Upload
nyai-rosi-rosita
View
296
Download
50
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENDIDIKAN ISLAM FORMAL
(Membentuk Generasi Rabbani)
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Seminar Pendidikan Agama Islam
yang dibimbing oleh : Dr. Burhanuddin TR, M.Pd.
Oleh :
Kelompok 7
Hesti Rahmawati 1203772
Reni Resti Amelia 1203357
Anita Yulia Pratiwi 1205213
PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS PURWAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur hanya milik Allah SWT atas hidayah-Nya penyusunan makalah
dapat diselesaikan. Makalah ini berjudul “Pendidikan Islam Formal.”
Shalawat serta salam penyusun panjatkan kepada junjungan Nabi Besar Umat
Islam yaitu Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya yang senantiasa
mencurahkan hidayah dan inayah-Nya kepada hamba-hambanya yang ingin menuju
ke jalan yang di ridhai oleh-Nya.
Berbicara mengenai pendidikan islam akan membahas sesuatu yang kompleks
dengan berbagai esensi dan kebijakan yang ada di dalam pendidikan islam. Sehingga
diperlukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai gaya atau model pendidikan
islam bagi pengembangan pendidikan islam dimasa yang akan datang.
Makalah ini memaparkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan landasan
pendidikan, sistem pendidikan, permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia.
Sehingga penyusun dapat pula mengkaji tentang sistem pendidikan nasional yang di
perlukan oleh masyarakat di masa depan.
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat memberikan kontribusi yang
bermakna bagi pengembangan wawasan baik untuk penyusun maupun bagi para
pembaca.
Terimakasih diucapkan untuk dosen pembimbing, Burhanuddin TR. yang telah
memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini, sehingga penulisan makalah
ini dapat berjalan dengan lancar.
Purwakarta, April 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................iDAFTAR ISI.................................................................................................................iiBAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................1B. Rumusan Masalah...............................................................................................2C. Tujuan.................................................................................................................2D. Manfaat...............................................................................................................3E. Kajian Teoritik....................................................................................................3F. Sistematika Penulisan.........................................................................................6
BAB II PENDIDIKAN ISLAM FORMAL...................................................................7A. Pendidikan Islam................................................................................................7
1. Definisi Pendidikan Islam...............................................................................72. Tujuan Pendidikan Islam.................................................................................83. Fungsi Pendidikan Islam.................................................................................94. Manajemen Pendidikan Islam.......................................................................10
B. Sekolah atau Madrasah sebagai Lembaga Pendidikan Formal........................111. Arti Sekolah...................................................................................................112. Fungsi Sekolah atau Madrasah......................................................................113. Jenjang Lembaga Pendidikan Islam Formal.................................................134. Peran Madrasah dan Pondok Pesantren.........................................................14
C. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan islam Formal....................................141. Arti Pesantren................................................................................................142. Tujuan dan Ciri-Ciri Pondok Pesantren........................................................153. Kekurangan dan Kelebihan...........................................................................17
D. Komponen-komponen Pendidikan Islam Formal.............................................171. Kurikulum.....................................................................................................172. Pendidik.........................................................................................................213. Peserta Didik.................................................................................................224. Metode Pendidikan Islam..............................................................................22
BAB III SIMPULAN..................................................................................................24DAFTAR RUJUKAN..................................................................................................25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam menurut Minarti (2012, hlm. 25) dalam bukunya “Ilmu
Pendidikan Islam” menjelaskan bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan
yang secara khas memiliki ciri islami, berbeda dengan konsep pendidikan lain
yang kajiannya lebih menfokuskan pada pemberdayaan umat berdasarkan Al-
qur’an dan hadits. Artinya, kajian pendidikan Islam bukan sekedar menyangkut
aspek normatif ajaran Islam, tetapi juga terapannya dalam ragam materi, institusi,
budaya, nilai, dan dampaknya terhadap pemberdayaan umat.
Langgulung (2003, hlm. 4) berpendapat bahwa pendidikan itu mempunyai
asas-asas tempat ia tegak dalam materi, interaksi, inovasi, dan cita-citanya. Jadi ia
seperti kedokteran, misalnya tekhnik atau pertanian. Masing-masing tidak dapat
berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu arena dimana dipraktekkan sejumlah ilmu
yang erat hubungan satu sama lain dan jalin menjalin.
Muhaimin (2001, hlm.35) mengungkapkan bahwa selama ini munculnya
berbagai pemikiran dan kebijakan tentang pembinaan pendidikan Islam secara
terpadu pada pengembangan dan peningkatan kualitas madrasah, IAIN/STAIN,
adalah beberapa contoh menifestasi yang diusahakan agar mampu menjadikan
manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sebagaimana tertuang dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 2/1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional).
Namun demikian, dalam beberapa hal agaknya pemikiran konseptual
pengembangan pengembangan pendidikan islam dan beberapa kebijakan yang
diambil kadang-kadang terkesan menggebu-gebu, idealis, romantis, atau bahkan
kurang relistis sehingga para pelaksana di lapangan kadang-kadang mengalami
beberapa hambatan dan kesulitan untuk merealisasikannya atau bahkan intensitas
pelaksanaan dan efektivitasnya masih dipertanyakan (Muhaimin, 2001, hlm.36).
Burhanuddin dan Sopian (2011, hlm.79) mengungkapkan bahwa fenomena
dekadensi moral dikalangan remaja semakin hari semakin memprihatinkan.
1
2
Pergaulan bebas, free sex, penyalahgunaan narkoba, tawuran antar pelajar atau
mahasiswa, dan sebagainya menjadi menghiasi topik pemberitaan.
An. Nahlawi dalam Tim Dosen PAI UPI (2014, hlm. 113) memaparkan
bahwa fenomena ‘anak hilang’ telah lama menjadi masalah dunia pendidikan
yang serius, baik di Barat maupun di Timur. Ini menunjukan kecemasan orang tua
tentang anak-anaknya di zaman modern akibat pendidikan yang salah kaprah.
Karenanya Nabi SAW adalah sebaik-baik pendidik yang dididik oleh Allah Ta’ala
yang telah menciptakan manusia manusia unggul dengan Islam yang dibawanya.
Islam merupakan solusi atas aneka permasalahan yang dihadapi manusia,
termasuk masalah akhlak dan pendidikan.
Bagi masyarakat Islam, mengkaji dan mengembangkan pendidikan Islam
untuk melahirkan manusia-manusia unggul (insan kamil) dengan berpegang teguh
kepada Al-qur’an dan sunnah merupakan suatu bentuk kemutlakan, baik pada
ranah teoretis-normatif maupun aplikatif-normatif.
Berdasarkan hal-hal tersebut, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam
mengenai gaya atau model pendidikan Islam untuk kemajuan pendidikan Islam
dimasa yang akan datang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan Islam, serta bagaimana fungsi, tujuan,
dan manajemen yang digunakan dalam pendidikan Islam?
2. Apa yang dimaksud sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan
formal? Bagaimana jenjang, fungsi serta peran madrasah tersebut?
3. Apakah pesantren sebagai lembaga pendidkan Islam formal? Apa tujuan dan
ciri-cirinya? Serta kekurangan dan kelebihan pondok pesantren tersebut?
4. Apa saja komponen-komponen yang ada dalam pendidikan Islam formal serta
bagaimana fungsinya?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui tentang :
1. Pendidikan Islam.
3
2. Sekolah atau madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Formal, serta
mengetahui jenjang, fungsi serta peran sekolah atau madrasah tersebut
3. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Formal, serta mengetahui
kekurangan dan kelebihan juga tujuan dan ciri-ciri pesantren tersebut.
4. Komponen-komponen yang ada dalam penddikan Islam serta mengetahui
fungsi dari komponen tersebut.
D. Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah :
1. Bagi Penyusun
Memahami dengan benar gaya atau model pendidikan di Indonesia sebagai
salah satu materi perkuliahan pendidikan lingkungan sosial budaya dan teknologi
yang akan menjadi bekal profesionalitas penyusun di masa yang akan datang.
2. Bagi Pembaca
Mengetahui gaya atau model pendidikan Indonesia sebagai bahan untuk
memahami realita kebijakan-kebijakan pendidikan yang ada.
E. Kajian Teoritik
Menurut Arifin yang dikutip oleh Oemar (Tohirin, 2011, hlm. 9)
menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku
individu dilandasi oleh nilai-nilai Islami dalam kehidupan pribadinya atau
kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses
kependidikan.
Langgulung (Soleha dan Rada, 2011, hlm. 15) berpendapat bahwa konsep
pendidikan Islam adalah sebagai berikut: Pertama, pendidikan Islam harus
mampu merangsang tumbuhnya potensi yang ada pada diri setiap anak didik, hal
ini dari segi individu. Kedua, pendidikan Islam menekankan padakemampuan
manusia memperoleh pengetahuan dengan mencarinya pada alam di luar manusia.
Disini mencari lebih merupakan proses memasukkan wujud luar dari diri seorang
pelajar, dari segi pandangan masyarakat. Ketiga, memandang pendidikan sebagai
suatu transaksi, yaitu proses member dan mengambil, antara manusia dan
lingkungannya. Jadi pendidikan menurut Langgulung adalah sebagai alat
4
pengembangan potensi, pewarisan budaya, dan sebagai interaksi antara potensi
dan budaya.
Secara umum konsep pendidikan Islam mengacu kepada makna dan asal
kata yang membentuknya, kata pendidikan itu sendiri dalam hubungan dengan
Islam. Dalam konteks ini, dijelaskan secara umum sejumlah istilah yang umum
dikenal dan digunakan para pakar dalam dunia pendidikan Islam. Ada tiga istilah
yang umum digunakan dalam pendidikan Islam yakni, al-ta’lim, al-tarbiyah dan
al-ta’dib. Namun demikian, ketiga makna istilah tersebut mempunyai pengertian
tersendiri dalam pendidikan. Abuddin Nata misalnya, dengan menyetir pendapat
pakar, yang antara lain mengungkapkan pendapat Fuad ‘Abd al-Baqy dalam
bukunya, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Quranul Karim bahwa di dalam al-
Quran kata tarbiyah dengan berbagai kata yang serumpun dengannya dan diulang
sebanyak lebih dari 872 kali. Kata tersebut sebagaimana dijelaskan oleh al-Raghib
al-Asfahany, bahwa pada mulanya tarbiyah itu digunakan dalam arti:
“mengembangkan atau menumbuhkan sesuatu setahap demi setahap sampai pada
batas yang sempurna”. Nata (Soleha dan Rada, 2011, hlm. 16).
Quthub (Soleha dan Rada, 2011, hlm. 16), mengartikan tarbiyah adalah
upaya pemeliharaan jasmani peserta didik dan membantunya menumbuhkan
kematangan sikap mental sebagai pancaran akhlaq al-karimah pada diri peserta
didik. Tafsir (Soleha dan Rada, 2011, hlm. 16) memberikan pengertian tarbiyah
mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang dalamnya sudah
termasuk makna mengajar allama. Sedangkan Faisal (Soleha dan Rada, 2011,
hlm. 16) juga menyatakan, pendidikan Islam secara etimologi, dengan
menggunakan kata tarbiyah dan ta’lim yang masing-masing berasal dari kata
allama dan rabba, yang berarti memelihara, membesarkan, dan mendidik serta
sekaligus mengandung makna mengajar.
Minarti (2012, hlm.2) mengatakan bahwa secara normatif, Islam telah
memberikan landasan kuat bagi pelaksanaan pendidikan dengan argumentasi: 1)
Islam menekankan bahwa pendidikan merupakan kewajiban agama dimana proses
pembelajaran dan transmisi ilmu sangat bermakna bagi kehidupan manusia, 2)
seluruh rangkaian pelaksanaan pendidikan adalah ibadah kepada allah, 3) Islam
5
memberikan derajat tinggi bagi kaum terdidik, baik sarjana maupun ilmuwan (QS.
Al-Mujadilah:11) dan (QS.An-Nahl:43), 4) Islam memberikan landasan bahwa
pendidikan merupakan aktivitas sepanjang hayat atau bahkan sebagaimana hadis
nabi tentang menuntut ilmu dari buaian ibu sampai liang lahat, 5) kontsruksi
pendidikan menurut Islam bersifat dialogis, inovatif, dan terbuka dalam menerima
ilmu pengetahuan baikdari timur maupun barat. Itulah sebabnya nabi muhammad
SAW tidak alergi untuk memerintahkan umatnya menuntut imu walaupun ke
negeri china.
Selanjutnya, Langgulung (2003, hlm. 26) mengatakan bahwa mustahil kita
memahami pendidikan Islam tanpa memahami Islam sendiri, suatu kekuatan yang
memberikan hidup bagi suatau peradaban raksasa yang satu buahnya adalah
pendidikan. Pendidikan ini wujud bukan secara kebetulan di tengah-tengah rakyat,
yang kebetulan adalah orang-orang islam, tetapi dihasilkan dalam bentuk seperti
ia dihasilkan itu sebab orang-orang yang membawanya ke wujud ini adalah orang-
orang islam dan bernafas di dalam alam jagat yang penuh dengan udara islam.
Burhanuddin dan Sopian (2011, hlm.79) kemajuan yang luar biasa dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini tidak mendorong manusia untuk
lebih meyakini tuhannya, apalagi mengamalkan ajarannya. Yang terjadi adalah
manusia menjadikan IPTEK laksana tuhan dan agama mulai ditinggalkan. Inilah
potret pendidikan sekuler, yang mengabaikan aspek moral dan akhlak dalam
kehidupan manusia. Pantaslah bila yang dicetak adlah manusia pintar, cerdas
tetapi kosong dari nilai-nilai ruhaniyah intelektualnya tinggi, tetapi mental dan
ruhiyahnya rendah.
Nurwahid (Burhanuddin, dkk. 2012, hlm. 11) mengatakan Islam dengan
syariatnya adalah “satu-satunya agama yang memulai ungkapan ajarannya dengan
perintah untuk membaca yang dilandasi ideologi dan etos dengan nama Rabbmu
(bismi rabbika). Syariat yang syarat dengan pendidikan Islam ini kemudian
dipertegas oleh berbagai firman Allah lainnya yang menegaskan bahwa tugas
utama kerasulan dan karenanya salah satu inti dasar dari nilai islam yang sejatinya
diterapkan adalah masalah pendidikan. Allah berfirman (QS. Al-Jumu’ah:2).
6
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan masalah,
tujuan, manfaat, kajian teoritik dan sistematika penulisan.
BAB II :Isi yang membahas definisi pendidikan islam serta tujuan, fungsi
dan manajemen pendidikan Islam, sekolah sebagai pendidikan Islam formal,
pesantren sebagai pendidikan Islam formal, serta komponen-komponen
pendidikan Islam.
BAB III : Kesimpulan yang menjawab seluruh pertanyaan pada rumusan
masalah penyususnan makalah ini.
BAB II
PENDIDIKAN ISLAM FORMAL
A. Pendidikan Islam
1. Definisi Pendidikan Islam
Pengertian pendidikan Islam (Tarbiyah al-Islamiyah) oleh para ahli sangat
bervariasi, tetapi semuanya mempunyai kolerasi yang sama, yakni pendidikan adalah
proses mempersiapkan masa depan anak didik dalam mencapai tujuan hidup secara
efektif dan efisien. Dengan meminjam istilah Mocthtar Buchori “Pendidikan
antisipatoris”. (Buchori, 2001, hlm. 25-45).
Muhaimin (2001, hlm. 29) berpendapat bahwa pendidikan menurut Islam atau
pendidikan Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran
dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-Qur’an
dan As-Sunah.
Kemudian Bawani (Tohirin, 2011, hlm. 9-10) menyatakan bahwa pendidikan
Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam
menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
An-Nahlawy (Tohirin, 2011, hlm. 9) menyatakan bahwa pendidikan Islam
adalah penataan individual dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang tunduk taat
pada Islam dan menerapkannya secara sempurna di dalam kehidupan individu dan
masyarakat.
Muhaimin dan Mujib (Minarti, 2012, hlm. 135) berpendapat pendidikan Islam
harus berorientasi pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspek: 1) tujuan
dan tugas hidup manusia, yaitu manusia diciptakan bukan secara kebetulan,
melainkan punya tujuan dan tugas tertentu ( QS. 3 : 19), 2) memperhatikan sifat dasar
manusia, yaitu konsep penciptaan manusia dengan bermacam fitrah ( QS. 8 : 29),
mempunyai kemampuan beribadah dan menjadi khalifah di muka bumi ( QS. 2: 30),
3) tuntunan masyarakat baik pelestarian nilai budaya, pemenuhan kebutuhan hidup,
maupun antisipasi perkembangan tuntunan modern, 4) dimensi-dimensi kehidupan
7
8
manusia. Dalam hal ini terkandung nilai dalam mengelola kehidupan bagi
kesejahteraan dunia dan akhirat, keseimbangan dan keserasian keduanya.
Dari pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu yang
melatar belakangi pendidikan Islam adalah hakikat manusia yang diciptakan untuk
beribadah dan menjadi khlifah di muka bumi, kemudian untuk memenuhi hal itu
perlu adanya pendidikan untuk memmperoleh ilmu yang berdasarkan nilai-nilai yang
terkandung didalam Al-Qur’an dan sunnah.
2. Tujuan Pendidikan Islam
Minarti (Langgulung, 1980, hlm 8) Menurut pandangan Islam, tujuan
pendidikan Islam sangat diwarnai dan dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Allah. Tujuan itu
sangat dilandasi oleh nilai-nilai Al-Qur’an dan hadits seperti yang termaktub dalam
rumusan, yaitu menciptakan pribadi-pribadi yang selalu bertakwa kepada Allah,
sekaligus mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Dalam Firs world Conference on Muslim Education yang diadakan di mekah
pada tahun 1977 telah menghasilkan rumusan yang menyatakan bahwa tujuan
pendidikan islam, yaitu mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang
menyeluruh secara seimbang melalui jiwa, intelek, perasaan dan indera, oleh karena
itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya, yaitu
fidik, mental, intelektual, imajinasi, dan kemampuan berbahasa baik baik secara
individu maupun kolektif. Tujuan akhir pendidikan islam terletak pada perilaku yang
tunduk dengan sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun
seluruh umat manusia.
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari pembahasan tentang tujuan hidup
manusia. Tugas pendidikan adalah memelihara kehidupan manusia, oleh karenanya
diskursus pendidikan Islam harus melibatkan perbincangan tentang sifat-sifat asal
manusia dalam pandangan Islam. Jadi tujuan yang hendak dicapai pendidikan pada
hakekatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam
pribadi manusia. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dinamis dan sistematis,
mempunyai tujuan yang luhur dan lengkap. Arah yang dinamis ini Nampak pada diri
9
manusia itu sendiri baik secara individual maupun kolektif, karena manusia
mempunyai fitrah ingin mengetahui sesuatu yang belum pernah diketahui dan
dialami. Lalunggung (Soleha dan Rada, 2011, hlm. 39)
Pendapat yang serupa, dikemukakan Zakiah Daradjat (1998, hlm. 35) bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah membina manusia agar menjadi hamba Allah yang
saleh dengan seluruh aspek kehidupannya, perbuatan, pikiran, dan perasaannya.
Sedangkan tujuan pendidikan Nasional menurut Undang-Undang No. 20 tahun
2003 Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 yang menyatakan tujuan pendidikan
adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
3. Fungsi Pendidikan Islam
Menurut Muhaimin (2002, hlm. 24) mengatakan bahwa Fungsi pendidikan
Islam meliputi tiga hal sebagai berikut : a) Menumbuhkembangkan peserta didik ke
tingkat yang normatif yang lebih baik, dengan kata lain, fungsi pendidikan Islam
merupakan kristalisasi dari nila-nilai yang terkandung dalam kandasan dasar
pendidikan Islam tersebut; b) Melestarikan ajaran Islam dalam berbagai aspek, dalam
hai ini berarti ajaran Islam itu dijadikan tetap tidak berubah dibiarkan murni seperti
keadaan semula, sekaligus dijaga, dipertahankan kelangsungan eksistensinya hingga
waktu yang tak terbatas. Hal ini khususnya yang menyangkut tekstual Quran dah
Hadits.adapun mengenai interpretasi dan pemahaman harus senantiasa dinamis
disesuaikan sesuai dengan tuntunan zaman dan kondisi masyarakat; c) Melestarikan
kebudayaan dan peradaban Islam, dalam arti buah budi dan kemajuan yang dicapai
umat Islam secara keseluruhannya mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral,
hokum, adat serta prestasi yang mereka capai (2001: 39-40).
Dengan demikian fungsi pendidikan Islam dapat mengembangkan dan
mengarahkan manusia agar mampu mengembangkan amanah dari Allah, yakni
menjalankan tugas-tugas hidupnya dimuka biumi ini, yang menyangkut tugas
khalifahan terhadap diri sendiri, rumah tangga, masyarakat serta alam sekitarnya.
10
4. Manajemen Pendidikan Islam
Menurut Mansori (Wordpress.com, 2014) beliau menjelaskan tentang
manajemen pendidikan Islam.
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan
terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata
laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara itu, Mochtar Efendy berpendapat bahwa
manajemen berasal dari kata kerja bahasa Inggris “To Manage” yang sinonim dengan
to hand, to control, dan to guide (mengurus, memeriksa dan memimpin). Dari sini,
manajemen dapat diartikan pengurusan, pengendalian, memimpin atau membimbing.
Ramayulis dalam bukunya, Ilmu Pendidikan Islam, menyatakan bahwa
pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan). Kata
ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al
Qur’an (QS. As. Sajdah: 05).
Dari isi kandungan ayat di atas, dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah
pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah
swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT
telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola
bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan
aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan
melalui orang lain. Sedangkan Sondang P Siagian, mengartikan manajemen sebagai
kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai
tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
Manajemen Pendidikan Islam merupakan proses pemanfaatan semua sumber
daya yang dimiliki (umat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat
keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan
orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan
kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
11
Para ulama di bidang manajemen yang menyebutkan tentang fungsi-fungsi
manajemen diantaranya adalah Mahdi bin Ibrahim, dia mengatakan bahwa fungsi
manajemen itu di antaranya adalah Fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan. Manakala para Manajer dalam pendidikan Islam telah
bisa melaksanakan tugasnya dengan tepat seuai dengan fungsi manajemen di atas,
terhindar dari semua ungkapan sumir yang menyatakan bahwa lembaga pendidikan
Islam dikelola dengan manajemen yang asal-asalan tanpa tujuan yang tepat. Maka
tidak akan ada lagi lembaga pendidikan Islam yang ketinggalan Zaman, tidak
teroganisir dengan rapi, dan tidak memiliki sisten kontrol yang sesuai.
Dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan Islam merupakan
pengelolaan sumber daya umat Islam baik perangkat keras maupun perangkat lunak
sehingga tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
B. Sekolah atau Madrasah sebagai Lembaga Pendidikan Formal
1. Arti Sekolah
Sekolah adalah tempat proses berjalannya pembelajaran yang formal, teratur,
sistematis, mempunyai jenjang dan dalam kurun waktu tertentu, secara berlangsung,
dari mulai TK/TPA sampai ke Perguruan Tinggi, berdasarkan aturan resmi yang telah
ditetapkan. Menurut Ekoduasatudua (blogspot.com, 2011).
2. Fungsi Sekolah atau Madrasah
Menurut Ekoduasatudua (blogspot.com, 2011) adapun fungsi sekolah adalah:
a) Membantu lingkungan keluarga untuk mendidik dan mengajar, memperbaiki dan
memperdalam atau memperluas, tingkah laku anak atau peserta didik yang di bawa
dari keluarga serta membantu pengembangan minat dan bakat, b) Mengembangkan
kepribadian peserta didik lewat kurikulum, agar : 1) Peserta didik dapat bergaul
dengan guru, karyawan, dengan temannya sendiri dan msyarakat sekitar, 2) Peserta
didik belajar taat kepada peraturan/tahu disiplin, 3) Mempersiapkan peserta didik
terjun di masyarakat berdasarkan norma-norma yang berlaku.
12
Secara historis keberadaan sekolah atau madrasah sudah diakui keberadaanya
sebagai lembaga penting dalam hal pendidikan setelah keluarga, sebab sekolah sangat
berperan dalam menumbuhkan dan mendidik anak. Di samping itu, sekolah
merupakan tempat para peserta didik melakukan interksi proses belajar mengajar
sesuai dengan tingkatan tertentu secara formal. Moeliono (Soleha dan Rada, 2011,
hlm. 52)
Oleh karena itu, batasan yang ditawarkan memberikan gambaran bahwa fungsi
sekolah untuk mewujudkan keterikatan, integrasi, homogenitas, dan keharmonisan
antar siswa. Penyatuan siswa dalam satu sistem persekolahan menyebabkan anak-
anak yang seharusnya ceria dan bebas merasa terikat oleh ikatan sosial yang
menyatukan diri mereka. Dengan demikian, sekolahpun harus berupaya menyatukan
mereka dan meminimalisasi perbedaan-perbedaan diantara mereka. Untuk
membangun seperti yang diinginkan di atas, diperlukan landasan keimanan sejalan
dengan fitrah manusia, hanya karena dengan iman perbedaan, kedengkian,
perselisihan sirna dari diri mereka, diganti dengan upaya mewujudkan kebahagiaan
batin dan ketentraman hati dalam menggaai keridhaan Allah SWT. An- Nahlawi
(Soleha dan Rada, 2011, hlm. 52)
Sekolah tidak mampu menjadi saran pengikat hubungan batin antar warga
Negara jika tidak dibangun atas landasan pendidikan Islam. Hal ini diakui oleh
Arifin, bahwa institusi sekolah merupakan cerminan cita-cita masyarakat dan pada
saat tertentu menjadi agen of social change, mencambuk kemunduran dan
keterbelakangan masyarakat. Jadi antara sekolah dengan dinamika masyarakat berada
dalam kompetisi ideal dan moral bagi kehidupan yang dicita-citakan. Arifin (Soleha
dan Rada, 2011, hlm. 53)
Wacana di atas, terlihat bahwa Institusi sekolah merupakan sarana yang paling
vital dalam proses pemunculan kepribadian manusia seutuhnya. Bahka Skinner
seorang ahli psikologi pendidikan asal Amerika sebagaimana dikutip H.M. Arifin,
tetap mempertahankan keberadaan sekolah sebagai suatu hal yang sangat penting,
hanya saja sekolah harus mampu berperan aktif dalam pembudayaan masyarakat
13
melalui teknologi untuk kesejahteraan hidupnya, sehingga dapat menjalankan
fungsinya yakni mampu membentuk warga Negara yang efektif dan berpengetahuan.
Arifin (Soleha dan Rada, 2011, hlm. 53)
Dapat disimpulkan bahwa sekolah memiliki peranan penting dalam
membangun karakter positif bagi anak. Karena di sekolah anak mendapatkan
pendidikan yang nantinya akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
anak dapat berusaha memecahkan sendiri masalah yang sedang dihadapinya dengan
menggunakan pengetahuan atau pendidikan yang telah diajarkan kepadanya.
3. Jenjang Lembaga Pendidikan Islam Formal
Pendidikan Islam pada satuan pendidikan dilakukan melalui koordinasi antara
Ditjen Pendidikan Islam Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas). Ditjen Pendidikan Islam bertanggung jawab atas pengembangan
kurikulum dan pembinaan guru. Sedangkan Depdiknas atas pelaksanaahnya. pada
tingkat satuan pendidikan. Pendidikan umum berciri Islam, pada jalur formal
diselenggarakan oleh satuan pendidikan Raudhatul/Busthanul Athfal (RA/BA) pada
anak usia dini, Madrasah Ibtidaiyah (Ml) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) pada
pendidikan dasar. Eko (Blogspot.com, 2011)
Madrasah Aliyah (MA) dan MA Kejuruan pada pendidikan menengah, dan
Perguruan Tinggi Islam (PTI) pada jenjang pendidikan tinggi. Pendidikan keagamaan
Islam diselenggarakan dalam bentuk pendidikan diniyah dan pendidikan pesantren
yang melingkupi berbagai satuan pendidikan diniyah dan pondok pesantren pada
berbagai jenjang dan jalur pendidikan. Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga
pendidikan formal yang di dalamnya terdapat kepala sekolah, guru-guru, pegawai tata
usaha, siswa, dan sebagainya memerlukan adanya organisasi yang baik agar
tujuannya dapat dicapai. Eko (Blogspot.com, 2011)
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam merupakan tanggung jawab Ditjen
pendidikan Islam untuk mengembangkan kurikulum yang nanti akan digunakan di
sekolah dasar.
14
4. Peran Madrasah dan Pondok Pesantren
Hasbullah ( 1996, hlm. 180) berpendapat bahwa gambaran tentang peranan
madrasah dan pondok pesantren dapat dilihat sebagai berikut: a) madrasah dan
pondok pesantren telah menunjukan kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang
dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, serta kemampuannya untuk memasuki
pelosok daerah terpencil disamping kemampuannya untuk tetap tumbuh dan
berkembang di daerah perkotaan yang modern dan sangat maju; b) madrasah dan
pondok pesantren sebagian besar adalah perguruan swasta yang berkemampuan tinggi
untuk berswakarsa dan berswakarya dalam menyelenggarakan pendidikan; c)
madrasah dan pondok pesantren yang memiliki ciri khas sebagi pusat pendidikan,
pengembangan dari penyebaran agama islam, diharapkan dan telah membuktikan diri
dapat menghasilkan keluaran atau output yang berkualitas dan potensial untuk
menjadi pendidik, khususnya di bidang pendidikan agama islam; d) madrasah dan
pondok pesantren memiliki potensi yang cukup besar untuk bersama-sama satuan
pendidikan lainnya di dalam sisitem pendidikan nasional untuk menuntaskan wajib
belajar tingkat SLTP dan pelaksana pendidikan dasar 9 tahun.
C. Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam Formal
Eko (Blogspot.com, 2011) berpendapat bahwa pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam formal memiliki arti, tujuan, dan kekurangan serta kelebihannya,
yaitu sebagai berikut:
1. Arti Pesantren
Kehadiran kerajaan bani Umayah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan,
sehingga anak-anak masyarakat Islam tidak hanya belajar dimesjid tetapi juga pada
lembaga-lembaga yang ketiga, yaitu ”Kuttub” (pondok pesantren). Kutub dengan
karakteristik khasnya, merupakan wahana dan lembaga pendidikan islam yang
semula sebagai lembaga baca dan tulis dengan sistem halaqah (sistem wetonan). Pada
tahap berikutnya kuttub mengalami perkembangan pesat karena didukung oleh dana
15
dari iuran masyarakat serta adanya rencana-rencana yang harus dipatuhi oleh
pendidik dan peserta pendidik.
Di Indonesia Kutub lebih dikenal dengan istilah “pondok pesantren”, yaitu
suatu lembaga pendidikan Islam, yang didalamnya terdapat seorang kiai (pendidik)
yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana mesjid yang
digunakan untuk menyelenggarakan pendidik tersebut,serta didukung adanya
pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri. Dengan demikian, ciri-
ciri pondok pesantren adalah adanya kiai, santri masjid dan pondok.
Dapat disimpulkan bahwa arti pesantren di Indonesia Kutub lebih dikenal
dengan istilah pondok pesantren yang merupakan lembaga Islam sebagai lembaga
baca tulis yang didalamnya terapat seorang pendidik yang mengajarkan para santri.
2. Tujuan dan Ciri-Ciri Pondok Pesantren
Tujuan terbentuknya pondok pesantren adalah: (1) tujuan umum, yaitu
membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam, yang
dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubalig Islam dalam masyarakat skitar
melalui ilmu dan amalnya; (2) tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk
menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan
serta dalam mengamalkannya dan mendakwahkannya dalam masyarakat.
Ciri-ciri khusus dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat
terpokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi Arab,
hukum Islam, hadits, Tafsir Al-Qur’an, Teologi Islam, tasawuf, tarikh, dan retorika.
Kecendrungan- Kecendrungan tersebut bukan berarti pondok pesantren telah
menduduki posisi sebagai lembaga yang paling elit, tetapi ditengah-tengah arus
perubahan sosial budaya justru kecendrungan tersebut menjadi masalah baru yang
perlu dipecahkan, yaitu (1) masalah integrasi pondok pesantren kedalam sistem
pendidikan nasional; (2) masalah pengembangan wawsan sosial, budaya dan masalah
ekonomi; (3) masalah pengalaman kekuatan dengan pihak-pihak lain untuk mencari
tujuan membentuk masyarakat ideal yang diinginkan; (4) masalah yang berhubungan
dengan keimanan dan keilmuan sepanjang yang dihayati pondok pesantren.
16
Dipihak lain pondok pesantren kini pengalami transpormasi kultur, system dan
nilai. Pondok pesantren yang dikenal dengan salafiah (kuno) kini telah berubah
menjadi dengan khalafiyah (modern). Transpormasi tersebut sebagai jawaban atas
kritik-kritik yang diberikan kepada pesantren dalam arus Transpormasi ini, sehingga
salam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis misalnya. (1)
perubahan sistem pengajaran dalam perseorangan atau sorogan menjadi sistem
klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah); (2) pemberian
pengetahuan umum disamping masih mempertahankan Agama dan bahasa Arab. (3)
bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar, kepramukaan untuk melatih
kedisiplinan dan pendidikan Agama, kesehatan dan olah raga, serta kesenian yang
islami; dan (4) lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda
tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama
dengan ijazah negeri.
Kehadiran pesantren saat ini menjadi titik sentral kajian para ahli, karena
nuansa-nuansa yang dicanangkan dan dilaksanakan dalam pesantren sangat unik.
Tidak sedikit para ahli mengkritik atau juga melihat segi positifnya, karena
kondisinya yang serba lain.
Ciri-ciri pondok pesntren sebagai lembaga pendidikan islam adalah: (1)
Lembaga pendidikan pesantren melaksanakan pendidikan terpadu, yaitu untuk
kematangan teoretis-intuitif. Sikap yang merupakan keterampilan khusus dan
merupakan aplikasi dari teori tersebut; (2) Tujuan pendidikan pesantren sekarang
tidak hanya duniawi (mondial) dan sementara (temporer), tetapi sampai pada alam
ukhrawi untuk mencapai keridhaan Allah; (3) Lembaga pendidikan pesantren
merupakan pusat pertemuan antara ulama dan umat, antara ilmuan (expert) dan
masyarakat awam (layman), antara individu dan masayarakat, anatara pemimpin dan
rakyat, dan antara kliyen dan konsultan, dan sebagainya; (4) Pesantren merupakan
agen konpersi pengawetan, pendalaman, pengembangan, pemurnin nilai adab dan
17
budaya, serta pusat pelaksanaan proses akulturasi yang menggunakan pola dan sistem
tersendiri.
3. Kekurangan dan Kelebihan
Menurut Abdurahman wahid pesantren dapat melalui dua visi yang memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pesantren terletak pada kemamuan
menciptakan sebuah sikap hidup universal yang merata, yang diikuti oleh semua
santri sehingga santri lebih bersikap hidup mandiri dan tidak menggantungkan diri
kepada siapa dan lembaga masyarakat apapun. Disamping itu pesantren juga dapat
memelihara subkultural sendiri. Hal ini terlihat dari gaya kehidupan yang berbeda
dengan masyarakat umumnya, dan ukuran-ukuran serta pandangan hidupnya bersifat
ukhrawi dan menolak pandangan hidup yang materialistis.
Kekurangan adalah kurang adanya perencanaan yang terperinci dan rasional
atas jalanya pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan, tidak adanya keharusan
membuat kurikulum dalam susunan yang lebih mudah dicerna dan dikuasai oleh
santri.
D. Komponen-komponen Pendidikan Islam Formal
1. Kurikulum
a) Definisi Kurikulum
Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani
yaitu curir yang artinya “pelari” dan curene yang berarti “tempat berpacu”. Istilah
kurikulum berasal dari dunia olahraga, terutama dalam bidang atletik pada zaman
Romawi Kuno di Yunani. Dalam bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari
kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus
ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai dengan garis finish untuk
memperoleh medali atau penghargaan. Jarak yang harus di tempuh tersebut kemudian
diubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat di dalamnya.
Program tersebut berisi mata pelajaran (courses) yang harus ditempuh oleh peserta
didik selama kurun waktu tertentu, seperti SD/MI (enam tahun), SMP/MTs (tiga
18
tahun). SMA/MA (tiga tahun) dan seterusnya. Dengan demikian, istilah kurikulum
(dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau
diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah. (Arifin, 2011 hlm. 2)
Jika diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum
berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta
didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui akumulasi sejumlah
pengetahuan,keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses pendidikan Islam bukanlah
suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu
kepada konseptualisasi manusia paripurna ( insan kamil ) yang strateginya telah
tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam (Nuryanti, 2008, hlm.
128).
b) Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Pengembangan kurikulum dilakukan setelah desentralisasi pendidikan telah
dianut adanya peluang kreativitas pengelolaan sekolah sehingga paket kurikulum pun
sekarang ini harus dikembangkan mengingat formulasi kurikulum masih global atau
bersifat inti (core curriculum).
Prinsip-prinsip yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam menurut Al-
Syaibany adalah : a) Pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan
nilai-niainya. Maka setiap yang berkaitan dengan kurikulum termasuk falsafah
tujuan-tujuan,kandungan-kandungan, metod mengajar, cara-cara perlakuan, dan
hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga pendidikan harus berdasarkan pada
agama dan akhlak Islam, harus terisi dengan jiwa agama Islam, keutamaan-
keutamaan, cita-citanya yang tinggi, dan bertujuan untuk membina pribadi yang
beriman kepada Allah semata; b) Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan
dan kandungan-kandungan kurikulum. Kalau tujuan-tujuannya harus meliputi segala
aspek pribadi peserta didik yang berguna untuk memperbaiki pribadi mereka dengan
membina akidah, akal dan jasmaninya, maka begitu juga peserta didik mesti
bermanfaat bagi masyarakat dalam perkembangan spiritual,kebudayaan sosial,
ekonomi dan politik; c) Keseimbanagan yang relative antara tujuan dan kandungan-
19
kandungan kurikulum. Kalau ia member perhatian besar pada perkembangan aspek
spiritual dan ilmu-ilmu syariat, maka tidak boleh aspek-aspek penting lain dalam
kehidupan, juga tidak boleh ilmu-ilmu syariat melampaui ilmu-ilmu seni dan
kegiatan-kegiatan lain yang harus dimiliki oleh individu dan masyarakat; d) Berkaitan
dengan bakat, minat, kemampuan-kemampuan dan kebutuhan peserta didik, maka
amatlah pentin memperhatikan alam sekitarnya dan social dimana anak itu hidup, dan
berinteraksi untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan, pengalaman dan sikapnya;
e) Pemeliharaan perbedaan-perbedaan individu diantara peserta didik dalam bakat-
bakat, minat, kemampuan-kemampuan, kebutuhan-kebutuhan dan masalah-
masalahnya. Juga memelihara perbedaan-perbedaan dan kelainan-kelaian alam
sekitarnya dan masyarakat. Karena pemeliharaan ini dapat menambahkan fungsi dan
gunanya, sebagaimana ia menambahkan fleksibilitasnya; f) Prinsip perkembangan
dan perubahan. Islam menjadi sumber pengambilan falsafah, prinsip-prinsip dan
dasar-dasar kurikulum. Metode mengajar dalam dalam pendidikan Islam menolak
taklid yang mengikat harus diikuti tanpa ada penyelidikan keilmuan; g) Prinsip
pertautanantara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang
terkandung dalam kurikulum. Demikian pula pertautan antara kandungan-kandungan
kurikulum dan kebutuhan-kebutuhan anak didik, masyarakat, tuntutan ruang dan
waktu serta watak zaman Rosyadi (Soleha dan Rada, 2011, hlm. 94)
Menurut Suryadi (Tilaar, 2008, hlm. 150) mengemukakan beberapa indikator
yang dapat digunakan sebagai rambu-rambu pemberi sinyal mengenai kekhawatiran
tentang mutu atau kualitas pendidikan. Beberapa indikator penting tersebut ialah : a)
rendahnya sarana fisik yaitu alat-alat bantu proses belajar-mengajar yang belum
memadai, b) rendahnya kualitas guru, dimana program sertifikasi yang telah berjalan
belum berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme dan kualitas standarisasi
kualifikasi akademik pendidik, c) kualitas lulusan atau output pendidikan yang masih
rendah, dan e) semakin mahalnya biaya pendidikan tinggi.
20
c) Ciri-Ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Burhanuddin (Al-Syaibani) yang dikutip Abudin Nata (2005:179) memaparkan
lima ciri kurikulum dalam pendidikan islam, yakni: a) menonjolkan agama dan
akhlak pada berbagai tujuannya, kandungan, metode, alat, dan tekniknya bercorak
agama, b) meluas cakupannya dan menyeluruh kandungannya, yaitu kurikulum yang
betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran dan ajaran yang menyeluruh, c)
bersikap seimbang diantara berbagai ilmu yang dikandung dalam kurikulum yang
akan digunakan. Selain itu juga seimbang antara pengetahuan yang berguna untuk
pengembangan individual dan sosial, d) bersikap menyeluruh dalam menata seluruh
mata pelajaran yang diperlukan anak didik, dan e) kurikulum yang disusun
berdasarkan minat dan bakat anak.
Menurut Sutrisno yang dikutip oleh Wenimaniez90 (blogspot.com, 2014)
mengemukakan ciri-ciri umum kurikulum pada pendidikan islam antara lain yaitu: a)
Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan
kandungan-kandungan, metode-metode, alat-alat dan tekniknya bercorak agama.
Segala yang diajarkan dan diamalkan dalam lingkungan agama dan akhlak dan
berdasarkan pada Al-Qur’an, sunnah, dan peninggalan orang-orang terdahulu yag
saleh, b) meluasnya perhatian dan menyeluruhnya kandungan-kandungannya.
Kurikulum yang memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala
aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologi, social dan spiritual, c) Ciri-ciri
keseimbangan yang relative diantara kandungan-kandungan kurikulum dari ilmu-ilmu
dan seni atau kemestian-kemestian, pengalaman-pengalaman, dan kegiatan-kegiatan
pengajaran yang bermacam-macam, d) Kecenderungan pada seni halus, aktivitas
pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejuruan, bahasa
asing, sekalipun atas dasar perseorangan dan juga bagi mereka yang memiliki
keediaan dan bakat bagi perkara-perkara ini dan mempunyai kenginan untuk
mempelajari dan melatih diri dalam perkara itu, e) Perkaitan antara kurikulum dalam
pendidikan Islam dalam kesediaan-kesediaan pelajar-pelajar dan minat, kemampuan,
kebutuhan dan perbedaan-perbedaan perseorangan diantara mereka.
21
2. Pendidik
Minarti (Sudirman, 1996, hlm. 123) berpendapat bahwa pendidik merupakan
salah satu komponen manusiawi yang memiliki peranan besar dalam membentuk
sumber daya manusia, karena berperan sebagi pengajar, pendidik, dan pembimbing
yang mengarahkan sekaligus menuntun siswa dalam belajar.
Masih Minarti (Muhaimin dan Mujib, 1993, hlm. 167) menjelaskan bahwa dalam
konteks pendidikan islam banyak sekali kata yang mengacu pada pengertian guru
seperti murabbi, mu’alim, dan mu’addib. Ketiga kata tersebut memiliki fungsi
penggunaan yang berbeda-beda. Disamping itu, guru kadang disebut melalui
gelarnya, seperti al-ustadz dan as- syaikh.
Minarti (2012, hlm.109) yang dikutip Hamka menyatakan bahwa “ hendaklah
perjalanan hidupmu (pendidik) bersama murid-muridmu dengan lurus dan
pertengahan. Tidak berlebih-lebihan dan tidak berkurang-kurangan...hendaklah kamu
(pendidik) menjadi kaca yang jernih dan bercahaya, untuk ditilik oleh murid-
muridmu, supaya menjadi contoh teladan kesopanan. Jauhkan dirimu dari perbuatan
keji dan tercela...janganlah kamu menjadi sebab timbulnya adat dan perangai yang
buruk dalam kalangan muridmu. Jangan dibicarakan dihadapan mereka sebagian,
sedang sebagian lagi disia-siakan. Janganlah mereka dididik dengan tipuan, jangan
terlebih dekat dengan murid tertentu lantaran banyak pemberiannya.larang sekali-kali
menuruti nafsu syahwat didalam perkara yang terbiasa pada waktu menjadi murid,
sehingga selamat ia kelak setelah hidup sendiri.
Tugas seorang pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan,
menyucikan hati manusia untuk berataqqarub kepada Allah (Muhamimin dan Mujib
1993: 165). Ramayulis (2002: 85) menyebutnya, tugas pendidik sebagai warasat al-
anbiya, yang pada hakikatnya mengemban misi rahmatan li al-alamin, yaitu suatu
misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hokum-hukum Allah,
guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan
kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal saleh dan
bermoral tinggi.
22
3. Peserta Didik
Minarti (Muhaimin dan Mujib, 1993, hlm. 177) menyatakan bahwa sama halnya
dengan teori Barat, anak didik dalam pendidikan islam adalah anak yang sedang
tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikologis. Menurut Arifin (2003,
hlm. 278) mengatakan bahwa murid adalah manusia yang sedang berada dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan menurut fitrahnya masing-masingyang
memerlukan bimbingan konsisten menuju titik optimal.
4. Metode Pendidikan Islam
Minarti (2012, hlm. 139) Dalam Pendidkan Islam, An- Nahlawi, seorang pakar
pendidikan Islam, mengemukakan metode pendidikan yang berdasarkan metode Al-
Qur’an dan hadis yang dapat menyentuh perasaan, yaitu sebagai berikut: a) metode
Hiwar (percakapan) Al-Qur’an dan nabawi adalah percakapan silih berganti antara
dua pihak atau lebih mengenal suatu topik dan sengaja diarahkan pada suatu tujuan
yang dikehendaki oleh pendidik; b) metode kisah Qur’ani dan nabawi adalah
penyajian bahan pembelajaran yang menampilkan cerita-cerita yang terdapat dalam
A-l-Qur’an dan hadits Nabi. Kisah Qur’ani bukan semata-mata karya seni yang indah,
tetapi juga cara mendidik umat agar beriman kepadaNya. Dalam pendidikan islam
isah merupakan metode yang sangat penting karena dapat menyentuh hati manusia; c)
metode amtsal (perumpamaan) Al-qur’ani adalah penyajian bahan pembelajaran
dengan mengangkat perumpaan yang ada dalam Al-Qur’an. Metode ini
mempermudah peserta didik dalam memahami konsep yang abstrak; d) metode
keteladanan (uswah hasanah) adalah memberikan teladan atau contoh yang baik
kepada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Metode ini merupakan pedoman
untuk bertindak dalam merealisasikan tujuan pendidikan baik secar instruksional
maupun nasional; e) metode pembiasaan adalah membiasakan peserta didik untuk
melakukan sesuatu sejak ia lahir. Metode ini akan semakin nyata manfaatnya jika
didasrkan pada pengalaman; f) metode ibrah dan mau’izah. Metode ibrah adalah
penyajian bahan pembelajaran yang melatih daya nalar pembelajar yang bertujuan
melatih daya nalar pembelajar daam menangkap makna terselubung dari suatu
23
pernyataan atau kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu
yang disaksikan. Sementara itu, metode mau’izah adalah pemberian motivasi dengan
menggunakan keuntunagn dan kerugian dalam melakukan perbuatan; g) metode
targhib dan tarhib. Metode targhib adalah penyajian pembelajaran dalam konteks
kebahagiaan hidup akhirat. Tarhib adalah penyajian bahan pembelajaran dalam
konteks hukuman (Ancaman allah) akibat perbuatan dosa yang dilakukan.
BAB III
SIMPULAN
Pendidikan Islam harus berorientasi pada hakikat pendidikan yang meliputi
beberapa aspek : 1) tujuan dan tugas hidup manusia, yaitu manusia diciptakan bukan
secara kebetulan, melainkan punya tujuan dan tugas tertentu (QS. 3 : 19), 2)
memperhatikan sifat dasar manusia, yaitu konsep penciptaan manusia dengan
bermacam fitrah (QS. 8 : 29), mempunyai kemampuan beribadah dan menjadi
khalifah di muka bumi (QS. 2: 30), 3) tuntunan masyarakat baik pelestarian nilai
budaya, pemenuhan kebutuhan hidup, maupun antisipasi perkembangan tuntunan
modern, 4) dimensi-dimensi kehidupan manusia. Dalam hal ini terkandung nilai
dalam mengelola kehidupan bagi kesejahteraan dunia dan akherat, keseimbangan dan
keserasian keduanya.
Dalam Pendidkan islam, An- Nahlawi, seorang pakar pendidikan islam,
mengemukakan metode pendidikan yang berdasarkan metode Al-Qur’an dan hadis
yang dapat menyentuh perasaan, yaitu sebagai berikut: a) metode Hiwar
(percakapan), b) metode kisah Qur’ani dan nabawi, c) metode amtsal
(perumpamaan), d) metode keteladanan (uswah hasanah), e) metode pembiasaan, f)
metode ibrah dan mau’izah, g) metode targhib dan tarhib.
Secara historis keberadaan sekolah atau madrasah sudah diakui keberadaanya
sebagai lembaga penting dalam hal pendidikan setelah keluarga, sebab sekolah sangat
berperan dalam menumbuhkan dan mendidik anak. Di samping itu, sekolah
merupakan tempat para peserta didik melakukan interksi proses belajar mengajar
sesuai dengan tingkatan tertentu secara formal.
Pesantren juga termasuk pendidikan islam formal yang memiliki Ciri-ciri khusus
dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat terpokus pada ilmu-ilmu
agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi Arab, hukum Islam, hadits, Tafsir
Al-Qur’an, Teologi Islam, tasawuf, tarikh, dan retorika.
24
DAFTAR RUJUKAN
Al-Syaibany. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Arifin, Z. 2011. Konsep & Model Pengembangan Kurikulum. Bandung:PT Remaja
Rosdakarya
Burhanuddin dan Sopian, A. 2011. Islam My Way Of Life. Subang: Royyan Press
Burhanuddin, dkk. 2010. Landasan Pendidikan. Subang: Royyan Press
Burhanuddin dan Sumiati, T. 2011. Filsafat Pendidikan.Subang: Royyan Press
Eko. 2011. Pendidikan Islam Formal. Tersedia [Online]:
http://ekosatudua.blogspot.com/2011/06/pendidikan-islam-formal.html
Hasbullah. 1996. Dasar-dasar ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Minarti, S. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Bojonegoro: Amzah
Muhaimin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam. Malang: PT Remaja Rosda Karya
Langgulung, H. 2003. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: PT Pustaka Al-Husna
Soleha dan Rada. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Alfabeta
Syafri. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Tohirin. 2011. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Weni. 2014. Tersedia [Online]: http://wenimaniez90.blogspot.com/2014/04/makalah-
kurikulum-dalam-pendidikan-islam_5.html
25