Upload
zakery-abbasy-rahman
View
1.033
Download
201
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah Penyimpangan Aqidah dalam Agama ISlam
Citation preview
MAKALAH
PENYIMPANGAN AQIDAH DALAM AGAMA ISLAM
Oleh:
Kelompok 12
Talitha Widya Utami (15523 )
Zakery (15523 )
Muhammad Fadhilatul Ma’arif (15523 )
Yosha Putra (15523 )
Dosen Pengampu :
Aang Kunaepi, M.Pd.I.
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERISTAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2015
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Penyimpangan Dalam Agama Islam. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Aang
Kunaepi, M.Pd.I. selaku Dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam
Indonesia yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Shalawat dan salam tercurahkan
kepada Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasalam penutup para nabi dan rosul, yang telah
membawa risalah Islam yang sempurna.dan juga kepada keluarganya , dan orang-orang yang
senantiasa mengikuti jalan beliau hingga hari kiamat kelak.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai penyimpangan dalam agama Islam. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
Yogyakarta, Desember 2015
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3
A. Pengertian Aqidah ......................................................................................... 3
1. Aqidah Secara Etimologi ........................................................................ 3
2. Aqidah Secara Syara’ .............................................................................. 3
B. Sumber – Sumber Aqidah ............................................................................. 5
C. Pengertian Penyimpangan Dalam Agama Islam ........................................... 6
D. Sebab – Sebab Penyimpangan Agama Islam ................................................ 7
E. Macam – Macam Penyimpangan Dalam Agama Islam ................................ 10
1. Dalam Masalah Tauhid ........................................................................... 10
2. Dalam Masalah Asma’ wa Sifat .............................................................. 11
3. Dalam Masalah Ibadah ............................................................................ 12
4. Dalam Masalah Sunnah ........................................................................... 12
5. Dalam Pemahaman Terhadap Al-Qur’an Dan Sunnah ........................... 13
6. Dalam Masalah Shahabat Nabi ............................................................... 14
7. Dalam Masalah Hadits ............................................................................ 14
8. Dalam Masalah Jihad .............................................................................. 15
9. Dalam Masalah Iman .............................................................................. 16
10. Dalam Masalah Politik ............................................................................ 18
F. Contoh – Contoh Aliran yang Menyimpang Dari Agama Islam .................. 18
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ................................................................................................... 19
B. Saran .............................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 20
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai suatu ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar
nilai manfaatnya, semakin penting ilmu tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang paling
utama adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta.
Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT adalah orang yang bodoh, karena tidak
ada orang yang lebih bodoh dari pada orang yang tidak mengenal penciptanya.
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-
lengkapnya bentuk dibanding dengan makhluk/ciptaan yang lain. Kemudian Allah
bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya untuk menyerukan kepada
tauhid. Begitu pentingnya aqidah bagi seluruh manusia, sehingga Nabi Muhammad
Saw., penutup para Nabi dan Rasul membimbing umatnya selama 13 tahun ketika
berada di Makkah dengan menekankan masalah aqida, karena aqidah adalah
landasan semua tindakan, bahkan merupakan landasan bangunan Islam. Oleh
karena itu, maka para dai dan para pelurus agama dalam setiap masa selalu
memulai dakwah mereka dengan tauhid dan pelurusan aqidah sebelum mereka
mengajak kepada perintah-perintah agama yang lain. Bahkan para Nabi dan Rasul
sebelum Rasulullah juga menyerukan hal yang sama dalam dakwah-dakwah mereka
kepada umatnya. Hal ini seperti firman Allah dalam Al Quran surat An Nahl ayat
36 dan surat Al A'raaf ayat 59, 65, 73 dan 85
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan), „Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut1 itu‟,…” (QS. An
Nahl: 36)
“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.”
(QS. Al A'raaf: 59, 65, 73, 85)
Semua orang yang berakal sehat tentu sepakat kalau penyimpangan
terhadap hal apapun adalah sesuatu yang negatif dan tidak dapat dibenarkan.
Apalagi kalau penyimpangan tersebut terjadi terhadap hal-hal yang prinsip seperti
penyimpangan terhadap akidah . Di negeri kita penyimpangan akidah bukanlah
persoalan dan kasus baru yang kita jumpai. Bahkan ia telah ada sejak negeri ini
2
merebut kemerdekaannya dan terbebas dari belenggu penjajahan. Tapi tampaknya
penyimpangan terhadap akidah akan terus berlangsung sampai kapan pun dalam
negri kita, bahkan ia akan menjadi persoalan atau kasus yang akhirnya dianggap
biasa dan sah-sah saja, hingga tidak peduli jika mereka atau keluarga mereka
sendiri telah masuk dan terjerumus ke dalam lembah kesesatan tersebut.
Belakangan ini kita saksikan banyak sekali bermunculan aliran-aliran sesat
dan menyesatkan yang sangat meresahkan umat dan menodai ajaran Islam serta
merusak akidah yang benar, seperti kasus nabi palsu; Lia Eden, al-Qiyadah al-
Islamiyah, dan baru-baru ini kasus lama yang muncul kembali yakni kasus
kelompok dan ajaran sesat Ahmadiyah yang menimbulkan pro-kontra di antara
umat Islam. Padahal faham dan ajaran yang dianut oleh kelompok ini jelas-jelas
telah menodai ajaran Islam dan menyimpang dari akidah Islam yang benar, tapi
anehnya masih saja ada sebagian umat Islam dan tokoh-tokoh Islam yang turut
membela dan memperjuangkannya. Perlu kita ketahui bahwa penyimpangan
terhadap akidah dalam Islam merupakan persoalan yang sangat besar dan tidak
dapat dianggap sepele karena dapat menyebabkan para pelakunya dan orang-orang
yang mendukung berlangsungnya penyimpangan terhadapnya keluar dari agama
Islam itu sendiri.
Aqidah tersebut dalam tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabila suatu
umat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitasi adalah aqidahnya terlebih
dahulu. Di sinilah pentingnya aqidah ini, apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan
keberhasilan dunia dan akhirat. Aqidah merupakan kunci kita menuju surga.
Aqidah juga menjadi dasar dari seluruh hukum-hukum agama yang berada di
atasnya. Aqidah Islam adalah tauhid, yaitu mengesakan Tuhan yang diungkapkan
dalam syahadat pertama. Sebagai dasar, tauhid memiliki implikasi terhadap seluruh
aspek kehidupan keagamaan seorang Muslim, baik ideologi, politik, sosial, budaya,
pendidikan dan sebagainya.
B. Tujuan
1. Mengetahui penyimpangan dalam agama seperti apa yang sedang terjadi.
2. Mengetahui penyebab penyimpangan dalam agama.
3. Mengetahui cara-cara penanggulangan penyimpangan dalam agama.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aqidah
1. Aqidah Secara Etimologi
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. Kalimat “Saya
ber-i’tiqad begini” maksudnya: saya mengikat hati terhadap hal tersebut. Aqidah
adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan “Dia mempunyai aqidah
yang benar” berarti aqidahnya bebas dari keraguan.Aqidah merupakan perbuatan
hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.
2. Aqidah Secara Syara’
Yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab – kitabNya, para
RasulNya dan kepada Hari Akhir serta kepada qadar yang baik maupun yang
buruk.Hal ini disebut juga sebagai rukun iman. Syari’at terbagi menjadi dua
yaitu i’tiqadiyah dan amaliyah. I‟tiqadiyah adalah hal-hal yang tidak
berhubungan dengan tata cara amal. Seperti i’tiqad (kepercayaan) terhadap
rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepadaNya, juga beri’tiqad terhadap
rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah (pokok agama).
Sedangkan amaliyah adalah segala apa yang berhubungan dengan tata
cara amal. Seperti shalat, zakat, puasa dan seluruh hukum-hukum amaliyah.
Bagian ini disebut far’iyah (cabang agama), karena ia dibangun di atas
i’tiqadiyah. Benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya
i’tiqadiyah. Maka aqidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama
serta merupakan syarat sahnya amal. Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa
Ta’ala: “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah
4
ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang
pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi: 110)
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”
(Az-Zumar: 65)
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta‟atan kepada-Nya.Ingatlah,
hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik).”
(Az-Zumar: 2-3)
Ayat-ayat di atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak, menunjukkan
bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah
perhatian Nabi Saw. yang pertama kali adalah pelurusan aqidah. Dan hal
pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah
semata dan meninggalkan segala yang dituhankan selain Dia.
Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta’ala:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): „Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu‟, …”
(An-Nahl: 36)
Dan setiap rasul selalu mengucapkan pada awal dakwahnya:
“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selainNya.”
(Al-A’raf: 59, 65, 73, 85)
Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib dan
seluruh rasul. Selama 13 tahun di Makkah -sesudah bi’tsah- Nabi Saw.
mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan aqidah, karena hal itu
merupakan landasan bangunan Islam. Para da’i dan para pelurus agama dalam
5
setiap masa telah mengikuti jejak para rasul dalam berdakwah. Sehingga mereka
memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan aqidah, setelah itu mereka
mengajak kepada seluruh perintah agama yang lain.
B. Sunber – Sumber Aqidah
Aqidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan
dalil syar’i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah
sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Sebab tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang
apa-apa yang wajib bagiNya dan apa yang harus disucikan dariNya melainkan
Allah sendiri. Dan tidak seorang pun sesudah Allah yang lebih mengetahui
tentang Allah selain Rasulullah Saw..
Oleh karena itu manhaj Salafus Shalih dan para pengikutnya dalam
mengambil aqidah terbatas pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka segala apa
yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang hak Allah mereka
mengimaninya, meyakininya dan mengamalkannya. Sedangkan apa yang tidak
ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah mereka menolak dan menafikannya
dari Allah. Karena itu tidak ada pertentangan di antara mereka di dalam
i’tiqad.Bahkan aqidah mereka adalah satu dan jama’ah mereka juga satu.
Karena Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Al-
Qur’an dan Sunnah RasulNya dengan kesatuan kata, kebenaran aqidah dan
kesatuan manhaj. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, …” (Ali Imran: 103)
6
“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripadaKu, lalu barangsiapa yang
mengikut petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (Thaha: 123)
Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah (golongan yang
selamat). Sebab Rasulullah telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat, ketika
memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yang
kesemuanya di Neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu
itu, beliau menjawab: “Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran yang
sama dengan ajaranku pada hari ini, dan para sahabatku.” (HR. Ahmad)
Kebenaran sabda baginda Rasul Saw. tersebut telah terbukti ketika
sebagian manusia membangun aqidahnya di atas landasan selain Kitab dan
Sunnah, yaitu di atas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang
diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi maka terjadilah penyimpangan dan
perpecahan dalam aqidah yang mengakibatkan pecahnya umat dan retaknya
masyarakat Islam.
C. Pengertian Penyimpangan Dalam Agama Islam
Dalam kamus KBBI kata “penyimpangan” berasal dari kata simpang
yang berarti sesuatu yang memisah (membelok, bercabang,melencong) dari
yang lurus (induknya), dan penyimpangan yaitu proses,cara, perbuatan
menyimpang atau bertindak di luar kaidah yang berlaku. Agama ialah ajaran,
sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan
Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia
dan manusia serta lingkungannya. Islam ialah ajaran yang dibawa oleh nabi
Muhammad sholallohu alaihi wasallam yang berlandaskan Al-quran dan As-
sunnah.
7
Dari definisi diatas, dapat kita ketahui pengertian penyimpangan dalam
agama islam ialah membeloknya pemahaman seorang yang beragama islam dari
Al-quran dan As-sunnah. Pemahaman yang menyimpang dari Al-quran dan
sunnah di sebut juga aliran sesat. pengertian “sesat” dalam istilan “aliran sesat”
adalah penyimpangan dari dasar-dasar Islam (ushuluddin) yang di rumuskan
oleh MUI pada tanggal 6 Nopember 2007, ke dalam 10 kriteria, yaitu:
1. Mengingkari salah satu rukun iman dan rukun islam.
2. Meyakini atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i.
3. Meyakini turunnya wahyu sesudah al-Qur’an.
4. Mengingkari otentisitas dan kebenaran al-Quran.
5. Menafsirkan al-Quran tidak berdasar kaidah-kaidah tafsir.
6. Mengingkari kedudukan hadist Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
7. Menghina, melecehkan dan/atau merendahkan Nabi dan Rasul.
8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dana Rasul terakhir.
9. Mengubah, menambah, dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah
ditetapkan syari’at.
10. Mengafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i, seperti mengkafirkan
seorang muslim hanya karena bukan kelompoknya.
Kesepuluh maklumat yang dikeluarkan oleh MUI bukan tanpa dasar,
bahkan dilandasi oleh banyak dalil dari Al Qur’an dan Al Hadist serta
bersesuaian dengan prinsip-prinsip Ahlussunah Wal Jama’ah.
D. Sebab – Sebab Penyimpangan Agama Islam
Penyimpangan dari agama islam yang benar adalah kehancuran dan
kesesatan. Karena agama islam yang didasari dengan aqidah shahihah yang
benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat. Tanpa aqidah
yang benar seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-
raguan yang lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari
pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya
terasa sempit lalu ia ingin terbebas dari kesempitan tersebut dengan menyudahi
8
hidup, sekali pun dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada banyak
orang yang telah kehilangan hidayah aqidah yang benar.
Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shahihah yang harus kita ketahui
yaitu:
1. Kebodohan terhadap aqidah shahihah, karena tidak mau (enggan)
mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian
terhadapnya. Sehingga tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal aqidah
shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya.Akibatnya,
mereka meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil
dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar
Radhiallaahu anhu : “Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu
demi satu, manakala di dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa
mengenal kejahiliyahan.”
2. Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek
moyangnya, sekali pun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang
menyalahinya, sekali pun hal itu benar. Sebagaimana yang difirmankan
Allah Subhannahu wa Ta’ala: “Dan apabila dikatakan kepada mereka:
“Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah” mereka menjawab: “(Tidak),
tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) ne-
nek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk?” (Al-Baqarah: 170)
3. Taqlid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah
tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh
kebenarannya. Sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti
Mu’tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaqlid kepada orang-orang
sebelum mereka dari para imam sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh dari
aqidah shahihah.
4. Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih,
serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga meyakini
pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah,
baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun menolak
9
kemudharatan.Juga menjadikan para wali itu sebagai perantara antara Allah
dan makhlukNya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali
tersebut dan bukan menyembah Allah. Mereka bertaqarrub kepada kuburan
para wali itu dengan hewan qurban, nadzar, do’a, istighatsah dan meminta
pertolongan.Sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh Alaihissalam
terhadap orang-orang shalih ketika mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali
kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’,
Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.” [1] (Nuh: 23). Dan demikianlah yang terjadi pada
pengagung-pengagung kuburan di berbagai negeri sekarang ini.
5. Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat
raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam
KitabNya (ayat-ayat Qur’aniyah). “Allah-lah yang telah menciptakan langit
dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan
dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia
telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan
dengan kehendakNya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-
sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang
terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu ma-
lam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari
segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung
nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” (Ibrahim: 32-34)
6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam,
sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada ha! Nabi
!!!luhammad SAW telah memperingatkan yang artinya : “Setiap anak
terlahirkan berdasarkan hthrahnya, maka kedua orang tuanya yang
meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya” (HR: Bukhari).
Apabita anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan
dipengaruhi oleh acara l program televisi yang menyimpang, lingkungannya,
dan lain sebagainya.
7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam
pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2
10
jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering.
Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak
mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh
negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan
mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali
dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan clunia dan
akherat kita, Allah SVVT berfirman dalam Surah An-Nisa’ 69 yang artinya :
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasu!-Nya, mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat Allah, yaitu: “Nabi-
nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh.
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. “
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : “Barangsiapa yang
mengerjakan amal shaleh baik laki-Jaki maupun perempuan, dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan karrri beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
E. Macam – Macam Penyimpangan Dalam Agama Islam
1. Dalam masalah Tauhid
Mereka, para ulama ahlus sunnah selalu mementingkan tauhid dan
menjelaskan bahwa tauhid للا االإ لا ال bermakna “Tidak ada yang berhak
diibadahi kecuali Allah (uluhiyyah), sebagaimana terkandung dalam ayat:
ا ا ا ا (36 :ءاسىلا) …
Beribadahlah kepada Allah dan jangan-lah kalian mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu apa pun… (An-Nisaa’: 36)
Dengan prinsip ini, mereka selamat dari kekafiran atheisme yang tidak
bertuhan dan selamat pula dari paganisme yang bertuhan banyak.
11
2. Dalam Masalah Asma’ wa Sifat
Mereka, para ulama ash-habul hadits (ahlus sunnah) tidak berani
berbicara tentang sifat-sifat Allah kecuali apa yang telah dikatakan oleh Allah
dalam al-Qur’an dan apa-apa yang telah dijelaskan oleh Rasulullah للا لص
stidah malad لن س ل -hadits yang shahih. Mereka tidak berani pula menarik
maknanya kepada makna lain selain apa yang terdapat pada teks-nya. Karena
masalah sifat-sifat Allah adalah ghaib, tidak ada seorang pun yang dapat
menebak-nebak atau memikirkan dzat Allah.
ا ى ه س و ى س ي ل ا ا و ء ا ا س . (ا ا : ى ل و
180)
Hanya milik Allahlah asma-ul husna, maka mohonlah kepada-Nya dengan
menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyim-
pang dari kebenaran dalam nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat
balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (al-A’raaf: 180)
Mereka tidak berani pula membayangkan seperti apa atau bagaimananya.
Maka di samping mereka selamat agamanya, juga selamat akalnya. Orang-orang
yang mencari-cari sendiri tentang dzat Allah akan tersesat agamanya dan orang
yang membayangkan seperti apa atau bagaimana Allah akan rusak akal-nya.
3. Dalam Masalah Ibadah
Mereka, para pengikut salafus shalih, tidak beribadah kepada Allah
kecuali dengan cara yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. (sunnah). Mereka tidak
berani merubah-rubah, mengganti, mengurangi atau menambahi dari hasil
pemikirannya sendiri. Sebagaimana para rasul memerintahkan kepada kaumnya:
12
. (ا اء ى ا ا :
Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. (asy-Syu’araa: 144)
Yakni bertakwanya kepada Allah tetapi dengan mengikuti dan mentaati rasul
Nya. Maka Tata cara ibadah menurut mereka sudah baku (tauqifiyyah) tidak bisa
diubah-ubah.
Dengan demikian mereka selamat dari kebid’ahan-kebid’ahan (ajaran-
ajaran baru) yang tidak pernah dikenal oleh kaum muslimin yang pertama. Dan
selamat pula dari kesesatan para pengingkar sunnah yang menciptakan agama
baru.
4. Dalam Masalah Sunnah
Mereka – sesuai dengan sebutannya ahlus sunnah – senantiasa berpegang
dengan sunnah (ajaran nabi) sebagai tafsir dari al-Qur’an, sehingga mereka
dapat memahami al-Qur’an dengan tepat seperti apa yang dipahami oleh
Rasulullah Saw. karena ucapan, perbuatan dan perangai Rasulullah Saw. adalah
terjemahan dari al-Qur’an. Aisyah Ra. berkata:
. ( ا ه لن و ا ل ا ى ( ى
Bahwasanya perangai Rasulullah ada-lah al-Qur‟an. (HR. Muslim, Ahmad dan
Abu Dawud)
sehingga mereka selamat dari kesalah-pahaman dalam panafsiran al-Qur’an dan
selamat dari kesesatan.
ا ل ي ا س و : ا ل ي ي ن مكاحلا ا ) .
( ص ا ة، ي
13
Aku tinggalkan kepada kalian dua per-kara yang kalian tidak akan tersesat se-
telah berpegang dengan keduanya, yai-tu kitabullah dan sunnahku. Dan kedua-
nya tidak akan terpisah hingga menemuiku di telaga Haud. (HR. Hakim; Syaikh
al-Albani menshahihkanya dalam Shahih Jami’us Shaghir)
5. Dalam Pemahaman Terhadap Al-Qur’an Dan Sunnah
Mereka mengetahui bahwa generasi terbaik umat ini adalah para
shahabat nabi. Maka mereka meyakini bahwa para shahabat lebih memahami al-
Qur’an dan sunnah. Sehingga dalam memahami, menyimpulkan dan
menerapkan al-Qur’an dan sunnah, mereka melihat ucapan-ucapan para
shahabat dan keterangan-keterangan dari mereka, karena yang akan
mendapatkan keridhaan dari Allah adalah para shahabat Muhajirin dan Anshar,
dan orang-orang yang mengikuti mereka.
Allah لاعت ىاح س berfirman:
ي ى ه ى ا ا ا ن ا ن ى ي ا ا ا ي ا و
ن . (ا : ا ا ا ي ا ت ن 100)
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai
di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan
yang besar. (At-Taubah: 100)
Sehingga mereka selamat pula dari ke-salah-pahaman dan kekeliruan dalam
penerapan al-Qur’an dan sunnah.
14
6. Dalam Masalah Shahabat Nabi
Ahlus sunnah menganggap bahwa para shahabat adalah generasi yang
terbaik dan semuanya merupakan rawi-rawi yang adil dan jujur, sehingga
mereka menerima riwayat-riwayat haditsnya. Bagi mereka kesepakatan para
shahabat merupakan dalil (hujjah) setelah al-Qur’an dan sunnah. Karena
Rasulullah ملس لع للا لص menyatakan bahwa umatku tidak akan sepakat
atas kesesatan.
Rasulullah ملس لع للا لص bersabda:
و . ( ا ا ه ي ا ي ل ا و ه ل ص إ ى و ،
( ا غ ح و ص ا
Sesungguhnya Allah ta‟ala tidak akan mengumpulkan umatku di atas kesesat-
an. Dan tangan Allah di atas jama‟ah. (HR. Tirmidzi; Syaikh al-Albani men-
shahihkannya dalam Shahih Jami’ ash-Shaghir)
Sebagaimana disebutkan dalam atsar dari Ibnu Mas’ud ىع للا,
beliau berkata: “Sesungguhnya Allah melihat para hamba dan mendapati hati
Muhammad ملس لع للا لص sebaik-baik hati para hamba, maka ia jadikan
untuk diri-Nya dan diutus sebagai rasul-Nya. Kemudian Allah melihat hati-hati
para hamba dan melihat hati-hati para shahabat adalah sebaik-baik hati para
hamba, maka Allah jadikan sebagai pendukung-pendukungnya, pembela-
pembela-Nya dan berperang di atas agamanya. Maka apa yang dilihat oleh kaum
muslimin itu sebagai kebaikan, maka di sisi Allah hal itu baik. Sebaliknya apa
yang dilihat oleh mereka sebagai kejelekan, maka di sisi Allah hal itu
merupakan kejelekan. (Atsar Hasan Mauquf; diriwayatkan oleh Thayalisi,
15
Ahmad dan Hakim menshahihkan dan disepakati oleh adz-Dzahabi; Demikian
komentar Syaikh al-Albani dalam Takhrij Syarh Aqidah ath-Thahawiyah, hal.
470)
Keyakinan ini menyelamatkan mereka dari apa yang telah menyesatkan
kaum Syi’ah Rafidhah. Dengan caci-makian mereka terhadap para shahabat,
gugurlah syariat ini, karena para shahabat adalah pembawa-pembawa ilmu dan
rantai rawi yang pertama yang menjembatani Rasulullah ملس لع للا لص
dengan generasi-generasi setelahnya.
7. Dalam Masalah Hadits
Para ulama ahlus sunnah tidak sembarangan menerima riwayat suatu
hadits, karena sunnah-sunnah Rasulullah ملس لع للا لص dan ucapan-
ucapan para shahabat (atsar-atsar) didapat oleh mereka melalui silsilah para rawi
yang telah mereka periksa, apakah rawi-rawi tersebut terpercaya (tsiqah), kuat
hafalannya (dhabit), sanadnya bersambung (mutashil) ataukah kebalikannya.
Sehingga dengan ilmu (Musthalahul hadits) tersebut, mereka memisahkan antara
hadits-hadits yang shahih dan hadits-hadits yang dhaif.Kemudian mereka
memakai yang shahih dan meninggalkan yang dlaif.
Hingga mereka selamat dari penyimpangan dikarenakan menyangka itu hadits
Rasulullah ملس لع للا لص. Dan selamat dari kebid’ahan yang dikira
perintah nabi ternyata bukan dan selamat pula dari ancaman-ancaman Allah
terhadap orang-orang yang berdusta atas nama Rasulullah لن. لص س ل
Dalam sebuah hadits yang mutawatir, Rasulullah ملس لع للا لص
bersabda:
16
. (ه ل ي ا ه ه ه و ا ل ل ي (ه
Barangsiapa yang berdusta atas nama-ku dengan sengaja, maka hendaklah dia
mempersiapkan tempatnya dalam neraka.
(HR. Bukhari Muslim dan lain-lain-nya)
8. Dalam Masalah Jihad
Jihad dengan makna perjuangan dakwah menyampaikan syariat agama
Allah dan sunnah-sunnah Rasulullah ملس لع للا لص terus berlangsung
setiap saat sepanjang masa. Adapun jihad bermakna perang menumpahkan darah
musuh merupakan ibadah yang dilakukan secara berjama’ah yang tidak bisa
dilakukan kecuali ber-sama seorang penguasa (imam).Dan yang diperangi
adalah orang-orang kafir harbi. Namun bukan menunggu munculnya imam
tertentu seperti Syi’ah Rafidhah, tapi dengan penguasa muslim yang ada
sekarang. Dengan prinsip mereka ini, kaum muslimin selamat dari fitnah dan
kekacauan. Kalau saja dibiarkan setiap muslim “berperang” sendiri-sendiri,
membunuh orang-orang kafir di mana pun dia temui, maka akan terbunuh orang
kafir yang tidak layak dibunuh (perempuan, anak-anak, kafir dzimni, dan kafir
mu’ahad) bahkan bisa jadi akan membunuh orang-orang muslim yang dianggap
kafir. Maka yang terjadi adalah kekacauan dan pertumpahan darah sesama kaum
muslimin.
9. Dalam Masalah Iman
Para ulama ahlus sunnah sejak zaman salafus shalih sampai hari ini meyakini
bahwa iman bisa bertambah dan bisa berkurang bahkan bisa hilang sama sekali.
Iman dapat bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemak-siatan.
17
Sehingga ahlus sunnah selamat dari pengkafiran terhadap orang-orang yang
masih muslim, karena mengira iman hilang dengan kemaksiatan atau sebaliknya
yang menganggap iman tetap utuh dengan kemaksiatan. Mereka yang
menyatakan iman hilang dengan kemaksiatan adalah kaum khawarij, sebaliknya
yang menyatakan iman tetap utuh dengan kemaksiatan adalah kaum murji’ah.
Ada pun ahlus sunnah selamat dari dua jenis kesesatan tersebut, karena mereka
menyatakan ahli maksiat sebagai seorang muslim yang lemah imannya.
10. Dalam Masalah Politik
Mereka para ulama ahlus sunnah tidak mengenal sistem demokrasi dan suara
terbanyak karena mereka meyakini dari al-Qur’an dan sunnah bahwa ahlul hak
itu sedikit dan kebanyakan manusia adalah orang-orang fasik.
Allah ىاح س :namrifreb
ن إ إ ى ى إ ا ي ك ي س ا إ ى ل ي ا إ ى ه . (ا م: ص ى
116)
Dan jika kalian menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah). (Al-An’aam: 116)
Namun mereka tetap menjaga ma-syarakat kaum muslimin agar tetap ber-satu
dalam satu pimpinan (penguasa) selama dia masih muslim.
Dengan sikap mereka yang demikian maka umat Islam akan selamat dari
pertumpahan darah sesama mereka. Karena jika kedhaliman penguasa muslim
18
diatasi dengan memeranginya secara fisik, niscaya yang akan terjadi adalah
perang saudara sesama muslimin.
Sedangkan ketaatan yang dimaksud adalah tidak memberontak atau
melawan penguasa secara provokasi atau fisik. Sedangkan ketaatan ahlus sunnah
adalah dalam perkara-perkara yang ma’ruf. Jika mereka memerintahkan kepada
dosa dan kemaksiatan, maka tidak ada ketaatan kepada siapa pun dalam
bermaksiat ke-pada khaliqnya.Wallahu a’lam. (Ustadz Muhammad Umar As-
Sewed/ akhwat.web.id)
F. Contoh – Contoh Aliran yang Menyimpang Dari Agama Islam.
1. Khawarij
2. Murjiah
3. Mu’tazilah
4. Syiah
5. Ahmadiyah
6. Kerajaan Lia Eden (Salamullah).
7. Gerakan Lembaga Kerasulan (LK).
8. LDII (Lembaga Dahwah Islam Indonesia) / Islam Jamaah.
9. Faham Inkar Sunnah.
10. Islam Liberal.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat
membina setiap individu muslim sehingga memandang alam semesta dan
kehidupan dengan kaca mata tauhid dan melahirkan konotasi-konotasi valid
baginya yang merefleksikan persfektif Islam mengenai berbagai dimensi
kehidupan serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni dalam dirinya.
Atas dasar ini, akidah mencerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu
menciptakan mu’jizat dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di
zaman permulaan Islam.
Akidah memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak setiap
individu muslim sesuai dengan prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa
disesuaikan dengannya, dan bukan hanya sekedar wejangan yang tidak menuntut
tanggung-jawab. Lain halnya dengan aliran-aliran pemikiran hasil rekayasa
manusia biasa yang memusnahkan perasaan diawasi oleh Allah dalam setiap
gerak dan rasa tanggung jawab di hadapan-Nya. Dengan demikian, musnahlah
tuntunan-tuntunan akhlak dari kehidupan manusia. Karena akhlak tanpa iman
tidak akan pernah teraktualkan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Saran
Adapun dari beberapa masalah diatas ada beberapa saran yang ingin
kami sampaikan, yaitu :
1. Tanamkan pentingnya aqidah sejak dini terhadap setiap muslim dimulai dari
lingkungan keluarga, Sekolah/kampus dan Masyarakat agar tidak ada lagi
penyimpangan-penyimpangan aqidah.
2. Mengamalkan segala yang dituntun oleh Al-Quran dan Hadist tanpa harus
menambah dan mengurangi.
3. Perlu sikap yang bijak untuk menerima segala yang berkaitan dengan
Aqidah, dan tidak taqlid terhadap Agama Islam.
20
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Al-atsari Hamid. 2006. Intisari Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah. Jakarta :
Pustaka Imam Syafi’i
Aziz Abdul B,. 1990. Hidup sejahtera dalam naungan Islam. Jakarta : Gemma
Basyir,Ahmad Azhar. 1982. Faham Akhlaq Dalam Islam. Yogyakarta :
Perpustakaan Pusat UII.
Mahfud MD.1997. Spritualitas Al-Quran Dalam Membangun Kearifan Umat.
Yogyakarta : LPPAI UII.
Miskawaih, Ibnu. 1995. Menuju Kesempurnaan Akhlaq. Bandung : Mizan
Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin. 2007. Fatawa Arkan al-Islam wa al-Aqidah.
Maktabah al-Shafa: Cairo.
INTERNET
Fatwa MUI Tentang Aliran-Aliran Sesat Di Indonesia. www.mui.or.id
http://mui.or.id/produk-mui/buku/buku-terbitan-mui/fatwa-mui-tentang-aliran-
aliran-sesat-di-indonesia.html
Wahyu, Dian.P. dkk. “Makalah Agama Penyimpangan Akidah”. Desember
2011.
http://www.scribd.com/doc/110675178/Makalah-Agama-Tentang-
Penyimpangan-Akidah#scribd