalah masa kerja, kesetiaan , pengabdian serta syarat – syarat
objektif lainnya.
Adapun sistem prestasi kerja adalah sistem kepegawaian, dimana
pengangkatan seseorang untuk menduduki suatu jabatan atau untuk kenaikan
pangkat di dasrkan atas kecakapan dan prestasi kerja yang di capai oleh
pegawai. Kecakapan tersebut harus dibuktikan dengan lulus dalam ujian dinas
dan prestasidi buktikan secara nyata dan sistem prestasi kerja ini tidak
memberikan penghargaan terhadap masa kerja.
Pegawai negeri bukan saja unsur Aparat Negara tetapi juga merupakan
Abdi Negara dan Abdi Masyarakat yang selalu hidup ditengah masyarakat dan
bekerja untuk kepentingan masyarakat.Oleh karena itu dalam pelaksanaan
pembinaan pegawai negeri bukan saja di lihat dan diperlakukan sebagai
Aparatur Negara, tetapi juga di lihat dan diperlakukan sebagai warga negara.
Hal ini mengandung pengertian, bahwa dalam melaksanakan pembinaan
hendaknya sejauh mungkin diusahakan adanya keserasian antara kepentingan
dinas dan kepentingan pegawai negeri sebagai perorangan, dengan ketentuan
bahwa apabila ada perbedaan antara kepentingan dinas dan kepentingan
pegawai negeri sebagai perorangan , maka kepentingan dinaslah yang harus di
utamakan.
8
Pengertian negara yang bersih, kuat dan berwibawa yaitu aparatur yang
seluruh tindakannya dapat di petanggung jawabkan, baik di lihat dari segi moral
dan nilai – nilai luhur bangsa maupun dari segi peraturan perundang – undangan
serta tidak mengutamakan orientasi kekuasaan yang ada dalam dirinya untuk
melayani kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan nasional.
Tetapi kadang kenyataannnya, berdasarkan pada observasi mengenai
pembangunan menunjukan bahwa hambatan pelaksanaan pembangunan
terkadang justru muncul dari kalangan Aparatur Negara sendiri. Hal ini
sebagaimana di ungkapkan oleh The Liang Gie adaalah sebagai berikut :
“Dalam praktek, Pegawai Negeri Indonesia pada umumnya masih banyak kekurangan yaitu
kurang mematuhi peraturan kedisiplinan pegawai, sehingga dapat menghambat kelancaran
pemerintahan dan pembangunan nasional, antara lain adalah masih adanya jiwa kepegawaian
dengan berfikir mengikuti kebiasaan bagian, bukan terletak pada kesatuan yang harmonis
melainkan kesatuan pada bagian – bagian tersendiri, mempunyai bentuk dan corak yang
berbeda serta kurang menghargai ketepatan waktu “.
Jiwa kepegawaian yang mempunyai sifat seperti tersebut di atas akan
berakibat negatif terhadap prestasi kerja pegawai negeri yang bersangkutan
karena tidak adanya pengembangan pola pikir kerja sama dan pemakaian
kelengkapan peralatan dalam mendukung kelancaran tugas.
Berdasarkan pada hal tersebut, Pegawai Negeri Indonesia dipandang
masih banyak kekurangan yaitu kurang adanya menghargai waktu,
mengefisienkan tenaga dan kedisiplinan kerja.
9
Kaitannya dengan pembinaan pegawai sebagai mana telah ditegaskan
didalam Garis Garis Besar Haluan Negara 1998 didalam bab VI mengenai
Pembangunan Lima Tahun KeTujuh terutama dalam bidang aparatur negara
yaitu pada angka (9) huruf c, disebutkan antara lain pembangunan aparatur
pemerintahan diarahkan pada peningkatan kualitas, efisien, dan efektif dalam
seluruh jajaran administrasi pemerintahan.
Sedangkan pembinaan Pegawai Negeri Sipil diatur dalam pasal 12
ayat (2) UU No. 43 tahun 1999 sebagai berikut : “Agar Pegawai Negeri Sipil
dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna, maka
perlu diatur pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh yaitu suatu
pengaturan pembinaan yang berlaku baik Pegawai Negeri Sipil pusat maupun
Pegawai Negeri Sipil yang ada ditingkat daerah. Dengan demikian peraturan
perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil pusat dengan
sendirinya berlaku pula pada Pegawai Negeri yang ada ditingkat daerah,
kecuali ditentukan lain oleh Undang Undang. Selain dari pada itu perlu
dilaksanakan usaha penertiban dan pembinaan Aparatur Negara yang meliputi
baik struktur, prosedur kerja, kepegawaian maupun sarana dan fasilitas kerja,
sehingga keseluruhan Aparatur Negara baik ditingkat pusat maupun di tingkat
daerah benar benar merupakan Aparatur yang ampuh, berwibawa, kuat,
berdayaguna, penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang
Undang 1945, Negara dan Pemerintah”
Terkait dengan pembinaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah
diamanatkan dalam Undang Undang No.43 tahun 1999 tersebut, maka salah
10
satu faktor yang dipandang sangat penting dan prinsipil dalam mewujudkan
Aparatur Negara yang bersih dan berwibawa adalah masalah kedisiplinan
para Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas pemerintahan sebagai
abdi negara dan abdi masyarakat.
Dalam meningkatkan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil tersebut,
sebenarnya pemerintah telah memberikan suatu kebijaksanaan dengan di
keluarkannya Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1999 yaitu tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparat pemerintah dan abdi masyarakat
diharapkan selalu siap sedia menjalankan tugas yang telah menjadi tanggung
jawabnya dengan baik, akan tetapi sering terjadi di dalam suatu instansi
pemerintah pegawainya melakukan pelanggaran disiplin seperti datang
terlambat, pulang sebelum waktunya, bekerja sambil ngobrol dan
penyimpangan – penyimpangan lainnya yang menimbulkan kurang efektifnya
pegawai yang bersangkutan.
Dengan adanya pelanggaran disiplin sebagaimana tersebut di atas,
yang kesemuanya menunjukkan adanya pelanggaran terhadap disiplin kerja
pegawai yang menimbulkan suatu pertanyaan yaitu apakah pelanggaran
pelanggaran tersebut sudah sedemikian membudaya sehingga sulit untuk di
adakan pembinaaan atau penertiban sebagaimana telah di atur dalam UU No.
43 Tahun 1999.
11
Kaitannya dengan kedisiplinan , Kejaksaan Negeri sebagai lembaga
penegak hukum, maka kedisiplinan pegawai sangat penting untuk
menciptakan pemerintah yang bersih dan berwibawa.
Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas , maka untuk mewujudkan
aparatur Pemerintahan yang bersih dan berwibawa, kedisiplinan Pegawai
Negeri Sipil merupakan salah satu factor yang sangat menentukan, Pegawai
Negeri Sipil sebagai Aparat Pemerintah, abdi negara dan abdi masyarakat
harus bisa menjadi suri tauladan terhadap masyarakat secara keseluruhan,
sehingga masyarakat dapat percaya terhadap peran Pegawai Negeri Sipil.
Pemerintahan yang baik akan dicapai apabila, Pemerintah dalam
melakukan tugasnya berdasarkan pada asas legalitas, serta dalam membuat
suatu ketetapan (suatu Undang-Undang) tidak bertentangan dengan Undang-
Undang yang ada di atasnya (hierarkis per-Undang-Undangan).
Suprianto menjelaskan bahwa, Pemerintahan yang bersih dan baik,
birokrasi yang bersih dan baik, haruslah dibangun secara sistematis dan terus
menerus. Pola pikir yang dikotomis, yang menghadapkan upaya membangun
pribadi yang baik dengan upaya membangun sistem yang baik, ibarat memilih
telur atau ayam yang harus didahulukan. Pola pikir yang demikian ini
tidaklah tepat, karena memang tidak bisa memisahkan antara kedua sisi ini.
Individu yang baik tidak mungkin muncul dari sebuah sistem yang buruk,
demikian pula sistem yang baik, tidak akan berarti bila dijalankan oleh
orang-orang yang korup. Pembinaan terhadap masyarakat secara terus
menerus harus dilakukan agar masyarakat menjadi individu yang baik, yang
12
menyadari bahwa pemerintahan yang baik hanya dapat dibangun oleh orang
yang baik dan sistem yang baik. Masyarakat juga terus menerus disadarkan,
bahwa hanya sistem terbaiklah, yang bisa memberi harapan bagi mereka,
menjamin keadilan, melayani dengan keikhlasan dan melindungi rakyat.
Rakyat juga harus disadarkan, bahwa para pemimpin haruslah orang yang
baik, jujur, amanah, cerdas, profesional serta pembela kebenaran dan
keadilan. Masyarakat juga perlu didasarkan bahwa sistem yang baik dan
pemimpin yang baik tidak bisa dibiarkan menjalankan pemerintahan sendiri,
mereka harus terus dijaga, dinasehati, diingatkan dengan cara yang baik.
Bagir Manan menjelaskan bahwa pemerintahan yang baik berkaitan
dengan tata penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Penyelenggaraan
pemerintahan yang baik bertalian dengan pelaksanaan fungsi Administrasi
Negara. Berbagai ungkapan teoritik sering dilekatkan pada bentuk dan isi
penyelenggaraan pemerintahan yang baik seperti, responsible, accountable,
controlabel, transparency, limitable dan lain sebagainya. Bagi rakyat,
penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang
memberikan berbagai kemudahan, kepastian dan bersih dalam menyediakan
pelayanan dan perlindungan dari berbagai tindakan sewenang-wenang baik
atas diri, hak maupun harta bendanya. Faizal Tamim menjelaskan bahwa
perlu dikembangkannya budaya kerja aparatur negara demi terwujudnya
kesejahteraan dan pelayanan masyarakat secara baik dan benar. Sebagaimana
yang dicanangkan oleh menteri Pendayagunaan Aparatur negara bahwa,
peningkatan efisiensi, disiplin, penghematan dan kesederhanaan hidup, yang
semuanya diarahkan pada perwujudan pemerintahan yang baik dan bersih.
13
Untuk mencapai tujuan tersebut harus diikuti dengan langkah-langkah praktis
dan rasional yang memungkinkan sistem pemerintahan dapat berjalan secara
efektif dan efisien diantaranya adalah:
1. Penataan peran dan kelembagaan pemerintah dengan sasaran
terwujudnya organisasi pemerintahan yang ramping, efektif, dan efisien yang
dapat mendukung peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam
pembangunan yang berdaya saing tinggi, baik ditingkat Nasional maupun
ditingkat Global.
2. Pengaturan tata laksana Pemerintahan dengan sasaran terbentuknya
mekanisme, prosedur, hubungan, metode dan tata kerja aparatur Negara yang
tertib dan efektif.
3. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dengan sasaran
hadirnya PNS yang proporsional, netral, dan dapat mempertanggungjawabkan
keputusan serta tindakannya.
4. Pemberantasan KKN dengan sasaran tampilnya aparatur Negara
yang bebas KKN dan kinerja instansi Pemerintah yang accountable.
5. Peningkatan kualitas pelayanan publik dengan sasaran
terwujudnya pelayanan puiblik yang sederhana, transparan, tepat, terjangkau,
lengkap, wajar, serta adil.
Pemerintahan yang baik dan bersih mempunyai delapan unsur yang
salah satunya adalah adanya peran serta masyarakat dalam laju pemerintahan.
Peran serta masyarakat dimulai dari proses mengenali masalah, merencanakan
kegiatan, melaksanakan kegiatan.
14
Terminologi peran serta atau partisipasi memperoleh wujud elaborasi
dalam bentuk kongkret pada tahun 1970-an ketika beberapa lembaga
internasional mempromosikannya sebagai sebuah metode perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan. Sejak saat itu terminologi peran serta atau
partisipasi meluas, dan memiliki banyak tafsir. Gaventa dan Valderama,
mencatat ada tiga tradisi konsep partisipasi yaitu partisipasi politik, partisipasi
sosial, dan partisipasi warga . Konsep partisipasi politik digunakan untuk
menunjuk pelibatan dan interaksi perseorangan atau organisasi, biasanya
partai politik, dengan negara. Partisipasi politik lebih dimaknai sebagai
tindakan individu atau kelompok terorganisir untuk melakukan pemungutan
suara, kampanye, protes, untuk mempengaruhi wakil-wakil pemerintah.
Berbeda dengan partisipasi politik yang lebih berorientasi kepada
mempengaruhi dan mendudukan wakil-wakil rakyat dalam lembaga-lembaga
perwakilan, partisipasi sosial lebih tertuju kepada keterlibatan individu atau
lembaga dalam perencanaan dan implementasi pembangunan. Stiefel dan
Wolfe mengartikan “partisipasi sosial” sebagai “upaya terorganisasi untuk
meningkatkan pengawasan terhadap sumber daya dan lembaga pengatur
dalam keadaan social tertentu oleh kelompok dan gerakan yang sampai
sekarang dikesampingkan dalam fungsi pengawasan” . Partisipasi jenis ini
berada di luar Negara atau lembaga-lembaga formal Pemerintahan. Partisipasi
politik yang lebih menekankan representasi dan partisipasi sosial yang
menempatkan partisipasi di luar lembaga kepemerintahan, partisipasi warga
menekankan pada partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan
di lembaga dan proses kepemerintahanan. Gaventa dan Valderama
15
menegaskan partisipasi warga sebagai satu bentuk pengalihan konsep
partisipasi “….dari sekedar kepedulian terhadap ‘penerima derma’ atau kaum
tersisih’ menuju ke suatu kepedulian dengan perbagai bentuk keikutsertaan
warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan .
Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa
Konsep pemerintahan yang bersih dan berwibawa identik dengan konsep Good
Governance (pemerintahan yang baik). Terdapat beberapa penafsiran mengenai
pengertian Good Governance, antara lain:
1. Definisi dari UNESCAP (United Nations Economic and Social
Comission for Asia and the Pacific/ Komisi Perserikatan Bangsa Bangsa
untuk Sosial dan Ekonomi Asia Pasifik):
“Good governance is an indeterminate term used in development
literature to describe how public institutions conduct public affairs and
manage public resources in order to guarantee the realization of human
rights. Governance describes “the process of decision-making and the
process by which decisions are implemented (or not implemented)”. The
term governance can apply to corporate, international, national, local
governance or to the interactions between other sectors of society”[15].
Terjemahan bebas:
16
“Good governance adalah suatu pengertian yang tidak ditentukan,
(pengertian tersebut) digunakan dalam pengembangan kepustakaan untuk
menggambarkan bagaimana institusi- institusi publik melaksanakan
urusan- urusan kemasyarakatan dan mengelola sumber daya (milik)
umum dalam rangka menjamin realisasi hak- hak asasi. Pemerintahan
menggambarkan proses pembuatan keputusan dan proses pelaksanaannya
(atau proses tidak dilaksanakannya). Istilah pemerintahan dapat dipakai
untuk menunjuk kepada korporat, internasional, nasional, pemerintahan
daerah atau pada hubungan- hubungan antar sektor- sektor lain dalam
masyarakat”.
2. Definisi dari World Bank (Bank Dunia):
Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan
prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi
dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun
administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and
political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha[16].
3. Pendapat dari Mushtaq Husain Khan:
“The concept of “good governance” often emerges as a model to
compare ineffective economies or political bodies with viable economies
and political bodies. Because the most “successful” governments in the
contemporary world are liberal democratic states concentrated in
17
Europe and the Americas, those countries’ institutions often set the
standards by which to compare other states’ institutions”.[17]
Terjemahan bebas:
Konsep good governance seringkali dijadikan sebagai model untuk
membandingkan badan- badan ekonomi atau politik yang tidak efektif
dengan badan- badan ekonomi atau politik yang tampaknya menjanjikan.
Karena pemerintahan- pemerintahan yang paling “sukses” di dunia
dewasa ini adalah negara- negara demokratis liberal yang terpusat di
Eropa dan Amerika, maka institusi- institusi di negara- negara tersebut
seringkali dijadikan standar untuk membandingkan institusi- institusi di
negara- negara lain.
4. Definisi yang umum di masyarakat:
Good Governance pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan
pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan sebagai
mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar
Good Governance.
Menurut UNESCAP, Konsep Good Governance (pemerintahan yang bersih
dan berwibawa) mempunyai 8 ciri- ciri umum, antara lain[18]:
1. Partisipasi (Participation):
“Participation by both men and women is a key cornerstone of good
governance. Participation could be either direct or through legitimate
18
intermediate institutions or representatives. It is important to point out
that representative democracy does not necessarily mean that the
concerns of the most vulnerable in society would be taken into
consideration in decision making. Participation needs to be informed and
organized. This means freedom of association and expression on the one
hand and an organized civil society on the other hand”.
Terjemahan bebas:
“Partisipasi oleh pria dan wanita adalah pedoman kunci good
governance. Partisipasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui
perwakilan- perwakilan atau institusi- institusi perantara yang sah.
Penting untuk ditunjukkan bahwa dalam demokrasi perwakilan tidak
selalu berarti kekuatiran pihak- pihak yang paling lemah dalam
masyarakat akan selalu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan.
Partisipasi perlu untuk disebar luaskan pada masyarakat dan diorganisasi.
Ini berarti kebebasan berserikat dan menyatakan pendapat pada satu sisi
dan masyarakat sipil pada sisi yang lain”.
2. Tegaknya hukum (Rule of law):
“Good governance requires fair legal frameworks that are enforced
impartially. It also requires full protection of human rights, particularly
those of minorities. Impartial enforcement of laws requires an
independent judiciary and an impartial and incorruptible police force”.
Terjemahan bebas:
19
Good governance memerlukan kerangka kerja hukum yang adil yang
penegakan hukumnya dilaksanakan secara menyeluruh dan tidak
sepotong- sepotong. Hal tersebut juga memerlukan perlindungan penuh
terhadap hak- hak asasi manusia, lebih khusus lagi kepada kaum
minoritas. Penegakan hukum yang menyeluruh memerlukan peradilan
yang bebas dan kepolisian yang bebas dari korupsi.
3. Transparansi (Transparency):
“Transparency means that decisions taken and their enforcement are
done in a manner that follows rules and regulations. It also means that
information is freely available and directly accessible to those who will
be affected by such decisions and their enforcement. It also means that
enough information is provided and that it is provided in easily
understandable forms and media”.
“Transparansi berarti bahwa keputusan- keputusan yang diambil dan
pelaksanaannya dilakukan dalam tata cara yang sesuai dengan peraturan-
peraturan dan regulasi- regulasi. Hal tersebut juga berarti bahwa
informasi tersedia secara bebas dan dapat diakses secara langsung oleh
pihak- pihak yang akan dipengaruhi oleh keputusan- keputusan dan
pelaksanaan0nya. Hal tersebut juga berarti bahwa informasi yang cukup
tersedia dan disediakan dalam bentuk dan media yang mudah untuk
dipahami”.
4. Sikap tanggap (Responsiveness):
20
“Good governance requires that institutions and processes try to serve
all stakeholders within reasonable timeframe”.
Terjemahan bebas:
Good governance memerlukan institusi- institusi dan proses- proses yang
melayani semua pihak yang berkepentingan dalam kurun waktu yang
masuk akal atau pantas.
5. Orientasi pada kesepakatan (Consensus oriented):
“There are several actors and as many view points in a given society.
Good governance requires mediation of the different interests in society
to reach a broad consensus in society on what is in the best interest of the
whole community and how this can be achieved. It also requires a broad
and long-term perspective on what is needed for sustainable human
development and how to achieve the goals of such development. This can
only result from an understanding of the historical, cultural and social
contexts of a given society or community”.
Terjemahan bebas:
“Terdapat beberapa pelaku dan sudut pandang dalam masyarakat. Good
governance memerlukan mediasi kepentingan- kepentingan dalam
masyarakat untuk mencapai kesepakatan yang luas tentang apa yang
menjadi kepentingan paling utama seluruh anggota masyarakat dan
bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Hal tersebut juga memerlukan
21
suatu perspektif jangka panjang yang luas tentang apa yang diperlukan
dalam pembangunan manusia yang berkelanjutan dan bagaimana
mencapai tujuan- tujuan pembangunan tersebut. Kesepakatan tersebut
hanya dapat dihasilkan dari pengertian dalam konteks historis, budaya
dan sosial masyarakat atau komunitas”.
6. Kesetaraan dan Inklusifitas (Equity and inclusiveness):
“A society’s well being depends on ensuring that all its members feel that
they have a stake in it and do not feel excluded from the mainstream of
society. This requires all groups, but particularly the most vulnerable,
have opportunities to improve or maintain their well being”.
Terjemahan bebas:
“Suatu kestabilan masyarakat tergantung pada kemampuannya
memastikan semua anggotanya merasa bahwa mereka mempunyai
peranan didalamnya dan tidak merasa disisihkan dari arus utama
kehidupan masyarakat. Hal tersebut mengharuskan semua anggota
kelompok terutama golongan yang paling lemah mempunyai
kesempatan- kesempatan untuk meningkatkan atau memelihara
kestabilan”.
7. Efektifitas dan efisiensi (Effectiveness and efficiency):
“Good governance means that processes and institutions produce results
that meet the needs of society while making the best use of resources at
22
their disposal. The concept of efficiency in the context of good
governance also covers the sustainable use of natural resources and the
protection of the environment”.
Terjemahan bebas:
“Good governance berarti bahwa proses- proses dan institusi- institusi
menghasilkan hal yang memenuhi kebutuhan- kebutuhan masyarakat
ketika menggunakan sumber daya yang dimilikinya secara tepat guna.
Konsep efisiensi dalam konteks good governance juga mencakup
penggunaan sumber- sumber daya alam secara bijaksana dan
perlindungan lingkungan”.
8. Akuntabilitas (Accountability):
“Accountability is a key requirement of good governance. Not only
governmental institutions but also the private sector and civil society
organizations must be accountable to the public and to their institutional
stakeholders. Who is accountable to whom varies depending on whether
decisions or actions taken are internal or external to an organization or
institution. In general an organization or an institution is accountable to
those who will be affected by its decisions or actions. Accountability
cannot be enforced without transparency and the rule of law”.
Terjemahan bebas:
23
“Akuntabilitas adalah kebutuhan kunci untuk (mewujudkan) good
governance. Tidak hanya institusi- institusi pemerintah tetapi juga
organisasi- organisasi sektor swasta dan masyarakat sipil harus akuntabel
terhadap masyarakat dan para pemegang kepentingan dalam institusi
mereka. ‘Siapa yang akuntabel terhadap siapa’, bervariasi tergantung
pada apakah keputusan- keputusan atau tindakan- tindakan yang diambil
termasuk internal atau eksternal pada suatu organisasi atau institusi.
Secara umum suatu organisasi atau institusi (seharusnya) akuntabel pada
siapa yang akan dipengaruhi oleh keputusan- keputusan atau tindakan-
tindakannya. Akuntabilitas tidak dapat diterapkan tanpa transparansi dan
tegaknya hukum”.
D. Fungsi Hukum Tata Pemerintahan dalam Mewujudkan Good Governance
(Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa)
Dalam mewujudkan good governance (pemerintahan yang bersih dan
berwibawa) terdapat beberapa hambatan utama dalam kaitannya dengan
penegakan hukum, antara lain:
1. Anggapan mengenai korupsi yang dianggap sebagai budaya
sehingga sulit untuk dirubah.
2. Masih kurangnya keikutsertaan masyarakat dalam upaya
mewujudkan good governance sehingga hanya menjadi slogan dan hanya
menjadi wacana belaka.
24
Dalam rangka mewujudkan good governance (pemerintahan yang bersih
dan berwibawa), hukum tata pemerintahan memegang peranan atau fungsi
yang sangat penting, antara lain:
1. Sebagai alat/ sarana untuk memberikan dasar yuridis dan panduan
dalam upaya menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan
dalam bentuk praktek-praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Dalam praktik operasionalnya, dapat dilakukan dengan cara:
a. Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good
governance) pada semua tingkat dan lini pemerintahan dan semua
kegiatan;
b. Pemberian sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku KKN sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
c. Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui
koordinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal dan pengawasan
masyarakat;
d. Peningkatan budaya kerja aparatur yang bermoral, profesional,
produktif, dan bertanggung jawab;
e. Percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan dan
pemeriksaan;
f. Peningkatan pemberdayaan penyelenggaraan antar dunia usaha dan
masyarakat dalam pemberantasan KKN.
25
2. Sebagai alat/ sarana untuk memberikan dasar yuridis dan panduan
dalam upaya meningkatkan peran serta masyarakat dalam mewujudkan
good governance, terutama dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
korupsi. Peran serta masyarakat akan sangat membantu aparat penegak
hukum dalam memantau kinerja dan perilaku aparat pemerintahan. Dengan
adanya suatu sistem penghargaan bagi peran serta masyarakat yang diatur
dalam suatu produk hukum yang mempunyai legitimasi/ terpercaya maka
diharapkan peran serta masyarakat akan meningkat.
26