Upload
ayu-ayu-ayu
View
261
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dddddd
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
.1.1. LATAR BELAKANG
Epidural hematoma dalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang
paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang
tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna
sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak,
menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna. Ketika
seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk
suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau
robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh
darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura
dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematom.(1,2,3 )
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency
dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang
lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom
berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan.
Arterial hematom terjadi pada middle meningeal arteri yang terletak di bawah
tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi
perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.(1,5)
1
Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan
hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional
frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di
Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang
memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.(2,9)
60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan
jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian
meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun.
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan
4:1. (9)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
2
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang
paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang
tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna
sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak,
menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna. Ketika
seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk
suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau
robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh
darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura
dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematom.(1,2,3 )
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency
dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang
lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom
berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan.
Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah
tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi
perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.(15)
2.2. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan
hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional
frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di
3
Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang
memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.(2,9)
60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan
jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian
meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun.
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan
4:1. (9)
Tipe- tipe :
1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri.
2. Subacute hematoma ( 31 % ).
3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena.(6)
2.3. Etiologi
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya
benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat
trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi pembuluh darah.(2,9)
2.4. ANATOMI
2.4.1. Kulit Kepala
4
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu: skin,
atau kulit, conective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau
galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar
dan pericranium.
2.4.2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal,
temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis,
namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselarasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi 3 fossa yaitu:
5
fossa anterior tempat lobus frontalis, fossa media tempat temporalis dan
fossa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan cerebellum.
2.4.3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari
3 lapisan yaitu:
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu
lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput
yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada
permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat erat pada selaput
arachnoid dibawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang
subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena
6
yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis
tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan
darah vena ke sinus transvesus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-
sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri meningea terletak
antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural).
Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-
arteri ini dan menyebabkan perdaraha epidural. Yang paling sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fossa
temporalis (fossa media).
2. Selaput arakhhnoid
Selaput arachnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan
dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura
mater oleh ruang potencial, disebut spatium subdural dan dari pia mater
oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebraspinal. Perdarahan
subarakhnoid umumnya disebabkan oleh cedera kepala.
3. Piamater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adalah membran vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi
gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membran ini
membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri
yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
7
2.5. PATOFISIOLOGI
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang
tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal
atau oksipital.(8)
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar. (8)
8
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada
lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis.(1)
Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.(1)
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.
Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.(1)
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,
kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini
selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena
9
lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom.
Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau epidural
hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien
langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. (8)
Sumber perdarahan : (8)
Arteri meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )
Sinus duramatis
Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi arteri diploica
dan vena diploica
Hematom epidural akibat perdarahan arteri meningea media,terletak antara
duramater dan lamina interna tulang pelipis. Os Temporale (1), Hematom Epidural
(2), Duramater (3), Otak terdorong kesisi lain (4)
(Dikutip dari kepustakaan 8)
Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf
karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura
10
sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans
dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang
mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus
segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.(8,10)
2.6. GEJALA KLINIS
Gejala yang sangat menonjol adalah kesadaran menurun secara progresif.
Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di
belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau
telinga. Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti. (3)
Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari
cedera kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera
kepala.(3,8)
Gejala yang sering tampak :
Penurunan kesadaran, bisa sampai koma
Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Nyeri kepala yang hebat
Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
Mual
Pusing
11
Berkeringat
Pucat
Pupil anisokor
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese
atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah
tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma, pupil kontralateral
juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi
cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa
timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.(11)
2.7. DIAGNOSIS
2.7.1 Anamnesis
Dari anamnesis di nyatakan adanya riwayat trauma kepala baik
dengan jejas di kepala atau tidak, jika terdapat jejas perlu diteliti ada tidaknya
kehilangan kesadaran atau pingsan. Jika pernah apakah tetap sadar seperti semula
atau turun lagi kesadarannya, dan diperhatikan lamanya periode sadar atau lucid
interval.(2)
Untuk tambahan informasi perlu ditanyakan apakah disertai
muntah dan kejang setelah terjadinya trauma kepala. Kepentingan mengetahui
muntah dan kejang adalah untuk mencari penyebab utama penderita tidak sadar
apakah karena inspirasi atau sumbatan jalan nafas atas, atau karena proses
12
intrakranial yng masih berlanjut. Pada penderita sadar perlu ditanyakan ada
tidaknya sakit kepala dan mual, adanya kelemahan anggota gerak dan munta-
muntah yang tidak bisaditahan. (2)
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang
mencakup jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan tekanan darah atau nadi
(circulation) yang dilanjutkan dengan resusitasi. Jalan nafas harus dibersihkan
apabila terjadi sumbatan atau obstruksi, bila perlu dipasang orofaring tube atau
endotrakeal tube lalu diikuti dengan pemberian oksigen. Hal ini bertujuan untuk
mempertahankan perfusi dan oksigenasi jaringan tubuh. Pemakaian pulse oksimetri
sangat bermanfaat untuk memonitor saturasi oksigen. Secara bersamaan juga
diperiksa nadi dan tekanan darah untuk memantau apakah terjadi hipotensi, syok,
atau terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Jika terjadi hipotensi atau, syok
harus segera dilakukan pemberian cairan untuk menggantikan cairan tubuh yang
hilang. Terjadinya peningkatan tekanan intrakranial ditandai reflex cushing yaitu
peningkatan tekanan darah, bradikardi dan bradipnea.(5)
Pemeriksaan neurologi yang meliputi kesadaran penderita dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale, pemeriksaan diameter kedua pupil dan tanda-
tanda deficit neurologis fokal. Pemeriksaan kesadaran dengan GCS menilai
kemampuan membuka mata, respon verbal dan respon motorik pasien terdapat
stimulasi verbal atau nyeri. Pemeriksaan diameter kedua pupil dan adanya deficit
13
neurologis fokal menilai apakah telah tejadi herniasi di dalam otak dan
terganggunya sistem kortikospinal di sepanjang kortex menuju medulla spinalis.(5)
2.8 DIAGNOSIS BANDING
1. Hematoma subdural
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater
dan arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan
hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa di sebabkan oleh trauma hebat
pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai
tulang sehingga merusak areteri kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan
jaringan otak. Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan
ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit. (10)
Hematoma Subdural Akut
(Dikutip dari kepustakaan 4)
2. Hematoma Subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh
darah di dalamnya. (10)
14
Kepala panah menunjukkan hematoma subarachnoid, panah hitam
menunjukkan hematoma subdural dan panah putih menunjukkan pergeseran garis
tengah ke kanan
(Di kutip dari kepustakaan 4)
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.9.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi pemeriksaan darah rutin, dan
elektrolit.
2.9.2 Gambaran Radiologi
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala
lebih mudah dikenali. (2)
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural
hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang
mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong
sulcus arteria meningea media. (10)
15
Fraktur impresi dan linier pada tulang parietal, frontal dan temporal
(Dikutip dari kepustakaan 7)
1. Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan
potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja
(single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks,
paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens),
berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur
pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90
HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah. (6,8,16)
Gambar 1. Gambaran CT-Scan Hematoma Epidural di Lobus Fronal kanan.
16
(Di kutip dari kepustakaan 9)
Gambar 2. Gambaran CT-Scan fraktur tulang frontal kanan di anterior sutura
coronalis (Di kutip dari kepustakaan 9)
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser
posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat
menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis
pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.(9,10,16)
Gambar 3. Gambaran MRI Hematoma Epidural.
17
(Di kutip dari kepustakaan 4)
2.10 PENATALAKSANAAN
1. Memperbaiki/mempertahan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu bebas, bersihkan lendir dan darah yang
dapat menghalangi aliran udara pernafasan. Bila perlu dipasang pipa
naso/faringeal dan pemberian oksigen.
2. Mengurangi edema otak
Cairan intravena
Cairan intravaena diberikan secukupnya untuk resusitasi agar penderita
tetap dalam keadaan normovolemia. Keadaan hipovolemia sangat
berbahaya. Namun harus diperhatikan untuk tidak memberikan cairan yang
berlebihan. Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat
menyebabkan hiperglikemia yang berakibat buruk pada otak yang cedera.
Karena itu cairan yang digunakan adalah garam fisiologis atau ringer laktat.
Kadar natrium serum juga harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya
edema otak.
Hiperventilasi
Bertujuan untuk PCO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh
darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan
metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis.
Cairan hiperosmolar
Umumnya digunakan manitol 10-15% per infus untuk menarik air dari
ruang intersel ke dalam ruang intravaskular untuk kemudian dikeluarkan
18
melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikendaki, manitol umunya
diberikan 0,50 gr/KgBB.
Barbiturat
Digunakan untuk membius pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan
serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun karena
kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan
kerusakan akibat hipoksia, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini
hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.
Terapi Medikamentosa
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera
spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan
intracranial dan meningkakan drainase vena.(9)
Obat-obat Neuropatik
1. Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6) yang dikatakan
mengaktivasi metabolism otak dan memperbaiki struktur serta fungsi
membrane sel. Pada fase akut diberika dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat
infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifatnya asam sehingga
mengiritasi vena.
2. Piracetam
19
Piracetam adalah senyawa mirip GABA suatu neurotransmitter penting di
otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gr/hari IV.a
3. Citicholin
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin sendiri
diperlukan untuk sintesis membrane sel dan neurotransmitter di dalam otak.
Diberikan dalam dosis 100-500 mg/hari IV.
Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat : (15)
Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)
Keadaan pasien memburuk
Pendorongan garis tengah > 3 mm
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak
ruang.(8)
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
> 25 cc desak ruang supra tentorial
> 10 cc desak ruang infratentorial
> 5 cc desak ruang thalamus
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
Penurunan klinis
20
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
2.11 PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada : (8)
Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )
Besarnya
Kesadaran saat masuk kamar operasi.
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik,
karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar
antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada
pasien yang mengalami koma sebelum operasi. (2,14)
BAB III
KESIMPULAN
Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur
tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
durameter dan tulang di permukaan dalam os temporale.
Tanda diagnostik klinik epidural hematoma:
1. Lucid interval (+)
21
2. Kesadaran makin menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur daerah temporal
Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta
pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen kepala dan CT Scan kepala.
Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan
epidural hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16%-32%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi
4, Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016
2. Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subdural-
hematoma.html.
3. Anonym,Epidural hematoma,www.nyp.org
4. Anonym, Intracranial Hemorrhage, www.ispub.com
22
5. Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed Tomography, Baert
A.L. Thieme Medical Publisher, New York,1996.
6. Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second
edition, Williams & Wilkins, Arizona, 1993.
7. Ekayuda I., Angiografi, Radiologi Diagnostik, edisi kedua, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, 2006.
8. Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong
W.D. EGC, Jakarta, 2004.
9. Mc.Donald D., Epidural Hematoma, www.emidicine.com
10. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua,
Harsono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005.
11. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi
Kilinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003.
12. Price D., Epidural Hematoma, www.emidicine.com
13. Paul, Juhl’s, The Brain And Spinal Cord, Essentials of Roentgen
Interpretation, fourth edition, Harper & Row, Cambridge, 1981, 402-404
14. Sain I, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Trauma Kapitis,
http://iwansain.com/2007.
23
15. Soertidewi L. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranio Serebral,
Updates In Neuroemergencies, Tjokronegoro A., Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2002.
16. Sutton D, Neuroradiologi of The Spine, Textbook of Radiology and
Imaging, fifth edition, Churchill Living Stone, London,1993.
24