Upload
merliana-cute-ones
View
33
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Saiful Sagala (2005) Model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai
pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Sementara itu menurut Joyce dan Weil (2000:13), model pembelajaran
merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan
kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran,perleng kapan belajar,buku-
buku, pelajaran,program multimedia,dan bantuan belajar melalui program komputer.
Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil adalah membantu pebelajar (peserta
didik) memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir, dan belajar
bagaimana cara belajar
Jadi, Model Pembelajaran adalah suatu rencana mengajar yang memperlihatkan
pola pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru-
peserta didik di dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan
yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik. Di dalam pola
pembelajaran yang dimaksud terdapat karakteristik berupa rentetan atau
tahapan perbuatan/kegiatan guru-peserta didik yang dikenal dengan istilah
sintaks. Secara implisit di balik tahapan pembelajaran tersebut terdapat
karakteristik lainnya dari sebuah model dan rasional yang membedakan
antara model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang
lainnya.
Desain Pembelajaran (Instructional Design), merupakan perwujudan yang lebih
konkrit dari Teknologi Pembelajaran. Terdapat sejumlah istilah lain yang setara
diantaranya istilah Desain Sistem Pembelajaran (Instructional System Design).
Demikian juga dengan istilah Pengembangan Sistem Pembelajaran (Instructional
System Development).
Asumsi dasar yang melandasi perlunya desain pembelajaran:
1. Diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual
2. Desain pembelajaran mempunyai fase-fase jangka pendek dan jangka panjang
3. Dapat mempengaruhi perkembangan individu secara maksimal
4. Didasarkan pada pengetahuan tentang cara belajar manusia
5. Dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem (System Approach)
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah yang kami susun ini, antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana model pembelajaran Morrison, Ross, dan Kemp?
2. Bagaimana mendesain pembelajaran Morrison, Ross, dan Kemp?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Disain Pembelajaran
Disain pembelajaran adalah suatu prosedur yang terdiri dari langkah-langkah,
dimana langkah- langkah tersebut di dalamnya terdiri dari analisis, merancang,
mengembangkan, menerapkan dan menilai hasil belajar (Seels & Richey, AECT 1994).
Hal tersebut juga dikemukakan oleh Morisson, Ross & Kemp (2007) yang
mendefinisikan desain pembelajaran sebagai suatu proses desain yang sistematis untuk
menciptakan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien, serta membuat kegiatan
pembelajaran lebih mudah, yang didasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai teori-
teori pembelajaran, teknologi informasi, sistematika analisis, penelitian dalam bidang
pendidikan, dan metode-metode manajemen. Tujuan sebuah desain pembelajaran
adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan
memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Dengan demikian, suatu desain
muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi.
Menurut Morisson, Ross & Kemp (2007) terdapat empat komponen dasar dalam
perencanaan desain pembelajaran. Keempat hal tersebut mewakili pertanyaan-
pertanyaan berikut:
1. Untuk siapa program ini dibuat dan dikembangkan? (karakteristik siswa atau
peserta ajar)
2. Anda ingin siswa atau peserta ajar mempelajari apa? (tujuan)
3. Isi pembelajaran seperti apa yang paling baik untuk dipelajari? (strategi
pembelajaran)
4. Bagaimanakah cara anda mengukur hasil pembelajaran yang telah dicapai?
(prosedur evaluasi)
2.2. Identifikasi Masalah
Untuk mengetahui apakah pengajaran yang dilakukan bisa dijadikan bagian dari
solusi masalah yang ada maka diperlukan identifikasi masalah. Misalnya, Nilai rata-rata
yang diperoleh kelas tujuh dalam mata pelajaran matematika di kota Bandung dibawah
rata-rata nilai yang telah ditetapkan. Situasi seperti ini menunjukkan bahwa siswa tidak
memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu, untuk membantu
meningkatkan nilai mereka, banyak cara yang bisa dilakukan, salah satunya yaitu
dengan menambahkan satu atau dua unit pengajaran lagi. Tetapi, apakah dengan
menambah pengajaran itu dapat memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi?
Agar kita tahu akar permasalahannya, maka kita dapat mengetahui pengajaran seperti
apakah yang dapat memecahkan persoalan tadi, dan seorang desainer pembelajaran
harus sudah dapat menentukan cara yang paling sesuai dan tepat. Untuk itu para
desainer dapat menggunakan salah satu atau kombinasi dari ketiga bentuk pendekatan
yang berbeda-beda berikut dalam mengidentifikasi masalah, yaitu:
a. Analisis Kebutuhan
Dalam konteks pengembangan kurikulum, John McNeil (1985) mendefinisikan
analisis kebutuhan sebagai suatu proses yang menentukan kebutuhan dalam
pendidikan dan apa yang menjadi prioritasnya. Kebutuhan yang diartikan sebagai suatu
kondisi dimana terdapat suatu kesenjangan antara apa yang diterima oleh siswa dengan
apa yang diharapkan diterima oleh siswa. Pengertian tersebut sejalan dengan apa yang
dijelaskan oleh Seels dan Glasgow (1990) yang menyatakan bahwa analisis kebutuhan
adalah proses mengumpulkan informasi tentang kesenjangan dan menentukan prioritas
dari kesenjangan tersebut untuk dipecahkan. Berdasarkan pengertian di atas
disebutkan bahwa analisis kebutuhan adalah suatu proses artinya ada rangkaian
kegiatan dalam pelaksanaannya. Proses yang diawali dengan perencanaan,
mengumpulkan data, menganalisa, dan berakhir pada mempersiapkan laporan akhir.
Secara lengkap kegiatan analisis kebutuhan digambarkan oleh Morisson, dkk dalam
gambar 1.
Gambar 1. Proses analisis kebutuhan
Menurut Morisson, Ross & Kemp (2007) proses tersebut mempunyai empat fungsi,
diantaranya adalah:
1. Proses untuk mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan tugastugas
tertentu, yaitu masalah apa yang mempengaruhi performance.
2. Proses untuk mengidentifikasi kebutuhan yang bersifat kritis, termasuk
kebutuhan yang mempengaruhi dari segi financial, keselamatan, atau
mengganggu stabilitas lingkungan pendidikan.
3. Proses untuk menyusun prioritas guna menyeleksi suatu intervensi.
4. Proses yang menyediakan data dasar untuk menguji efektifitas suatu
pembelajaran.
b. Analisis Tujuan
Kadang-kadang pendekatan analisis kebutuhan tidak praktis dan realistis, oleh
sebab itu biasa digunakan pendekatan alternatif lainnya untuk mendefinisikan masalah,
yaitu analisis tujuan. Mager (1984a) mendeskripsikan analisis tujuan sebagai suatu
metode untuk mendefinisikan yang tidak terdefinisikan. Beberapa desainer
menganggap analisis tujuan sebagai suatu bagian penting dalam proses analisis
kebutuhan. Tidak seperti analisis kebutuhan yang dimulai dengan mengidentifikasi
masalah, analisis tujuan dimulai dengan memberikan saran berupa suatu permasalahan.
Misalnya, seorang kepala sekolah memintamu untuk mengatur suatu pelatihan internet
bagi guru di sekolahnya. Ketika anda tidak mengenal para guru, anda dapat menghadiri
pertemuan fakultas keguruan misalnya dan mengadakan analisis tujuan untuk
menentukan apa yang para guru inginkan dalam pelatihan itu. Analisis tujuan juga
dapat menggunakan data dari analisis kebutuhan untuk menyusun prioritas. Misalnya,
analisis kebutuhan mengidentifikasi kebutuhan untuk melaksanakan pelatihan internet
bagi para guru. Dari data tersebut, analisis tujuan akan menggunakan kebutuhan
tersebut serta mewawancara kegiatan pelatihan itu untuk menentukan tujuan
pengajaran.
Sejalan dengan Klein, dkk (1971) dan Mager (1984a), Morisson dkk (2007)
memaparkan ada enam tahapan dalam analisis tujuan, diantaranya:
Identifikasi tujuan, dengan mengikutsertakan para ahli yang memahami
permasalahan yang sedang dihadapi untuk menentukan satu atau dua tujuan
yang berhubungan dengan kebutuhan tadi. Suatu tujuan yang mengarahkan kita
pada permasalahan yang ada;
Menyusun hasil yang ingin dicapai, artinya membiarkan para ahli tadi untuk
membuat sejumlah hasil yang ingin dicapai untuk setiap tujuan yang sudah
dibuat. Hasil tersebut harus mengidentifikasikan sikap yang ditunjukkan siswa
Memperbaiki hasil, tahap ini adalah tahap utama penyeleksian, seperti sorot
semua hasil yang ada dan hapus jika ada yang double, kombinasikan hasil yang
serupa dan lain sebagainya untuk memperjelas pernyataan hasil akhirnya
Mengurutkan hasil, urut dan pilihlah hasil yang paling penting. Mengurutkannya
itu bisa berdasarkan manfaatnya, hal-hal yang dapat menyebabkan masalah jika
hal tersebut diabaikan, atau criteria-kriteria yang relevan lainnya.
Memperbaiki hasil kembali, tahap ini memverifikasi kebutuhan yang ada dan
hasil yang ingin dicapai memiliki saling keterkaitan dengan tugasnya, yaitu
dengan cara mengidentifikasikan kesenjangan antara hasil yang ingin dicapai
dengan kenyataan yang ada.
Membuat final ranking, maksudnya mengurutkan kembali urutan hasil yang
ingin dicapai dengan mempertimbangkan seberapa penting hasil yang ingin
dicapai itu dapat mendukung pengajaran, kemudian mempertimbangkan pula
efek secara keseluruhan dari hasil tadi.
c. Analisi Performance
Mager (1984b) mendeskripsikan analisis performance sebagai suatu bantuan
untuk mengidentifikasi masalah performance. Rosetti (1999) mendeskripsikan proses
ini sebagai pencarian sumber masalah. Analisis ini membantu untuk memutuskan
apakah hasil pelatihan itu benar-benar dialamatkan pada masalah agar
diselenggarakannya pelatihan atau karena adanya intervensi lain yang lebih mengena.
Kebutuhan atau masalah individu ataupun suatu organisasi sering berubahubah,
masalah hari ini belum tentu sama dengan masalah yang akan dihadapi satu atau enam
bulan yang akan datang. Oleh sebab itu, analisis kebutuhan, analisis tujuan dan analisis
performance sering dibatasi oleh waktu dan harus selalu diperbaharui.Pertanyaan
selanjutnya, kapan desainer pembelajaran melakukan analisis terhadap permasalahan
yang ada?
Roseti (1999) mengidentifikasi ada 4 peluang untuk mengidentifikasi masalah
yang muncul, diantaranya:
1. Pada saat memperkenalkan atau menyambut suatu produk baru.
2. Pada saat merespon permasalahan yang terjadi.
3. Pada saat menyadari adanya kebutuhan untuk mengembangkan kompetensi sumber
daya manusia, sehingga mereka selalu dapat berkontribusi kepada pertumbuhan
suatu organisasi.
4. Pengembangan strategi, dimana suatu analisa dapat memberikan informasi yang
bermanfaat untuk membuat keputusan dalam merencanakan suatu strategi.
2.3. MODEL PEMBELAJARAN MORRISON ROSS AND KEMP
Model Kemp oleh Kemp, J.E, Morrison, G.R, dan Ross, S.M (1994 ), menurut Kemp
rancangan pengembangan perangkat pembelajaran merupakan suatu lingkaran yang
kontinum. Rancangan pengembangan perangkat pembelajaran model ini terdiri dari
sembilan komponen tahapan dan tidak mempunyai titik awal tertentu. Tiap-tiap
langkah dalam rancangan pengembangan berhubungan secara langsung dengan
aktivitas revisi, sehingga memungkinkan sejumlah perubahan dari segi isi atau
perlakuan terhadap semua unsur tersebut selama program berlangsung. Pada model
Kemp ini, seorang pengembang perangkat dapat memulai proses pengembangan dari
komponen yang manapun dalam siklus yang berbentuk bulat telur tersebut. Namun
karena kurikulum yang berlaku secara nasional berorientasi kepada tujuan
pembelajaran (komptensi dasar dan tujuan pembelajaran khusus), maka proses
pengembangan perangkat seyogyanya dimulai dari tujuan pembelajaran.
Kesembilan komponen tahapan model Kemp tersebut adalah Instructional
Problems (masalah pengajaran), Learner Characteristics (karakteristik siswa), Task
Analysis (analisis tugas), Instructional Objectives (tujuan pengajaran), Content
Sequencing (urutan materi), Instructional Strategies (strategi pengajaran), Instructional
Delivery (cara penyampaian pengajaran), Evalution Instrumens (instrumen evaluasi),
dan Instructional Resources (sumber pengajaran).
Berdasarkan uraian dari ketiga model rancangan pengembangan perangkat
pembelajaran di atas, pada dasarnya komponen-komponen dari ketiga model tersebut
subtansinya sama, kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan itu tidak terlalu prinsip.
Ketiga model itu bertujuan agar perangkat pembelajaran yang dikembangkan benar-
benar handal dan berfungsi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.
Secara umum rancangan pengembangan perangkat pembelajaran model Kemp,
J.E, Morrison, G.R, dan Ross, S.M (1994: 9) digambarkan seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Perangkat Model Pembelajaran Morrison Ross and Kemp
Langkah-Langkah Perencanaan Pembelajaran Kemp
Skema hubungan tiap-tiap langkah dalam Perencanaan Pembelajaran Kemp. Pada dasarnya,
perencanaan dalam desain pembelajaran terdiri atas delapan langkah:
1. Menentukan Topic dan Tujuan instruksional Umum (Goal, Topic and general Purpose).
Menentukan topik dan tujuan instruksional umum untuk pembelajaran tiap pokok-pokok
bahasan. Sebuah perencanaan harus menentukan topik utama, begitu pula dengan
perencanaan kemp, topik tersebut akan menjadi cakupan program pembelajaran yang dibuat.
Topik biasanya disusun secara logis, paling simpel, dan konkret sehingga orang dapat
langsung melihat gambaran dari rencana program pembelajaran tersebut. Topik dapat disusun
berdasarkan pengalaman yang didapatatau pemikiran yang menjadi dasar sesuatu yang akan
dibuat.
2. Menganalisis karakteristik pelajar (Learning Characteristic)
Ketika mendesain sebuah rencana pembelajaran kemp, kita harus memutuskan karakteristik
dari siswa karena dengan mengetahui karakteristik tersebut sangat membantu dalam membuat
perencanaan pembelajaran.Analisis ini diperlukan antara lain untuk mengetahui, apakah latar
belakang pendidikan, dan sosial budaya siswa memungkinkan untuk mengikuti program, dan
langkah-langkah apa yang perlu diambil.
3. Tujuan Pembelajaran (Learning Objective)
Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dapat dijadikan tolak ukur perilaku
pelajar. Dengan demikian, siswa akan mengetahui apa yang harus dikerjakannya, dan apa
ukurannya dia telah berhasil. Dari segi pengajar, rumusan ituakan berguna dalam menyusun
tes kemampuan/keberhasilan dan pemilihan materi yang sesuai.
4. Menentukan Isi Meteri (Subject Content)
Menentukan isi meteri pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan. Isi materi pelajaran
memberikan inti informasi yang diperlukan dalam pokok bahasan. Informasimenumbuhkan
pengetahuan yang merupakan tata hubungan antara rincian fakta. Hasilakhirnya adalah
pemikiran intelektual dan pemahaman.
5. Menetapkan Pengajaran Awal (Pre-Assesment)
Langkah ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memenuhi persyaratan
belajar yang dituntut untuk mengikuti program yang bersangkutan sertauntuk pemahaman
siswa terhadap materi yang akan diberikan.
Dalam pelaksanaannya, pre-assesment tidak selalu harus dilakukan dengan konsep formal.
Misalnya saja kita dapat bertanya langsung pada siswa di dalam kelas. Kita dapat bertanya
berapa banyak di antara mereka yang telah mengerti dengan materi yangakan diberikan.
6. Aktivitas Belajar Mengajar (Teaching/ learning activities resources)
Tahapan selanjutnya dari model pembelajaran adalah aktifitas belajar–mengajar.Pada tahapan
ini dijelaskan tentang bentuk – bentuk dari kegiatan belajar yang efektif dan media–media
yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Dalam kegiatan pembelajaran ada tiga alternatif
pembelajaran yaitu group presentation, individualized learning, dan interaction between
teacher and student. Dalam melakukan proses pembelajaran hendaknya kita memilih
alternatif kegiatan yang paling efektif dan sesuai dengan keadaan siswa. Memilih
aktivitas pembelajaran dan sumber pembelajaran yang menyenangkan atau menentukan
strategi belajar-mengajar, jadi siswa akan mudah menyelesaikan tujuan yang diharapkan.
Umumnya para guru dapat mendesain pembelajaran dengan bantuan buku manual.
Namun hal itu hanya terbatas pada pembelajaran yang bersifat tradisional saja. Padahal ilmu
pendidikan senantiasa berkembang dan terus mengeluarkan produk – produk baru yang lebih
canggih lagi. Dari sinilah masalah muncul, karena para guru tidak menguasai produk–produk
baru tersebut. Di sinilah peran seorang pendesain diperlukan. Sumber pembelajaran juga
merupakan komponen terpenting yang tidak boleh kita lupakan dalam media pembelajaran.
Hendaknya kita memilih media yang cocok dengan kondisi dan materi yang akan
diberikan. Media yang baik dapat memotifasi siswa dan dapat menjelaskan materi secara
efektif serta mengilustrasikan isi materi. Media yang digunakan dapat bermacam – macam.
Media yang digunakan dapat berupa media cetak, media audio, media visual, dan media
audio visual yang terpenting media itu dapat menunjang kegiatan personal maupun
kelompok.
7. Sarana Penunjang (Support Service)
Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi biaya, fasilitas,
peralatan, waktu dan lainnya.
1) Biaya
Dana merupakan hal yang amat krusial dalam pengembangan pendidikan.Semua program
baru yang akan dipakai tentunya memerlukan dana untuk memulainya. Sekolah yang ingin
mengembangkan program pendidikannya misalnya saja dengan membuat inovasi baru,
penelitian, dan pengembangan memerlukan biaya untuk menjalankannya. Pemanfaatan
biaya dilakukan ketikamasa pengembangan dan selama pemakaian peralatan.
2) Fasilitas
Proses pembelajaran tentunya membutuhkan fasilitas yang memadai
untuk keberlangsungannya proses belajar-mengajar. Dalam kegiatan presentasi,
kitamembutuhkan proyektor audio visual, sound sistem, papan tulis dan
perlengkapanlainnya.
3) Peralatan
Dalam menjalankan program yang telah dijalankan tentunya kita memerlukan beberapa
peralatan untuk menunjang kegiatan tersebut.
4) Waktu
Dalam menentukan program hendaknya kita memperhatikan jadwal dan waktuyang tepat.
8. Evaluasi (Evaluation)
Mengevaluasi pembelajaran siswa dengan syarat mereka menyelesaikan pembelajaran
serta melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali beberapafase dari perencanaan
yang membutuhkan perbaikan. Evaluasi harus sejalan dengantujuan awal pembelajaran.
Selanjutnya tujuan awal pembelajaran akan berperansebagai acuan dari evaluasi. Proses
evaluasi ini berfungsi untuk mengukur hasiloutcome dari pembelajaran yang telah
dilakukan. Selain itu proses evaluasi juga berfungsi untuk mengukur tingkat keberhasilan
program pembelajaran yang telahdidesain. Dari proses evaluasi ini kita dapat melihat
perbandingan siswa yang lulusdan tidak lulus. Jika perbandingan siswa yang lulus lebih
banyak dibandingkan siswayang tidak lulus maka pembelajaran ini dianggap berhasil
2.4. KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN PEMBELAJARAN DENGAN MODUL
Berdasarkan konsep pendidikan kesetaraan yang fleksibel terhadap waktu
belajar dan tempat belajar. Dengan demikian, modul sangat tepat dan dapat
memberikan keuntungan kepada warga belajar. Selain itu alasan yang paling mendasar
adalah pengembangan ini menggunakan model Dick, Carey dan Carey. Dick dkk (2001)
merekomendasikan bahwa pengembangan materi pembelajaran harus berupa bahan
pembelajaran individu. Nasution (1997) mengemukakan beberapa keuntungan–
keuntungan pembelajaran dengan modul sebagaimana berikut ini;
1. Memberikan umpan balik segera
Modul dapat memberikan umpan balik segera sehingga pebelajar mengetahui
kekurangan mereka dan segera melakukan perbaikan sendiri. Walaupun individu
berbeda kecepatan (slow dan advance) tetapi pebelajar memiliki kesempatan
menyelesaikan pembelajaran dengan kemampuannya sendiri tentunya dengan kondisi
yang tepat pula (Morrison, Ross, dan Kemp, 2001). Ditambahkan oleh Nasution (1997),
Modul memberikan warga belajar waktu yang cukup untuk menguasai bahan.
2. Menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas sehingga terarah ke tujuan
Dalam modul ditetapkan tujuan pembelajaran yang jelas sehingga kinerja warga
belajar jelas dan terarah dalam mencapai tujuan pembelajaran. Bukan hanya tujuan saja
(Morrison, Ross, dan Kemp, 2001) menyatakan tujuan dan sumber ditetapkan dengan
extra hati-hati dan sesuai dengan karakteristik pebelajar.
3. Menerapkan pembelajaran yang sistematis
Pembelajaran yang sistematis dan teratur menumbuhkan motivasi.
Pengembangan modul yang didesain menarik, mudah untuk dipelajari, dan dapat
menjawab kebutuhan tentu akan menumbuhkan motivasi warga belajar. Morrison,
Ross, dan Kemp (2001) menyatakan bahwa pembelajaran individu dapat
menumbuhkan kebiasaan belajar, tanggungjawab bekerja dan prilaku pribadi.
4. Modul bersifat fleksibel.
Modul fleksibel karena materi modul dapat dipelajari oleh warga belajar dengan
cara dan kecepatan yang berbeda (Nasutin, 1997), sumber belajar pun dapat
ditambahkan (Morrison, Ross, dan Kemp, 2001).
5. Kerja sama terjalin dan persaingan dapat diminimalisir
Kerja sama dapat terjalin karena dengan modul persaingan dapat diminimalisir
dan setiap warga belajar berusaha mencapai yang terbaik serta kerjasama juga terjalin
antara pebelajar dan pembelajar (Nasution, 1997). Selain itu, pengembang modul ini
juga berkeyakinan bahwa melalui instruksi atau strategi belajar berpasangan (in pairs)
dan berkelompok, kerja sama dapat terjalin antar warga belajar.
6. Waktu untuk remedi cukup tersedia
Remedial dapat dilakukan karena modul memberikan kesempatan yang cukup.
Berdasarkan evaluasi yang diberikan, warga belajar dapat menemukan sendiri
kelemahannya. Perbaikan atau remedi dilakukan hanya terhadap kesalahan, sehingga
remedi dapat efektif dan efisien. Selain pebelajar, pembelajar juga mendapatkan
beberapa keuntungan dengan menggunakan modul, beberapa diantaranya
dikemukakan oleh Nasution (1997).
Keuntungan modul menurut Morrison, Ross, dan Kemp (2001) adalah:
1. Rasa kepuasan karena setiap warga belajar dapat belajar sesuai dengan
kapasitasnya dan terjamin
2. Bantuan lebih personal, (Morrison dkk, 2001) menyatakan pembelajar dapat
memberikan perhatian secara individual dengan demikian perhatian dan
bantuan akan lebih effektif;
3. Remedi dapat diberikan secukupnya
4. Bebas dari pekerjaan rutin yang mungkin membosankan
5. Bahan tidak mubasir karena modul dapat digunakan kapanpun dan setiap
sekolah dapat saling berbagi menggunakan satu modul
6. Tugas profesi membaik, karena pembelajar dapat merefleksikan dan terangsang
dengan munculnya beberapa pertanyaan; bagaimana warga belajar melakukan
pembelajaran? dan bagaimana pembelajar memperbaiki proses? Pembelajaran
modul dengan metode belajar individu tidak lepas dari kelemahan-kelemahan.
2. Kelemahan
Kelemahan modul menurut Morrison, Ross, dan Kemp (2001) adalah:
1. Interaksi antara pembelajar dan pebelajar berkurang sehingga perlu jadwal tatap
muka atau kegiatan kelompok
2. Pendekatan tunggal menyebabkan monoton dan membosankan karena itu perlu
permasalahan yang menantang, terbuka dan bervariasi
3. Kemandirian yang bebas, menyebabkan pebelajar tidak disiplin dan menunda
mengerjakan tugas karena itu perlu membangun kultur belajar dan batasan
waktu;
4. Perencanaan harus matang, memerlukan kerja sama tim, memerlukan dukungan
fasilitas, media, sumber dan lainnya
5. Persiapan materi memerlukan biaya yang lebih mahal bila dibandingkan dengan
metode ceramah.
.
Kelebihan Model Pembelajaran Kemp Dari Model
Pembelajaran Lain
Kelemahan Model Pembelajaran Kemp Dari
Model Pembelajaran Lain
1. Model Pembelajaran kemp berbentuk lingkaran dan ketika akan melakukan langkah-langkah selanjutnya selalu dilakukan revisi terlebih dahulu.
2. Model Pembelajaran Kemp berbentuk siklus yang memberi kemungkinan bagi penggunanya untuk memulai kegiatan desain sistem pembelajaran dari fase manapun.
3. Model pembelajaran kemp berfokus pada perencanaan kurikulum dengan pendekatan tradisional/klasik.
1. Untuk model pembelajaran lain, revisi hanya dilakukan setelah evaluasi pembelajaran.
2. Untuk model pembelajaran lain, langkah awal dalam proses pembelajaran sudah ditetapkan.
3. Model briggs diterapkan pada kurikulumyang baru, terdapat tim prmantau yang ikutdalam menyusun perencanaan pembelajaran
PENUTUP
Kesimpulan
Perencanaan pembelajaran adalah proses pengambilan keputusan hasil berfikir secara
rasional tentang sasaran dan tujuan pembelajaran tertentu, yakni perubahan perilaku serta
rangkaian kegiatan yang harus dilakukan sebagai upaya pencapaian tujuantersebut dengan
memanfaatkan segala potensi dan sumber belajar yang ada.Jerols E. Kemp mengembangkan
model Pengembangan Instruksional yang palingawal bagi pendidikan.
Model Kemp memberikan bimbingan kepada para pemakainyauntuk berfikir tentang
masalah-masalah umum dan tujuan-tujuan pengajaran. Menurutkemp pengembangan desain
sistem pembelajaran terdiri atas komponen-komponen, yangdikembangkan sesuai dengan
kebutuhan, tujuan dan berbagai kendala yang timbul. Langkah tiap-tiap pengembangan
berhubungan langsung dengan aktivitas revisi. Pengambangan perangkat ini dimulai dari titik
manapun sesuai di dalam siklus tersebut.
Pengembangan model Kemp memberi kesempatan kepada para pengembang untuk
dapatmemulai dari komponen manapun.Langkah-Langkah Perencanaan Pembelajaran
Kemp :
1. Daftar Topic dan Tujuan Umum (Goal, topic and General purpose).
2. Menganalisis karakteristik pelajar (Learning Characteristic).
3. Tujuan Pembelajaran (Learning Objective).
4. Menentukan Isi Meteri (Subject Content).
5. Menetapkan pengajaran awal (Pre-Assesment).
6. Aktivitas Belajar Mengajar (Teaching/ learning activities resources).
7. Sarana Penunjang (Support Service).
8. Evaluasi (Evaluation)
Model perencanaan pembelajaran kemp mempunyai kelebihan serta kekurangan. Kelebihan
dalam Model Pembelajaran Kemp ini di setiap melakukan langkah atau prosedur terdapat
revisi terlebih dahulu untuk menuju ke tahap berikutnya. Sedangkan Kelemahan dari Model
Pembelajaran Jerols E. Kemp ini agak condong ke pembelajaranklasikal atau pembelajaran di
kelas, sehingga peran guru disini mempunyai pengaruhyang besar, karena guru dituntut
dalam rangka program pengajaran, instrument evaluasi,dan strategi pengajaran
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, Diny, 2009, Perencanaan Desain Pembelajaran Bahan Ajar Untuk Diklat E-
Training Pppptk TK Dan PLB,Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidikan
Dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-Kanak Dan Pendidikan Luar Biasa.
http://aplikasifisika.blogspot.com/2009/03/pengembangan-model-pembelajaran.html.
http://elearning.unesa.ac.id/myblog/alim-sumarno/keuntungan-dan-kelemahan-
pembelajaran-dengan-modul.
http://mahendracollage.blogspot.com/2011/04/skema-model-pengembangan-
pendidikan.html.
Ibrahim M., 2003. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya, University Press.
Ibrahim M dan Nur M., 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya, University
Press.
Kardi S dan Nur M., 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya, University Press.
Kemp, SE. Morisson, GR and Ross SM., 1994. Designing Effective Instruction. New York,
Mac Millan College Publishing Company.
Nur M., 2003. Buku Panduan Keterampilan Proses dan Hakekat Sains. Surabaya,
University Press.
Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat
http://abdulrazak19.blogspot .com/2011/12/ model-model-desain-perencanaan
Pembelajaran .html
Prawiradilaga, Dewi Salma, 2003. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta,
Kencana.
Slavin, RE., 1994. Educational Psychology Theory and Practice. Fourth Edition,
Massachusetts : Allyn and Bacon.