18
MAKALAH OB – 6 Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak Disusun Oleh : DHANTY WIDYANISITA 04101004029 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN

Makalah OB 6 (Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah OB 6 (Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak)

MAKALAH OB – 6

Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak

Disusun Oleh :

DHANTY WIDYANISITA

04101004029

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

Page 2: Makalah OB 6 (Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak)

Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak

Abstrak

Mastikasi atau pengunyahan adalah salah satu proses penghancuran makanan secara

mekanik yang terjadi di dalam rongga mulut.1 Tujuan akhir dari proses ini adalah

terbentuknya bolus yang kecil sehingga mempermudah proses penelanan.1,2 Proses mastikasi

terjadi secara alamiah pada masa kehidupan dan melibatkan organ di dalam mulut seperti :

gigi-geligi, rahang, lidah, palatum, dan otot-otot mastikasi. Mastikasi merupakan gerakan

rumit yang dihasilkan dari sekumpulan saraf di batang otak dan jaringan saraf yang

melibatkan beberapa daerah di otak. Penelitian baru-baru ini menyebutkan bahwa terdapat

hubungan antara mastikasi, usia, dan penurunan fungsi kognitif pada manusia.6

Penelitian pada hewan dan manusia telah menunjukkan bahwa pengunyahan atau

mastikasi dapat mempertahankan fungsi kognitif di hipokampus, yaitu area otak yang penting

dalam proses belajar dan daya ingat. Berkurangnya aktivitas pengunyahan,merupakan sebuah

faktor resiko berkembangnya demensia pada manusia, melemahkan ingatan spasial dan

menyebabkan neuron pada hipokampus memburuk secara morfologis dan fungsional.7 Hal ini

sering terjadi pada orang dengan usia lanjut, dimana biasanya pada usia lanjut akan terjadi

perubahan-perubahan dalam rongga mulut, misalnya tooth loss yang dapat mengurangi fungsi

mastikasi pada orang-orang yang lanjut usia sehingga menyebabkan mereka mengalami

demensia atau penurunan fungsi otak. 6,7

Kata Kunci : Mastikasi, Tooth Loss, Fungsi Otak, Hipokampus, Demensia

Page 3: Makalah OB 6 (Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak)

Pendahuluan

A. Mastikasi

Mastikasi merupakan sebuah proses penghancuran makanan dan persiapan untuk proses

penelanan.3 Mastikasi juga merupakan tahap awal dari pencernaan, dimana makanan

dihancurkan menjadi partikel-partikel kecil sehingga memudahkan penelanan. Gerakan

mengunyah meliputi kegiatan kegiatan otot saraf yang sangat kompleks dan terkoordinasi,

yang selain melibatkan gerakan mandibula juga melibatkan gigi geligi dengan kekuatan

menggigit yang tepat. Gerakan mandibula pada pengunyahan merupakan kontraksi

serangkaian otot yang melekat pada tulang mandibula, dan sifatnya terkoordinasi. Otot-otot

wajah, lidah dan bibir juga berperan penting dalam mempertahankan bolus makanan di antara

gigi geligi. 3

Proses mastikasi merupakan suatu proses gabungan gerak antar dua rahang yang terpisah,

termasuk proses biofisik dan biokimia dari penggunaan bibir, gigi, pipi, lidah, langit-langit

mulut, serta seluruh struktur pembentuk oral, untuk mengunyah makanan dengan tujuan

menyiapkan makan agar dapat ditelan. 3 Lidah berfungsi mencegah tergelincirnya makanan,

mendorong makanan kepermukaan kunyah, membantu mencampur makanan dengan saliva,

memilih makanan yang halus untuk ditelan, membersihkan sisa makanan, membantu proses

bicara dan membantu proses menelan. 3 Pada waktu mengunyah kecepatan sekresi saliva 1.0

– 1.5 liter/hari, pH 6 – 7.4. Saliva berfungsi mencerna polisakarida, melumatkan makanan,

menetralkan asam dari makanan, melarutkan makanan, melembabkan mulut dan anti bakteri.

Pada proses mastikasi terjadi beberapa stadium antara lain stadium volunter dimana

makanan diletakkan diatas lidah kemudian didorong ke atas dan belakang pada palatum lalu

masuk ke pharynx, di mana hal ini dapat dipengaruhi oleh kemauan. Selanjutnya pada

stadium pharyngeal bolus pada mulut masuk ke pharynx dan merangsang reseptor sehingga

timbul refleks-refleks antara lain terjadi gelombang peristaltik dari otot-otot konstriktor

pharynx sehingga nafas berhenti sejenak. Proses ini sekitar 1 – 2 detik dan tidak dipengaruhi

oleh kemauan. Kemudian pada stadium esophangeal terjadi gelombang peristaltik primer

yang merupakan lanjutan dari gelombang peristaltik pharynx dan gelombang peristaltik

Page 4: Makalah OB 6 (Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak)

sekunder yang berasal dari dinding esophagus sendiri. Proses ini sekitar 5 – 10 detik dan

tidak dipengaruhi oleh kemauan. Setelah melalui proses ini makanan siap untuk ditelan.3

B. Memori

Memori merupakan istilah umum dari suatu proses mental yang menyebabkan seseorang

dapat menyimpan informasi untuk recall selanjutnya. Jangka waktu untuk panggilan atau

recall dapat singkat beberapa detik, atau panjang dalam beberapa tahun.2

Proses memori terdiri dari 3 tahapan:

1. Registrasi

Pada tahap ini informasi diterima dan diregistrasi oleh suatu modalitas sensorik tertentu

seperti sentuhan, pendengaran atau penglihatan. Setelah informasi sensorik diterima dan

diregistrasi, informasi tersebut dipertahankan sementara dalam working memory (memori

jangka pendek).2

2. Penyimpanan

Pada tahap ini informasi disimpan dalam bentuk yang lebih permanen (memori jangka

panjang). Proses penyimpanan ini dapat ditingkatkan dengan pengulangan, sehingga

dikatakan bahwa penyimpanan adalah suatu proses aktif yang memerlukan usaha berupa

latihan dan pengulangan.2

3. Pemanggilan kembali (recall)

Merupakan tahap akhir dari proses memori. Pada tahap ini informasi yang sudah

disimpan dipanggil kembali sesuai permintaan atau kebutuhan (disebut memori deklaratif).2

Klasifikasi Memori

A. Berdasarkan jenis materi yang diingat, memori dibagi atas :

1. Memori Prosedural

Disebut juga memori implisit. Merupakan bentuk memori yang tidak dapat dinyatakan

atau dibawa ke fikiran melalui penglihatan. Bentuk memori ini lebih menekankan pada

kemahiran dan recall keahlian kognitif dan motorik setelah suatu prosedur khusus (misal

Page 5: Makalah OB 6 (Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak)

belajar berjalan, mengendarai sepeda, atau mobil). Daerah yang berperan adalah neostriatum,

serebellum dan korteks sensorimotor.2

2. Memori Deklaratif

Disebut juga memori eksplisit. Berupa pengetahuan yang dapat dinyatakan dan dibawa ke

dalam fikiran selama penglihatan sadar, seperti fakta- fakta, kata, nama dan wajah seseorang,

yang dapat dipanggil kembali dari memori, ditempatkan dalam fikiran,dan dilaporkan. Jenis

memori ini sangat erat kaitannya dengan fungsi hipokampus dan struktur lobus temporal

mesial lainnya. Terbagi menjadi memori episodik dan memori semantik. Memori semantik

contohnya mengingat kejadian khusus atau pengalaman.2

B. Berdasarkan modalitas materi yang diingat, terdiri dari :

1. Memori Verbal

Berkenaan dengan proses belajar dan recall informasi yang didapat dari bahasa.

2. Memori Non Verbal

Berhubungan dengan proses belajar dan recall informasi visual, melodi, sensasi sentuh

dan bau.

C. Berdasarkan jangka waktu materi diingat, dibagi menjadi :

1. Immediate Memory

Istilah yang digunakan bila memori dipanggil kembali setelah jangka waktu beberapa

detik. Disebut juga immediate recall. Immediate memory sangat bergantung pada atensi dan

konsentrasi. Contoh memori ini adalah mengingat nama baru yang baru saja didengar. Daerah

yang berperan adalah daerah asosiasi neokorteks dan prefrontal.2

2. Recent Memory

Berkaitan dengan recall memori setelah beberapa menit, jam atau hari. Memori ini

ditingkatkan dengan proses belajar dan pengulangan. Beberapa peneliti telah menemukan

adanya perubahan pada sinaps, yang disebut dengan long term synaptic potentiation yang

dapat menjelaskan keadaan ini. Contoh dari memori ini adalah mempelajari materi baru dan

memanggil materi itu setelah beberapa menit, jam, atau hari. Daerah yang berperan adalah

Page 6: Makalah OB 6 (Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak)

lobus temporal medial (hipokampus, amigdala) dan diencephalon (nucleus dorsomedial

thalamus dan corpus mamilare dari hipotalamus).2

3. Remote Memory

Menunjuk kepada recall kejadian yang telah terjadi bertahun- tahun sebelumnya,

misalnya mengingat nama- nama guru, dan teman - teman sekolah yang lama, tanggal lahir,

dan fakta sejarah. Pada pasien yang mengalami gangguan pada recent memory, remote

memory menunjuk kepada recall kejadian- kejadian sebelum onset terjadinya gangguan

recent memory. Struktur otak yang terlibat dalam remote memory adalah korteks asosiasi

kanan dan kiri.2

Gangguan Memori

Gangguan memori adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu untuk

mempelajari informasi baru atau tidak mampu untuk memanggil kembali informasi yang

sudah didapat sebelumnya. Gangguan memori merupakan salah satu keluhan kognitif yang

paling sering terjadi pada seseorang dengan sindrom behavioral organik. Hampir seluruh

pasien demensia menunjukkan gangguan memori pada awal gejala timbulnya penyakit.

Gangguan pada memori episodik paling sering terjadi pada penuaan normal. Area

yang paling sensitif pada penuaan adalah area hipokampus.7 Disfungsi hipokampus dapat

menyebabkan gangguan pada memori episodik. Pembelajaran informasi baru dan

pemanggilan kembali informasi dari memori menjadi lebih sulit pada proses penuaan.

Dengan demikian kemampuan untuk mengikat potongan informasi bersama-sama dengan

konteks episodik dalam kesatuan yang koheren telah berkurang pada orang usia lanjut.5

Masalah memori pada usia lanjut dapat dikaitkan dengan penyebab fisik dan

psikologis umum seperti : kecemasan, dehidrasi, depresi, infeksi, efek samping obat, gizi

buruk, kekurangan vitamin B12, stres psikologis, penyalahgunaan zat, alkoholisme kronis,

ketidakseimbangan tiroid, dan perdarahan pada otak.

Page 7: Makalah OB 6 (Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak)

Pembahasan

Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak

Mastikasi merupakan sebuah proses penghancuran makanan dan persiapan untuk

proses penelanan.3 Mastikasi juga merupakan tahap awal dari pencernaan, dimana makanan

dihancurkan menjadi partikel-partikel kecil sehingga memudahkan penelanan. Mastikasi

merupakan gerakan rumit yang dihasilkan dari sekumpulan saraf di batang otak dan jaringan

saraf yang melibatkan beberapa daerah di otak.6 Penelitian baru-baru ini menyebutkan bahwa

terdapat hubungan antara mastikasi, usia, dan penurunan fungsi kognitif pada manusia.

Penelitian pada hewan dan manusia telah menunjukkan bahwa pengunyahan atau mastikasi

dapat mempertahankan fungsi kognitif di hippocampus, yaitu area otak yang penting dalam

proses belajar dan daya ingat. Berkurangnya aktivitas pengunyahan,merupakan sebuah faktor

resiko berkembangnya demensia pada manusia, melemahkan ingatan spasial dan

menyebabkan neuron pada hipokampus memburuk secara morfologis dan fungsional.6,7

Mastikasi atau pengunyahan yang aktif dapat lebih meningkatkan aktivitas

hipokampus dan korteks prefrontal, yang merupakan daerah yang paling penting dalam

proses pengolahan kognitif. Studi terbaru dengan menggunakan Functional Magnetic

Resonance Imaging (fMRI) dan Positron Emission Topography (PET) mengungkapkan

bahwa mastikasi dapat meningkatkan aliran darah kortikal, thalamus, dan serebelum.

Melakukan proses mastikasi atau pengunyahan sebelum mengerjakan tugas kognitif dapat

meningkatkan oksigen darah di daerah prefrontal korteks dan hipokampus.7,8 Penelitian ini

menunjukkan bahwa mastikasi merupakan terapi yang sederhana untuk mencegah demensia

yang sering dikaitkan dengan gangguan atau disfungsi kognitif (memori) seperti gangguan

ingatan spasial dan amnesia. Kenyataan bahwa stimulasi pengunyahan dapat

mempertahankan fungsi kognitif juga dijelaskan melalui studi epidemiologi yang

menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah kehilangan gigi dan menurunnya kekuatan gigit

berkaitan dengan berkembangnya demensia.4

Kurangnya stimulasi pengunyahan dapat mengganggu proses pembelajaran dan

ingatan di hipokampus serta dapat menyebabkan demensia. Kehilangan gigi misalnya gigi

molar yang diakibatkan oleh ekstraksi atau pengurangan mahkota, serta soft-diet jangka

Page 8: Makalah OB 6 (Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak)

panjang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan belajar dan mengingat. Tooth loss

atau kehilangan gigi dapat mengganggu proses mengunyah, menelan, berbicara, defisiensi

nutrisi, dan depresi. Pada kasus penyakit periodontal yang berat molekul inflamasi dapat

menyebabkan inflamasi sistemik dan dapat menjadi akses ke otak melalui sirkulasi sistemik.

Molekul inflamasi dapat berasal dari jaringan periodontal yang dapat menstimulasi serabut

nervus trigeminus dan dapat menyebabkan meningkatnya sejumlah sitokin-sitokin di otak.

Sitokin ini dapat mengaktifkan sel- sel glia yang menyebabkan suatu reaksi dan mungkin

berlanjut pada Alzheimers Disease. Sitokin dapat memproduksi protein beta amyloid yang

ditemukan pada plak senilis. Interleukin – 1 (IL 1) dan sitokin –sitokin lain yang

berhubungan dengan penyakit periodontal berhubungan dengan patogenesis terjadinya

Alzheimers. 7

Peranan acethylcholin ( ACh )

Dalam sistem saraf pusat, ACh memiliki berbagai efek sebagai neuromodulator pada

plastisitas dan arousal. ACh memiliki peran penting dalam peningkatan persepsi sensorik

saat kita bangun dan saat sadar. Kerusakan pada sistem kolinergik di otak telah terbukti

dikaitkan dengan defisit memori dan berhubungan dengan penyakit Alzheimer.

Acethylcholin terlibat dengan plastisitas sinaptik, khususnya dalam belajar dan memori

jangka pendek. Acethylcholin telah diketahui adalah untuk meningkatkan amplitudo potensi

sinaptik berikut potensiasi jangka panjang di banyak daerah, termasuk girus dentatus, CA1

(Cornu Ammonis 1 ), korteks dan neokorteks. Efek ini paling mungkin terjadi baik melalui

peningkatan arus melalui reseptor NMDA (N-methyl D-aspartate) atau tidak langsung

dengan menekan adaptasi. Penekanan adaptasi telah ditunjukkan dalam irisan otak daerah

CA1, cingulate korteks, dan piriform korteks, serta somatosensori dan korteks motorik

dengan menurunkan konduktansi ion Ca2 +, dan K+. Pada hewan percobaan , ada bukti yang

mengatakan bahwa tooth loss berhubungan dengan belajar dan memori . Mekanisme

terjadinya adalah peranan dari sistem kholinergik sentral.7

Peranan trkB (tirosin kinase B) dan BDNF (brain derived neutropic factor)

Reseptor TrkB juga dikenal sebagai tirosin kinase TrkB atau BDNF/NT-3 atau

neurotropik tirosin kinase reseptor tipe 2 adalah protein yang pada manusia dikodekan oleh

gen NTRK2. Fungsi TrkB adalah reseptor yang mempunyai afinitas tinggi untuk beberapa

katalitik "neurotrophins" dan merupakan faktor pertumbuhan protein yang menyebabkan

kelangsungan hidup dan diferensiasi pada sel . Neurotropin - neurotrophin yang

Page 9: Makalah OB 6 (Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak)

mengaktifkan TrkB adalah: BDNF , NT- 4 (neurotrophin-4), dan NT-3 (neurotrophin-3).

Dengan demikian, TrkB memediasi beberapa efek dari faktor-faktor neurotropik, yang

mencakup diferensiasi neuronal dan kelangsungan hidup . Brain derived neurotropic factor

(BDNF) , seperti neurotrophins lainnya, adalah faktor polypeptidic yang dianggap

bertanggung jawab untuk neuron proliferasi, diferensiasi dan kelangsungan hidup, melalui

transportasi retrograde dari terminal saraf ke sel tubuh. Brain derived neurotropic factor

(BDNF) diproduksi oleh neuron, terutama di hipokampus dan korteks dan dapat diangkut ke

dendrit dan juga dapat disintesis secara lokal di tulang belakang. Selain berperan dalam

kelangsungan hidup neuron dan ketahanan terhadap cedera, BDNF juga memiliki peran yang

kuat dalam memfasilitasi kegiatan plastisitas, yang mendasari kapasitas untuk belajar dan

memori. Daerah Otak dimana plastisitas sangat penting adalah di hipokampus dan korteks,

yang merupakan pusat untuk belajar dan memori. Pengurangan BDNF terlihat pada

hipokampus dalam dua mekanisme : melemahkan kekuatan sinaptik dan membuat

hipokampus neuron lebih rentan . 4,5,7

Belum ada definisi yang jelas mengenai hubungan transmisi sinaptik pada jalur

signaling dari nervus trigeminus melalui perantara reseptor pada jaringan-jaringan yang

berhubungan dengan mastikasi. Diduga adanya peningkatan trkB dan BDNF berhubungan

dengan peningkatan kapasitas transmisi saraf. Pada penelitian ditemukan adanya ekspresi

trkB- mRNA efektif sebagai marker untuk peningkatan transmisi sinaptik pada jalur

signaling yang berhubungan dengan proses belajar dan memori. Gangguan memori pada

tikus mempunyai hubungan dengan penurunan trkB pada jalur dari nervus trigeminal ke

hipokampus.7

Penurunan respon di hipokampus akan menyebabkan penurunan frekuensi gerakan

rahang. Ini menjelaskan mekanisme bahwa tooth loss menurunkan input sensori dan somatik

sensori korteks dari reseptor yang menghubungkan ke mastikasi dan hubungan mastikasi ke

gerakan rahang. Hubungan antara otot-otot mastikasi , temporomandibular joint dan ligamen

periodontal dikenal mempunyai efek facilitatory pada transmisi sinaptik di korteks serebri.

Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa mengunyah dapat meningkatkan aliran

darah ke cortical region.7

Peranan GFAP ( glial fibrous acidic protein )

Glial fibrous acidic protein (GFAP) adalah filamen intermediat protein yang dianggap

spesifik untuk astrosit dalam sistem saraf pusat (SSP). Ekspresi protein GFAP dipengaruhi

oleh berbagai proses, seperti perubahan sitokin dan tingkat hormon. Peningkatan ekspresi

Page 10: Makalah OB 6 (Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak)

protein ini terbukti dalam sejumlah keadaan, dan umumnya disebut sebagai "aktivasi

Astrocytic". Fungsi selular GFAP dinyatakan dalam sistem saraf pusat terutama dalam sel

astrosit. Hal ini melibatkan fungsi seluler dalam banyak proses, seperti struktur sel dan

gerakan, komunikasi sel, dan fungsi sawar darah otak . 5,7

Glial fibrous acidic protein (GFAP) telah diketahui mempunyai peran dalam mitosis.

Selama mitosis, ada peningkatan jumlah GFAP terfosforilasi, dan aktifitas protein ini

menunjukkan aktifitas pembelahan. Kurangnya filamen intermediate dalam hipokampus dan

di white matter menunjukkan proses degeneratif multiple termasuk mielinasi yang abnormal,

kerusakan struktur white matter , dan perubahan dalam sawar darah-otak . Data ini

menunjukkan bahwa GFAP terlibat dalam pemeliharaan SSP dan integritas mielin . Glial

fibrous acidic protein (GFAP) juga diketahui berperan dalam interaksi astrosit-neuron.

Adanya gangguan yang dikaitkan dengan regulasi GFAP dan luka dapat menyebabkan sel

glial untuk bereaksi dengan cara yang merugikan. Glial jaringan parut adalah konsekuensi

dari beberapa kondisi neurodegenerative, serta cedera materi yang saraf yang berat. Bekas

luka dibentuk oleh astrosit berinteraksi dengan jaringan fibrosa untuk memperbaiki sel glia di

sekitar pusat cedera dan sebagian disebabkan oleh pengaruh GFAP. Bekas luka itu bertindak

sebagai penghalang fisik dan kimia untuk pertumbuhan saraf, dan mencegah regenerasi saraf

Pada penelitian terdapat evaluasi mengenai mekanisme gangguan fungsi kognitif sebagai

akibat dari menurunnya mastikasi, efek hilangnya gigi molar menunjukkan adanya ekspresi

glial fibrous acidic protein ( GFAP) pada hipokampus. Pada analisa immunohistochemical

menunjukkan keadaan hilangnya gigi molar meningkatkan densitas dan hipertrophi astrosit

pada regio CA1 di hipokampus. Efek ini meningkat pada keadaan hilangnya gigi molar yang

menetap. 5,6,7

Page 11: Makalah OB 6 (Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak)

Kesimpulan

Dari beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa mastikasi atau pengunyahan

mempunyai fungsi yang efektif dalam mengirimkan sejumlah besar informasi sensorik ke

otak serta dapat meningkatkan ingatan dalam kaitannya dengan fungsi hipokampus.

Penelitian pada hewan dan manusia telah menunjukkan bahwa pengunyahan atau mastikasi

dapat mempertahankan fungsi kognitif di hipokampus, yaitu area otak yang penting dalam

proses belajar dan daya ingat. Berkurangnya aktivitas pengunyahan,merupakan sebuah faktor

resiko berkembangnya demensia pada manusia. Kondisi kehilangan gigi (tooth loss) yang

kaitannya dengan proses penuaan dapat melemahkan atau menyebabkan menurunnya fungsi

hipokampus. Ketidakharmonisan oklusi juga dapat berpengaruh pada penurunan fungsi otak.

Oleh karena itu, mempertahankan oklusi yang normal dan mepertahankan fungsi

pengunyahan mungkin dapat memberikan kontribusi pada kesehatan umum dari sudut

pandang kedokteran gigi.

Page 12: Makalah OB 6 (Pengaruh Mastikasi Terhadap Fungsi Otak)

Referensi

1. Guyton AC. Function of the Human Body. 2th ed, Philadelphia : WB Saunders,

1986 :328.

2. Wade, Carole and Carol Travis. Psikologi. Ed.9. 2001. Jakarta : Erlangga

3. Una Soboļeva, Lija Lauriņa, Anda Slaidiņa. The masticatory system - an overview.

Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal, 7:77-80, 2005.

4. Miura H, Yamasaki K, Kariyasu M, Miura K, Sumi Y. Relationship between

cognitive function and mastication in elderly females. J Oral Rehabil. 2003;30:808–

811.

5. Scherder E, Posthuma W, Bakker T, Vuijk PJ, Lobbezoo F. Functional status of

masticatory system, executive function and episodic memory in older persons. J Oral

Rehabil. 2008;35:324–336.

6. Sakamoto Kiwako, Nakata H. Effect of mastication on Human Brain Activity. Review

Article. 2010

7. Ono Y, Yamamoto T, Kubo K. Occlusion and Brain Function : Mastication as a

prevention of cognitive Dysfunction. J Oral Rehabil. 2010 37;624-640.

8. Onozuka M, Fujita M, Watanabe K, et al: Age-related changes in brain regional

activity during chewing: a functional magnetic resonance imaging study. J Dent Res

82; 657-660: 2003