27
MODUL ORGAN – TROPIK INFEKSI SEORANG WANITA 52 TAHUN SUKU MADURA DENGAN MUKA MERAH KEKERINGAN, SEMBAB, SELAMA 2 BULAN. KELOMPOK 14 030.07.282 YUSMIATI TOMALINA 030.09.28 WINDA INDRIATI 030.09.272 YANI NUR INDRASARI 030.09.274 YENNI SUSANTY 030.09.27 YOLLA E!A MEISSA 030.09.278 YUDHA GAUTAMA PUTRA 030.09.280 YULIUS NUGROHO 030.09.282 YUTI PURNAMASARI 030.09.284 "ADDAM WAHID #AKULTAS KEDOKTERAN UNI!ERSITAS TRISAKTI $%&%'(%, 20 $)*+ 2011

Makalah Lepra

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Lepra

Citation preview

MODUL ORGAN TROPIK INFEKSI

SEORANG WANITA 52 TAHUN SUKU MADURA DENGAN MUKA MERAH KEKERINGAN, SEMBAB, SELAMA 2 BULAN.KELOMPOK 14

030.07.282

YUSMIATI TOMALINA

030.09.268

WINDA INDRIATI

030.09.272

YANI NUR INDRASARI

030.09.274

YENNI SUSANTY 030.09.276

YOLLA EVA MEISSA

030.09.278

YUDHA GAUTAMA PUTRA

030.09.280

YULIUS NUGROHO

030.09.282

YUTI PURNAMASARI

030.09.284

ZADDAM WAHID

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Jakarta, 20 Juli 2011

BAB I

PENDAHULUANKusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kuman basil, Mycobacterium leprae. Penyakit ini terutama mempengaruhi kulit, saraf perifer, mukosa saluran pernapasan bagian atas dan juga mata, selain dari beberapa struktur lain.

Diagnosis dan pengobatan kusta saat ini adalah mudah dan sebagian besar negara endemik berusaha untuk sepenuhnya mengintegrasikan layanan kusta menjadi ada pelayanan kesehatan umum. Hal ini terutama penting bagi mereka yang mendapatkan sedikit pelayanan kesehatan dan komunitas yang berada dibawah garis kemiskinan serta paling berisiko terhadap penyakit kusta.

Menurut laporan resmi yang diterima dari 121 negara dan wilayah, prevalensi terdaftar kusta global pada awal tahun 2009 menunjukkan 213.036 kasus, sementara jumlah kasus baru terdeteksi selama 2008 adalah 249.007. Jumlah kasus baru yang terdeteksi secara global telah menurun 9.126 (penurunan 4%) selama tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2007.

Daerah dengan endemisitas tinggi ada di beberapa daerah Angola, Brasil, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, India, Madagaskar, Mozambik, Nepal, dan Republik Tanzania. Negara-negara ini tetap sangat bertekad untuk menghilangkan penyakit ini, dan terus mengintensifkan kegiatan pengendalian kusta mereka.(1)BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang wanita 52 tahun suku Madura , dengan 2 orang anak yang sudah dewasa datang berobat ke poli umum berobat ke poli umum RS USAKTI tempat co-ass jaga. OS mengeluh mukanya merah, kering, sembab sudah berlangsung selama 2 bulan ini. Selama ini os bekerja di kampong sebagai petani tembakau.

Status generalis; K.U baik, TD 120/70, N 76x/menit, suhu 380C.

Cor tak, pulmo tak, H/L ttb.

Extremitas lihat status lokalis.

Status lokalis : (lihat gambar)

Regio fascialis: tampak infiltrate difuse di muka, terdapat madarosis, hidung pelana, garis-garis natural wajah lebih tampak.

Region auricularis: cuping telinga tampak menebal.

Extremitas:

Atas kiri kanan: tampak kering, bersisik, atropi (+).

Bawah kiri kanan: kering, bersisik, ada ulkus kronis di telapak kaki 3 x 2 x 1 cm

Pemeriksaan an esthesi, terdapat pada kedua tangan dan kaki, muka dan telinga. Pembesaran saraf teraba di N. Auricularis Magnus, N. Ulnaris kiri kanan. N. poplitea lateralis tidak teraba membesar.Hasil pemeriksaan bakteriologis ternyata sbb: IB 5(+) dan IM 89%. Hb 11 gr%.Setelah OS berobat selama 2 bulan, OS mengalami kesakitan yang luar biasa dibadan, demam, timbul nodule-nodule eritema di punggung dan kaki, lengan, diraba sakit sekali, sampai-sampai OS untuk berjalan perlu dipapah.BAB III

PEMBAHASAN DAN ANALISIS KASUS

I. STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama

: -Usia

: 52 tahunJenis kelamin

: perempuanAlamat

: - Pekerjaan

: petani tembakauStatus pernikahan

: menikah. Mempunyai 2 orang anak

Suku

: MaduraB. Anamnesis

Keluhan Utama: wajah merah, kering sembab yang berlangsung selama 2 bulanKeluhan Tambahan: -Riwayat Penyakit Sekarang

Anamnesis tambahan : Apakah disertai dengan demam, malaise, atau keluhan lain? Apakah terdapat gangguan sensoris seperti rasa baal? Apakah ada rasa panas atau gatal pada kulit yang kemerahan? Apakah disertai nyeri? Sembab yang timbul apakah tiba-tiba atau perlahan-lahan?Riwayat Penyakit Dahulu

Anamnesis tambahan

Sebelumnya apakah pernah mengalami keluhan yang serupa?Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa?

Riwayat penggunaan obat-obatan

Artemisin tunggal ( artemisin tidak bekerja pada stadium hepatik sehingga trofozoit yang dorman/ tidur dalam sel hati tidak mati, menyebabkan terjadinya rekurensi.C. Masalah dan hipotesis

MASALAHHIPOTESIS

Wajah merah, kering dan sembab sejak 2 bulan yang lalu

1. Lepra (Kusta)

Karena pada pasien didapatkan keluhan berupa wajah yang sembab dan kemerahan. Lepra biasanya disertai dengan gangguan saraf sensorik dan motorik.

2. Schistosomiasis

Gejala pada schistosomiasis menyerupai reaksi alergi dimana didapatkan kemerahan serta udem. Selain itu, schistosomiasis juga disertai dengan demam dan kemerahan yang terjadi dapat disertai dengan rasa panas dan gatal.

3. Mycetoma

Mycetoma merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Madurella mycetomatis, dimana didapatkan pembengkakan menyerupai kayu (keras) yang terdapat di subkutan atau nodul yang tidak nyeri. Tempat predileksi penyakit ini adalah permukaan yang rentan terhadap trauma seperti kaki dan tangan walaupun ada beberapa jenis spesies yang dapat menyebabkan kelainan di daerah kepala, wajah, dan leher. Selain itu tampak deformitas dari tempat yang terinfeksi oleh jamur tersebut.

II. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis 1. Tanda vitala. Nadi

: 76x/menitb. Denyut Jantung

: -c. Pernapasan

: -d. Suhu

: 380Ce. Tekanan darah

: 120/70 mmHgf. TB/BB

: -2. Status mental

a. Kesadaran

: compos mentis

b. Kesan sakit

: -

c. Penampilan pasien : -3. Kepala dan wajah Kepala

: tampak infiltrate difuse di muka, madarosis, garis natural pada wajah lebih tampak.

Interpretasi:

Tidak adanya respon imunitas seluler secara total menyebabkan infiltrasi difus pada kulit, saraf, dan mukosa saluran pernafasan atas oleh sel-sel busa besar dan banyak basil yang terlihat ( multi basiler ), hal ini khas pada lepra lepromatosa(2). Sel busa besar merupakan sel lepra yang bentuknya menyerupai busa (3) .

Madarosis adalah hilangnya alis dan bulu mata(4). Madarosis, kulit kering, dan garis natural wajah yang lebih tampak sering terdapat pada penyakit lepra (kusta)(5).1. N. Cranialis: -

2. Mata

: -

3. Telinga

: cuping telinga tampak membesar

4. Hidung

: hidung pelana

Interpretasi:

Cuping telinga yang tampak membesar dikarenakan adanya proses infiltrasi kuman ke kulir dan tumbuh melebihi kulit normal.5. Mulut

: -

6. Pharynx

: -

7. Tonsil

: -

4. Thorax

a. Jantung

: Normalb. Pulmo

: Normal5. Abdomen

a. Abdomen: Normal6. Urogenital (-)7. Ekstremitas

1. Atas kiri-kanan: tampak kering, bersisik, atropi (+)2. Bawah kiri-kanan: kering, bersisik, ada ulkus kronis 3 x 2 x 1 cm

III. PEMERIKSAAN AN ESTHESI

Pembesaran saraf teraba di N. Auricularis Magnus, N. Ulnaris kiri kanan.Pembesaran nervus biasanya khas pada penyakit lepra. N. Auricularis magnus dan N. Ulnaris termasuk nervus yang sering mengalami pembesaran(6).IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan Bakterioskopik

IB: 5+interpretasi:Menunjukkan ditemukannya bakteri antara 101 1000 BTA dalam 1 LP.

interpretasi:IM: 89%

Menunjukkan bahwa daya tularnya tinggi.

interpretasi:Gambaran mikroskopik bakteri tahan asam (BTA)

Tampak gambaran BTA positif dengan pewarnaan Ziel Nielsen berupa gambaran globi.

(membantu menegakan diagnosis lepra lepromatosa, karena BTA positif hanya terdapat pada lepra jenis lepromatosa (multibasilar). BTA pada jenis tuberkoloid hampir selalu negatif.

Cara pemeriksaan bakteriologis

Pengambilan bahan dengan menggunakan skalpel steril. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung.

1. Lesi didesinfeksi kemudian dijepit dengan jari sehingga jaringan menjadi iskemik.

2. Irisan yang dibuat harus sampai dermis agar mencapai jaringan yang diharapkan banyak mengandng sel Virchow (sel lepra) yang mengandung kuman M.lepra.3. Kerokan dioleskan di gelas alas, difiksasi di atas api.

4. Diwarnai dengan pewarnaan Ziel Nielsen(7).

2. Darah

Hasil PasienNormalKeterangan

Hb11 g/dl12-15 g/dlMenurunAnemia.

V. PEMERIKSAAN ANJURAN Pemeriksaan Fisik:Uji Sensoris (sensoris suhu, rasa) , sensasi sikap(8) .

Pemeriksaan Histopatologik:a) Gambaran Histopatologik tipe Tuberkuloid tuberkel dari kerusakan saraf yang lebih nyata tidak ada basil atau hanya sedikit dan non-solid.b) Gambaran Histopatologik tipe Lepramatosa terdapat kelim sunyi, sub epidermal (sub epidermal clear zone) yaitu suatu daerah langsung dibawah epidermis yang jaringannya tidak patologik(9).VI. DIAGNOSIS KERJA

Lepra tipe LepramatosaVII. PENATALAKSANAAN Medikamentosa :

Multi Drugs Therapy (MDT)

MDT untuk multibasilar (BB,BL,LL atau semua tipe dengan BTA positif)

Rifampisin 600 mg setiap bulan, dalam pengawasan

DDS 100 mg setiap hari

Klofazimin 300 mg setiap bulan, dalam pengawasan, diteruskan 50 mg sehari atau 100 mg selama sehari atau 3 kali 100 mg setiap minggu.

Mula mula kombinasi obat ini diberikan dengan syarat bakterioskopis harus negatif. Apabila bakterioskopis harus negatif. Apabila masih positif, pengobatan harus dilanjutkan sampai bakterioskopik negatif.

Selama pengobatan silakukan pemeriksaan secara klinis setiap bulan dan secara bakterioskopik minimal setiap 3 bulan.

Dapson

(4,4-diaminodifensulfon, DDS< difenilsulfon), suatu antagonis folat, merupakan terapi utama, dosis hariannya adalah 50 hingga 100 mg pada orang dewasa. Dapson sangat murah, aman pada kehamilan, dan memiliki waktu paruh serum yang panjang.

Monoterapi dapson selama bertahun tahun amenyebabkan munculnya strain M.Leprae yang resisten terhadap dapson. Untuk mengatasi masalah ini, WHO pada tahun 1982 menganjurkan penggunaan multi drugs theraphy.untuk semua pasien lepra.

Rifampisin

Merupakan obat mikobakteriasidal paling cepat untuk M.Leprae. Dosis yang lazim adalah 600 mg/ hari, harga rifampisin yang tinggi menjadi hambatan penggunaannya di negara berkembang dan menjadikan regimen penggunaannya menjadi dosis 600 mg atau 900 mg sekali sebulan.

Klofazimin

Merupakan senyawa turunan zat warna fenazin. Klofazimin sangat lipofilik dan berkumpul di kulit, saluran makanan, dan makrofag serta monosit. Klofazimin biasanya diberikan dengan dosis 50 200 mg/ hari dan memiliki waktu paruh lebih dari 70 hari. Toksisitas utamanya terbatas pada kulit dan saluran makanan. Pigmentasi kulit yang kemerahan, yang disertai dengan iktiosis, sangat mengganggu pasien yang berkulit terang. Klofazimin tidak aman digunakan semasa kehamilan(10)(11).

Non Medikamentosa :

Edukasi

VIII. KOMPLIKASI

Komplikasi yang bisa terjadi pada penyakit lepra

2. Ekstremitas Merupakan akibat dari kerusakan saraf, yang menyebabkan tidak sensitif dan myopati. Tidak sensitif mempengarui rangsang raba, nyeri dan panas. Yang paling sering terkena adalah saraf ulna yang mengakibatkan jari ke 4 dan 5 seperti cakar akibat kehilangan fungsi otot untuk mengangkat pergelangan tangan dan juga kemampuan untuk meraba. Infeksi lepra ke saraf medianus menyebabkan ketidak mampuan untuk menggerakan jempol dan mengenggam. Apabila gangguan mengenai saraf radialis juga maka akan terjadi wrist drop atau pergelangan tangan yang jatuh. Kehilangan indra perasa pada tangan dan kaki dapat menyebabkan luka, dan apabila tidak dirawat dengan baik luka akan membesar dan bertambah dalam, pada akhirnya jari akan mengalami kematian dan terlepas tanpa penderita merasa nyeri.3. Mata Infeksi pada mata tidak hanya terjadi pada mata sendiri yang mengakibatkan kekeruhan dari cairan mata dan gangguan penglihatan, tetapi kerusakan dapat juga terjadi pada saraf-saraf penghlihatan mata yang mengakibatkan penglihatan akan berkurang dan juga pada saraf otot-otot penggerak bola mata yang menyebabkan gangguan koordinasi penglihatan kedua mata. Dari pemeriksaan mata bagian dalam akan tampak perdarahan pada bagian mata penerima cahaya. Terjadi Perubahan pada kornea yaitu pembentukan jaringan parut akibat keratitis pajanan yang menyebabkan kekaburan penglihatan dan seringkali kebutaan. Keterlibatan iris mungkin terjadi dalam bentuk akut iridosiklitis yang terjadi sebagai bagian dari reaksi E.N.L (eritema nodosum leprosum) atau karena proses yang kronik. Bentuk akut menyebabkan nyeri, fotofobia dan kemerahan pada pericornea.jika iritis akut tidak diobati mungkin akan menjadi iritis kronis. Bentuk berat dari iridoksilitis kronik sering terjadi pada lepra lepromatosa. Katarak dapat disebabkan atau diperburuk oleh iridosiklitis atau karena penggunaan steroid(12) .IX. PROGNOSIS

Ad vitam

: Dubia ad bonam

Ad sannationam: Dubia ad malam

Ad functionam: Ad malam

Ad cosmeticum: Ad malam

Prognosis pada kasus ini dilihat dari harapan hidup masih besar, karena dengan pengobatan yang adekuat penyakit ini bukan penyakit yang mengancam hidup. Dari sanationam ( kekambuhannya ) pada lepra kemungkinan kambuh itu ada karena penyakit ini bisa menularkan kembali ke host lewat kontak udara dan bersentuhan langsung dengan penderita lepra tetapi jika dilakukan edukasi yang baik dan pasien juga mencegah kontak dengan penderita lepra maka kekambuhan dapat dihindari. Sementara, untuk functionam (fungsi organ) kemungkinan fungsi organ akan terganggu dikarenakan pada penyakit lepra dapat menyebabkan permanen deformity, paralysis atau paresis akibat kerusakan saraf besar yang ireversibel di wajah dan ekstremitas, motorik, dan sensoris, serta dengan adanya kerusakan yang berulang-ulang pada daerah anestetik disertaiatrofi otot. Sedangkan untuk cosmeticum, kemungkinan karena dengan pengobatan multidrug, pada pasien ini timbul reaksi nodul-nodul, dan eritema pada kulit pasien serta adanya ulkus kronis yang didapat dari pemeriksaan fisik membuat prognosis ad cosmetikum menjadi buruk.

X. PENCEGAHAN Mengenai pencegahan,yang dapat dilakukan adalah :1. Mencegah kontak dengan kulit penderita2. Melakukan vaksinasi3. Meningkatkan sistem imun dengan melakukan hidup sehat4. Meningkatkan kebersihan5. Mengadakan penyuluhan kesehatan

6. Diagnosis dan pengobatan yang segeraPATOFISIOLOGI LEPRA

Penularan kusta yang paling mungkin terjadi ketika individu terkena selama waktu yang lama pada individu yang terinfeksi dalam sejumlah besar M. leprae. Penularan secara air droplet mungkin adalah bahan infeksius untuk kontak keluarga. Masa inkubasi M. leprae sekitar 3 sampai 5 tahun, tetapi mungkin lebih lama lagi, dan penyakit ini berjalan secara perlahan lahan. Bakteri ini menyerang saraf perifer dan sel-sel kulit dan menjadi parasit obligat intraseluler. Bakteri ini paling sering ditemukan dalam sel-sel Schwann yang mengelilingi akson saraf perifer dan fagosit mononuklear. Gejala kusta biasanya diawali dengan kulit yang sedikit berpigmen pada kulit yang bererosi dengan diameter beberapa senti. Sekitar 75% dari semua individu dengan lesi soliter awal dapat sembuh spontan karena respon imun diperantarai sel untuk M. leprae. Bagaimanapun pada beberapa individu respon imun tersebut dapat sangat lemah dan salah satu bentuk penyakit ini dapat timbul: lepromatosa atau tuberkuloidBAB IV

TINJAUAN PUSTAKAMycobacterium lepraeNama lain : Hanssens bacillus

Penyakit yang ditimbulkannya adalah kusta, lepra, leprosy, Hanseniasis, Hansens disease atau morbus hansenCiri Ciri : berbentuk batang lurus atau batang bengkok; 0,2 - 1,4 x 1 - 7 m terdapat pada sel lepra dan bebas pada saluran limpa hasil pemeriksaan langsung : packet of cigars (globy) bersifat tahan asam, gram positif, nonmotil, tidak berspora, diduga berkapsul yang dapat rusak ketika diwarnai oleh carbol fukhsin basil yang berasal dari lesi yang akut : warna lebih baik; lesi yang diobati : kurang menyerap warna.

Didapat INDEKS MORFOLOGI Bakteri yang tidak dapat memenuhi Postulat Koch Waktu generasi bakteri ini terpanjang : 20-30 hari Waktu inkubasi : kaki mencit 5-6 bulan, pada manusia 10-12 tahunPenderita lepra memberikan hasil positif pada TES LEPROMIN, yaitu suatu tes imunologis yang spesifik pada kulit yang dilakukan dengan menyuntikkan secara intrakutan dari antigen yang dibuat dari nodul lepromatous.Tujuan dari tes lepromin: untuk mengetahui ketahanan hospes terhadap M. Leprae menentukan prognosis penyakit lepra membantu menegakkan diagnosis penyakit lepra mengetahui hasil pengobatan terhadap penyakit lepraPembacaan hasil dari tes lepromin : Early Fernandes Reaction (dibaca setelah 48 jam) Reaksi timbul cepat dalam waktu 24 - 48 jam. Positif : terdapat erytema dan indurasi.

Negatif: bila hanya terdapat eritema atau tidak ada perubahan pada tempat suntikan Delayed Mitsuda Reaction (dibaca setelah 4-6 minggu) Positif : terdapat populae kecil yang timbul setelah 7 - 10 hari, kemudian berubah menjadi papula besar, yang selanjutnya menjadi nodul dengan diameter 1 cm

Negatif : tidak ada reaksi local, atau reaksi local yang positif kemudian berubah menjadi negative (disebabkan adanya basil lepra yang utuh)

Evaluasi hasil Tes LeprominUntuk mengetahui daya tahan hospes :

Pada lepra yang ganas, selalu diperoleh tes lepromin yang negative pada tipe lepromatus yang dini memberikan reaksi positif dan berhubungan dengan prognosis yang baik

Hasil tes lepromin negatif terjadi pada tipe lepromatous akut, dimana penderita dalam kondisi prealergia

Hasil tes lepromin positif, selain pada lepra dini (tipe tuberkuloid) juga terdapat pada anak-anak yang divaksinasi BCG.

Bentuk klinis :International Conggres of Leprosy di Madrid (1953) : terdapat 4 bentuk infeksi oleh M. Leprae 1966, Ridley dan Jopling, membagi :

1. Tuberkuloid (TT) type

2. Borderline tuberculoid (BT) type

3. Borderline borderline (BB) type

4. Borderline lepromatous (BL) type

5. Lepromatosus leprosy (LL) type

Tuberkuloid (TT) : Daya tahan tubuh penderita masih tinggi : tes lepromin postif (+) kuat

Pertumbuhan bakteri lambat

Pemeriksaan bakteriologis hampir selalu negative, bila positif tidak dalam bentuk globi

Kurang infeksius

Gejala penyakit :

Adanya lesi berupa bercak makulo anestetik dan hipopigmentasi yang terdapat disemua tempat terutama pada wajah dan lengan, kecuali ketiak, kulit kepala, perineum dan selangkangan. Batas lesi jelas berbeda dengan kulit disekitarnya. Hipopigmentasi merupakan gejala yang menonjol. Lesi dapat mengalami penyembuhan spontan atau dengan pengobatan selama tiga (3) tahun. Gejala neurologis tampak pada stadium dini berupa anestetik, pembengkakkan saraf dan paralisis terutama mengenai N. auricularis magnus; N. peroneus superfisialis dan N. unaris Borderline Tuberculoid (BT)Gejalanya sama dengan tipe TT, tetapi lesi lebih kecil, tidak disertai adanya kerontokan rambut dan perubahan saraf hanya terjadi pembengkakan.

Borderline Borderline (BB) Pada pemeriksaan bakteriologis ditemukan beberapa basil Tes lepromin memberikan hasil negatif Lesi kulit berbentuk tidak teratur, terdapat satelit yang mengelilingi lesi dan distribusinya asimetris Bagian tepi dari lesi tidak dapat dibedakan dengan jelas terhadap daerah sekitarnya.disertai adanya adenopathi regional Borderline Lepromatous (BL) Lesi berupa makula dan nodul papula yang cenderung asimetris. Kelainan saraf timbul pada stadium lanjut Tidak terdapat gambaran seperti terjadi pada tipe lepromatous, yaitu tidak disertai madrosis, keratitis, ulserasi maupun facies leonina Lepromatous Leprosy (LL) Bakteri M. leprae pada bentuk klinis LL bersifat ganas dan infeksius Daya tahan tubuh hospes rendah, karena terjadi gangguan imunitas seluler Tes lepromin negatif dan prognosis penyakit jelek Pada pemeriksaan bakteriologis selalu positif dan basil ditemukan dalam bentuk globi Gejala penyakit: Lesi menyebar simetris, mengkilap berwarna keabu-abuan. Tidak ada perubahan pada produksi kelenjar keringat, hanya sedikit perubahan sensasi. Pada fase lanjut terjadi madrosis (alis rontok), facies leolina dan muka berbenjol-benjolMenurut WHO pada tahun 1981, kusta dibagi menjadi multibasilar dan pausibasilar :Gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik kusta multibasilar (MB)

Gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik kusta pausibasilar (PB)

Diagnosis laboratorium bahan pemeriksaan diambil dari :1. Kerokan lesi kulit2. Mukosa septum nasi3. Serum Reitz dari cuping telingaCara pemeriksaan dari kerokan lesi kulit :1. Kulit dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian dikeringkan2. Kulit diregangkan dengan tangan dan dikerok menggunakan skalpel3. Gelas obyek dilekatkan pada lesi kemudian dibiarkan mengering4. Sedian difiksasi5. Dilakukan pewarnaan tahan asamIB (Indeks Bakteri)Indeks bakteri mempunyai nilai dari 0 6+.

0: tidak ditemukan BTA dalam 100 LP

1+: 1 10 BTA dalam 100 LP

2+: 1 10 BTA dalam 10 LP

3+: 1 10 BTA rata-rata dalam 1 LP

4+: 11 100 BTA rata-rata dalam LP

5+: 101 1000 BTA rata-rata dalam LP

6+: > 1000 BTA rata-rata dalam LP

IM (Indeks Morfologi)

IM untuk mengetahui tingkat daya tular dari bakteri tersebut. IM merupakan persentasi bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan non solid.

Solid merupakan bentuk yang hidup. Non solid merupakan bentuk yang mati. Yang paling berbahaya yaitu solid karena dapat berkembang biak dan dapat menularkan ke orang lain.

Syarat perhitungan :

Jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA

IB 1+ tidak perlu dibuat IM-nya, karena untuk mendapat 100 BTA harus mencari dalam 1000 sampai 10.000 lapangan.

Mulai dari IB3+ harus dihitung IM-nya, sebab dengan IB 3+ maksimum harus dicari dalam 100 lapangan.Penyakit dapat ditularkan melalui kontak langsung yang infeksius. Faktor yang mempengaruhi penularan adalah :1. Kontak intim yang dan lama2. Keadaan sosial ekonomi yang jelek3. Usia terutama 6 bulan 20 tahun : paling banyk 2-3 tahun4. Jenis kelamin laki-laki > wanita5. Kepekaan individuPengobatan :1. Sebagai obat pilihan adalah DDS (diamin -difenil - sulfon), atau turunannya seperti dapson, prominsulfetron2. Obat yang lain, meliputi:- oleumchaulmograe- streptomisin,rifampisin- clofazimin (bila telah resisten thd gol sulfon)Pencegahan :I. Menemukan kasus secara diniII. Terhadap penderita aktif (di daerah endemis), dilakukan isolasi dan diberikan pengobatan sebaik baiknyaIII. Pemberian DDS atau kemoprofilaksis pada anak - anak yang kontakIV. Pemberian vaksinas BCG karena dapat mengkonversikan tes lepromin negatif menjadi positifBentuk Klinis Infeksi

KeteranganDaya tahan tinggiTidak ada daya tahan tubuh

TTBTBBBLLL

Lesi1 / 2BeberapaCukup banyakLebih banyakSangat banyak dan asimetris

Basil pada pemeriksaan langsung0+ s/d ++++++++++++++

Tes+++++++ / -0

Reaksi Kusta

Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik. Adapun patofisiologinya belum jelas betul. Reaksi imun dapat menguntungkan dan dapat merugikan yang disebut reaksi imun patologik.

Ada 2 tipe reaksi kusta yaitu reaksi kusta tipe 1 dan reaksi kusta tipe 2. Reaksi kusta tipe 1 sering disebut reaksi kusta non-nodular yang merupakan reaksi hipersensitifitas tipe IV (delayed type hypersensitivity reaction ). Reaksi tipe 1 sering dijumpai pada tipe BT (borderline tuberkuloid) dan BL ( borderline lepromatosa). M.Leprae akan berinteraksi dengan limfosit T dan akan mengakibatkan perubahan system imunitas seluler yang cepat. Hasil dari reaksi ini ada dua yaitu upgrading reaction /reversal reaction, dimana terjadi pergeseran ke arah tuberkuloid ( peningkatan sistem imun seluler ) dan biasanya terjadi pada respon terhadap terapi dan downgrading dimana terjadi pergeseran kea rah lepromatous ( penurunan system imun seluler) biasanya terjadi pada awal terapi. Gejala klinis reaksi reversal ialah umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah ada bertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relative singkat. Artinya lesi hipopigmentasi menjadi eritema, lesi eritema menjasi makin eritematosa, lesi macula menjadi infiltrate, dan lesi lama bertambah luas.

Reaksi kusta tipe 2 adalah hipersensitifitas humoral ( hipersensitifitas tipe III ) atau sering disebut dengan eritema nodusum leprosum ( ENL ). ENL terutama timbul pada tipe lepromatosa. Makin tinggi tingkat multibasilarnya makin besar kemungkinan timbulnya ENL. Reaksi ini dapat terjadi karena adanya kompleks imun akibat reaksi antara antigen M.leprae + antibody (IgM,IgG) + komplemen. ENL termasuk di dalam golongan penyakit komples imun, oleh karena salah satu protein M.leprae bersifat antigenic, maka antibody dapat terbentuk. ENL lebih banyak terjadi pada saat pengobatan. Hal ini dapat terjadi karena banyak kuman kusta yang mati dan hancur ( banyak antigen yang dilepaskan( bereaksi dengan antibody serta mengaktifkan system komplemen. Kompleks imun tersebut terus beredar dalam darah yang akhirnya dapat melibatkan berbagai organ.

Pada kulit timbul gejala klinis yang berupa nodus eritema dan nyeri dengan tempat predileksi di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat menimbulkan gejala seperti iridoksiklitis, neuritis akut, limfadenitis, arthritis, orkitis dan nefritis akut dengan adanya proteinuria.Pengobatan ENL

Obat yang paling sering dipakai adalah kortikosteroid, antara lain prednisone. Dosisnya tergantung pada berat ringannya reaksi, biasanya prednisone 15-30 mg/hari. Makin berat reaksinya makin tinggi dosisnya, tetapi sebaliknya bila reaksinya terlalu ringan tidak perlu diberikan. Sesuai dengan perbaikan reaksi, dosisnya diturunkan secara bertahap sampai berhenti sma sekali. Dapat ditambah dengan obat analgetik-antipiretik dan sedative atau bila berat dapat menjalani rawat inap. Ada kemungkinan timbul ketergantungan terhadap kortikosteroid, ENL dapat tibul kalau obat tersebut dihentikan atau diturunkan pada dosis tertentu sehingga penderita harus mendapatkan kortikosteroid terus menerus.

Obat pilihan utamanya adalah talidomid tetapi obat ini tidak ada di Indonesia. Klofazimin juga dapat digunakan sebagai anti reaksi ENL, tetapi dengan dosis yang lebih tinggi.

Selama penanggulangan ENL obat-obat antikusta yang sedang diberikan diteruskan tanpa dikurangi dosisnya(13).

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami, dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita penyakit Kusta/lepra tipe Lepromatosus leprosy (LL) yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, yang dimana didapatkan dari hasil anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan mikroskopik Bakteri Tahan Asam (BTA), pemeriksaan bakteriologis, pemeriksaan darah yang menunjang kepada diagnosis ini. Untuk penatalaksanaan pada pasien ini kelompok kami memberikan penatalaksanaan medikamentosa berupa Multi Drugs Therapy (MDT) maupun nonmedikamentosa seperti edukasi kepada pasien mengenai pencegahan penyakit ini agar tidak semakin parah atau mencegah dari kekambuhan penyakit ini, selain itu kelompok kami juga memberikan edukasi mengenai efek samping penggunaan obat ini karena penggunaan obat yang jangka panjang, selain itu juga kelompok kami menganjurkan untuk selalu memfollow up pasien ini agar bisa memastikan terapi ini berhasil atau tidak.DAFTAR PUSTAKA1. World Health Organization. Leprosy. Available at: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs101/en/ . last update: February 2010. Accessed on: July 18, 2011.

2. Mandal BK. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga. 2006; p. 130-2.

3. Noordern SK, Pannika VK. Leprosy. In : Cook GC. Mansons tropical diseases. 20th ed. London: Saunders; 1996.p.1016-434. Medical Dictionary. Madarosis. Available at: http://medical dictionary.thefreedictionary.com/madarosis.Accessed on: July 19, 2011.

5. Edward MJ. Leprosy Classification in Leprosy. Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/leprosy.2008.Accessed on: 16 July 2011.6. Smith DS, Leprosy. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/220455-overview#a0104. Last update: July 6, 2011. Accessed on: July 18, 2011.7. Kosasih A, Wisnu IM, Sjamsoe ES, Menaldi SL. Kusta. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,editors. Ilmu penyakit kulit dan Kelaim. 6th ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI;2010. p.79-80.8. Lumban Tobing S.M. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2008. p.117.9. Kosasih A, Wisnu IM, Sjamsoe ES, Menaldi SL. Kusta. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,editors. Ilmu penyakit kulit dan Kelaim. 6th ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI;2010. p.8110. Kosasih A, Wisnu IM, Sjamsoe ES, Menaldi SL. Kusta. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,editors. Ilmu penyakit kulit dan Kelaim. 6th ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI;2010. p.82-84.11. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, dkk. Lepra. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol 1/editor, editor bahasa Indonesia: Asdie AH. 13th ed. Jakarta: 1999.

12. Cook Gordon C, Zumla A, editors. Mansons Tropical Disease. 21st ed. London: Saunders; 2003

13. Kosasih A, Wisnu IM, Sjamsoe ES, Menaldi SL. Kusta. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,editors. Ilmu penyakit kulit dan Kelaim. 6th ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI;2010. p.75-86

Jumlah solid x 100%

Jumlah solid + non solid

ulkus

Penurunan sensasi perabaan halus, temperatur, dan rasa nyeri

Kerusakan sensoris seperti paraesthesia, hyperaesthesiae, hiperalgesia

Nerve damage and nerve enlargment

Muka merah, sembab

Terjadi proses Inflamasi

Histiosit dating dan memfagosit bakteri

Bermultiplikasi dan keluar menuju endoneural space

Menyebar melalui serabut saraf

Masuk ke system saraf

Monosit aktif dan membunuh bakteri

Berproliferasi di dalam sel dermis

M. leprae masuk melalui kontak kulit yang lama atau pernafasan

Bakteri mati di dalam tubuh

Lepromatous lepra diobati

Bersifat sebagai antigen

Reaksi imunologis (humoral immunity)

Panas, rasa nyeri yang semakin parah

Reaksi inflamasi yang hebat

28