28
A. Pengertian Belajar Belajar adalah key term, ‘istilah kunci’ yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya kependidikan, misalnya psikologi pendidikan dan psikologi belajar. Karena demikian pentingnya arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi belajar pun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai proses perubahan manusia itu. [1] Belajar merupakan proses yang secara umum menetap, ada kemampuan bereaksi, adanya suatu yang diperkuat dan dilakukan dalam bentuk praktik atau latihan. [2] Hilgard dan Bower , bukunya Theories of Learning ( 1975 ) mengemukakan . “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang – ulang dalam situasi itu , di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan , kematangan , atau keadaan – keadaan sesaat seseorang ( misalnya kelelahan , pengaruh obat dan sebagainya ) .” Gagne , dalam bukunya The Conditions of Learning ( 1977 ) menyatakan bahwa : “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya ( performance – nya ) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi .” Morgan , dalam bukunya Introduction to Psykology ( 1978 ) mengemukakan : “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif rmenetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman .” Witherington , dalam buku Educational Psykology mengemukakan “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan , sikap , kebiasaan , kepandaian atau suatu pengertian .” [3] Belajar adalah suatu adaptasi atau proses penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. [4] Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah

makalah observasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Psikologi

Citation preview

A. Pengertian Belajar

Belajar adalahkey term,istilah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya kependidikan, misalnya psikologi pendidikan dan psikologi belajar. Karena demikian pentingnya arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi belajar pun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai proses perubahan manusia itu.[1] Belajar merupakan proses yang secara umum menetap, ada kemampuan bereaksi, adanya suatu yang diperkuat dan dilakukan dalam bentuk praktik atau latihan.[2] Hilgard dan Bower , bukunya Theories of Learning ( 1975 ) mengemukakan . Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang ulang dalam situasi itu , di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan , kematangan , atau keadaan keadaan sesaat seseorang ( misalnya kelelahan , pengaruh obat dan sebagainya ) . Gagne , dalam bukunya The Conditions of Learning ( 1977 ) menyatakan bahwa : Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya ( performance nya ) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi . Morgan , dalam bukunya Introduction to Psykology ( 1978 ) mengemukakan : Belajar adalah setiap perubahan yang relatif rmenetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman . Witherington , dalam buku Educational Psykology mengemukakan Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan , sikap , kebiasaan , kepandaian atau suatu pengertian .[3] Belajar adalah suatu adaptasi atau proses penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.[4] Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.[5]

1. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan , ( Jakarta : Raja Grafindo Persada , 2003 ) , hal . 932. Mustaqim Abdul Wahab,Psikologi pendidikan,( Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2003), hal. 1083. M. Ngalim Purwanto, Psikology Pendidikan, ( Bandung : Rosdakarya , 2007 ) , hal . 844. Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)5. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada , 2003 ) , hal . 90

B. Teori-teori Pokok Belajar

Teori belajar dapat di pahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.a. Teori BehavioristikTeori belajar behavioristikadalah sebuah teori yang dicetuskan olehGagedanBerlinertentang perubahan tingkah laku sebagai hasil daripengalaman. Teori behavioristik menjadi dominan mewarnai pemikiran selama tahun 1950-an. Berdasarkan hasil karya para ahli dan pemikir seperti John B. Watson, Ivan Pavlov, dan B.F. Skinner. Para psikolog behavioristik juga sering disebut contemporary behaviorists atau juga disebut S-R psychologists. Teori behavioristik berpendapat bahwa semua perilaku dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lingkungan, bukan oleh kekuatan internal. Behavioristik berfokus pada perilaku yang dapat diamati.[1]b. Connectionism (Koneksionisme)Teori ini adalah toeri yang ditemukan dan dikembangkan olehEdward L. Thorndike (1874-1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen Thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar.Seekor kucing yang lapar di tempatkan dalam sangkar berbentuk sangkar berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkna kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia di depan sangkar tadi. Keadaan bagian dalam sangkar disebutpuzzle box(peti teka-teki) itu merupakan stimulus yang merangsang kucing untuk bereaksi melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada dimuka pintu.Berdasarkan eksperimen diatas, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons. Itulah sebabnya, teori koneksionisme juga disebut S-R Bond Theory dan S-R Psychology of Learning selain itu, teori ini juga dikenal dengan sebuta Trial and Error Learning. Istilah ini menunjukkan pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan (Hilgard and Bower, 1975). Apabila kita perhatikan dengan seksama, dalam eksperimen Thorndike tadi akan kita dapati dua pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar.Pertama,keadaan kucing yang lapar. Seandainya ini kenyang sudah tentu tak akan berusaha untuk keluar. Bahkan barangkali ia tidur saja dalampuzzle boxyang mengurungnya. Bisa juga dikatakan kucing tidak akan menampakkan gejala untuk keluar. Hal ini dapat dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat vital dalam belajar.Kedua, tersedianya makanan di mukapuzzle box. Maka ini merupakan efek positif atau memuaskan yang dicapai oleh rspons dan kemudian menjadi dasar timbulnya hukum belajar yang disebutlaw of effect. Artinya, jika sebuah respin yang menghasilkan yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respons, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respons tersebut.[2]c. Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik)Teori ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavloy (1849-1936), seorangh ilmuwan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah Nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan reflex baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya reflex tersebut (Terrace, 1973).Kataclassicalyang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Parlov yang dianggap paling dahulu dibidangconditioning(upaya pembiasan) dan untuk membedakannya dari teoriconditioininglainnya (Gleitman, 1986). Selanjutnya, mungkin karena fungsinya, teori Pavlov ini juga disebutrespondent conditioning(pembiasaan yang dituntut).Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui antara hubungan conditioned stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned respons (CR), unconditioned respons (UCR).CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang dipelajari, sedangkan respons yang dipelajari itu sendiri CR. Adapun UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respons yang tidak dipelajari, dan resppons yang tidak dipelajari itu disebut UCR.Anjing percobaan itu mula-mula diikat sedemikian rupa dan pada salah satu kelenjar dari air liurnya diberi alat penampung cairan yang dihubungkan dengan pipa kecil. Perlu diketahui bahwa sebelum dilatih (dikenai eksperimen), secara alalmi anjing itu selalu mengeluarkan air liur setiap kali mulutnya berisi makanan. Ketika bel dibunyikan, secara alami pula anjing itu menunjukkan reaksinya yang relevan, yakni tidak mengeluarkan air liur.Kemudian, dilakukan eksperimen berupa latihan pembiasaan mendengarkan bel (CS) bersama-sama dengan pemberian makanan berupa serbuk daging (UCS). Setelah latihan yang berulangkali ini selesai, suara bel tadi (CS) diperdengarkan lagi tanpa disertai dengan makanan (UCS). Ternyata anjing percobaan tadi mengekuarkan air liur juga (CR), meskipun hanya mendengar suara bel (CS). Jadi, CS akan menghasilkan CR apabila CS dan UCS telah berkali-kali dihadirkan bersama-sama.Berdasarkan ekperimen di atas,semakin jelas bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Jadi, eksperimen Thorndike dan Pavlov kurang lebih sama. Kesimpulan yang dapat kita tarik dari hasil eksperimen Pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus yang diperkuat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita dikehendaki yang dalam hal ini CR.[3]

d. Operant Conditioning (Pembiasaan Perilaku Respon)Teori ini adalah teori yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh dikalangan para ahli psikiligi belajar masa kini. Burrhus Frederic Skinner (1904) adalah pencipta dari teori ini yang dia adalah seorang penganut behaviorisme yang dianggap kontaversial. Operant adalah sejumlah prilaku atau respon yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat (Reber, 1988). Tidak seperti dalam respondent conditioning (yang responsnya didatangkan dari stimulus tertentu), respons dalamoperant conditioningterjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan olehreinforcer.Reinforceritu sendiri sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalamclassical respondent conditioning.Dalam salah satu eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang dikenal dengan Skinner Box.Peti ini terdiri dari dua komponen yakni:reinforcementyang antara lain berupa wadah makanan danmanipulandumyang artinya adalahkomponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannnya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri atas tombol, batang jeruji, dan pengungkit.Eksperimen tersebut mula-mula tikus mengeksplorasi peti sangkar dengan cara berlari kesana kemari,mencium benda-benda yang di sekitarnya, mencakar dinding dan sebagainya. Tingkah seperti itu disebut emitted behavior (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa memperdulikan stimulus tertentu. Kemudian p[ada gilirannya, secara kebetulan salah satu emmited behavior tersebut (sperti cakaran kakidepan atau sentuhan moncong) dapat menekan pengunkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan yang muncul pada wadah makanan.Butir-butir makanan yang muncul itu merupakanreinforcerbagi penekanan pengungkit. Penekanan pengungkit inilah disebut tingkahg lakuoperantyang akan terus meningkat apabila diiringi denganreinforcement, yakni penguatan berupa butir-butir makanan yang muncul pada wadah makanan.Jelas sekali bahwa eksperimen Skinner di atas mirip sekali dengan trial dan error learning yang ditemukan oleh Thorndike. Dalam hal ini, fenomena tingkah laku belajar menurut Thorndike selalu melibatkansatisfaction(kepuasaan), sedangkan menurut Skinner, fenomena tersebut melibatkanreinforcement(penguatan).[4]e. TeoriCognitive (Kognitif)Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi belajar sains kognitif merupaka himpunan disiplin yang terdiri atas : psikologi kognitif , ilmu-ilmu computer, linguistic, inteligensi buatan, matematika, dan epistemology.Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku yang tampak dapat diukur dan diterangkan tanpa melobatkan proses mental, seperti: motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya.Meskipun pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristic, tidak berarti psikologi kognitif anti terhadap aliranbehaviorisme. Hanya, menurut para ahli psikilogi kognitif, aliran behaviorisme itu tidak lengkap sebagai sebuah teori psikologi, sebab tidak memperhatikan proses kejiwaan yang berdimensi ranah cipta seperti berfikir, mempetimbangkan pilihan dalam mengambil keputusan. Selain ini, aliran behaviorisme juga tidak mau tahu urusan ranah rasa.Dalam psikologi kognitif, balajar pada asasnya adalah peritiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioraltampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa. Secara lahiriah, seorang anak yang sedang belajar membaca dan menulis,misalnya, tentu menggunakan perangkat jasmaniah (dalam hal ini mullut dan tangan) untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena yang dilakukan anak tersebut bukan semata-mata respons atas stimulus yang ada, melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.Teori belajar kognitifini sebenarnyalebih menekankan pada belajar, karena belajarmerupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel bahwa Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.[5]Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.f. Teori Belajar Humanistik Aliran psikologi humanistik sangat terkenal dengan konsepsi bahwa esensinya manusia itu baik menjadi dasar keyakinan dan mengajari sisi kemanusiaan. Psikologi humanistik utamanya didasari atas atau merupakan realisasi dari psikologi eksistensial dan pemahaman akan keberadaan dan tanggung jawab sosial seseorang. Dua psikolog yang ternama, Carl Rogers dan Abraham Maslow, memulai gerakan psikologi humanistik perspektif baru mengenai pemahaman kepribadian seseorang dan meningkatkan kepuasan hidup mereka secara keseluruhan.Psikologi humanistik adalah perspektif psikologis yang menekankan studi tentang seseorang secara utuh. Psikolog humanistik melihat perilaku manusia tidak hanya melalui penglihatan pengamat, malainkan juga melalui pengamatan atas perilaku individu mengintegral dengan perasaan batin dan citra dirinya.Studi psikologi humanistik melihat manusia, pemahaman, dan pengalaman dalam diri manusia, termasuk dalam kerangka belajar dan belajar. Mereka menekankan karakteristik yang dimiliki oleh makluk manusia seutuhnya seperti cinta, kesedihan, peduli, dan harga diri. Psikolog humanistik mempelajari bagaimana orang-orang dipengaruhi oleh persepsi dan makna yang melekat pada pengalaman pribadi mereka. Aliran ini menekankan pada pilihan kesadaran, respon terhadap kebutuhan internal, dan keadaan saat ini yang menjadi sangat penting dalam membentuk perilaku manusia.Pendekatan pengajaran humanistik didasarkan pada premis bahwa siswa telah memiliki kebutuhan untuk menjadi orang dewasa yang mampu mengaktualisasi diri, sebuah istilah yang digunakan oleh Maslow (1954). Aktualisasi diri orang dewasa yang mandiri, percaya diri, realistis tentang tujuan dirinya, dan fleksibel. Mereka mampu menerima dirinya sendiri, perasaan mereka, dan lain-lain di sekitarnya. Untuk menjadi dewasa dengan aktualisasi dirinya, siswa perlu ruang kelas yang bebas yang memungkinkan mereka menjadi kreatif.Tujuan dasar pendidikan humanistik adalah mendorong siswa menjadi mandiridan independen, mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, menjadi kreatif dan tertarik dengan seni, dan menjadi ingin tahu tentang dunia di sekitar mereka. Sejalan dengan itu, prinsip-prinsip pendidikan humanistik disajikan sebagai berikut. Siswa harus dapat memilih apa yang mereka ingin pelajari. Guru humanistik percaya bahwa siswa akan termotivasi untuk mengkaji materi bahan ajar jika terkait dengan kebutuhan dan keinginannya. Tujuan pendidikan harus mendorong keinginan siswa untuk belajar dan mengajar mereka tentang cara belajar. Siswa harus memotivasi dan merangsang diri pribadi untuk belajar sendiri. Pendidik humanistik percaya bahwa nilai tidak relavan dan hanya evaluasi diri (selfevaluation) yang bermakna. Pemeringkatan mendorong siswa belajar untuk mencapai tingkat tertentu, bukan untuk kepuasan pribadi. Selain itu, pendidik humanistik menentang tes objektif, karena mereka menguji kemampuan siswa untuk menghafal dan tidak memberikan umpan balik pendidikan yang cukup kepada guru dan siswa. Pendidik humanistik percaya bahwa, baik perasaan maupun pengetahuan, sangat penting dalam proses belajar dan tidak memisahkan domain kognitif dan afektif. Pendidik humanistik menekankan perlunya siswa terhindar dari tekanan lingkunngan, sehingga mereka akan merasa aman untuk belajar. Setelah siswa merasa aman, belajar mereka menjadi lebih mudah dan lebih bermakna.[6]

g. Teori Belajar Konstruktivisme Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksi pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi pengetahuan kita tentang dunia tempat kita hidup.[7] Sedangkan menurut Cahyo konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekan bahwa pengetahuan adalah buatan kita sendiri sebagai hasil konstruksi kognitif melalui kegiatan individu dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membangun pengetahuan tersebut.[8] Trianto juga berpendapat bahwa teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran cognitive baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisi apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi.[9] Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa teori belajar kontruktivisme merupakan teori belajar yang menuntut siswa mengkonstruksi kegiatan belajar dan mentransformasikan informasi kompleks untuk membangun pengetahuan secara mandiri.

C. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Secara umum prestasi belajar siswa sangat beragam, hal ini tentu saja mempunyai faktor-faktor penyebabnya. Menurut Muhibbin Syah dalam bukunya psikologi pendidikan menjelaskan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar. Berikut penjelasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Muhibbin, antara lain:1. Faktor internalFaktor internal merupakan faktor atau penyebab yang berasaldari dalam diri setiap individu tersebut, seperti aspek pisiologis dan aspek psikologis. Aspek pisiologisAspek pisiologis ini meliputi konsisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menunjukkan kebugaran organ-oragan tubuh dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi tubuh yang lemah akan berdampak secara langsung pada kualitas penyerapan materi pelajaran, untuk itu perlu asupan gizi yang dari makanan dan minuman agar kondisi tetap terjaga. Selain itu juga perlu memperhatikan waktu istirahat yang teratur dan cukup tetapi harus disertai olahraga ringan secara berkesinambungan. Hal ini penting karena perubahan pola hidup akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental. Aspek psikologisBanyak faktor yang masuk dalam aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas pembelajaran, berikut faktor-faktor dari aspek psikologis seperti intelegensi, sikap, bakat, minat dan motivasi. Tingkat intelegensi atau kecerdasan (IQ) tak dapat diragukan lagi sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar. Semakin tinggi kemampuan inteligensi siswa maka semakin besar peluang meraih sukses, akan tetapi sebaliknya semakin rendah kemampuan intelegensi siswa maka semakin kecil peluang meraih sukses. Sikap merupakan gejala internal yang cenderung merespon atau mereaksi dengan cara yang relatif tetap terhadap orang, barang dan sebagainya, baik secara positif ataupun secara negatif. Sikap (attitude) siswa yang merespon dengan positif merupakan awal yang baik bagi proses pembelajaran yang akan berlangsung sedangkan sikap negatif terhadap guru ataupun pelajaran apalagi disertai dengan sikap benci maka akan berdampak pada pencapaian hasil belajar atau prestasi belajar yang kurang maksimal. Setiap individu mempunyai bakat dan setiap individu yang memiliki bakat akan berpotensi untuk mencapai prestasi sampai tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Bakat akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya pencapaian prestasi belajar pada bidang-bidang tertentu. Minat (interest) dapat diartikan kecenderungan atau kegairahan yang tinggi atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, sebagai contoh siswa yang mempunyai minat dalam bidang matematika akan lebih fokus dan intensif kedalam bidang tersebut sehingga memungkinkan mencapai hasil yang memuaskan. Motivasi merupakan keadaan internalorganisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu atau pemasok daya untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi bisa berasal dari dalam diri setiap individu dan datang dari luar individu tersebut.

2. Faktor eksternalFaktor eksternal dibagi menjadi 2 macam, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial. Lingkungan sosial ini meliputi lingkungan orang tua dan keluarga, sekolah serta masyarakat. Lingkungan sosial yang paling banyak berperan dan mempengaruhi kegiatan belajar siswa adalah lingkungan orang tua dan keluarga. Siswa sebagai anak tentu saja akan banyak meniru dari lingkungan terdekatnya seperti sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan demografi keluarga. Semuanya dapat memberi dampak dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan prestasi yang dapat dicapai siswa. Lingkungan sosial sekolah meliputi para guru yang harus menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik serta menjadi teladan dalam hal belajar, staf-staf administrasi di lingkungan sekolah, dan teman-teman di sekolah dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi karena siswa juga berada dalam suatu kelompok masyarakat dan teman-teman sepermainan serta kegiatan-kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat dan pergaulan sehari-hari yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Selain faktor sosial seperti dijelaskan di atas, ada juga faktornon social. Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah gedung sekolah dan bentuknya, rumah tempat tinggal, alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar siswa.3. Faktor pendekatan belajarSelain faktor internal dan faktor eksternal, faktor pendekatan belajar juga mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran. Menurut hasil penelitian Biggs (1991) dalam memaparkan bahwa pendekatan belajar dikelompokkan jadi 3 yaitu pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah dan dipengaruhi oleh faktor luar), pendekatan deep (mendalam dan datang dari dalam diri individu), dan pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi/ambisi pribadi).[10]

1. Sudarwan Danim dan Khairil, Psikologi Pendidikan,(Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 37. 2. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003 ) , hal . 1033. Ibid, hal. 1054. Ibid, hal. 1075. Winkel, W.S, Psikologi Pengajaran. ( Yogyakarta : Media Abadi, 2009 ), hal. 1056. Sudarwan Danim dan Khairil,Psikologi, hal. 23-27.7. Suyono dan Hariyanto. 2011.Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: Rosda. 1048. Cahyo, Agus N. 2013.Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar. Yogyakarta: Diva Press. 229. Trianto. 2007.Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka. 2610. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003 ) , hal . 129-136

D. Pengertian MotivasiPakar psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses internal yang mengaktifkan, menuntun, dan mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu. Dalam bahasa sederhana, motivasi adalah sesuatu yang menyebabkan Anda melangkah, membuat Anda tetap melangkah, dan menentukan kemana Anda mencoba melangkah. Motivasi dapat berbeda-beda intesitas maupun arahnya. Motivasi bukan hanya berperan penting dalam mengupayakan siswa terlibat ke dalam kegiatan akademis, tetapi juga dalam menentukan seberapa banyak akan dipelajari siswa dari kegiatan yang mereka lakukan atau dari informasi yang dianggap pada mereka.[1] Menurut Mc. Donald motivasi adalah energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan muculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.[2] Sedangkan motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dimyati dan Mudjiono mengemukakan bahwa motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari diri sendiri dan dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain. Motivasi juga dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sedangkan motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya.[3] Menurut Hamzah B. Uno hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (a) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (b) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (c) adanya harapan dan cita-cita mas depan, (d) adanya penghargaan dalam belajar, (e) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, (f) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik.[4]Motivasi adalah sesuatu yang menghidupkan (energize), mengarahkan dan mempertahankan perilaku, motivasi membuat siswa bergerak, menempatkan mereka dalam suatu arah tertentu, dan menjaga mereka agar terus bergerak. Kita sering melihat motivasi siswa tercermin dalam investasi pribadi dan dalam keterlibatan kognitif, emosional, dan perilaku di berbagai aktivitas sekolah.Semua siswa termotivasi dalam suatu cara tertentu. Seorang siswa mungkin tertarik pada pelajaran di kelas dan mencari tugas yang menantang, berpartisipasi secara aktif dalam diskusi kelas, serta mendapatkan nilai tinggi dalam projek-projek yang ditugaskan. Siswa lainnya mungkin lebih tertarik dengan sisi sosial sekolah, sering berinteraksi dengan teman sekelas, hampir setiap hari mengikuti aktivitas ekstrakulikuler, dan mungkin mencalonkan diri sebagai ketua kelas. Siswa lain mungkin berfokus pada atletik, unggul di kelas dalam perjalanan fisik, hampir setiap siang dan akhir pekan bermain atau melihat pertandingan olahraga, dan mengikuti perkumpulan fitness. Sedangkan siswa-siswa lainnya mungkin karena ketidakmampuan belajar yang tidak terdeteksi, sifat pemalu, atau tubuh yang terkoordinasi mungkin termotivasi untuk mennghindari aktivitas akademik, situasi sosial, dan aktivitas atletik.[5]

E. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara satu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya. Maslow menyusun teori motivasi manusia, dimana variasi kebutuhan manusia dipandang tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang. Jenjang motivasi bersifat mengikat, maksudnya kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah harus relatif terpuaskan sebelum orang menyadari atau dimotivasi oleh kebutuhan yang jenjangnya lebih tinggi. Jadi kebutuhan fisiologis harus terpuaskan lebih dahulu sebelum muncul kebutuhan rasa aman. Sesudah kebutuhan fisiologis dan rasa aman terpuaskan, baru muncul kebutuhan kasih sayang, begitu seterusnya sampai kebutuhan dasar terpuaskan baru akan muncul kebutuhan meta. Dalam mencapai kepuasan kebutuhan, seseorang harus berjenjang, tidak peduli seberapa tinggi jenjang yang sudah dilewati, kalau jenjang dibawah mengalami ketidakpuasan atau tingkat kepuasannya masih sangat kecil, dia akan kembali ke jenjang yang tak terpuaskan itu sampai memperoleh tingkat kepuasan yang dikehendaki.Jenis-jenis teori kebutuhan 1. Kebutuhan Fisiologis Umumnya kebutuhan fisiologis bersifat neostatik (usaha menjaga keseimbangan unsur-unsur fisik) seperti makan, minum,gula, garam, serta kebutuhan istirahat dan seks. Kebutuhan fisiologis ini sangat kuat, dalam keadaan absolut (kelaparan dan kehausan) semua kebutuhan lain ditinggalkan dan orang berusaha sekuat tenaga, mengerahkan semua kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan ini.2. Kebutuhan Keamanan (safety)Jika kebutuhan fisiologis terpuaskan, muncul kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur hukum, keteraturan, batas, kebebasan dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan mempertahankan hidup.kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan mempertahankan hidup jangka pendek, sedangkan keamanan adalah kebutuhan memepertahankan hidup jangka panjang.3. Kebutuhan dimiliki dan cinta ( belonging and love)Sesudah kebutuhan fisiologis dan keamanan terpenuuhi, kebutuhan dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok sosial dan cinta menjadi tujuan yang dominan. Sesesorang sangat peka dengan kesendirian, pengasingan, ditolak dilingkungan, dsan kehilangan sahabat atau kehilangan cinta.Adsa dua jenis cinta. Yakni Deficiency atau D-love dan being atau B-love. kebutuhan cinta karena adanya kekurangan dalam setiap individu itulah D-love. Seseorang mencintai sesuatu yang tidak dimilikinya, seperti harga diri, seks, atau seseorang yang tidak membuatnya merasa sendiri. Misalnya : hubungan pacaran, hidup bersama. D-love adalah cinta yang mementingkan diri sendiri, ingin selalu memperoleh daripada memberi.B-love didasarkan pada penilaian mengenai orang lain yang apa adanya, tanpa adanya keinginana untuk mengubah atau memanfaatkan orang itu. Cinta yang tidak berniat untuk memiliki, tidak mempengaruhi, dan tujuan utamanya adalah memberi orang lain gambaran positif. Penerimaan diri dan perasaan dicintai, yang membuka kesempatan kepada orang itu untuk berkembang.4. Kebutuhan Harga Diri (self esteem)Semua orang dalam masyarakat kita (dengan beberapa pengecualian yang patologis ) mempunyai kebutuhan dan keinginan akan penilaian mantap, berdasar dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri, atau harga diri, dan penghargaan dari orang lain, karenanya, kebutuhan-kebutuhan ini dapat diklasifikasikan dalam dua perangkat tambahan, yakni pertama keinginan akan kekuatan, prestasi, kecukupan, keunggulan dan kemampuan, kepercayaan pada diri sendiri dalam menghadapi dunia serta kemerdekaan dan kebebasan (Abraham H. Maslow : 1993)Ketika kebutuhan dimiliki dan mencintai sudah relatif terpuaskan, kekuatan motivasi melemah, namun masih ada motivasi harga diri. Ada dua jenis harga diri:a. Menghargai diri sendiri (self respect) : kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan.b. Mendapatkan penghargaan dari orang lain (respect from other) : kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi orang penting, kehormatan, diterima dan apresiasi. Seseorang membutuhkan pengetahuan bahwa dirinya dikenal dengan baik dinilai dengan baik oleh orang lain.5. Kebutuhan Aktualisasi DiriAkhirnya sesudah semua kebutuhan dasar terpenuhi, muncullah kebutuhan meta atau kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan menjadi sesuatu yang orang itu mampu mewujudkannya secara maksimal dengan seluruh bakat dan potensi yang dimilikinya. Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memproleh kepuasan dengan dirinya sendiri (self fullfilment), untuk menyadari semua potensi yang ada dalamdirinya untuk menjadi apapun yang dapat ia lakukan, dan untuk menjadi seseorang yang kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi dengan potensi yang dimilikinya. Manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utruh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari adanya kebutuhan semacam itu.[6]

F. Bagaimana Motivasi Memengaruhi Pembelajaran dan Perilaku.Menurut Omrold dalam bukunya Psikologi Pendidikan, motivasi memeliki beberapa pengaruh terhadap pembelajaran dan perilaku siswa.a. Motivasi mengarahkan perilaku ke tujuan tertentu.b. Motivasi meningkatkan usaha dan energi.c. Motivasi meningkatkan prakarsa (inisiasi) dan kegigihan terhadap berbagai aktivitas.d. Motivasi memengaruhi proses-proses kognitif.e. Motivasi menentukan konsekuensi-konsekuensimana yang memberikan penguatan dan menghukum.f. Motivasi sering meningkatkan performa.[6]G. Fungsi Motivasi Belajar

Motivasi mempunyai nilai penting dalam upaya belajar dan pembelajaran jika dilihat dari fungsi dan nilainya atau manfaatnya. Menurut Sardiman fungsi motivasi dalam belajarsebagai berikut:1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan,dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.Arianto (2008) mengatakan bahwa motivasi pada umumnya mempertinggi prestasi dan memperbaiki sikap terhadap tugas, dengan kata lain motivasi dapat membangkitkan rasa puas dan menaikkan prestasi sehingga melebihi prestasi normal.[7]

H. Jenis jenis MotivasiMotivasi sendiri terdiri dari berbagai macam jenisnya, adapun salah satunya adalah sebagai berikut : berdasarkan sudut pandangnya1. Motivasi intrinsikAdalah motivasi atau keinginan yang berasal dari dalam manusia atau individu itu sendiri. Sedangkan, menurut Sardiman, adalah motif motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.[8]1. Motivasi ekstrinsikMenurut Sardiman, Motivasi ekstrinsik adalah motif motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sehingga dapat disebutkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datangnya bukan berasal dari dalam individu tetapi diluar individu itu sendiri, dan dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Faktor faktor tersebut adalah pujian, hadiah, hukuman, saingan antar teman atau kompetisi, dan penyebab penyebab yang lainnya.[9]

1. Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Indek. Hal.992. Sardiman.2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta:Rajawali Press. Hal. 733. Dimyati,Murdjiono.2009.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 43-444. Hamzah B. Uno. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 235. Ormrod, Jeanne Ellis. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gelora Aksara Pratama. Hal. 586. Ibid, 63.7. Ibid, 59.8. Sardiman.2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta:Rajawali Press. Hal. 859. Ibid, 87.10. Ibid, 88.

I. Pengertian Prestasi BelajarDalam proses belajar mengajar dikelas untuk mengetahui berhasil atau tidaknya pembelajaran yang dicapai siswa harus dilakukan evaluasi yang hasilnya berupa prestasi belajar siswa. Kata prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu prestasi dan belajar. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan presatasi adalah: .Hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Adapun belajar menurut pengertian secara psikologis, adalah merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Menurut Slameto pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: .Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[1]Menurut Wirawan definisi prestasi belajar adalah hasil yang di capai seseorang dalam usaha belajarnya sebagaimana di cantumkan dalam nilai rapor.[2]Sedangkan menurut Bloom, bahwa prestasi belajar di gunakan untuk mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar.[3]Selanjutnya menurut Surya mengatakan prestasi belajar adalah seluruh hasil yang telah di capai (achievement) yang di peroleh melalui proses belajar akademik (academic achievement).Lalu menurut Azwar menyatakan prestasi belajar sebagai suatu keberhasilan memperoleh pengetahuan dan kecakapan baru yang dapat di operasionalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan dan semacamnya.Kemudian menurut Tjundjing menyatakan bahwa prestasi bejalar adalah suatu istilah yang menunjukkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap bahan pelajaran yang diajarkan yang diikuti oleh munculnya perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik.Sehingga dapat di simpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang di capai seseorang dalam usaha belajarnya dan mengungkap keberhasilan seseorang dalam memperoleh pengetahuan dan kecakapan baru yang dapat di operasionalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor dan semacamnya, diikuti oleh munculnya perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik.[4] 1. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 22. Murjono. (1996). Intelegensi dalam hubungan dengan prestasi belajar. Jurnal Anima, 2, 174-183.3. Azwar, S (2003). Tes prestasi: Fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar4. Murjono (2001). Pengaruh persepsi siswa terhadap tugas guru terhadap prestasi belajar bidang studi matematika. Jurnal Anima, 15, 246-254.

J. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi BelajarSoeryabrata menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menjadi dua faktor, yaitu:1. a.Faktor InternalFaktor ini merupakan hal-hal dalam diri individu yang mempengaruhi prestasi belajar yang dimiliki. Faktor ini dapat di golongkan ke dalam dua kelompok, yaitu:1). Faktor FisiologisFaktor fisiologis mengacu pada keadaan fisik, khususnya sistem penglihatan dan pendengaran, kedua sistem penginderaan tersebut dianggap sebagai faktor yang paling bermanfaat di antara kelima indera yang dimiliki manusia. Untuk dapat menempuh pelajaran dengan baik seseorang perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah merupakan suatu penghalang yang sangat besar bagi seseorang dalam menyelesaikan program studinya. Untuk memelihara kesehatan fisiknya, seseorang perlu memperhatikan pola makan dan pola tidurnya, hal ini di perlukan untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu untuk memelihara kesehatan, bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik, juga di perlukan olahraga secara teratur.2). Faktor PsikologisFaktor psikologis meliputi faktor non fisik, seperti minat, motivasi, intelegensi, perilaku dan sikap.a). Intelegensiintelegensi cenderung mengacu pada kecerdasan intelektual. Kecerdasan intelektual yang tinggi akan mempermudah seseorang untuk memahami suatu permasalahan. Oarng yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, pada umumnya memiliki potensi dan kesempatan yang lebih besar untuk meraih prestasi belajar yang baik dibandingkan dengan mereka yang memiliki kecerdasan intelektual biasa-biasa saja. Apalagi bila di bandingkan mereka yang tergolong memiliki kecerdasan intelektual rendah.b). Sikap mentalMenurut The, seorang mahasiswa perlu memiliki sikap mental dan perilaku tertentu yang dianggap perlu agar dapat bertahan terhadap berbagai kesukaran dan jerih payah di perguruan tinggi. Sikap mental seseorang meliputi hal-hal berikut:a). Tujuan belajar, dengan memiliki tujuan belajar yang jelas, seorang mahasiswa dapat terdorong untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Tanpa tujuan belajar, semangat akan mudah padam karena ia tidak memiliki sesuatu untuk di perjuangkan.b). Minat terhadap pelajaran, untuk dapat berhasil, selain memiliki tujuan, mahasiswa juga harus menaruh minat pada pelajaran yang diikuti, bukan hanya terhadap satu, dua pelajaran, melainkan terhadap semua mata pelajaran. Minat mahasiswa terhaap pelajaran memungkinkan terjadinya pemusatan pikiran bahkan juga dapat menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar itu sendiri. Namun kenyataannya para mahasiswa umumnya tidak memiliki minat untuk mempelajari suatu pengetahuan. Hal ini dapat disebabkan oleh minimnya pengetahuan tentang kegunaan, keuntungan dan hal-hal mempesonakan lainnya dalam ilmu pengetahuan.c). Kepercayaan terhadap diri sendiri, setiap orang yang melakukan sesuatu harus memiliki keyakinan bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk memperoleh hasil yang baik dalam usahanya. Demikian pula dengan belajar, tanpa kepercayaan diri, hal-hal yang seharusnya dapat dikerjakan dengan baik ketika berada dalam keadaan tenang, dapat menjadi tidak terselesaikan. Kepercayaan diri dapat di pupuk dan di kembangkan dengan jalan belajar tekun. Hendaknya setiap orang yang menempuh studi menginsafi bahwa tidak ada hal yang tidak dapat di pahami kalau ia mau belajar dengan tekun setiap hari, dengan memiliki kepercayaan diri dan mempergunakan setiap peluang untuk mengembangkan diri, ia akan berhasil menyelesaikan studinya.d). Keuletan, banyak orang dapat memulai suatu pekerjaan, namun hanya sedikit yang dapat mempertahankannya sampai akhir. Cita-cita yang tinggi tidaklah cukup jika tidak disertai oleh kesanggupan untuk memperjuangkan cita-cita itu. Untuk dapat bertahan menghadapi kesukaran, seseorang harus melihatnya sebagai tantangan yang harus diatasi. Dengan memiliki keuletan yang besar seorang mahasiswa pasti dapat menyelesaikan pelajaran di perguruan tinggi. Selain itu yang terpenting ialah bahwa dalam pekerjaandan kehidupan factor keuletan juga memiliki pengaruh yang besar.e). Perilaku mahasiswa, untuk meraih prestasi yang memuaskan, seorang mahasiswa harus memiliki prestasi yang mendukung. Perilaku itu antara lain meliputi, (a) pedoman belajar, yaitu belajar secara teratur, belajar dengan penuh disiplin, belajar dengan memusatkan perhatian terhadap pelajaran atau belajar dengan memanfaaatkan perpustakaan. (b) cara belajar. (c) pengaturan waktu. (d) cara membaca yang baik.[1]

1. b.Faktor EksternalSelain faktor-faktor dalam diri inividu, masih ada hal-hal lain di luar diri yang dapat mempengaruhi prestasi yang diraih, yang di golongkan sebagai faktor eksternal, seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.1). Faktor lingkungan keluarga.Faktor lingkungan keluarga dapat mempengaruhi prestasi siswa. Berikut ini di jelaskan faktor-faktor lingkungan keluarga tersebut:a). Sosial ekonomi keluargaDengan sosial ekonomi yang memadai seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis, sampai pemilihan sekolah.b). Pendidikan orang tuaOrang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya dibandingkan dengan mereka yang menempuh pendidikan pada jenjang yang lebih rendahc). Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga.Dukungan dari keluarga merupakan salah satu pemacu semangat berprestasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian maupun nasehat, maupun secara tidak langsung,. Misalnya dalam wujud kehidupan keluarga yang akrab dan harmonis.2). Faktor lingkungan sekolaha) Sarana dan prasaranaKelengkapan fasilitas sekolah seperti OHP, kipas angin, pelantang (microphone) akan membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah. Selain itu bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga turut mempengaruhi proses belajar mengajar.b). Kompetensi guru dan siswaKualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi. Kelengkapan sarana dan prasarana tanpa di sertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka.c). Kurikulum dan metode mengajar.Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metode pengajaran yang lebih interaktif sangat di perlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran.

3). Faktor lingkungan masyarakata). Sosial budayaPandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan enggan mengirim anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah pekerjaan guru atau pengajar.b). Partisipasi terhadap pendidikanBila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah (kesadaran akan pentingnya pendidikan), setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Hal ini akan memunculkan pendidik dan pesrta didik yang lebih berkualitas.[2]K. Aspek-aspek dalam Prestasi BelajarMenurut Gagne prestasi belajar dapat di golongkan menjadi beberapa aspek:1. Informasi verbal yaitu menyatakan kembali informasi yang diperoleh dari proses belajar2. Keterampilan intelektual, melalui proses belajar seseorang akan mampu berfungsi dengan baik dalam masyarakat.3. Keterampilan motorik, yakni kemampuan menguasai berbagai jenis keterampilan gerak4. Sikap adalah kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang akan di lakukan. Misalnya pengembangan sikap terhadap belajar atau sikap terhadap prestasi.5. Siasat kognitif, yakni kapabilitas yang mengatur cara bagaimana peserta belajar mengelola belajarnya.[3]

1. Tjundjing, S (2001). Hubungan antara IQ, EQ, dan AQ dengan prestasi studi pada siswa SMU. Anima, Indonesian Psichological Journal, Vol 17. No. 1. Hal 69-90.2. Ibid, 91-92.3. Winkel, W. S. (1996). Psikologi pengajaran. Jakarta: Gramedia.

L. Kecerdasan

Kecerdasasan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah; ahli lain mendeskripsikannya sebagai kapasitas beradaptasi dan belajar dari pengalaman. Ahli lain berpendapat bahwa kecerdasan meliputi kaakteristik seperti kreativitas dan keahlian interpersonal. Kecerdasan adalah sebagai kemampuan menyelesaikan masalah dan beradaptasi serta belajar dari pengalaman. Persoalan berkenaan dengan kecerdasan adalah berbeda dengan tinggi, berat, dan usia- kecerdasan tidak dapat diukur secara langsung. Komponen-komponen primer dari kecerdasan mirip dengan proses-proses kognitif dari fikiran dan memori. Cara kita membahas kecerdasan berasal dari perubahan fokus ke arah penilaian dari perbedaan-perbedaan individu. Perbedaan-perbedaan individu adalah perbedaan yang konsisten dan stabil pada tiap-tiap orang. Perbedaan kecerdasan individual secara umum telah diukur melalui tes tes kecerdasan, yang didesain untuk menyatakan pada kita apakah seseorang dapat berpikir lebih baik dibandingkan orang lain yang mengerjakan tes yang sama.[1]Kecerdasan interpersonaladalah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Peka pada ekpresi wajah, suara dan gerakan tubuh orang lain dan ia mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi. Kecerdasan ini juga mampu untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain, mengerti pandangan, sikap orang lain dan umumnya dapat memimpin kelompok. Kecerdasan interpersonaljuga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berlangsung antar dua pribadi, mencirikan proses-proses yang timbul sebagai suatu hasil dari interaksi individu dengan individu lainnya. Kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Mereka cenderung untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya.Kecerdasan Interpersonalini juga sering disebut sebagai kecerdasan sosial,selain kemampuan menjalin persahabatan yang akrab dengan teman, juga mencakup kemampuan seperti memimpin, mengorganisir, menangani perselisihan antarteman, memperoleh simpati dari peserta didik yang lain, dan sebagainya.Orang yang memilikikecerdasan interpersonalyang rendah dapat memunculkan konflik interpersonal. Hal ini ditegaskan oleh Sullivan bahwa penyakit mental dan perkembangan kepribadian terutama sekali lebih banyak ditentukan oleh interaksi interpersonalnya daripada oleh faktor-faktor konstitusionalnya.[2]

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecerdasana. Pengaruh GenetikArthur Jensen (1969) berpendapat bahwa kecerdasan pada umumnya diwariskan dan bahwa lingkungan hanya berperan minimal dalam mempengaruhi kecerdasan. Jensen meninjau riset tentang kecerdasan, yang kebanyakan melibatkan perbandingan-perbandingan skor tes IQ pada anak kembar identik dan kembar tidak identik. Anak kembar identik memiliki susunan gen yang serupa, jadi jika kecerdasan diturunkan secara genetik, demikian argumen Jensen, skor IQ dari anak kembar identik haruslah lebih serupa satu sama lain dibandingkan skor dari IQ anak kembar tidak identik. Konsep heritabilitas (heritability) adalah bagian dari variansi dalam satu populasi yang dikaitkan dengan faktor genetik. Indeks heritabilitas dihitung menggunak teknik korelasional. Poin penting tentang heritabilitas adalah bahwa heritabilitas mengacu pada suatu kelompok spesifik (populasi), bukan individu. Para peneliti menggunakan konsep heritabilitas dalam usahanya mendeskripsikan mengapa orang berbeda satu sama lain. Heritabilitas tidak menyatakan mengapa seorang individu tungga, seperti Anda sendiri, memiliki suatu kecerdasan tertentu.[3]b. Pengaruh LingkunganStudi-studi telah menemukan korelasi-korelasi signifikan antara status sosioekonomi dan kecerdasan. Cara orang tua berkomunikasi dengan anak, dukungan yang diberikan orang tua, lingkungan di mana keluarga tinggal, dan kualitas sekolah memberikan kontribusi terhadap korelasi-korelasi ini. Orang tua berpendapatan menengah lebih banyak berkomunikasi dengan anak-anak mereka yang masih belia dibandingkan orang-orang tua dari kalangan kaya raya. Seberapa sering orang tua berkomunikasi dengan anak-anaknya dalam masa tiga tahun pertama. Semakin sering orang tua berkomunikasi dengan anak-anak mereka, skor IQ anak-anak tersebut semakin tinggi. Pengaruh lingkungan sangatlah kompleks, tumbuh dalam segala kelebihan belum tentu menjamin kesuksesan. Anak dari keluarga-keluarga sejahtera mungkin memiliki akses yang mudah terhadap sekolah, buku, perjalanan, dan proses tutorial yang sangat baik, tetapi mereka mungkin menganggap remeh kesempatan-kesempatan tersebut dan gagal mengembangkan motivasi untuk belajar dan untuk mencapai sesuatu. Dengan kata lain miskin atau berkekurangan tidak sama dengan malapetaka.[4]

1. Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Hal. 3172. Safaria, T. (2005). Interpersonal Intelligence. Yogyakarta : Amara Books. Hal. 2253. Op.cit 328.4. Op.cit 329.