Makalah Penyakit Internal Gangguan Metabolit & Genetik

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH PENYAKIT INTERNA GANGGUAN METABOLIT DAN GENETIK TIMPANI

OLEH : KELOMPOK 4 RIZKI RAKADANA TRI WIDIAWATI IKA KUSNIA AYU ALFISAH ANJAR ADI SETIAWAN GILANG ROMADHON LUDDY ARDIAN NOVIA RACHMAWATI YAZID BUSTOMI (0911310061) (0911310067) (0911311006) (0911313003) (0911313015) (0911313022) (0911313028) (0911313032) (0911313037)

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Selain diare, penyakit kembung (Timpani) merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang ternak ruminansia terutama sapi dan domba. Meskipun terlihat sepele, sebaiknya kita selalu waspada, karena pada kasus yang berat dapat berakibat fatal dan kematian pada ternak. Tympani pada ternak dapat diakibatkan oleh banyak faktor. Namun secara garis besar, timbulnya kembung disebabkan karena akumulasi gas yang berlebihan di dalam rumen hewan ruminansia. Seperti kita ketahui, pencernaan bahan makanan di dalam perut hewan ruminansia dilakukan oleh mikroorganisme di dalam perut ternak.

Mikroorganisme yang secara alamiah ada di dalam perut yang bertugas melakukan pencernaan awal terhadap bahan makanan dan terutama protein. Proses pencernaan protein oleh mikroorganisme ini akan menghasilkan berbagai enzim dan asam amino yang dapat diserap oleh dinding usus ternak. Tanpa adanya mikroorganisme ini dapat dipastikan proses pencernaan makanan di dalam perut ternak tidak akan dapat terjadi. Namun di sisi lain, proses pencernaan bahan makanan oleh mikroba juga mengeluarkan eksreksi lain berupa gas yang sebagian besar adalah karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas inilah yang apabila tidak sempat dikeluarkan melalui anus dengan cara berkentut atau dengan bersendawa akan terakumulasi di dalam rumen. Seringkali kembung ringan seperti ini dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, apabila kejadian berlanjut dan tidak ditangani akumulasi gas terjebak ini akan membentuk buih/busa (froathy bloat) yang akan semakin sulit bagi ternak untuk mengeluarkannya. Perut kembung atau timpani adalah suatu keadaan mengembangnya rumen akibat terisi oleh gas yang berlebihan. Hal ini terjadi ketika esophagus mengalami sumbatan sehingga menghambat pengeluaran gas. Produksi gas yang cepat (CO2

dan CH4) sebagai hasil akhir fermentasi akan memicu terjadinya kembung. Kondisi ini dikaitkan dengan tingginya konsentrasi protein terlarut yang terdapat di dalam rumen. Gas yang terbentuk akan menetap di rumen dalam bentuk gelembung-gelembung kecil yang tidak merangsang terjadinya reflek bersendawa sehingga rumen mengembung.

.

1.2 TUJUAN Sebagai dasar pengetahuan bagi mahasiswa kedokteran hewan dalam memahani etiologi, pathogenesis, patologi anatomi, gejala klinis, penyebab, diagnosa, prognosa, terapi atau pengobatan serta cara pencegahan dari penyakit timpani yang merupakan salah satu penyakit internal gangguan metabolit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ETIOLOGI Timpani merupakan indigesti akut yang disertai dengan penimbunan gas di dalam rumen dan retikulum ruminansia yang penuh berisi gas (CO2 dan CH4) sebagai hasil akhir fermentasi yang berlebihan yang berasal dari proses pencernaan di dalam lambung. Hal ini terjadi ketika esophagus mengalami sumbatan sehingga menghambat pengeluaran gas.

Timpani disebabkan oleh penyebab primer dan penyebab sekunder. Penyebab primer adalah akibat dari fermentasi makanan yang berlebihan dan hewan tidak mampu mengeluarkan gas, sehingga gelembungelembung gas akan terakumulasi yang merupakan penyebab kembung. Sedangkan penyebab sekunder berupa gangguan yang bersifat fisikal yang terjadi pada daerah esophagus yang disebabkan oleh benda asing, stenosis atau tekanan dari perluasan jalan keluar esophagus. Makanan yang difermentasi misalnya hijuan segar yang banyak mengandung air dan berprotein tinggi. Hijuan leguminosa mudah berfermentasi dan mengeluarkan gas. Oleh karena itu pemberian hijauan leguminosa segar yang berlebihan dapat menyebabkan timpani. Pemberiaan makanan konsentrat yang terlalu banyak pula dapat menyebabkan timpani, terutama konsentrat yang mulai

busuk. Rumput basah atau berembun dapat juga menjadi penyebab perut kembung. Timpani biasanya terjadi pada sapi, kerbau dan kambing.

Kiri : isi rumen yang berbusa

Kanan : isi rumen normal

2.2 PATOGENESIS Pada ruminansia (sapi) timpani biasa disebabkan konsumsi legum yang banyak atau gangguan dalam esophagus dan alat tubuh lain. Faktor yang mendorong terjadinya timpani antara lain viskositas dan tegangan permukaan cairan rumen, aliran dan susunan air liur dan aktivitas mikroba. Air liur mengandung protein mucin yang mencegah terjadinya timbulnya busa pada air liur. Penguraian protein tersebut yang mungkin terjadi karena aktivitas bakteri menimbulkan terbenuknya busa dalam rumen. Banyaknya air liur juga berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya timpani. Sapi dengan air liur yang sedikit lebih beresiko. Aktivitas mikroba akibat peningkatan jumlah sukrosa dalam rumen juga memiliki pengaruh dalam pembentukan gas. Metabolism sukrosa oleh bakteri menghasilkan gas yang akan terperangkap dalam biofilm yang terbentuk oleh bakteri tersebut, sehingga menjadi gelembung yang memenuhi rumen. Dalam kondisi normal, kelebihan gas pada rumen akan dikeluarkan melalui mekanisme eruktasi. Gangguan pada reflek eruktasi menyebabkan tidak bisa keluarnya gas dari rumen, sehingga terjadi timpani. Gangguan reflek eruktasi

berkaitan dengan gangguan pada esophagus dan alat tubuh lain. Saat terjadi penumpukan gas, rumen bereaksi dengan kontraksi yang lebih sering dan lebih kuat dari keadaan normal. Karena kecepatan pembentukan gas melebihi kemampuan rumen untuk mengeluarkan ditambah dengan gangguan eruktasi menyebabkan penumpukan gas yang banyak. Kekuatan kontraksi rumen juga akan menurun dan mungkin hilang tonusnya. Volume rumen akan terus membesar karena gas yang terbentuk semakin banyak. Rumen akan mendesak ke arah rongga dada dan menimbulkan gangguan pernafasan. Dari titik tersebut kematian bisa terjadi jika tidak ditangani.

2.3 GEJALA- GEJALA Ternak nampak resah, Ada rasa sakit, Sisi perut sebelah kiri nampak menonjol (membesar) dibanding normalnya, Bila ditepuk-tepuk mirip suara drum. Tekanan intra rumen mengakibatkan : Pembesaran abdomen atau rumen, membesarnya rumen akan meningkatkan tekanan di dalam rongga perut dan rongga dada sehingga menyebabkan kesulitan bernafas yang ditandai dengan pernafasan dada yang cepat dan dangkal. Sebaliknya, paru-paru dan sistem peredaran darah jantung tidak bekerja. Apabila kondisi ini berlanjut maka akan terjadi gangguan peredaran darah dan kematian dalam beberapa menit Hewan gelisah Berbaring pada posisi bagian kanan bawah. Pulsus nadi meningkat terdengar eruktasi Mata merah, namun segera berubah menjadi kebiruan yang menandakan adanya kekurangan oksigen dan mendekati kematian. Angka kematian dapat mencapai 90% jika tidak tertolong. Ternak cenderung menendang dengan kaki belakang.

2.4 PENYEBAB Kembung perut antara lain disebabkan pemberian leguminosa (kacangkacangan) secara berlebihan. Daun legum yang mengandung kadar air dan protein yang tinggi menghasilkan asam-asam yang tidak mudah menguap seperti sitrat, malat dan suksinat. Asam-asam ini akan segera menurunkan pH rumen dalam waktu 30-60 menit pasca pemberian daun legum. Pemberian rumput terlalu muda secara berlebihan atau karena tidak dilayukan. Adanya sumbatan pada kerongkongan, bloat dapat juga terjadi pada ternak yang pergerakannya terbatas. Merumput pada lahan yang baru dipupuk, makan buah terlalu banyak, memakan racun dan ubi atau tanaman sejenis yang dapat menahan keluarnya gas dari perut.

2.5 PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI Penyakit kembung perut yang diderita sapi, dapat menyebabkan kematian karena struktur organ sapi yang unik. Dimana pada sapi, jantungnya terletak disebelah kanan perut, bukan dibagian dada seperti halnya manusia. Hal tersebut akhirnya menyebabkan jantung sapi terhimpit oleh angin dan asam lambung saat menderita kembung. Karena kembung yang terjadi, mendesak dan mengakibatkan perut sapi membesar kesamping. Secara umum apabila di bedah akan terjadi pembesaran pada perut bagian kiri atas dan cukup keras, bila ditepuk akan terasa ada udara dibaliknya, dan berbunyi seperti tong kosong. Dalam seksi ditemukan kolondan sekum yang mengalamidistensi dengan dindingnya yang berwarna pucat kebiruan. Apabila penimbunan gas disebabkan oleh obstruksi, penyebab obstruksi akan ditemukan.

2.6 DIAGNOSA Untuk mendiagnosa Timpani bisa dilakukan beberapa cara : 1. Berdasarkan gejala klinis Pada dasarnya tidak sulit untuk melakukan diagnosa timpani karena pada penderita timpani gejala yang tampak sangat jelas dan mudah dikenali, terutama adanya pembesaran lambung di daerah fossa paralumbalis. 2. Pemeriksaan abdomen (Inspeksi, Auskultasi, Palpasi, Perkusi) Pada pemeriksaan abdomen yang pertama dilakukan adalah Inspeksi dengan mengamati perubahan-perubahan pada bagian abdomennya. Hal yang mudah dikenali adalah adanya pembesaran abdomen sebelah kiri. Meski sesuai susunan anatominya abdomen sebelah kiri memang lebih besar daripada abdomen sebelah kanan, namun pada penderita timpani abdomen sebelah kirinya akan lebih besar daripada normal dan terasa keras. Selanjutnya dilakukan auskultasi, dengan cara menekankan stetoskop pada bagian fossa paralumbalis. Pada ruminansia penderita Timpani saat

dilakukan auskultasi tidak terdengar adanya kontraksi dari rumen ataupun suara gemericik (gurgling) seperti halnya pada ruminansia normal. Palpasi dilakukan dengan cara menekankan kepalan tangan ke daerah fossa paralumbalis. Saat ditekan inilah akan terasa bahwa abdomen penderita timpani terasa sangat keras dan tegang yang disebabkan penimbunan gas pada bagian rumennya sehingga menekan rongga abdomen untuk lebih membesar. Kemudian masih dengan cara yang sama yakni dengan menekankan kepalan tangan ke fossa paralumbalis, hitung frekuensi pergerakan/motilitas rumen dan tonus rumen. Pada ruminansia yang menderita timpani motilitas rumen dan tonus rumennya akan mengalami penurunan. 3. Catatan pemberian pakan dan penggembalaan 4. Memasukkan Stomach Tube ke dalam rumen. Cara yang terakhir ini berfungsi untuk membedakan apakah hewan menderita bloat atau timpani. Jika saat Stomach Tube sudah dimasukkan ke dalam rumen dan yang keluar adalah isi rumen dengan konsistensi berbusa maka bisa dipastikan bahwa hewan tersebut menderita Timpani.

2.7 DIAGNOSA BANDING a. Peritonitis atau infeksi pada rongga abdominal b. Water belly atau pecahnya kandung kamih, c. Bunting tua, d. Akumulasi cairan abnormal dalam uterus selama kebuntingan, e. Displacement abomasum kiri atau kanan, f. Vagal indigestion, g. Intestinal volvulus (twisted intestines), h. Ascites (akumulasi cairan di dalam rongga peritoneal) atau

pneumoperitoneum (akumulasi udara di dalam rongga peritoneal).

2.8 PROGNOSA Ramalan kelanjutan penyakit biasanya tidak menguntungkan penderita atau dapat mengaibatkan kematian jika lambat dilakukan pertolongan ataupun bersifat fausta-infausta

2.9 TERAPI A. TROKARISASI Pertolongan untuk mengurangi distensi perlu segera diberikan. Trokarisasi dengan trokar dilakukan pada bagian perut yang mengalami tingkat destensi paling besar sebelah kanan atau kiri. Untuk itu terlebih dahulu perlu dilakukan desinfeksi secukupnya. Kadang pepbebasan gas dengan trokar mengundang resiko terjadinya peritonitis. Gas dikeluarkan dengan cara menusukkan cannula pada perut ternak bagian sebelah kiri langsung pada rumen. Supaya tepat, tandai perut sapi dengan menggunakan gambar segitiga yang menghubungkan titik tulang pinggul, titik rusuk akhir dan titik transverssus processus, tusukan cannula tepat dititik tengah segitiga ke dalam rumen melewati peritoneum. Pengeluaran gas dilakukan sedikit demi sedikit dengan cara menarik trocar perlahan-lahan agar isi rumen tidak tersedot keluar dan menyumbat pipa trocar.

Canula dan Trocar secara terpisah

Canula dan Trocar yang sudah digabungkan

Posisi penusukan Trokar Setelah gas dapat dibebaskan segera dimasukkan obat- obat antizymotik antara lain formalin atau chloroform sebanyak 30 ml, minyak terpentin 15-30 ml, sediaan yodium atau obat merah secukupnya. Obat-obat Antyzomotic ini yang akan menurunkan proses fermentasi mikroba, sehingga jumlah gas (frothy bloat) secara berangsur-angsur turun. Apabila gas telah di bebaskan, pemeriksaan rectal selanjutnya dapat membantu menentukan ada tidaknya obstruksi. Pemberian laksansia rigan misalnya minyak mineral 2-4 L dapat menimbulkan peristaltic lagi serta melicinkan jalanya pengeluaran tinja. Untuk mengurangi rasa sakit pemberian aspirin atau dipyrone (Novin) 50%, 10- 20 ml dapat dipertimbangkan. Obat-obat suportif lain, misalnya penguat jantung dan cairan elektrolit dapat diberikan bila dipandang perlu.

B. STOMACH TUBE Stomach tube merupakan metode yang banyak digunakan untuk mengeluarkan gas dan tekanan dari rumen karena lebih aman dan trauma yang ditinggalkan pada hewan relatif kecil. Stomach Tube (ukuran standart = diameter dalam 1.5-2.0 cm) dimasukkan melalui mulut dengan bantuan spekulum logam untuk mencegah hewan mengunyah tubenya. Kerja dari Stomach Tube ini relatif cepat, sekitar 1 menit.

Spekulum Besi

Stomach Tube

Posisi Stomach Tube yang masuk melalui mulut dengan bantuan spekulum besi menuju ke rumen.

C. SECARA MEDIS 1. Anti Bloat (bahan aktif: Dimethicone). dosis sapi/ kerbau: 100 ml obat diencerkan dengan 500 ml air, sedang untuk kambing/ domba: 25 ml obat diencerkan dengan 250 ml air, kemudian diminumkan. Dimethicone bekerja dengan cara menurunkan tegangan permukaan, sehingga gelembung-gelembung gas dalam rumen terurai menjadi gelembung-gelembung kecil kemudian bergabung sehingga dapat dikeluarkan dari saluran pencernaan. 2. Wonder Athympanicum. dosis: sapi/ kerbau: 20 50 gram, sedang untuk kambing/ domba: 5 20 gram, dicampur air secukupnya, kemudian diminumkan. C. SECARA TRADISIONAL. 100 200 ml minyak goreng/ minyak kelapa dicampur minyak kayu putih/ minyak atsiri lainnya, kemudian diminumkan. Ternak diberi gula merah yang disedu dengan asam Jawa. Jahe (secukupnya) digiling, tambahkan 1 sendok teh kopi bubuk, campurkan dengan 100 150 ml air . Berikan setiap hari sampai sembuh. Jahe (secukupnya) digiling, gosokkan pada tubuh ternak 1- 3 kali/ hari. Berikan daun pepaya segar sebagai pakan. Satu sendok teh kopi bubuk, satu sendok teh garam, campurkan dengan air sebanyak 100 150 ml. Berikan setiap 2 kali sehari sampai sembuh.

2.10 PENCEGAHAN Pemberian pakan sesuai aturan, misalnya komposisi rumput dan leguminosa yang benar. Hijauan yang akan diberikan hendaknya dilayukan terlebih dahulu. Jika ada ternak yang kembung : Upayakan untuk tetap berdiri atau bergerak, Jika mungkin mulut tetap terbuka atau tetap usahakan Mengunyah supaya air liur keluar, misalnya dengan

Ikatkan tali atau kayu dalam mulut supaya ternak mengunyahnya dan air liur keluar. Selama musim hujan sebaiknya ternak diberi pakan kasar sebelum dilepas di padang penggembalaan yang basah. Ternak jangan digembalakan terlalu pagi ketika rumput masih basah dan hindari memberi ternak dengan rumput atau daun-daun muda dan tanaman leguminosa (kacang-kacangan). Jangan membiarkan ternak terlalu lapar. Jangan memberikan makanan yang sudah rusak/ busuk/ berjamur. Hindari pemberian rumput/ hijauan yang terlalu banyak, lebih baik memberikan sedikit demi sedikit tetapi sering kali.

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN Timpani merupakan indigesti akut yang disertai dengan penimbunan gas di dalam rumen dan retikulum ruminansia yang penuh berisi gas (CO2 dan CH4) sebagai hasil akhir fermentasi yang berlebihan yang berasal dari proses pencernaan di dalam lambung. Hal ini terjadi ketika esophagus mengalami sumbatan sehingga menghambat pengeluaran gas. Timpani memiliki prognosa Fausta-Infausta, dimana apabila cepat ditangani masih ada kemungkinan untuk sembuh, namun apabila telat ditangani angka kematiannya bisa mencapai 90 %. Penanganan yang bisa dilakukan adalah Trokarisasi, pengeluaran gas dengan menggunakan Stomach Tube, Obat-obatan baik yang modern maupun tradisional.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta. Blakely, J dan D.H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan B. Srigandono). Thomson, K. 2004. Goat Health And Management. Boer Briefs: 1-2. Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika., A. Djajanegara., S. Gardiner dan T. R. Wiradarya.1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press. Surakarta.