Click here to load reader
Upload
habib-luthfi
View
236
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Menjelaskan: - Pengertian Israiliyat - Sebab penggunaan Israiliyat - Pandangan ulama tentang Israiliyat - Contoh Israiliyat
Citation preview
MAKALAH
ISRAILIYAT
Disusun Sebagai Tugas Ulangan Tengah Semester Gasal
Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Pengampu: Ibu Silvia Riskha Febriar, M.S.I
Oleh:
1. Habib Luthfi (11410085)
2. Nur Ismah (11410062)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
WALI SEMBILAN SEMARANG
2014
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt. yang telah memberikan nikmat iman dan islam serta
senantiasa melimpahkan rahmat dan kehehatan bagi kita semua, sehingga sudah
sepantasnya kita berusaha untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sholawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Baginda Nabi Agung
Muhammad saw. di mana Beliau adalah teladan seluruh umat dan semoga kita termasuk
orang-orang yang mendapat syafa’at.
Makalah ini membahas tentang israiliyat pada mata kuliah ulumul qur’an, yang
mana pembahasannya meliputi pengertian israiliyat, sebab penggunaan israiliyat,
pandangan ulama tentang israiliyat, dan contoh israiliyat.
Terimakasih kami ucapkan kepada segenap teman-teman yang telah membantu
hingga terselesaikannya makalah ini. Terimakasih juga kepada kedua orang tua penulis
yang senantiasa mendo’akan yang terbaik untuk putra-putrinya. Tak lupa ucapan
terimakasih penulis haturkan kepada Ibu Dosen pengampu mata kuliah ulumul qur’an
yang tak pernah bosan untuk memberikan ilmu dan menjadi teladan terbaik bagi para
mahasiswa.
Tentunya dalam penyusunan makalah ini tak luput dari kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena tak ada gading yang tak retak, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Dan akhirnya harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
mahasiswa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Semoga Allah menjadikan
kita orang-orang yang bertaqwa dan tergolong Ahlul Qur’an. Aamiin.
Tanggungharjo, 19 Desember 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................. 1
Bab II Pembahasan .......................................................................................... 2
A. Pengertian Israiliyat ............................................................................. 2
B. Sebab Penggunaan Israiliyat ................................................................ 3
C. Pandangan Ulama Tentang Israiliyat ................................................... 5
D. Contoh Israiliyat .................................................................................. 7
Bab III Penutup ................................................................................................ 10
A. Simpulan .............................................................................................. 10
B. Saran .................................................................................................... 10
Daftar Pustaka .................................................................................................. 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaum muslimin mengakui sepenuh hati bahwa Alquran merupakan
petunjuk bagi manusia. Namun demikian diakui juga bahwa tidak semua kaum
muslimin secara langsung dapat memahami Alquran sebagai petunjuk hidup.
Oleh karena itu, bantuan penafsiran dan penakwilan terhadap Alquran sangat
dibutuhkan. Di sini kelihatanlah peran mufassirin untuk memberikan penafsiran-
penafsiran agar Alquran dapat dipahami dan diamalkan sebagai petunjuk hidup
yang aplikatif bagi manusia.
Ada dua pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan Alquran, yaitu
at-tafsir bi al-ma’sur dan at-tafsir bi al-ra’yi. Tafsir bi al-ma’sur terdiri dari tiga
macam, yaitu tafsir Al-Qur’an bi al-Qur’an, tafsir Al-Qur’an bi al-sunnah dan
tafsir Al-Qur’an bi atsar al-shahabi. Sedangkan tafsir bi al-ra’yi dalam
penafsiran Alquran dengan menggunakan akal atau ijtihad. Masing-masing
pendekatan memiliki kelemahan dan kelebihan. Salah satu kelemahan yang
dimiliki tafsir yang menggunakan pendekatan al-ma’sur adalah masuknya
unsure-unsur israiliyat ke dalamnya.
Dalam makalah ini disajikan beberapa hal saja yang berhubungan dengan
israiliyat, yaitu pengertian dan bagaimana munculnya, bagaimana pandangan
ulama tentangnya, dan apa saja contoh-contohnya.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian israiliyat
2. Sebab penggunaan israiliyat
3. Pandangan ulama tentang israiliyat
4. Contoh israiliyat
C. Tujuan
Untuk mempermudah mahasiswa dalam memahami seluk-beluk
israiliyat di antaranya yaitu:
1. Mengetahui pengertian israiliyat
2. Mengetahui sebab penggunaan israiliyat
3. Mengetahui pandangan ulama tentang israiliyat
4. Mengetahui contoh israiliyat
iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Israiliyat
Kata israiliyat secara terminologi merupakan bentuk jama’ dari
israiliyah, yaitu merupakan suatu nama yang dinisbatkan kepada Israil yang
artinya hamba Tuhan. Kata tersebut berasal dari bahasaIbrani. Kaitannya dengan
israiliyat, maka yang dimaksud dengan Israil adalah Nabi Ya’qub bin Ishaq bin
Ibrahim as. Hal ini berdasarkan sebuah hadis dari riwayat Abu Dawud At-
Tayalisi dari Abdullah bin Abbas ra. yang artinya: “Sekelompok orang Yahudi
telah datang kepada Nabi, lalu Nabi bertanya kepada mereka: Tahukan anda
sekalian bahwa sesungguhnya Israil itu adalah Nabi Ya’qub? Meraka menjawab,
benar! Lalu Nabi berdoa: Ya Tuhanku! Saksikanlah pengakuan mereka ini!”.1
Setelah itu, dalam Alquran kata israil juga dipakai dengan nama Nabi
Ya’qub as., dan kepadanya juga bangsa Yahudi dinisbahkan, sebingga ia disebut
Bani Israil.2
Sedangkan secara etimologi israiliyat, menurut Az-Zahabi, ada dua
pengertian:
1. Kisah dan dongeng kuno yang menyusup de dalam tafsir dan hadis, yang
sumber periwayatannya kembali kepada sumber Yahudi, Nasrani atau yang
lain.
2. Sebagian ahli tafsir dan hadis memperluas lagi pengertian israiliyat ini
sehingga meliputi cerita-cerita yang sengaja diselundupkan oleh musuh-
musuh Islam ke dalam tafsir dan hadis, yang sama sekali tidak dijumpai
dasarnya dalam sumber-sumber lama.3
Menurut Ahmad Khalil, israiliyat adalah kisah-kisah dan riwayat-riwayat
dari Ahli Kitab, baik yang berhubungan dengan ajaran agama mereka maupun
yang tidak ada hubungannya.4 Ahmad Al-Khalil mengatakan bahwa israiliyat
merupakan pembaruan dari berbagai agama dan kepercayaan yang menyusup ke
Jazirah Arab Islam yang mereka dapati dari negeri-negeri yang mereka (Yahudi)
singgahi selama perjalanannya ke timur maupun ke barat.5
1 Ahmad Muhammad Syakir, ‘Umdah Al-Tafsir ‘an Al-Hafiz Ibnu Al-Katsir (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1956), Jilid I, hlm. 138.2 QS. Ali Imran: 93.3Husein Az-Zahabi, Israiliyat fi At-Tafsir wa Al-Hadits (Kairo: Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah, 1971), hlm 22. 4 A. Khalil, Dirosat fi Alquran (Mesir: Dar Al-Ma’arif, t.th.). hlm 133.5 A. Khuli. Manahij Al-Tajdid (Kairo: Dar Al-Ma’rifah, 1961), hlm 277.
v
Jadi, kalau dilihat dari pengertian-pengertian itu maka unsure-unsur
Yahudi lebih banyak dan kuat dalam israiliyat dibandingkan dengan yang
lainnya. Hal ini mungkin saja dikarenakan perannya lebih menonjol dalam
membawakan kisah-kisah tersebut pada permulaan Islam.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa
yang dimaksud israiliyat adalah semua unsur yang berasal dari kisah-kisah
Yahudi, Nasrani, dan lainnya serta bentuk-bentuk kebudayaan mereka yang
masuk dalam tafsir Alquran.
B. Sebab Penggunaan Israiliyat
Sebenarnya cara merembesnya cerita-cerita israiliyat ke dalam tafsir dan hadist didahului oleh masuknya kebudayaan arab zaman jahiliyah. Bangsa arab pada zaman jahiliyah sering berpindah-pindah, baik ke arah timur maupun barat. Bangsa Quraisy mempunyai dua tujuan dalam bepergian. Bila musim panas mereka pergi ke Syam dan bila musim dingin mereka pergi ke Yaman. Pada waktu itu Yaman dan Syam banyak sekali ahli kitab yang sebagian besar adalah bangsa Yahudi. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila antara orang arab dengan Yahudi terjalin hubungan.
Sering terjadi pertemuan antara kaum muslimin dengan orang Yahudi, dan sering pula terjadi diskusi dan perdebatan diantara mereka. Akan tetapi yang lebih penting lagi adalah masuknya islam ke beberapa golongan Yahudi, seperti Abdullah bin Salam, Abdullah bin Suraya, Ka’ab Al-Ahbar dan lain-lain yang pada umumnya mempunyai pengetahuan yang luas mengenai kebudayaan Yahudi. Antara kaum muslimin denga mereka sering terjadi pertukaran pandangan yang kiranya perlu diperhatikan. Dengan demikian melekatlah kebudayaan Yahudi dengan kebudayaan islam melalui media yang lebih luas juga.
Merembesnya cerita Isriliyat ke dalam tafsir dan hadist secara meluas itu karena telah diketahui oleh para ulama’, bahwa tafsir dan hadist itu mempunyai dua periode yang berbeda. Pertama, Periode periwayatan dan kedua, Periode pembukuan.a) Periode Periwayatan Tafsir
Rasulullah bergaul dengan para sahabatnya dan memberi penjelasan kepada mereka tentang urusan agama dan dunia yang dianggap penting oleh mereka atau dianggap penting oleh nabi. Penjelasan nabi itu mencakup tafsir-tafsir ayat Qur’an yang dianggap masih samar oleh para sahabatnya.
vi
Para sahabat, memperhatikan dan menghafal penjelasan Nabi tersebut, kemudian mereka menyampaikannya kepada saudara-saudaranya yang tidak hadir dalam majlis Nabi dan juga kepada murid-muridnya sampai kepada Tabi’in. Para Tabi’in meriwayatkan apa yang mereka terima dari para sahabat kepada Tabi’in lainnya, dan juga mereka menyampaikan kepada para muridnya sampai generasi Tabi’it-tabi’in.
b) Periode pembukuan tafsirPeriode ini dimulai pada akhir abad pertama dan awal abad kedua
hijriyah. Awal dari pembukuan tafsir dan hadist adalah : Ketika Umar bin Abdul Aziz memerintahkan semua Ulama’ seluruh dunia untuk mengumpulkan hadist-hadist Rasul yang menurut anggapan mereka sama.
Pembukuan tafsir dan hadist pada periode ini dilakukan dengan cara mengemukakan riwayat-riwayat disertai dengan sanadnya sehingga dimungkinkan untuk mengetahui mutu yang diriwayatkan, baik sahih maupun dha’ifnya, dengan cara meneliti sanadnya.
c) Periode periwayatan hadistPada periode ini cerita israiliyat merembes ke dalam tafsir dan hadist
atau dalam waktu yang sama secara bersamaan. Hal ini terjadi karena pada mulanya tafsir dan hadist merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Masalah ini terjadi pada zaman sahabat, mereka membaca Qur’an yang di dalamnya terdapat kisah-kisah dan berita-berita, mereka melihat bahwa Qur’an menceritakan kisah tersebut hanyalah dalam batas nasihat atau ibarah.
Kemudian datanglah periode tabi’in. Pada periode ini penukilan dalil ahli kitab semakin luas dan cerita-cerita israiliyat didalam tafsir dan hadist semakin berkembang. Kemudian setelah masa tabi’in tumbuh kecintaan yang luar biasa terhadap cerita israiliyat dan diambilnya secara ceroboh, sehingga setiap cerita tersebut tidak ada lagi yang ditolak. Mereka tidak lagi mengembalikan cerita itu kepada qur’an,walaupun tidak dimengerti.
Perlu juga diperhatikan bahwa mereka yang menekuni tafsir dan hadist pada periode ini adalah mereka yang suka berkisah kepada masyarakat di masjid-masjid dan di tempat-tempat lainnya.
d) Periode Pembukuan HaditsPada periode ini, sebagaimana telah kita ketahui, hadits dibukukan
dengan bantuan ilmu lain yang bermacam-macam, dan tafsirpun termasuk salah satu bagian daripadanya. Secara umum tafsir pada masa ini bersih dari cerita-cerita israiliyat, kecuali sedikit saja, itupun tidak bertentangan dengan nash syar’i.
Tafsir terpisah dari hadits, dan masing-masing dibukukan sendiri-sendiri, maka tafsir yang dibukukan pertama kalinya diterangkan juga masalah
vii
sanad-sanadnya, akan tetapi cerita-cerita israiliyat yang dibukukan, jumlahnya tidak sedikit.
Setelah itu datanglah suatu masa dimana ulama’ membukukan tafsir dan hadist dengan membuang sanad-sanadnya, dan kelihatannya tidak ada ketelitian yang mendalam terhadap apa yang mereka tulis itu.6
C. Pandangan Ulama tentang Israiliyat
Ada beberapa ulama memberikan pendapat tentang pengambilan atau
periwayatan israiliyat dalam tafsir Alquran, di antaranya:
1. Ibnu Taimiyah (1263-1328)
Ibnu Taimiyah, dalam kitabnya “Muqaddimah fi Ushuli At-Tafsir”
halaman 26-28 yang dikutip oleh Dr. Husein Az-Zahabi, membagi cerita-
cerita israiliyat kepada tiga macam, yaitu cerita-cerita yang dibenarkan oleh
Islam, cerita-cerita yang bertentangan dengan Islam, dan cerita-cerita yang
Islam tidak membenarkannya tetapi juga tidak menyalahkannya. (maskut
anhu).7 Menurutnya yang boleh diterima hanyalah cerita-cerita israiliyat
yang pertama. Penerimaannya bukan untuk i’tiqad akan tetapi hanya untuk
istisyhad. Sementara dua lainnya pada intinya tidak boleh diambil.
2. Ibnu Katsir (w. 774 H)
Ibnu Katsir membagi israiliyat kepada tiga macam, yaitu:
a. Cerita-cerita yang sesuai kebenarannya dengan Alquran, berarti cerita itu
benar. Dalam hal ini cukuplah Alquran yang menjadi pegangan.
Kalaupun diambil cerita tersebut hanyalah sebagai bukti adanya saja,
bukan untuk dijadikan pegangan dan hujjah.
b. Cerita yang terang-terangan dusta, karena menyalahi ajaran kita (Islam).
Cerita serupa ini harus ditinggalkan, karena menurutnya, merusak aqidah
kaum muslimin.
c. Cerita yang didiamkan (maskut anhu), yaitu cerita yang tidak ada
keterangan kebenarannya dalam Alquran, akan tetapi juga tidak
bertentangan dengan Alquran. Cerita serupa ini tidak boleh dipercaya
dan tidak boleh pula kita (umat Islam) mendustakannya. Misalnya nama-
nama Ashabul Kahfi dan jumlahnya. Namun cerita tersebut boleh
diriwayatkan dengan hikayat.8
6 Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an I, Pustaka Setia, 2000, hal. 242-2517 Az-Zahabi, Al-Israiliyat, (Damsiq: Dar Al-Iman, t.th.), hlm. 68.8 Abu Al-Fida’ Ismail bin Katsir, Tafsir Ibn Al-Katsir (Beirut: Dar Al-Fikri, 1986), hlm. 5.
viii
Alasan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Katsir sama yaitu hadis Nabi yang
diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin ‘Amr bin Ash yang berbunyi:
بلغوا عنى ولو اية وحدثوا عن بنى إسرائيل وال حرج منكذب على متعمدا فليتبواء مقعده من النار
“Sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah hal
Bani Isra’il dan tidak berdosa, siapa saja yang berdusta atas namaku
dengan sengaja hendaklah menyediakan tempatnya di dalam neraka.”
3. Al-Biqa’i (w. 881 H)
Pandangan Al-Biqa’i terhadap cerita-cerita israiliyat juga senada dengan
pandangan sebelumnya. Dia membolehkan cerita-cerita tersebut dimuat
dalam tafsir Alquran selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam
(Alquran dan Hadis). Dan beliau mengingatkan bahwa cerita itu dimuat
hanya sebagai isti’nas saja, bukan untuk dijadikan dasar aqidah dan bukan
pula dijadikan dasar hukum.
4. Ibnu Al-‘Arabi (w. 543 H)
Menurutnya bahwa riwayat dari Bani Israil yang boleh untuk
diriwayatkan dan dimuat dalam tafsir Alquran adalah hanya terbatas pada
cerita mereka yang menyangkut keadaan diri mereka sendiri. Sedangkan
riwayat mereka yang menyangkut orang lain masih sangat perlu
dipertanyakan dan membutuhkan penelitian yang lebih cermat.9
Kelihatan bahwa Ibnu Al-‘Arabi lebih berhati-hati lagi untuk
memasukkan israiliyat dalam tafsir Alquran.
5. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas (w. 32/3 H : 68 H)
Kedua tokoh ini mangeatakan bahwa meriwayatkan kisah-kisah israiliyat
boleh. Ternyata keduanya banyak meriwayatkan aqwal ahli al-kitab 56 dari
empat orang yang terkenal yang sudah masuk Islam, yaitu Ka’ab Al-
Akhbari, Wahab bin Munabah, Abdullah bin Salam, dan Tamim al-Dari.
Empat orang ini terkenal tidak membuat cerita-cerita palsu. Cerita yang
disampaikan mereka kepada para muslim itu benar. Pada hakikatnya
kesalahan itu sering terjadi bukan pada mereka, akan tetapi kepada perawi-
perawi berikutnya.
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan boleh mengambil cerita
israiliyat, meriwayatkannya, serta memuatnya dalam tafsir Alquran
berdasarkan hadis pada Ibnu Taimiyah dan Ibnu Katsir di atas.
9 Ibnu Al-Arabi, Ahkam Alquran (Mesir: Al-Halabi, 1967), Jilid I, hlm. 123.ix
6. Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Ash (w. 63 H)
Dalam perang Yarmuk beliau menemukan beberapa kitab Yahudi dan
Nasrani, lalu diambilnya dan dipelajarinya baik-baik. Setelah itu yang
dipahaminya dari kitab-kitab tersebut diceritakannya kepada saudara-
saudaranya kaum muslimin dengan bardasarkan hadis di atas. Tujuan beliau
menceritakan tersebut bukan untuk dasar i’tiqad dan bukan pula untuk dasar
hukum, akan tetapi hanya sekedar untuk istisyhad.
Dari enam kelompok orang tersebut, hanya Ibnu Al-‘Arabi yang sangat
berhati-hati sekali dalam mengambil dan memasukkan israiliyat dalam tafsir
Alquran. Sehingga beliau katakan cerita yang mengenai diri mereka saja
yang diambil, dan yang lainnya jangan sembarang ambil.
D. Contoh Israiliyat
Di antara kitab tafsir yang memuat banyak kisah-kisah israiliyat adalah
kitab Tafsir Ath-Thabari dan Ibu Katsir. Dalam tafsir Ath-Thabari memuat tidak
kurang dari 20 tema israiliyat, dan dari sekian banyak itu hanya satu riwayat
yang dapat diklarifikasikan sejalan dengan Islam. Yang sejalan dengan Islam itu
adalah riwayat yang menceritakan sifat Nabi yang tidak kasar, tidak keras,
pemurah, dan penyayang.10 Sementara dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir terdapat
tidak kurang 40-an kisah israiliyat. Kisah-kisah israiliyat yang sejalan dengan
Islam hanya satu, yaitu seperti yang dikemukakan oleh Ath-Thabari di atas.11
Di antara contoh-contoh israiliyat yang dapat dikemukakan adalah:
1. Kisah Nabi Sulaiman
Israiliyat yang terdapat tafsir Ath-Thabari, dari Basyir, dari Yazid, dari
Said, dari Qatadeah yang berkaitan dengan kisah Nabi Sulaiman yang terdapat
dalam Surah Shad ayat 34 yang berbunyi:
Israiliyat itu menjelaskan bahwa ada seseorang berkata kepada Nabi
Sulaiman as. Bahwa di dasar laut terdapat setan yang bernama Syahr Al-
Maridhah (batu durhaka). Lalu Nabi Sulaiman mencarinya dan ternyata di sisi
laut terdapat sumber mata air yang memancar satu kali dalam seminggu.
Pancarannya ini sangat jauh dan kemudian sebagiaanya berubah menjadi arak.
Nabi Sulaiman datang pada saat pancarannya berubah menjadi arak.
10 Lihat! Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jami al-Bayan fi Tafsir Alquran, J.VI. Dar Al-Fikr, Beirut, 1988, hlm. 83. Lihat juga di antaranya QS. Al A’raf: 187, Al Maaifah: 21, Yusuf:28, Al Baqarah: 112.11 Ibnu Katsir, Tafsir Alquran Al-‘Adzim, Jilid II hlm. 253.
x
Dan ia berkata “Sesungguhnya engkau (arak) adalah minuman yang
sangat nikmat hanya saja engkau menyebabkan orang sabar mendapat musibah
dan orang bodoh bertambah kebodohanyya”. Lalu Nabi Sulaiman pulang, tetapi
ketika dalam perjalanannya ia merasakan dahaga yang sangat dan kembali ke
sumber mata air tersebut. Ia meminum air arah hingga hilanglah kesadarannya.
Dalam kondisi seperti itu, ia melihat cincinnya dan merasa terhina karenanya.
Lalu dilemparlah cincin itu ke laut dan dimakan oleh seekor ikan sehingga
hilanglah seluruh kerajaannya karena kekuasaannya terdapat pada cincin itu.
Setan lalu datang menyerupainya dan duduk di atas singgasanya Nabi Sulaiman.
Israiliyat itu jelas merupakan cerita palsu yang dibuat-buat. Sesuatu yang
mustahil apabila Nabi Sulaiman meminum arak yang jelas akan merusak
kesehatan dan kesadarannya. Mustahil pula setan dapat menyerupainya dan
menggantikannya mengatur roda kerajaan.
Atas kepalsuan israiliyat itu, Ibnu Katsir memberikan komentarnya,
“Pada dasarnya, israiliyat ini berasal dari Ibnu Abbas yang diperolehnya dari
Alhi Kitab, sedangkan di antara mereka ada yang tidak mempercayai kenabian
Sulaiman. Israiliyat ini jelas mungkar. Apalagi israiliyat yang menjelaskan
tentang istri-istri Nabi Sulaiman yang digauli setan. Israiliyat ini secara panjag
lebar telah dipaparkan oleh kelompok ulama salaf. Seperti Sa’id bin Al-
Musayyad, Zaid bin Aslam, dan lain-lain. Keseluruhannya berasal dari ahli
kitab”.
2. Kisah Nabi Ismail
Israiliyat yang berkaitan dengan kisah penyembelihan Nabi Ismail, yaitu
berasal dari Ka’ab bin Akhbar yang menyebutkan bahwa yang disembelih itu
adalah Ishak bukan Ismail. Israiliyat ini menurut Ibnu Katsir, merupakan tipuan
dan dusta karena bertentangan dengan Alquran sendiri. Orang Yahudi lebih suka
menyebut Ishak karena ia adalah nenek moyangnya, sedangkan Ismail adalah
nenek moyang orang Arab.
3. Kisah Nabi Ibrahim
Israiliyat yang dikutip oleh Ibnu Katsir dari Ath-Thabari tentang asal-
mula penyebutan Nabi Ibrahim as. dengan sebutan khalilullah (kekasih Allah)
dikisahkan bahwasanya keluarga Nabi Ibrahim mengalami petaka kelaparan.
Kemudian Nabi Ibrahim pergi ke Mesir untuk mencari makanan, tetapi tidak
mendapatkan hasil apa-apa.
xi
Di tengah perjalanan pulang, ia menemukan kerikil-kerikil dan
dipungutnya untuk memenuhi kantongnya dengan harapan keluarganya akan
terhibur karenanya. Suatu keajaibanpun terjadi. Keluarganya menemukan
kantong yang dibawa Nabi Ibrahim penuh dengan tepung. Nabi Ibrahim lantas
bertanya kepada keluarganya dari mana tepung itu diperoleh. Mereka menjawab
bahwa tepung itu diperoleh di dalam kantong yang ia bawa. Nabi Ibrahim lantas
berkata, “betul, tepung itu berasal dari kekasihku (khalil),” karena peristiwa
tersebut ia dipanggil khalilullah.
Menurut Ibnu Katsir israiliyat itu termasuk yang tidak perlu dibenarkan
dan didustakan. Dan di samping itu ia menyertakan pula penyebutan Ibrahim
dengan sebutan di atas, karena kecintaannya yang mendalam kepada Allah.
4. Kisah Awal Surah Qaf
Israiliyat yang dikutip oleh Ibnu Katsir tentang awal Surah Qaf. Sebagian
ulama mengatakan bahwa Qaf adalah nama gunung yang mengelilingi bumi.
Namun, menurut Ibnu Katsir, pendapat ini merupakan israiliyat yang tidak perlu
dibenarkan dan didustakan.
5. Kisah Harut dan Marut
Israiliyat yang disampaikan oleh Abu Hatim, dari bapaknya, dari Hisyam
Ar-Razi, dari Ibnu Al-Mubarak, dari Ma’ruf, dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali
mengenai Harut dan Marut. Israiliyat itu menjelaskan bahwa kedua malaikat itu
adalah kawan Malaikat Sijil. Setiap hari selasa, Sijil membuka Ummul Kitab.
Ketika membaca kisah penciptaan Adam, ia memberitahukan kepada Harut dan
Marut. Dan ketika Allah akan menciptakan khalifah di muka bumi, mereka pun
protes. Menurut Ibnu Katsir, israiliyat itu berlebihan dalam menggambarkan
sosok malaikat.
xii
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan deskripsi para tokoh israiliyat dan pandangan ulama
terhadap israiliyat dapat disimpulkan bahwa israiliyat ada tiga macam:
1. Riwayat israiliyat yang diketahui kesahihannya, seperti yang langsung
dinukil dari Nabi Muhammad saw. mengenai sahabat Nabi Musa yang
bernama Nabi Khidir. Nama ini tercantum dalam sahih Imam Bukhari.
Riwayat serupa ini dapat diterima, maqbul.
2. Riwayat israiliyat yang diketahui kebohongannya, bertentangan dengan
ajaran Islam dan akal pikiran yang sehat wajib ditolak.
3. Riwayat israiliyat yang maskut ‘anhu, hendaknya umat Islam harus tawaquf.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai Israiliyat, tentunya masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami berharap agar para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesmpurnaannya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.
xiii
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qur’an dan Terjemahnya. 1985. Jakarta: Departemen Agama RI.
2. Anwar, Abu. 2002. Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar. Pekanbaru: Amzah.
3. Ad-Damasyiqi, Ismail bin Katsir Al-Qorsyi. 1969. Tafsir Al-Quranul Adzim.
Beirut: Darul Fikri.
4. Al-Maraghi, Ahmad Musthofa.1974. Tafsir AL-Maraghi. Beirut: Darul Fikri.
5. Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i. 1997. Ulumul Qur’an II. Bandung: Pustaka
Setia.
6. Rachmat Syafe’i. 2006. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia.
7. Syadali, Ahmad. 2000. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
xiv