31
LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT (LLA) JERRY BERLIANTO BINTI Nim: 10.2009.100 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jalan Arjuna Utara No 6 – Jakarta Barat 11470 [email protected] ________________________________ PENDAHULUAN Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga tipe sel darah diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oksigen kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah). Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel darah putih memreproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau ada tempat bagi sel darah itu sendiri. Tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara teratur kapankah sel darah diharapkan be-reproduksi kembali. Pada kasus leukemia (kanker darah), sel darah putih tidak merespon kepada tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, seseorang dengan

makalah LLA

  • Upload
    yogidj

  • View
    271

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah leukemia

Citation preview

Page 1: makalah LLA

LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT (LLA)JERRY BERLIANTO BINTI

Nim: 10.2009.100

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)

Jalan Arjuna Utara No 6 – Jakarta Barat 11470

[email protected]

________________________________

PENDAHULUAN

Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga tipe sel darah diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oksigen kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah). Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel darah putih memreproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau ada tempat bagi sel darah itu sendiri. Tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara teratur kapankah sel darah diharapkan be-reproduksi kembali. Pada kasus leukemia (kanker darah), sel darah putih tidak merespon kepada tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, seseorang dengan kondisi seperti ini (leukemia) akan menunjukkan beberapa gejala seperti; mudah terkena penyakit infeksi, anemia dan perdarahan.

Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh masyarakat dewasa ini. Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari keganasan hemopoetik ini tidak diketahui secara keseluruhan. Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena. Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia dibagi menjadi: Leukemia limfositik kronik / LLK (mengenai orang berusia lebih 55 tahun, dan jarang sekali mengenai anak-anak), leukemia mieloid kronik/LMK (mengenai orang dewasa), leukemia limfositik akut/LLA (mengenai anak-anak, tetapi dapat juga mengenai dewasa dan leukemia mieloid akut (mengenai anak maupun orang dewasa dan merupakan 20% leukemia pada anak).

Page 2: makalah LLA

PEMBAHASANSKENARIO

Seorang ibu membawa anak laki-lakinya yang berusia 10 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan utama pucat sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan disertai demam hilang timbul yang telah berlangsung sejak 2 bulan yang lalu, perdarahan gusi dan mimisan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, suhu 39’C, nafas 24x/menit, denyut nadi 100x/menit, TD 90/60mmHg, konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (+), limfodenopati pada servikal, aksila dan inguinal, hepatomegaly (+), hematoma (+) pada kulit ektremitas atas dan bawah.

ANAMNESISBerdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-

hal berikut:1

Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis).

Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding).

Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko).

Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi). Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor

prognostik, termasuk upaya pengobatan). Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan

diagnosisnya.

Pertanyaan yang ditanyakan kepada pasien diantaranya adalah:1

Keluhan utamaKeluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri atau dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik tolak penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien. 

Riwayat penyakit sekarang Perjalanan penyakit sangat penting diketahui. Ditentukan kapan dimulainya perjalanan penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir pasien merasa sehat. Pernyataan terakhir penting, karena sering kali yang disampaikan pasien dalam keluhan utamanya tidak menggambarkan dimulainya penyakitnya, tetapi lebih berhubungan dengan munculnya kondisi yang dirasakan mengganggunya.

Faktor risiko dan faktor prognostik

Page 3: makalah LLA

Faktor risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu penyakit, sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor prognostik dapat berasal dari pasien, keluarganya maupun lingkungan.1

Faktor risiko pada pasien anak ditentukan dengan melakukan anamnesis riwayat pribadi seperti riwayat perinatal, riwayat nutrisi, riwayat pertumbuhan dan perkembangan serta riwayat penyakit yang pernah diderita. Riwayat imunisasi juga perlu dieksplorasi, untuk menduga imunitas pasien. Riwayat penyakit keluarga juga diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit yang diturunkan atau ditularkan.3

Pada penyakit Leukemia Limfositik Akut (LLA), hasil anamnesa yang didapatkan biasanya berupa gejala-gejala:

Pucat mendadak, demam, perdarahan kulit berupa bercak kebiruan, perdarahan dari organ tubuh lainnya misalnya epistaksis, perdarahan gusi, hematuria dan melena.

Bisa timbul mual, muntah, pusing dan nyeri pada sendi. Sering demam dengan sebab yang tidak jelas.2

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan KGB

KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.

Ukuran normal bila diameter < 1cm (pada epitroclear > 0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan abnormal).

Nyeri tekan umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan. Konsistensi keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet

mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.

Penempelan/bergerombol beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.1

Pemeriksaan Hepar

Palpasi hepar dengan meletakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga kosta ke 11 & 12 dengan posisi sejajar dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan mendorong hepar ke atas dan kedalam dengan lembut. Anjurkan pasien inspirasi dalam & rasakan sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan jari & raba permukaan anterior hepar. Normal hepar : lunak tegas, tidak berbenjol-benjol.

Page 4: makalah LLA

Perkusi hepar, digunakan patokan 2 garis, yaitu: garis yang menghubungkan pusar dengan titik potong garis mid calvicula kanan dengan arcus aorta, dan garis yang menghubungkan pusar dengan processus kifoideus.

Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dinyatakan dengan beberapa bagian dari kedua garis tersebut. Harus pula dicatat:  konsistensi, tepi, permukaan dan terdapatnya nyeri tekan.2

Pemeriksaan Limpa

Pada neonates, normal masih teraba sampai 1 – 2 cm. Dibedakan dengan hati yaitu dengan  :

1. Limpa seperti lidah menggantung ke bawah 2. Ikut bergeerak pada pernapasan

Mempunyai incisura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan atas. Besarnya limpa diukur menurut SCHUFFNER, yaitu : garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa. Garis ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha. Garis dari pusat kelipat paha pun dibagi 4 bagian yang sama. Limpa yang membesar sampai pusar dinyatakan sebagai S.IV sampai lipat paha S.VIII.2

Pemeriksaan Tanda Vital

Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi menjadi empat yaitu :

Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5°C Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C

Rata-rata pernapasan normal pada anak :2

<2 bulan : < 60/mnt 2-12 bulan : < 50/mnt 1-5 tahun : < 40/mnt 6-8 tahun : < 30

Tekanan nadi normal pada anak :

2-12 bulan: <160/mnt 1-2 tahun : < 120/ mnt 2-8 tahun : <110 / mnt3

Page 5: makalah LLA

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah tepi

Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan sumsum tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang – kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapatnya sel  blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomonik untuk leukemia.3

Anemia : kadar Hb, nilai Ht, jumlah eritrosit menurun Trombositopenia Hitung leukosit : meningkat / menurun / normal Sediaan hapus darah tepi :

o Eritrosit normositik normokrom, eritrosit berintio Sel blas bervariasi, +/-o Pada ANLL, pada sel blas mungkin terdapat Auer rod

Berdasarkan hitung leukosit dan adanya sel blas, leukemia akut dibagi menjadi :

1.Leukemia leukemik : hitung leukosit meningkat dengan sel blas (+ +)

2.Leukemia subleukemik : hitung leukosit normal dengan sel blas (+)

3.Leukemia aleukemik : hitung leukosit menurun dan sel blas (-)

2 . Sumsum tulang

Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).

Hiperseluler, gambaran monoton, sel blas >30% Eritropoesis, trombopoesis tertekan Pada LLA → aspirasi sumsum tulang mungkin dry tap (karena serabut retikulin

bertambah)

Pemeriksaan lain3

1. Biopsi limpaPemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES,granulosit, pulp cell.

2. Kimia darah Kolesterol mungkin menurun, asam urat dapat meningkat,hipogamaglobulinemia.

3. Cairan serebrospinal

Page 6: makalah LLA

Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini berarti suatu leukemia meningeal. Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari perjalanan penyakit baik pada keadaan remisi maupun pada keadaan kambuh. Untuk mencegahnya dilakukan pungsi lumbal dan pemberian metotreksat (MTX) intratrakeal secara rutin pada setiap penderita baru atau pada mereka yang menunjukkan gejala tekanan intracranial yang meninggi.1,3

4. Sitogenetik 70 – 90% dari kasus LMK menunjukkan kelainan kromosom, yaitu pada kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph1). 50 – 70% dari penderita LLA dan LMA mempunyai kelainan berupa:

a. Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperloid (2n+a)

b. Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploidc. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom ( partial depletion)d. Terdapatnya marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan

kromosom normal; dari bentuk yang sangat besar  sampai yang sangat kecil

Jenis Pemeriksaan Hasil yang ditemuiComplete blood count Leukosit tergantung, anemia, trombositopeniaBone Marrow Puncture hiperselular dengan infiltrasi limfoblas, sel berintiSitokimia Sudan black negatif, mieloperoksidase negatif

Fosfatase asam positif (T-ALL), PAS positif (B-ALL), peroksidase + , esterase -

Imunoperoksidase peningkatan TdT (enzim nuklear yang mengatur kembali gen reseptor sel T dan Ig

Flowcytometry precursor B: CD 10, 19, 79A, 22, cytoplasmic m-heavy chain, TdTT: CD1a, 2, 3, 4, 5, 7, 8, TdTB: kappa atau lambda, CD19, 20, 22

Sitogenetika analisa gen dan kromosom dengan immunotyping untuk menguraikan klon maligna

Pungsi lumbal keterlibatan SSP bila ditemukan > 5 leukosit/mL CSF

TABEL 1. Pemeriksaan pada leukemia limfositik akut

DIAGNOSIS DEFFERENSIAL

Acute myeloid leukemia

AML biasanya ditemukan pada orang dewasa dengan rata-rata umur 50 tahun. AML ditemukan sebanyak 11% pada anak-anak, di Amerika ada sekitar 370 kasus pediatri AML setiap tahunnya. Subtipe acute promyelocytic leukemia (APL) paling banyak ditemukan. Pada sebagian besar

Page 7: makalah LLA

kasus, gambaran klinis dan morfologi pada pewarnaan rutin membedakan ALL dari AML. Pada ALL, blas tidak memperlihatkan adanya diferensiasi (dengan perkecualian ALL sel B). Sedangkan pada AML, biasanya ditemukan tanda-tanda diferensiasi kearah granulosit atau monosit pada blas atau progeninya. Diperlukan tes khusus untuk memastikan penegakan diagnosis AML atau ALL dan untuk membagi lagi kasus-kasus AML atau ALL ke dalam subtype yang berbeda.2

Pada sebagian kecil kasus leukemia akut, sel blas memperlihatkan adanya gambaran AML dan ALL sekaligus. Ciri-ciri ini dapat ditemukan pada sel yang sama (biphenotypic) atau pada populasi yang terpisah (bilineal), dan gambaran ini mencakup ekspresi yang tak wajar dari petanda imunologik atau penataan ulang gen yang tak wajar. Hal ini disebut leukemia akut hybrid dan pengobatan biasanya diberikan berdasarkan pola yang dominan.4

ALL AML

SitokimiaMieloperoksidaseSudan blackEsterase non spesifikPeriodic acid-SchiffFosfatase asamMikroskop elekronGen imunoglobulin dan TCR

___+(positivitas blok kasar pada LLA)+ pada ALL-T (pewarnaan Golgi)_ALL prekursor B: penataan klonal gen imunoglobulinALL-T : penataan klonal gen TCR

+(termasuk batang Auer)+(termasuk batang Auer)+ pada M4, M6

+(blok halus pada M6)Pada M6 (difus)+(pembentukan granula awal)Konfigurasi germline gen imunoglobulin dan TCR

Tabel.2 Pemeriksaan khusus untuk ALL dengan leukemia mieloid akut AML.3

Mieloblas Limfoblas

Ukuran Besar Kecil

Sitoplasma Lebih banyak Lebih sedikit

Kromatin Halus Padat

Nukleoli/anak inti Jelas, jumlah > 2 buah Tidak jelas, jumlah ≤ 2 buah

Auer rod Ditemukan pada 10-40% kasus Tidak ada

Tabel 3. Perbedaan ALL dan AML

Page 8: makalah LLA

Anemia aplastik

Adalah suatu kelainan dimana adanya supresi fungsi dari myeloid stem sel yang berujung pada gagalnya sumsum tulang. Aplasia ini bisa terjadi pada ketiga sistem hematopoietik (eritropoietik, granulopoietik, dan trombositopoietik). Anemia anaplastik biasanya terdapat pada anak yang lebih besar dari 6 tahun. Depresi sumsum tulang biasanya diakibatkan oelh pemberian obat (kloramfenikol) atau bahan kimia secara terus menerus meskipun dengan dosis rendah.

Etiologi dari penyakit ini belum diketahui, tetapi dicurigai penyakit ini muncul karena adanya autoreaksi dari limfosit T yang menyerang sel stem sumsum tulang yang mengakibatkan stem sel menjadi sasaran fagositosis.4

Gejala klinis pada anemia anaplastik diakibatkan karena kegagalan fungsi ketiga sistem hematopoietik yang hampi sama dengan gejala leukemia. Cara membedakannya adalah dengan melihat morfologinya. Sumsum tulang pada anemia aplastik ditemukan hiposeluler dengan lebih dari 90% dari ruang intertrabecular terisi oleh lemak. Selularitasnya terdiri atas limfosit dan sel plasma. Pada biopsi sumsum tulang ditemukan ‘dry tap’ . Pengobatan dengan prednison (2-5mg/kgBB/hr oral) dan testosteron (1-2mg/kgBB/hr parenteral) atau oksimetasolon. Transfusi sebaiknya terlalu sering dilakukan karena mempertahankan kadar Hb yang tinggi dapat menyebabkan depresi sumsum tulang yang menimbulkan reaksi hemolitik.2,3

WORKING DIAGNOSIS

Leukemia limfositik akutLeukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari

keganasan pediatrik. Leukemia limfositik akut (LLA) berjumlah kira – kira 75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukemia myeloid akut (LMA) berjumlah kira – kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya adalah bentuk kronis; leukemia limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan keseluruhan dari leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu terutama disebabkan oleh rendahnya kejadian LLA pada kulit hitam.6

Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh pemeriksaan sumsum tulang atau limpa. Pada stadium ini limpa mungkin tidak membesar, bahkan gambaran darah tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak dengan atau tanpa trombositopenia. Da lam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat memastikan diagnosis.

Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas lagi, bahkan sumsum tulang dapat memperlihatkan gambaran normal atau gambaran lain yang nonleukemik (misal anemia aplastik, ITP menahun, diseritropoesis). Dengan pemeriksaan mikroskop electron sebenarnya telah dapat dilihat adanya sel patologis.

Page 9: makalah LLA

Keluhan panas, pucat, dan perdarahan dapat disebabkan anemia aplastik, trombositopenia (ITP, ATP, demam berdarah atau infeksi lain). Bila pada pemeriksaan jasmani ditemukan splenomegali, maka diagnosis lebih terarah pada leukemia akut.

ATP dan trombositopenia ‘biasa’ tidak menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi, kecuali jumlah trombosit yang rendah. Bila darah tepi juga menunjukkan granulositopenia dan retikulositopenia (terdapat pansitopenia), diagnosis lebih condong pada anemia aplastik atau leukemia.6

Kasus LLA disubkalasifikasikan menurut gambaran morfologi dan imunologi, dangenetik sel induk leukemia. Diagnosis pasti biasanya didasarkan pada pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang. Gambaran sitologi sel induk sangat bervariasi walaupun dalam satu cuplikantunggal, sehingga tidak ada satu klasifikasi yang memuaskan. Sistem Prancis-Amerika-Inggris membedakan tiga subtipe morfologi L1, L2 dan L3. Pada limfoblas L1 umumnya kecil dengan sedikit sitoplasma, pada sel L2 lebih besar dan pleomorfik dengan sitoplasma lebih banyak, bentuk inti ireguler, dan nukleoli nyata, dan sel L3 meampunyai kromatin inti homogen dan berbintik halus, nukleoli jelas, dan sitoplasma biru tua dengan vakuolisasi nyata. Karena perbedaan yang subyektif antara blas L1 dan L2 dan korelasi dengan penanda imunologik dan genetik yang sedikit, hanya subtipe L3 yang mempunyai arti klinis. Klasifikasi Leukemia limfositik Akut Menurut French-American-British (FAB) L-1 : Pada masa anak-anak populasi sel homogeny L-2 :Leukemia limfositik akut tampak pada orang dewasa populasi sel heterogen L-3 : Limfoma burkitt tipe sel-sel besar populasi homogen. Klasifikasi LLA bergantung pada kombinasi gambaran sitologik, imunologik dan kariotip. Dengan antibodi monoklonal yang mengenali antigen permukaan sel yang terkait dengan galur sel dan antigen sitoplasma. Maka imunotipe dapat ditentukan pada kebanyakan kasus. Umumnya berasal dari sel progenitor , lebih kurang 15% berasal dari sel progenitor T, dan 1% berasal dari sel B yang relatif matang. Imunotipe ini mempunyai implikasi prognostik maupun terapeutik. Kelainan kromosom dapat diidentifikasikan setidaknya 80-90% LLA anak. Kariotip dari sel leukemia mempunyai arti penting, prognostik, dan terapeutik. Mereka menunjukan tepat sisi bagi penelitian molekuler untuk mendeteksi gen yang mungkin terlibat pada transformasi leukemia. LLA anak dapat juga diklasifikasikan atas dasar jumlah kromosom tiap sel leukemia (ploidy) dan atas penyusunan kembali (rearrangement) kromosom struktural misalnya translokasi. Penanda biologik lain yang potensial bermanfaat adalah aktivitas terminal deoksinukleotidil tranferase (TdT), yang umumnya dapat diperlihatkan pada LLA sel progenitor-B dan sel T. Karena enzim ini tidak terdapat pada limfoid normal, ia dapat berguna untuk mengidentifikasikan sel leukemia pada situasi diagnostik yang sulit. Misalnya, aktivitas TdT dalam sel dari cairan serebrospinal mungkin menolontg untuk membedakan relaps susunan saraf sentral awal dengan meningitis aseptik. Kebanyakan penderita dengan leukemia mempunyai penyebaran pada waktu diagnosis, dengan keterlibatan sumsum tulang yang luas dan adanya sel blas leukemia di sirkulasi darah. Limpa,hati, kelenjar limfe biasanya ikut terlibat. Karena itu, tidak ada sistem pembagian stadium (staging) untuk LLA.2,5,6

Page 10: makalah LLA

ETIOLOGI

Etiologinya sampai saat ini masih belum jelas, diduga kemungkinan besar  karena virus (virus onkogenik). Faktor lain yang turut berperan ialah:

Faktor eksogen:1. Sinar X, sinar radioaktif  efek leukemogenik & ionisasi radiasi, dibuktikan dengan

tingginya insidensi leukemia pada ahli radiologi (sebelum ditemukan alat pelindung), penderita dengan pe mbes a ran ke l e n j a r t ymus , Anky l os i ng s pond i l i t i s dan penyak i t Hodgkin yang mendapat terapi radiasi. Diperkirakan 10 % penderita leukemia memiliki latar belakang radiasi

2. Hormon3. Bahan kimia (benzol, Arsen, preparat sulfat).1,5

a . Bahan kimia terutama hidrokarbon sangat berhubungan dengan leukemia akut pada binatang dan manusia. 

b. Paparan benzen dalam jumlah besar dan berlangsung lama dapat menimbulkan leukemia.

c . Kloramfenikol dan fenilbutazon diketahui menyebabkan anemia aplastik  berat, tidak jarang diketahui diakhiri dengan leukemia

d . Ar s en da n oba t i munos up re s i f .

5 .Infeksi (virus, bakteri) Diduga yang ada hubungannya dengan leukemia adalah Human T-cell leukemia virus (HTLV-1), ya i t u sua tu v i ru s RN A ya ng mempunya i enz i m RNA transkriptase yang bersifat karsinogenik.2 

Faktor Endogen:1. Ras (orang Yahudi mudah menderita LLK)2. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom.Risiko terjadinya leukemia meningkat pd

kembar identik penderita leukemia akut, demikian pula pada saudara lainnya, walaupun jarang. Meningkat pd penderita dg kelainan fragilitas kromosom (anemia Fanconi) atau penderita dg jumlah kromosom abnormal spt sindrom Down, Klinefelter dan Turner.1

3. Herediter Insiden leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik ( 1 telur / monozigot ).

4. Defisiensi Imun dan Defisiensi Sumsum Tulang:

Page 11: makalah LLA

a . Sistem imunitas tubuh kita mampu mengidentifikasi sel yang berubah menjadi ganas. 

b. Gangguan pada sistem tersebut dapat menyebabkan beberapa sel ganas lolos dan selanjutnya berproliferasi hingga menimbulkan penyakit.

c. Hipoplasia sumsum tulang mungkin sebagai penyebab leukemia

EPIDEMIOLOGI

Delapan puluh lima persen leukemia pada anak adalah leukemia limfositik akut (LLA). Insiden puncak timbulnya penyakit ini adalah 3 – 5 tahun dan lebih banyak ditemui pada anak laki – laki dibandingkan perempuan. Ratio anak kulit putih dengan berwarna adalah 1,8 : 1.3

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa di Indonesia tiap tahun ada seratus penderita kanker baru dari 100.000 penduduk dan 2% di antaranya atau 4.100 kasus merupakan kanker anak. Angka ini terus meningkat lantaran kurangnya pemahaman orang tua mengenai penyakit kanker dan bahayanya. Menurut Dr. Djajadiman Gatot, SpA(K), dari Sub Bagian Hematologi-Onkologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), leukemia merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi pada anak (30-40 persen) disusul tumor otak (10 - 15 persen) dan kanker mata/retinoblastoma (10 – 12 persen). Sisanya kanker jenis lain seperti kanker kelenjar getah bening, kanker saraf, dan kanker ginjal. Data lain menyatakan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 80 juta anak dengan usia dibawah 15 tahun. Sebagian dari anak tersebut merupakan populasi berisiko terkena leukemia. Dari penelitian yang dilakukan di RS Dr.Sardjito Universitas Gajah Mada Yogyakarta, didapatkan insiden leukemia jenis LLA sebesar 2,5 – 4,0 per 100.000 anak. Dengan kata lain dapat diestimasi  bahwa terdapat 2000 – 3200 kasus baru jenis LLA tiap tahunnya. Selain itu juga didapatkan sebanyak 30 – 40 leukemia anak jenis LLA ditangani setiap tahun di institusi tersebut di atas.4,6

PATOGENESIS

Penyakit leukemia ditandai oleh adanya proliferasi tak terkendali dari satu atau beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadi karena adanya perubahan pada kromosom sel induk sistem hemopoetik. Sel sistem hemopoetik adalah sel yang terus menerus berproliferasi, karena itu sel ini lebih potensial untuk bertransformasi menjadi sel ganas dan lebih peka terhadap obat toksik seperti sitostatika dan radiasi. Penelitian morfologik menunjukkan bahwa pada Leukemia Limfositik Akut (LLA) terjadi hambatan diferensiasi dan sel limfoblas yang neoplastik  memperlihatkan waktu generasi yang memanjang, bukan memendek. Oleh karena itu, akumulasi sel blas terjadi akibat ekspansi klonal dan kegagalan pematangan progenik menjadi sel matur fungsional. Akibat penumpukan sel blas di sumsum tulang, sel  bakal hemopoetik mengalami tekanan. Kelainan paling mendasar dalam proses terjadinya keganasan adalah kelainan genetik sel. Proses transformasi menjadi sel ganas dimulai saat DNA gen suatu

Page 12: makalah LLA

sel mengalami perubahan. Akibat proliferasi sel yang tidak terkendali ini tcrjadi kenaikan kadar satu atau beberapa jenis sel darah dan penghambatan pembentukan sel darah lainnya dengan akibat terjadinya anemia, trombositopenia dan granulositopenia. Perubahan kromosom yang terjadi merupakan tahap awal onkogenesis dan  prosesnya sangat kompleks, melibatkan faktor intrinsik (host) dan ekstrinsik (lingkungan).1,4,5

Leuke mia d iduga mu l a i s eba ga i s ua tu p ro l i f e r a s i l oca l da r i s e l neop la s t i k , timbul dalam sumsum tulang dan limfe noduli (dimana limfosit terutama dibentuk) atau dalam lien, hepar dan tymus. Sel neoplastik ini kemudian disebarkan melalui aliran darah yang kemudian tersangkut dalam jaringan pembentuk darah dimana terus terjadi aktifitas proliferasi, menginfiltrasi banyak jaringan tubuh, misalnya tulang dan g in j a l . G am bar an da rah menun j ukan se l ya ng inm a tu r . L eb ih se r ing l im fos i t dan kadang-kadang mieloblast. Normalnya tulang marrow digan ti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositipenia. Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Penyusunan kembali kromosom (translokasi kromosom) mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tak  terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya, termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan otak.5

Gambar 1. Pembentukan sel

Secara imunologik, pathogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut:

Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigentertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia itu. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya, sama kejadiannya dengan penolakan terhadap benda asing. Struktur antigen manusia terbentuk oleh

Page 13: makalah LLA

struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan). Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HL-A (Human Leucocyte locus A). Sistem HL-A indvidu ini diturunkan menurut hokum genetika, sehingga agaknya peranan factor ras dan keluargadalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan .

Gambar 2. Patogenesis LLA

MANIFESTASI KLINIS

Anak – anak dengan LLA umumnya memperlihatkan gambaran yang agak konsisten. Sekitar 2/3 telah memperlihatkan gejala dan tanda selama kurang dari 6 minggu pada saat diagnosis ditegakkan. Gejala pertama biasanya tidak khas; dapat mempunyai riwayat infeksi saluran nafas akibat virus atau eksantema yang belum sembuh sempurna. Manifestasi awal yang lazim adalah anoreksia, iritabilitas, dan letargi. Kegagalan fungsi sumsum tulang yang progresif menimbulkan keadaan pucat, perdarahan, dan demam, yaitu gambaran – gambaran yang mendesak dilakukannya pemeriksaan diagnostik. Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat pucat yang mendadak dan sebab terjadinya sukar diterangkan, waspadalah terhadap leukemi.2

Pada pemeriksaan awal, sebagian besar pasien tampak pucat dan sekitar 50 % dengan petekie atau perdarahan mukosa. Demam ditemukan pada sekitar 25% penderita, yang terkadang dianggap timbul oleh sebab spesifik seperti infeksi saluran nafas. Limfadenopati kadang – kadang nyata, dan spelonomegali ( biasanya kurang dari 6 cm di bawah tepi kosta) dapat ditemukan pada 2/3 pasien. Hepatomegali minimal dan tidak lazim. Sepertiga pasien mengalami nyeri tulang akibat invasi periosteum dan perdarahan subperiosteal. Nyeri tulang dan

Page 14: makalah LLA

artralgia tidak jarang merupakan keluhan utama yang mengarah pada diagnosis LLA. Nyeri tulag atau sakit sendi ini sering dapat ditafsirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral dan sebagainya.2

Kadang tanda - tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala dan muntah, menunjukkan terlibatnya selaput otak. Anak – anak dengan leukemia sel T cenderung dengan limfadenopati dan hepatosplenomegali yang nyata serta ifiltrasi leukemik dini pada SSP.2

PENATALAKSANAAN

1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda – tanda DIC dapat diberikan heparin.

2. Kortikosteroid  (prednisone, kortison, deksametason, dsb). Setelah dicapai remisi dosisdikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.7

3. Sitostatika.. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubicin), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dsb. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama – sa ma de ngan p r edn i s one . Pada pemberian obat – obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati – hati bila jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3.

4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama).

5. Imunoterapi, me rupa kan ca r a pengoba ta n yang t e rba ru , s e t e l ah t e r c apa i r emi s i dan  jumlah sel leukemia cukup rendah (105 – 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynaebacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.7

Cara pengobatan

Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamanya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama.

Page 15: makalah LLA

Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:5,7

1. Induksi, dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5 %.

2. Konsolidasi, yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.3. Rumat, untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang

lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian titostika separuh dosis biasa.4. Reinduksi, dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-

6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat, untuk hal ini diberikan MTX

intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi cranial sebanyak 2.400-2.500 rad untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.

6. Pengobatan imunologik, diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.

Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI terhadap leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan protokol sebagai berikut :2,4

1. InduksiSistemik :a. VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.

b .AD R (a d r i am is in ) : 40m g/m2 /2 mi ngg u in t r avena d ibe r ik an 3 ka l i dimulai pada hari ketiga pengobatan.

c . P r e d n i s o n e 5 0 m g / m 2 / h a r i p e r o r a l d i b e r i k a n s e l a m a 5 m i n g g u kemudian tapering off selama 1 minggu.

SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama. Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir  (siklofosfamid).1

2. Konsolidasia. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan : 

b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali

c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari konsolidasi

3. Rumat

Page 16: makalah LLA

Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :6

a . 6 - M P : 6 5 m g / m 2 / h a r i p e r o r a l

b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis)

4. Reinduksi. Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumatdihentikan.7

Sistemik :

a.VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali

b . Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu kemudian tapering off  SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali5. ImunoterapiBCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.

6. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus. Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu)

RELAPS

Sumsum tulang adalah tempat relaps paling umum, meskipun hampir semua bagian tubuh dapat dipengaruhi. Di banyak pusat, sumsum tulang diperiksa secara berkala untuk memastikan remisi yang berkelanjutan. Apabila terdeteksi relaps sumsum tulang, terapi ulang intensif yang meliputi obat-obat yang tidak digunakan sebelumnya dapat mencapai kesembuhan 15-20% dari penderita, terutama yang pernah mengalami remisi lama (18 bulan). Untuk penderita yang mengalamirelaps sumsum tulang, kemoterapi intensif diikuti Conventional Stem Cell Transplantation (CST) dari donor sekandung yang cocok memberi kesempatan sembuh yang lebih besar. Transplan dari bukan keluarga yang cocok atau keluarga yang tidak cocok atau autolog merupakan pilihan bagi penderita yang tidak memiliki donor sekandung atau histokompatibel. Sisi relaps ekstrameduler yang paling penting adalah SSS dan testis. Manifestasi awal yang umum dari leukemia SSS disebabkan oleh kenaikan tekanan intrakranial dan meliputi muntah-muntah, nyeri kepala, edema papil, dan letargi. Meningitis kimiawi sekunder akibat terapi intratekal dapat menimbulkan gejala yang sama dan harus dipertimbangkan.3,5

Kejang dan kelumpuhan saraf kranial sendiri dapat terjadi pada leukemia SSS ataiu efek samping vinkristin. Keterlibatan hipotalamus jarang tetapi harus dicurigai bila ada perubahanh

Page 17: makalah LLA

kenaikan berat badan atau perubahan perilaku. Pada kebanyak kasus, tekanan cairan serebrospinal meningkat, dan cairan menunjukkan pleiositosis karena sel leukemia. Jika jumlah sel normal, sel leukemia mungkin dapat dijumpai pada preparat apus cairan serebrospinal setelah sentrifugasi. Penderita dengan relaps SSS harus diberi kemoterapi intratekal tiap 4-6 minggu sampai limfoblas menghilang dari cairan serebrospinal. Dosis harus disesuaikan dengan umur karena volume cairan serebrospinal tidak sebanding dengan luas permukaan badan. Iradiasi cranium merupakan satu-satunya cara yang dapat melenyapkan leukemia SSS jelas dan harus diberikan setelah terapi intratekal. Terapi harus lebih intensif karena penderita ini mempunyai resiko tinggi untuk kemudian relaps sumsum tulang. Akhirnya, terapi SSS profilaksis harus diulangi pada setiap penderita yang mengalami relaps di sumsum tulang atau lokasi ekstramedular manapun.6

Relaps testikuler biasanya menyebabkan pembengkakan tidak nyeri pada satu atau kedua testis. Penderita sering tidak menyadari kelainan tersebut, karena itu perlu sekali perhatian pada ukurantestis pada waktu diagnosis dan pemantauan. Diagnosis dipastikan dengan biopsi. Terapi harusmeliputri iradiasi gonad. Karena relaps testis biasanya mengisyaratkan adanya relaps sumsumtulang mengancam, maka terapi sistemik harus lebih diperkuat bagi penderita yang masih didalam terapi. Seperti yang dikemukakan diatas, terapi yang terarah ke SSS harus juga diulang.7

KOMPLIKASI

Komplikasi metabolik pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik akibat kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang memiliki beban sel leukimia yang besar. Terlepasnya komponen intraselular dapat menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekuder. Beberapa pasien dapat menderita nefropati asam urat atau nefrokalsinosis. Jarang sekali timbul urolitiasis dengan obstruksi ureter setelah pasien diobati untuk leukemia. Hidrasi, pemberian alopurinol dan alumunium hidroksida, serta penggunaan alkalinisasi urin yang tepat dapat mencegah atau memperbaiki komplikasi ini. Infiltrasi leukemik yang difus pada ginjal juga dapat menimbulkan kegagalan ginjal. Terapi vinkristin atau siklofossamid dapat mengakibatkan peningkatan hormon antidiuretik, dan pemberian antibiotika tertentu yang mengandung natrium, seperti tikarsilin atau kabernisilin, dapat mengakibatkan hipokalemia. Hiperglikemia dapat terjadi pada 10 % pasien setelah pengobatan dengan prednison dan asparaginasi dan memerlukan penggunaan insulin jangka pendek.6

Karena efek mielosupresif dan imunosupresif LLA dan juga kemoterapi, anak yang menderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi. Sifat infeksi ini bervariasi dengan  pengobatan dan fase penyakit. Infeksi yang paling awal adalah bakteri, yang dimanifestasikan oleh sepsis, pneumonia, selulitis, dan otitis media. Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, Staphylococcus epidrmidis, Proteus mirabilis, dan Haemophilus influenza adalah organisme yang biasanya menyebabkan septik. Setiap pasien yang mengalami febris dengan granulositopenia yang berat harus dianggap septik dan diobati dengan antibiotik spektrum luas. Transfusi granulosit diindikasikan

Page 18: makalah LLA

untuk pasien dengan granulositopenia absolut dan septikemia akibat kuman gram negatif yang berespon buruk terhadap pengobatan.4,5,7

Dengan penggunaan kemoterapi yang intensif dan pemajanan antibiotika atau hidrokortison yang lama, infeksi jamur yang diseminata oleh Candida atau Aspergillus lebih sering terjadi, meskipun organisme itu sulit dibiakkan dari bahan darah. CT scan bermanfaat untuk mengetahui keterlibatan organ viscera. Abses paru, hati, limpa, ginjal, sinus,atau kulit memberi kesan infeksi jamur. Amfositerin B adalah pengobatan pilihan, dengan 5 – fluorositosin dan rifamisin kadang kala ditambahkan untuk memperkuat efek obat tersebut.

Pneumonia Pneumocytis carinii yang timbul selama remisi merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada masa lalu, tetapi sekarang telah jarang karena kemoprofilaksis rutin dengan trimetropim – sulfametoksazol. Karena penderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi, vaksin yang mengandung virus hidup (polio, mumps, campak, rubella) tidak boleh diberikan.2,5

Karena adanya trombositopenia yang disebabkan oleh leukemia atau pengobatannya, manifestasi perdarahan adalah umum tetapi biasanya terbatas pada kulit dan membran mukosa. Manifestasi perdarahan pada sistem saraf pusat, paru, atau saluran cerna jarang terjadi, tetapi dapat mengancam jiwa pasien. Transfusi dengan komponen trombosit diberikan untuk episode perdarahan. Koagulopati akibat koagulasi intravaskuler diseminata, gangguan fungsi hati, atau kemoterapi pada LLA biasanya ringan. Dewasa ini, thrombosis vena perifer atau serebral, atau keduanya, telah dijumpai pada 1 – 3 % anak setelah diinduksi pengobatan dengan prednison, vinkristin, dan asparaginase. Patogenesis dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi disebabkan oleh status hiperkoagulasi akibat obat. Biasanya, obat yang dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit, seperti salisilat, harus dihindari pada penderita leukemia.7

Dengan adanya keberhasilan dalam pengobatan LLA, perhatian sekarang lebih banyak ditujukan pada efek terapi yang lambat. Profilaksis sistem saraf pusat dan pengobatan sistemikyang diintensifkan telah mengakibatkan leukoensefalopati, mineralisasi mikroangiopati, kejang, dan gangguan intelektual pada beberapa pasien. Pasien juga memiliki resiko tinggi untuk menderita keganasan sekunder. Efek lambat lainnya adalah gangguan pertumbuhan dan disfungsi gonad, tiroid, hati, dan jantung. Kerusakan jantung terutama terjadi secara tersembunyi, karena gangguan fungsional tidak terlihat sampai beberapa tahun kemudian. Terdapat juga beberapa pertanyaan mengenai arteri koroner serta insufiensi miokard dini. Sedikit informasi yang didapat tentang efek teratogenik dan muagenik pada terapi antileukemik; meskipun demikian, tidak ada bukti meningkatnya cacat lahir di antara anak yang dilahirkan oleh orang tua yang penah mendapat pengobatan leukemia.3

PROGNOSIS

Sampai saat ini leukemia masih merupakan penyakit yang fatal. Kematian biasanya disebabkan oleh pendarahan akibat trombositopenia, leukemia serebral atau infeksi (sepsis).

Page 19: makalah LLA

Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4 bulan setelah penyakitnya terdiagnosis, dan lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal. 50% anak-anak tidak memperlihatkan tanda-tanda leukemia dalam 5 tahun pengobatan.2

Karena onset biasanya mendadak, maka dapat disertai perkembangan dan kematian yang cepat bila tidak diobati. 60% pasien yang diobati menjadi sembuh dan mengalami harapan hidup yang meningkat dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang serta SSP. Harapan sembuh pasien dewasa tergantung dari intensifnya terapi.4

PENCEGAHAN

Tidak diketahui secara pasti cara – cara pencegahan berbagai tipe leukemia. Karena kebanyakan penderita leukemia tidak mengetahui faktor risiko mereka masing – masing. Beberapa tipe dari leukemia mungkin dapat dicegah dengan cara menghindari paparan radiasi dosis tinggi (bahkan pasca kemoterapi/terapi radiasi), pajanan zat kimia (benzene), menghindari merokok ataupun paparan asap rokok.7

Namun sayangnya, banyak kasus dari leukemia tidak dapat dicegah. Karena sesungguhnya tidak dapat diidentifikasi secara nyata dan pasti mengenai penyebabnya. Hanya saja perlu dihindari faktor – faktor lain (eksogen) yang dapat mencetuskan LLA.

KESIMPULAN

Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh masyarakat dewasa ini. Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari keganasan hemopoetik ini tidak diketahui secara keseluruhan. Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Pada leukemia akut, sel darah sangat tidak normal, tidak dapat berfungsi seperti sel normal, dan jumlahnya meningkat secara cepat. Kondisi pasien dengan leukemia jenis ini memburuk dengan cepat. Pada leukemia kronik, pada awalnya sel darah yang abnormal masih dapat berfungsi, dan orang dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala. Perlahan-lahan, leukemia kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel leukemia bertambah banyak dan produksi sel normal berkurang. Untuk pengobatan leukemia akut, bertujuan untuk menghancurkan sel-sel kanker sampai habis . Pelaksanaannya secara bertahap dan terdiri dari beberapa siklus. Tahapannya adalah induksi (awal), konsolidasi dan pemeliharaan. Tahap induksi bertujuan memusnahkan sel kanker secara progresif. Tahap konsolidasi untuk memberantas sisa sel kanker agar tercapai sembuh sempurna. Tahap pemeliharaan berguna untuk menjaga agar tidak kambuh. Terapi yang biasa dilakukan antara lain pemberian kemoterapi, radioterapi dan juga transplantasi sumsum tulang.

Page 20: makalah LLA

Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien leukemia adalah obat yang mahal, ketersediaan obat yang belum tentu lengkap, dan adanya efek samping, serta perawatan yang l am a . Obat untuk leukemia dirasakan mahal bagi kebanyakan pasien apalagi dimasa krisissekarang ini, Selain macam obat yang banyak ,juga lamanya pengobatan menambah beban biayauntuk pengadaan obat. Efek samping sitostatika bermacam-macam seperti anemia, pedarahan, rambut rontok, granulositopenia (memudahkan terjadinya infeksi), mual/ muntah, stomatitis, miokarditis dan sebagainya. Problem selama pengobatan adalah terjadinya relaps (kambuh) . Relaps merupakan pertanda yang kurang baik bagi penyakitnya dan dapat terjadi sekitar 20%  pada penderita LLA yang diterapi. Pada dasarnya ada 3 tempat relaps yaitu intramedular (sumsum tulang), ekstramedular (susunan saraf pusat, testis, iris), intra dan ekstra meduler. Relaps bisa terjadi pada relaps awal (early relaps) yang terjadi selama pengobatan atau 6 bulan dalam masa pengobatan dan relaps lambat (late relaps) yang terjadi lebih dari 6 bulan setelah pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

1. Hoffbrand, A.V. Leukemia Akut. Kapita Selekta Hematologi. Edisi ke-4. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2005.

2. Hassan R, Alatas H.editor. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Bagian 1. Cetakan ke-11.

Jakarta : Percetakan Info Medika;2007. h.469-79.

3. Hilmann RS, Kenneth AA, Rinder HM. Hematology in clinical practice. 4th ed. New

York : The McGraw hill inc;2005.p.206-20;263-83;293-300.

4. Sudiono, Herawati, dkk. Leukemia. Penuntun Patologi Klinik Hematologi. Cetakan ketiga. Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta: 2009.

5. Rudolph, M. Abraham. Leukemia limfoblastik akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi

20. EGC, Jakarta: 2006. h. 1397,1401.

Page 21: makalah LLA

6. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SH, Santoso R. Leukemia. penuntun patologi

klinik hematologi. Cetakan ketiga. Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta:

2009. h. 140-52.

7. Burnside, John W. Diagnosis fisik. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,

1989. h.172-175, 282-285.