Makalah Pbl Blok 19 Kor Pulmonal Kronis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Cor pulmonale et causa PPOK

Citation preview

Kor Pulmonal Kronik et causa PPOKGita Puspitasari

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Abstrak

PPOK (penyakit paru obstruktif kronis) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran pernapasan yang bersifat progresif, nonreversibel atau reversibel parsial. Kor pulmonal kronik melibatkan pembesaran ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal akibat gangguan paru yang melibatkan parenkim paru, fungsi saluran pernapasan. Ventrikel kanan mengalami hipertofi yang terjadi pada kor pulmonal kronik akibat langsung dari vasokonstriksi paru, hipoksia kronis, dan hipertensi arteri paru yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan kerja ventrikel kiriKatakunci : PPOK, kor pulmonal, dilatasi ventrikel kananChronic Cor Pulmonal et causa COPD Gita puspitasari

Student of Faculty of Medicine, Krida Wacana Christian UniversityAbstract

COPD (chronic obstructive pulmonary disease) is a chronic lung disease characterized by airflow resistance in the respiratory tract that is progressive, nonreversibel or partially reversible. Chronic cor pulmonale involves the enlargement of the right ventricle as a result of pulmonary hypertension due to pulmonary disorders involving the lung parenchyma, bellows function. The right ventricular hypertrophy that occurs in chronic cor pulmonale is a direct result of chronic hypoxic pulmonary vasoconstriction and subsequent pulmonary artery hypertension, leading to increased right ventricular work. Keywords: COPD, chronic cor pulmonale, right ventricular dilatation

Alamat korespondensi:Gita Puspitasari, 102011327, Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana, Jalan Arjuna Barat No. 6, Jakarta Barat 11510, e-mail: [email protected]

Kor pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit yang menyerang struktur, fungsi paru, atau pembuluh darah pulmonal yang dapat berlanjut menjadi gagal jantung kanan.1,2 Dikarenakan paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel kanan dengan bagian kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan mempengaruhi secara selektif jantung kanan.Patofisiologi akhir yang umum yang menyebabkan kor pulmonal adalah peningkatan dari resistensi aliran darah melalui sirkulasi paru dan mengarah pada hipertensi arteri pulmonal.2

Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor pulmonal akut tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor pulmonal kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan sedangkan pada kor-pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.1Anamnesis

Anamnesis terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga. Dari anamnesis akan didapatkan keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor-faktor lain yang sering membantu tegaknya diagnosis. Identitas Pasien Identitas pasien meliputi nama, tanggal lahir, umur, suku, agama, alamat, pendidikan, dan pekerjaan Keluhan utamaSesak nafas memberat sejak 5 hari. Kita perlu tanyakan lebih jelas apak sesak nafas terjadi pada saat melakukan aktivitas atau pada saat istirahat. apakah terus menerus atau hilang timbul. Riwayat penyakit sekarang31. Ada tidaknya batuk ? sejak kapan , intensitasnya bagaimana, batuk terus menerus atau hanya sesaat, apakah batu produktif atau nonproduktif ? 2. Apakah adanya dahak ? warna, dan jumlah dahak bagaimana ?3. Ada nyeri dada atau tidak ? menjalar ke tempat lain atau tidak ?

4. Ada tidaknya demam ? sejak kapan, intensitas demam bagaimana, demam tinggi atau ringan ? 5. Ada suara mengi atau tidak ? 6. Adak tidaknya penurunan nafsu makan, penurunan berat badan yang drastis ? Riwayat Penyakit Dahulu31. Adakah riwayat sesak nafas sebelumnya ? 2. Apakah sebelumnya pernah dirawat dirumah sakit ?

3. Atau sebelumnya pernah mengalami penyakit asma, atau emfisema, atau bronkiektasis ?

4. Adakah riwayat hipertensi ? Riwayat Pribadi 31. Apa ada riwayat merokok ? jika ada sejak kapan, jumlah rokok yang dihisap perhari ?2. Bagaimana pola makan sehari-hari ? apakah suka berolahraga ?3. Adakah riwayat minum alcohol?

4. Ada tidaknya riwayat pengobatan ?

5. Ada tidaknya alergi ? Riwayat Penyakit Keluarga31. Apakah ada dalam keluarga yang merokok ?

2. Apakah ada dalam keluarga yang menderita penyakit jantung, stroke, hipertensi, atau mungki emfisema ?

Anamnesis yang teliti akan didapatkannya ada tidaknya penyakit paru yang mendasari dan jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak nafas waktu beraktifitas, nafas yang berbunyi, mudah lelah. Pada fase awal berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak menimbulkan keluhan jadi lebih banyak keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat pembesaran ventrikel kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya edema dan nyeri parut kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi branchus, edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul gagal jantung kanan.2

Dispnea merupakan gejala yang paling umum terjadi, biasanya karena adanya peningkatan kerja pernapasan akibat adanya perubahan dalam elastisitas paru-paru (fibrosis penyakit paru atau adanya over inflasi pada penyakit PPOK). Nyeri dada atau angina juga dapat terjadi. Hal ini terjadi disebabkan oleh iskemia pada ventrikel kanan atau teregangnya arteri pulmonalis. Hemoptisis, karena rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami arteroslerotik atau terdilatasi akibat hipertensi pulmonal juga dapat terjadi. Bisa juga ditemukan variasi gejala-gejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia.2Pemeriksaan fisik

Keadaan umum pasien bagaimana, apakah tampak sakit berat, sedang atau ringan. Lalu bagaimana kesadaraan apakah kompos mentis, apatik, samnolen sopor, koma, derilium. Dan pastinya juga dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital: suhu, memeriksa tekanan darah, , frekuensi pernafasan, frekuensi nadi. a. Inspeksi

Diameter dinding dada yang membesar (barrel chest) , sianosis , jari tabuh. 2b. Palpasi

Edema tungkai, peningkatan vena jugularis yang menandakan terjadinya gagal jantung kanan dan ventrikel kanan dapat teraba di parasternal kanan. Hepatomegali, splenomegali, asites dan efusi pleura merupakan tanda-tanda terjadinya overload pada ventrikel kanan. 2c. Perkusi

Pada paru bisa terdengar hipersonor pada PPOK, pada keadaan yang berat bisa menyebabkan asites. 2d. Auskultasi

Pada paru ditemukan wheezing dan rhonki, bisa juga ditemukan bising sistolik di paru akibat turbulensi aliran pada rekanalisasi pembuluh darah pada chronic thromboembolic pulmonary hypertension. Terdapatnya murmur pada daerah pulmonal dan triskuspid dan terabanya ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih lanjut. Bila sudah terjadi fase dekompensasi, maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu juga dapat ditemukan murmur akibat insufisiensi trikuspid. 2Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan radiologi

Pada foto toraks, tampak kelainan paru disertai pembesaran ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonal, dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering tertutup oleh hiperinflasi paru yang menekan diafragrna sehingga jantung tampaknya normal. 2

Gambar 1. Rontgen foto PPOK (sumber: www.e-radiography.net)b. Elektrokardiografi2a. Pada EKG Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.

b. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1

c. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1

d. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF

e. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan prekordial.

f. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena adanya hiperinflasi.

g. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan infark miokard.

Gambar 2. EKG Kor Pulmonal (sumber: reference.medscape.com

) c. Pemeriksaan tes faal paru

Sering ditemukan kelainan tes faal paru (spirometri) dan analisis gas darah. Ada respons polisistemik terhadap hipoksia kronik. Tes faal paru dapat menentukan penyebab dasar kelainan paru. Pada analisis gas darah bisa ditemukan saturasi O2 menurunnya PCO2 biasanya normal. Bila kor pulmonal disebabkan penyakit vaskular paru, PCO2 biasanya normal. Bila kor pulmonal akibat hipoventilasi alveolar misalnya karena PPOK menahun dengan emfisema, PCO2 menigkat. 2d. Ekokardiografi

Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan diagnosis kor pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dimensi ruang ventrikel kanan membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup pulmonal gelombang a hilang menunjukan hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan pemeriksaan ekokardiografi sulit terlihat katup pulmonal karena accoustic window sempit akibat penyakit paru. 2

Gambar 3. Ekokardiografi kor pulmonal (sumber: medscape.com)Working Diagnosis : Kor pulmonal kronik et causa PPOK

Diagnosis kor pulmonal pada PPOK untuk menegakkan diagnosis kor pulmonal secara pasti maka dilakukan prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara tepat. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan data-data yang mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural maupun fungsional.1

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru. Berdasarkan penelitian lain di Ethiopia, menemukan penyebab terbanyak kor pulmonal berturut-turut adalah asma bronkial, tuberkulosis paru, bronkitis kronik, emfisema, penyakit interstisial paru, bronkiektasis, obesitas, dan kifoskoliosis. Kor pulmonal mempunyai insiden sekitar 6-7% dari seluruh kasus penyakit jantung dewasa di Amerika serikat, dengan penyakit PPOK karena bronkitis dan emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus kor pulmonal.1

Kor pulmonal terjadi ketika hipertensi pulmonal menimbulkan tekanan berlebihan pada ventrikel kanan. Tekanan yang berlebihan ini meningkatkan kerja ventrikel kanan yang menyebabkan hipertrofi otot jantung yang normalnya berdinding tipis, yang akhirnya dapat menyebabkan disfungsi ventrikel dan berlanjut kepada gagal jantung. 1Differential Diagnosis 1. Kor pulmonal akut

Kor pulmonal akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya emboli paru masif. Akibatnya tahanan vaskuler paru meningkat dan hipoksia akibat pertukaran gas ditengah kapiler-alveolar yang terganggu, hipoksia tersebut akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah (arteri) paru. Tahanan vaskuler paru yang meningkat dan vasokonstriksi menyebabkan tekanan pembuluh darah arteri paru semakin meningkat (hipertensi pulmonal). 4

Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang cukup bagi ventrikel kanan untuk kompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung kanan akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis meningkat tiba-tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan sesak nafas yang terjadi secara tiba-tiba, curah jantung menurun sampai syok, JVP yang meningkat, liver yang membengkak dan nyeri dan bising insufisiensi katup trikuspid. 42. Congestive heart failure

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelaiann fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. 5

Mekanisme yang mendasari terjadinya aggal jantung kongestif adalah penurunan kontraksi ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohormonal. Vasokonteriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraksi jantung melalui hukum starling. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi, peninggian afterload dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.5 3. Perikarditis

Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viseralis atau keduanya. Respon perikard terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah (efusi perikard) deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma atau klasifikasi. 6

Salah satu dari reaksi radang pada perikarditis akut adalah penumpukan cairan (eksudasi) di dalam rongga perikard yang disebut sebagai efusi perikard. Efek hemodinamik efusi perikard ditentukan oleh jumlah dan kecepatan pembentukan cairan perikard. Efusi yang banyak atau tiumbul cepat akan menghambat pengisian ventrikel, penurunan volume akhir diastolik sehingga curah jantung sekuncup dan semenit kurang. 6

Kompensasinya adalah takikardia, tetapi pada tahap berat atau kritis akan menyebabkan gangguan sirkulasi dengan penurunan tekanan darah serta gangguan perfusi organ dengan segala akibatnya yang disebut sebagai tamponad jantung. Bila reaksi radang ini berlanjut terus menerus, perikard mengalami fibrosis, jaringan parut luas, penebalan, kalsifikasi, dan juga terisi eksudat yang akan menghambat proses diastolik ventrikel, mengurangi isi sekuncup dan semenit serta mengakibatkan kongesti sistemik (perikarditis konstriktifa). 6Etiologi Etiologi kor pulmonal dapat digolongkan dalam 4 kelompok :11. Penyakit pembuluh darah paru 2. Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh mediastinum, aneurisma, granuloma atau fibrosis

3. Penyakit neuromuskular dan dinding dada

4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli termasuk PPOK. Penyakit paru lainnya adalah penyakit paru interstisial dan gangguan pernapasan saat tidur. Epidemiologi

PPOK adalah penyebab paling umum dari kor pulmonal kronis di Amerika Utara. PPOK mengenai lebih dari 14 juta orang setiap tahunnya di Amerika serikat dan merupakan penyebab utama kematian. Prevalensi sebenarnya pasien kor pulmnal dengan PPOK sulit untuk didapat, namun diperkirakan antara 10-30% daari seluruh pasien di rumah saki tuntuk gagal jantung di Amerika Serikat tiap tahunnya adalah karena kor pulmonale. Pasien dengan penyakit paru kronis ditemukan lebih dari 40% memiliki faktor resiko kor pulmonale. Prevalensi kor pulmonal juga meningkat pada pasien hippoksemia, hiperkapnia, atau obstruksi saluran nafas, dalam sebuah percobaan Administrasi Veteran 1966, pasien dengan PPOK dan kor pulmonale memiliki angka kematian 73% tiap 4 tahunnya.7Patofisiologi

Pada PPOK akan terjadi penurunan vascular bed paru, hipoksia, dan hiperkapnea/ asidosis respirtorik. Hipoksia dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri paru, demikian juga asidosis respiratorik. Disamping itu, hipoksia akan menimbulkan polisitemia sehingga visikositas darah akan meningkat. Visikositas darah yang meningkat ini pada akhirnya juga akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru. Jadi, adanya penurunan vaskuler bed, hipoksia dan hiperkapnea akan mengakibatkan tekanan darah (arteri pulmonal), hal ini disebut dengan hipertensi pulmonal. Adanya hipertensi pulmonal menyebabkan beban tekanan pada ventrikel kanan, sehingga ventrikel kanan melakukan kompensasi berupa hipretrofi dan dilatasi. Keadaan ini yang disebut dengan Cor Pulmonal. Jika mekanisme kompensasi ini gagal maka terjadilah gagal jantung kanan.1Manisfestasi klinis

Dalam perjalana penyakit kor pulmonal dibedakan 5 fase, yaitu : 8 Fase I

Pada fase ini belum ada gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), bronkitis kronis, tuberkulosis paru, bronkiektasis dan sejenisnya. Pasien biasanya sudah berumur lebih dari 50 tahun dan sering dalam anamnesis terdapat kebiasaan banyak merokok. 8 Fase II

Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya antara lain, batuk lama yang berdahak terutama bronkiektasis, sesak napas, mengi, sesak napas ketika berjalan menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih belum nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa, hipersonor, suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, ronki basah dan kering, mengi. Letak diafragma rendah dan denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukkan berkurangnya corakan bronkovaskular, letak diafragma rendah dan mendatar, posisi jantung vertikal. 8 Fase III

Pada fase ini terjadi gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan keluhan berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, dan merasa cepat lelah. Pada pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda emfisema paru yang lebih nyata. Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya polisistemia. 8 Fase IV

Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolen. Pada keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran. 8 Fase V

Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal meningkat. Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian terjadi gagal jantung kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena jugularis, hepatomegali, edema tungkai dan kadang asites. 8Penatalaksanaan1. Terapi oksigen

Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan hidup belum diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis: (1) terapi oksigen mengurangi vasokontriksi dan menurunkan resistensi vaskuler paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan, (2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak, dan organ vital lainnya. 1

Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of Health, USA); 15 jam (British Medical Research Counsil) , dan 24 jam (NIH) meningkatkan kelangsungan hidup dibanding kan dengan pasien tanpa terapi oksigen.12. Digitalis

Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel normal, hanya pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun, digoksin bisa meningkatkan fungsi ventrikel kanan. Pada pemberian digitalis perlu diwaspadai resiko aritmia. 13. Diuretik

Diuretika diberikan untuk mengurangi tanda-tanda gagal jantung kanan. Namun harus dingat, pemberian diuretika yang berlebihan dapat menimbulkan alkalosis metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping itu, dengan terapi diuretika dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun. 14. Vasodilator Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergik, dan postaglandin. Bekerja langsung merelaksasikan otot polos arteri menyebabkan vasodilatasi, namun pemakainnya belum direkomendasikan secara rutin. 15. Antikoagulan

Diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tromboemboli akibat disfungsi dan pembesaran ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasien. 1Prognosis

Prognosis kor pulmonal bergantung pada patologi yang mendasarinya. Pasien dengan PPOK yang berkembang menjadi kor pulmonal memiliki kesempatan 30% untuk bertahan hidup selama 5 tahun, namun apakah kor pulmonal memiliki nilai prognosis yang independen atau hanya mencerminkan tingkat keparahan yang mendasari PPOK tersebut atau penyakit paru lainnya masih belum jelas. 7Komplikasi2 Sinkop Hipoksia

Edema

Kematian

Kesimpulan Kor pulmonal didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi dari ventrikel kanan yang disebabkan oleh adanya gangguan primer dari sistem pernapasan. Penyebab yang paling sering adalah PPOK, dimana terjadi perubahan strukturjalan napas dan hipersekresi yang mengganggu ventilasi alveolar. Kelainan tertentu dalam sistem persarafan, otot pernafasan, dinding dada, dan percabangan arteri pulmonaljuga dapat menyebabkan terjadinya kor pulmonal.Kor pulmonale sangat erat hubunganya dengan hipertensi pulmonal. Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya hipertensi pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis kor pulmonal diantaranya adalah pemeriksaan laboratoris, pemeriksaan foto toraks, ekokardiografi, CT scan, serta pemeriksaan EKG. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengobati kor pulmonal, seperti pemberian oksigen, tirah baring dan, diuretik, digitali, dan anikoagulan. Hipotesis diterimaDaftar Pustaka 1. Harun S, Ika PW. Kor pulmonal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta: FKUI; 2009.h. 1842-4.

2. Fauci AS, Dennis LK, dkk. Heart failure and cor pulmonale. Dalam: Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 13. United States of America: The McGraw-Hill Companies Inc; 2008.p. 217-2443. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 173.4. Kumar, Clark. Cardiovascular disease. Clinical medicine. 6th ed. Philadelphia.: Elsevier Saunders; 2005.p. 725-7.5. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan dan manajemen. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2007.h. 53-4.6. Panggabean MM. perikarditis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta: FKUI; 2009.h. 1725-6.

7. Marie MB, , Alejandro C. Arroliga MD, Herbert P, and Richard A. cor pulmonale. Diunduh dari www.medscape.com 06 september 2013.8. Mubin AH. Kor pulmonale kronik. Dalam: Panduan praktis ilmu penyakit dalam diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC; 2001.h. 125-6.1