34
Etika dan Hukum pada Pemberian Terapi Minimal Terhadap Pasien Ca Colon Terminal Jemie Rudyan F6 Mahasiswa Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 – Jakarta Barat [email protected] Bab I Pendahuluan A. Kanker Kolon Karsinoma kolon adalah suatu proses penyakit multifaktorial, dengan etiologi seperti faktor genetik, pengaruh lingkungan (termasuk diet), dan inflamasi kronik dari saluran pencernaan. Karsinoma kolon merupakan penyakit invasif yang dapat dicegah dan berbentuk adenokarsinoma. Gejala klinis yang sering ditemukan termasuk anemia defisiensi besi, perdarahan rektum, nyeri perut, perubahan kebiasaan buang air besar, dan obstruksi usus atau perforasi. Tumor pada sisi kanan lebih cenderung terjadi perdarahan dan menyebabkan diare, sedangkan tumor sisi kiri biasanya lambat terdeteksi dan bisa disertai dengan gejala obstruksi usus. Pembedahan merupakan modalitas terapi pasti untuk karsinoma kolon tetapi perkembangan obat-obatan seperti irinotecan dan oxaliplatin dapat meningkatkan kesembuhan pasien pada stadium II dan III dan memperpanjang masa hidup bagi pasien dengan stadium IV. Prognosis karsinoma kolon tergantung stadium dan pengobatannya. 1 1 | Page

Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah forensik

Citation preview

Page 1: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

Etika dan Hukum pada Pemberian Terapi Minimal

Terhadap Pasien Ca Colon Terminal

Jemie Rudyan

F6

Mahasiswa Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 – Jakarta Barat

[email protected]

Bab I

Pendahuluan

A. Kanker Kolon

Karsinoma kolon adalah suatu proses penyakit multifaktorial, dengan etiologi seperti faktor genetik,

pengaruh lingkungan (termasuk diet), dan inflamasi kronik dari saluran pencernaan. Karsinoma kolon

merupakan penyakit invasif yang dapat dicegah dan berbentuk adenokarsinoma. Gejala klinis yang

sering ditemukan termasuk anemia defisiensi besi, perdarahan rektum, nyeri perut, perubahan

kebiasaan buang air besar, dan obstruksi usus atau perforasi. Tumor pada sisi kanan lebih cenderung

terjadi perdarahan dan menyebabkan diare, sedangkan tumor sisi kiri biasanya lambat terdeteksi dan

bisa disertai dengan gejala obstruksi usus. Pembedahan merupakan modalitas terapi pasti untuk

karsinoma kolon tetapi perkembangan obat-obatan seperti irinotecan dan oxaliplatin dapat

meningkatkan kesembuhan pasien pada stadium II dan III dan memperpanjang masa hidup bagi

pasien dengan stadium IV. Prognosis karsinoma kolon tergantung stadium dan pengobatannya.1

Terdapat beberapa macam klasifikasi staging pada kanker kolon ada klasifikasi TNM dan ada

klasifikasi Dukes. Pembagian stadium karsinoma adalah berdasarkan sistem TNM dan dibagi seperti

berikut:2

Kategori Tumor (T)

Tx: Tidak ada deskripsi sejauh tumor ini

Tis: Karsinoma in situ, tumor hanya melibatkan mukosa muskularis

T1: Kanker telah berkembang melalui mukosa muskularis dan meluas ke dalam submukosa

T2: Kanker telah berkembang melalui submukosa dan meluas ke propria muskularis

1 | P a g e

Page 2: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

T3: Kanker telah berkembang melalui propria muskularis dan masuk ke lapisan terluar dari

usus besar tetapi tetapi belum mencapai organ terdekat atau jaringan

T4a: Kanker telah berkembang melalui serosa (peritoneum visceral)

T4b: Kanker telah berkembang melalui dinding usus besar dan ditemukan pada jaringan

sekitarnya atau organ

Kategori Kelenjar Getah Bening (N)

Nx: Tidak ada keterangan keterlibatan kelenjar getah bening

N0: Tidak ada kanker pada kelenjar getah bening di sekitarnya

N1a: Sel-sel kanker ditemukan di 1 kelenjar getah bening yang berdekatan

N1b: Sel-sel kanker ditemukan di 2 sampai 3 kelenjar getah bening berdekatan

N1c: sel kanker ditemukan di daerah lemak sekitar kelenjar getah bening, tetapi tidak dalam

kelenjar getah bening itu sendiri.

N2a: Sel-sel kanker ditemukan di 4 hingga 6 kelenjar getah bening sekitarnya

N2b: Sel-sel kanker ditemukan pada 7 atau lebih kelenjar getah bening sekitarnya

Kategori Metastasis (M)

M0: Tidak ditemukan metastasis

M1a: Kanker telah menyebar ke organ lain atau satu kumpulan kelenjar getah bening yang

jauh

M1b: Kanker telah menyebar ke lebih dari 1 organ atau kumpulan kelenjar getah bening yang

jauh, atau telah menyebar ke bagian jauh dari peritoneum

Stadium Tumor Primer (T) Kelenjar Getah Bening (N)

Metastasis (M)

Stadium 0 Karsinoma in situ (Tis) N0 M0Stadium I Tumor di submukosa (T1)

atau di muskularis propria (T2)

N0 M0

Stadium II Tumor di lapisan muskularis (T3) atau struktur lain (T4)

N0 M0

Stadium IIA T3 N0 M0Stadium IIB T4a N0 M0Stadium IIC T4b N0 M0Stadium IIIA T1-4 N1-2 M0Stadium IIIB T1-4 N1-2 M0Stadium IIIC T3-4 N1-2 M0Stadium IVA T1-4 N1-3 M1aStadium IVB T1-4 N1-3 M1b

2 | P a g e

Page 3: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

Staging Pada Kanker Kolon : Klasifikasi Dukes

Stadium 1: Kanker terjadi di dalam dinding kolon

Stadium 2: Kanker telah menyebar hingga ke lapisan otot kolon

Stadium 3: Kanker telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfa

Stadium 4: Kanker telah menyebar ke organ-organ lain1

B. Euthanasia

Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai “kematian yang lembut dan

nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak

tersembuhkan”. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis pembunuhan ini adalah mercy

killing (Tongat, 2003 :44). Sementara itu menurut Kamus Kedokteran Dorland euthanasia

mengandung dua pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua,

pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita penyakit

yang tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan disengaja.3

Secara konseptual dikenal tiga bentuk euthanasia, yaitu

voluntary euthanasia : euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri

karena penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan dia tidak sanggup menahan rasa sakit

yang diakibatkannya

non voluntary euthanasia : di sini orang lain, bukan pasien, mengandaikan, bahwa

euthanasia adalah pilihan yang akan diambil oleh pasien yang berada dalam keadaan

tidak sadar tersebut jika si pasien dapat menyatakan permintaannya

involuntary euthanasia :merupakan

pengakhiran kehidupan pada pasien

tanpa persetujuannya. 3

Dari penggolongan Euthanasia, yang paling

praktis & mudah dimengerti adalah:

Euthanasia aktif, tindakan secara

sengaja dilakukan oleh dokter atau

tenaga kesehatan lain untuk

memperpendek atau mengakhiri

hidup pasien. Merupakan tindakan yang dilarang, kecuali di negara yang telah

membolehkannya lewat peraturan perundangan.

3 | P a g e

Page 4: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

Euthanasia pasif, dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi)

memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien, misalnya

menghentikan pemberian infus, makanan lewat sonde, alat bantu nafas, atau menunda

operasi.

Auto euthanasia, seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima

perawatan medis & dia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri

hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis

tangan). Auto euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas permintaan.4

Tujuan

Mahasiswa mampu mengerti aspek etika dan hukum dari kasus yang diberikan

serta mengetahui prosedur terapi yang seharusnya diambil.

Hipotesis

Pasien meminta kepada dokter untuk memberika pengobatan minimal, karena

penyakitnya yang sudah terminal sehingga pasien ingin mati secara alami.

Bab II

Tinjauan Pustaka

ETIKA KEDOKTERAN

Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya perilaku

manusia terutamanya apabila menyangkut ilmu profesi kedokteran yang berhadapan dengan pasien:

Etika deskriptif :

Yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan

apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif

4 | P a g e

Page 5: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang

mau diambil.

Etika normatif:

Yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya

dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi

penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.5

Etika secara umum dapat dibagi menjadi :

Etika Umum :

Mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, tentang bagaimana

manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi

pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu

tindakan.Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai

pengertian umum dan teori-teori.

Etika khusus :

Penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa

berwujud :

- mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan yang

dilakukan

- menilai perilaku diri dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang

- dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis

- mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada

dibaliknya.

Etika khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :

a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.

b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota

umat manusia.6

A. Prinsip-prinsip etika profesi :

1. Tanggung jawab

Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.

Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada

umumnya.

2. Keadilan untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.

3. Otonomi menuntut agar setiap kaum profesional diberi kebebasan menjalankan profesinya.6

5 | P a g e

Page 6: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

B. Peranan etika dalam profesi:

1. Suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama

kerana nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja,

tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga

sampai pada suatu bangsa.

2. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam

pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama

anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian

karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi)

dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.

3. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota

profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama

(tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi

tersebut. 5

C. Tujuan kode etik profesi:

1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.

2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.

3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.

4. Untuk meningkatkan mutu profesi.

5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.

6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.

7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.6

Praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral

yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya

atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika

ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi

pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan

pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.Nilai-nilai materialisme yang dianut

masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap

etis dan profesional dokter, seperti:

Autonomy: menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak

membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya

Beneficence: melakukan tindakan untuk kebaikan pasien

Non maleficence: tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien

6 | P a g e

Page 7: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

Justice:bersikap adil dan jujur.

D. Etika Profesi dalam Kasus Euthanasia

Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa;

“Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar

profesi tertinggi”.

Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan kegiatan kedikterannya sebagai seorang profesi

dikter harus sesuai dengan ukuran ilmu tertinggi. Yang dimaksud dengan ukuran tertinggi dalam

melakukan protesi kedokteran mutakhir, yaitu yang sesuai dengan perkembangan IPTEK Kedokteran,

etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat/jenjang pelayanan kesehatan, serta

kondisi dan situasi setempat..

KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa

“setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”

Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaaan

manusia. Mengenai euthanasia, ternyata dapat digunakan dalam tiga arti, yaitu

1. Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan dan bagi yang beriman

dengan nama Allah di bibir.

2. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) penderitaan pasien diperingan dengan memberi

obat penenang.

3. Mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan

keluanganya. 4

Pada suatu saat seorang dokter mungkin menghadapi penderitaan yang tidak tertahankan, misalnya

karena kanker dalam keadaan yang menyedihkan, kurus kering bagaikan tulang di bungkus kulit,

menyebarkan bau busuk, menjerit-jerit kesakitan dan sebagainya. Orang yang berpendirian pro

euthanasia dalam butir c, akan mengajukan supaya pasien di beri saja morphin dalam dosis lethal,

supaya ia bebas dan penderitaan yang berat itu. Kita di Indonesia sebagai umat yang beragama dan

benfalsafah/berazaskan Pancasila percaya pada kekuasaan mutlak dan Tuhan Yang Maha Esa. Segala

sesuatu yang diciptakannya serta penderitaan yang dibebankan kepada makhluknya mengandung

makna dan maksud tertentu. Dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya dan kemampuannya

untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup akan tetapi tidak untuk mengakhirinya. Jadi

dalam menjalankan prifesinya seorang dokter tidak boleh melakukan mengakhiri kehidupan seorang

pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia).6

7 | P a g e

Page 8: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

INFORM CONSENT

“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan

atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi

“informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat

informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang

diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan

dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.Suatu informed consent baru sah

diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga) unsur sebagai berikut :

Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter

Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan

Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan.

Di Indonesia perkembangan “informed consent” secara yuridis formal, ditandai dengan munculnya

pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang “informed consent” melalui SK PB-IDI No.

319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989

tentang “Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent”. Hal ini tidak berarti para dokter dan

tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan “informed consent” karena jauh

sebelum itu sudah ada kebiasaan pada pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis

dari pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan.Secara umum bentuk

persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa

tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu:

1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko

besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat

(1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang

mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah

sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan

medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent);

2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan

tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien;

3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan

disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda

menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.7

A. Tujuan Pelaksanaan Informed Consent

8 | P a g e

Page 9: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis (pasien), maka

pelaksanaan “informed consent”, bertujuan :

1. Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis

yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis

yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan

standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau

“over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya;

2. Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan

pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat

negatif, misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin dihindarkan walaupun

dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik.

Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent mempunyai beberapa

fungsi sebagai berikut :

1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia

2. promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri

3. untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien

4. menghindari penipuan dan misleading oleh dokter

5. mendorong diambil keputusan yang lebih rasional

6. mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan

7. sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan.5

B. Aspek Hukum Informed Consent

Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan pasien) bertindak

sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan “jasa tindakan

medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai

subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum,

baik yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.Dalam masalah “informed consent”

dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik

Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan

hukun perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.Pada

pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang digunakan adalah

“kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam tindakan medis yang

merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini

disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku adagium “barang siapa merugikan orang lain

harus memberikan ganti rugi”.Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan

9 | P a g e

Page 10: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

adalah “kesalahan berat” (culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada

pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi

pidana.

Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa tindakan medis

(dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan medis (pasien), sedangkan

pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan, maka dokter sebagai

pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan

hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan harus

menghormatinya;Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya

pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan

invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan

medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah

melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351

KUHP.

Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa “informed consent”

benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas

dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan dapat

dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative,

misalnya tidak mudah untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan

oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum

mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang

berkenaan dengan informed consent ini.8

C. Contoh Inform Consent:

SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN MEDIS KHUSUS

 Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama   :                       (L/P)

Umur/Tgl Lahir :

Alamat :

Telp :

10 | P a g e

Page 11: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

 Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri/*sebagai orang tua/*suami/*istri/*anak/*wali dar

i :

Nama  :                        (L/P)

Umur/Tgl Lahir

 Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK untuk dilakukan Tindakan Medis berupa……………

……………………………………………………………….

Dari penjelasan yang diberikan, telah saya mengerti segala hal yang berhubungan dengan penyakit ter

sebut, serta tindakan medis yang akan dilakukan dan kemungkinana pasca tindakan yang dapat terjadi

sesuai penjelasan yang diberikan.

                                                                                    Jakarta,………………….20……

Dokter/Pelaksana,                                                        Yang membuat pernyataan,

                       

Ttd                                                                                           ttd

(……………………)                                                  (…………………………..)

*Coret yang tidak  perlu

REKAM MEDIS

Rekam medis mempunyai berbagai pengertian menurut pelbagai kepustakaan, antaranya adalah:

a. Menurut Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran: Rekam medis merupakan berkas yang

berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

b. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989: Rekam medis

adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,

pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.

c. Menurut Edna K Huffman: Rekam Medis adalab berkas yang menyatakan siapa, apa,

mengapa, dimana, kapan dan bagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama

dirawat atau menjalani pengobatan.

d. Menurut Gemala Hatta: Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan

seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat

11 | P a g e

Page 12: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

lampau yang ditulis oleb para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan

kesehatan kepada pasien.

e. Waters dan Murphy: Kompendium (ikhtisar) yang berisi  informasi tentang keadaan pasien

selama perawatan atau selama pemeliharaan kesehatan7

Kesemua catatan mengenai keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data tentang identitas dan data

medis seorang pasien merupakan isi di dalam rekam medis. Secara umum isi Rekam Medis dapat

dibagi dalam dua kelompok data yaitu:

a. Data medis atau klinis: segala data tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, rontgen, diagnosis, pengobatan serta hasilnya, laporan dokter,

perawat dan sebagainya. Segalam data medis ini merupakan rahsia dan tidak boleh dibuka

kepada orang lain tanpa izin pasien kecuali ada alasan lain yang berkaitan peraturan atau

undang-undang.

b. Data sosiologis atau non-medis: data selain data medis yaitu identitas pasien, data sosial

ekonomi, alamat, pekerjaan, status perkahwinan dan sebagainya. Data ini bagi sebagian orang

tidak rahsia tetapi ade juga yang mengatakan ianya rahsia.5

Terdapat pelbagai jenis rekam medis antaranya adalah:

a. Rekam medis konvensional

b. Rekam medis elektronik

Berdasarkan Pasal 2:

(1) Rekam medís harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik.

(2) Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih

lanjut dengan peraturan tersendiri.

Selain itu, rekam medis juga terbagi kepada:

a. Rekam medis bagi pasien rawat jalan.

b. Rekam medis pasien rawat inap.

c. Rekam medis untuk pasien gawat darurat.

d. Rekam medis pasien dalam keadaan bencana.9

Yang berkewajiban membuat rekam medis adalah tenaga kesehatan yang terdiri daripada:

a. Dokter dan dokter gigi

b. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.

c. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.

12 | P a g e

Page 13: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

d. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan,

mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.

e. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.

f. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.

g. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis,

analisi kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik, teknisi tranfusi dan perekam medis.

Menurut Permenkes no. 749a tahun 1989, rekam medis mempunyai 5 manfaat yaitu:

a. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.

b. Bahan bukti dalam perkara hukum.

c. Bahan bagi kepentingan penelitian.

d. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.

e. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

Hubungan kontrak terapeutik antara pasien dan dokter sudah mula terbentuk pada saat pasien

datang berobat ke dokter dan ia berdasarkan kepercayaan pasien di mana dokter mampu

mengobatinya dan merahsiakan segala data peribadi dan kesehatan pasien. Sebagian dari rahasia tadi

dibuat dalam bentuk tulisan yang kita kenal sebagai Rekam Medis. Dengan demikian, kewajiban

tenaga kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran, mencakup juga kewajiban untuk menjaga

kerahasiaan isi Rekam Medis.7

Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam Medis

(secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan. Pasal 10 Permenkes No. 749a

menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus

disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien

berobat. Oleh sebab itu, di setiap institusi pelayanan kesehatan, Unit Rekam Medis dibentuk bagi

menyelenggarakan proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis. Untuk tujuan itulah di setiap

institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses

pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut. Karena isi Rekam Medis

merupakan milik pasien, maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika dokter atau petugas medis

menolak memberitahu tentang isi Rekam Medis kepada pasiennya, kecuali pada keadaan-keadaan

tertentu yang memaksa dokter untuk bertindak sebaliknya. Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis

merupakan milik institusi, maka tidak pada tempatnya pula jika pasien meminjam Rekam Medis

tersebut secara paksa, apalagi jika institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.5

PEMERIKSAAN MEDIS

13 | P a g e

Page 14: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

A. Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda Ca Colon tergantung pada letak tumor. Tanda-tanda yang biasanya terjadi adalah :

Perdarahan pada rectal

Anemia

Perubahan feces

Kemungkinan darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni atau bright-red stooks.

Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada sebelah kanan kolon tetapi biasanya (tetapi bisa

tidak banyak) tumor disebelah kiri kolon dan rectum.

Pemeriksaan rektal dengan jari (Digital Rectal Exam), di mana dokter memeriksa keadaan dinding

rektum sejauh mungkin dengan jari; pemeriksaan ini tidak selalu menemukan adanya kelainan,

khususnya kanker yang terjadi di kolon saja dan belum menyebar hingga rectum. Hal pertama yang

ditunjukkan oleh Ca Colon adalah :

teraba massa

pembuntuan kolon sebagian atau seluruhnya

perforasi pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri

Ini ditemukan pada indikasi penyakit Cachexia.2

B. Pemeriksaan Psikososial.

Orang-orang sering terlambat untuk mencoba perawatan kesehatan karena khawatir dengan diagnosa

kanker. Kanker biasanya berhubungan dengan kematian dan kesakitan. Banyak orang tidak sadar

dengan kemajuan pengobatan dan peningkatan angka kelangsungan hidup. Deteksi dini adalah cara

untuk mengontrol Ca Colon dan keterlambatan dalam mencoba perawatan kesehatan dapat

mengurangi kesempatan untuk bertahan hidup dan menguatkan kekhawatiran klien dan keluarga

klien. Orang-oarang yang hidup dalam gaya hidup sehat dan mengikuti oedoman kesehatan mungkin

merasa takut bila melihat pengobatan klinik, klien ini mungkin merasa kehilangan kontrol, tidak

berdaya dan shock. Proses diagnosa secara umum meluas dan dapat menyebabkan kebosanan dan

menumbuhkan kegelisahan pada pasien dan keluarga pasien. Perawat membolehkan klien untuk

bertanya dan mengungkapkan perasaanya selama proses ini.1

C. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilaksanakan dengan tujuan menilai fungsi organ pasien, untuk antisipasi

prosedur diagnostik dan terapeutik yang akan membebani organ pasien juga. Pilihan pemeriksaan

adalah pemeriksaan darah lengkap, kimia serum, fungsi hati, fungsi ginjal, dan level serum

14 | P a g e

Page 15: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

carcinoembryonic antigen (CEA). Nilai dasar CEA harus didapatkan sebelum operasi, karena

mengandung nilai prognostik dan jika meningkat memberikan arti penyakit yang semakin menyebar

dan semakin berat.

Nilai hemaglobin dan Hematocrit biasanya turun dengan indikasi anemia. Hasil tes Gualac positif

untuk accult blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI Tract. Pasien harus menghindari

daging, makanan yang mengandung peroksidase (Tanaman lobak dan Gula bit) aspirin dan vitamin C

untuk 48 jam sebelum diberikan feces spesimen. Perawat dapat menilai apakah klien pada

menggumakan obat Non steroidal anti peradangan (ibu profen) Kortikosteroid atau salicylates.

Kemudian perawat dapat konsul ke tim medis tentang gambaran pengobatan lain. Makanan-makanan

dan obat-obatan tersebut menyebabkan perdarahan. Bila sebenarnya tidak ada perdarahan dan

petunjuk untuk kesalahan hasil yang positif. Dua contoh sampel feses yang terpisah dites selama 3

hari berturut-turut, hasil yang negatif sama sekali tidak menyampingkan kemungkinan terhadap Ca

Colon. Carsinoma embrionik antigen (CEA) mungkin dihubungkan dengan Ca Colon, bagaimanapun

ini juga tidak spesifik dengan penyakit dan mungkin berhubungan dengan jinak atau ganasnya

penyakit. CEA sering menggunakan monitor untuk pengobatan yang efektif dan mengidentifikasi

kekambuhan penyakit.

D. Pemeriksaan radiografi

Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan

mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi perut,

dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak

teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan

colonoscopy. Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari

penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah

metastasis. Pemeriksaan CT dan MRI lebih dipilih untuk menggambarjan abdomen dan hepar untuk

tujuan staging dari kanker.

E. Pemeriksaan Diagnosa lainnya.

Tim medis biasanya melakukan sigmoidoscopy dan colonoscopy untuk mengidentifikasi tumor.

Biopsi massa dapat juga dilakukan dalam prosedur tersebut.

F. Screening

Tujuan dari skrining kanker koorektal adalah untuk mengurangi mortalitas dengan diagnosis dan

pengobatan dari lesi prekanker dan lesi kanker awal yang masih dapat disembuhkan. Pilihan skrining

terdiri dari tes-tes yang mendeteksi adenomatous polip dan kanker, dan tes yang terutama mendeteksi

kanker.

15 | P a g e

Page 16: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

Pilihan tes yang mendeteksi adenomatous polip dan kanker adalah :

- Flexible sigmoidoscopy setiap5 tahun

- Colonoscopy setiap 10 tahun

- Double contrast barium enema setiap 5 tahun

- CT colonography setiap 5 tahun

Pilihan tes yang mendeteksi kanker :

- Annual guaiac-based fecal occult blood test (sensitivitas tinggi)

- Annual fecal immunochemical test (FIT) (sensitivitas tinggi)

- Stool DNA test (sensitivitas tinggi)

Menurut database cochrane dari 14 percobaan, menemukan bahwa flexible sigmoidescopy lebih

efektif menemukan adenoma dan karsinoma dibanding tes tinja.

RENCANA TERAPI

Perawatan penderita tergantung pada tingkat staging kanker itu sendiri dan komplikasi yang

berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam staging kanker

kolorektal pada periode praoperatif. Metode staging yang dapat digunakan secara luas adalah

klasifikasi Duke:

Kelas A – tumor dibatasi pada mukosa dan sub mukosa

Kelas B – penetrasi melalui dinding usus

Kelas C – Invasi ke dalam sistem limfe yang mengalir regional

Kelas D – metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas

Terapi akan jauh lebih mudah bila kanker ditemukan pada stadium dini. Tingkat kesembuhan kanker

stadium 1 dan 2 masih sangat baik. Namun bila kanker ditemukan pada stadium yang lanjut, atau

ditemukan pada stadium dini dan tidak diobati, maka kemungkinan sembuhnya pun akan jauh lebih

sulit.

16 | P a g e

Page 17: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

Di antara pilihan terapi untuk penderitanya, operasi masih menduduki peringkat pertama, dengan

ditunjang oleh radiasi dan kemoterapi mungkin juga digunakan untuk membantu pembedahan, untuk

mengontrol dan mencegah kekambuhan kanker.1

A. Pelaksanaan tanpa pembedahan.

Tim medis dapat menilai kanker tiap pasien untuk menentukan rencana pengobatan yang baik dengan

mempertimbangkan usia, komplikasi penyakit dan kualitas.

1. Terapi radiasi

Persiapan penggunaan radiasi dapat diberikan pada pasien yang menderita Ca kolorektal yang

besar, walaupun ini tidak dilaksanakan secara rutin. Terapi ini dapat menyebabkan kesempatan

yang lebih banyak dari tumor tertentu, yang mana terjadi fasilitas reseksi tumor selama

pembedahan. Radiasi dapat digunakan post operatif sampai batas penyebaran metastase. Sebagai

ukuran nyeri, terapi radiasi menurunkan nyeri, perdarahan, obstruksi usus besar atau metastase ke

paru-paru dalam perkembangan penyakit. Perawat menerangkan prosedur terapi radiasi pada

klien dan keluarga dan memperlihatkan efek samping (contohnya diare dan kelelahan). Perawat

melaksanakan tindakan untuk menurunkan efek samping dari terapi.

2. Kemoterapi

Obat non sitotoksik memajukan pengobatan terhadap Ca kolorektal kecuali batas tumor pada

anal kanal. Bagaimanapun juga 5 fluorouracil (5-FU,Adrucil) dan levamisole (ergamisol) telah

direkomendasikan terhadap standar terapi untuk stadium khusus pada penyakit (contoh stadium

III) untuk mempertahankan hidup. Kemoterapi juga digunakan sesudah pembedahan untuk

mengontrol gejala-gejala metastase dan mengurangi penyebaran metastase. Kemoterapi

intrahepatik arterial sering digunakan 5 FU yang digunakan pada klien dengan metastasis liver.1

B. Penatalaksanaan dengan Pembedahan

Tindakan ini dibagi menjadi Curative, Palliative, Bypass, Fecal diversion, dan Open-and-close.

17 | P a g e

Page 18: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

i. Bedah Curative dikerjakan apabila tumor ditemukan pada daerah yang terlokalisir. Intinya

adalah membuang bagian yang terkena tumor dan sekelilingnya. Pada keadaan ini mungkin

diperlukan suatu tindakan yang disebut TME (Total Mesorectal Excision), yaitu suatu tindakan

yang membuang usus dalam jumlah yang signifikan. Akibatnya kedua ujung usus yang tersisa

harus dijahit kembali. Biasanya pada keadaan ini diperlukan suatu kantong kolostomi, sehingga

kotoran yang melalui usus besar dapat dibuang melalui jalur lain. Pilihan ini bukanlah suatu

pilihan yang enak akan tetapi merupakan langkah yang diperlukan untuk tetap hidup, mengingat

pasien tidak mungkin tidak makan sehingga usus juga tidak mungkin tidak terisi makanan /

kotoran; sementara ada bagian yang sedang memerlukan penyembuhan. Apa dan bagaimana

kelanjutan dari kolostomi ini adalah kondisional dan individual, tiap pasien memiliki keadaan

yang berbeda-beda sehingga penanganannya tidak sama.

ii. Bedah paliatif dikerjakan pada kasus terjadi penyebaran tumor yang banyak, dengan tujuan

membuang tumor primernya untuk menghindari kematian penderita akibat ulah tumor primer

tersebut. Terkadang tindakan ini ditunjang kemoterapi dapat menyelamatkan jiwa. Bila

penyebaran tumor mengenai organ-organ vital maka pembedahan pun secara teknis menjadi

sulit, sehingga dokter mungkin memilih teknik bedah bypass atau fecal diversion (pengalihan

tinja) melalui lubang. Pilihan terakhir pada kondisi terburuk adalah  open-and-close, di mana

dokter membuka daerah operasinya, kemudian secara de facto melihat keadaan sudah sedemikian

rupa sehingga tidak mungkin dilakukan apa-apa lagi atau tindakan yang akan dilakukan tidak

memberikan manfaat bagi keadaan pasien, kemudian di tutup kembali. Tindakan ini sepertinya

sudah tidak pernah dilakukan lagi mengingat sekarang sudah banyak tersedia laparoskopi dan

radiografi canggih untuk mendeteksi keberadaan dan kondisi kanker jauh sebelum diperlukan

operasi.2

C. Penatalaksanaan pasien Karsinoma Kolon Terminal

Pembedahan merupakan pilihan terbaik untuk memperpanjangkan jangka hayat hidup pasien. Melalui

pembedahan dokter akan membuang bagian tumor kolon dan mencantumkan bagian yang sehat

bersama. Pilihan lain adalah cryotherapy yaitu membekukan dan membuang tumor tersebut.

Kemudian, kemoterapi dilakukan untuk membunuh sel-sel yang tersisa setelah pengangkatan dan

biasanya ditujukan pada organ yang terinfeksi. Metode yang digunakan adalah hepatic artery infusion

di mana targetnya langsung ke hati.1

ASPEK HUKUM PIDANA

18 | P a g e

Page 19: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

Undang-undang yang tertulis dalam KUHP hanya melihat dari sisi dokter sebagai pelaku utama

euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai pembunuhan berencana, atau dengan

sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak

yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia

tersebut, tidak peduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya,

untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang

belum diketahui pengobatannya. Meskipun euthanasia bukan merupakan istilah yuridis, namun

mempunyai implikasi hukum yang sangat luas, baik pidana maupun perdata. Pasal-pasal dalam

KUHP menegaskan bahwa euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang.

Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan. Berikut adalah bunyi pasal-pasal dalam

KUHP tersebut:

Pasal 344 KUHP:

“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas

dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas

tahun”.

Pasal 345 KUHP:

“Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam

perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara

paling lama empat tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.”

Bertolak dari ketentuan Pasal 344 KUHP tersebut tersimpul, bahwa pembunuhan atas permintaan

korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam konteks hukum

positif di Indonesia euthanasia tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang. Dengan demikian

dalam konteks hukum positif di Indonesia, tidak dimungkinkan dilakukan “pengakhiran hidup

seseorang” sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi sebagai

tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar

larangan tersebut.9

Dalam ketentuan Pasal 338 KUHP secara tegas dinyatakan,

“ Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan

pidana penjara paling lama lima belas tahun”.

Sementara dalam ketentuan Pasal 340 KUHP dinyatakan,

19 | P a g e

Page 20: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

“ Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dulu merampas nyawa orang lain

diancam, karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur

hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun”.

Di luar dua ketentuan di atas juga terdapat ketentuan lain yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku

euthanasia, yaitu ketentuan Pasal 356 (3) KUHP yang juga mengancam terhadap

“Penganiayaan yang dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan

kesehatan untuk dimakan atau diminum”.

Selain itu patut juga diperhatikan adanya ketentuan dalam Bab XV KUHP khususnya Pasal 304 dan

Pasal 306 (2). Dalam ketentuan Pasal 304 KUHP dinyatakan,

“Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan

sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib

memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan

pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus

rupiah”.

Sementara dalam ketentuan Pasal 306 (2) KUHP dinyatakan,

“Jika mengakibatkan kematian, perbuatan tersebut dikenakan pidana penjara maksimal

sembilan tahun”.

Dua ketentuan terakhir tersebut di atas memberikan penegasan, bahwa dalam konteks hukum positif

di Indonesia, meninggalkan orang yang perlu ditolong juga dikualifikasi sebagai tindak pidana. Dua

pasal terakhir ini juga bermakna melarang terjadinya euthanasia pasif yang sering terjadi di

Indonesia.4

ASPEK HUKUM MEDIKOLEGAL

Prosedur medikolegal adalah tata-cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang

berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur medikolegal

mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga

mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.

1. Peraturan menteri kesehatan no 585/Men Kes /Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik,

yang boleh dibahagi kepada :

Pasal 1 – Pasal 15.

20 | P a g e

Page 21: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 554/Men Kes/Per/XII/1982 tentang Panitia Pertimbangan dan

Pembinaan Etik Kedokteran, yang terbahagi kepada :

Pasal 2.

Pasal 8.

Pasal 22.

Pasal 24

3. Praktek dokter.

Menurut  UU nomor 29 tahun 2004  “Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan”

Pasal 512a KUHP.

Barang siapa sebagai mata pencaharian baik khusus mahupun sebagai sambilan

menjalankan pekerjaan dokter atau dokter gigi, dengan tidak mempunyai surat izin, di dalam

keadaan yang tidak memaksa, diancam dengan kurungan paling lama 2 bulan atau denda

setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah.

Pasal 531 KUHP.

Barang siapa ketika menyaksikan bahawa ada orang yang sedang menghadapi maut, tidak

memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya, tanpa selayaknya menimbulkan bahaya

pada dirinya atau pada orang lain, diancam jika kemudian orang itu meninggal, dengan

kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

Pasal 53 UU Kesehatan.

a. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas

sesuai profesinya.

b. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar

profesi dan menghormati pasien.

c. Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medic

terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang

bersangkutan.

d. Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 54 UU Kesehatan.

a. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam

melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan displin.

21 | P a g e

Page 22: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

b. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh Majlis Displin Tenaga

Kesehatan.

c. Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja MDTK ditetapkan

dengan Keppres.

Pasal 55 UU Kesehatan.

Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga

kesehatan.4

KESIMPULAN

Mengingat kondisi demikian, yang dibutuhkan kemudian adalah perawatan dan pendampingan, baik

bagi si pasien maupun bagi pihak keluarga. Perhatian dan kasih sayang sangat diperlukan bagi

penderita sakit terminal, bukan lagi bagi kebutuhan fisik, tetapi lebih pada kebutuhan psikis dan

emosional, sehingga baik secara langsung maupun tidak kita dapat membantu si pasien menyelesaikan

persoalan-persoalan pribadinya dan kemudian hari siap menerima kematian penuh penyerahan kepada

penyelenggaraan Tuhan Yang Maha Esa. Bagaimanapun si pasien adalah manusia yang masih hidup,

maka perlakuan yang seharusnya adalah perlakuan yang manusiawi kepadanya. Jelas bahwa hukum

(pidana) positif di Indonesia belum memberikan ruang bagi euthanasia baik euthanasia aktif maupun

euthanasia pasif. Tanpa harus mengesampingkan pendapat lain, kesimpulan normatif ini penting

untuk disampaikan mengingat berbagai hal. Pertama, munculnya permintaan tindakan medis

euthanasia hakikatnya menjadi indikasi, betapa masyarakat sedang mengalami pergeseran nilai

kultural.4

22 | P a g e

Page 23: Makalah PBL 5-Jemie Rudyan

DAFTAR PUSTAKA

1. Littlejohn C, Hilton S, Macfarlane GJ, Phull P. Systematic review and meta-analysis of the

evidence for flexible sigmoidoscopy as a screening method for the prevention of colorectal

cancer. Br J Surg. Sep 21 2012

2. Arkenau HT, Arnold D, Cassidy J, Diaz-Rubio E, Douillard JY, Hochster H, et al. Efficacy of

oxaliplatin plus capecitabine or infusional fluorouracil/leucovorin in patients with metastatic

colorectal cancer: a pooled analysis of randomized trials. J Clin Oncol. Dec 20

2008;26(36):5910-7.

3. Euthanasia   (13). -  Euthanasia   Pengertian Disita tanggal: 30 Des 2008, dari:

www.fk.uwks.ac.id/elib/arsip/departemen/.../euthanasia%20(13).pdf

4. Aspek Hukum dalam Pelaksanaan Euthanasia di Indonesia. Disita tanggal: 15 maret 2008

dari: http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/aspek-hukum-dalam-pelaksanaan-

euthanasia-di-indonesia/.

5. Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja, Bioetik dan Hukum

Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Penerbit Pustaka Dwipar,

Oktober 2005

6. Kode Etik Kedokteran. Disita tanggal: 18 januari 2009, dari: http://www.ilunifk83.com/t130-

kode-etik-kedokteran-indonesia.

7. Rekam Medis   dan Informed Consent. Disita tanggal: 27 April 2009 dari:

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/b6fa37a62692182ad455b08bac8ac3d8bc639f55.

pdf.

8. Peraturan undang-undangan bidang kedokteran, bahagian kedokteran forensik, fakultas

kedokteran universitas Indonesia, cetakan kedua, 1994. 20-1, p 159-164

9. Aspek Hukum Rekam Medis. Disita tanggal: dari:

http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/aspekhukumrekammedis.pdf

23 | P a g e