Upload
henrichohermawan
View
30
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Peran Pelayanan Posyandu dalam Peningkatan Status Gizi Balita
Henricho Hermawan
10.2014.108 / A2
25 November 2014
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: [email protected]
Abstrak
Status gizi balita merupakan indikator untuk mengetahui seberapa berhasil
pembangunan yang dilakukan untuk memudahkan masyarakat memperoleh kesehatan.
Pembanguna tersebut mulai dilakukan sejak dari tingkat desa hingga tingkat kota. Pada
tingkat desa dibuat posyandu untuk memberi pelayanan kesehatan primer. Selain itu
posyandu juga bertujuan untuk membantu meningkatkan kesehatan masyarakat terutama ibu
dan balita. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan pencatatan terhadap perkembangan bayi
setiap bulannya serta memberikan penyuluhan kepada ibu mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan tercapainya kesehatan balita. Namun hal ini tidaklah mudah untuk
dilakukan, maka dari itu posyandu membutuhkan bantuan dari masyarakat sekitar melalui
kader-kader desa yang sudah dilatih terlebih dahulu untuk membantu.
Kata kunci : posyandu, kesehatan primer, balita
Abstact
Nutritional status is an indicator to determine how successful development
undertaken to public health facilitate improvments. Establishment start from village to the
city level. At the village level was made integrated health posts to provide primary health
care. In addition, integrated health posts also aims to help improve people's health,
especially mothers and children under five years old. This is done by recording the baby's
development each month and provide information to mothers about everything related to the
achievement of infant health. But it is not easy to do, the integrated health posts needs help
from the local community through the village cadres who have been trained in advance for
the help.
Keywords : integrated health posts, primary health, children under five years old
1
Pendahuluan
Pelayanan posyandu (pos pelayanan terpadu) merupakan salah satu program
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Kegiatan pelayanan di posyandu umumnya berupa
penimbangan berat badan bayi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang gizi yang
dibutuhkan balita. Pelaksana dari kegiatan posyandu adalah masyarakat sekitar, hal ini
bertujuan untuk mengurangi kecanggungan dari ibu balita untuk datang ke posyandu. Selain
hal ini juga dapat membantu meningkatkan kesehatan masyarakat akan pentingnya kesehatan
balita.
Bentuk pelayanan yang dilakukan tidak sebatas pengawasan pertumbuhan balita,
namun juga aspek promotif dan preventif untuk kepentingan balita. Dalam aspek promotif,
posyandu melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan
lingkungan serta memberikan pendidikan mengenai paradigma sehat. Dibantu peranan
masyarakat, keduanya bekerja sama untuk mewujudkan tindakan preventif dengan menjaga
kebersihan lingkungan yang akan meningkatan kesehatan lingkungan. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi jumlah kasus penyakit menular yang kerap kali terjadi dilingkungan padat
penduduk.
Status Gizi Balita
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh yang terjadi karena adanya konsumsi,
penyererapan dan penggunaan makanan.1 Hal ini merupakan cerminan kuantitas dan kualitas
asupan makanan bergizi yang dikonsumsi serta kemampuan tubuh untuk memanfaatkannya
secara optimal.2 Status gizi juga menjadi salah satu indikator pencapaian pembangunan
kesehatan, terutama status gizi balita karena kurang gizi pada anak akan mencerminkan
sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan.3 Gizi yang cukup baik dan baik adalah dasar
dari pembangunan dan kelangsungan hidup untuk generasi sekarang dan yang akan datang.
Penentunan status gizi anak dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
pemeriksaan klinis, biokimia, biofisik dan anthropometri.1 Metode yang paling sering
digunakan di Indonesia adalah metode anthropometri. Indikator dari metode anthropometri
antara lain adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),
dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).3 Berat badan menurut umur (BB/U) lebih
menjelaskan status gizi balita saat ini, dan tinggi badan menurut umur (TB/U) lebih
menggambarkan status gizi dimasa lalu sedangkan berat badan menurut tinggi badan
merupakan indicator global keadaan gizi.1
2
Maka dari itu apabila seorang balita status gizinya kurang baik ada 3 kemungkinan
yang menjadi penyebabnya.2 Pertama, pasokan gizi tidak memenuhi kuantitas dan kualitas
sehingga membuat tubuh menderita kekurangan gizi, contoh dari kasus ini adalah gizi buruk
dan busung lapar. Kedua, pasokan gizi terpenuhi namun tubuh tidak mampu mengelola gizi
yang diperoleh tersebut secara optimal, contih kasus ini adalah cacingan, tuberkolosis dan
diare. Ketiga, pasokan gizi yang berlebih sehingga membuat terjadinya penumpukan gizi
dalam tubuh sehingga tubuh menjadi kegemukan dan obesitas.
Konsep Sehat dan Sakit
Konsep ini adalah konsep yang kompleks dan multiinterpretasi, banyak factor yang
memengaruhi kondisi sehat ataupun sakit.4 Menurut World Heatlh Organization (WHO),
sehat adalah suatu keadaan fisik, mental dan kesejahteraan social yang merupakan satu
kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.5 Maka dari itu sakit, sakit
merupakan kondisi saat 3 (fisik, mental dan kesejahteraan social) hal tersebut tertanggu.
Konsep sehat sendiri sangatlah relatif dan tidak memiliki standar yang baku. Hal ini
bervariasi untuk setiap orang dan sangat tergantung dari beberapa fakto seperti ras, geografi,
cuaca, budaya, gaya hidup dan kondisi fisik, namun pada keadaan tertentu orang tetap dapat
hidup sehat dengan kelainan bawaan.5
Ditinjau dari sudut ekologis ada tiga faktor yang dapa menimbulkan suatu kesakitan,
kecacatan, ketidakmampuan, dan kematian pada manusia yang disebut sebagai Trias Ekologi
(Ecological Triad) atau Trias Epidemologi (Epidemological Triad) yaitu agen penyakit,
manusia, dan lingkungan. Dalam keadaan normal terjadi suatu keseimbangan yang dinamis
antara ketiga komponen ini atau dengan kata lain disebut sehat. Pada suatu kejadian
terjadinya gangguan pada keseimbangan dinamis ini, misalnya akibat menurunnya kualitas
lingkungan hidup sampai pada tingkat tertentu maka akan memudahkan agen penyakit masuk
ke dalam tubuh manusia dan keadaan tersebut disebut sakit.5
Gambar 1. Segitiga Ekologis/Epidemologis
3
Agen penyakit dapat berupa benda hidup atau mati dan faktor mekanis, namun
kadang-kadang untuk penyakit tertentu, penyebabnya tidak diketahui. Agen penyakit dapat
diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu:3
1. Agen biologis contohnya virus, bakteri, fungi, riketsia, protozoa, dan metazoa.
2. Agen nutrisi contohnya protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan lainnya.
3. Agen fisik contohnya panas, dingin, kelembaban, tekanan, cahaya, dan kebisingan.
4. Agen kimiawi contohnya asidosis yang bersifat endogen dan ada yang bersifat
eksogen seperti debu.
5. Agen mekanis contohnya gesekan, benturan, pukulan yang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan pada tubuh host.
Faktor manusia sangat kompleks dalam proses terjadinya penyakit dan tergantung
pada pada karateristik yang dimiliki oleh masing-masing individu antara lain:5
1. Umur, menyebabkan adanya perbedaan penyakit yang diderita pada rentang usia
tertentu.
2. Jenis kelamin, mempengaruhi penyakit yang diderita yang hanya khusus bagi pria
atau wanita.
3. Ras, penyakit yang diderita pada suku tertentu.
4. Genetik, penyakit yang diwariskan (herediter).
5. Pekerjaan, penyakit yang terjadi pada kecelakaan kerja.
6. Status nutrisi, gizi yang buruk mempengaruhi seseorang mudah terjangkiti penyakit.
7. Status kekebalan, reaksi tubuh terhadap penyakit.
8. Adat istiadat, kebiasaan seseorang yang berlaku secara wajib di suatu lingkungan.
9. Gaya hidup, kebiasaan hidup seseorang yang independen.
10. Psikis, faktor kejiwaan seperti emosional dan stress.
Lingkungan hidup manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu lingkungan
hidup internal berupa keadaan yang dinamis dan seimbang yang disebut hemostasis, dan
lingkungan hidup eksternal yang diluar tubuh manusia. Lingkungan hidup eksternal ini terdiri
dari tiga komponen yaitu:5
1. Lingkungan fisik yang bersifat abiotik seperti kekurangan persediaan air bersih yang
memegang proses terjadinya penyakit pada manusia.
2. Lingkungan biologis yang bersifat biotik seperti kuman, bakteri, virus yang berperan
penting sebagai agen penyakit.
4
3. Lingkungan sosial seperti adat istiadat, kebiasaan, agama, dan sebagainya. Manusia
dipengaruhi oleh media sosial dan apabila tidak menyesuaikan diri dengan
lingkungan, kemungkinan manusia maka akan terjadi konflik kejiwaan dan
menimbulkan gejala psikosomatik.
Dalam usaha-usaha pencegahan dan kontrol yang efektif terhadap penyakit, perlu
dipelajari mekanisme interaksi yang terjadi antara agen penyakit (agent), manusia (host), dan
lingkungan (environment) yaitu:5
1. Interaksi antara agen penyakit dan lingkungan
Suatu keadaan terpengaruhnya agen penyakit secara langsung oleh lingkungan yang
menguntungkan bagi agen penyakit. Terjadi pada saat tahap prepatogenesis suatu
penyakit.
Gambar 2. Ketidakseimbangan Agen Penyakit dengan Lingkungan
2. Interaksi antara manusia dan lingkungan
Suatu keadaan terpengaruhnya manusia secara langsung oleh lingkungannya dan
terjadi pada tahap prepatogenesis suatu penyakit. Interaksi ini menguntungkan bagi
pihak manusia.
Gambar 3. Ketidakseimbangan Manusia dengan Lingkungan
5
3. Interaksi antara manusia dan agen penyakit
Suatu keadaan agen yang menetap, berkembang biak, dan dapat merangsang manusia
untuk menimbulkan respons berupa tanda-tanda atau gejala-gejala penyakit seperti
perubahan fisiologis atau pembentukan kekebalan. Interaksi yang terjadi dapat berupa
sembuh sempurna, menimbulkan kecacatan, atau kematian.
Gambar 4. Ketidakseimbangan Agen Penyakit dengan Manusia
4. Interaksi agen penyakit, manusia, dan lingkungan
Suatu keadaan saling mempengaruhi antara agen penyakit, manusia, dan lingkungan
secara bersama-sama dan keadaan tersebut memperberat satu sama lain sehingga
memudahkan agen penyakit untuk masuk ke dalam manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Gambar 5.Ketidakseimbangan Agen Penyakit, Manusia, dan Lingkungan
Faktor yang Memengaruhi Kesehatan
Menurut Hendrik Bloom, ada empat factor yang memengaruhi kesehatan seseorang,
yaitu keturunan, pelayanan kesehatan, lingkungan dan perilaku.4 (lihat gambar 1) Berikut
adalah penjelasan mengenai keempat factor tersebut:
6
Gambar 6. Faktor yang memengaruhi status kesehatan
a. Faktor keturunan, secara sederhana penyakit manusia disebabkan oleh berbagai
macam hal salah satunya adalah factor gen. Penyakit ini biasanya disebut dengan
penyakit keturunan atau herediter.
b. Faktor layanan kesehatan akan memengaruhi status kesehatan individu dan
masyarakat. Beberapa aspek layanan kesehatan yang berkaitan adalah sebagai
berikut
Tempat layanan kesehatan
Letak geografis tempat layanan kesehatan dapat berpengaruh terhadap
layanan kesehatan dan keterjangkauan petugas kesehatan dalam memberi
pelayana kesehatan. Jika jarak tempat layanan kesehatan jauh akan
membuat masyarakat sulit untuk menjangkaunya serta apabila keadaan
transportasi yang kurang memadai akan semakin menyulitkan masyarakat
untuk memperoleh pelayanan.
Kualitas petugas kesehatan
Kompetensi yang dimiliki oleh pemberi layanan kesehatan akan
berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya pasien memperoleh
kesehatannya. Karena pasien yang sakit akan bergantung sepenuhnya
kepada tenaga kesehatan untuk mengembalikan kesehatannya.
Biaya kesehatan
Tinggi atau rendahnya akan memengaruhi kemampuan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan. Tingginya biaya akan menghalangi secara mutlak
7
masyarakat kurang mampu untuk sehat karena jangankan untuk biaya
kesehatan untuk makan saja mereka sudah susah.
Sistem layanan kesehatan
Layanan kesehatan terdepan bukan hanya dalam hal pengobatan tetapi
juga dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Dalam sistem ini
tidak lagi menekankan pada upaya kuratif melainkan upaya promotif dan
preventif.
c. Lingkungan member pengarug besar terhadap status kesehatan individu. Bersih
atau kotornya suatu lingkungan akan memberikan dampak bagi sehat atau
tidaknya seseorang.
d. Perilaku merupakan factor yang juga akan memengaruhi kesehatan. Jika perilaku
masyarakat sehat maka dapat dipastikan akan sehat begitu juga sebaliknya apabila
perilakunya tidak sehat maka dapat dipastikan akan sakit. Perilaku sendiri
dipengaruhi banyak factor seperti pendidikan, adat istiadat, kepercayaan,
kebiasaan, dan juga social ekonomi.
Ketika factor yang memengaruhi kesehatan seseorang terpenuhi semua, kesehatan
individu akan perlahan-lahan menjadi kesehatan masyarakat. Menurut WHO, indicator dari
kesehatan masyarakat ialah keadaan status kesehatan masyarakat yang meliputi indicator
yang komprehensif seperti angka kematian kasar menurun, rasio angka mortalitas
proporsional rendah dan usia harapan hidup meningkat, sedangkan yang meliputi indicator
spesifik adalah angka kematian ibu dan anak menurun serta menurunnya angkta kematian
akibat penyakit menular.6
Posyandu
Posyandu merupakan suatu forum untuk berkomunikasi antara ahli teknologi dan
tenaga kesehatan dengan masyarakat yang diselenggarakan oleh masyarakat dan untuk
masyarakat, yang bertujuan untuk mengembangakna sumber daya manusia sejak dini.7
Posyandu merupakan komunitas yang berkonsentrasi pada program pengawasan nutrisi,
kegiatan utama dari posyandu termasuk pengawasan perkembangan, layanan kesehatan
utama lainnya dan keluarga berencana.8 Kegiatan yang ada di posyandu dapat dikembangkan
menjadi pengembangan balita, pos imunisasi, pos keluarga berencana (KB) dan pos
kesehatan, sedangkan pelayanan yang diberikan posyandu meliputi KB, kesehatan ibu dan
anak (KIA), gizi imunisasi dan penanggulangan diare serta kegiatan sector lain.9
8
Lokasi pendirian posyandu harus berada ditempat yang mudah didatangi oleh
masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri.9 Prioritas yang menjadi lokasi pendirian
posyandu adalah ditempat yang rawan dibidang gizi dan kesehatan lingkungan. Posyandu
dilaksanakan oleh anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader kesehatan setempat
setelah melalui bimbingan Puskesmas, sedangkan sebuah posyandu dikelola oleh pengurus
yang dibentuk ketua RW yang berasa dari kader pembina kesehatan keluarga (PKK), tokoh
masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut.7 Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan rasa memiliki di masyarakat terhadap upaya
dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana.
Pendirian posyandu diharapkan akan mampu untuk memberikan pelayanan kesehatan
khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan pertolongan pertama pada kecelakaan
(P3K) dan juga sekaligus untuk pelayanan KB.7
Pelayanan Posyandu
Pelaksanaan posyandu dilakukan satu kali dalam setiap bulannya dan bertempat di
tempat yang mudah dijangkau masyarakat. Sistem pelayanan posyandu menggunakan sistem
lima meja, meja pertama hingga keempat dilakukan oleh kader desa sedangkan meja kelima
dilakukan oleh tenaga kesehatan, keterangannya seperti berikut:10
a. Meja pertama: pencatatan dan pelaporan
b. Meja kedua: penimbangan
c. Meja ketiga: pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat)
d. Meja keempat: peningkatan tentang gizi/ASI (Air Susu Ibu)
e. Meja kelima: pelayanan kesehatan (pemeriksaan hamil, imunisasi balita, anak dan ibu
hamil serta program keluarga berencana dan pemberian tablet zat besi dan vitamin A).
Pelayanan yang dilakukan oleh posyandu memiliki 2 fokus utama yaitu kepada anak
(bayi dan balita) serta ibu (hamil, menyusui, dan pasangan usia subur).7 Pemeliharaan
kesehatan bayi dan balita sebagai berikut:
a. Penimbangan bulanan
b. Pemberian tambahan makanan bagi yang berat badannya kurang
c. Imunisasi bayi berusia 3-14 bulan
d. Pemberian oralit untuk mengatasi diare
e. Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
Disisi lain ada beberapa hal yang dilakukan oleh posyandu untuk membantu
pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur sebagai berikut:7
9
a. Pemeriksaan kesehatan umum
b. Pemeriksaan kehamilan dan nifas
c. Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah
d. Imunisasi TT untuk ibu hamil
e. Penyuluhan kesehatan dan KB
f. Pemberian alat kontrasepsi KB
g. Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare
h. Pengobatan penyakit sebagai pertolonga pertama
i. Pertolongan pertama pada kecelakaan
Pada tingkat individu anak, optimalisasi posyandu akan dinilai dari kunjungan secara
regular melalui pengamatan terhadap KMS (Kartu Menuju Sehat) yang akan dibandingkan
dengan yang tidak regular atau tidak sama sekali.11 Selain itu optimalisasi posyandu juga
dapat dilihat dari persentase jumlah anak-anak yang datang setiap kali dilaksanakan kegiatan
posyandu. Namun demikian, optimalisasi posyandu memiliki banyak tolak ukur untuk dapat
dikatakan benar-benar optimal maka dari itu perlu dilakukan beberapa hal berikut untuk
mengoptimalkan posyandu:12
a. Pelatihan, penyegaran dan pembinaan Kader Posyandu secara berkelanjutan
b. Penyempurnaan dan sosialisasi modul pelatihan kader posyandu yang
diintegrasikan dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Bina Keluarga
Balita (BKB) bekerja sama dengan Kelompok Kerja II (POKJA II)
c. Penyempurnaan dan sosioalisai buku pegangan kader gizi
d. Penyempurnaan Sistem Informasi Posyandu (SIP) dan sosialisasinya
e. Mengadakan Jambore Nasional Kader Posyandu 5 tahun sekali sebagai
penghargaan kepada kader dan upaya peningkatan kinerja kader
f. Lomba posyandu sebagai upaya untuk meningkatkan mutu dan jumlah posyandu
agar berkembang menjadi posyandu mandiri atau posyandu plus
g. Temu konsultasi pengelolaan posyandu tingkat daerah/nasional
h. Optimalisasi kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terintegrasi dengan
posyandu dan Bina Keluarga Balita (BKB) bekerja sama dengan POKJA II
i. Mengembangkan posyandu lansia.
Posyandu dalam tugasnya tidak hanya melakukan pertolongan kesehatan namun juga
aktif dalam melakukan promosi kesehatan. Promosi kesehatan didefinisikan sebagai
kombinasi fenomena untuk memfasilitasi perubahan perilaku yang kondusif bagi kesehatan,
dengan menggunakan definisi tersebut, promosi kesehatan akan mencangkup pendidikan
10
kesehatan serta mencangkup tindakan yang mengatur pembuatan kebijakan.13 Pelaksana
promosi kesehatan di posyandu adalah kader yang sudah terpilih, tugas ini lebih banyak
dilakukan ketika kader tidak bekerja di posyandu. Kegiatan tersebut dapat berupa beberapa
hal sebagai berikut:14
a. Mengajak ibu-ibu untuk datang pada hari kegiatan posyandu
b. Melakukan pembinaan mengenai lima program keterpaduan KB-Kesehatan dan
upaya kesehatan lainnya.
Membina keluarga binaan, masing-masing kader membina 10 sampai 20
kepala keluarga (KK) atau jumlahnya diserahkan kepada kader setempat.
Hal ini dilakukan dengan memberikan informasi tentang pelaksanaan
upaya kesehatan
Melakukan kunjungan rumah kepada masyarakat terutama keluarga binaan
Melakukan pertemuan kelompok
c. Melakukan kegiatan penunjang kesehatan seperti penyuluhan untuk melakukan
pemberantasan penyakit menular, penyehatan rumah, pembersihan sarang
nyamuk, pembuangan sampah, penyediaan sarana air bersih, penyediaan sarana
jamban keluarga, pembuatan sarana pembuangan air limbah, pemberian
pertolongan pertama pada penyakit dan kecelakaan (P3K), penyediaan dana sehat,
dan kegiatan pengembagan lainnya yang berkaitan dengan kesehatan.
Kartu Menuju Sehat
Berat badan anak merupakan indicator yang baik untuk menentukan status gizi,
khususnya untuk mereka yang berumur dibawah lima tahun. Hal ini memerlukan kemampuan
yang baik untuk dapat mendeteksi dan menentukan apakah seorang anak mengalami
gangguan pertumbuhan atau tidak.15 Pendataan pada KMS akan dilakukan setiap kali balita
melakukan kunjugan ke posyandu.
Meskupun rata-rata berat badan dari berbagai kelompok anak sangat bervariasi,
namun telah diketahui bahwa ini terjadi karena adanya perbedaan dalam status gizi dan
kesehatan. Bayi dari berbagai ras di seluruh dunia dilahirkan oleh ibu yang sehat, cukup gizi
dan memberikan ASI (Air Susu Ibu) yang dicukup dan didukung dengan rasa kasih sayang
akan memperlihatkan perbedaan laju pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan
yang tidak.15 Untuk mengawasi pertumbuhan balita, pertumbuhan balita dicatata dalam KMS
yang dijalankan sesuai dengan tanggal, maka orang tua balita akan tahu seberapa jauh asupan
gizi yang diberikan memengaruhi pertumbuhan balita.16
11
Pembahasan
Data dari scenario mengenai hasil penimbangan posyandu melati menunjukkan bahwa
setiap bulannya jumlah pengunjung posyandu tidak selalu sama. Jumlah ini bisa naik dan
juga bisa turun, sedangkan pada setiap bulannya balita yang dibawa ke posyandu tidak
semuanya memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat), padahal KMS sangat penting untuk
mengukur kesehatan perkembangan balita. Namun demikian balita yang sudah memiliki
KMS pun tidak lantas selalu ditimbang setiap bulannya untuk mengetahui perkembangannya.
Lebih parahnya lagi bahwa balita yang sudah ditimbang ada yang masih mengalami
penurunan berat badan ketika ditimbang, hal ini mengindikasikan adanya balita yang tidak
mendapat asupan gizi yang cukup untuk tumbuh.
Ketidakstabilan pengunjung posyandu bisa diakibatkan gagalnya kader untuk
melakukan promosi kesehatan yang membuat masyarakat sadar akan pentingnya posyandu
dan juga bisa diakibatkan karena kesulitan masyarakat untuk datang ke posyandu akibat
ketidakadaan transportasi. Penyebab lain yang mungkin terjadi adalah kurangnya informasi
akan keberadaan posyandu yang hanya sebulan sekali dilaksanakan. Hal penting lain yang
perlu dibahas dari data yang adalah tidak semua bayi mengalami peningkatan berat badan, hal
ini menunjukkan bahwa masih ada balita yang kekurangan asupan gizi, selain itu juga dapat
diakibatkan karena balita tersebut terserang penyakit. Maka dari itu penting untuk membawa
balita ke posyandu agar hal-hal seperti ini dapat dicegah (pemberian vitamin dan imunisasi)
dan dapat segera diatasi (pemberian obat-obatan).
Penutup
Hadir di posyandu yang hanya sebulan sekali memang merepotkan bagi sebagian
orang, bahkan ada yang menganggap bahwa datang ke posyandu tidak penting. Hal ini
berlaku bagi masyarakat yang mampu namun tidak bagi mereka yang kurang mampu. Maka
dari itu kehadiran posyandu didalam masyarakat (mampu dan kurang mampu) sangat penting
untuk membantu masyarakat mengontrol pertumbuhan balita serta menjaga pertumbuhan
balita dari terserang penyakit. Hal ini dikarenakan kesehatan pertumbuhan balita menjadi
standard Internasional untuk mengukur seberapa mudahnya masyarakat untuk mengakses
fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, apabila pertumbuhan balita di Indonesia sudah baik maka
dapat disimpulkan bahwa masyarakat sudah memiliki kemudahan untuk mengakses fasilitas
kesehatan.
12
Daftar Pustaka
1. Sunarti E. Mengasuh dengan hati. Jakarta : PT Elex Media Komputindo ; 2004. h. 62-
3
2. Aritonang I, Priharsiwi E. Busung Lapar : Potret buram anak Indonesia di era otonomi
daerah. Yogyakarta : Media Pressindo ; 2006. h. 19
3. Tim Penulis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Yendra M, penyunting.
Indonesia economic outlook 2010 : Ekonomi makro, demografi, ekonomi syariah.
Jakarta : Grasindo ; 2009. h. 71-2
4. Asmadi NS. Konsep dasar keperawatan. Jakarta : EGC ; 2005. h. 27, 29-31
5. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan & komunitas. Jakarta : EGC ; 2006.h. 5-6, 9-
14,
6. Safrudin, Hamidah. Kebinanan Komunitas. Jakarta : EGC ; 2007. h. 3
7. Effendy N. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. 2nd Ed. Jakarta : EGC ;
1997. h. 267-270
8. Ohtsuka R, Ulijaszek SJ. Heatlh change in Asia-Pacific Region. Cambridge :
Cambridge University Press ; 2007. h. 82
9. Suryana. Keperawatan anak untuk siswa SPK. Jakarta : EGC ; 1996. h. 109
10. Manuaba IBG, Manuaba IAC & Manuaba IBGF. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta :
EGC ; 2003. h. 15
11. Elfindri. Cerdas mendapatkan dana riset. Tanggerang : Agromedia Pustaka ; 2006. h.
114
12. Sutedjo. Langkah-langkah pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga. Cibitung :
Ganeca Exact ; 2010. h. 36
13. Pickett G, Hanlon JJ. Kesehatan masyarakat administrasi dan praktik. 9 th ed. Jakarta :
EGC ; 1995. h. 313
14. Efendi F, Makhfudli. Keperawatan kesehatan komunitas : teori dan praktik dalam
keperawatan. Jakarta : Salemba Medika ; 2009. h. 289
15. Suharjo. Pemberian makanan pada bayi dan anak. Yogyakarta : Kanisius ; 1992. h.
43-4
16. Heru A. Kader kesehatan masyarakat. Jakarta : EGC ; 1987. h. 123
13