20
MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK INTERFERENSI DAN CAMPUR KODE DI LINGKUNGAN KOSAN OLEH NAMA : NOPRIANSAH NPM : 1021048 DOSEN PEMBIMBING : DONI SANJAYA S.Pd.

MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

INTERFERENSI DAN CAMPUR KODE DI LINGKUNGAN KOSAN

OLEH

NAMA : NOPRIANSAH

NPM : 1021048

DOSEN PEMBIMBING : DONI SANJAYA S.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN

DAERAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BATURAJA

2013/2014

Page 2: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

INTERFERENSI DAN CAMPUR KODE DI LINGKUNGAN KOSAN

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Bahasa sebagai alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki

oleh manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal.

Kajian secara internal, artinya, pengkajian itu hanya dilakukan terhadap

struktur intern bahasa itu saja, seperti struktur fonologisnya, struktur

morfologisnya, atau struktur sintaksisnya. Kajian secara internal ini akan

menghasilkan bahasa itu saja tanpa ada kaitannya dengan masalah lain

diluar bahasa. Kajian internal ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori

dan prosedur-prosedur yang ada dalam disiplin linguistik saja. Sebaliknya,

kajian secara eksternal, berarti, kajian itu dilakukan terhadap hal-hal atau

faktor-faktor yang berada di luar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian

bahasa itu oleh para penuturnya didalam kelompok-kelompok sosial

kemasyarakatan. Pengkajian secara eksternal ini akan menghasilkan

rumusan-rumusan atau kaidah-kaidah yang berkenaan dengan kegunaan

dan penggunaan bahasa tersebut dalam segala kegiatan manusia didalam

masyarakat. Pengkajian secara eksternal ini tidak hanya menggunakan teori-

teori dan prosedur linguistik saja, tetapi juga menggunakan teori dan

prosedur disiplin lain yang berkaitan dengan penggunaan bahasa itu,

misalnya disiplin sosiologi, disiplin psikologi, dan disiplin antropologi. Oleh

Page 3: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

karena itu, ilmu bahasa tidak lekang dengan disiplin lain. karena bahasa

sangat dekat dengan kehidupan masyarakat, maka tidaklah heran ilmu

bahasa dan sosiologi bersatu menjadi sosiolinguistik.

B.     RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan permasalahan yang diangkat sebagai berikut:

1.      Bagaimanakah bentuk Campur Kode pada rekaman 1?

2.      Bagaimanakah bentuk Interferensi pada rekaman 1?

C.    TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1)      Mendeskripsikan bentuk Campur kode pada rekaman 1.

2)      Mendeskripsikan bentuk Interferensi pada rekaman 1.

D.    MANFAAT PENELITIAN

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1)      Menambah wawasan dalam mengkaji suatu bahasa dari peristiwa tutur.

2)      Memberikan masukan bagi mereka yang tertarik dengan masalah

sosiolinguistik dan Sebagai bahan referensi dan sumber informasi untuk

penelitian sejenis.

BAB II LANDASAN TEORI

A.    Kajian Teori

Page 4: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

a.       Pengertian Sosiolinguistik

Sosiolinguistik merupakan gabungan dari kata sosiologi dan linguistik.

Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam

masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga serta proses sosial yang ada di

dalam masyarakat (Chaer dan Agustina, 1995:3). Dalam Aslinda dan

Syafiahya. Liguistik adalah ilmu bahasa atau bidang yang mengambil bahasa

sebagai objek kajian. Dengan demikian sosiolinguistik merupakan bidang

ilmu antar disiplin yang mempelajari bahasa di dalam masyarakat.

Sosiolinguistik memandang sebagai sistem sosial dan sistem

komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan

tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan pemakai bahasa adalah bentuk

interaksi sosial yang terjadi dalam situasi konkter. Dengan demikian, bahasa

tidak dilihat secara internal, tetapi dilihat sebagai sarana interaksi atau

komunkasi di dalam masyasarakat.

Dalam masyarakat, seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu

yang terpisah, tatapi sebagai anggota dari kelompok sosial. Oleh karena itu,

bahasa dan pemakaian tidak diamati secara individual, tetapi dihubungkan

dengan secara sosial. Bahasa dan pemakaiannya yang dipandang secara

sosial dipengaruhi oleh faktor linguistik dan faktor nonlinguistik.

b.      Pengertian Campur Kode

(Chaer dan Agustina, 2004:114) Campur kode (code mixing) terjadi

apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan untuk

mendukung suatu tuturan yang disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Gejala

Page 5: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

campur kode ini biasanya terkait dengan karakteristik penutur, misal, latar

belakang sosil, pendidikan, kepercayaan, dan sebagainya. Dalam

keseharian, masyarakat Indonesia yang multilangual, kita sering sekali

mendengar peristiwa campur kode ini.

Di dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang

digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode

lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-

serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode.

Seorang penutur misalnya, yang dalam berbahasa Indonesia banyak

menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah

melakukan campur kode.

c.       Pengertian Interferensi

Menurut Chaer (2004:120) istilah interferensi pertama kali digunakan

oleh Weinrich untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa

sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-

unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Interferensi

mengacu pada adanya penyimpangan dalam menggunakan suatu bahasa

dengan memasukkan sistem bahasa lain. Serpihan-serpihan klausa dari

bahasa lain dalam suatu kalimat bahasa lain juga dapat dianggap sebagai

peristiwa interferensi. Sedangkan, menurut Hartman dan Stonk (1972:115)

dalam Chaer tidak menyebutnya “pengacauan” atau “kekacauan, melainkan

“kekeliruan”, yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan

ujaran bahasa ibu atau diaek ke dalam bahasa atau dialek kedua.

Page 6: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode

deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2005:4), penelitian

kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriftif yang berupa

kata-kata atau lisan objek yang diamati. Metode ini dilakukan dengan tidak

menggunakan angka-angka, tetapi menggunakan penghayatan terhadap

interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara emiris. Metode deskriptif

dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan atau melukiskan keadaan atau objek penelitian

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Metode penelitian tersebut digunakan untuk berfokus pada dialog-dialog atau

ujaran dari kata-kata yang dipakai oleh si penutur.

B.     Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dengan cara merekam pembicaraan

sesorang yang diteliti, dari pembicaraaan tersebut kemudian dialog-dialog

penutur ditulis dan diamati dengan melihat kata-kata apa saja yang dipakai

ketika bertutur. Data yang diambil dari hasil percakapan dikalangan

mahasiswa yang sedang bertutur dengan temannya, percakapan tersebut

berlangsung pada siang hari di sebuah kamar kosan perempuan yang

Page 7: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

membicarakan mengenai masalah keluarganya, percakapan berlangsung

berdurasi sekitar 2 menit.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.    DESKRIFSI DATA (Hasil rekaman)

Rekaman 1

a.       Waktu : 14:22 WIB

b.      Tanggal : 26/12/2012

c.       Tempat : Di kosan

d.      Topik : Membicarakan keluarganya

Peristiwa tutur :

A : Gue harus bisa kata gw beli apa nih gue. (Saya harus bisa, mau beli apa ini)

B : Aing mah boro-boro ceuk aing tea, “de mamah mah beli baju jeung si nenk, pas dideuleu sabaraha ieu mah? 75rb sasetel”, ceuk aing tea heeehhh neng iti!!! aing geh teu menta haduh. ( “Apalagi saya” kata saya itu “de mamah beli baju untuk dede bayi ketika dilihat berapa ini mah? 75ribu satu pasang”, kata saya itu haduh dede iti!! Saya juga tidak minta)

A : Sareukseuk nyah . . . . (kesel melihatnya)

B : Hooh,, jengkel mah demi allah, nu nyeseuhan popok, aing. Laju si bapa seneb mah “de ceunah,coba jing ieu diseseuhkeun hela, kumaha dia mah nyesuhna teu kabeh”, kan capenya urang, seneb mah dipaido, ya allah ya tuhan. ( Iya, kesel demi Allah, yang nyuci popok, saya! Ditambah bapak bilang “ de” katanya coba ini dicuci dahulu, bagaimana kamu, menucucinya tidak semuanya” kita kan cape, kesel di marahi saja, ya Allah ya Tuhan)

A : Orok mah ganti-ganti bae. (kalau bayi itu sering ganti-ganti saja)

B : Heeh, teteh aing mararahan “geus eta geura diseseh”. Ceuk mamah aing “Ges ulah loba keneh ditoko, urang meli bae”. Ceuk aing tea edan sombong dia, sekebel emak aing meuli baju eta mah salamari orok ngaborong .

Page 8: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

(Iya, kakak saya marah-marah “udah itu cepat dicuci”. Kata ibu saya “ udah jangan, masih banyak di toko, kita beli saja”. Kata saya itu hebat sekali, selama ibu saya beli baju itu seperti satu lemari bayi, belanja banyak)

A : Itu juga teteh gw. “geus sih asal ada syarat ajah”, kata gw “ada neneknya ada bapaknya buru-buru amat”, enek. (Itu juga kakak saya “ udah asal ada syarat saja” kata saya. Masih ada neneknya, ada kakeknya cepet-cepet sekali)

B : Aing geh enek, mah aing mah teu dibeulikeun baju. “Kebae ate” mah. Masyaallah (Saya juga kesel. “Mah saya juga tidak dibelikan baju. “nanti saja tante” Masyaallah)

A : Adik gue ajah engga suka dibeliin baju, kasian loh.belinya apa coba teteh gue ajah sama suaminya, bloon kan, najis ceuk aing naon meren. (Adik saya saja tidak suka dibelikan baju, kasihan. Belinya hanya kakak saya saja sama suaminya, bodoh kan, najis kata saya apa kali.)

A : Laju enek mah, ogoan maruriang, naon coba daharna geh jatake bae, iraha dararia cageurna, cape aing nyesuhan bae, enek gue mah ( kesel, manja sakit juga makannya jatake saja, kapan sembuhnya, cape saya nyuci saja. Kesel itu )

B : Teteh aing geh sarua, kamari beak 20juta lebih dia.. (kakak saya juga sama, kemarin habis 20juta lebih)A : Kunaon??? (Kenapa???)

B : Ngalahirkeun,, pertama kan perutna kontraksi bae anakna hanyang kaluar, terus ngalahirkeun disesar dan seminggu kemudian setelah disesar teteh aing di kiret.. (Melahirkan, pertama perutnya kontrasi saja, bayinya ingin keluar, setelah itu melahirkan di sesar dan seminggu kemudian setelah disesar kakak saya dikiret)

A : Ko dikiret??.. (Kenapa dikiret)

B : Uterusna teu kabawa, “lupa” ceuk dokterna kandungana teu dikaluarkeun”, apa gitu tempat apanya gitu engga kebawa. (Uterusnya tidak terbawa, “lupa” kata dokter kandungannya tidak dikeluarkan”, apa gitu tempat apanya gitu tidak terbawa)

A : Gue mah kenapa sih keluarga suaminya, suaminya ke yang gimana, itu mah orang tua gue lagi, orang tua gue lagi hewa aing mah (Saya itu, kenapa gitu dengan keluarga suaminya, suaminya coba yang harus bagaimana, masa orang tua saya lagi, orang tua saya lagi, benci )

A : Sekarang gua dikekeyek coba , gua engga boleh sama orang kayak gitu lagi, kayak teteh gue. Kata gue “itu mah salah sndiri milih orang kayak gitu”. (Sekarang saya di kekang, tidak boleh sama orang seperti itu lagi, seperti kakak saya. Kata saya “ salah sendiri milih orang seperti itu”)

C : Ohh engga boleh deket - deket yah.. (oh, tidak boleh dekat-dekat)

Page 9: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

A : Iyahhh , gue di kasih tau ibu gue, jgn kayak gitu yah ke gue “kenapa nyalahin gue kan”, gue mh udah lama kan sama dia. Dia mah baru kemaren kata gue, enggak mau kalo suruh kayak gitu. (Iya, saya dikasih tahu ibu saya, jangan seperti itu, “kenapa menyalahkan saya”, saya itu sudah lama dengan dia. Kecuali dia, baru kenal kemarin, kata saya, tidak ingin jika kalau diperintah seperti itu )

A : Sekarang juga dirumah ajah engga ngapa-ngapain. (Sekarang juga dirumah saja tidak melakukan apa-apa)

C : Kerja?? (Kerja)

A : Engga, orang tidur ajah dirumah. (Tidak, orang tidur saja dirumah)

B.     ANALISIS DATA

1.      Bentuk rekaman Campur Kode.

Terjadi campur kode ketika penutur A berbicara menggunakan B2 yaitu

bahasa Indonesia kemudian ditanggapi oleh penutur B dengan B1 yaitu

bahasa sunda ragam kasar otomatis penutur A menanggapi pembicaraan

tersebut dengan menggunakan B2 yaitu (bahasa Ibu) bahasa sunda ragam

kasar. Karena dilatar belakangi oleh daerah asalnya yaitu bahasa daerah

(sunda) yang mana ketika si penutur B menanggapi pembicaraan penutur A

dia menggunakan bahasa daerah, yang keduanya sama-sama berasal dari

kelompok daerah yang sama. Maka terjadilah unsur campur kode

Page 10: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

mencamurkan B2 ke B1 yaitu bahasa Indonesia ke bahasa Sunda ragam

kasar

Jika dilihat dari percakapan di atas, penutur A memulai

pembicaraannya dengan menggunakan bahasa Indonesia yang kemudian

ditanggapi oleh penutur B yang menggunakan bahasa sunda ragam kasar.

Kemudian penutur A menanggapi pembicaraan penutur B dengan

menggunakan bahasa sunda ragam kasar, menyesuaikan bahasa yang

digunakan oleh lawan bicaranya dan dilanjutkan kembali menggunakan

bahasa Indonesia. Berdasarkan kriteria kegramatikalan, dari awal

pembicaraan penutur A mencampurkan bahasa gaul yaitu kata “gue”

dengan menyebutkan dirinya. Kemudian dilanjutkan dengan bahasa

Indonesia yaitu kata (harus bisa, beli apa). Kata-kata (aing, mah, ceuk, tea,

sih, amat). Merupakan serpihan bahasa Sunda ragam kasar yang digunakan

penutur A dan B dalam pembicaraannya.

PENUTUR A

Penutur A yang dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan serpihan-

serpihan bahasa daerahnya yaitu bahasa sunda ragam kasar, untuk lebih

jelas dapat dilihat dari ujaran berikut:

A : Itu juga teteh gue. “geus sih asal ada syarat aja”, kata gue “ada neneknya ada bapaknya buru-buru amat”, enek.

A : Adik gue aja sekarang mah engga suka dibeliin baju, kasian loh.belinya apa coba teteh gue aja sama suaminya, boloon kan, najis aing naon meren.

Kata-kata yang bercetak tebal merupakan serpihan – serpihan bahasa

ragam sunda kasar yang digunakan oleh penutur A. Kata yang bercetak

Page 11: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

miring merupakan serpihan dari bahasa gaul. Dari peristiwa di atas dapat

disimpulkan bahwa penutur A mencampurkan dua bahasa sekaligus secara

bersamaan yaitu bahasa gaul dan bahasa sunda ke dalam bahasa Indonesia

karena dilatarbelakangi oleh faktor lingkungan dan kebiasaan. Pencampuran

serpihan kata (bahasa Indonesia) di dalam bahasa sunda ragam kasar yang

digunakan ini merupakan peristiwa campur kode Maka muncul lah ragam

bahasa Indonesia yang kesunda-sundaan yang sedikit menyelipkan bahasa

gaul.

PENUTUR B

Sama halnya dengan penutur A yaitu peristiwa Campur Kode, tapi jika

penutur B dalam pembicaraannya banyak mencampurkan serpihan-serpihan

bahasa Indonesia ke dalam bahasa Sunda ragam kasar, untuk lebih jelas

dapat dilihat dari ujaran berikut:

B : Ngalahirkeun,, pertama kan perutna kontraksi bae anakna hanyang kaluar, terus ngalahirkeun disesar dan seminggu kemudian setelah disesar teteh aing di kiret..

B : Uterusna teu kabawa, “lupa” ceuk dokterna kandungana teu dikaluarkeun”, apa gitu tempat apanya gitu engga kebawa.

Kata-kata yang bercetak tebal merupakan serpihan – serpihan bahasa

Indonesia yang dicampurkan ke dalam bahasa dominan atau bahasa yang

digunakannya yaitu bahasa sunda ragam kasar yang digunakan oleh penutur

B. Pencampuran serpihan kata bahasa sunda ragam kasar di dalam bahasa

Indonesia yang digunakan merupakan peristiwa campur kode. Maka dari

peristiwa di atas dapat disimpulkan bahwa penutur B mencampurkan bahasa

Page 12: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

Indonesia ke dalam bahasa Sunda ragam kasar. Maka muncul lah ragam

bahasa Indonesia yang kesunda-sundaan.

2.    Bentuk rekaman Interferensi

Dari hasil rekaman di atas jika kita lihat penutur A dalam

pembicaraannya terkadang menyelipkan ujaran suatu bahasa terhadap

bahasa lain yang mencakup pengucapan dalam tata bentuk kata bidang

(Morfologi).

Interferensi ini terjadi dalam pembentuka kata dengan menyerap afiks-

afiks bahasa lain. Dapat dilihat dari hasil rekaman di atas yaitu penutur A

menyelipkan kata-kata yang menyerap afiks-afiks lain yaitu dengan

menyebutkan kata (dibeliin, ngapa-ngapain, nyalahin, kebawa). Jika di lihat

pada tingkat morfologi Sufiks (-in) itu tidak ada, ini merupakan kekeliruan

yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan dalam ujaran

bahasa Ibu atau dialek ke dalam bahasa (dialek kedua) dan ini merupakan

peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih.

Ramlan (2009:139) Jika Afiks ke- pada kata di atas, pada umumnya

melekat pada bentuk dasar yang termasuk golongan kata bilangan, namun

ada juga yang melekat pada bentuk dasar yang bukan kata bilangan, tetapi

jumlahnya sangat terbatas, contohnya kehendak, ketua, kekasih dan

ketahu. Pada kata kehendak, ketua dan kekasih, afiks ke- berfungsi

membentuk kata nominal, sedangkan pada kata ketahu afiks ke- berfungsi

membentuk pokok kata. Maka pada kata kebawa jika afiks ke- dirubah

Page 13: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

menjadi afiks ter- akan berterima karena afiks ke- telah dijelaskan di atas

yaitu tergolong dalam kata bilangan sedangkan kata kebawa bukan

tergolong kata bilangan. Oleh karena itu untuk lebih tepat lagi jika kata

kebawa dirubah menjadi terbawa, karena afiks ter- termasuk golongan kata

kerja

Bentuk-bentuk tersebut dikatakan sebagai bentuk interferensi karena

bentuk-bentuk tersebut sebenarnya ada bentuk yang benar, yaitu (dibelikan,

disalakan, diam saja, terbawa) namun tidak digunakan sesuai konteksnya.

Maka berdasarkan data-data di atas jelas bahwa proses pembentukan kata

yang disebut interferensi pada tingkat Morfologi tersebut mempunyai bentuk

dasar berupa kosa kata bahasa Indonesia dengan afiks-afiks dari bahasa

daerah.

Dilihat dari segi kemurnian bahasa, interferensi pada tingkat apa pun

merupakan “penyakit”, sebab “merusak” bahasa. Jadi, perlu dihindarkan.

Orang-orang yang berpaham purisme di Indonesia tentu tidak dapat

menerima bentuk-bentuk kata seperti kebawa, nyalahin, dibeliin dan ngapa-

ngapain. Begitu juga penggunaan unsur bahasa lain dalam bahasa Indonesia

dianggap juga sebagai suatu kesalahan.

C.    PEMBAHASAN

Penutur A dan B, yang berbahasa Ibu sama, bercakap-cakap dalam bahasa Sunda ragam

kasar, namun sesekali penutur A dan B melakukan campur kode yaitu ketika penutur B memulai

pembicaraan dengan lawan bicaranya (penutur B) menggunakan bahasa Indonesia, namun

Page 14: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

ketika ditanggapi oleh penutur B menggunakan bahasa sunda ragam kasar, setelah pembicaraan

berlanjut sesekali penutur A mencampurkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Sunda ragam

kasar. Namun, berbeda dengan penutur B peristiwa campur kode ketika penutur B mengutip

pembicaraan orang lain, penutur B sesekali mencampurkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa

Sunda ragam kasar yang di pakainya. Dari penjelasan di atas penutur A dan B mengalami

peristiwa campur kode karena dilatar belakangi oleh situasi dan kondisi yang terjadi

dilingkungannya ketika bertutur.

Berbeda halnya dengan peristiwa Interferensi, berdasarkan hasil rekaman di atas terdapat

peristiwa Interferensi yang dilakukan oleh penutur A. Peristiwa Interferensi ini dalam bidang

Morfologi, antara lain terdapat pembentukan kata dengan afiks. Chaer (2004:123) Afiks-afiks

suatu bahasa digunakan untuk membentuk kata dalam bahasa lain. Masalah ini terjadi dalam

bahasa Indonesia ada sufiks-in, maka penutur A bertutur menggunakannya dalam pembentukan

kata bahasa Indonesia yaitu pada kata kebawa, beliin, nyalahin . Dalam tingkatan Morfologi

Sufiks –in yang dipakai penutur B itu tidak ada. Bentuk-bentuk tersebut merupakan

penyimpangan dari sistematik morfologi bahasa Indonesia. Sebab untuk proses pembentukan

kata dalam bahasa Indonesia ada Sufiks –kan. seharusnya dibelikan, sufiks MeN- menjadi

menyalahkan, dan Prefiks ter- menjadi terbawa.

Page 15: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

BAB V

PENUTUP

Kebebasan penggunaan bahasa yang dilakukan oleh penutur dan

lawan tutur di atas semata-mata dilakukan dengan faktor ketidak sengajaan.

Pencampuran bahasa atau interfernsi dilakukan karena dilatar belakangi

oleh situasi dan penutur yang sama-sama berasal dari daerah (sunda),

penutur A yang mencampurkan bahasa Indonesia ke bahasa sunda di latar

belakangi oleh keterbiasaannya dia menuturkannya dengan orang,

kemudian sama halnya dengan penutur B yang mencampurkan bahasa

sunda ke bahasa Indonesia dilatar belakangi oleh adanya kutipan-kutipan

orang yang dia bicarakan, sehingga penutur B mencampurkan bahasa

Indonesia ketika mengutip pembicaraan sesorang. Berdasarkan rumusan

masalah di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kode yang digunakan di

lingkungan kostn ketika berbicara tergantung situasi dan siapa lawan.

Seperti halnya pada rekaman di atas, terkadang penutur A dan B

menyelipkan atau mencapurkan serpihan-serpihan B1 dan B2 ke dalam

bahasa dominan. Berbeda halnya dengan Interferensi, karena terbiasa

bertutur dengan bersufiks (-in) maka jika bertutur dengan lawan tuturnya

yang lain akan terulangi kembali. Oleh karena itu disebabkan oleh

lingkungan sekitar dan tempat tinggalnya yang mengakibatkan terjadinya

Interferensi (penyimpangan) bahasa.

Page 16: MAKALAH PENELITIAN SOSIOLINGUISTIK

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta

Moloeng, Lexy J. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Aslinda dan Syafyahya. 2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Rafika Aditama.

Ramlan. 2009. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V. Karyono