32
BANKRUPTCY, REORGANIZATION AND LIQUIDATION Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Matakuliah Manajemen Keuangan 2 Yang dibina oleh Ibu Dyah Aju Wardhani Oleh : 1. Cindy Ayu Prastika (120422425987) 2. Dora Fasna Awi (120422426002) 3. Yohanes Bosco Janwar P. (120422426000) OFFERING Q

Makalah Mk (Bankruptcy)

  • Upload
    bosco

  • View
    535

  • Download
    78

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Mk (Bankruptcy)

Citation preview

BANKRUPTCY, REORGANIZATION AND LIQUIDATION

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Matakuliah Manajemen Keuangan 2

Yang dibina oleh Ibu Dyah Aju Wardhani

Oleh :

1. Cindy Ayu Prastika (120422425987)

2. Dora Fasna Awi (120422426002)

3. Yohanes Bosco Janwar P. (120422426000)

OFFERING Q

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

NOVEMBER 2014

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................4

1.3 Tujuan Makalah.......................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebangkrutan.........................................................................................5

2.2 Pengertian Reorganisasi...........................................................................................6

2.3 Pengertian Likuidasi................................................................................................7

2.4 Pengertian Financial Distress dan indikasinya.......................................................8

2.5 Reorganization in Bankruptcy.................................................................................12

2.6 Likuidasi dalam Kebangkrutan................................................................................15

2.7 Analisis Model Prediksi Kebangkrutan...................................................................17

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemampuan perusahaan untuk bertahan selama masa-masa sulit sering sering susah

membedakan antara likuidasi paksa terhadap rehabilitasi dan akhirnya sukses. Pemahaman

kebangkrutan juga penting untuk eksekutif perusahaan yang sehat, karena mereka harus tahu

yang terbaik untuk mengambil tindakan ketika pelanggan atau pemasok menghadapi ancaman

kebangkrutan. Keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi

memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan

ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi

yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang

diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman, membiayai operasi

perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva

yang dimiliki.

Kegagalan bisnis yang paling terjadi karena sejumlah faktor yang berhubungan untuk

membuat bisnis berkelanjutan. Selanjutnya, kasus studi menunjukkan bahwa kesulitan keuangan

yang biasanya merupakan hasil dari serangkaian kesalahan, dan kelemahan yang saling terkait

yang dapat dikaitkan secara langsung atau tidak langsung kepada manajemen. Tanda-tanda

kesulitan keuangan umumnya terlihat dalam analisis rasio jauh sebelum perusahaan benar-benar

gagal, dan peneliti menggunakan analisis rasio untuk memprediksi probabilitas bahwa suatu

perusahaan tertentu akan bangkrut.

Perusahaan mungkin akan termotivasi untuk mempunyai banyak unit kegiatan yang

merupakan unit-unit usaha yang berdiri sendiri ( independent ), atau mungkin juga bisa

merupakan suatu bagian yang hanya sebagai pelaksana keputusan-keputusan “ kantor pusat “.

Bentuk apapun yang kemungkinan akan ditempuh oleh perusahaan, suatu saat perusahaan pasti

akan menghadapi suatu permasalahan dalam hal kesulitan dalam bidang pengendalian unit-unit

usahanya, misalnya adanya keanekaragaman dari unit usaha yang dijalankan oleh perusahaan,

trade-off antara kecepatan pengambilan keputusan dan pengendalian. Adanya permasalahan-

permasalahan ini, kemungkinan besar akan mendorong perusahaan untuk melakukan kegiatan

restrukturisasi.

3

Sebaliknya, ada kecenderungan bahwa kegiatan operasi perusahaan tidak selamanya

mampu untuk mengikuti dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis yang terjadi di

pasar. Apabila kondisi semacam ini yang dihadapi oleh perusahaan, maka sudah dapat dipastikan

bahwa perusahaan akan mengalami kesulitan di bidang keuangan, karena pendapatan dari

kegiatan operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi biaya operasinya. Hal ini kemudian

mendorong perusahaan untuk memperkecil kegiatan operasinya.

Beragam permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan dalam kegiatan operasi bisnisnya

seperti dikemukakan diatas, sangat berkaitan dengan masalah-masalah seputar Restrukturisasi,

Reorganisasi, dan Likuidasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Apa pengertian dari kebangkrutan?

2. Apa pengertian dari reorganisasi?

3. Apa pengertian dari likuidasi?

4. Bagaimana penerapan financial distress?

5. Bagaimana penerapan reorganisasi di dalam kebangkrutan?

6. Bagaimana penerapan likuidasi di dalam kebangkrutan?

7. Bagaimana prinsip prediction model di dalam kebangkrutan?

1.3 Tujuan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis mengambil tujuan makalah sebagai

berikut:

1. Menjelaskan pengertian dari kebangkrutan, reorganisasi dan likuidasi.

2. Menjelaskan penerapan dari financial distress.

3. Menjelaskan penerapan reorganisasi di dalam kebangkrutan.

4. Menjelaskan penerapan likuidasi di dalam kebangkrutan.

5. Menjelaskan prinsip prediction model di dalam kebangkrutan.

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kebangkrutan

Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan

operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi

perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Menurut Drs. A. Abdurrachman

dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, kebangkrutan adalah suatu proses yang

dilakukan oleh seorang debitur dengan mengisi suatu petisi yang menyatakan bahwa ia tidak

mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibanya atau hutang-hutangnya dan bersedia

dinyatakan bangkrut.

Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti (Muhammad Akhyar

Adnan dan Eha Kurniasih, 2000:137): yaitu kegagalan ekonomi (Economic failure) dan

kegagalan keuangan (financial failure). Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa

perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri, ini

berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan

lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut

jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat

pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.

Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus

kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk: Insolvensi Teknis dan

Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis adalah Perusahaan dapat dianggap

gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.

Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal

memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar

terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang

disyaratkan. Insolvensi juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran

kembali pokok pada tanggal tertentu. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan adalah

kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca

konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.

5

Kebangkrutan dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan

atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-

kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana

untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh

perusahaan tidak dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa

digunakan untuk mengembalikan pinjaman, membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-

kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.

Kebangkrutan akan cepat terjadi di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi,

karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang

mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum

sakit pun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional akibat

adanya krisis ekonomi tersebut. Proses kebangkrutan, tidak semata-mata disebabkan oleh faktor

ekonomi tetapi juga disebabkan oleh faktor yang lain yang sifatnya non ekonomi.

2.2 Pengertian Reorganisasi

Istilah reorganisasi berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk

mampu bertahan diri dan atau memperkecil/mengurangi skala usahanya agar perusahaan tidak

mengalami kesulitan di bidang keuangan dalam situasi ekonomi yang kurang menguntungkan.

Asumsi dasar mengapa perusahaan melakukan reorganisasi adalah bahwa perusahaan

masih mempunyai kemampuan operasional yang cukup baik dalam situasi ekonomi yang kurang

menguntungkan. Hal ini umumnya ditekankan pada adanya efisiensi biaya ( khususnya biaya

tetap ) yang ada pada struktur biaya perusahaan. Adanya penekanan pada efisiensi biaya yang

sifatnya tetap ini dalam istilah reorganisasi disebut sebagai reorganisasi finansial.

Apabila penekanan pada efisiensi biaya sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan,

maka perusahaan sudah saatnya untuk melakukan reorganisasi operasional. Reorganisasi

operasional ini dilakukan dalam rangka untuk mengganti mesin-mesin maupun peralatan-

peralatan yang penggunaan jauh lebih efisien, mengurangi tenaga kerja dan melakukan

pemangkasan biaya-biaya yang semestinya tidak perlu terjadi.

Tentunya pengambilan keputusan untuk melakukan reorganisasi operasional ini akan

membawa dampak yang cukup besar bagi perusahaan, yakni timbulnya konsekuensi akan

kebutuhan dana yang cukup besar pada saat-saat awal dilakukannya reorganisasi.

6

Dalam reorganisasi finansial sering dibarengi dengan upaya konsolidasi, yaitu membuat

perusahaan jadi lebih “ ramping “ secara operasional. Reorganisasi dan konsolidasi dilakukan

dengan cara :

a. Melakukan penghematan biaya, artinya pengeluaran-pengeluaran yang tidak penting,

ditunda atau dibatalkan.

b. Menjual aktiva-aktiva yang tidak diperlukan.

c. Divisi ( unit bisnis ) yang tidak menguntungkan dihilangkan atau digabung.

d. Menunda rencana ekspansi sampai dengan situasi dinilai lebih menguntungkan.

e. Memanfaatkan kas yang ada, tidak menambah hutang ( kalau dapat dikurangi dari hasil

penjualan aktiva yang tidak diperlukan ), dan menjaga likuiditas. Dalam jangka pendek

mungkin sekali profitabilitas dikorbankan ( profitabilitas terpaksa negatif ).

2.3 Pengertian Likuidasi

Upaya terakhir yang biasa ditempuh oleh pihak manajemen perusahaan, apabila cara

restrukturisasi maupun reorganisasi perusahaan telah dilakukan dalam menghadapi situasi

ekonomi yang tidak menguntungkan serta menghindari perusahaan mengalami kesulitan di

bidang keuangan sacara terus menerus adalah “ likuidasi “. Artinya cara likuidasi ini akan

menjadi upaya terakhir yang harus ditempuh oleh manajemen perusahaan, apabila para kreditur

berpendapat bahwa prospek perusahaan sudah tidak lagi dipandang menguntungkan, walaupun

adanya tambahan modal kerja atau merubah kredit menjadi penyertaan. Dalam posisi ini, para

kreditur akan lebih menyukai perusahaan untuk dilikuidir saja.

Andaikata cara likuidasi ini sudah menjadi keputusan, maka para kreditur akan sepakat

bahwa pembayaran kewajiban perusahaan hendaknya dilakukan dengan cara yang

menguntungkan bagi kedua belah pihak, yakni antara kreditur dengan debitur. Salah satu bentuk

penyelesaian kewajiban finansial perusahaan yang harus dipenuhi bisa menggunakan cara “

composition “. Composition merupakan bentuk penyelesaian kewajiban finansial perusahaan

sebagai debitur kepada kreditur dengan memberikan keringanan dalam hal penghapusan denda,

penghapusan bunga atau bahkan sampai dengan pengurangan pokok tagihan dari jumlah yang

seharusnya diselesaikan.

Umumnya kesulitan keuangan yang akan dialami oleh suatu perusahaan dapat

diprediksikan di masa mendatang dengan menggunakan beberapa indikator keuangan sebagai

7

ukuran kinerja keuangan perusahaan dari waktu ke waktu. Sebagai misal, apabila rasio keuangan

dalam bentuk debt to equity ratio mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, akan merupakan

sinyal yang kuat terhadap kelangsungan hidup ( survival ) perusahaan di masa mendatang.

Artinya kemungkinan terjadi kebangkrutan ( bankcruptcy ) akan menjadi semakin besar bagi

perusahaan. Demikian juga apabila rasio rentabilitas modal sendiri menunjukkan kecenderungan

penurunan, hal ini juga merupakan indikasi kebangkrutan perusahaan di masa mendatang.

Perbandingan satu indikator ( rasio keuangan ) antara perusahaan yang bangkrut

(bankcruptcy ) dan yang survive disebut sebagai “ univariate model “. Pemikirannya adalah

bahwa mestinya terdapat perilaku yang berbeda antara perusahaan yang bangkrut dan yang

survive.

Dari penjelasan diatas, dapatlah dikatakan bahwa kecenderungan rasio keuangan sebagai

indikator keuangan perusahaan dapat dipergunakan sebagai salah cara untuk menilai tingkat

kesehatan keuangan perusahaan dan sekaligus juga dapat dipergunakan untuk memprediksikan

kebangkrutan ( bankcruptcy ) suatu perusahaan di masa-masa mendatang.

Altman ( 1972 ) dalam penelitiannya telah menggabungkan berbagai rasio keuangan

kedalam suatu model yang disebut sebagai “ multivariate model “ dengan menggunakan teknik

diskriminan untuk memprediksi apakah suatu perusahaan akan bangkrut atau tidak.

2.4 Pengertian Financial Distress dan indikasinya

Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari sebuah perusahaan

adalah kegunaannya untuk meramal kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi

kelangsungan hidup perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk

mengetahui kondisi keuangan perusahaan dan mengantisipasi kondisi yang menyebabkan

kemungkinan adanya potensi kebangkrutan.

Platt dan Platt (2002) mendefinisikan financial distress merupakan suatu kondisi dimana

keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau sedang krisis. Dengan kata lain financial

distress merupakan suatu kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan untuk

memenuhi kewajiban-kewajibannya. Sedangkan kesulitan keuangan merupakan kesulitan

likuiditas sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan kegiatan operasinya dengan baik

(Trijadi, 1999). Kesulitan keuangan dapat diartikan dalam beberapa kategori yaitu sebagai

berikut :

8

1. Economic Failure, yaitu kegagalan ekonomi yang berarti bahwa pendapatan perusahaan

tidak dapat menutup biayanya sendiri. Ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya

modal.

2. Bussines Failure, didefenisikan sebagai usaha yang menghentikan operasinya dengan

akibat kerugian bagi kreditur, dan kemudian dikatakan dengan akibat kerugian bagi

kreditur, dan kemudian dikatakan gagal meskipun tidak melalui kebangkrutan secara

normal.

3. Technical insolvency, sebuah perusahaan dapat dinilai mengalami kesulitan keuangan

apabila tidak memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo.

4. Technical insolvency ini menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara

dimana pada suatu waktu perusahaan dapat mengumpulkan uang untuk memenuhi

kewajibannya dan tetap beroperasi.

5. Insolvency in bankcrupy, sebuah perusahaan dapat dikatakan mengalami kesulitan

keuangan bilamana nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai pasar dari asset

perusahaan.

6. Legal Bankcrupy, sebuah perusahaan dikatakan sebagai bangkrut secara hukum, kecuali

diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang.

Indikasi terjadinya kesulitan keuangan atau financial distress dapat diketahui dari kinerja

keuangan suatu perusahaan. Kinerja keuangan dapat diperoleh dari informasi akuntansi yang

berasal dari laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan laporan mengenai posisi

kemampuan dan kinerja keuangan perusahaan serta infromasi lainnya yang diperlukan oleh

pemakai informasi akuntansi. Menurut standar akuntansi keuangan (2007) laporan keuangan

merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari

neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain yang

berkaitan dengan laporan tersebut.

Berbagai pihak dapat menggunakan laporan keuangan sebagai dasar pengambilan

keputusan untuk melakukan aktifitas investasi dan pendanaan, baik pihak internal maupun

eksternal perusahaan. Pihak-pihak eksternal perusahaan biasanya bereaksi terhadap sinyal

distress seperti penundaan pengiriman barang, masalah kualitas produk, tagihan dari bank dan

lain sebagainya yang menyebabkan perubahan terhadap biaya operasi sehingga perusahaan tidak

mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya. Indikasi awal terjadinya financial distress

9

diperbankan dapat diketahui dari laporan keuangan bank yang sudah diterbitkan oleh bank

tersebut, terutama laporan laba rugi dimana perusahaan perbankan mengalami laba bersih negatif

dan mengalami negatif spread akibat rendahnya biaya bunga pinjaman daripada bunga

simpanan. Spread merupakan selisih antara tingkat bunga pinjaman dan tingkat bunga simpanan

(Budisantosa dan Triandaru, 2006). Besar kecilnya spread disuatu bank dapat dijadikan indikator

tingkat efisiensi atau kinerja suatu bank.

Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan perbankan merupakan salah satu

sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi

keuangan perusahaan yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat.

Agar informasi yang tersaji menjadi lebih bermanfaat dalam pengambilan keputusan yang tepat,

data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan

ekonomis. Platt dan Platt (2002) menyatakan kegunaan informasi jika suatu perusahaan

mengalami financial distress adalah:

1. Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya

kebangkrutan.

2. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau takeover agar perusahaan lebih

mampu untuk membayar hutang dan mengelola perusahaan dengan lebih baik.

3. Memberikan tanda peringatan dini/awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan

datang.

Analisis rasio keuangan merupakan teknik analisa untuk membantu mengevaluasi laporan

keuangan perusahaan dengan menggabung-gabungkan angka-angka didalam atau antara laba-

rugi dan neraca. Analisis terhadap rasio keuangan perusahaan dapat memberikan informasi

mengenai kondisi keuangan secara sistematis dan memberikan proses penilaian yang bertujuan

untuk mengevaluasi posisi keuangan dan hasil-hasil operasi perusahaan pada masa lalu dan saat

sekarang. Salah satu tujuan analisis keuangan itu adalah untuk memperkirakan

kelangsunganmhidup perusahaan atau tingkat kebangkrutan perusahaan. Kelangsungan hidup

suatu perusahaan merupakan salah satu aspek penting untuk diketahui dan diharapkan oleh

semua pihak yang berkepentingan dalam perusahaan (Harnanto, 1987).

Rasio adalah suatu rumusan secara sistematis dari hubungan atau korelasi antara suatu

jumlah dengan jumlah tertentu lainnya. Analisis rasio merupakan suatu teknik analisa yang

dalam banyak hal mampu memberikan pertunjuk atau indikator dan gejala-gejala yang timbul

10

disekitar kondisi yang melingkupinya. Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2007) ada

5 macam analisis: (1) Rasio Likuiditas, (2) Rasio Aktivitas, (3) Rasio Solvabilitas, (4) Rasio

Profitabilitas dan (5) Rasio Pasar. Analisis rasio keuangan dapat digunakan untuk menganalisis

atau memprediksi kebangkrutan dan financial distress agar manajemen dapat mengambil

tindakan untuk mencegah kondisi yang tidak diinginkan. Prediksi financial distress perlu untuk

dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini

diharapkan dapat dilakukan tindakan – tindakan untuk mengantispasi yang mengarah kepada

kebangkrutan.

Prediksi financial distress perusahaan ini menjadi perhatian banyak pihak (Almilia, 2003).

Pihak – pihak yang menggunakan model tersebut meliputi :

1. Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress menpunyai

relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan

memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang

telah diberikan.

2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai

kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan

bunga.

3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi

kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. Hal ini

menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan

perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan.

4. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dan antitrust

regulation.

5. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor

dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.

6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan

menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung

(kerugan penjualan atau kerugian paksa akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan

adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari

kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari

kebangkrutan.

11

2.5 Reorganization in Bankruptcy

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU Kepailitan NO.40 Tahun 1998, dapat ditarik

kesimpulan bahwa syarat-syarat agar suatu perusahaan dapat dikatakan pailit adalah sebagai

berikut :

a. Mempunyai 2 atau lebihkreditur,

b. Tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Persyarata memiliki 2 atau lebih kreditur menegaskan bahwa dalam kepailitan yang

menjadi batasannya dalah jumlah kreditur yang mempunyai 2 tau lebih, jadi bukanlah

jumlah piutangnya.

Reorganisasi perusahaan berarti juga menyusun ulang organisasi yang dapat dibedakan :

1. Reorganisasi yuridis, terjadi apabila ada perubahan bentuk perusahaan. Misalnya

perusahaan perseorangan diubah menjadi Perseroan Terbatas.

2. Reorganisasi struktral, yaitu penyusunan kembali struktur organisasi. Misalnya struktur

organisasi fungsional diubah menjadi struktur organisasi garis.

3. Reorganisasi financial, merupakan capital restructuring yang menyangkut perubahan

menyeluruh dari struktur modal karena perusahaan telah atau sangat cenderung untuk

insovable. Tujuan reorganisasi financial adalah untuk menyehatkan kembali permodalan

perusahaan .

Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan

operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi

perusahaan atau penutupan perusahaan atau insovabilitas. Kegagalan dalam arti ekonomi dapat

berupa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutupi bebannya

sendiri, hal ini berarti tingkat labanya lebih kecil daripada biaya modalnya atau nilai sekarang

dari arus kas perusahaan lebih kecil daripada kewajiban. Bahkan kegagalan dapat berarti apabila

tingkat pendapatan atas biaya histris dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal

perusahaan. Kegagalan keuangan dapat diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara

dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada 2 bentuk yaitu:

1. Insolvensi tekhnis,

2. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan.

12

Insolvensi tekhnis adalah perusahaan dianggap gagal apabila perusahaan tidak dapat

memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.

Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi apabila suatu perusahaan gagal

memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar

terhadap utang lancar yang sudah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva

yang disyaratkan. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan adalah kebangkrutan didefinisikan

dalam ukuran yang sebagai kekayaan bersihnegatif daam nerca konvensional atau nilai sekarang

dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.

Kebangkrutan dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan

atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-

kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana

untuk menjalankan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai perusahaan tidak dapat

dicapai yaitu profit,sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bias digunakan untuk

mengembalikan pinjaman, membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus

dipenuhi bias ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.

Menurut Bambang Riyanto factor-faktor penyebab kegagalan usaha adalah dibagi

menjadi 2 yaitu factor ekstern dan intern. Factor intern berasala dari dalam perusahaan itu sendiri

baik yang bersifat keuangan maupun non keuangan. Factor keuangan sendiri yaitu hutang yang

terlalu besar sehingga menjadi beban tetap yang berat bagi perusahaan, adanya kewajiban jangka

pendek yang lebih besar dari aktiva lancar perusahaan, lambatnya pengumpulan piutang atau

banyaknya bad debt, kesalahan dalam kebijakan deviden dan tidak cukupnya dana penyusutan.

Sedangkan untuk factor non ekonomi dapat berupa adanya kesalahan-kesalahan dalam pemilihan

lokasi usaha, penentuan produk yang dihasilkan dan penentuan skala usaha, kurang baiknya

struktur organisasi, kesalahan dalam pemilihan pemimpin perusahaan, adanya manajerial

incompetent. Sedangkan factor ekstern adalah berasal dari luar perusahaan itu sendiri dan berada

diluar jangkauan atau control pimpinan yaitu adanya persaingan ketat dan hebat, berkurangnya

permintaan produk yang dihasilkan serta turunnya harga.

Menurut Drs. A. Abdurrachman, reorganisasi pada umumnya adalah pengaturan atau

perbaikan mengenai susunan capital suatu perseroan,biasanya yang meliputi penarikan kembali

semua efek yang belum diselesaikan dan penggantiannya dengan efek yang baru.pada khususnya

adalah suatu recapitalization mengenai suatu perseroan yang jatuh bangkrut yang menetapkan

13

bahwa para pemegang saham, pemegang obligasi dan para kreditur menyetujui satu sama lain

bahwa akan menyerahkan kepentingan-kepentingan dan tuntutan-tuntutannya dan membentuk

suatu perseroan yang baru untuk menyelesaikan hutang-hutang perseroan yang lama dan

melanjutkan usaha-usahanya.

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa reorganisasi adalah situasi dimana

aktiva dari perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dinyatakan dalam nilai pasar dan

penyusunan kembali struktur permodalan perusahaan untuk mencerminkan tiap perubahan pada

sisi aktiva. Dalam reorganisasi, perusahaan berjalan terus sedangkan pada kepailitan perusahaan

dilikuidasi akan sirna. Jika nilai perusahaan going concern lebih tinggi dibandingkan nilai

perusahaan dilikuidasi maka

Pilihan reorganisasi atau restrukturisasi layak dilakukan. Dalam situasi ini operasi

perusahaan akan dilakukan perbaikan-perbaikan terutama perbaikan struktur modalnya. Trustee

(curator) dapat ditunjuk untuk melakukan atau menjalankan reorganisasi tersebut. Rencana

reorganisasi berdasarkan pada prinsip keadilan dan kelayakan. Prinsip keadilan berarti semua

pihak harus diperlakukan secara adil(fair). Prinsip kelayakan berarti rencana yang dibuat harus

layak (bias) dilakukan. Sebagai contoh jika perusahaan mempunyai beban hutang terlalu tinggi

sedangkan kemampuan penjualan sangat kecil, maka reorganisasi tidak layak dilakukan.

Langkah-langkah reorganisasi :

a. Menentukan nilai perusahaan, menghitung nilai perusahaan berdasarkan tingkat

kapitalisasi.

b. Menentukan struktur modal yang baru, struktur modal bertujuan mengurangi beban tetap

(bunga) agar perusahaan bias beroperasi denganlebih fleksibel. Untuk mengurangi beban

tetap tesebut total hutang biasanya akan dikurangi. Jika tidak ada lagi harapan bahwa

operasi perusahaan akan berhasil maka likuidasi merupakan alternative satu-satunya yang

mungkin dilakukan oleh perusahaan .

Likuidasi adalah proses dimana sebuah perusahaan sebagai suatu badan hokum berhenti

beroperasi dengan cara mengakhiri hidup perusahaan tersebut. Proses demikian dapat dimulai

atas permintaan para kreditor karena perusahaan dianggap telah bangkrut. Orang yang ditunjuk

sebagai likuidator menjual seluruh asset perusahaan seharga nilai realisasinya nanti. Jika dana

hasil penjualan aktiva tidak mencukupi untuk membayar kreditor para kreditor istimewa para

kreditor istimewa akan dibayar terlebih dahulu baru kemudian para pemberi pinjaman biasa

14

dibayar dengan pembagian yang merata. Jika ada dana sisa ini akan dibagikan secara merata

kepada para pemegang saham. Proses likuidasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

1. Melalui penyerahan, yaitu proses likuidasi yang tidak melalui pengadilan,

2. Melalui kepailitan formal berdasarkan yuridiksi suatu pengadilan khusus.

2.6 Likuidasi dalam Kebangkrutan

Likuidasi merupakan suatu proses yang berakhir pada pembubaran perusahaan sebagai

suatu perusahaan. Likuidasi lebih menekankan pada aspek status yuridis perusahaan sebagai

suatu badan hukum dengan segala hak-hak dan kewajiban. Likuidasi atau pembubaran

perusahaan senantiasa berakibat penutupan usaha akan tetapi likuidasi tidak selalu berarti

perusahaan bangkrut. Likuidasi mempunyai tiga arti yaitu (info Bank, 1997:98):

1. Realisasi tunai

2. Pengakhiran usaha dengan cara pengkonversian aset-asetnya menjadi uang tunai dan

pendistribusian hasil tersebut. Yang pertama kepada direktur sesuai urutan yang

diutamakan dan sisanya kalau ada ke para pemilik perusahaan sesuai proporsi

kepemilikannya.

3. Suatu cara penyembuhan yang tersedia bagi debitur yang tidak bisa membayar

kewajiban-kewajibannya (insolvent). Likuidasi bertujuan dasar realisasi aset-asetnya dan

likuidasi kewajiban-kewajibannya ketimbang kesinambungan usaha, sebagaimana yang

biasa terjadi dalam reorganisasi. Insolvency menunjukkan pada ketidakmampuan debitur

membayar kewajiban-kewajibannya yang sudah jatuh tempo.

Proses likuidasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu yang pertama adalah melalui

penyerahan, yaitu proses likuidasi yang tidak melalui pengadilan, dan yang kedua melalui

kepailitan formal berdasarkan yuridiksi suatu pengadilan khusus.

1. Likuidasi penyerahan adalah prodesur informal untuk melikuidir hutang, bagi kreditur

cara ini lebih menguntungkan dibanding kepailitan formal karena mereka menerima lebih

banyak. Dilakukan transfer kepemilikan aktiva kepada pihak ketiga yang

disebut assignee atau trustee. Assignee diinstruksikan untuk menjual aktiva itu baik di

bawah tangan atau melalui lelang umum dan hasilnya dibagikan kepada kreditur secara

pro-rata.

15

2. Likuidasi kepailitan diatur dalam Undang-undang kepailitan yang mempunyai tiga fungsi

penting, yaitu melindungi kreditur dari kemungkinan penipuan oleh debitur, pembagian

aktiva debitur secara adil kepada para kreditur, menghapuskan semua kewajiban debitur

sehingga yang bersangkutan dapat mulai usaha baru tanpa harus dibebani hutang

terdahulu.

Selain dari kedua cara tersebut, proses likuidasi juga bisa dilakukan secara formal

ataupun tidak formal. Proses likuidasi tidak formal dilakukan perusahaan dengan pertimbangan

biaya lebih murah, aktivitas lebih sederhana, kreditor mendapatkan uangnya lebih banyak dan

lebih cepat. Sedangkan untuk proses likuidasi formal melibatkan pihak ketiga seperti pengadilan.

Melalui pihak ketiga, pihak-pihak yang terlibat dalam kebangkrutan bisa memperoleh

perlindungan dari pihak lainnya. Pengadilan berusaha agar pihak-pihak yang berkaitan

memperoleh perlakuan yang adil selama proses perbaikan tersebut.

Ada dua alasan secara teoritis yang mendorong perusahaan menggunakan jalur formal,

yaitu permasalahan Common Pool, dan Hold Out.

1. Common Pool. Misalkan suatu perusahaan mempunyai nilai hutang nominal sebesar total

Rp 20 milyar, yang berasal dari 10 kreditor dengan besar masing-masing adalah sama (Rp

2milyar). Nilai pasar perusahaan tersebut jika bertahan adalah Rp 15milyar. Jika

dilikuidasi, asset perusahaan bisa dijual menghasilkan kas sebesar Rp 10milyar. Misalkan

2kreditor tersebut bisa menuntut agar perusahaan dibangkrutkan.

2. Hold-Out. Misalkan pada contoh di atas perusahaan berhasil meyakinkan kreditor agar

dilakukan restrukturisasi. Hutang yang lama (yang besarnya Rp 2 milyar untuk setiap

kreditor), diganti dengan hutang baru yang nilainya lebih rendah, missal Rp 1,4 milyar

untuk setiap kreditor. Jika kreditor menyetujui usulan tersebut, total hutang menjadi Rp

14milyar. Karena nilai perusahaan jika jalan terus adalah Rp 15 milyar, maka pemegang

saham memperoleh sisa sebesar Rp 1 milyar. Perusahaan dengan demikian tidak perlu

dilikuidasi, tetapi masih bisa berjalan terus. Kreditor secara keseluruhan juga diuntungkan

(dibandingkan jika bangkrut), karena nilai Rp 14milyar lebih besar dibandingkan dengan

Rp 10milyar (jika dibangkrutkan dan dilikuidasi).

16

2.7 Analisis Model Prediksi Kebangkrutan

Analisis Model Prediksi Kebangkrutan ini, dibedakan menjadi empat macam model

sebagai berikut:

1. Model Grover

Model Grover merupakan model yang diciptakan dengan melakukan pendesainan dan

penilaian ulang terhadap model Altman Z-Score. Jeffrey S. Grover menggunakan sampel

sesuai dengan model Altman Z-score pada tahun 1968, dengan menambahkan tiga belas

rasio keuangan baru. Sampel yang digunakan sebanyak 70 perusahaan dengan 35

perusahaan yang bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982

sampai 1996. Jeffrey S. Grover (2001) menghasilkan fungsi sebagai berikut:

Score = 1,650X1 + 3,404X3 – 0,016ROA + 0,057...............................................(1)

Dimana :

X1 = Working capital/Total assets

X3 = Earnings before interest and taxes/Total assets

ROA = net income/total assets

Model Grover mengkategorikan perusahaan dalam keadaan bangkrut dengan skor kurang

atau sama dengan -0,02 (Z ≤ -0,02). Sedangkan nilai untuk perusahaan yang

dikategorikan dalam keadaan tidak bangkrut adalah lebih atau sama dengan 0,01 (Z ≥

0,01).

2. Model Altman Z-Score

Pada tahun 1968, Altman menerapkan Multiple Discriminant Analysis untuk pertama

kalinya. Analisis diskriminan yang dilakukan Altman dengan mengidentifikasikan rasio-

rasio keuangan menghasilkan suatu model yang dapat memprediksi perusahaan yang

memiliki kemungkinan tinggi untuk bangkrut dan tidak bangkrut. Fatmawati (2012)

menyatakan model prediksi ini mengalami beberapa revisi hingga menjadi persamaan

baru yang telah disesuaikan agar prediksi dapat dilakukan terhadap perusahaan swasta

dan tidak hanya sebatas perusahaan manufaktur yang telah go public. Anjum (2012)

berpendapat bahwa model ini dapat diterapkan pada ekonomi modern yang mampu

memprediksi kebangkrutan hingga satu, dua, dan tiga tahun ke depan. Pendapat senada

juga diberikan Hayes, dkk (2010) serta Odipo dan Sitati (2010) bahwa model ini

17

memiliki tingkat akurasi yang tinggi yaitu di atas 80%. Model yang dikenal sebagai

Revised Altman’s Z-Score dengan fungsi diskriminan sebagai berikut (Altman, 2000):

Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,988X5 ..................................(2)

Dimana:

X1 = Working Capital / Total Asset

X2 = Retained Earnings / Total Asset

X3 = Earning Before Interest and Taxes/Total Asset

X4 = Book Value of Equity / Book Value of Total Debt

X5 = Sales / Total Asset

Model Altman Z-Score mengklasifikasikan perusahaan dengan skor < 1,23 berpotensi

untuk mengalami kebangkrutan. Skor 1,23 – 2,90 diklasifikasikan sebagai grey area,

sedangkan perusahaan dengan skor > 2,90 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak

berpotensi mengalami kebangkrutan.

3. Model Springate

Penelitian yang dilakukan oleh Gordon L.V Springate (1978) menghasilkan model

prediksi kebangkrutan yang dibuat dengan mengikuti prosedur model Altman. Model

prediksi kebangkrutan yang dikenal sebagai model Springate ini menggunakan 4 rasio

keuangan yang dipilih berdasarkan 19 rasio-rasio keuangan dalam berbagai literatur.

Model ini memiliki rumus sebagai berikut:

Z = 1,03 A + 3,07 B + 0,66 C +0,4 D ..............................................................( 3)

Dimana:

A = Working Capital/Total Asset

B = Net Profit before Interest and Taxes/Total Asset

C = Net Profit before Taxes/Current Liabilities

D = Sales / Total Asset

Model Springate ini mengklasifikasikan perusahaan dengan skor Z > 0,862

merupakan perusahaan yang tidak berpotensi bangkrut, begitu juga sebaliknya jika

perusahaan memiliki skor Z < 0,862 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak sehat

dan berpotensi untuk bangkrut.

18

4. Model Zmijewski

Model prediksi yang dihasilkan oleh Zmijewski pada tahun 1983 merupakan hasil riset

selama 20 tahun yang ditelaah ulang. Model ini menghasilkan rumus sebagai berikut:

X = -4,3 - 4,5X1 + 5,7X2 – 0,004X3 .................................................................(4)

Dimana :

X1 = ROA (Return on Asset)

X2 = Leverage (Debt Ratio)

X3 = Likuiditas (Current Ratio)

Jika skor yang diperoleh sebuah perusahaan dari model prediksi kebangkrutan ini

melebihi 0 maka perusahaan diprediksi berpotensi mengalami

kebangkrutan. Sebaliknya, jika sebuah perusahaan memiliki skor yang kurang dari 0

maka perusahaan diprediksi tidak berpotensi untuk mengalami kebangkrutan.

19

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebangkrutan dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan atau situasi dalam hal ini

perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena

perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau

melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat

dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk

mengembalikan pinjaman, membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus

dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.

Kebangkrutan akan cepat terjadi di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi,

karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang

mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum

sakit pun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional akibat

adanya krisis ekonomi tersebut. Proses kebangkrutan, tidak semata-mata disebabkan oleh faktor

ekonomi tetapi juga disebabkan oleh faktor yang lain yang sifatnya non ekonomi.

Upaya terakhir yang biasa ditempuh oleh pihak manajemen perusahaan, apabila cara

restrukturisasi maupun reorganisasi perusahaan telah dilakukan dalam menghadapi situasi

ekonomi yang tidak menguntungkan serta menghindari perusahaan mengalami kesulitan di

bidang keuangan sacara terus menerus adalah “ likuidasi “. Artinya cara likuidasi ini akan

menjadi upaya terakhir yang harus ditempuh oleh manajemen perusahaan, apabila para kreditur

berpendapat bahwa prospek perusahaan sudah tidak lagi dipandang menguntungkan, walaupun

adanya tambahan modal kerja atau merubah kredit menjadi penyertaan. Dalam posisi ini, para

kreditur akan lebih menyukai perusahaan untuk dilikuidir saja.

20

DAFTAR PUSTAKA

Ermayanti, Dwi. 2011. Kebangkrutan (Online)

http://dwiermayanti.wordpress.com/2011/06/10/kebangkrutan/ (diakses tanggal 10

November 2014)

. 2013. Restrukturisasi dan Reorganisasi (Online)

http://pajaksolusi.blogspot.com/2013/06/restrukturisasi-reorganisasi-dan.html (diakses

tanggal 10 November 2014)

. 2009. Kebangkrutan dan Reorganisasi (Online)

http://rdtloom.wordpress.com/2009/01/13/kebangkrutan-dan-reorganisasi/ (diakses

tanggal 11 November 2014)

. 2014. Analisis Prediksi Keabangkrutan (Online)

http://irmajhe.blogspot.com/2014/03/analisis-prediksi-kebangkrutan.html (diakses

tanggal 11 November 2014)

. 2013. Metode Altman Z Score. (Online)

http://www.kajianpustaka.com/2013/03/metode-altman-z-score.html (diakses tanggal 11

November 2014)

21