28
Pterigium Claudia Natalia Zachawerus 102010055 kelompok D1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara 6 – Jakarta Barat Email: [email protected] Pendahuluan 1 Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Seperti daging, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada arah intrapalpebra. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Temuan patologik pada konjungtiva, lapisan bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik. Keadaan ini diduga merupakan suatu fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, daerah yang kering dan lingkungan yang banyak angin, karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu atau berpasir. Kasus Pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah 1

makalah pterigium.docx

  • Upload
    cnzlady

  • View
    258

  • Download
    8

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah pterigium

Citation preview

Page 1: makalah pterigium.docx

Pterigium

Claudia Natalia Zachawerus

102010055 kelompok D1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara 6 – Jakarta Barat

Email: [email protected]

Pendahuluan1

Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat

degeneratif dan invasif. Seperti daging, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal

maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada arah intrapalpebra. Asal kata pterygium dari

bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada

pertumbuhan pterygium yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Temuan patologik

pada konjungtiva, lapisan bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik.

Keadaan ini diduga merupakan suatu fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, daerah

yang kering dan lingkungan yang banyak angin, karena sering terdapat pada orang yang

sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu

atau berpasir. Kasus Pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung

pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang

sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah

berdebu dan kering. Insiden pterygium di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu

13,1%. Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20 – 49 tahun.

Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Rekuren lebih sering terjadi pada

pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien usia tua.

Jika pterigium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil, lesi harus diangkat

secara bedah bersama sebagian kecil kornea superfisial di luar daerah perluasannya.

Kombinasi autograft konjungtiva dan eksisi lesi terbukti mengurangi resiko kekambuhan.

1

Page 2: makalah pterigium.docx

Anamnesis2

Untuk menegakkan diagnosis, seorang dokter perlu melakukan anamnesis terlebih

dahulu. Pada anamnesis, kita perlu menanyakan identitas pasien, sebagai rekam medis pasien

tersebut. Dari identitas pasien, kita bisa mengetahui keadaan pasien seperti pekerjaan pasien

yang mungkin dapat berhubungan dengan keluhan yang dialami pasien dan untuk mengetahui

status sosial ekonomi dari pasien ini. pada kasus ini, setelah dianamnesis diketahui bahwa

pekerjaan pasien adalah pedagang bakso. Usia ditanyakan untuk mengetahui faktor resiko

penyakit. Anamnesis tambahan juga berguna untuk menyingkirkan hipotesis dan menegakkan

diagnosis pasien. Pada pasien dapat ditanyakan hal-hal sebagai berikut:

1. Apakah keluhan pasien didahului dengan demam?

Ditanyakan untuk menyingkirkan penyakit-penyakit mata yang didahului oleh penyakit

sistemik, contohnya episkleritis, dsb.

2. Sejak kapan pasien menjadi pedagang bakso?

Untuk mengetahui lamanya kemungkinan paparan dan lamanya manifestasi penyakit

pada pasien, dan juga untuk mengetahui penyakit pasien tersebut akut atau kronis.

3. Apakah terdapat rasa gatal?

Untuk menyingkirkan hipotesis-hipotesis penyakit mata lain yang disertai dengan rasa

gatal. Contohnya pada konjungtivitis alergi.

4. Apakah pasien memiliki riwayat alergi?

Untuk menyingkirkan hipotesis-hipotesis penyakit mata lain yang disertai dengan rasa

gatal. Contohnya pada konjungtivitis alergi.

2

Page 3: makalah pterigium.docx

5. Apakah terdapat kotoran mata? Bila iya, berapa banyak jumlahnya? Bagaimana

konsistensinya dan warnanya?

Untuk mengetahui jenis penyakit dan penyebab penyakit yang diderita pasien.

6. Selama menjadi tujang masak, apakah pasien menggunakan kacamata pelindung

saat memasak?

Untuk mengetahui kemungkinan etiologi dari penyakit yang menjadi hipotesis pada

pasien ini.

7. Apakah ada riwayat trauma?

untuk mengetahui apakah ada kemungkinan trauma yang mengenai mata atau bagian

wajah pada pasien ini.

8. Obat-obatan yang pernah diterima?

untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu pasien.

9. Apakah ada riwayat penyakit lain?

untuk mengetahui apakah nyeri yang dirasakan pasien pada kasus ini merupakan

penyakit yang berdiri sendiri atau merupakan komplikasi akibat dari penyakit lain yang

sedang diderita pasien.

10. Apakah ada riwayat penyakit dalam keluarga ?

3

Page 4: makalah pterigium.docx

Pemeriksaan fisik3,4

Pemeriksaan visus satu mata

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata. Setiap mata

diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan terlebih dahulu kemudia kiri lalu

mencatatnya. Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 meter atau 6 meter,

karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Pada

pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar, misalnya kartu baca Snellen

Pemeriksaan segmen anterior

Yang dapat dilihat pada pemeriksaan segmen anterior:4

Palpebra superior: bengkak, kalazion, tumor, blefarospasme, ekimosis, ektropion, entropion,

lagoftalmos, merah, pseudoptosis, ptosis, nyeri (biasanya radang), sikatriks, supersilia,

trikiasis, xantelasma

Palpebran inferior: sama dengan palpebra superior, sakus lakrimal bengkak, merah, ditekan

keluar sekret, uji anel, madarosis (rontoknya supersilia), fisur palpebra, margo palpebra (silia,

trikiasis, sekret, merah, sakit, ulseratif)

Konjungtiva tarsal superior: folikel cobble stone (benjolan penimbunan cairan dan sel

limfoid), membran, papil (timbunan sel radang), papil raksasa, pseudomembran (jika diangkat

tidak berdarah), sikatriks, simblefaron

Konjungtiva tarsal inferior: folikel/cobble stone, papil, sikatriks, hordeolum, kalazion

Konjungtiva bulbi: sekret, injeksi konjungtival, injeksi siliar, injeksi episklera, perdarahan

subkonjungtiva, flikten, simblefaron, bercak degenerasi, pinguekula, pterigium,

pseudopterigium

Kornea: makrokornea, mikrokornea, arkus senil, pannus, ulkus, xerosis kornea,

keratomalasia, sikatriks (nebula, makula, leukoma), leukoma adheren, stafiloma kornea, fistel,

keratik presipitat

Iris: lekukuan iris, atrofi, rubeosis, sinekia anterior, sinekia posterior

Pupil: isokoria, midriasis, miosis, anisokoria, hipus, oklusi pupil, seklusi pupil, leukokoria,

refleks pupil

COA: dalam/dangkal, fler, hifema, hipopion, sudut bilik mata depan

Lensa: Shadow test, kejernihan

4

Page 5: makalah pterigium.docx

Pemeriksaan Lapang Pandang

Pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan dengan uji konfrontasi. Mata kiri pasien dan mata

kanan pemeriksa dibebat. Penderita diperiksa dengan duduk berhadapan terhadap pemeriksa pada

jarak kira-kira 1 meter. Mata kanan pasien dengan mata kiri pemeriksa saling berhadapan. Sebuah

benda dengan jarak yang sama digeser perlahan-lahan dari perifer lapang pandangan ke tengah. Bila

pasien sudah melihatnya ia diminta memberi tahu. Pada keadaan ini bila pasien melihat pada saat

yang bersamaan dengan pemeriksa berarti lapang pandangan pasien adalah normal. Syarat pada

pemeriksaan ini adalah lapang pandangan pemeriksa adalah normal. Pemeriksaan lapang pandang

juga dapat dilakukan dengan kampimeter dan perimeter, yang merupakan alat pengukur atau

pemetaan lapang pandangan terutama daerah sentral atau para sentral.

Pada pterigium didapat :

Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera) pada limbus,

berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera dan selaput lendir

luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan.

Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

Body, bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya ke arah

kantus

Apex (head), bagian atas pterygium

Cap, bagian belakang pterygium

A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir

pterygium.

Pterigyum terbagi berdasarkan perjalanan penyakit menjadi 2 tipe, yaitu :

- Progressif pterygium : memiliki gambaran tebal dan vascular dengan beberapa

infiltrat di kornea di depan kepala pterygium

- Regressif pterygium : dengan gambaran tipis, atrofi, sedikit vaskularisasi,

membentuk membran tetapi tidak pernah hilang

Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea dan

badan. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup

oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4:

5

Page 6: makalah pterigium.docx

Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea

Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm

melewati kornea

Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran

pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)

Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu

penglihatan.

Pemeriksaan penunjang4

 Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterygium adalah topografi kornea

untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme  ireguler yang disebabkan oleh

pterygium. Adapula pemeriksaan slit lamp untuk mengklasifikasikan pterigium berdasarkan

terlihatnya pembuluh darah episklera di pterigium :

a. T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat

b. T2 (intermediet) : pembuluh darah episkleral sebagian terlihat

c. T3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas.

Diagnosis utama

Pterigium3-5

Pterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip

daging yang menjalar ke kornea , pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat

degeneratif dan invasif .

Menurut Ivan R. Schwab dan Chandler R. Dawson (1995) dalam General

Ophthalmology, pterygium merupakan suatu pelanggaran batas suatu pinguicula berbentuk

segitiga berdaging ke kornea, umumnya di sisi nasal, secara bilateral. Sedangkan menurut

Sidharta Ilyas, Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang

bersifat invasif dan degeneratif.

6

Page 7: makalah pterigium.docx

Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal maupun temporal

konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di

bagian sentral atau di daerah kornea. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron

yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk

sayap pada konjungtiva bulbi.

Gambar 1. Mata dengan pterygium

Diagnosis PAK

1. Diagnosis klinis

A. Anamnesis

o Identitas

Nama : Ny. CT

Usia : 41 tahun

Pekerjaan : Pedagang bakso

Alamat : -

o keluhan utama

Penglihatan mata kanan kabur semenjak 3 bulan

o Riwayat penyakit sekarang

Kadang-kadang mata gatal, silau, terdapat daging tumbuh di mata kurang lebih sejak

3 bulan lalu, warna keputihan dan sampai ke bagian hitam mata, terdapat perasaan

mengganjal dan menghalangi penglihatan. Disebabkan karena mata terpapar debu,

matahari dan angin. Belum ada riwayat pengobatan.

o Riwayat penyakit terdahulu

Belum pernah mengalami keluhan serupa, tidak ada penyakit kronis (DM, hipertensi, dll)

7

Page 8: makalah pterigium.docx

o Riwayat penyakit keluarga

-

o Riwayat pribadi dan sosial

Tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, lingkungan rumah baik

o Riwayat pekerjaan

Menjadi pedagang mie ayam di dekat rumah sejak 15 tahun yang lalu, bekerja dari pagi

sampai sore, tidak pernah memakai kacamata.

B. Pemeriksaan fisik

o Keadaan umum : compos mentis

o TTV normal

o Status khusus :

Visus OD 6/9, visus OS 6/6

Konjungtiva OD berwarna keruh, terdapat lipatan fibrovaskular berbentuk

segitiga, posisi nasal, dari konjungtiva bulbi meluas sampai kornea.

Kornea OD sebagian tertutup lipatan segitiga

Sklera tidak ikterik

Tekanan intraokular normal kedua mata normal

Palpebra normal kedua mata

Lensa jernih kedua mata

Vitreus jernih kedua mata

C. Pemeriksaan penunjang : -

2. Pajanan yang dialami

terdapat pajanan debu, sinar matahari, dan angin di tempat kerja terutama siang dan sore hari.

3. Hubungan pajanan dengan penyakit

Dari data yang didapat, pterigium disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar

matahari, dan udara yang panas

4. Pajanan yang dialami cukup besar

Kasus pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung pada

lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang

8

Page 9: makalah pterigium.docx

sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah

berdebu dan kering.

Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa, kasus-kasus pterygium cukup

sering didapati. Apalagi karena faktor risikonya adalah paparan sinar matahari (UVA

& UVB), dan bisa dipengaruhi juga oleh paparan alergen, iritasi berulang (misal

karena debu atau kekeringan).

Pada kasus ini diketahui bahwa jumlah pajanan cukup besar karena pekerjaan pasien setiap

hari dari pagi sampai malam dan tidak berkurang karena pasien tidak menggunakan APD saat

bekerja.

5. Peranan faktor individu

Tidak ada peranan faktor individu dikarenakan pasien tidak memiliki riwayat alergi

dan riwayat penyakit lainnya yang menyebabkan keluhan pada pasien. Tidak

ditemukan pula riwayat penyakit keluarga pada pasien.

6. Faktor lain diluar pekerjaan

Berdasarkan anamnesis, tidak didapatkan penyebab faktor lain diluar pekerjaan.

Pasien tidak merokok, lingkungan disekitar rumah baik, dan tidak ada pekerjaan lain

yang dijalani pasien.

7. Diagnosis okupasi

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,

bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja

merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Dalam melakukan

pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan

atau penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit

akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan ,

proses maupun lingkungan kerja

Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang

diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria,

dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut:

9

Page 10: makalah pterigium.docx

a.        Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease adalah penyakit yang

mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang

pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

b.        Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan –Work Related Disease adalah

penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan

memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya

penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.

c.         Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting Working

Populations adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen

penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk

bagi kesehatan

Menurut Keputusan Presiden Nomor  22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari 1993,

Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh

pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1). Keputusan Presiden tersebut melampirkan

Daftar Penyakit yang diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi termasuk

pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu

logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep dan sisal

(bissinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergika.

Pasal 2 Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa mereka yang menderita

penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak memperoleh jaminan kecelakaan

kerja.

Keputusan Presiden tersebut merujuk kepada Undang-Undang RI No 3 tahun 1992

tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang pasal 1 nya menyatakan bahwa

kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja,

termasuk penyakit yg timbul karena hub kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi

dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah

melalui jalan yg biasa atau wajar dilalui.

Berikut adalah daftar 31 kelompok Penyakit Akibat kerja (PAK) sebagaimana yang

tercantum pada Lampiran Keputusan Presiden Indonesia Nomor 22 Tahun 1993

Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja:

10

Page 11: makalah pterigium.docx

1. Pneumokonisis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut

(silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya

merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.

2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan

oleh debu logam keras.

3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan

oleh debu kapas, vlas, henep, dan sisal (bissinosis).

4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat

perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.

5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat

penghirupan debu organik.

6. Penyakit yang disebabkan berilium atau persenyawaannya yang beracun.

7. Penyakit yang disebabkan cadmium atau persenyawaannya yang beracun.

8. Penyakit yang disebabkan fosfor atau persenyawaannya yang beracun.

9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.

10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.

11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.

12. Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya yang beracun.

13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun.

14. Penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun.

15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfide.

16. Penyakit yang disebabkan oleh derivate halogen dari persenyawaan

hidrokarbon afiliatik atau aromatic yang beracun.

17. Penyakit yang disebabkan oleh benzene atau homolognya yang beracun.

18. Penyakit yang disebabkan oleh derivate nitro dan amina dari benzene atau

homolognya yang beracun.

19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.

20. Penyakit yang disebabkan oleh alcohol, glikol, atau keton.

21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan

seperti karbon monoksida, hirogensianida, hidrogen sulfide, atau derivatnya yang

beracun, amoniak seng, braso, dan nikel.

11

Page 12: makalah pterigium.docx

22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.

23. Penyakit yag disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat,

tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).

24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.

25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi mengion.

26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi,

atau biologik.

27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen,

minyak mineral, antrasena atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut.

28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.

29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat

dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus

30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau

kelembaban udara tinggi

31. Penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk obat

Pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa pterigium yang dialami pasien bukan

merupakan penyakit akibat kerja.

Diagnosis banding3,4

1. Pinguekula

Bentuknya kecil dan meninggi, merupakan massa kekuningan berbatasan

dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang

terinflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan pada kelainan ini. Prevalensi dan

insiden meningkat dengan meningkatnya umur. Pingecuela sering pada iklim sedang

dan iklim tropis. Angka kejadian sama pada laki laki dan perempuan. Paparan sinar

ultraviolet bukan faktor resiko pinguecula.

12

Page 13: makalah pterigium.docx

Gambar 2. Mata dengan pinguekula

2. Pseudopterigium

Pertumbuhannya mirip dengan pterygium karena membentuk sudut miring

atau Terriens marginal degeneration. Selain itu, jaringan parut fibrovaskular yang

timbul pada konjungtiva bulbi pun menuju kornea. Namun berbeda dengan

pterygium, pseudopterygium merupakan akibat inflamasi permukaan okular

sebelumnya seperti pada trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah

atau ulkus perifer kornea. Pada pseudopterigium yang tidak melekat pada limbus

kornea, maka probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian

bawah pseudopterigium pada limbus, sedangkan pada pterygium tak dapat dilakukan.

Pada pseudopteyigium tidak didapat bagian head, cap dan body dan pseudopterygium

cenderung keluar dari ruang interpalpebra fissure yang berbeda dengan true pterigium.

Gambar 6. Mata dengan pseudopterigium

13

Page 14: makalah pterigium.docx

Manifestasi klinis6

Pterygium biasanya terjadi secara bilateral, namun jarang terlihat simetris, karena

kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu

dan kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena daerah nasal konjungtiva

secara relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian

konjungtiva yang lain. Selain secara langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar

ultra violet secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung.

Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan

walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Perluasan pterygium dapat sampai

ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan dan menyebabkan

penglihatan kabur.

Secara klinis muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas

ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapat juga

terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior

dari kepala pterygium (stoker’s line).

Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan

sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:

- mata sering berair dan tampak merah

- merasa seperti ada benda asing

- timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium

- pada pterygium derajat 3 dan 4 dapat terjadi penurunan tajam penglihatan.

Dapat terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.

14

Page 15: makalah pterigium.docx

Epidemiologi4

Kasus pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung pada

lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang sering

mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan

kering.

Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi

geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk

daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36o. Sebuah

hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena paparan ultraviolet

lebih tinggi di bawah garis lintang. Sehingga dapat disimpulkan penurunan angka kejadian di

lintang atas dan peningkatan relatif angka kejadian di lintang bawah.

Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa, kasus-kasus pterygium cukup

sering didapati. Apalagi karena faktor risikonya adalah paparan sinar matahari (UVA &

UVB), dan bisa dipengaruhi juga oleh paparan alergen, iritasi berulang (misal karena debu

atau kekeringan).

Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20 – 49 tahun.

Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Rekuren lebih sering terjadi pada

pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien usia tua. Laki-laki lebih beresiko 2 kali

daripada perempuan.

Patofisiologi3,5,6

Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet,

debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi

yang menjalar ke kornea

Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Karena penyakit ini lebih sering pada

orang yang tinggal di daerah beriklim panas, maka gambaran yang paling diterima tentang

hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap sinar

ultraviolet dari matahari, daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor

iritan lainnya. Diduga pelbagai faktor risiko tersebut menyebabkan terjadinya degenerasi

15

Page 16: makalah pterigium.docx

elastis jaringan kolagen dan proliferasi fibrovaskular. Dan progresivitasnya diduga

merupakan hasil dari kelainan lapisan Bowman kornea. Beberapa studi menunjukkan adanya

predisposisi genetik untuk kondisi ini.

Teori lain menyebutkan bahwa patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi

elastik kolagen dan proliferasi fibrovaskular dengan permukaan yang menutupi epitel. Hal ini

disebabkan karena struktur konjungtiva bulbi yang selalu berhubungan dengan dunia luar dan

secara intensif kontak dengan ultraviolet dan debu sehingga sering mengalami kekeringan

yang mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi sampai

menjalar ke kornea. Selain itu, pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang

disebabkan kelainan tear film menimbulkan fibroplastik baru. Tingginya insiden pterygium

pada daerah beriklim kering mendukung teori ini.

Teori terbaru pterygium menyatakan kerusakan limbal stem cell di daerah

interpalpebra akibat sinar ultraviolet. Limbal stem cell merupakan sumber regenarasi epitel

kornea dan sinar ultraviolet menjadi mutagen untuk p53 tumor supressor gene pada limbal

stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah

berlebihan dan meningkatkan proses kolagenase sehingga sel-sel bermigrasi dan terjadi

angiogenesis. Akibatnya, terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan

subepitelial fibrovaskular. Pada jaringan subkonjungtiva terjadi perubahan degenerasi elastik

dan proliferasi jaringan vaskular di bawah epitelium yang kemudian menembus kornea.

Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran Bowman oleh pertumbuhan jaringan

fibrovaskular yang sering disertai inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal, atau tipis dan

kadang terjadi displasia. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan

jaringan konjungtiva pada permukaan kornea.

Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan phenotype,

yaitu lapisan fibroblast mengalami proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium

menunjukkan matriks metalloproteinase, yaitu matriks ekstraselular yang berfungsi untuk

memperbaiki jaringan yang rusak, penyembuhan luka, dan mengubah bentuk. Hal ini

menjelaskan penyebab pterygium cenderung terus tumbuh dan berinvasi ke stroma kornea

sehingga terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.

Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi

fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal

pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan

16

Page 17: makalah pterigium.docx

eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan

elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.

Penatalaksanaan7

konservatif

Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang

mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan

steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan

kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau

mengalami kelainan pada kornea.

bedah

Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium.

Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium

tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian

superior untuk menurunkan angka kekambuhan.  Tujuan utama pengangkatan

pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan

komplikasi seminimal mngkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan

Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat

komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.

o indikasi operasi

1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil

3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau

karena astigmatismus

4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita

17

Page 18: makalah pterigium.docx

Pencegahan7

1. Pencegahan pterigium salah satunya dengan menggunakan kacamata setiap hari. Pilihlah

kacamata yang memblok 99-100% radiasi ultraviolet A dan B. Kacamata yang menutup

sempurna merupakan proteksi terbaik untuk menghindari mata pasien dari sinar, debu, dan

udara.

2. Untuk menghindari mata yang kering diberi air mata buatan.

3.Pasien dianjurkan untuk tetap menggunakan obat tetes steroid untuk beberapa minggu. Ini

akan mengurangi inflamasi dan mencegah rekurensi

Kesimpulan

Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan

invasif. Keadaan ini diduga merupakan suatu fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, daerah

yang kering dan lingkungan yang banyak angin, karena sering terdapat pada orang yang

sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu

atau berpasir. Kasus Pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung

pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Pada

pterigium ringan tidak perlu diobati, namun pada pterigium derajat 3-4 tindakan bedah perlu

dilakukan. Berdasarkan Lampiran Keputusan Presiden Indonesia Nomor 22 Tahun 1993

Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja, pterigium bukan merupakan salah

satu dari kriteria dari penyakit akibat kerja

18

Page 19: makalah pterigium.docx

Daftar pustaka

1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management of

pterygium. Opthalmic Pearls.2010

2. Riordan, Paul. Dan Witcher, John. Vaughan & Asbury’s oftalmologi umum. ed 17.

Jakarta : EGC. 2010. Hal 119.

3. Ilyas, Sidharta. Ilmu penyakit mata.ed 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2006.p.2-7,117.

4. Laszuarni. Prevalensi pterygium di Kabupaten Langkat. Tesis dokter spesialis mata.

Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2009.

5. Djojodibroto, R. Darmanto. Kesehatan kerja di perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2000

6. Lang, Gerhad K. Conjungtiva in : ophtalmology a pocket textbook atlas. New York :

Thieme Stutgart. 2000

7. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical approach to depositions

and degenerations of the conjungtiva, cornea, and sclera in: external disease and

cornea. San Fransisco : American Academy of Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366

19