Upload
iga-amanda
View
92
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
modul pulmo
Citation preview
LAPORAN KASUS VI
MODUL TINDAK MEDIK DAN KEPERAWATAN
Seorang Laki-laki bernama Tn. B Datang ke Puskesmas dengan Keluhan Batuk Riak
Kuning Kehijauan Sudah 1 Bulan ini
KELOMPOK I
030.05.172 Putri Melati
030.06.112 Herman Malondong
030.07.006 Adisti Putri Ryanda
030.09.147 Maya Liana
030.09.148 Mayandra Mahendrasti
030.09.149 Melia Indasari
030.09.150 Melissa Rosari Hartono
030.09.151 Melly Utami
030.09.152 Meutia Mafira Rindra
030.09.153 Michael Wong
030.09.154 Michelle jansye
030.09.155 Mochammad Rifki Maulana
030.09.156 Mohammad Fahri Ibrahim
030.09.157 Monica Raharjo
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
15 November 2011
0
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun
saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen, tetapi hanya strain bovin dan human yang
patogen terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih
kecil dari sel darah merah. Mikroorganisme ini menyebar biasanya dari orang ke orang
melalui menghirup udara yang terinfeksi selama kontak yang dekat. TB dapat tetap dalam
keadaan tidak aktif selama bertahun-tahun tanpa menyebabkan gejala atau menyebar ke
orang lain, yang disebut dorman. Ketika sistem kekebalan tubuh pasien dengan TB tidak aktif
melemah, TB dapat menjadi aktif dan menyebabkan infeksi di paru-paru atau bagian lain dari
tubuh. Faktor risiko untuk tertular TB termasuk kontak langsung dengan orang yang
terinfeksi, alkohol dan penyalahgunaan narkoba , menderita penyakit tertentu
(misalnya, diabetes, kanker, dan HIV), dan pekerjaan (misalnya, petugas kesehatan).
1
BAB II
SKENARIO KASUS
Seorang laki-laki Tn. B 28 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk riak
kuning kehijauan sudah 1 bulan ini, demam sore hari, keringat malam, napsu makan dan BB
dirasakan menurun. Keadaan sadar, lemas, TB 170 cm, BB 45 kg, Tensi 105/70, Nadi
100x/menit, suhu 38oC, RR 24x/menit. Fisik paru ditemukan suara bronchial, ronkhi dan
amforik apeks kanan. Hasil foto toraks didapatkan gambaran fibroinfiltrat dengan kavitas
pada lobus superior kanan.
2
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Status Pasien
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status Pernikahan : -
Agama : -
Pekerjaan : -
Alamat : -
Asal : -
Pendidikan terakhir : -
Tanggal berobat : -
3.1.2 Anamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang
o Keluhan Utama
Batuk riak kuning kehijauan sudah 1 bulan ini
o Keluhan Tambahan
Disertai demam sore hari, keringat malam, napsu makan dan BB dirasakan
menurun
Riwayat Penyakit Dahulu : -
Riwayat Alergi : -
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Riwayat Pengobatan : -
Riwayat Kebiasaan : -
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
1. Tanda vital
a. Nadi : 100x/menit
b. Tekanan darah : 105/70 mmHg
3
c. Pernapasan : 24x/menit
d. Suhu : 38oC
2. Pengukuran
a. Berat badan : 45 kg
b. Tinggi badan : 170 cm
3. Status mental
a. Kesadaran : Sadar
b. Kesan sakit : -
c. Penampilan pasien : Lemas
4. Kulit : -
5. Kelenjar getah bening : -
6. Kepala dan wajah
a. Kepala : -
b. Mata : -
c. Telinga : -
d. Hidung : -
e. Mulut : -
7. Leher
a. Kelenjar thyroid : -
b. Trachea : -
c. Tekanan vena jugularis : -
d. Arteri carotis : -
8. Thorax
a. Jantung : -
b. Pulmo : Suara bronchial, ronki dan amforik pada apeks kanan
9. Abdomen
a. Hepar : -
b. Lien : -
c. Bising usus : -
d. Ascites : -
10. Urogenital : -
11. Genitalia eksterna : -
12. Anus dan rectum : -
13. Ekstremitas : -
4
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen Thorax
Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan Mikroskopis BTA
Tes Tuberkulin
3.1.5 Diagnosis Kerja
Tuberculosis Paru
3.1.6 Penatalaksanaan
OAT (obat anti-tuberkulosis) sesuai dengan tipe pasien
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Batuk riak kuning kehijauan
Berdasarkan keluhan utama diatas dapat diambil hipotesis yaitu:
Tuberkulosis paru
Pneumonia komuniti
Asma bronkiale
3.2.2 Anamnesis Tambahan
Riwayat Penyakit Sekarang
Berapa lama batuk yang diderita pasien?
(Untuk menentukan akut dan kroniknya perjalan penyakit pada pasien. Apabila batuk
yang diderita sudah > 3minggu, kemungkinan batuk yang diderita pasien ialah akibat TB
paru) 1
Apakah batuk berdarah (hemoptsis)?
(Adanya hemoptsis terdapat pada penyakit TB paru, keganasan, atau pneumonia)
Adakah gejala menyertai lain?
o Adakah demam?
(Demam febris biasa terjadi pada pneumonia komuniti, sedangkan demam subfebris
biasa terjadi pada TB paru)
o Adakah mengi?
(Adanya mengi mengarah pada asma maupun penyakit paru obstruktif lainnya)
o Adakah nyeri dada? Bagaimana sifatnya?
5
(Apabila ada nyeri dada kemungkinan karena nyeri pleuritik yang disebabkan karena
pleuritis. Pleruitis dapat timbul sebagai komplikasi pada TB paru)
o Adakah sesak napas?
(Sesak napas dapat terjadi pada TB paru, asma, dan pneumonia. Ada tidaknya sesak
dapat menilai berat atau tidaknya penyakit paru yang diderita)
o Adakah keringat malam? Atau berkeringat? Atau menggigil?
(Keringat malam biasa terjadi pada TB paru sedangkan menggigil disertai
berkeringat merupakan gejala pneumonia)
Bagaimana perkembangan batuknya?
(Untuk melihat perjalan penyakit pada pasien. Perubahan warna dahak maupun
kekentalan juga diperhatikan, pada pneumonia biasa terjadi perubahan sesuai dengan
perjalanan penyakit)
Adakah penurunan berat badan yang signifikan?
(Adanya penurunan berat badan menunjukkan adanya kemungkinan penyakit TB paru
atau keganasan pada pasien)
Berapa banyak sputum/riak yang ada?
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pernah mengalami keluhan seperti sekarang?
(Untuk menilai apakah penyakit yang diderita ini merupakan penyakit yang recurrent
seperti misalnya TB paru yang recurrent)
Adakah riwayat atopi? Seperti dermatitis alergika dan rhinitis alergika.
(Apabila ada riwayat atopi, kemungkinan diagnosis ialah asma bronkiale)
Apakah sebelumnya pernah didiagnosis penyakit kronik seperti TB paru atau
pneumonia?
(Apabila pasien pernah didiagnosis penyakit kronik seperti TB paru atau pneumonia,
kemungkinan besar batuk yang diderita pasien disebabkan oleh TB paru atau pneumonia
yang recurrent)
Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
Apakah ada orang sekitar yang mengalami penyakit serupa?
(Apabila kita curiga TB paru, maka hal ini perlu ditanyakan karena infeksi terjadi
melalui penderita TB paru yang menular. Selain TB paru, pneumonia juga merupakan
penyakit menular. Riwayat kontak sebelumnya merupakan hal yang penting untuk
menegakkan diagnosis)
6
Riwayat Kebiasaan
Apakah pasien merokok (sekarang atau dulu)?
(Merokok merupakan suatu faktor predisposisi terkenanya penyakit pneumonia, TBC,
dan penyakit paru lainnya. Rokok bisa menyebabkan rusaknya microsilia-microsilia di
saluran napas dimana dengan rusaknya microsilia-microsilia memudahkan bakteri, debu,
dan sebagainya masuk ke paru)
Apakah pasien minum-minuman beralkohol?
(Mengonsumsi minuman beralkohol dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
sehingga tubuh mudah terkena infeksi bakteri maupun virus)
Apakah pasien pemakai Narkoba? (Dilihat pada pemeriksaan fisik ada tidaknya bekas
jarum suntik yang banyak. Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui penggunaan narkoba.
Apabila pasien pengguna narkoba, kemungkinan besar pasien juga terkena infeksi HIV,
dimana infeksi HIV adalah faktor predesposisi penyakit TB paru karena menyebabkan
gangguan pada sistem imunitas)
Riwayat Pengobatan
Apakah pernah menjalani terapi dengan kortikosteroid dalam jangka panjang?
(Terapi kortikosteroid dalam jangka panjang dapat menyebabkan depresi sistem imun
yang merupakan faktor predisposisi untuk penyakit infeksi paru)
Riwayat Vaksinasi
Apakah pernah mendapatkan vaksin BCG?
(Apabila belum diberikan imunisasi BCG, jika pasien pernah mengadakan kontak
dengan penderita TB paru maka pasien sangat mungkin mengidap TB paru juga)
3.3 Interpretasi Anamnesis
o Batuk riak kuning kehijauan sudah 1 bulan
Keluhan batuk kronis pada pasien ini menandakan sudah ada proses patologis yang terjadi
pada sistem pernafasanya. Normalnya, batuk hanya merupakan suatu mekanisme pertahanan
yang berguna untuk mengeluarkan sekret bronkus maupun benda asing. Selain itu, warna riak
yang kuning kehijauan menandakan bahwa telah terjadi suatu proses infeksi. Batuk riak
kuning kehijauan biasanya terjadi pada infeksi oleh bakteri. Keluhan batuk lama
kemungkinan dapat disebabkan oleh TB paru.
o Demam sore hari dan keringat malam
7
Keringat malam adalah suatu keluhan subyektif berupa berkeringat pada malam hari yang
diakibatkan oleh irama temperatur sirkadian normal yang berlebihan. Suhu tubuh normal
manusia memiliki irama sirkadian di mana paling rendah pada pagi hari sebelum fajar yaitu
36.1°C dan meningkat menjadi 37.4 °C atau lebih tinggi pada sore hari sekitar pukul 18.00
sehingga kejadian demam/ keringat malam mungkin dihubungkan dengan irama sirkadian ini.
Variasi antara suhu tubuh terendah dan tertinggi dari setiap orang berbeda-beda tetapi
konsisten pada setiap orang. Biasanya keluhan ini terdapat pada penderita TB paru. Keringat
malam pada pasien tuberkulosis aktif terjadi sebagai respon salah satu molekul sinyal peptida
yaitu tumour necrosis factor alpha (TNF-α) yang dikeluarkan oleh sel-sel sistem imun di
mana mereka bereaksi terhadap bakteri infeksius (M.tuberculosis). TNF-α yang dikeluarkan
secara berlebihan sebagai respon imun ini akan menyebabkan demam dan keringat malam,
yang merupakan karakteristik dari tuberculosis. 2-4
o Nafsu makan dan berat badan dirasa menurun
Napsu makan dan berat badan menurun merupakan keluhan yang biasanya timbul pada
penderita TB, namun tidak spesifik untuk penyakit TB. Umumnya, suatu proses penyakit
akan menyebabkan anoreksia ditambah lagi demam meningkatkan kebutuhan metabolisme
tubuh sehingga akhirnya dapat terjadi penurunan berat badan.
1.1Interpretasi Pemeriksaan Fisik
1.1.1 Status generalis
Hasil Nilai normal Keterangan
TB = 170 cm BMI = 45/1,72 = 15,57 18-25 Pasien Gizi buruk
BB = 45 Kg
TD 105/70mmHg 120/80mmHg Tekanan darah pasien normal
Suhu 38oC 36,5-37,2oC Pasien mengalami demam
yang subfebris
Nadi 100x/menit 60-100x/menit Nadi pasien normal, batas atas
Pernapasan 24x/menit 16-20x/menit Meningkat, tachypnoe
Intrepretasi:
1. BMI gizi buruk, sesuai pernyataan pasien bahwa pasien mengalami penurunan berat
badan. Kemungkinan terjadinya penurunan berat badan ada banyak, salah satunya TB
paru.
8
2. Suhu termasuk subfebris, kemungkinan terjadinya subfebris jika terkena infeksi
virus, atau infeksi bakteri yang kronis, dapat juga mendukung diagnosis TBC karena,
TBC merupakan suatu infeksi kronis.
3. Kenaikan denyut nadi bisa dikarenakan naiknya suhu tubuh.
4. Adanya peningkatan RR dalam keadaan normal (tidak sehabis olahraga),
kemungkinan adanya masalah pada paru atau saluran napas.
1.1.2 Status lokalis
Jenis
PemeriksaanHasil Normal Keterangan
Auskultasi
Bronkial VesikulerMenandakan adanya proses
infiltrasi
Ronki Tidak adaMenandakan adanya transudat
atau eksudat
Amforik apeks kanan Tidak adaMenandakan adanya kavitas
pada apeks paru kanan.
Intrepretasi:
1. Pernapasan bronkial, bisa ada dua kemungkinan jika didengar di bagian sentral
berarti normal, jika terdengar di daerah perifer kemungkinan mengalami
infiltrasi/konsolidasi, mendukung kearah TBC.
2. Ronki, jika terdengar nyaring maka kemungkinan di sekitar sumber ronki terdapat
infiltrate/konsolidasi.
3. Amforik pada apeks kanan, amforik adalah tanda bunyi seperti meniup botol
kosong, pada kasus ini kemungkinan adanya cavitas pada paru, bisa terjadi akibat
abses paru yang telah dikosongkan jaringan nekrotiknya dengan batuk, atau TB paru.
Amforik pada apeks paru menandakan bahwa kelainan paru berada pada apeks paru,
kemungkinan penyebabnya adalah kuman TBC karena kuman TBC hampir selalu
membuat kelainan pada apeks paru.
1.2 Interpretasi Pemeriksaan Penunjang
1.2.1 Foto Rongen Thorax
Foto rontgen paru sebaiknya dilakukan postero-anterior (PA) dan lateral, serta dibaca
oleh ahlinya. Pada pemeriksaan foto thoraks TBC dapat memberi gambaran bermacam-
9
macam bentuk (multiform) sehingga sering disebut sebagai the great imitator. Bila ada
diskongruensi antara gambaran klinis dan gambaran radiologis, harus dicurigai TBC.4
Gambaran rontgen paru pada TB dapat berupa :
Milier
Atelektasis/kolaps konsolidasi
Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
Konsolidasi (lobus)
Reaksi pleura dan/atau efusi pleura
Kalsifikasi
Bronkiektasis
Kavitas
Destroyed lung
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai kelainan TBC yang masih aktif, bila
didapatkan gambaran bayangan berawan / nodular di bagian atas paru/apeks paru, gambaran
kavitas (lubang pada paru), terutama lebih dari satu yang dikelilingi oleh bayangan opaque
(putih) berawan atau nodular, bayangan bercak milier (berbintik-bintik putih seukuran jarum
pentul) yang berupa gambaran nodul-nodul (becak bulat) miliar yang tersebar pada lapangan
paru, dan gambaran berupa efusi pleura (terdapatnya cairan pada selaput paru).
Sedangkan pada gambaran radiologik yang dicurigai lesi TBC inaktif, bila didapatkan
gambaran fibrotik (jaringan penyembuhan luka seperti serabut putih yang halus) pada bagian
atas paru/apeks paru, gambaran kalsifikasi (perkapuran yang tampak putih), atelektasis
(jaringan paru yang tidak mengembang), fibrothorax, dan atau penebalan pleura (selaput
pelapis paru-paru). Pada tuberkulosis kronis dapat terjadi pneumothoraks (timbulnya udara
yang mendesak jaringan paru-paru) dengan atau tanpa efusi (cairan), yang secara radiologis
memberikan gambaran radiolusen (lebih hitam) dengan corakan bronkovaskuler (paru)
menghilang pada pleura yang terisi udara, gambaran kolaps, cairan, atau desakan jantung.
Indikasi Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax
Umumnya diagnosis TBC ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, namun
pada kondisi tertentu perlu dilakukan pemeriksaan rontgen. Berikut indikasi foto Rontgen
thorax:
A. Suspek dengan BTA Negatif
10
Setelah diberikan antibiotik spektrum luas tanpa ada perubahan periksa ulang dahak SPS.
Bila hasilnya tetap negatif lakukan pemeriksaan foto rontgen dada.
B. Penderita dengan BTA positif
Hanya pada sebagian kecil dari penderita dengan hasil pemeriksaan BTA positif yang perlu
dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada yaitu:
1. Penderita tersebut diduga mengalami komplikasi, misalnya sesak nafas berat yang
memelurkan penangan khusus, contoh pneumotorak (adanya udara didalam rongga
pleura) dan pleuritis eksudativa.
2. Penderita yang sering hemoptisis berat untuk menyingkirkan kemungkinan
bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat).
3. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif pada kasus ini
pemeriksaan foto rontgen dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TBC paru
BTA positif.
Catatan:
Tidak ada gambaran foto rontgen dada yang khas untuk TBC paru. Beberapa gambaran
yang patut dicurugai sebagai proses spesifik adalah infiltrat, kavitas, kalsifikasi dan
fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) dengan lokasi
dilapangan atas paru (apeks).
Gambaran non spesifik yang ditemukan pada foto rontgen dada pada seorang penderita
yang diduga infeksi paru lain dan tidak menunjukkan perbaikan pada pengobatan dengan
antibiotik ada kemungkinan penyebabnya adalah TBC.5
Pada kasus ini, hasil foto toraks didapatkan:
o Gambaran fibroinfiltrat pada lobus superior
kanan berarti adanya fibrosis dan infiltrat.
Fibrosis menyatakan bahwa pasien pernah
menderita TB paru. Adanya infiltrat dan
kavitas pada lobus superior kanan
menunjukkan bahwa TB paru masih dalam
proses aktif.
o Hilus yang menebal yang menunjukkan
adanya lymphadenopathy merupakan salah
satu gambaran TB walaupun tidak khas.
11
o Sinus costophrenicus lancip, diafragma licin menunjukkan tidak ada/belum terjadinya
pleuritis yang merupakan salah satu komplikasi dari TB.
o CTR = 4,5/9,5 x 100% = 47% sehingga dapat dinyatakan bahwa jantung normal (CTR
<50%), tidak mengalami pembesaran/kardiomegali
Pada kasus ini, pasien menderita tuberkulosis lanjut sedang menurut klasifikasi dari
American Tuberculosis Association. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced
tuberculosis) yaitu luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu
paru sedangkan bila lubang, diameternya tidak boleh melebihi 4 cm. Kalau sifat bayangan
sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma menjadi daerah konsolidasi
homogen, luasnya tidak boleh melebihi satu lobus. 6
Hasil foto pada kasus ini sesuai dengan pengertian tuberculosis lanjut sedang karena
pada hasil foto pasien kelainan didapat hanya pada satu lobus yaitu lobus superior pulmo
dextra.
1.3 Pemeriksaan Penunjang Anjuran
Untuk menegakkan diagnosis penyakit TBC dapat dilakukan berbagai modalitas.
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis yang cermat, dilakukan pemeriksaan penunjang.
Seperti pemeriksaan radiologis (menemukan infiltrat, kavitas di apex dsb), mikrobiologis
(menemukan bakteri M. tuberculosis dengan pewarnaan BTA dan kultur sputum), tes
Tuberkulin dan pemeriksaan darah di laboratorium patologi klinik. Dari bentuk kelainan pada
foto Rontgen memang diperoleh kesan aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya
dapat diperoleh melalui kombinasi hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium. Maka dari itu,
kelompok kami mengajukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk memperkuat diagnosis
kami terhadap Tuberkulosis paru. Pemeriksaan penunjang yang kami anjurkan diantaranya
adalah pemeriksaan darah, pemeriksaan mikroskopis BTA (terpenting), dan tes
Tuberkulin.
1.3.1 Laboratorium darah
Dari semua pemeriksaan yang kami anjurkan, pemeriksaan darah kurang mendapat
perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak
spesifik.
Pada saat TBC baru mulai aktif terdapat sedikit leukositosis dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai
12
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit
masih tinggi. LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan
juga anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin sedikit
meningkat dan kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga
tidak spesifik.
Leukosit
Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik untuk jenis
bergranula (PMN) dan jaringan limpatik untuk jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi
dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Nilai normal leukosit ialah:
Dewasa : 4.000-10.000/mm3
Bayi/anak : 9.000-12.000/mm3
Bayi baru lahir : 9.000-30.000/mm3
Peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) menunjukkan adanya proses infeksi atau
radang akut, misalnya tuberkulosis, pneumonia, meningitis, appendisitis, tonsilitis, dll. Dapat
juga terjadi pada infark miokard, sirosis, leukemia, stress, pasca bedah dll. Sedangkan
penurunan jumlah leukosit (leukopenia) dapat terjadi pada penderita infeksi tertentu, terutama
virus, malaria, alkoholik, SLE, arthritis rheumatoid dan penyakit hemopoetik.
Hitung jenis leukosit
Hitung jenis leukosit adalah perhitungan jenis leukosit yang ada dalam darah
berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit. Hasil pemeriksaan
ini dapat menggambarkan kejadian dan proses penyakit dalam tubuh, terutama penyakit
infeksi. Lima tipe sel darah putih yang dihitung adalah netrofil, eosinofil, basofil, monosit
dan limfosit. Neutrofil dan limfosit merupakan 80-90% dari total leukosit. Hasil pemeriksaan
hitung jenis leukosit memberi informasi spesifik berhubungan dengan infeksi dan proses
penyakit.
No. Jenis leukosit Dewasa (%) Dewasa (mm3) Anak/bayi/BBL
1. Neutrofil (total)
Neutrofil segmen
Neutrofil batang
50-70
50-65
0-5
2500-7000
2500-6500
0-500
BBL=61%
Umur 1 tahun= 2%
Sama dewasa
2 Eosinofil 1-3 100-300 Sama dewasa
3 Basofil 0,4-1,0 40-100 Sama dewasa
4 Monosit 4-6 200-600 4-9%
5 Limfosit 25-35 1700-3500 BBL: 34%
13
1 tahun: 60%
6 tahun: 42%
12 tahun: 38%
Laju Endap Darah (LED)
LED mengukur kecepatan endap eritrosit dan menggambarkan komposisi plasma
serta perbandingannya antara eritrosit dan plasma. LED dipengaruhi oleh berat sel darah dan
luas permukaan sel serta gravitasi bumi. Makin berat sel darah makin cepat laju endapnya
dan makin luas permukaan sel makin lambat pengendapannya. LED darah normal relatif
kecil karena gravitasi bumi seimbang dengan perpindahan plasma ke atas. Setiap peningkatan
viskositas plasma (misal oleh kolesterol dan lemak lain) akan menimbulkan daya tarik ke atas
semakin besar sehingga laju endap lambat, tetapi sebaliknya setiap keadaan yang membuat
sel darah lebih berat (misalnya saling melekat/menggumpal), maka laju endap ke bawah
makin meningkat. Perlekatan sel darah (Rouleaux) dapat terjadi karena peningkatan
perbandingan globulin, albumin dan fibrinogen. Nilai normal LED ialah:
Pria : 0-8 mm/jam
Wanita : 0-15 mm/jam
LED dapat dipakai sebagai sarana pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan
penyakit terutama penyakit kronis misalnya TBC dan arthritis rheumatoid. Peninggian LED
biasanya terjadi akibat peningkatan kadar globulin dan fibrinogen karena infeksi akut lokal
maupun sistemis atau trauma, kehamilan, infeksi kronis, dan infeksi terselubung yang
berubah menjadi akut. Penurunan LED dapat terjadi pada polisitemia vera, gagal jantung
kongesti, anemia sel sabit, infeksi mononukleus, defisiensi faktor V pembekuan, dll.7-8
1.3.2 Pemeriksaan mikroskopis BTA
Tujuan pemeriksaan mikroskopis adalah:
Menegakkan diagnosis TB
Menentukan potensi penularan
Memantau hasil pengobatan pasien
Pengambilan spesimen:
Sputum adalah hasil sekresi mekanisme pembersihan dari trakea dan bronki serta
dikeluarkan melalui mekanisme batuk. Sputum yang kemungkinan besar mengandung kuman
BTA adalah yang berasal dari lesi paru terbuka. Sputum tersebut dapat berupa mukopurulen,
purulen atau serosa.
14
Dibutuhkan tiga spesimen dahak untuk menegakkan diagnosis TB secara mikrosko-
pis. Spesimen dahak paling baik diambil pada pagi hari selama 3 hari berturut-turut (pagi-
pagi-pagi), tetapi untuk kenyamanan penderita pengumpulan dahak dilakukan : Sewaktu –
Pagi – Sewaktu (SPS) dalam jangka waktu 2 hari.
1. Sewaktu hari -1 (dahak sewaktu pertama = A)
Kumpulkan dahak spesimen pertama pada saat pasien berkunjung ke UPK (Unit
Pelayanan Kesehatan)
Beri pot dahak pada saat pasien pulang untuk keperluan pengumpulan dahak pada hari
berikutnya.
2. Pagi hari -2 (dahak pagi = B)
Pasien mengeluarkan dahak spesimen kedua pada pagi hari kedua setelah bangun
tidur dan membawa spesimen ke laboratorium.
3. Sewaktu hari -2 (dahak sewaktu kedua = C)
Kumpulkan dahak spesimen ketiga di laboratorium pada saat pasien kembali ke
laboratorium pada hari kedua saat membawa dahak pagi (B). 9
Cara pengambilan bahan harus pada ruangan terbuka dengan sinar matahari langsung serta
ventilasi yang baik. Cara pengumpulan sputum:
1. Dalam melakukan pengambilan, hindari pemeriksa berdiri di depan pasien.
2. Pastikan pasien mengkumur atau membersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan
air sebelum dahak dikeluarkan.
3. Apabila sputum sulit dikeluarkan pasien bisa diedukasi untuk minum air pada malam
harinya sebelum, atau memberikan obat ekspektoran berupa 1 tablet gliseril
guayakolat.
4. Kemudian arahkan pasien untuk menarik nafas 2-3 kali sebelum mengeluarkan
sputum dengan cara membatukkan.
5. Setelah itu batukan secara keras agar dahak dapat keluar
6. Kemudian masukan dahak ke dalam pot kemudian tutup rapat. Sputum dimasukan ke
dalam pot bermulut lebar, dimana pada umunya dengan diameter ≥6cm, bertutup
rapat dan tidak mudah pecah.
Bila perlu hal di atas dapat diulang sampai mendapatkan dahak yang berkualitas baik dan
volume yang cukup (3-5 ml).
Bila spesimen jelek, pemeriksaan tetap dilakukan dengan:
1. Mengambil bagian yang paling mukopurulen / kental kuning kehijauan
15
2. Diberi catatan bahwa ”spesimen tidak memenuhi syarat / air liur”
Bila tidak ada spesimen dahak yang dapat dikeluarkan, pot dahak harus dibuang, tidak dapat
digunakan untuk pasien lain.
Sputum yang terbaik adalah sputum pada pagi hari untuk batuk kronik, sedangkan batuk akut
dapat dilakukan pemeriksaan sputum pagi hari.
Pembuatan sediaaan apus sputum
Spesimen dapat berupa sediaan langsung dan konsentrasi.Untuk sediaan langsung, dengan
menggunakan ose steril langsung diambil sedikit sputum pada bagian yang purulen dan
diratakan setipis mungkin dari 2/3 bagian permukaan kaca obyek. Sediaan konsentrasi dibuat
dengan cara menghilangkan kontaminasi (dekontaminasi) terlebih dahulu baru kemudian
dibuat sediaan apus. Sediaan konsentrasi selain untuk pemeriksaan mikroskopis dapat juga
untuk kultur.
Sediaan apus yang baik ialah :
• Berasal dari dahak mukopurulen, bukan air liur.
• Berbentuk spiral-spiral kecil berulang (coil type), yang tersebar merata, ukuran 2 x 3 cm.
• Tidak terlalu tebal atau tipis.
• Setelah dikeringkan sebelum diwarnai, tulisan pada surat kabar 4 - 5 cm di bawah sediaan
apus masih terbaca.
Pewarnaan Tahan Asam
A. Pewarnaan Ziehl-Neelsen
Merupakan pewarnaan diferensial untuk bakteri tahan asam. Bakteri tahan asam memiliki
dinding sel yang tebal, terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat.Sehingga walaupun
dicuci dengan larutan asam belerang 5%, tetap mengikat zat warna fuksin karbol. Sedangkan
bakteri yang tidak tahan asam akan melepaskan fuksin karbol bila dicuci dengan larutan asam
belerang dan akan mengikat zat warna kedua yaitu biru metilen.
Bahan reagensia yang dipergunakan
1. Fuksin karbol
Zat warna ini dilarutkan dengan 5% fenol sehingga mudah larut dalam bahan yang
mengandung lipoid seperti dinding sel bakteri Mycobaterium.
2. H2SO4 / Asam Alkohol (HCL 3% + ALKOHOL 95%) yang berfungsi sebagai
dekolorisasi.
3. Biru Metilen (Methylene Blue) merupakan zat warna terakhir yang dipergunakan
dalam pewarnaan Ziehl-Neelsen.
Cara kerja
16
1. Sedian sputum yang telah direkat, dituang larutan fuksin karbol selama 5 menit
sambil dipanasi dengan api kecil sampai keluar uap (tidak boleh mendidih).
2. Cuci dengan air.
3. Tuangi larutan H2SO4 5% selama 2 detik ( untuk M.leprae : H2SO4 1% ).
4. Cuci dengan alkohol 60% sampai tidak ada lagi warna merah yang mengalir dari
sediaan.
5. Cuci dengan air, kemudian tuangi larutan air metilen biru selama 2 menit.
6. Cuci dengan air lalu keringkan.
B. Pewarnaan Kinyoun-Gabbett (Tan)
Cara kerja:
1. Pada sediaan sputum yang telah direkat, tuangkan larutan Kinyoun (fuksin karbol 4%)
dan biarkan selama 3 menit.
2. Cuci dengan air.
3. Tuangkan larutan Gabbett.
4. Cuci dengan air lalu keringkan dengan kertas saring. 5
Cara menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan dahak
1. Letakkan mikroskop di meja yang permukaannya datar, tidak licin, dan dekat sumber
cahaya.
2. Bila mengggunakan sumber cahaya lampu:
a. Atur tegangan lampu ke minimum
b. Nyalakan mikroskop memakai tombol ON
c. Sesuaikan dengan pelan-pelan sampai intensitas cahaya yang diinginkan
tercapai
3. Bila menggunakan cermin, arahkan cermin ke sumber cahaya.
4. Letakkan sediaan yang telah diwarnai ke atas meja
sediaan.
5. Putar lempeng objektif ke objektif 10x.
6. Atur dengan tombol pengatur focus kasar dan pengatur
focus halus sampai sediaan terlihat jelas.
7. Sesuaikan jarak antar pupil sampai gambar kiri dan
gambar kanan menyatu dengan cara menggeser-geser
kedua lensa okuler karena setiap orang mempunyai jarak antar pupil yang berbeda-
beda.
17
8. Fokuskan gambar dengan mata kanan dengan cara melihat ke dalam okuler kanan dan
sesuaikan dengan tombol pengatur focus halus.
9. Fokuskan gambar dengan mata kiri dengan cara melihat ke dalam okuler kiri dan
putar. cincin penyesuai diopter sampai didapatkan gambar yang paling jelas, baik
untuk mata kiri maupun mata kanan.
10. Buka iris/diafragma sampai 70 – 80%, hingga lapangan pandang terang dengan
merata.
11. Teteskan minyak imersi di atas sediaan (aplikator jangan menyentuh sediaan) dan
putar lensa objektif 100x ke tempatnya sampai berbunyi ‘klik’.
12. Fokuskan dengan menggunakan tombol pengatur focus halus (jangan menggunakan
tombol pengatur focus kasar sebab dapat menyebabkan pecahnya lensa objektif
maupun kaca sediaan) sampai didapatkan gambar yang paling jelas.
13. Gunakan pengatur tegangan lampu untuk mendapatkan cahaya yang tepat.
14. Begitu sediaan selesai dibaca, putar objektif 100x menjauhi kaca sediaan, tempatkan
objektif 10x di atas sediaan, lalu sediaan diambil.
15. Bila telah selesai, atur kembali pengatur tegangan lammpu ke minimum dan matikan
mikroskop dengan menekan tombol OFF.
16. Setiap selesai menggunakan mikroskop, bersihkan dengan hati-hati minyak emersi
dari lensa objektif 10x dengan mengunakan kertas lensa/kain halus, masukkan dalam
kotak mikroskop yang telah dikontrol kelembabkannya dengan menempatkan lampu 5
watt yang menyala.5
Interpretasi hasil pemeriksaan
Bakteri tahan asam berwarna merah
Bakteri tidak tahan asam berwarna biru
Pemeriksaan bakteri basil tahan asam sedikitnya memerlukan 100 lapang pandang (dalam
waktu 10 menit) dengan cara menggeser sediaan menurut arah dari kiri ke kanan, ke bawah,
ke kiri dan seterusnya. Skema pelaporan ini mengacu pada skala International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD).
Hasil pemeriksaan Interpretasi pemeriksaan
Tidak ditemukan BTA minimal dalam 100 lapang
pandang
BTA negatif
1-9 BTA dalam 100 lapang pandang Tuliskan jumlah BTA yang
ditemukan/100 lapang pandang
10-99 BTA dalam 1 lapang pandang +1
18
1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, periksa minimal 50
lapang pandang
+2
Lebih dari 10 BTA dalam 1 lapang pandang, periksa
minimal 20 lapang pandang
+3
BTA yang ditemukan menegakkan diagnosis TB dan jumlah BTA yang ditemukan
menunjukkan beratnya penyakit. Oleh karena itu sangat penting untuk mencatat dengan benar
apa yang terlihat. 5,9
1.3.3 Tes Tuberculin
Tes tuberculin atau tes Mantoux ini hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG, atau
Mycobacterium pathogen lainnya. Dasar tes tuberculin ini adalah hipersensitivitas tipe lambat
(tipe IV).
Tes tuberculin ini dilakukan dengan cara
menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D. (Purified Protein
Derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate
strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U.
dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U. (first strength).
Kadang-kadang bila dengan 5 T.U. masih memberikan
hasil negative dapat diulangi dengan 250 T.U. (second
strength). Bila dengan 250 T.U. masih memberikan hasil
negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan.
Umumnya tes tuberculin dengan 5 T.U. saja sudah cukup berarti.
Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul berupa indurasi kemerahan
yang terdiri dari infiltrate limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibody selular dan
antigen tuberculin. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux dibagi menjadi:
(1) Indurasi 0-5 mm (diameter) : Mantoux negative = No sensitivity
(2) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan = Low grade sensitivity
(3) Indurasi 10-15 mm : Mantoux positive = Normal sensitivity
(4) Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positive kuat = Hypersensitivity
Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau
terinfeksi oleh Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif
palsu.
Hal-hal yang memberikan reaksi tuberculin berkurang (negative palsu) yakni:
19
Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberculosis
Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE)
Penyakit eksantematous dengan panas yang akut : morbili, cacar air, poliomyelitis
Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)
Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresif lainnya
Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan
Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux ± 5mm sudah dinilai positif. 2
1.4Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja pada pasien ini ialah tuberkulosis paru. Adapun dasar untuk diagnosis
kerja tuberkulosis paru ialah sebagai berikut:
o Gambaran klinis:
Pada pasien ini didapatkan gambaran klinis yang sesuai dengan penderita tuberkulosis
paru. Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik:
Gejala lokal/respiratorik tuberkulosis yang ditemukan pada pasien ini ialah batuk
berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Adanya gejala batuk menandakan bahwa
bronkus telah terlibat dalam proses penyakit.
Juga didapatkan gejala sistemik tuberkulosis pada pasien ini berupa: demam pada sore
hari, keringat malam tanpa kegiatan fisik, nafsu makan menurun, serta berat badan yang
menurun.
Dengan adanya gejala respiratorik dan gejala sistemik yang mengarah kepada tuberkulosis
paru, maka status pasien Tuan B ialah sebagai seorang tersangka/ suspek penderita
tuberkulosis paru dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
o Pemeriksaan fisik:
Pada pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pasien lemas serta demam (pengukuran suhu
38°C). Lemas dan demam merupakan gejala sistemik tuberkulosis paru walaupun tidak
spesifik untuk tuberkulosis paru. Selain itu didapatkan bahwa body mass index pasien rendah.
Hal ini merupakan suatu faktor predisposisi untuk terjadinya infeksi karena pada keadaan
malnutrisi seseorang mengalami penurunan sistem imun sehingga menjadi rentan terhadap
infeksi. Pada pemeriksaan fisik paru ditemukan suara nafas bronkial serta amforik pada apeks
kanan. Lokasi apeks kanan ini khas untuk tuberkulosis paru dimana kelainan yang
20
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis pada umumnya terletak di daerah lobus
superior teruatama daerah apeks serta daerah apeks lobus inferior.
o Pemeriksaan radiologis:
Foto thoraks PA yang dilakukan pada pasien ini memberikan gambaran yang bisa
dicurigai sebagai lesi tuberkulosis aktif. Gambaran lesi yang dimaksud ialah:
Gambaran fibroinfiltrat yaitu bayangan berawan yang terlihat pada lobus superior paru
kanan
Kavitas dikelilingi oleh bayangan opak berawan
Untuk mendapatkan diagnosis pasti tuberkulosis paru pada pasien ini perlu dilakukan
pemeriksaan dahak/sputum mikroskopis. Bila ditemukan basil tahan asam (BTA) yang positif
pada pemeriksaan dahak/sputum maka pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis pasti
tuberkulosis paru. Alur diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa ialah seperti berikut:
PATOFISIOLOGI
Penularan Tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar. Bila
terjadi kontak dengan seorang penderita tuberkulosis maka dapat terjadi penyebaran infeksi
melalui droplet infection. Partikel infeksi ini dapat bertahan selama 1-2 jam tergantung ada tidaknya
ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Jika partikel ini berukuran <5 mikrometer, maka
kuman Mycobacterium tuberculosis akan masuk melalui saluran nafas ke dalam jaringan
21
paru. Di dalam jaringan paru, kuman akan difagositosis oleh makrofag alveolus paru. Bila
sistem imunitas kuat maka kuman akan mati difagositosis oleh makrofag, namun bila sistem
imunitas lemah maka kuman tetap hidup dan berkembang biak didalam makrofag.
Kuman yang berkembang biak membentuk suatu sarang pneumonik di jaringan paru.
Sarang pneumonik mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru dan disebut sebagai
sarang primer atau afek primer. Pembentukan sarang primer diikuti oleh peradangan saluran
getah bening yang menuju hilus, dikenal sebagai limfangitis regional. Limfangitis regional
kemudian akan diikuti oleh limfadenitis regional atau pembesaran kelenjar getah bening di
hilus. Sarang primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai suatu
kompleks primer.
Bila sudah terbentuk suatu kompleks primer (biasa setelah 2 minggu) maka akan
terbentuk imunitas seluler yang spesifik terhadap Mycobacterium tuberculosis. Bila
dilakukan uji tuberkulin maka akan didapatkan hasil yang positif.
Kompleks primer akan mengalami salah satu hal sebagai berikut:
Mengalami resorbsi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat sama sekali.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa sikatriks dan sarang
pengapuran.
Mengalami perkejuan dan menyebabkan terbentuknya kavitas pada jaringan
paru.
Mengalami penyebaran. Penyebaran bisa terjadi secara per kontinuitatum
(menyebar ke sekitar), bronkogen (melalui saluran nafas), hematogen (melalui
darah), dan limfogen (melalui saluran limfe). Penyebaran berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah kuman, dan virulensi kuman. Akibat penyebaran
maka dapat terjadi tuberkulosis ektra-paru.
Seseorang dengan sistem imunitas yang buruk akan menunjukkan gejala-gejala
penyakit tuberkulosis. Ia bisa meninggal atau sembuh tergantung dari sistem imunitasnya dan
jumlah serta virulensi kuman.5,10-11
Patofisiologi tuberkulosis paru pada pasien ini:
Kontak dengan penderita TB paru Inhalasi Mycobacterium tuberculosis Kuman
TB difagositosis oleh makrofag Kuman TB hidup dan berkembang biak didalam makrofag
(karena imunitas pasien buruk akibat kurang gizi) Terbentuk sarang primer diikuti oleh
limfangitis dan limfadenitis regional Sarang primer mengalami proses perkejuan akibat
nekrosis jaringan Jaringan nekrotik dibatukkan keluar dan terbentuk kavitas Tampak
gejala klinis utama berupa batuk berdahak selama 1 bulan
22
1.5 Penatalaksanaan
Obat-obatan pada TB dapat diklasifikasi menjadi dua jenis resimen, yaitu obat lapis
pertama dan lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan
basil, pengurangan basil yang dorman, dan pencegahan terjadinya resistensi.
Obat-obatan lapis pertama yaitu: isoniazid (INH), rifampicin, pyrazinamide,
ethambutol, dan streptomycin. Obat-obatan lapis kedua mencakup rifabutin, ethionamide,
cycloserine, para-amino-salicylic acid, clofazimine, aminoglikosida di luar streptomycine,
dan kuinolon.
Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah
perkembangan resistensi obat. Oleh karena itu, WHO telah menerapkan strategi DOTS dimana
terdapat petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat
dan memastikan kepatuhannya. WHO juga telah membagi berbagai resimen pengobatan standar
yang membagi pasien pasien menjadi empat kategori berbeda menurut definisi kasusnya.
Kategori Pasien TBResimen pengobatan
Fase awal Fase lanjutan
Kategori 1 BTA (+) baru
Sakit berat : BTA (-)
luar paru
2 SHRZ (RHZE) 6 HE
2 SHRZ (RHZE) 4HR
2 SHRZ (RHZE) 4 H3R3
Kategori 2 Pengobatan ulang :
Kambuh, BTA (+)
Gagal
2 SHZE / 1 HRZE 5H3R3E3
2SHZE / 1 HRZE 5 HRE
Kategori 3 TP paru BTA (-)
TB luar paru
2 HRZ / 2 H3R3Z3 6 HE
2 HRZ / 2 H3R3Z3 2 HR/ 4 H
2 HRZ / 2 H3R3Z3 2 H3R3/4H
Kategori 4 Kasus Kronis (masih
BTA positif setelah
pengobatan ulang yang
di supervisi
Tidak dapat di aplikasikan
(mempertimbangkan menggunakan
obatobatan barisan kedua)
ObatDOSIS
Setiap Hari Dua kali / minggu Tiga kali / minggu
isoniazid 5 mg / kg
Maks 300mg
15mg / kg
Maks 900mg
15mg / kg
Maks 900mg
Rifampicin 10mg / kg 10mg / kg 10mg / kg
23
Maks 600mg Maks 600mg Maks 600mg
Pirazinamid 15-30mg / kg
Maks 2g
50-70mg / kg
Maks 4g
50-70mg / kg
Maks 3g
Etambutol 15-30mg / kg
Maks 2,5g
50mg / kg 25-30mg / kg
Streptomisin 15mg / kg
Maks 1g
25-30mg / kg
Maks 1,5g
25-30mg / kg
Maks 1g
Resimen pengobatan dengan metode DOTS:
KATEGORI 1
Pasien tuberkulosis paru (TBP) dengan sputum BTA positif dan kasus baru, TBP
lainnya dalam dalam keadaan TB berat, seperti meningitis tuberkulosis, miliaris, perikarditis,
peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan neurologik, sputum
BTA negatif tetapi kelainan di paru luas, tuberkulosis usus dan saluran kemih. Pengobatan
fase inisial resimennya terdiri dari 2 HRZS (E), setiap hari selama dua bulan obat H, R, Z,
dan S atau E. Sputum BTA awal yang positif setelah dua bulan di harapkan menjadi negatif,
dan kemudian di lanjutkan kepada tahap lanjutan 4HR atau 4 H3R3 atau 6 HE. Apabila
sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase intensif di lanjutkan 4 minggu lagi, tanpa
memandang apakah sputum sudah negatif atau tidak.
KATEGORI 2
Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan fase inisial
terdiri dari 2 HRZES / 1 HRZE, yaitu R dengan H,Z,E setiap hari selama 3 bulan, di tambah
dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi negatif, fase lanjutan bisa
segera di mulai. Apabila sputum BTA masih positif setelah 3 bulan, fase inisial dengan 4 obat
dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke empat sputum BTA masih positif, semua obat di
hentikan 2-3 hari, dan di lanjutkan dengan kultur sputum untuk uji kepekaan antibiotika. Obat
di lanjutkan dengan resimen fase kanjutan, yaitu 5H3R3E3 / 5 HRE
KATEGORI 3
Pasien TBP dengan sputum BTA negatif tapi kelainan paru tidak luas dan kasus
ekstra-pulmonar (selain dari kategori 1). Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2
H3R3E3Z3 yang di teruskan dengan fase lanjutan 2 HR atau H3R3
KATEGORI 4
Tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi ganda,
sputumnya harus di kultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup diberikan H saja
24
(WHO) atau sesuai rekomendasi WHO untuk pengobatan TB resistensi ganda (multidrugs
resistant tuberculosis)
Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya
Efek minor
Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana
Minor OAT diteruskan
Tidak nafsu makan, mual, sakit
perut
Rifampisin Obat diminum malam
sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin /allopurinol
Kesemutan s/d rasa terbakar di
kaki
INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 1
x 100 mg
perhari
Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu
diberi apaapa
Efek major
Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana
Major Obat penyebab dihentikan
Gatal dan kemerahan
pada kulit
Semua jenis OAT Beri antihistamin &
dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
ganti etambutol
Gangguan keseimbangan
(vertigo dan nistagmus)
Streptomisin Streptomisin dihentikan
ganti etambutol
Ikterik / Hepatitis Imbas
Obat (penyebab lain
disingkirkan)
Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT
sampai ikterik menghilang
dan boleh diberikan
hepatoprotektor
Muntah dan confusion
(suspected drug-induced
pre-icteric hepatitis)
Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT &
lakukan uji fungsi hati
Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol
Kelainan sistemik,
termasuk syok dan
Rifampisin Hentikan rifampisin
25
purpura
Pembedahan pada TB Paru
Pembedahan ini dibedakan menjadi indikasi relatif dan indikasi absolut.
Indikasi relatif:
A. Pasien dengan sputum negatif dan batuk darah berulang
B. Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan
C. Sisa kavitas yang menetap
Sedangkan indikasi absolutnya adalah:
A. Semua pasien yang telah mendapatkan OAT adekuat tetapi sputum tetap positif
B. Pasien batuk darah masif tidak dapat di atasi dengan cara konservatif
C. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif.
Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping
obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
1. Evaluasi klinik
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1
bulan
Evaluasi: respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya
komplikasi penyakit
Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
2. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
o Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
o Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
o Sebelum pengobatan dimulai
o Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
o Pada akhir pengobatan
o Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
3. Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
o Sebelum pengobatan
26
o Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
o Pada akhir pengobatan
4. Evaluasi efek samping secara klinik
o Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap
o Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah ,
serta asam urat
Untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan
o Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
o Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)
o Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri
(bila ada keluhan)
o Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut.
Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila
pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman 2-5,11-12
1.6 Prognosis
o Ad vitam: ad bonam
Kelompok kami memilih prognosis ad bonam karena keadaan yang ditemukan pada
pasien ini bukan kondisi yang berat yang dapat menyebabkan kematian. Perlu
pemeriksaan lebih lanjut apakah pada pasien terdapat infeksi HIV atau tidak.
o Ad sanationam: dubia ad malam
Kemungkinan terjadinya infeksi TB berulang pada kasus ini cukup tinggi, disebabkan
oleh pertimbangan pasien pernah mengalami TB paru sebelumnya (gambaran fibrotic
pada foto Rontgen paru). Selain itu kemungkinan pengobatan TB paru pasien
seblumnya tidak tuntas. Pengobatan TB yang tidak tuntas dikhawatirkan akan
membuat kuman TB menjadi resisten.
o Ad fungsionam: dubia ad malam
27
Penyakit TB paru biasanya meninggalkan ‘tanda mata’ berupa kalsifikasi dan jaringan
fibrosis pada jaringan parenkim paru yang terinfeksin. Adanya jaringan fibrosis ini
terlihat pada foto Rontgen thorax pasien. Jaringan yang sudah terkalsifikasi dan
berubah menjadi jaringan fibrosis bersifat irreversible sehingga tidak akan sepenuhnya
kembali berfungsi normal.
1.7Komplikasi TB paru dan Penanganannya
o Batuk Darah (= Hemoptysis, Hemoptoe)
Karena pada dasarnya proses TB adalah proses nekrosis, kalau di antara jaringan yang
mengalami nekrosis terdapat pembuluh darah, besar kemungkinan penderita akan mengalami
batuk darah, yang bervariasi dari jarang sekali sampai sering atau hampir setiap hari. Variasi
lainnya adalah jumlah darah yang dibatukkan ke luar mulai dari sangat sedikit (garis darah
pada sputum) sampai banyak sekali (profus), tergantung pada pembuluh darah yang terkena.
Bila percabangan arteri yang terkena, batuk darah akan jauh lebih hebat dari vena. Cabang a.
pul-monalis, bila terkena, akan jauh lebih berbahaya dari cabang a. bronkealis, karena
langsung keluar dari jantung.
Batuk darah baru membahayakan jiwa penderita bila profus, karena dapat
menyebabkan kematian oleh syok dan anemia akut. Di samping itu, darah yang akan
dibatukkan keluar dapat menyangkut di trakea/larings dan akan menyebabkan asfiksia akur
yang dapat berakibat fatal.
Untuk batuk darah yang minimal sampai agak banyak, dapat diberikan koagulan
dan/atau obat-obat antitrombolitik (asam traneksamik) saja, bila perdarahan agak hebat, perlu
dipertimbangan pemberian transfusi darah segar. Kalau hal ini sering berulang, perlu juga
dipertimbangkan lobektomi ataupun embolisasi arteri, yang menjadi penyebab permasalahan
ini.
Dalam stadium akut sampai beberapa hari sesudahnya sebaiknya pula antitusif untuk
mencegah batuk, setidak-tidaknya mengurangi frekuensi batuk untuk memberi kesempatan
istirahat secukupnya bagi lesi, sampai thrombus yang terbentuk cukup kuat.
o Penyebaran per Kontinuitatum/Bronkogen/Hematogen
Proses nekrosis dapat meluas secara kontinuitatum ke sekitarnya secara langsung,
bahkan sampai dapat menembus pleura interlobaris dan menyerang lobus yang
berdampingan. Dapat pula proses ini menembus dinding bronkus, sehingga bahan nekrotis
yang penuh hasil TB akan tersebar melalui bronkus tersebut. Hal ini akan tampak jelas pada
28
foto baru berupa infiltrat-infiltrat yang baru mengikuti jalannya bronkus (penyebaran
bronkogen).
Penyebaran hematogen terjadi bilamana proses nekrosis mengenai pembuluh darah.
Bahan-bahan nekrosis yang penuh basil-basil TB sekaligus akan ‘tertumpah’ ke dalam aliran
darah ke seluruh tubuh. Basil-basil ini kemudian akan bersarang ke seluruh tubuh. Basil-basil
TB ini terbawa aliran darah ke seluruh tubuh. Basil-basil ini kemudian akan bersarang di
organ-organ tubuh, termasuk paru sendiri (TB miliaris). Pada pemeriksaan fisik TB miliaris,
akan dapat didengar rongki basah yang sangat halus tersebar merata di kedua paru : dan pada
foto paru, akan tampak bercak-bercak infiltrate halus (sebesar kepala jarum bundel) yang
merata diseluruh paru kiri maupun kanan (sampai di ujung-ujung paru sekalipun). Dengan
demikian, begitu diagnosis TB miliaris ditegakkan, sekaligus perlu diingat bahwa setiap saat
dapat terjadi pula TB selaput otak yang dapat fatal, setidak-tidaknya akan meninggalkan
cacat neugrologis, bersamaan juga dapat timbul TB ginjal, TB hati, dll. Hanya ada dua organ
tubuh yang memang secara ilmiah tak dapat diserang TB, yaitu otot skelet dan otot jantung.
Untung sekali bahwa penyembuhan kompilasi ini tak berbeda dengan penyembuhan
komplikasi ini tak berbeda dengan penyembuhan TB paru biasa. Satu hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa kadang kala pada TB miliaris didapatkan panas badan yang tinggi,
yaitu pada bentuk tifoid, sehingga sepintas lalu dapat menyerupai demam tifoid. Pada
penderita lain, kemungkinan sama sekali tidak dijumpai panas badan, bahkan penderita masih
dapat bekerja, walaupun sebentar-sebentar batuk dan badannya terasa lemah sekali.
TB Larings
Karena tiap kali dahak yang mengandung basil TB dikeluarkan melalui larings,
tidaklah mengherankan bila ada basil yang tersangkut di larings dan menimbulkan proses TB
di tempat tersebut. Dengan perkataan lain, terjadilah sekarang TB larings. Penyembuhannya
tidak berbeda dengan TB paru.
o Pleuritis Eksudatif
Bila terdapat proses TB di bagian paru yang dekat sekali dengan pleura, pleura akan
ikut meradang dan menghasilkan cairan eksudat. Dengan lain perkataan, terjadilah pleuritis-
eksudatif. Tidak jarang proses TB-nya masih begitu kecil, sehingga pada foto paru belum
tampak ada kelainan. Bilamana cairan eksudat masih sedikit (tinggi cairan tidak melebihi
25% tinggi paru), cukup diberikan terapi spesifik saja, tetapi bila cairan makin banyak, perlu
dilakukan fungsi dan cairan eksudat dikeluarkan sebanyak mungkin, untuk menghindari
terjadinya Schwarte di kemudian hari.
29
o Pnemotoraks
Bisa saja terjadi bahwa proses nekrotis itu dekat sekali dengan pleura, sehingga
terjadilah pnemotoraks. Sebab lain pnemotoraks ialah pecahnya dinding kavitas yang
kebetulan berdekatan dengan pleura, sehingga pleura pun ikut robek. Bila udara yang masuk
ke rongga pleura terbatas dan tak terus menerus bertambah (mediastinum tidak sampai
tersedak ke sisi sehat dan penderita tak menjadi sesak secara progresif), terapi hanyalah terapi
spesifik istirahat seperlunya. Tetapi bila udara yang masuk ke dalam rongga pleura makin
banyak (pnemotoraks tipe ventil), mau tak mau harus dipasang water-sealed-drainage (WSD)
pula. Perlu diingat bahwa seperti pada pleuritis eksudatif, sering kali kelainan TB-nya tidak
tampak pada foto paru, karena demikian kecilnya. Namun karena pengalaman-pengalaman di
masa lampau, setiap pnemotoraks yang bersifat spontan pada orang dewasa muda harus
dianggap disebabkan oleh TB dan harus diberikan terapi spesifik.
o Hidropnemotoraks, Empiema/Piotoraks, dan Piopnemotoraks
Kalau pleuritis eksudatif dan pnemotoraks terjadi bersama-sama, maka disebut
hidropnemotoraks ; dan bila cairannya mengalami infeksi sekunder, terjadilah
piopnemotoraks. Kalau infeksi sekunder mengenai cairan eksudat pada pleuritis eksudatif,
terjadilah empiema atau disebut pula piotoraks). Sesuai dengan prinsip umum, nanah yang
terbentuk ini harus dikeluarkan pula, dan di samping pemberian terapi seperti di atas
(spesifik) perlu juga antibiotika untuk menanggulangi infeksi sekundernya.
o Abses Paru
Infeksi sekunder dapat pula mengenai jaringan nekrotis itu langsung, sehingga akan
terjadi abses paru.
o Cor Pulmanale
Makin parah destruksi paru dan makin luas proses fibrotic di paru (termasuk proses
atelektasis), resistensi perifer dalam paru akan makin meningkat. Resistensi ini akan menjadi
beban bagi jantung kanan, sehingga akan terjadi hipertrofi, dan kalau hal ini berlanjut terus,
akan terjadi pula dilatasi ventrikel kanan dan berakhir dengan payah-jantung kanan.
Kelaninan jantung karena kelainan paru diberi nama umum penderita-penderita
dengan’destroyed lung’. 2
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
30
4.1. TB PARU
Definisi Tuberkulosis
Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis humanis), yang mana sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit tuberculosis adalah basil tuberculosis yang termasuk
dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari family Mycobacteriaceace dan termasuk
dalam ordo Actiomycetalis. Mycobacterium tubercola menyebabkan sejumlah penyakit berat
pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering pada paru. Masih terdapat
mycobacterium pathogen lainnya, misalnya Mycobacterium leprae, Mycobacterium
paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai Mycobacterium non
tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan.
Karakteristik
Mycobacterium Tuberculosis adalah sejenis kuman berbentuk batang, berukuran
panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen Mycobacterium
Tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta
tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni
menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu M. Tuberculosis senang tinggal di
daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat
yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis Paru.
Cara Penularan
Cara penularan Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan
bakteri Mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada
anak – anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul didalam paru – paru akan berkembang biak menjadi banyak dan
dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, dan lain – lain.
Saat Mycobacterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru – paru, maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular ( bulat ). Biasanya melalui
serangkaian reaksi immunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding disekeliling bakteri itu oleh sel – sel paru. Mekanis pembentukan
dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan
menjadi dorman / istirahat dan menjadi tuberkel yang terlihat pada foto roentgen.
31
Pada sebagian orang yang memiliki system imun yang baik, bentuk ini akan tetap
dorman sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang yang memiliki system imun yang kurang
baik, akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel
yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru dan menjadi sumber produksi
sputum. Seorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel yang belebihan dan positif terkena TBC.
Diagnosis
Diagnosis TB pada anak:
1. Gejala umum TBC :
- Berat badan turun selama 3 bulan berturut – turut tanpa diketahui penyebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah mendapat penanganan gizi yang baik.
- Nafsu makan tidak ada dengan berat badan yang tidak naik
- Demam lama berulang tanpa sebab disertai keringat pada malam hari
- Pembesaran kelenjar limfe, superfisialis yang tidak sakit, biasanya multiple, paling sering
daerah leher, ketiak dan lipatan paha.
- Gejala dari saluran napas, misalnya batuk kronis lebih dari 30 hari.
2. Gejala Spesifik
Gejala ini biasanya tergantung dari bagian mana yang terserang, misalnya :
a. TBC Kulit / skrofuloderma
b. TBC Tulang dan Sendi
c. TBC Otak dan syaraf
Diagnosis TB pada orang dewasa:
Pasien mempunyai keluhan batuk terus menerus dan batuk kronis lebih dari 3 minggu
atau lebih, dahak bercampur darah, sesak napas, nyeri dada, badan lemas, nafsu makan
berkurang, berat badan menurun, kurang enak badan, berkeringat pada malam hari walaupun
tidak beraktivitas dan terjadi demam lebih dari sebulan, dianggap sebagai suspek TB.
Pemeriksaan Penunjang
Tes tuberkulin kulit (Mantoux)
Tes tuberkulin kulit akan menunjukkan hasil positif jika seorang anak terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis. Namun hasil positif tidak mengindikasikan adanya penyakit.
Untuk mendiagnosis TB, tes ini digunakan bersama dengan pemeriksaan klinis dan roentgen
dada. Tes tuberkulin kulit yang negatif tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis
TB.
Tes ini dikategorikan sebagai positif jika ditemukan:
32
- Indurasi (tonjolan keras) ≥ 5 mm pada anak berisiko tinggi. Definisi risiko tinggi
beberapa di antaranya adalah infeksi HIV dan kurang gizi yang berat. Kadang pada anak
dengan HIV, kurang gizi yang berat, atau masalah lain yang menurunkan kekebalan
tubuh, tes ini akan menunjukkan hasil negatif palsu karena kekebalan tubuh yang cukup
dibutuhkan untuk memberikan reaksi terhadap tes
- Indurasi ≥ 10 mm pada anak lainnya, baik yang pernah menerima BCG atau tidak
- Roentgen dada yang mana akan menunjukkan perubahan yang tipikal untuk TB.
Gambaran roentgen paling umum adalah memutihnya ( hiperopaque ) suatu area di paru
paru dalam jangka waktu yang lama (persistent opacification) dengan pembesaran
kelenjar getah bening di pangkal paru-paru (hilar) atau di sekitar pangkal saluran udara
(subcarinal). Gambaran perubahan di bagian atas atau tengah paru-paru lebih umum
ditemukan dibanding di bagian bawah. Anak dengan gambaran seperti ini yang tidak
membaik setelah pemberian antibiotik harus menjalani pemeriksaan TB lebih lanjut.
Gambaran roentgen dengan titik-titik putih yang tersebar di seluruh paru-paru (miliary)
sangat sugestif untuk TB.
Pasien remaja umumnya memilikik gambaran roentgen dada serupa dengan pasien
dewasa dengan adanya cairan di rongga pleura (pleural effusion) dan memutihnya bagian
puncak paru-paru dengan pembentukan lubang (cavity). Pemeriksaan roentgen dada berguna
dalam diagnosis TB pada anak. Karena itu roentgen dada harus diinterpretasikan oleh
radiolog atau tenaga kesehatan yang terlatih dalam interpretasi roentgen.
Tes bakteriologis
Pada anak, bahan untuk tes bakteriologis dapat diperoleh dari dahak, pengambilan
cairan (aspirasi) dari lambung, atau cara lainnya seperti biopsi kelenjar getah bening.
Pemeriksaan bakteriologis berperan penting terutama pada anak dengan:
• Kecurigaan resistensi terhadap obat
• Infeksi HIV
• Kasus yang kompleks atau parah
• Diagnosis yang tidak pasti
Dahak untuk diperiksa dengan mikroskop umumnya dapat diperoleh pada anak ≥ 10
tahun. Pada anak di bawah 5 tahun, dahak sangat sulit diperoleh dan sebagian besar akan
menunjukkan hasil negatif. Seperti pada pasien dewasa, pemeriksaan dahak membutuhkan 3
sediaan: yang diperoleh pada awal evaluasi, pada pagi berikutnya, dan pada kunjungan
berikutnya.Aspirasi cairan lambung dengan selang khusus lambung yang dimasukkan dari
33
hidung (nasogastric tube) dapat dilakukan pada anak yang tidak dapat atau tidak mau
mengeluarkan dahak. Cara lain yang dapat dilakukan adalah induksi dahak.
Tes lain
Pengambilan contoh jaringan (aspirasi) dengan jarum halus atau fine needle aspiration
dapat digunakan untuk membantu diagnosis TB luar paru-paru, terutama TB kelenjar getah
bening.
Tes lainnya adalah PCR, suatu teknik untuk mendeteksi adanya materi genetik M.
tuberculosis. Tes ini tidak direkomendasikan untuk anak karena belum cukupnya penelitian
yang dilakukan terhadap tes ini. Selain itu dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan,
metode ini menunjukkan hasil yang tidak memuaskan.Pemeriksaan rumit lain seperti CT scan
dan evaluasi saluran udara dengan selang khusus yang dilengkapi kamera (bronchoscopy)
juga tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis TB anak.
Mencoba pemberian obat TB sebagai metode untuk mendiagnosis TB pada anak juga
tidak direkomendasikan. Keputusan untuk memulai pengobatan TB pada anak harus
dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, dan jika diputuskan untuk dilakukan, maka anak
harus menjalani pengobatan dengan jangka waktu penuh.
Riwayat Terjadinya Tuberkulosis
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya,sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier
bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai
saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan didalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC di
sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antaraterjadinya infeksi
sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6minggu. Infeksi dapat dibuktikan dengan
terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi
primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai
kuman persisten atau dormant (tidur). Terkadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan
akan menjadi penderita TBC.
2. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TBC)
34
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberap abulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status
gizi buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Klasifikasi Penyakit
Tujuan melakukan klasifikasi penyakit dan penderita adalah penting untuk menetapkan
panduan OAT yang sesuai, klasifikasi penyakit dna tipe penderita dilakukan sebelum
pengobatan dimulai.
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan parenkim paru, sebab itu
TB pada pleura atau selaput paru atau TB pada kelenjar hilus dianggap sebagai TB ekstra
paru. Bila penderita TB paru juga bias mengalami TB ekstra paru, maka untuk kepentingan
pencatatan maka penderita tersebut hanya dicatat sebagai penderita TB paru. Berdasarkan
hasil pemeriksaan sediaan dahak, TB paru dapat dibagi menjadi :
- TB paru BTA positif, yaitu bila sekurang – kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan sediaan
dahak SPS hasil positif atau sediaan dahak hasilnya BTA positif dan pemeriksaan foto
rontgen dada menunjukkan gambaran tuberculosis aktif
- TB paru BTA negative rontgen positif, yaitu bila semua sediaan dahak SPS hasilnya
negative tapi foto rontgen ada menunjukkan gambaran TB aktif. TB paru BTA negative
rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bilamana gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas dengan proses milier dan atau keadaan umum penderita buruk.
2. TB ekstra Paru
TB ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ lain selain paru, misalnya
pleura, selaput jantung, selaput otak, persendian, limfa, kulit, tulang, ginjal, usus, alat
kelamin, saluran kemih, dan lain – lain. TB Ekstra paru dibagi menurut tingkat keparahannya:
1. TB Ekstra paru ringan, misalnya TB kelenjar limfa, tulang ( kecuali tulang belakang ),
sendi dan kelenjar adrenal
2. TB ekstra paru berat, misalnya TB meningitis, milier, perikarditis, perioritis, tulang
belakang, usus, saluran kencing, dan alat kelamin.
Tipe Pasien
Tipe pasien TB ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Terdapat
beberapa tipe pasien, yaitu:
35
1. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
mengkonsumsi OAT kurang dari satu bulan.
2. Kasus Kambuh
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan OAT dan
dinyatakan sembuh, lalu didiagnosis kembali dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif.
3. Kasus setelah putus berobat
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
4. Kasus gagal
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau selama pengobatan.
5. Kasus lain
Adalah kasus pasien dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setellah
selesai pengobatan ulang.
Pengobatan penderita
Prinsip dasar pengobatan TBC pada anak tidak berbeda dengan orang dewasa, tetapi
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Pemberian obat baik pada tahap insentif maupun tahap lanjutan diberikan tiap hari
2. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan,
Susunan obat TB anak adalah 2HRZ / 4HR
Tahap insentif terdiri dari Isoniasid ( H ), Rifampisin ( R ), dan Pirazinamid ( Z )
selama 2 bulan diberikan setiap hari ( 2 HRZ ) , tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid,
Rifampisin selama 4 bulan diberikan tiap hari.
Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan panduan OAT
yang direkomendasikan oleh WHO sebagai berikut :
1. Kategori – 1 (2HRZE/ 4H3R3)
Obat ini diberikan untuk pasien baru :
- Pasien baru TB paru BTA positif,
- Pasien TB paru BTA negative rontgen positif
- Pasien TB ekstra paru
Tahap intensif terdiri dari isoniazid ( H ), Rifampisin ( R ), Pirazinamid ( Z ) dan
36
Etambutol ( E ). Obat – obat tersebut diberikan selama 2 bulan ( 2 HRZE ) kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid ( H ), Rifampisin ( R ),
diberikan 3 kali seminggu selama 4 bulan ( 4 H3R3 ).
2. Kategori – 2 ( 2 HRZES / HRZE / 5 H3R3E3 )
OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya :
- Pasien Kambuh
- Pasien Gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat
- Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, terdiri dari 2 bulan dengan Isoniazid ( H ),
Rifampisin ( R ), Pirazinamid ( Z ), dan Etambutol ( E ) dan suntikan Streptomisin setiap
hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan isoniasid ( H ), Rifampisin ( R ), Pirazinamid ( Z ), dan
Etambutol ( E ) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan
dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Suntikan streptomisin harus
diberikan setelah penderita selesai menelan obat.
3. Kategori – 3 ( 2 HRZ / 4 H3R3 )
Obat ini diberikan untuk pasien baru :
- Pasien baru Bta negative rontgen positif sakit ringan
- Pasien ekstra paru ringan
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan ( 2 HRZ ), diterukan
dengan tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid ( H ) dan Rifampisin ( R ) selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu ( 4H3R3 ).
4. Obat Sisipan ( HRZE )
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 dan
penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih
BTa positif, diberikan obat sisipan HRZE setiap hari selama 1 bulan, satu paket obat sisipan
berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dosis kecil.
Efek Samping Pengobatan
Efek samping pengobatan TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan pada
pasien dewasa. Efek samping yang paling penting adalah keracunan pada hati
(hepatotoksisitas) yang dapat disebabkan oleh Isoniazid, Rifampicin, dan Pirazinamide. Tidak
ada anjuran untuk memeriksa kadar enzim hati secara rutin karena peningkatan enzim yang
ringan. Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6 (pyridoxine) pada kondisi
37
tertentu sehingga suplemen vitamin B6 direkomendasikan pada anak yang kurang gizi, anak
yang terinfeksi HIV, bayi yang masih menyusui ASI, dan remaja yang hamil.
Pencegahan penyakit TBC
World Health Organization (WHO) merekomendasikan vaksinasi bacille Calmette-
Guérin (BCG) segera setelah bayi lahir di negara-negara dengan prevalensi TB yang tinggi.
Negara dengan prevalensi TB tinggi adalah semua negara yang tidak termasuk dalam
prevalensi TB rendah.
Sedangkan kriteria negara dengan prevalensi TB rendah adalah sebagai berikut:
• Rata-rata tahunan pelaporan TB paru-paru dengan pemeriksaan dahak mikroskopik positif ≤
5/100.000 selama 3 tahun terakhir
• Rata-rata tahunan pelaporan meningitis TB pada anak di bawah 5 tahun
• Rata-rata tahunan risiko infeksi TB ≤ 0,1%
Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun 1920-an, efektivitasnya dalam
pencegahan TB masih merupakan kontroversi karena kisaran keberhasilan yang diperoleh
begitu lebar (antara 0-80%). Namun ada satu hal yang diterima secara umum, yaitu BCG
memberi perlindungan lebih terhadap penyakit TB yang parah seperti TB milier atau
meningitis TB.
Karena itu kebijakan pemberian BCG disesuaikan dengan prevalensi TB di suatu
negara. Di negara dengan prevalensi TB yang tinggi, BCG harus diberikan pada semua anak
kecuali anak dengan gejala HIV/AIDS, demikian juga anak dengan kondisi lain yang
menurunkan kekebalan tubuh.
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksinasi BCG ulangan memberikan
tambahan perlindungan, dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan. Sebagian kecil anak (1-
2%) dapat mengalami efek samping vaksinasi BCG seperti pembentukan kumpulan nanah
(abses) lokal, infeksi bakteri, atau pembentukan keloid. Sebagian besar reaksi tersebut akan
menghilang dalam beberapa bulan. 2-5,11
4.2. DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program
penanggulangan tuberculosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga telah
dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang
sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.
DOTS mengandung lima komponen, yaitu:
1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
38
2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah
DOT (Directly Observed Therapy)
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik Istilah DOT
diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO)
A. Tujuan :
Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
Mencegah putus berobat
Mengatasi efek samping obat jika timbul
Mencegah resistensi
B. Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh Pasien berobat jalan. Bila pasien
mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau petugas sosial dapat
berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang secara teratur,
sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah PMO harus dekat
dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini. Beberapa kemungkinan yang
dapat menjadi PMO:
1. Petugas kesehatan
2. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
3. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
Pasien dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas RS,
selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.
C. Langkah Pelaksanaan DOT
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai, pasien diberikan
penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut hadir di
poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT
D. Persyaratan PMO
PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh selama
pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita HIV/AIDS.
PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader
dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien.
39
E. Tugas PMO
Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.
Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.
Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah
ditentukan.
Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai.
Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan
obat.
Merujuk pasien bila efek samping semakin berat.
Melakukan kunjungan rumah.
Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala TB.
F. Penyuluhan
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan dapat dilakukan
secara:
Perorangan/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat dilakukan di unit
rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll
Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien, kelompok
keluarga pasien, masyarakat pengunjung RS dll
Cara memberikan penyuluhan
Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada
Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat penerimaannya
sebagai bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya
Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum jelas
Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti, kalau perlu
dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)
DOTS PLUS
o Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5 komponen DOTS
o Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2
o DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak menggunakan strategi
DOTS
o Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-TB
40
BAB V
KESIMPULAN
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis humanis), yang mana sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Gejala TB paru adalah batuk berdahak,
nyeri dada, sesak napas, mengi, demam, menggigil, keringat malam, dan anoreksia. Gejala
batuk berdahak yang diderita Tn. B selama sebulan ini disebabkan karena TB paru yang
dideritanya. Dari hasil pemeriksaan radiologi ditemukan adanya fibroinfiltrat dan kavitas
yang menunjukkan Tn. B pernah menderita TB paru sebelumnya dan TB paru sekarang
masih dalam proses aktif.
Pada kasus ini diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
mikroskopis BTA, laboratorium darah, serta test Tuberkulin. TB paru dapat di tatalaksana
dengan obat anti TB (OAT), dengan penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan pada hasil
pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan klinis. Kesembuhan TB paru yang baik akan
memperlihatkan sputum BTA (-), adanya perbaikan radiologi, dan menghilang gejalanya.
Prognosis pasien TB paru adalah baik dengan pengobatan OAT dan directly observed
treatment shortcourse (DOTS).
41
BAB VI
Daftar Pustaka
1. Lechtzin, Noah. Cough in Adults. In: Porter RS (editors). The Mercks Manual of Patient
Symptoms. Philadelphia: Mercks Reaserch Laboratory; 2008.p.343-52
2. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
1. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2230-9.
3. Hasan, Helmia. Tuberkulosis Paru. In: Wibisono MJ, Winarni, Hariadi S (editors). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press; 2010.p.9-24
4. Alsagaff H, Mukty HA. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press;
2010.p.73-109
5. Manaf A, Pranoto A, Sutiyoso AP, Hudoyo A, Sjarurrahman A, Yuwono A, et al. Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 2nd ed. Dalam: Aditama TY, Kamso S, Basri C, Surya A,
editors. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006. Available at:
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf. Accessed 18 November,
2011.
6. Rasad, Sjahriar. Tuberkulosis Paru. Dalam: Ekayuda, Iwan (editors). Radiologi Diagnostik.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.p.131-7.
7. Smeltzer SC. Brunner and Suddarth’s Handbook of Laboratory and Diagnostic Test.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2010
8. Kee, Joycee LeFever. Laboratory and Diagnostic Test. 6th ed. New York: Pearson; 2008
9. Kumala, Widyasari. Diagnostik Laboratorium Mikrobiologi Klinik. Jakarta: Penerbit Universitas
Trisakti; 2009.p.15-7.
10. Price SA, Standridge MP. Tuberkulosis Paru. Dalam: Hartanto H, Wulansari P, Susi N, Mahanani
DA (editor). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC;
2006 .p.853-4.
11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Available at:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf. Accessed 18 November 2011.
12. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. 3th ed. Jakarta;
Media Aesculapius; 2000
13. Snell RS. Thorax: Bagiaan II Cavitas Thoracis. Dalam: Hartanto H, Listiawati E, Suyono YJ,
Susilawati, Nisa TM, Prawira J, et all (editor). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi
6. Jakarta: EGC; 2006.p. 82-96.
14. Sherwood L. Sistem Pernapasan. Dalam: Pendit BU, Santoso BI (editor). Fisiologi Manusia dari
Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. p. 410-422.
42