30
MAKALAH PERANAN DAN FUNGSI PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA Disusun Oleh : Dukut Pamungkas / 777314016 Magister Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang 2015

MAKALAH PPATK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hukum

Citation preview

MAKALAH

PERANAN DAN FUNGSI PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DALAM SISTEM PERADILAN

PIDANA

Disusun Oleh :

Dukut Pamungkas / 777314016

Magister HukumUniversitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang

2015

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar.................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1

1.2 Rumusan Permasalahan ........................................................... 5

1.3 Tujuan ...................................................................................... 5

1.4 Ruang Lingkup ……………………………………………… 5

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………... 6

2.1

2.2 ..................................................................................................10

2.2.1 ...................................................................................... 13

2.2.2 ...................................................................................... 13

2.3 ..................................................................................................14

2.3.1 ...................................................................................... 16

2.3.1 ...................................................................................... 17

2.4 ..................................................................................................18

2.4.1 ...................................................................................... 19

2.4.2 ...................................................................................... 21

2.5 ..................................................................................................28

BAB III PENUTUP..………………………………………………………… 30

3.1 Kesimpulan............................................................................... 30

3.2 Saran. .………………………………………………………… 32

DAFTAR PUSTAKA……… ……………………………………………… 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau The Indonesian

Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC) dibentuk dengan kewenangan

untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang sekaligus

membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia. Hal ini tentunya akan sangat membantu

dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dan menurunkan terjadinya tindak pidana

asal (Predicate Crimes).1 Secara umum keberadaan lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya

Indonesia untuk ikut serta bersama dengan negara-negara lain memberantas kejahatan lintas

negara yang terorganisir seperti korupsi, terorisme dan pencucian uang (money laundering).

Sedangkan secara khusus, keberadaan lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya atau strategi

dalam memberantas kriminalitas dalam negeri, apalagi kondisi hukum Indonesia saat ini

masih mengalami krisis kepercayaan baik secara nasional maupun internasional.2

Tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi telah mengalami

perkembangan pesat. Kedua tindak pidana tersebut telah berkembang menjadi suatu

kejahatan transnational yang melampaui batas-batas teritorial negara. Meskipun tindak pidana

pencucian uang telah dikriminalisasi sejak tahun 2002, kenyataannya kasus tindak pidana

pencucian uang kerap terjadi dan dalam beberapa tindak pidana pencucian uang yang terjadi

menempatkan pejabat publik sebagai pelaku. Sebagai contoh : Kasus Irjen (Pol) Djoko

Susilo5, Kepala Korps Lalu Lintas Mabes POLRI. Djoko Susilo divonis dengan hukuman

pidana 10 tahun penjara. Irjen (Pol) Djoko Susiolo dinyatakan terbukti bersalah lantaran

korupsi pada proyek pengadaan simulator uji kemudi roda dua dan roda empat tahun

anggaran 2011 serta melakukan tindak pidana pencucian uang. Djoko juga dianggap

melakukan pencucian uang atau hasil korupsinya dari proyek simulator dengan

menyembunyikan hartanya lewat nama-nama orang dekat, termasuk ketiga istrinya. Adapun

untuk perkara sebelum 2010, jaksa berpendapat Djoko mencuci uang lantaran jumlah harta

kekayaannya tak sesuai dengan penghasilannya sebagai anggota kepolisian.3

1 “PPATK”,http://id.wikipedia.org/wiki/PPATK ,diakses tanggal 4 Juni 2015.2 Ibid

Pemegang peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana pencucian

uang di Inonesia ada di tangan Pusat Pelaporan Transaksi Analisis Keuangan selanjutnya

disingkat PPATK. Karena, jika PPATK tidak menjalankan fungsinya dengan benar, maka

efektivitas dari pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak

akan tercapai.4

Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dikemukakan oleh Yunus

Husein yang pada intinya bahwa secara nasional lahirnya institusi sentral (focal point) di

dalam rezim anti pencucian uang di Indonesia ini diharapkan dapat membantu penegakan

hukum yang berkaitan bukan saja dengan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan

terorisme, melainkan juga semua tindak pidana berat lainnya yang menghasilkan uang.5 Pada

awal pendiriannya, Pemerintah RI mengangkat Yunus Husein dan I Gde Made Sadguna

sebagai Kepala dan Wakil Kepala PPATK pada bulan Oktober 2002 berdasarkan Keputusan

Presiden No. 201/M/2002.6 Selanjutnya pada tanggal 24 Desember 2002 Yunus Husein dan

Dr. I Gde Made Sadguna mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung RI,

maka sejak saat itu PPATK telah memiliki pimpinan yang mengendalikan persiapan

pengoperasian PPATK sebagai FIU di Indonesia. Kemudian PPATK diresmikan oleh

Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Soesilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 20

Oktober 2003, dan mulai saat itu PPATK telah beroperasi secara penuh. Semula PPATK

belum memiliki kantor tersendiri akan tetapi meminjam tempat di gedung Bank Indonesia.

Akan tetapi sejak tanggal 27 November 2007 PPATK telah memiliki kantor yang diresmikan

oleh Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono di daerah Juanda Jakarta Pusat. Dengan

lahirnya institusi sentral di dalam rezim anti pencucian uang di Indonesia ini, tugas dan

wewenang PPATK yang berkaitan dengan penerimaan dan analisis transaksi keuangan

mencurigakan di sektor perbankan yang semula dilakukan oleh Unit Khusus Investigasi

Perbankan Bank Indonesia (UKIP-BI) selanjutnya dengan penyerahan dokumen transaksi

keuangan mencurigakan dan dokumen pendukung lainnya yang dilakukan pada tanggal 17

Oktober 2003, sepenuhnya beralih ke PPATK.7

3 http://www.tempo.co/read/news/2013/09/03/063510030/Divonis‐Ringan‐Irjen‐Djoko‐Susilo‐Terimakasih, “Divonis Ringan, Irjen Djoko Susilo : Terima Kasih”, di akses pada hari Senin, 18 November 2013.4Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang Di Pasar Modal, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm 219 5 Yunus Husein, Soal Cuci Uang, Indonesia Dianggap Aman, Majalah Pilars, Nomor 03, Thn. VIII, terbit

tanggal 24-30 Januari 2005.6 http://www.ppatk.go.id, Op.Cit.

7 Ibid

Dalam praktik internasional di bidang pencucian uang lembaga semacam dengan

PPATK disebut dengan nama generik financial intelligence unit (FIU). Keberadaaan FIU ini

pertama kali diatur secara implisit dalam empat puluh rekomendasi (Forty Recommendations)

dari Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF).8 FIU adalah lembaga

permanen yang khusus menangani masalah pencucian uang. Lembaga ini salah satu

infrastruktur terpenting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian

uang di tiap negara. Keberadaan lembaga khusus ini mutlak ada dan memainkan peranan

sangat strategis karena masalah pencucian uang merupakan persoalan yang cukup rumit,

melibatkan organized crime yang memahami berbagai teknik dan modus kejahatan canggih.

Penanganan pencucian uang menjadi tambah berat terlebih karena karakteristik kejahatan ini

pada umumnya dilakukan melewati batas-batas negara (cross-border).9

Pengertian financial inteligence unit mencakup tiga fungsi dasar yaitu:10 pertama

setiap FIU memiliki fungsi sebagai pusat informasi (repository) tentang money laundering.

PPATK dalam tugas di sini memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam UU TPPU. FIU

tidak hanya menerima informasi tentang transaksi keuangan saja tetapi dapat juga mengawasi

informasi. Fungsi kedua adalah fungsi analis yaitu dalam memproses informasi yang

diterimanya, FIU akan memberikan penilaian terhadap informasi tersebut. Dalam memproses

informasi FIU berwenang memutus apakah suatu informasi bernilai untuk ditindaklanjuti

menjadi investigasi. Terhadap fungsi ini, di Indonesia PPATK tidak memiliki fungsi

investigatif. Fungsi ketiga adalah sebagai clearing house yaitu sebagai fasilitator pertukaran

informasi tentang informasi mengenai transaksi keuangan yang tidak wajar atau

mencurigakan, terkait dengan informasi dalam segala bentuk baik di dalam maupun di luar

negeri.

Pada dasarnya, negara berkewajiban melindungi dan mensejahterakan warganya.

Dalam upaya memberikan perlindungan masyarakat (Social defence) dan upaya mencapai

kesejahteraan masyarakat (Social welfare), menggunakan politik kriminal. Merupakan suatu

kebijakan atau usaha yang rasional untuk menanggulangi kejahatan.11 Menanggulangi

kejahatan berarti usaha untuk mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas

8 Yunus Husein, Op.Cit.,Hlm. 2459 Ibid10 Laporan Penelitian KHN, Optimalisasi Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang (Jakarta : Komisi

Hukum Nasional, 2006).hlm.17-1811 Mardjono Reksodiputro, Op.cit, hlm. 84

toleransi masyarakat.12 Konsep sistem peradilan pidana, yang juga sering disebut dengan SPP

atau criminal justice system mengacu pada adanya perangkat unsur yang secara teratur saling

berkaitan yang membentuk suatu totalitas pengertian dari sudut pandangan teori, asas, dan

ketentuan hukum.13Lebih konkret, pengertian sistem dilihat dari aspek-aspek (sudut pandang)

struktur, substansi, dan budaya hukum.14

Komponen utama dari sistem peradilan pidana sebagai sistem pengendalian kejahatan

yaitu terdiri dari lembaga-lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Pemasyarakatan.15

Keempat lembaga tersebut bekerja secara terpadu dalam satu tujuan dalam sebuah sistem

administrasi peradilan pidana terpadu (integrited criminal justice administration). Pendekatan

sistem yang digunakan dalam peradilan pidana, menurut pendapat Harkristuti Harkrisnowo,

mempunyai implikasi : (a) Semua subsistem akan saling tergantung (Interdependent), karena

produk (output) suatu subsistem merupakan masukan (input) bagi subsistem yang lain. (b)

Pendekatan sistem mendorong adanya inter-agency consultation and cooporation, yang pada

gilirannya akan meningkatkan upaya penyusunan strategik dari keseluruhan subsistem. (c)

Kebijakan yang diputuskan dan dijalankan satu subsistem berpengaruh pada subsistem lain.16

Dengan pendekatan sistem terhadap peradilan pidana maka, hubungan antar

susbsistem dalam Sistem Peradilan Pidana menjadi interdependen. Hasil dari satu subsistem

menjadi masukan bagi subsistem lainnya. Pendekatan sistem terhadap peradilan pidana juga

dapat mendorong adanya konsultasi dan kooperasi antar susbsistem, dalam menjalankan

tugas dan kewenangannya. Bekerjanya keempat subsistem tersebut bagaikan bejana

berhubungan, dimana jika salah satu subsistem terjadi perubahan atau masalah maka

perubahan dan masalah tersebut akan berpengaruh pada susbsistem lainnya.17 Oleh karena itu,

semua subsistem harus bekerja sama secara terpadu menurut fungsinya masing-masing serta

satu penghayatan tentang tujuan sistem peradilan pidana.18 Tanpa adanya keterpaduan, sistem

tidak akan bekerja dengan baik. Semua subsistem bekerja membentuk apa yang disebut

dengan “sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system)”.

12 Muladi, Op.cit,hlm.7.13 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 950.14 Lawrence M. Friedman, American Law, An Introduction, Second Edition, diterjemahkan oleh Wishnu Basuki,

Hukum Amerika Sebuah Pengantar (Jakarta: PT. Tatanusa, 2001), hlm. 40.15 Ibid16 Harkristuti Harkristuri, “Sistem Peradilan Pidana Terpadu” Newsletter Komisi Hukum Nasional, (Mei,

2002), hlm. 10-17.17 Laporan Penelitian KHN,Op.Cit. hlm. 136.18 Ibid

Di Indonesia, proses peradilan pidana dijalankan oleh sub-sistem yang berbeda yaitu

pinyidikan (kepolisian), penuntutan (kejaksaan), pemeriksaan di sidang pengadilan

(pengadilan), pemasyarakatan (lembaga pemasyarakatan). Keempat komponen ini harus

bekerjasama membentuk apa yang dikenal dengan nama suatu “Integrated Criminal Justice

Administration” apabila ingin mencapai tujuan dari sistem tersebut.19 Sistem ini dianggap

berhasil apabila sebagian besar dari laporan masyarakat yang menjadi korban kejahatan dapat

“diselesaikan” dengan diajukannya pelaku kejahatan ke sidang pengadilan dan diputus bersalah serta

mendapat pidana.20

Dalam penanggulangan tindak pidana pencucian uang, PPATK memiliki peran

strategis. Tugas penting PPATK adalah mendeteksi terjadinya tindak pidana pencucian uang

dan tugas membantu penegakan hukum yang berkaitan dengan pencucian uang dan tindak

pidana yang melahirkannya (predicate offences). Dalam pandangan I Made Sadguna,

“pencegahan dan pemberantasan pencucian uang memerlukan mekanisme yang sistematis

dan komprehensif yang mencakup proses pendeteksian dan proses hokum.21

Dalam administrasi peradilan pidana dikenal empat subsistem sebagai pilar utama.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 sebagai lex spesialis, menentukan beberapa kebijakan

yang berbeda dengan konsep administrasi peradilan pidana secara umum. Salah satu

perbedaan adalah dibentuknya Pusat Pelaporan dan Transaksi Analisis Keuangan (PPATK),

PPATK memegang peran signifikan dalam upaya membongkar dugaan terjadinya tindak

pidana pencucian uang. PPATK merupakan lembaga independen yang dibentuk dalam

rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang yang bertanggungjawab

langsung kepada presiden.22

1.2. Rumusan Masalah

19 Mardjono Reksodiputro, Op.Cit.hlm. 85.20 Ibid21 I Made Sadguna, Laporan-Laporan untuk Mendeteksi Pencucian Uang, dikutip dalam Laporan Penelitian

KHN, “Optimalisasi Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang” ( Jakarta : KHN,2006). hlm.118.22 Lihat Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2010 .

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada makalah

ini adalah bagimana Peran dan Fungsi Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan

(PPATK) Dalam Sistem Peradilan Pidana.

1.3. Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:

1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah ..........

2. Untuk menambah pengetahuan tentang peranan PPATK dalam sistem peradilan

pidana

3. Untuk mengetahui lebih luas mengenai sistem peradilan pidana

1.4. Ruang Lingkup

Makalah ini membahas mengenai Perananan dan Fungsi PPATK dalam sistem

peradilan pidana.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Tinjauan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau The Indonesian

Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC) dibentuk dengan kewenangan

untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang sekaligus

membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia. Hal ini tentunya akan sangat membantu

dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dan menurunkan terjadinya tindak pidana

asal (Predicate Crimes).23

Praktek internasional di bidang pencucian uang lembaga semacam dengan PPATK

disebut dengan nama generik Financial Intelligence Unit (FIU). Keberadaan FIU ini pertama

kali diatur secara implisit dalam empat puluh rekomendasi dari Fanancial Action Task Force

on Money Laundering (FATF). Kebanyakan negara membentuk atau menugaskan badan

tertentu untuk menerima laporan tersebut yang secara umum sekarang dikenal dengan nama

Financial Intelligence Unit (FIU).24

Financial Intelligence Unit (FIU) adalah lembaga permanen yang khusus menangani

masalah pencucian uang. Lembaga ini merupakan salah satu infrastruktur terpenting dalam upaya

pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang di tiap negara. Keberadaan lembaga

khusus ini mutlak ada dan memainkan peranan sangat strategis karena masalah pencucian uang

merupakan persoalan yang cukup rumit, melibatkan organized crime yang memahami berbagai

teknik dan modus kejahatan canggih. Penanganan issue pencucian uang menjadi bertambah berat

terlebih karena karakteristik kejahatan ini pada umumnya dilakukan melewati batas-batas

negara.25

2.2 Fungsi dan Wewenang PPATK

Dalam melaksanakan tugasnya, PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut (Pasal 40

UU No. 8 Tahun 2010):26

23 “PPATK”,http://id.wikipedia.org/wiki/PPATK ,diakses tanggal 4 Juni 2015.24 Yunus Husein, PPATK: Tugas, Wewenang Dan Peranannya Dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. Makalah disampaikan pada Seminar Pencucian Uang yang diadakan bersama oleh Business Reform and Reconstruction Corporation (BRRC), PPATK, Law Office of Remy and Darus (R&D) dan Jurnal Hukum Bisnis, di Bank Indonesia, Jakarta, pada tanggal 6 Mei 2003. 25 Yunus Husein, Op. cit. Makalah 2013. 26 “PPATK”,http://id.wikipedia.org/wiki/PPATK ,diakses tanggal 4 Juni 2015.

1. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang

2. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK

3. Pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor

4. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain ('' predicate crimes '') .

Wewenang PPATK

Pasal 41 UU No. 8 Tahun 2010 mengatur kewenangan PPATK sebagai berikut : (1)

Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 angka 1, PPATK berwenang:27

1. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau

lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk

dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi

tertentu;

2. Menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan;

3. Mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan instansi

terkait;

4. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak

pidana pencucian uang;

5. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional

yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;

6. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan antipencucian uang; dan

7. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

pencucian uang.

(2) Penyampaian data dan informasi oleh instansi pemerintah dan/atau lembaga

swasta kepada PPATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) angka 1 dikecualikan dari

ketentuan kerahasiaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian data dan 27 Ibid

informasi oleh instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) angka 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 42 UU No. 8 Tahun 2010 mengatur kewenangan PPATK sebagai berikut :

Dalam melaksanakan fungsi pengelolaan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 40 angka 2, PPATK berwenang menyelenggarakan sistem informasi. Pasal 43 UU No.

8 Tahun 2010 mengatur kewenangan PPATK sebagai berikut; Dalam rangka melaksanakan

fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

angka 3, PPATK berwenang:28

1. Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi Pihak Pelapor;

2. Menetapkan kategori Pengguna Jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana

pencucian uang;

3. Melakukan audit kepatuhan atau audit khusus;

4. Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang

melakukan pengawasan terhadap Pihak Pelapor;

5. memberikan peringatan kepada Pihak Pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan;

6. merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha Pihak

Pelapor; dan

7. menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak

Pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur.

Pasal 44 UU No. 8 Tahun 2010 mengatur kewenangan PPATK sebagai berikut : (1)

Dalam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 angka 4, PPATK dapat:

1. meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor;

2. meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait;

3. meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan pengembangan hasil

analisis PPATK;

28 Ibid

4. meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan dari instansi

penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri;

5. meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di

dalam maupun di luar negeri;

6. menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya

dugaan tindak pidana pencucian uang;

7. meminta keterangan kepada Pihak Pelapor dan pihak lain yang terkait dengan

dugaan tindak pidana pencucian uang;

8. merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya

melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau

dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

9. meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau

sebagian Transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak

pidana;

10. meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang

dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana Pencucian Uang;

11. mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung

jawab sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan

12. meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.

(2) Penyedia jasa keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) angka 9 harus segera

menindaklanjuti setelah menerima permintaan dari PPATK.

Pasal 45 UU No. 8 Tahun 2010 menegaskan bahwa dalam melaksanakan

kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam UU No. 8 Tahun 2010, terhadap PPATK tidak

berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengatur kerahasiaan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewenangan PPATK diatur dengan

Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat

Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, yang ditetapkan pada tanggal 12 Agustus

2011.29

2.3. Pengertian Sistem Peradilan Pidana

Sistem peradilan merupakan sistem penanganan perkara sejak adanya pihak yang

merasa dirugikan atau sejak adanya sangkaan seseorang telah melakukan perbuatan pidana

hingga pelaksanaan putusan hakim. Khusus bagi sistem peradilan pidana, sebagai suatu

jaringan, sistem peradilan pidana mengoperasionalkan hukum pidana sebagai sarana utama,

dan dalam hal ini berupa hukum pidana materiil, hukum pidana formil dan hukum

pelaksanaan pidana.30

Sistem peradilan pidana lebih banyak menempatkan peran hakim dihadapkan pada

tuntutan pemenuhan kepentingan umum (publik) dan penentuan nasib seseorang, ketimbang

perkara yang lain. Oleh karenanya terjadinya suatu perbuatan pidana menimbulkan dampak

pada munculnya tugas dan wewenang para penegak hukum untuk mengungkap siapa pelaku

sebenarnya (actor intelektual) dari perbuatan pidana tersebut.

Sistem Peradilan Pidana (SPP) berasal dari kata yaitu “sistem” dan “peradilan

pidana”. Pemahaman mengenai ”sistem” dapat diartikan sebagai suatu rangkaian diantara

sejumlah unsur yang saling terkait untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pandangan

Muladi31, pengertian sistem harus dilihat dalam konteks, baik sebagai physical system dalam

arti seperangkat elemen yang secara terpadu bekerja untuk mencapai suatu tujuan dan sebagai

abstract system dalam arti gagasan-gagasan yang merupakan susunan yang teratur yang satu

sama lain saling ketergantungan.

Apabila dikaji dari etimologis, maka”sistem”mengandung arti terhimpun (antar)

bagian atau komponen (subsistem) yang saling berhubungan secara beraturan dan merupakan

suatu keseluruhan. Sedangkan ”peradilan pidana” merupakan suatu mekanisme pemeriksaan

perkara pidana yang bertujuan untuk menghukum atau membebaskan seseorang dari suatu

tuduhan pidana. Dalam kaitannya dengan peradilan pidana, maka dalam implementasinya

dilaksanakan dalam suatu sistem peradilan pidana. Tujuan akhir dari peradilan ini tidak lain

adalah pencapaian keadilan bagi masyarakat.29 Ibid30 Yesmil Anwar dan Adang, System Peradilan Pidana (Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya Dalam Penegakkan Hukum Di Indonesia), Widya Padjadjaran, Bandung,2009.31 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, BP Universitas Diponegoro, Semarang,1995.

Sistem peradilan pidana pada hakekatnya merupakan suatu proses penegakan hukum

pidana32. Oleh karena itu berhubungan erat sekali dengan perundang-undangan pidana itu

sendiri, baik hukum substantif maupun hukum acara pidana, karena perundang-undangan

pidana itu pada dasarnya merupakan penegakan hukum pidana ”in abstracto” yang akan

diwujudkan dalam penegakan hukum ”in concreto”.

2.4. Peranan dan Fungsi PPATK dalam Sistem Peradilan Pidana

Keberadaan lembaga PPATK mutlak diperlukan, karena PPATK adalah ujung tombak

di dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia, namun beratnya tugas

PPATK ini tidak diimbangi dengan kewenangan yang dimiliki PPATK. Karena tugas PPATK

dependen sekali terhadap PJK, karena PPATK tidak memiliki kewenangan aktif untuk

menyelidikinya secara formal. Untungnya PPATK di dalam melaksanakan kewenangannya

memakai Paradigma baru, paradigma baru ini adalah memfokuskan mengejar hasil kejahatan

terlebih dahulu, baru mengejar pelaku kejahatannya, karena dengan mengejar hasil Tindak

pidana ini berarti kita memutuskan "lifeblood of crime", sehingga menghilangkan motivasi

orang untuk melakukan kejahatan. Pendekatan ini dilakukan melalui pendekatan dari hilir ke

hulu.33

Kurangnya pemahaman yang sama terhadap UU Pencucian Uang membuat upaya

penegakan hukum berjalan lambat, kurangnya pemahaman ini menyebabkan kurangnya

koordinasi antara PPATK, Kepolisian dan Kejaksaan. Sehingga kinerja PPATK sebagai

Financial intelligence unit menjadi tidak maksimal karena lemahnya koordinasi tadi.34

Berangkat dari konsep dasar upaya penanggulangan kejahatan sebagaimana yang

telah dibahas sebelumnya, bahwa masyarakat secara luas dalam upaya menanggulangi

kejahatan menggunakan suatu sistem yang disebut sistem peradilan pidana. Sistem peradila

pidana secara umum tersebut, yang secara administrasi telah dijalankan oleh komponen-

komponen atau sub-sistem yang berbeda yaitu penyidikan (kepolisian), penuntutan

(kejaksaan), pemeriksaan sidang pengadilan (pengadilan), pemasyarakatan (lembaga

32 Mardjono Reksodipoetro. "Sistem Peradilan Pidana Indonesia:Peran Penegak Hukum Melawan Kejahatan", dalam Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, 1994.33 http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2007-moenthewis 3966&PHPSESSID=caf180ece5bo4a7bb38bead18988c5d8, diakses pada tanggal 4 Juni 2015. 34 Ibid

pemasyarakatan), yang selanjutnya keempat komponen ini harus bekerjasama membentuk

apa yang dikenal dengan nama suatu “integrated criminal justice administration” apabila

ingin mencapai tujuan dari sistem tersebut.35

Sistem ini dianggap berhasil apabila sebagian besar dari laporan masyarakat yang

menjadi korban kejahatan dapat “diselesaikan” dengan diajukannya pelaku kejahatan ke

sidang pengadilan dan dapat diputus pelaku bersalah serta mendapat pidana.94 Dalam sistem

peradilan pidana secara konvensional, tugas dan wewenang dalam mengungkap indikasi

tindak pidana (penyelidikan dan penyidikan) telah dimiliki oleh Penyidik Polisi, Penyidik

Pegawai Negeri sipil, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal penyidikan

terhadap tindak pidana korupsi.36

Terdapat perbedaan antara sistem peradilan pidana dengan sistem peradilan tindak

pidana pencucian uang. Salah satu perbedaan adalah dibentuknya Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), PPATK memegang peranan signifikan dalam upaya

membongkar dugaan terjadinya tindak pidana pencucian uang. Pembentukan PPATK tersebut

karena penanggulangan tindak pidana kejahatan (kejahatan secara umum) yang salah satunya

yaitu telah mengambil kebijakan untuk membentuk rezim anti pencucian uang, dengan

dibentuknya lembaga PPATK sebagaimana telah diundangkannya Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2003 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang tindak

pidana pencucian uang.37

Sistem peradilan pidana sebagai suatu sistem yang bekerja berdasarkan adanya

keterpaduan antara sub-sub sistem di dalamnya. Keterpaduan ini dapat diwujudkan dengan

adanya kerjasama yang antar lembaga-lembaga penegak hukum. Khusus dalam

pemberantasan tindak pidana pencucian uang, sub-sub sistem yang ada dalam sistem

peradilan pidana dapat melakukan kerjasama dengan PPATK.

Keterpaduan yang diwujudkan dalam bentuk kerjasama antara PPATK dengan sub-

sub sistem dalam sistem peradilan pidana yang dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan

pemberantasan tindak pidana pencucian uang yaitu, menghentikan para pelaku kriminal agar

tidak dapat memperoleh manfaat dari kegiatan pencucian uang, terutama menghentikan

35 Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, Kumpulan Karangan Buku Ke Tiga, (Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI: Jakarta, 1999), hal.85. 36 Ibid, hlm 8437 Laporan Tim Peneliti Komisi Hukum Nasional , Optimalisasi Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang, Maret-Juni 2006, hal.135.

mereka dari kemungkinan menikmati hasil yang diperoleh dari pencucian uang, mencegah

mereka untuk memanfaatkan kembali atau menginvestasikan kembali hasil yang diperoleh

dari hasil kejahatan, menyediakan sistem bagi para kriminal agar keadilan dapat ditegakkan

atau justice system (melalui pendekatan sistem hukum) dengan cara mendeteksi dan

menginvestigasi kegiatan-kegiatan kriminal yang mereka lakukan.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dalam penulisan makalah ini, beberapa

kesimpulan yang dapat diambil antara lain:

1. Pada dasarnya pembentukan lembaga PPATK adalah sebagai upaya negara dalam

menanggulangi tindak pidana secara umum maupun tindak pidana pencucian uang.

Peranan tersebut bersifat preventif maupun represif. Peranan PPATK secara umum

dan empirik hingga saat ini dapat membawa Indonesia keluar dari daftar hitam tanpa

pengawasan sehingga memulihkan kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia.

2. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan lembaga

independen yang bertanggungjawab kepada Presiden dan juga merupakan “operator

pelaksana” dari UU 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah menjadi UU No.25 Tahun

2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang berfungsi sebagai perantara antara

masyarakat atau industri jasa keuangan dengan institusi penegak hukum. Laporan

yang masuk dianalisis terlebih dahulu oleh PPATK kemudian dilaporkan ke institusi

penegak hukum, yaitu kepolisian dan kejaksaan. Pengaturan dalam UUPU telah

memberikan tugas dan wewenang kepada PPATK sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 26 dan 27 UUPU. Tugas dan wewenang ini memberikan kesan bahwa PPATK

juga melakukan fungsi sebagai penyelidik dalam tindak pidana pencucian uang,

walaupun sebenarnya tidak ada pengaturan dalam UUPU yang mengatur mengenai

hal tersebut. Peranan PPATK dalam proses penegakan hukum tidak terlepas dari

konsep dasar sistem peradilan pidana.

3. Konsep sistem peradilan tindak pidana pencucian uang, PPATK memegang peran

signifikan secara sistematis dan komprehensif dalam upaya membongkar dugaan

terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana lainnya. Pusat Pelaporan

dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai lembaga yang khusus bertujuan

dalam menerima informasi keuangan, menganalisis atau memproses informasi

tersebut dan menyampaikan hasil analisisnya kepada otoritas yang berwenang untuk

menunjang upaya-upaya memberantas kegiatan pencucian uang atau membantu

penegak hukum dalam hal pendeteksian indikasi pencucian uang terhadap kejahatan

asal yang sedang dalam proses peradilan, tetapi peranannya hanya sebagai fungsi

intelijen saja, karena kinerjanya berada dibelakang layar proses penegakan hukum

atau dengan kata lain sebagai pemberi umpan.

4. Sistem peradilan pidana sebagai suatu sistem yang bekerja berdasarkan adanya

keterpaduan antara sub-sub sistem di dalamnya. Keterpaduan ini dapat diwujudkan

dengan adanya kerjasama yang antar lembaga-lembaga penegak hukum. Khusus

dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang, sub-sub sistem yang ada dalam

sistem peradilan pidana dapat melakukan kerjasama dengan PPATK.

5. Melalui hubungan koordinasi antara PPATK dengan Kepolisian, Kejaksaan maupun

Pengadilan mampu menjadikan PPATK sebagai bagian dari proses penegakan hukum

khususnya pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia, kemudian

sinkronisasi antara peraturan perundangan yang mengatur tugas dan wewenang antara

kepolisian, kejaksaan, pengadilan, PPATK, dan KUHAP dengan hukum acara lainnya

yang terdapat dalam undang-undang pidana khusus, serta sinkronisasi yang

berdasarkan falsafah yang mendasari jalannya sistem peradilan pidana dalam rangka

pencapaian tujuan dari sistem peradilan pidana yaitu resosialisasi (tujuan jangka

pendek) pencegahan kejahatan baik dalam arti sebelum terjadi kejahatan maupun

dalam arti tidak terulangnya kembali kejahatan pencucian uang (jangka menengah);

dan kesejahteraan sosial (jangka panjang).

3.2. Saran

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai lembaga yang

memiliki fungsi dan peranan sentral dalam upaya mencegah dan memberantas tindak

pidana pencucian uang, yang dapat digunakan juga sebagai strategi untuk menurunkan

tingkat kriminalitas di Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan PPATK dapat bekerja

secara optimal bersama-sama dengan lembaga terkait lainnya dalam proses penegakan

hukum, kemudian PPATK diharapkan tidak terlalu puas terhadap hasil kinerjanya

sekarang ini yang dianggap berhasil mengeluarkan Indonesia dari daftar hitam tanpa

pengawasan apapun, tetapi harus lebih meningkatkan kinerjanya sehingga dapat merubah

dan memperbaiki image atau citra hukum di mata masyarakat Indonesia maupun dunia

internasional.

Daftar Pustaka

“PPATK”,http://id.wikipedia.org/wiki/PPATK ,diakses tanggal 4 Juni 2015.

http://www.tempo.co/read/news/2013/09/03/063510030/Divonis‐Ringan‐Irjen‐Djoko‐Susilo‐Terimakasih, “Divonis Ringan, Irjen Djoko Susilo : Terima Kasih”, di akses pada hari Senin, 18 November 2013.

Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang Di Pasar Modal, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm 219

Yunus Husein, Soal Cuci Uang, Indonesia Dianggap Aman, Majalah Pilars, Nomor 03, Thn. VIII, terbit tanggal 24-30 Januari 2005.

Yunus Husein, PPATK: Tugas, Wewenang Dan Peranannya Dalam Memberantas tindak Pidana Pencucian Uang http://yunushusein.files.wordpress.com, diakses terakhir tanggal 22 Juni 2012.

Friedmann, Lawrence M. American Law. London, New York: W.W Norton & Company, 1984.

Harkrisnowo, Harkristuti. Kriminalisasi Pemutihan Uang: Tinjauan Terhadap UU No. 15 tahun 2002, Proceedings-Kerjasama Pusat kajian Huum dan Mahkamah Agung RI. cet. I. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2003.

http://www.ppatk.go.id, Op.Cit.

Laporan Penelitian KHN, Optimalisasi Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang (Jakarta : Komisi Hukum Nasional, 2006).hlm.17-18

Husein, Yunus. Bunga Rampai Anti Pencucian Uang. Bandung: Books Terrace and Library, 2007.

Yustiavandana, Ivan , Arman Nefi dan Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang Di Pasar Modal, Ghalia Indonesia: Bogor, 2010

Mardjono Reksodiputro, Op.cit, hlm. 84

Muladi, Op.cit,hlm.7. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 950.

Lawrence M. Friedman, American Law, An Introduction, Second Edition, diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar (Jakarta: PT. Tatanusa, 2001), hlm. 40.

Harkristuti Harkristuri, “Sistem Peradilan Pidana Terpadu” Newsletter Komisi Hukum Nasional, (Mei, 2002), hlm. 10-17.

“PPATK”,http://id.wikipedia.org/wiki/PPATK ,diakses tanggal 4 Juni 2015.

Yunus Husein, PPATK: Tugas, Wewenang Dan Peranannya Dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. Makalah disampaikan pada Seminar Pencucian Uang yang

diadakan bersama oleh Business Reform and Reconstruction Corporation (BRRC), PPATK, Law Office of Remy and Darus (R&D) dan Jurnal Hukum Bisnis, di Bank Indonesia, Jakarta, pada tanggal 6 Mei 2003. Yesmil Anwar dan Adang, System Peradilan Pidana (Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya Dalam Penegakkan Hukum Di Indonesia), Widya Padjadjaran, Bandung,2009.

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, BP Universitas Diponegoro, Semarang,1995.

Mardjono Reksodipoetro. "Sistem Peradilan Pidana Indonesia:Peran Penegak Hukum

Melawan Kejahatan", dalam Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, 1994.

http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2007-moenthewis 3966&PHPSESSID=caf180ece5bo4a7bb38bead18988c5d8, diakses pada tanggal 4 Juni 2015.

Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, Kumpulan Karangan Buku Ke Tiga, (Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI: Jakarta, 1999), hal.85.