Upload
friska-juliarty-koedoeboen
View
132
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
blok 28
Citation preview
Stress Akibat kerja
Friska Juliarty koedeboen
10-2008-183
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2014
PENDAHULUAN
Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia yang
dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula merupakan gangguan dan
ancaman. Terjadinya gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja fisik yang buruk telah lama
diketahui, juga telah pula dipahami bahwa desain dan organisasi kerja yang tidak memadai
seperti kecepatan dan beban kerja yang berlebihan merupakan faktor-faktor lain yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan akibat kerja. Tetapi beberapa penelitian membuktikan bahwa
faktor-faktor penyebab gangguan kesehatan tersebut bukan murni factor fisik tetapi disertai
juga unsur psikologis. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan angka kejadian penyakit
penyumbatan pembuluh darah jantung antara pekerja kerah biru (blue collar) dan kerah putih
(white collar). Hal ini membuktikan bahwa jenis pekerjaan menimbulkan gangguan kesehatan
yang berbeda.
PEMBAHASAN
A. Diagnosis klinis
1. Anamnesis
- Identitas : Wanita, 40 tahun
- RPS : Pusing, Mual
- RPD : -
1
- RPK : -
- RPKerjaan : Guru , 3 bulan lalu menjadi wali kelas III SMA
- Pajanan : stress
- Pemeriksaan Fisik : TTV normal
- Pemeriksaan penunjang : BAB normal, BAK normal
2. Pajanan yang dialami
Psikologi (stress)
Stress adalah suatu keadaan disebabkan oleh adanya tuntutan internal maupun
eksternal (stimulus) sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun
psikologis (respon) serta melakukan usaha-usaha penyesuaian diri terhadap situasi
tersebut (proses).
Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk
ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat
membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada
dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber
stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut
strain. Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang
menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk
mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian
stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang
mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam
ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system
kognitif, apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan
dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan terhadap
peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan bahwa
stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya
ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif organisme.
2
Sedangkan menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat
mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Stress menurut Hans Selye 1976 merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik
terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan
stress apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak
dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu
terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stress. Respons atau
tindakan ini termasuk respons fisiologis dan psikologis.
3. Hubungan pajanan dengan penyakit
Stress di tempat kerja
Stress ditempat kerja bukanlah fenomena baru. Akan tetapi, dewasa ini telah menjadi
masalah manajemen yang sangat penting di dunia bisnis. Manajer perusahaan dan penyelia
pabrik mengakui bahwa stress telah mewabah, dua dari tiga pekerja mengalami stress.
Perkiraan terbaru mengindikasikan bahwa stress kerja menyebabkan pemilik sekitar
$200milyarper tahun karena masalah absen, keterlambatan, kejenuhan, produktivitas
rendah,angka keluar masuk yang tinggi, kompensasi pekerja dan peningkatan biaya asuransi
kesehatan. Kini diyakini bahwa sekitar 80%penyakit dan kesakitan dipicu dan diperburuk
oleh stress. Saat ini, para manajer tengah mencari cara untuk mengatasi dan meminimalkan
pengaruh stress akibat kerja.
Alasan yang menyebakan stress kerja sangat banyak,berkisar dari perubahan ekonomi
sampai teknologi yang sangat cepat. Kemajuan di bidang teknologi, yang seharusnya dapat
menambah waktu luang, ternyata malah menambah tekanan untuk berbuat lebih banyak
dalam waktu yang singkat. Pada umumnya rata-rata orang menghabiskan waktu sekitar 8-12
jam per hari di tempat kerja. Ini berarti penambahan jam kerja sebanyak 163 jam setiap tahun
sejak 1970 ( hal ini tidak termasuk waktu yang diperlukan untuk berangkat dan pulang kerja).
Seperti masinis dan sekretaris, manajer merasa bahwa mereka juga terikat dengan kantor.
Apapun uraian tugasnya, mereka akan merasa sulit melepaskan diri dari pekerjaan karena kini
teknologi seperti mesin faksmili, telpon genggam, pager, laptop sudah semakin umum
dipakai. Penyebab penting yang menyebabkan pekerja stress bukan hanya karena waktu yang
3
dihabiskan di tempat kerja atau disekitarnya. Penyebab lainnya dapat dikelompokan tiga
kategori : penyebab organisasional, individual, dan penyebab lingkungan.
4. Pajanan cukup besar
Hubungan antara masing-masing peubahan patologis seorang individu tidak banyak
diketahui secara detail, tetapi sebagian besar peneliti mengakui bahwa rangsangan
psikologis dalam hal ini termasuk stress akibat pekerjaan, atau stressor penting sebagai
factor penyerta dari timbulnya suatu penyakit tertentu, seperti penyakit jantung
iskemik,hipertensi esensial, gangguan saluran cerna serta beberapa penyakit neuropsikiatri.
Selanjutnya peranan factor psikologis menjadi jelas setelah pada penelitian lain terbukti
secara bermakna adanya beberapa stersor psikologissebagai penyebab terjadinya penyakit
penyumbatan jantung :
1. Perubahan jenis pekerjaan
2. Perubahan besar-besar jadwal pekerjaan
3. Perubahan dalam tanggung jawab
4. Ketidaksesuaian dengan atasan
5. Ketiaksesuaian dengan teman-teman sekerja
Penyebab itu sendiri tidak selalu sebagai sumber penyebab satu-satunya gangguan-
gangguan psikologis, tetapi dapat merupakan status dari kerentanan terhadap kegagalan-
kegagalan tertentu di lingkungan pekerjaan yang penuh dengan stresor-stresor fisik.
Emosianal dan mental. Stresor fisik di tempat kerja misalnya bising, penerangan yang
kurang memadai, temperatur ruangan yang terlalu tinggi serta bahaya-bahaya kerja fisik
lainnya, atau bahaya-bahaya kerja kimiawi, misalnya debu kerja yang berlebihan, bahaya
ergonomis, misalnya meja kerja yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, jangkauan yang
terlalu jauh, bekerja dengan posisi sulit atau yang lain-lain. Stresor emosional atau mental,
bisa merupakan kondisi yang tidak menyenangkan atau bahkan kondisi yang
mennyenangkan misalnya suatu promosi dapat menimbulkan stres akibat kehilangan
posisi.
4
Masalah- masalah dalam pekerjaan lainnya seperti dipindahkan bagian, menganggur dan
pensiun seringkali menimbulkan kerentanan untuk timbulnya gangguan psikologis.
Kondisi-kondisi lainnya sperti terlalu banyak tugas, atau sebaliknya tidak diberi tugas,
tidak punya kekuasaan untuk melaksanakan tugas atau atasan yang tidak mendukung
dalam melaksanakan tugas juga menjadi subjek konflik di tempat kerja.
Sifat stresor adalah bertambah terus dan bertumbu. Respon individu dalam menghadapi
stresor tergantung pada nilai-nilai, pengalaman dan daya penyesuaian dirinya. Suatu
stressor tunggal dapat menjadi majemuk jika terjadi kegagalan elemen-elemen dari sistem
pendukung emosi misalnya mobil mogok di jalan pada saat akan menghadiri rapat yang
penting.
Manusia dalam menghadapi stressor akan menampilkan 3 reaksi tubuh :
a. Reaksi alarm (tanda bahaya) Respon yang datangnya dengan cepat untuk menghadapi
suatu tantangan atau ancaman. Pada tahap ini tubuh belum dapat beradaptasi terhadap
paparan ancaman bahaya. Terjadi mobilisasi dari sistem saraf otonom yang mencetuskan
respon stress dalam bentk respon perlawanan (fight) atau respon menghindar (flight).
Bermacam-macam sistem tubuh ikut mengkoordinasi kesip-siagaan untuk bereaksi.
Mempengaruhi kejiwaan (sistem limbik), pengaturan sistem kardiovaskular,
pernafasan,ketegangan otot serta aktivitas-aktivitas motorik yang halus.
b. Tahap kebal (resisten) reaksi alarm tidak dapat di pelihara untuk jangka waktu yang tidak
terbatas. Pemaparan yang berkepanjangan terhadap stressor-stresor menyebabkan individu
menjadi kebal. Pada tahap ini sesungguhnya tubuh sudah dapat beradaptasi, dimana
individu mengembangkan suatu strategi perjuangan untuk bertahan hidup dan membina
daya perlawan justru untuk meredam respon dari stressor yang telah dimulai pada tahap
sebelumnya. Mekanisme penanggulangan ini bisa menguntungkan bagi perkembangan
mental individu. Ternyata individu cenderung untuk lebih baik melaksanakan
penanggulangan dengan cara yang cepat dari pada cara yang lebih lama dalam menangani
masalah tersebut dan mencoba melarikan diri dari kondisi yang kurang menyenangkan.
Sayangnya cara penanggulangan yang cepat walaupun paling ,udah biasanya tidak
5
memadai, karena dengan cara ini biasanya pada jangka panjang akan timbul masalah-
masalah sekunder dalam bentuk menurunya penampilan diri. Pada tahap ini individu
sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan untuk mengidentifikasi cara-cara
penanggulangan yang dapat mendorong dirinya memahami keuntungan-keuntungan dari
cara penanggulangan yang lebih lama.
c. Tahap kelelahan. Respon terhadap stress pada dasarnya sehat dan penting untuk
menimbulkan daya motivasi dan adaptasi seseorang. Bila beban mental terlalu berat atau
tidak dapat menemukan solusi yang memadai maka individu tersebut akan menanggung
banyak keuskaran. Stress yang lama dan berkelanjutan aoat menimbulkan masalah-
masalah yang menahun yang pada akhirnya menyebabkan individu akan menderita suatu
kelelahan yang berat seakan-akan semua cadangan energi menghilang. Sehingga timbul
ekspresi yang sungguh-sunguh. Gejala-gejala fisik dari tahap awal kelelahan tampak
sebagai perasan lelah yang berlebihan, lemah dan tidak punya daya. Tanda-tanda non-
spesifik lainnya biasanya dalam bentuk penglihatan yang kabur, rasa pusing, vertigo,
tangan tremor, nyeri otot, palpitasi, napas terasa berat, nyeri dada, sesak napasatau
gangguan pernafasanyang lain. Gejala-gejala gangguan saluran cerna seperti rasa kering di
mulut, rasa leher tercekik, mual-mual muntah, konstipasi yang menahun,diare atau sakit
perut yang melilit. Berat badan bertambah atau menjadi kurus, perubahan corak makan
dalam bentuk berkurangnya nafsu makan menjadi lebih besar atau makan coklat yang
belebihan. Individu ini biasanya kalau di tempat kerja bisa menyembunyikan gejala-
gejalanya kecuali kalau terasa sangat berat, pada keadaan ini cenderung untuk bolos kerja.
Tetapi sayangnya gejala-gejala ini tidak hanya timbul di tempat kerja, bisa juga di rumah
atau dimana saja, sehingga individu sangat menderita. Gejala-gejala emosi dari stres pada
tahap kelelahan berhubungan dengan sindrom depresi dan frustasi, manifstasinya dalam
bentuk tangisan yang tdiak terkontrol, perasaan takut mati, tidak berani bicara di depan
public, mudah terkejut, tidak suka berteman, atau bertemu keluarga atau menyalurkan
hobinya, kurang perhatian pada hal-hal personal seperti olahraga, pakaian dan makan.
Pada kasus-kasus yan ekstrem bisa merusk diri atau percobaan bunuh diri. Mudah marah,
dingin dan kaku pada orang lain serta disertai perasaan bersalah yang berlebihan.
Serangan panic dan gelisah dapat mengakibatkan kesulitan melaksanakan pekerjaan, yang
6
akan menambah stressdi tempat kerja karena gejala-gejala tersebut terlihat oleh teman-
teman kerjanya.
Disfungsi mental pada tahap kelelahan tampak sebagai gangguan tidur seperti sulit bangun
dari tidur, bangun tidur terlal dini yang disertai dengan mimpi-mimpi buruk, hilangnya
daya konsentrasi dan koordinasi. Hal ini mendorong timbulnya gangguan penampilan di
tempat kerja serta daya untuk mempertimbangkan suatu masalah, sehingga tidak jarang
timbul perilaku negative dalam melaksanakan pekerjaan atau timbul keragu-raguan dalam
memutuskan suatu masalah. Di tempat kerja tanda-tanda disfungsi mental biasanya lebih
mudah tampak daripada tanda-tanda gangguan fisik karena gejala-gejala tersebut
berhubungan langsung dengan penampilan kerja dan jelas dapat dirasakan oleh teman
sekerja. Hal ini mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri dan gangguan control individu,
sehingga makin mendorong penurunan penampilan dirinya. Penyalahgunaan obat-obatan
penenang serta obat-obatan yang lain, merokok berlebihan seringkali menjadi solusi yang
diambil oleh individu ini.
5.Faktor Individu
Penyebab stress (stressor) itu ada 3 faktor yaitu:
1. Faktor Lingkungan :
Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian
politik serta kemajuan teknologi
2. Faktor Organisasi
Menurut Cooper & Marshal ada 6 faktor yaitu :
1. Faktor intrinsik
Lingkungan pekerjaan dalam kondisi kerja yang tanpa variasi dan tidak
nyaman akan menyebabkan gangguan kesehatan, beban kerja berlebihan,
beban kerja yang sulit dikerjakan dikarenakan ketidakcukupan
ketrampilan dari pekerja.
2. Peran dalam organisasi
Kurang penjelasan informasi mengenai tugas, kewajiban serta hak,
7
pekerja kurang memahami apa yang diharapkan dari pekerjaannya,
ketidaknyamanan melakukan pekerjaan karena tidak sesuai keinginan si
pekerja.
b. Pengembangan karir
Kurangnya rasa keamanan dari pekerjaannya, memasuki awal pensiun, ketidakjelasan
status, merasa frustasi dalam upaya mencapai puncak karir di perusahaan
c. Struktur dan iklim organisasi
Struktur organisasi yang memungkinkan pekerja kehilangan identitas dan kebebasan
individu, aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan yang berdampak pada pekerja, aturan yang berlebihan.
d. Hubungan dalam organisasi
Hubungan yang tidak baik dengan atasan, bawahan maupun rekan sekerja serta
kurangnya dukungan sosial dari rekan sekerja
e. Ketidak seimbangan antar kehidupan internal perusahaan dengan kehidupan diluar
perusahaan.
3. Faktor Individu
Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor persoalan keluarga
(perceraian, anak-anak tidak disiplin, kematian pasangan hidup), masalah ekonomi
pribadi karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang serta karakteristik
kepribadian pekerja (tipe kepribadian A)
Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan akan menampilkan gejala-gejala
yang meliputi 3 aspek, yaitu
1. Fisiologi memiliki indikator yaitu : terdapat perubahan pada metabolisme tubuh,
meningkatnya kecepatan detak jantung dan napas, meningkatnya tekanan darah, timbulnya
sakit kepala
2. Psikologi memiliki indikator yaitu: terdapat ketidakpuasan hubungan kerja, tegang, gelisah,
cemas, mudah marah, kebosanan, sering menunda pekerjaan serta sulit membuat keputusan
yang rutin, sikap tidak mau bekerjasama, tidak dapat relaks
8
3. Prilaku memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada produktivitas, ketidakhadiran
dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya konsumsi rokok dan
alkohol, berbicara dengan intonasi cepat, mudah gelisah dan susah tidur.
6.faktor lain diluar pekerjaan
Faktor non pekerjaan yang menimbulkan stress kerja umumnya adalah masalah rumah
tangga (keluarga). Seorang pekerja biasanya punya dua peran yaitu peran selaku pekerja
dalam organisasi dan peran selaku angota rumah tangga. Seorang suami utamanya
disandarkan sebagai pencari nafkah keluarga. Kala kebutuhan rumah tangga meningkat
sementara penghasilan yang diperoleh dari pekerjaannya tetap, ketimpangan ini muncul
menjadi stressor. Wanita (istri) yang bekerja pun punya dua peran yaitu sebagai pekerja
dan sebagai pengurus rumah tangga. Saat si isteri harus bekerja dengan jam yang
bertambah, keluarga yang menanti di rumah, anak yang sakit, atau suami yang marah
menjadi stressor yang memicu munculnya job stress di dalam dirinya.
7.diagnosis okupasi
Stress kerja
Dalam diskursus psikologi, Terry A. Beehr and Thomas Franz menyebut bahwa “stress” atau
tekanan biasanya didefinisikan dengan tiga cara, yaitu “sebagai rangsangan lingkungan yaitu
kekuatan yang ditimpakan atas individu, sebagai respon fisik ataupun psikologis individu atas
kekuatan lingkungan tersebut, dan sebagai interaksi antara kedua peristiwa tersebut.
Sehubungan dengan ketiga definisi tersebut, Beehr and Franz lalu
mengidentifikasi 4 pendekatan yang sering diterapkan dalam menyelidiki
masalah job stress. Keempat pendekatan tersebut adalah:
Pendekatan Job Stress versi Beehr and Franz
Pendekatan Penekannya DampaknyaSasaran Utama
Perlakuan
Medis Fisik Ketegangan Fisik
Individu
9
Klinis/Psikologi Konseling
Psikologis Ketegangan Psikologis
Individu
Psikologi Rekayasa
Fisik Kinerja Pekerjaan
Organisasi
Psikologi Organisasi
Psikologis Ketegangan Psikologis
Organisasi
Target penangan utama perlakuan mengacu pada elemen proses job stress, yang umumnya
disebut penekan (stressor) atau ketegangan (strain) yang para ahli coba ubah secara cepat. Dua
kategori utama target penanganan adalah individu dan organisasi. Target penanganan atas
individu dilakukan lewat upaya pengubahan karakteristik atau respon individu secara cepat. Jenis
perlakukan ini bertujuan mengubah ketegangan secara langsung. Target penanganan atas
organisasi dilakukan lewat upaya mengubah sejumlah aspek organisasi atau lingkungan kerja
individu – biasanya penekannya – seperti penurunan konflik dalam lingkungan kerja atau tingkat
kebisingan di lingkungan kerja.
Pendekatan Medis menganggap baik penekan maupun ketegangan melulu bersifat fisik. Target
penangannya adalah fisik individu. Pendekatan ini kurang cocok untuk diterapkan dalam kajian
job stress sehubungan yang pasti berhubungan dengan pekerjaan. Namun, pendekatan ini punya
kesamaan dengan Pendekatan Klinis/Psikologi Konseling yang menekankan bahwa tekanan
cenderung bersifat psikologis dengan target penangan individu pula. Kedua pendekatan ini
utamanya tidak tertuju pada konsep job stress, walaupun konsep-konsepnya banyak dipakai
untuk keperluan mencari solusi atas job stress.
Pendekatan Psikologi Rekayasa awalnya fokus pada karakteristik fisik pekerjaan atau lingkungan
kerja selaku penekan yang punya dampak tertentu atas pada hasil pekerjaan. Pendekatan ini juga
menekankan pada pengubahan desain fisik pekerjaan serta lingkungan kerja sebagai salah satu
upaya penyelesaian masalah job stress.
Pendekatan Psikologi Organisasi adalah pendekatan yang paling fokus pada masalah job stress
dalam organisasi. Penekan-penekan yang bersifat psikologis merupakan faktor utama yang
10
mempengaruhi munculnya ketegangan psikologis, sehingga karakteristik organisasi serta
lingkungan pekerjaan menjadi target penangan perhatian pendekatan ini. Pendekatan psikologi
organisasi berawal sejak tahun 1964 lewat kajian Kahn, et.al. yang berfokus pada masalah
tekanan di lingkungan pekerjaan.
Kajian seputar job stress sebaiknya mengikuti pendekatan yang keempat, yaitu Pendekatan
Psikologi Organisasi. Kajian ini secara khusus berupaya mencari sumber-sumber tekanan yang
berasal dari karakteristik organisasi serta kondisi lingkungan pekerjaan yang berdampak pada
kinerja karyawan.
Definisi job stress lainnya diajukan oleh Anne Spurgeon, yang menyatakannya sebagai “ ...
tekanan (stress) dihasilkan dari ketidakseimbangan antara tuntutan atas individu dengan
kemampuannya guna memenuhi tuntutan tersebut.” Tuntutan (demand) yang melebihi
kemampuan menimbulkan situasi tekanan di dalam diri individu. Terlebih, ketidakseimbangan
tersebut diperparah dengan adanya “control” atau kendali dari atasan di lokasi kerja. Kendali
oleh atasan yang tidak mempertimbangkan aspek kemampuan seorang akan semakin
meningkatkan job stress atas diri seorang karyawan.
Definisi lain job stress diajukan Steve M. Jex, yang mendefinisikan job stress “ ... cenderung
mengadopsi konsep stimulus (rangsangan), response (tanggapan), serta hubungan stimulus-
response.”[4] Stimulus (rangsangan) mendorong tekanan (stress) menjadi sebuah kekuatan yang
menekan individu. Kata “stress” biasanya digunakan untuk menggambarkan aspek negatif
pekerjaan yang menyumbang masalah pada individu. Nuansa suatu pekerjaan berlaku sebagai
“kekuatan” yang menekan individu.
Definisi response (tanggapan) menyebutkan bahwa stress sinonim dengan cara seorang pekerja
bereaksi atas kondisi kerja yang penuh tekanan. Perhatikan kalimat berikut, “Jarwo merasa
sangat stress karena evaluasi atasan terhadap dirinya.” “Stress” digunakan untuk mewakili
perasaan seseorang yang memusuhi suatu situasi yang terjadi atas dirinya.
11
Definisi stimulus-response meliputi seluruh proses dalam mana lingkungan kerja mampu
menimbulkan dampak negatif atas diri pekerja. Ketimbang menggunakan istilah “stress”, definisi
stimulus-response lebih memilih untuk menggunakan istilah “stressor” atau penekan yang
mewakili aspek lingkungan kerja yang butuh tanggapan adaptif dari diri pekerja. Selain itu,
muncul pula konsep “strain” atau ketegangan, yang meliputi reaksi pekerja yang kurang tepat
atas penekan. Jika disikapi secara tidak tepat, penekan (stressor) dapat mengakibatkan “strain”
(ketegangan).
Definisi job stress lain – yang relatif lengkap – diajukan oleh Thomas A. Beehr and J.E.
Newman, yaitu sebagai “ ... situasi di mana faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan
berinteraksi dengan pekerja untuk mengubah kondisi fisiologis dan psikologis (badan dan
pikiran) hingga ia terpaksa menyimpang dari fungsi normalnya.”. Dalam definisi ini termaktub
apa yang dimaksud “kesehatan kerja” yaitu kondisi mental dan fisik pekerja.
Model-model Tekanan Kerja
Model berguna untuk menjelaskan fenomena. Model terdiri ada sejumlah teori yang
menjelaskan fenomena yang sama. Ketika masing-masing teori memiliki kemiripan satu sama
lain, kelompok teori tersebut dianggap sebagai satu model. Model berfungsi menyederhanakan
masalah yang rumit. Dalam hal konsep job stress yang telah berkembang cukup kompleks,
model menemui signifikansinya. Model-model yang umum digunakan dalam membedah
masalah job stress adalah: (1) Model Awam; (2) Model Respon; (3) Model Stimulus; (4) Model
Interaktif. Model Awam – Model awam menyebut job stress sekadar sebagai “apa yang terjadi
pada seseorang.” Persepsi ini muncul dari para pekerja, kolega kerja, staff, pelanggan, atau klien.
Definisi stress versi awam membawa pada kesalahan pikir, penyalahgunaan, dan mencederai
kepercayaan diri seseorang. Ciri dari Model Awam adalah sebagai berikut:
1. Banyak kata atau kalimat diekspresikan dalam bentuk negatif. Akibatnya, stress selalu dipandang
buruk dan tidak diinginkan. Misalnya kata-kata : ‘depresi’, ‘lepas kontrol’, ‘pusing’, ‘dikejar
waktu’, ‘diserang panik’, ‘gelisah’, ‘tidak bisa tidur’, atau ‘menangis’ kerap muncul dari
kalangan awam dalam melukiskan kondisi stress seseorang. Stress dihadirkan secara pesimistik,
yaitu masalah seseorang yang seolah tidak bisa diatasi.
12
2. Definisi awam lebih mengarah pada simptom atau gejala stress ketimbang core atau inti dari
stress itu sendiri. Model awam menyebut stress sebagai ‘kegelisahan’, ‘depresi,’ atau ‘diserang
rasa panik’, yang semuanya merupakan simptom atau gejala stress dan bukan stress itu sendiri.
3. Model awam jarang menyebut stressor (penekan) atau stress agent (penyebab stress) untuk
menjelaskan sumber stress seperti kerja berlebihan atau dikejar deadline penyelesaian tuga.
Keduanya adalah stressor umum di lokasi pekerjaan.
Kendati banyak kekurangan di sana-sini, model awam mendorong pada terciptanya model stress
yang lebih sistematis yaitu : Response-Based Model of Job Stress dan Stimulus-Based Model of
Job Stress.
Model Respon – Model Respon berupaya mencari situasi yang mampu menyebabkan stress.
Stress adalah hasil, bukan penyebab itu sendiri, sehingga harus dianggap sebagai variabel terikat.
Skema dari model respon adalah sebagai berikut :
Gambar 28 Model Respon versi Sutherland and Cooper
Model Stimulus – Kajian yang dilakukan model ini sudah dimulai sejak era Hippocrates (abad
ke-5 sebelum Masehi). Hippocrates percaya bahwa kondisi lingkungan eksternal mempengaruhi
kesehatan dan penyakit yang diderita manusia. Model ini juga punya akar dalam studi fisika dan
rekayasa, sehingga menganalogikan stress sebagai kekuatan eksternal yang menghasilkan
tuntutan yang mendorong distorsi (penyimpangan) fungsi fisik dan mental seseorang. Substansi
organik atau non organik dalam diri manusia punya batas toleransi yang jika berlebih,
menghasilkan kerusakan temporer atau permanen, seperti diperlihatkan dalam gambar di bawah
ini.
13
Gambar Model Stimulus
Dalam model di atas, individu “dibombardir” oleh rangkaian stimulus yang berasal dari
lingkungan, tetapi hanya satu atau lebih stimulus yang mampu melemahkan pertahanan (respon)
dari individu. Stressor yang tidak bisa diatasi oleh mekanisme pertahanan mental individu
berhasil masuk dan berubah menjadi “strain” atau ketegangan.
Model Interaktif – Tahun 1970-an dan 1980-an berkembang model lingkungan dalam
mengidentifikasi masalah stress. Model ini berupaya menyelidiki stressor eksternal dan
bagaimana tubuh manusia meresponnya. Model ini juga menekankan pentingnya dimensi
transaksional ataupun interaksionis. Model ini dapat dilihat dalam skema di bawah ini :
14
Model interaktif bersifat menggabungkan model respon dengan model stimulus, yang
melahirkan konsep cognitive appraisal (penilaian kognitif) yang berperan dalam menilai
bagaimana satu individu menanggapi stress.
Model interaktif juga menganggap sumber stress muncul dari kondisi dan situasi kerja yang
diperantarai persepsi, penilaian, dan pengalaman. Penentu proses penilaian dan reaksi individu
dideskripsikan sebagai pemrograman psikobiologis. Pemrograman ini meliputi faktor-faktor
genetik dan pengaruh lingkungan sebelumnya yang membentuk kepribadian, sikap, kebiasaan,
dan nilai-nilai di diri seseorang. Sebagai tambahan, proses ini juga dimodifikasi lewat sejumlah
variabel seperti dukungan sosial dan strategi penanganan stress yang dipelajari sebelumnya oleh
individu.
Dinamika Tekanan Kerja. Dalam dinamika job stress ini akan disampaikan sejumlah hal sebagai
berikut: Pertama, aneka kondisi yang mampu menyebabkan stress (stressor) atau disebut juga
sumber-sumber stress; Kedua, simptom-simptom (gejala) stress, baik yang berhubungan dengan
perorangan ataupun organisasi; Ketiga, mengidentifikasi penyakit-penyakit yang diakibatkan
oleh job stress. Sebelum masuk pada pembahasan, silakan simak skema berikut
15
Faktor Intrinsik Pekerjaan. Faktor intrinsik pekerjaan adalah sumber job stress yang berasal
dari sifat pekerjaan seseorang. Ini mencakup : (1) Kondisi kerja yang buruk; (2) Kerja shift; (3)
Panjang jam kerja; (4) Pekerjaan yang selalu melakukan Perjalanan; (5) Risiko dan bahaya; (6)
Teknologi baru; (7) Kelebihan kerja; dan (8) Perasaan terbebani oleh pekerjaan.
Kondisi kerja yang buruk seperti kebisingan, pencahayaan, atau bau seluruhnya bisa merupakan
stimuli yang memborbardir perasaan seseorang. Ia berakibat pada mood kerja serta kondisi
mental seseorang. Misalnya, pekerjaan seorang kasir butuh pencahayaan yang cukup untuk
menghitung. Namun, akibat cahaya buruk atau listrik “byar-pet” pekerjaannya akan menjadi
sumber stress (habis, salah hitung terus, tidak kelihatan angka-angkanya).
Kerja shift umum dilakukan orang zaman kiwari. Riset menunjukkan kerja shift merupakan
stressor umum karena mempengaruhi temperatur darah, ritus metabolisme (waktu buang air
besar yang berubah-ubah), tingkat gula darah, efisiensi mental, dan motivasi kerja. Kerja shift
juga mempengaruhi pola tidur dan kehidupan sosial dan keluarga seorang pekerja.
Panjang jam kerja juga dapat menjalin hubungan antara perpanjangan shift dengan risiko tingkat
kematian akibat serangan jantung koroner. Dalam penelitiannyaa atas para pekerja pabrik di
Amerika Serikat, Breslow and Buell menemukan faktra bahwa karyawan yang berusia di bawah
45 tahun dan rata-rata bekerja lebih dari 48 jam seminggu punya resiko 2 kali lipat untuk
meninggal akibat serangan jantung koroner.[12] Bahkan, hal ini pun menimpa mereka yang
16
bekerja 40 jam seminggu. Selain itu, mereka yang bekerja 40 hingga 50 jam seminggunya,
sesungguhnya sudah tidak produktif lagi atas hasil pekerjaannya.
Perjalanan yang dilakukan sehubungan pekerjaan bisa jadi sumber stress. Kemacetan, penundaan
penerbangan, kepadatan manusia dalam transportasi, serta makanan di lokasi berbeda yang tidak
pas di lidah cenderung mampu menjadi stressor. Keluarga dan pernikahan juga terpengaruh oleh
pekerja yang sering bepergian. Selingkuh yang dilakukan pasangan, anak menjadi broken home
(liar) adalah biasa terjadi pada keluarga pekerja yang sering bepergian.
Teknologi baru juga bisa bertindak selaku stressor. Adaptasi penggunaan teknologi baru di
lingkungan kerja membuat pekerja harus beradaptasi secara terus-menerus dengan perlengkapan,
sistem, dan cara baru dalam bekerja. Jika atasan pekerja tersebut masih memakai gaya lama ,
maka gaya si atasan tersebut dapat menjadi beban bagi bawahan yang telah terlatih dengan gaya
baru. Hasil-hasil kerja bawahan yang lebih efektif dan efisien terpaksa sering tertunda hanya
untuk memberi keterangan teknis seputar proses pekerjaan yang dilakukan dengan gaya baru
kepada atasannya.
Beban kerja bisa diacu dalam dua istilah, kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitatif, beban kerja
lebih mengacu kondisi obyektif dan subyektif seputar banyaknya pekerjaan yang harus
diselesaikan. Secara kualitatif, beban kerja lebih mengacu pada sulitnya menyelesaikan suatu
pekerjaan bagi seorang pekerja. Beban kerja yang secara kuantitatif berlebih mendorong pada
panjangnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan. Beban kerja yang secara kualitatif berlebih
cenderung memicu perilaku kompensasi seperti stagnasi, merokok, atau bahkan mengkonsumsi
alkohol untuk menenangkan diri.
Penatalaksanaan
Dokter perusahaan sering kali sukar mendiagnosis atau menggambarkan dengan jelas
berkembangnya stress seorang individu ditempat kerja, karena gejala-gejala yang timbul
terutama mempengaruhi kondisi fisik, sehingga pada awalnya seringkali dipikirkan penyakit-
penyakit organic sebagai penyebabnya. Misalnya gejala sakit kepala biasanya dipikirkan sebagai
akibat penyakit tekanan darah tinggi. Napsu makan berlebihan akibat riwayat akibat riwayat
obesitas dalam keluarga dan sakit pinggang akibat perkapuran tulang belakang atau akibat
17
skoliosis. Yang lebih menyulitkan, para pasien itu sendiri menolak untuk menhubungkan gejala-
gejala yang timbul sebagai akibat stress di tempat kerja. Perubahan perilaku di tempat kerja
sehingga seringkali orang-orang di sekitarnya mencemoohkan, biasanya tidak diceritakan oleh
pasien. Biasanya pasien menolak bila dikatakan perubahan perilakunya adalah kontradiktif.
Pasien biasanya menuntut cepat sembuh sehingga mencari pengobatan yang mudah dari
gangguan yang dirasakannya dan mengharapkan dokternya membuat keajaiban untuk
menghilangkan gejala yang didritanya. Selain itu karena stress dapat juga merupakan bagian dari
masalah di luar lingkungan pekerjaan, jadi masalah di belakang layar dalam keluarga atau
lingkungan sosial dapat bermanifestasi sebagai gejala-gejala stress di tempat kerja, sehingga
lebih mempersulit pengungkapan gejala-gejala penyakit ini. bila pasien menemui dokter pada
saat gejala-gejala stress baru timbul, beberapa pertanyaan langsung pada akar masalah tersebut
dapat menolong untuk mengidetifikasisituasi-situasi pencetus stress. Pada saat ini nasehat medis
yang memadai dapat mengatasi masalah-masalah jangka pendek atau jangka panjan. Untuk
selanjutnya pasien ini membutuhkan perhatian yang lebih besar dan membutuhkan pemeriksan
selanjutny, guna mencegah berkembangnya penyakit ini.
Anxiolitika, antidepresan dan b-blocker dapat mengatasi gejala-gejala stress untuk jangka
pendek, tetapi tidak dapat dipakai untuk jangka panjang karena pasien tidak diobati pada akar
masalahnya, juga bahaya ketergantungan obat-obat tersebut serta depresi miokard akibat b-
bloker perlu mendapat perhatian.
Guna mendorong terjadinya perubahan perilaku kerja dan presepsi terhadap respo-respon
biologis, pasoen dinasehatkan untuk datang diam-diam secara regular biasanya 1 jam dalam
seminggu, untuk bimbingan dan konseling oleh dokter perusahaan. Terutama untuk kasus-kasus
dengan akr masalah psikologis seperti kesulitan-kesulitan interpersonal atau perilaku
ketergantungan alkohol/obat-obatan terlarang.
Istilah konseling harus dibedakan dengan member nasehat. Suatu nasehat terbatas pada suatu
paket solusi yang diberikan pada pasien untuk mengatasi masalah, sedang seorang konselor
membantu pasien dengan memberikan sejumlah pilihan solusi untuk masalahnya. Konsuler akan
membantu menyeleksi solusi-solusi tersebut sampai pasien memperoleh pilihan terbaik dan
selanjutnya melaksanakannya dengan usaha-usaha pasien itu sendiri.
18
Gaya hidup yang sehat di luar temapt kerja harus dianjurkan seperti: olah raga rutin, makanan
sehat, berhenti merokok dan minum alkohol, penyaluran hobi serta pasien dianjurkan
memperbanyak berkomunikasi dengan keluarga dan teman-temannya.
Penatalaksanaan stress di tempat kerja secara menyeluruh tidak hanya membutuhkan kooperasi
dan partisipasi pasien tapi juga partisipasi aktif organisasi tempat kerja, melaksanakan perbaikan
tempat kerja seoptimal mungkin, menciptakan manajemen yang terbuka, terlaksananya
komunikasi dua arah antara pekerja dan pimpinan, memberikan tugas-tugas dan otoritas tugas
yang jelas memberikan target-target yang menantang tapi mudah dicapai, jadwal kerja yang
fleksibel tapi terncana, memberikan teguran pada pekerja yang salah secara wajar, adil tanpa
kekerasan.
Karena dokter perusahaan yang paling tahu tentang lingkungan tempat kerja, dengan
demikian untuk kasus-kasus ini peranan seorang dokter perusahaan menjadi sangat penting.
Kalau dulu tanggung jawabnya semata-mata terbatas pada gangguan kesehatan
yang dihasilkan akibat proses-proses industri, tetapi sekarang mencakup segala sesuatu yang
berhubungan dengan pekerjaan termasuk juga stres akibat kerja.
Pendekatan Individual. Pekerja dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya. Strategi
yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; selalu berpikir positif, pengelolaan waktu,
latihan fisik dengan melakukan olahraga secara teratur, latihan relaksasi (yoga, meditasi) dan
dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang pekerja dapat
menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan
fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan
tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi pekerja perlu dilakukan
kegiatan santai (mendengarkan musik). Sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stress adalah
dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan
saran-saran bagi dirinya.
Pendekatan Organisasional. Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta
struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor tersebut
dapat diubah. Strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres
pekerjanya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan,
19
pengambilan keputusan partisipasi, komunikasi organisasi dan program kesejahteraan. Melalui
strategi tersebut akan menyebabkan pekerja memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan
interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
Pencegahan
Koping merupakan cara-cara yang digunakan oleh indifidu unyuk menghadapi situasi yang
menekan.Oleh karena itu meskipun koping menjadi bagian dari penyesuaian diri,namun koping
merupakan istilah yang khusus digunakan untuk menunjukkan reaksi individu ketika
menghadapi tekanan/stress.
Ada berbagai macam koping.Pendapat berbagai tokoh pun beragam.Ada yang menyebutkan
istilah koping hanya untuk cara-cara mengatasi persoalan yang sifatnya positif.Namun ada juga
yang melihat koping sebagai istilah yang netral.
Koping yang negatif menimbulkan berbagai persoalan baru di kemudian hari,bahkan sangat
mungkin memunculkan berbagai gangguan pada diri individu yang bersangkutan.Sebaliknya
koping yang positif menjadikan individu semakin matang,dewasa dan bahagia dalam menjalani
kehidupannya.
Ada berbagai cara untuk mengatasi stress.kalau akibat stres telah mempengaruhi fisik,dan
bahkan menimbulkan penyakit tertentu,peranan obat/medikasi biasanya diperlukan.namun obat
itu sendiri kurang efektif untuk mengatasi stress dalam jangka panjang.Ada efek negatif bila
menggunakan obat terus menerus.Disamping obat-obat tertentu membutuhkan biaya yang
mahal,obat juga bias mengakibatkan ketergantungan dan bahkan membuat orang tertentu kebal
terhadap obat tertentu.Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang
paling berat, maka dapat dilakukan dengan cara :
1. Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup
akan memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak.
2. Olah Raga atau Latihan Teratur
20
Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan
kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari
pagi minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan
keringat setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran.
3. Berhenti Merokok
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat
meningkatkan ststus kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh.
4. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras
Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres.
Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan
semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak
mengandung alkohol.
5. Pengaturan Berat Badan
Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres
karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang
seimbang akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.
6. Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi
stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaaan yang dapat menimbulkan kelelahan
fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu
secara efektif dan efisien serta melihat aspek prokdutivitas waktu. Seperti menggunakan
waktu untuk menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat.
7. Terapi Psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami stres yang dialami
dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi sehingga stresor
psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang
21
dapat mengganggu organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang digunakan biasanya digunakan
adalah anti cemas dan anti depresi.
8. Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami sehingga
diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh yang lain.
9. Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan
seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi redukatif di mana
psikoterapi suportif memberikan motivasi atau dukungan agar pasien mengalami percaya
diri, sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara
berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.
10. Terapi Psikoreligius
Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan
psikologis mengingat dalam mengatasi permasalahn psikologis mengingat dalam mengatasi
atau mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial, dan sehat
spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi.
11. Homeostatis
Merupakan suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam
menghadapi kondisi yang dialaminya. Proses homeostatis ini dapat terjadi apabila tubuh
mengalami stres yang ada sehingga tubuh secara alamiah akan melakukan mekanisme
pertahanan diri untuk menjaga kondisi yang seimbang, atau juga dapat dikatakan bahwa
homeostatis adalah suatu proses perubahaan yang terus menerus untuk memelihara
stabilitas dan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.
Homeostatis yang terdapat dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh suatu
sistemendokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah proses homeostatis dapat terjadi dalam
tubuh manusia. Dalam mempelajari cara tubuh melakukan proses homeostatis ini dapat
melalui empat cara di antaranya:
a. Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat
sepertidalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.
22
b. Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidak normalan
dalam tubuh.
c. Dengan cara sistem umpan balik negatif, proses ini merupakan penyimpangan dari
keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam tubuh dimana apabila tubuh dalam
keadaan tidak normal akan secara sendiri mengadakan mekanisme umpan balik untuk
menyeimbangkan dari keadaan yang ada.
d. Cara umpan balik untuk mengkoreksi suatu ketidakseimbangan fisiologis.
Pencegahan terhadap stres bisa dilakukan dengan mengubah sikap hidup.Orang yang terlibat
lebih aktif dengan pekerjaan dan kehidupan masyarakat,lebih berorientasi pada tantangan dan
perubahan ,dan merasa dapat menguasai kejadian-kejadian dalam hidupnya adalah orang yang
tidak akan mudah terkena efek negatif stress.
DAFTAR PUSTAKA
23
1. Fingret A. Occupational mental health: a brief history. Occup Med Journal 2000; 50: 289-93
2. Kesehatan Mental Konsep,Cakupan dan Perkembangan. oleh Siswanto,S.Psi.,M.Si.. 2007. Yogyakarta.
3. Anne Spurgeon, “Psychological Issues” dalam Kerry Gardiner and J. Malcolm Harrington, eds., Occupational Hygiene, 3rd Edition (Malden, Massachusetts: Blackwell Publishing, 2005) p.361.
4. Model-model ini dirangkum dari Valerie J. Sutherland and Cary L. Cooper, op.cit., pp.34-58.
5. Carole Spiers, Tolley’s Managing Stress in the Workplace, (Croydon: Reed Elsevier, 2003)
6. Smith A. The scale of perceived occupational stress. Occup Med J 2000; 50:294-8.
24