Upload
ngoti2
View
160
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TOF, patofisiologi, gejala dan penatalaksanaannya.
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
Tetralogi Fallot (TF) merupakan salah satu penyakit jantung sianotik
yang sering ditemukan pada anak-anak. Empat abnormalitas yang
ditemukan pada jantung sehingga penyakit ini disebut tetralogi
adalah defek septum ventrikel, overriding aorta, obstruksi aliran
keluar dari ventrikel kanan dan hipertropi ventrikel kanan. Pada
tetralogi fallot, beberapa kelainan anatomi tersebut akan
mengakibatkan percampuran darah yang miskin oksigen (CO2)
dengan darah yang kaya O2 yang akan dipompa keluar dari jantung
dan menuju ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi pembuluh
darah.1
Dari seluruh penyakit yang termasuk ke dalam penyakit jantung
bawaan (PJB), prevalensi TF di masyarakat antara 3,5 % sampai 9 %.
Beberapa penelitian juga menyebutkan prevalensi penyakit ini
berkisar antara 0.26 sampai 0,48 per 1.000 kelahiran hidup.2
Manifestasi klinis pada penyakit ini dapat sangat bervariasi.
Penderita dapat mengalami sianosis akibat stenosis pulmonal yang
berat, atau karena adanya aliran darah dari ventrikel kanan ke
ventrikel kiri. Dalam hal penanganan penyakit, tekhnik operasi telah
berkembang sangat pesat sehingga menjanjikan hasil pengobatan
yang lebih baik untuk pasien.2
Pada anak atau bayi dengan penyakit jantung bawaan seperti
tetralogi fallot akan lebih mudah lelah jika beraktifitas, berjalan,
termasuk pula menyusui. Hal ini secara langsung dapat menurunkan
asupan kebutuhan nutrisi anak, meningkatkan resiko mengalami
malnutrisi dan akhirnya mengganggu proses pertumbuhan. Dalam
laporan kasus ini akan dibahas pengaruh dari adanya TF pada anak
terhadap proses tumbuh kembang.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang terdiri dari
empat komponen kelainan pada jantung, yaitu defek septum
ventrikel, obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, overriding aorta,
dan hipertropi ventrikel kanan. Hipertropi ventrikel kanan merupakan
dampak dari defek septum ventrikel dan obstruksi aliran keluar
ventrikel kanan.1
Defek septum ventrikel pada TF bersifat perimembranous yang
dapat melampaui sampai ke regio subpulmonal. Infundibular stenosis
merupakan penyebab paling sering obstruksi aliran keluar ventrikel
kanan yaitu sekitar 45%. Obstruksi pada level infundibular ini
berkaitan dengan annulus katup pulmonal yang hipoplastik.
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya
penyakit TF adalah stenosis pulmonal.3
2.2 Epidemiologi
Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi dari TF berkisar antara
0.26 sampai 0.48 per 1.000 kelahiran hidup. TF menduduki peringkat
ketiga dengan kejadian 10% kasus setelah defek septum ventrikel
dan duktus arteriosus persisten dari seluruh kelainan jantung bawaan
yang ada. Namun pada kelompok penyakit jantung sianotik, TF
merupakan bentuk yang paling umum dengan jenis kelamin yang
predominan adalah laki-laki (56,4%).2
Sulit untuk diketahui etiologi TF secara pasti. Diduga ada interaksi
2
antara faktor genetik dengan lingkungan. Beberapa faktor penyebab
yang berasal dari lingkungan yang secara spesifik dapat
meningkatkan resiko munculnya TF dengan stenosis pulmonal
diantaranya ibu yang menderita diabetes melitus, meminum asam
retinoic saat trimester pertama kehamilan, dan ibu dengan
phenylketonuria yang tidak mengontrol diet phenylalanine-nya
selama masa kehamilan. Obat-obatan seperti trimethadione atau
paramethadione, jika diminum olah ibu saat hamil berkaitan dengan
munculnya beberapa kelainan pada bayi termasuk defek septum
jantung dan TF.2
Peranan faktor genetik dapat dilihat dari adanya peningkatan
peluang untuk terulangnya kelainan ini pada saudara atau keturunan
dari penderita. Selain itu, beberapa kelainan genetik seperti pada
sindroma penyakit DiGeorge (delesi kromosom22q11) dan sindroma
Alagille dapat menyebabkan munculnya TF.2
2.3 Patofisiologi
Konsekuensi hemodinamik dari obstruksi pada aliran keluar dari
ventrikel kanan pada TF adalah pirau dari ventrikel kanan ke ventrikel
kiri, penurunan aliran darah ke paru, dan peningkatan aliran darah ke
aorta. Derajat pirau tersebut ditentukan oleh tingkat keparahan
obstruksi pada aliran keluar dari ventrikel kanan. 5
Pada keadaan tertentu, jika obstruksi pulmonal ringan, kondisinya
menyerupai defek septum ventrikel, dimana terjadi pirau dari
ventrikel kiri ke kanan tanpa sianosis. Tetapi yang lebih sering terjadi
adalah stenosis yang lebih berat sehingga terjadi sianosis sejak awal
masa kehidupan. Peningkatan tekanan pada ventrikel kanan dapat
diimbangi oleh ventrikel kiri sehingga perbedaan tekanan antara
kedua ventrikel tidak jauh berbeda, jadi darah dari ventrikel kanan
dapat mengalir ke aorta. Darah yang rendah akan kandungan oksigen
inilah yang menimbulkan sianosis.
Namun sianosis tidak selalu timbul akibat kelainan anatomi. Saat
3
aktivitas meningkat (misal; olahraga atau menangis), terjadi
penurunan resistensi pembuluh sistemik dan peningkatan aliran balik
ke jantung. Hal ini menyebabkan pirau ventrikel kanan ke kiri lebih
besar, lebih sianosis, dan saturasi oksigen semakin menurun.
2.4 Manifestasi Klinis
Bayi yang baru lahir dengan TF memiliki murmur yang terdengar
sejak lahir. Kebanyakan pasien menunjukkan gejala sianosis saat lahir
atau segera setelah lahir. Mudah sesak saat berolahraga. Sering
jongkok (squatting), atau mengalami serangan sianotik mendadak
(hypoxic spells). Pada bayi akan langsung menunjukkan sianosis yang
parah segera setelah lahir jika memiliki TF dan atresia pulmoner.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui derajat sianosis
yang bervariasi pada bibir, kuku, mukosa mulut, sampai lidah,
hiperemi konjungtiva, hipertropi gusi, takipneu dan pada umur lebih
dari enam bulan akan tampak jari tabuh (clubbing finger), RV (right
ventricle) tap terdengar sepanjang batas sternum kiri dan thrill
sistolik teraba pada bagian atas dan tengah dari batas sternum kiri.
Auskultasi: murmur ejection systolic yang berasal dari aorta dapat
terdengar. Suara jantung dua (S2) biasanya tunggal. Semakin parah
obstruksi dari jalan keluar ventrikel kanan maka murmur sistolik yang
terdengar akan semakin halus dan singkat. Pada stenosis ringan,
suara katup pulmonal (P2) masih dapat terdengar. Sedangkan pada
stenosis berat terdengar ejection click yang berasal dari katup aorta.
Pasien dengan TF tidak selalu menunjukkan gejala sianosis. TF
dalam bentuk yang asianosis memiliki murmur sistolik yang panjang
sepanjang tepi sternum kiri, akibat dari defek septum ventrikel dan
stenosis infundibular. Jadi dari auskultasi TF jenis ini menyerupai
kasus defek septum ventrikel yang kecil namun dari hasil ECG
menunjukkan hipertropi ventrikel kanan. Diagnosis TF dapat
ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan pemeriksaan penunjang.
4
2.5 Penunjang Diagnostik
Pada foto dada terdapat gambaran jantung biasanya tidak membesar
atau lebih kecil daripada normal. Vaskuler pulmonal tampak
berkurang. Segmen dari pulmonari arteri tampak cekung dengan
apeks yang bergeser ke atas sehingga memberikan gambaran khas
dari TF yaitu bentuk jantung mengesankan seperti sepatu (coeur an
sabot). Pada 25% kasus terdapat pembesaran atrium kanan dan
arkus aorta terdapat di kanan.
Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan sumbu QRS hampir selalu
deviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan.
Pemeriksaan penunjang lain yaitu Echocardiografi memperlihatkan
pada pandangan long-axis parasternal akan tampak VSD yang besar
dan overriding dari pembuluh darah besar. Pada pandangan short-
axis di basis jantung akan memberikan informasi tentang
infundibulum dan arteri pulmonal.
2.5 Diagnosis
Diagnosis tetralogi fallot dapat ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis tetralogi
fallot perlu dicurigai apabila pasien sianotik, biasanya tidak pada hari-
hari pertama, dan pada pemeriksaan fisik dapat terdengar bunyi
jantung II tunggal disertai bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal.
Pada foto dada tampak jantung sepatu dengan konus pulmonalis
cekung dan vaskularisasi paru menurun dan dengan pemeriksaan
elektrokardiogram akan menunjukkan dominasi kanan. Diagnosis
penyakit ini juga dapat ditegakkan melalui pemeriksaan
elektrokardiografi. Bila dilakukan kateterisasi jantung, hasil yang
mencolok adalah peningkatan tekanan vena ventrikel kanan, dan
penurunan saturasi oksigen di aorta.5
2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk penyakit TF adalah atresia pulmonal, atresia
5
trikuspid, dan double outlet right ventricle (DORV). 5
2.7 Komplikasi
Bayi yang pada awalnya tidak sianosis akan menjadi sianosis secara
bertahap. Sedangkan pada pasien yang dari awal mengalami sianosis,
seiring dengan perburukan kondisi dari stenosis infundibular dan
polisitemia maka pasien akan menjadi lebih sianosis.
Pada pasien hipoksia seperti pada TF, kapasitas dari penghantaran
oksigen akan sangat terbatas dan anemia dapat lebih jauh
menggangu penghantaran oksigen. Mekanisme kompensasi tubuh
untuk mempertahankan kecukupan kebutuhan oksigen untuk tubuh
adalah dengan cara meningkatkan pembentukan sel darah merah
(eritropoesis) dengan mengeluarkan eritropoeitin. Akibatnya akan
terjadi polisitemia yang merupakan temuan laboratorik yang sering
tampak pada pasien TF. Polisitemia akan meningkatkan resiko
terjadinya trombosis yang mampu menyumbat pembuluh-pembuluh
darah organ vital seperti otak. Setelah terjadi infark otak akibat
trombosis akan memfasilitasi pertumbuhan bakteri sehingga
membentuk abses otak.
Dalam perjalanan penyakitnya, penderita dapat mengalami
serangan sianosis (cyanotic spell, hipercyanotic spell, tet spell,
tetralogy spell) yang harus segera dikenali dan segera mendapatkan
penanganan yang tepat karena dapat menimbulkan komplikasi pada
sistem saraf pusat. Serangan sianosis umumya terjadi pada pagi
hari/bangun tidur. Faktor-faktor pencetusnya seperti makan, menagis
kuat atau aktifitas lain. Karakteristik dari serangan sianosis
diantaranya adanya sianosis yang dalam yang selanjutnya lemas,
hiperpnea (nafas cepat dan dalam), hiperventilasi, kejang atau
kesadaran menurun sampai koma bahkan dapat meninggal.
Jika sianosis pada penderita TF parah, akan terjadi gangguan
pertumbuhan. Anemia defisiensi besi juga harus diamati
kemunculannya karena dapat lebih jauh mengganggu penghantaran
6
oksigen. Komplikasi yang nantinya sering juga muncul adalah
endokarditis infeksiosa.
2.8 Tatalaksana
Para klinisi harus mengenali dan dapat menangani serangan sianosis
dengan cara pasien atau bayi yang segera diposisikan lutut
menempel di dada (knee-chest position), berikan oksigen 3-5 L/menit,
walau hal ini biasanya tidak banyak mempengaruhi saturasi oksigen
arteri. Bila terjadi asidosis, berikan sodium bikarbonat (NaHCO3)
dengan dosis sesuai dengan hasil analisa gas darah. Berikan
propanolol IV dengan dosis 0.1 mg/kg BB. Dosis rumatan 0.5-1
mg/kgBB 2-3 kali per hari. Morfin dengan dosis 0,1 mg/kgBB secara
sub kutan. Vasokonstriksi sistemik seperti phenylephrine 0.02
mg/kgBB IV dapat digunakan jika respon terhadap obat-obatan
sebelumnya kurang baik
Penting pula KIE kepada orang tua pasien untuk mengenali
serangan sianosis dan mengetahui apa yang harus dilakukan. Sebagai
pencegahan serangan sianosis dapat dengan terapi propanolol oral
0.5-1.5 mg/kgBB setiap 6 jam selama menunggu waktu yang tepat
untuk melakukan pembedahan.
Tatalaksana TF lainnya adalah mempertahankan PCV antara 55-
65% dan Hb diatas 15 gr%. Bila dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb kurang dari 15 gr% segera transfusi PRC. Bila PCV
diatas 65%, transfusi plasma atau phlebotomi. Bila anemia relatif,
diberi terapi besi. Pemeriksaan darah lengkap tersebut dilakukan
setiap enam bulan.4
Melakukan pencegahan endokarditis dan menjaga kebersihan gigi
dan gusi juga perlu diperhatikan karena kuman-kuman bakteri dari
rongga mulut dapat menjadi sumber bakteremia.
Saat ini, terapi definitif untuk TF adalah dengan pembedahan.
Sebaiknya tindakan pembedahan dilakukan sebelum umur anak
mencapai 6 bulan. Operasi lebih awal diindikasikan pada anak yang
7
sangat simptomatik, hipoksemia dengan saturasi oksigen dibawah
75% atau mengalami serangan sianosis.1
Koreksi total pada TF dilakukan dengan cara menutup defek pada
septum ventrikel dan melebarkan jalan keluar ventrikel kiri melalui
reseksi jaringan infundibular. Jika koreksi tidak dapat dilakukan,
seperti pada anak dengan kelainan anatomi yang parah, maka terapi
paliatif dengan operasi Blalock-Taussig menjadi pilihan terapi. Blalock-
Taussig shunt menghubungkan arteri subklavia dengan arteri
pulmonal, sehingga aliran darah dari sirkulasi sistemik dapat
melewati paru untuk memperoleh oksigen.3
2.9 Prognosis 2
Prognosis pasien TF setelah operasi koreksi dikatakan sangat baik
dibandingkan mereka yang tidak menjalani perbaikan total ataupun
paliatif biasanya jarang mampu bertahan diatas umur 15 tahun
(tanpa koreksi total).
8
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Kondisi Saat MRS
IDENTITAS PASIEN
Nama : MKJ
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 4 Agustus 1996
Umur saat MRS : 11 th 1 bulan
Alamat : Jl. Gelogor Carik, Perum. Gelogor Indah IB No. 16
Tanggal MRS : 11 September 2007
HETEROANAMNESA
Keluhan Utama : Batuk darah
Penderita dikeluhkan batuk berdarah sejak 1 hari SMRS. Batuk darah dialami dua
kali, menyemprot, dengan volume kira-kira ¼ gelas, berwarna merah segar, tanpa
disertai lendir ataupun makanan. Hidung berdarah (mimisan) juga dikeluhkan pagi hari
SMRS, spontan tanpa mengorek hidung sebelumnya, berwarna merah segar, dengan
volume kira-kira 1 cc, berhenti sendiri. Panas badan sumer-sumer 2 hari SMRS, tanpa
disertai menggigil ataupun berkeringat banyak. Badan biru dan sesak nafas tidak
dikeluhkan. Nafsu makan dan minum normal. BAB dirasakan normal dengan frekuensi
1 kali per hari, konsistensi padat, berwarna kuning kecoklatan. BAK dirasakan normal
dengan frekuensi 4-5 kali per hari, berwarna kuning jernih, dengan volume kira-kira ¼ -
½ gelas per hari.
9
Riwayat Pengobatan
Penderita sempat dibawa ke dokter Sp.J karena keluhan batuk darah, dan diberi obat
vitamin dan puyer (lupa nama obatnya), namun belum sempat diminum penderita
langsung batuk darah hebat hingga menyemprot, sehingga langsung dibawa ke RSUP
Sanglah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sejak berusia 5 bulan, penderita didiagnosis dengan Tetralogi Fallot oleh dokter
Sp.J dan sudah pernah menjalani pemeriksaan Ekokardiografi sebanyak 3 kali dan
dinyatakan positip menderita kelainan jantung bawaan yaitu tetralogi fallot. Riwayat
batuk lama ataupun demam lama tidak ada. Riwayat kelainan perdarahan tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga tidak ada, dan tidak ada yang menderita
keluhan seperti penderita.
Riwayat Persalinan
Penderita lahir spontan ditolong dokter di RSUP Sanglah, dengan berat badan lahir
2800 gram, panjang badan tidak diketahui, tidak tampak adanya kelainan.
Riwayat Nutrisi
Penderita mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) sejak lahir sampai umur 10 bulan.
Pemberian ASI dilanjutkan dengan susu formula dari usia 3 bulan sampai sekarang.
Bubur susu dan makanan dewasa tidak diketahui kapan diberikan pertama kali.
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi diakui lengkap oleh ibu penderita sampai usia 9 bulan. Penderita
mendapat imunisasi BCG, Polio I, II, III, dan IV, Hepatitis B I,II dan III, DPT I, II dan
III dan Campak. Setelah mendapatkan imunisasi dasar, penderita tidak mendapatkan
imunisasi ulangan.
Riwayat Tumbuh Kembang
Penderita mengangkat kepala umur 3 bulan, tengkurap 3 bulan, sudah dapat duduk
pada usia 7 bulan dan bisa berjalan mulai umur 14 bulan. Mulai bisa bicara yang
dimengerti pada usia 18 bulan. Penderita dilaporkan mulai suka melihat dan
memperhatikan ibunya tiap kali menjahit pada umur sekitar 2 ½ tahun. Pada umur
sekitar 3 tahun, penderita sudah bisa meloncat dari kursi plastik kecil milik penderita.
Penderita sudah lancar berbicara sekitar umur 4 tahun dan mulai suka mencorat-coret
10
tembok atau kertas pada umur yang sama. Saat sakit, penderita tidak bisa bermain
selayaknya anak-anak dengan normal.
PEMERIKSAAN FISIK
3.1.3 Pemeriksaan fisik
Status Present
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : E4V5M6
Tensi : 120/90 mmHg
Nadi : 108x/menit, reguler, isi cukup
RR : 21x/menit, reguler.
Tax : 36,8º C
BB : 31,5 kg
BBI : 36 kg
TB : 134 cm
LK : 52 cm
Status gizi
1. Z score (BB/TB) : + 1,63 SD ~ terletak antara -2 SD dan +2 SD
(kriteria Normal).
2. Lingkar kepala : terletak antara -2 SD sampai +2 SD (kriteria
normal menurut Kurva Nellhaus).
3. CDC Growth Chart :
BB/Umur : persentil 10 dan 25 ~ Normal
Tinggi badan ~ umur : persentil 5 dan 10 ~ Normal
BB/TB (waterlow) : BBI 30 kg, status gizi cukup
Status generalis
Kepala : normocephali, UUB menutup
Mata : konjungtiva pucat -/- , ikterus -/- , RP +/+ Anisokor
THT :
11
Telinga : sekret -/-
Hidung : napas cuping hidung (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-)
tonsil: T2/ T2, hiperemis (+).
Mulut : mukosa bibir basah (+), sianosis (-), perdarahan gusi (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-), JVP meningkat ± 6 cmH2O
Thoraks :
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tampak pada ICS IV PSL Sinistra
Palpasi : iktus kordis ICS IV PSL sinistra, kuat angkat (-).
Auskultasi : S1 tunggal, P2 < A2, reguler,
murmur (+) sistolik grade III/6 di PSL 2 sinistra
Paru-paru
Inspeksi : bentuk torak simetris, gerakan dada simetris
Palpasi : sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi +/+ di basal, wheezing -/-
Aksila : pembesaran kelenjar (-)
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar-lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Genitalia : tidak ada kelainan
Inguinal : pembesaran kelenjar (-)
Ekstremitas :
akral hangat (+)
Oedem (-)
Cyanosis (-)
Clubbing finger (+)
Pemeriksaan penunjang
1. Darah lengkap (11 September 2007)
WBC : 9,40 K/uL
12
- Neutrofil : 67,1 %
- Limfosit : 25,2 %
HGB : 14,0 g/dl
HCT : 36,1 % PLT : 231 K/uL
2. Foto Thorax (11 September 2007) :
Cor : pembesaran jantung dengan CTR 58 %
Pinggang jantung dalam batas normal
Apeks tidak terangkat, conus Pulmonalis cekung (+)
Bootshaped (+)
Pulmo: Infiltrat (+) di paracardial
Corakan vaskuler paru meningkat
3. Elektrokardiografi : Irama sinus, HR 115 x/menit,
axis deviasi ke kanan, RVH (+)
4. Ekokardiografi (6-1-2007) : overriding aorta (+), VSD (+), RVH (+), stenosis
pulmonal (+)
Kesimpulan : tetralogi fallot
Diagnosis klinis
Tetralogi fallot dengan hemoptisis dd/ Pneumonia dan Tonsiloparingitis akut.
Penatalaksanaan
Terapi :
- Kebutuhan cairan 1730 cc/hari IVFD Dextrose 5 % + transamic acid
300 mg ~ 7 tetes/menit.
- Cefixime syr 2 x cth I
- Ambroxol syr 3 x cth I
- DMP syr 3 x cth I
Monitoring :
vital sign, balance cairan, perdarahan
Ringkasan perjalanan penyakit:
13
Penderita dirawat dengan keluhan batuk darah. Pemeriksaan yang dilakukan
selama perawatan meliputi pemeriksaan fisik present dan general. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan faring hiperemis, tonsil T2/T2 hiperemis, ictus cordis teraba di PSL
sinistra ICS IV, kuat angkat, thrill (+), suara jantung S1 tunggal, P2 < A2, terdengar
murmur sistolik grade IV/6 di PSL sinistra ICS II, terdengar ronkhi basah halus di
basal paru. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain pemeriksaan darah
lengkap, foto rontgen thorak, elektrokardiografi. Dari hasil foto thorak ditemukan
pembesaran jantung tampak seperti sepatu boot (bootshaped), infiltrat di paracardial
kanan dan kiri, sedangkan hasil elektrokardiografi menunjukkan axis deviasi ke kanan.
Selama perawatan penderita memperoleh cairan, transamic acid, antibiotik
berupa Cefixime, obat batuk Ambroxol dan DMP. Penderita dirawat selama 4
hari, diijinkan pulang karena keluhan sudah membaik.
3.2 Kondisi Saat Kunjungan
Identitas
Nama : MKJ
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 4 Agustus 1996
Umur : 11 th
Nama Ayah : GKY
Pendidikan Ayah : Lulus SMA
Nama Ibu : R
Pendidikan Ibu : Lulus SMA
Alamat : Jl. Gelogor Carik, Perum. Gelogor Indah IB No. 16
Tanggal Pemeriksaan : 7 Januari 2008
Tabel 3.1 Karakteristik Keluarga
No Nama keluarga Umur Status Pendidikan Pekerjaan1.2.3.4.
GKY RPKDMKJ
43 tahun41 tahun12 tahun11 tahun
Ayah penderitaIbu penderitaKakak Penderita
SMASMASDSD
SwastaPegawai HotelPelajarPelajar
Heteroanamnesis (ibu penderita)
14
Pada saat kunjungan penderita dalam kondisi baik. Keluhan-keluhan yang
seringkali dirasakan saat penyakitnya kambuh, seperti sesak dan batuk tidak
dirasakan saat itu. Penderita hanya melakukan aktivitas ringan yang tidak
melelahkan untuk menghindari kekambuhan penyakitnya. Kalau kambuh
biasanya ia akan sesak dan batuk, kemudian perlahan-lahan tubuhnya membiru.
Pada saat itu biasanya penderita segera jongkok, istirahat dan minum air putih.
Penderita juga bisa kambuh jika cuaca di sekitarnya dingin.
Di sekolah, prestasi di kelasnya tidak memuaskan. Penderita sempat tidak naik
kelas saat duduk di bangku kelas 1 SD. Penderita dikatakan mengalami kesulitan
dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Tahun ini ia dipertimbangkan untuk
berhenti sekolah dan dianjurkan untuk melanjutkan sekolah di Sekolah Luar
Biasa (SLB). Penderita juga seringkali menjadi bahan olok-olok teman-
temannya, sehingga terkadang ia merasa tertekan bersekolah.
Nafsu makan penderita normal. Buang air besar normal. Warna kuning
kecoklatan dengan konsistensi padat. Buang air kecil normal. Warna kuning
jernih.
Riwayat Pengobatan
Penderita secara teratur kontrol dan berobat ke spesialis jantung. Biasanya oleh dokter
diberi multivitamin untuk anak-anak. Setelah mengalami kejadian batuk darah tersebut,
Penderita juga rutin kontrol ke dokter Sp.A.
Riwayat penyakit terdahulu
Penderita didiagnosis menderita penyakit TF sejak berusia 5 bulan setelah menjalani
pemeriksaan ekokardiografi oleh spesialis penyakit jantung. Terakhir kali penderita
dirawat di RS Sanglah sekitar Bulan September 2007, Penderita datang karena batuk
berdarah. Batuk dua kali dan mulai beberapa jam SMRS. Volume darah yang keluar
pada waktu itu adalah ¼ gelas aqua. Pada pagi hari sebelum batuk darah penderita juga
sempat mimisan. Dua hari SMRS penderita mengalami panas yang sumer-sumer dan
mimisan. Sesak belum dirasakan pada saat itu. Selama menjalani perawatan di RS,
penderita mendapatkan terapi cairan dan obat batuk serta antibiotik.
15
Riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal. Dalam keluarga penderita tidak
pernah terjadi kematian mendadak.
Riwayat antenatal
Penderita merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ibu penderita rutin melakukan
kontrol ke bidan dengan teratur. Ibu penderita tidak pernah mengalami sakit maupun
kecelakaan (trauma) selama masa kehamilannya.
Riwayat persalinan
Penderita lahir spontan dan langsung menangis. Berat badan penderita saat lahir 2800
gram, panjang badan terlupakan. Tidak ada tanda kebiruan dan belum diketahui adanya
kelainan jantung.
Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi diakui lengkap oleh ibu penderita sampai usia 9 bulan. Penderita
mendapat imunisasi BCG, Polio I, II, III, dan IV, Hepatitis B I,II dan III, DPT I, II dan
III dan Campak. Setelah mendapatkan imunisasi dasar, penderita tidak mendapatkan
imunisasi ulangan.
Riwayat nutrisi
Penderita mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) sejak lahir sampai umur 10 bulan.
Pemberian ASI dilanjutkan dengan susu formula dari usia 3 bulan sampai sekarang.
Bubur susu dan makanan dewasa tidak diketahui kapan diberikan pertama kali.
Riwayat Tumbuh Kembang
Personal Sosial
Tersenyum spontan dan membalas senyuman : < 1 bulan
Melambaikan dan menepuk-nepuk tangan : 9 bulan
Berpakaian tanpa bantuan : 3 tahun
Sikat gigi tanpa bantuan : 5 tahun
16
Motorik Halus
Mengamati benda-benda di sekitarnya : 2 bulan
Berusaha meraih benda-benda dihadapannya : 5 bulan
Menggambar : 3 tahun
Memilih garis yang lebih panjang : 5 tahun
Bahasa
Bereaksi terhadap suara : 2 bulan
Mengucapkan 2 huruf (pa/ma) : 9 bulan
Berbicara 1 kata : 9 bulan
Berbicara : 2 tahun
Menyebut dua lawan kata : 5 tahun
Motorik Kasar
Menegakkan kepala : 3 bulan
Berdiri dengan bantuan : 2 tahun
Berjalan : 2 tahun
Berdiri pada 1 kaki selama 6 detik : 5,5 tahun
Riwayat Personal Sosial
Penderita adalah anak kedua di keluarganya. Saudara tertua penderita berusia 12 tahun,
masih bersekolah di bangku sekolah dasar. Di sekolah Penderita seringkali diolok-olok
oleh teman-emanya sehingga terkadang ia merasa tertekan kalau bersekolah dan
seringkali ia melaporkan hal ini kepada ibunya.
Riwayat Sosial Ekonomi
Keluarga penderita termasuk dalam kategori keluarga yang berkecukupan. Ayah
penderita bekerja di sektor swasta sedangkan Ibu Penderita bekerja sebagai pegawai
hotel. Penghasilan perbulan keluarga penderita berkisar antara Rp. 3.000.000,-.
Penghasilan yang diperoleh dalam keluarga cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
Pemeriksaan Fisik
Status present
17
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : CM
Nadi : 96 x/mnt
Respirasi : 28x/mnt
Toax : 37 C
Berat Badan : 31,5 kg Status Gizi (Nelson)= 87,5 % (cukup)
Berat Badan Ideal : 36 kg
Tinggi Badan : 134 cm
Lingkar Kepala : 51 cm
Status gizi
Z score = -0,7 SD Interpretasi : gizi normal
Lingkar kepala menurut Kurva Nellhaus, terletak diantara -2 SD sampai +2 SD ~
normocephali.
Status General
Kepala : Normocephali ~ 52 cm
Mata : anemia -/-, ikterus -/-, Refleks Pupil +/+ isokor
THT
Telinga : bentuk normal, sekret (-)
Hidung : napas cuping hidung (-), sianosis (-).
Tenggorokan : Faring hiperemis (+),Tonsil T2/T2 hiperemis (+).
Mulut : Gigi caries (-), Pertumbuhan gigi tidak sempurna
Leher
Inspeksi : benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)
Palpasi : Pembesaran kelenjar (-),
Kaku Kuduk : (-)
Thorak
Jantung
Inspeksi : precordial bulging (-), ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV PSL (S)
Kuat angkat (-), thrill (-)
RV heave (-), LV impuls (-)
18
Perkusi : sulit dievaluasi
Auskultasi : S1 tunggal, P2 < A2, Murmur (+) sistolik grade III/6 di
ICS II PSL (S)
Paru-paru
Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Perkusi : perkusi paru sonor/sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba
Turgor normal
Extremitas : Akral hangat (+), clubbing finger (+), edema (-),
sianosis (-)
Diagnosis Klinis
Tetralogi fallot
Penatalaksanaan
Penderita kontrol setiap bulan dan setiap obat habis pada spesialis jantung dan spesialis
anak. Obat yang diberikan berupa multivitamin untuk anak.
Problem List
Tingkat pengetahuan orang tua penderita yang masih kurang tentang penyakit
jantung yang diderita anaknya, sehingga mereka tidak begitu paham akan
perjalanan penyakitnya.
Masalah sosial yang dialami penderita dimana di sekolah ia seringkali di olok-
olok oleh teman-temannya, bahkan sampai dipukul.
Prestasi sekolah kurang, penderita sempat tidak naik kelas. Penderita susah
berkonsentrasi.
19
3.2 Analisis Kasus
Kebutuhan Dasar Anak
Kebutuhan fisik-biomedis (”ASUH”)
Kebutuhan pangan/gizi
Penderita mendapatkan kebutuhan pangan/gizi yang cukup di dalam keluarga.
Makanan yang diberikan bersama-sama keluarga mencakup nasi, tahu/tempe,
daging, sayur dan buah-buahan. Porsi makan Penderita normal untuk anak
seusianya. Dengan frekuensi makan dalam sehari dapat mencapai 4x. Orang tua
penderita sering membuatkan makanan kesukaan anaknya agar si anak mau
makan. Air minum yang diberikan adalah air mineral (galon).
Perawatan kesehatan dasar
Perawatan kesehatan dasar cukup diperhatikan. ASI diberikan sampai anak umur
10 bulan. Anak mendapatkan imunisasi secara teratur. Apabila sakit, orangtua
biasanya berobat ke dokter. Penderita secara teratur memeriksakan diri ke
tempat praktek dokter spesialis jantung dan spesialis anak.
Keluarga penderita
Penderita tinggal bersama dengan kedua orangtua dan saudara perempuan.
Keluarganya sangat menyayangi Penderita.
Lingkungan rumah
Penderita tinggal di lingkungan yang jauh dari jalan raya. Lingkungan rumah
bersih, orang tua maupun penderita memahami masalah higiene dan sanitasi
lingkungan. Sehari-hari keluarga penderita menggunakan air PAM sebagai
sumber air. Namun di depan rumah terhampar rerumputan yang luas tempat
ternak sapi. Hal ini bisa menjadi faktor risiko terjadinya penyakit mengingat
kotoran sapi bertebaran dimana-mana.
Waktu bersama keluarga
Ayah penderita bekerja sebagai karyawan swasta sedangkan ibunya bekerja
sebagai pegawai hotel. Sehari-hari Penderita menghabiskan waktu dengan kedua
orang tua dan kakaknya.
Kebutuhan emosi/kasih sayang (”ASIH”)
20
Orang tua memperhatikan penderita terutama karena penyakit yang dideritanya.
Orangtua penderita selalu memperhatikan aktivitas penderita untuk mencegah
penderita menjadi terlalu lelah yang bisa memicu keluhan sesak dan batuk.
Kebutuhan akan stimulasi mental (”ASAH”)
Ayah dan ibu penderita membantu penderita dalam proses perkembangan anak.
Sejak kecil orang tua memberikan pelatihan keterampilan kepada penderita di
rumah.
Ayah dan ibu mengajari penderita untuk hidup mandiri.
Penderita diberikan kebebasan untuk berkreatifitas dan melakukan hal-hal positif
yang disukai dengan juga mempertimbangkan penyakit yang diderita.
Analisis Bio-Psiko-Sosial
Biologis
Secara fisik penderita tampak lebih pendek daripada seusianya, status gizinya juga
kurang baik. Status gizi menurut Nelson, juga menunjukkan hasil kurang. Saat ini
penderita tidak merasakan sesak. Pengetahuan orang tua penderita untuk merawat
anaknya cukup.
Psikologis
Masalah kesehatan penderita mendapat perhatian cukup dari orangtuanya. Orang
tua terutama ibunya tetap menjaga dan memperhatikan kesehatan penderita
dengan mengajak penderita untuk kontrol ke tempat praktek dokter.
Sosial
Aktivitas penderita banyak dipengaruhi oleh penyakit yang dideritanya.
Penderita jarang bermain dengan anak-anak lain di lingkungan rumahnya.
Penderita juga mengalami gangguan dalam mengikuti proses pembelajaran di
sekolah.
Lingkungan rumah
Keluarga penderita tinggal dalam satu pekarangan yang terdiri dari 7 ruangan..
Satu kamar digunakan oleh orangtua penderita, kamar kedua digunakan oleh
kakak penderita, kamar ketiga digunakan oleh penderita. Tempat tinggal
penderita berlantai keramik. Penyinaran dan sirkulasi udara dalam kamar
21
penderita cukup. Masing-masing kamar memiliki 1 buah jendela yang cukup
lebar untuk keperluan penyinaran dan sirkulasi udara. Pada siang hari jendela
selalu dibuka. Untuk kebutuhan air sehari-hari keluarga penderita menggunakan
air PAM. Keluarga penderita memiliki kamar mandi/WC yang letaknya di
belakang berhimpitan dengan dapur.
Faktor risiko
Ibu penderita tidak pernah mengalami gangguan selama penderita masih dalam
kandungan. Obat-obatan yang digunakan selalu atas saran dokter atau bidan. Persalinan
pun berlangsung secara spontan dan bayi yang dilahirkan langsung menangis. Dalam
keluarga penderita tidak ditemukan kemungkinan adanya riwayat penyakit didalam
keluarga yang menderita penyakit yang sama Dapat disimpulkan bahwa belum
diketahui secara pasti faktor resiko yang mungkin menyebabkan adanya penyakit
jantung bawaan yang dialami penderita.
Penderita menderita gizi kurang diduga disebabkan oleh pola makan yang tidak
teratur dan pemenuhan gizi serta perhatian yang kurang dari orangtua.
ADVIS
ASUH
Agar selalu memperhatikan hal-hal yang harus diikuti dan yang harus dihindari
baik untuk perkembangan penyakit maupun tumbuh kembangnya.
Tetap berusaha untuk selalu meluangkan waktu menemani anak disela-sela
kesibukan bekerja.
Sebaiknya orangtua memperhatikan tanda-tanda serangan sesak dan sianosis
serta mengerti apa yang harus dilakukan segera (knee-chest position, membawa
ke RS). Tanda serangan sianosis seperti seperti nafas cepat dan dalam, kesadaran
menurun, penderita tampak lesu dan lemah dan sianosis (kebiruan).
ASIH
22
Meningkatkan kekompakan dalam memberikan kasih sayang kepada anak dan
meningkatkan kepekaan terhadap segala permasalahan anak. Oleh karena
penderita menderita penyakit yang kronis maka penderita perlu mendapat
perhatian yang lebih dari orang tuanya.
ASAH
Tetap menemani sekaligus mengawasi anak dalam belajar dan bermain,
memberikan perhatian terhadap perkembangan sekolah anak, memotivasi dan
memberikan barang-barang atau mainan yang mendukung perkembangan dan
pendidikan anak sesuai dengan umurnya.
Silsilah / Pedigree Keluarga Penderita
GKY R
PKD MKJ
Keterangan :
GKY = Ayah penderita
R = Ibu Penderita
PKD = Kakak Pertama
MKJ = Kakak Kedua
23
Denah Rumah Penderita U
9
8
Error: Reference source not found
Keterangan:
1. Kamar Orangtua Penderita
2. Kamar Penderita
3. Kamar Kakak Penderita
4. Ruang Tamu
5. Kamar Mandi
24
5
6
2 17
4
3
6. Dapur
7. Sanggah
8. Ruang Makan
9. Halaman
DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegman RM. Nelson Essentials of Pediatrics. Fifth edition.
Philadelphia: Elsevier Sauders, 2006.
2. Siwik ES, Patel CR, Zahka K. Tetralogy of Fallot. Dalam: Pediatric
Cardiology Vol 2.2000, hal:880-900.
3. Park MK, Troxler RG. Pediatric Cardiology for Practitioners.
Fourth edition. Missouri: Mosby,2002.
4. Suryaatmaja S, Soetjiningsih, Penyunting. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. Cetakan ke-2. Denpasar:Lab./SMF
Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/ RSUP Sanglah; 2000.
5. Sastroasmoro S. Dasar Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Jantung Bawaan.
Jakarta: Perhimpunan Kardiologi Anak Indonesia; 1998. Hal 56-60.
25
LAMPIRAN
Dokumentasi
Foto 1. Penderita bersama pemeriksa
26
Foto 2. Penderita sedang berpose
Foto 3. Kamar tidur Penderita
27