19
Makalah Cekungan Selatan Jawa-Jawa Tengah Selatan BAB I Pendahuluan 1.1 Geometri Cekungan Bagian utara cekungan dibatasi oleh sesar North Serayu Montain Block , bagian timur berbatasan dengan Cekungan Banyumas (109 o 30’-110 o 30’ BT dan 7 o 30’ - o 30’ !"#$ Berada di antara Busur %unung a&i 'a a dan )alung 'a a$ *iinter&retasik cekungan intra-masi+ yang batuandasarnya meru&akan kerak benua )a&aran "unda$ Cekungan busur de&an mengandung &risma akrasi &alung subduksi yang auh di selat !uas daerah cekungan sekitar $3. km . dengan luas di daratan sekitar .$/ km . dan luas di daerah le&as &antai sekitar .$177 km . $ Batas cekungan ditarik berdasarkan elemen struktur yang dikenal sebagai cent (meru&akan pull apart basin#. eski&un data isopach ( Gambar 1.1 # dan &eta anomali gaya berat regional ( Gambar 1.2 # tidak terlalu mem&erlihatkan bentuk cekungan tersebut$ Page 1

Makalah.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Makalah Cekungan Selatan Jawa-Jawa Tengah Selatan

BAB IPendahuluan

1.1 Geometri CekunganBagian utara cekungan dibatasi oleh sesar North Serayu Montain Block, bagian timur berbatasan dengan Cekungan Banyumas (109o30-110o 30 BT dan 7 o 30 - 8 o 30 LS). Berada di antara Busur Gunung api Jawa dan Palung Jawa. Diinterpretasikan memiliki cekungan intra-masif yang batuan dasarnya merupakan kerak benua Paparan Sunda. Cekungan busur depan mengandung prisma akrasi palung subduksi yang jauh di selatan.

Luas daerah cekungan sekitar 4.832 km2 dengan luas di daratan sekitar 2.655 km2 dan luas di daerah lepas pantai sekitar 2.177 km2.

Batas cekungan ditarik berdasarkan elemen struktur yang dikenal sebagai central basin (merupakan pull apart basin). Meskipun data isopach (Gambar 1.1) dan peta anomali gaya berat regional (Gambar 1.2) tidak terlalu memperlihatkan bentuk cekungan tersebut.

Gambar 1.1 Peta lokasi Cekungan Jawa Tengah Selatan dan kontur isopach.

Gambar 1.2 Peta anomali gaya berat (Pusat Survei Geologi, 2000).

1.2 Tektonik dan Struktur RegionalPulau Jawa berada di batas interaksi lempeng antara Lempeng Benua Eurasia dan Lempeng Samudra Hindia, sejak umur Kapur. Interaksi kedua lempeng ini mempengaruhi komposisi batuan dasar di daerah Jawa, batuan dasar dipengaruhi komposisi batuan Lempeng Benua Eurasia dan intermediate accreted terrain (Jawa Barat paling selatan, Jawa Tengah bagian selatan, dan Jawa Timur).

Elemen tektonik utama yang dihasilkan dari pertemuan dua lempeng tersebut, antara lain palung subduksi, busur magmatik-volkanik, prisma akresi, dan cekungan busur depan serta belakang. Batuan sedimen dan batuan volkanik diintrusi oleh beberapa intrusi magmatik yang merupakan transisi antara batuan dasar benua di Jawa Barat dan batuan dasar intermedier di Jawa Timur.Pulunggono dan Martodjojo (1994), membagi arah struktur Pulau Jawa ke dalam tiga kelompok, yakni Arah Meratus (baratdaya-timurlaut), Arah Sunda (utara-selatan), dan Arah Jawa (barat-timur).

Pada bagian lepas pantai, sebuah ketidakselarasan membagi seri batuan menjadi Paleogen dan Neogen. Unit bawah, kaya akan batuan volkaniklastik Oligosen, terbentuk dalam blok- blok sesar yang dipengaruhi oleh pergerakan sesar mendatar, sedangkan bagian atas unit Miosen Akhir - Pliosen terdiri dari sedimen yang hanya menunjukkan deformasi sesar tensional. Pada daerah lepas pantai terdapat tiga mandala struktur. Western Province berupa rendahan berarah barat-timur di selatan Tinggian Karang Bolong menerus ke selatan dan dibatasi oleh sebuah platform. Endapan setebal 3.500 m menutupi topografi Paleogen. Carbonat platform terbentuk di selatan merupakan kemenerusan shouthern slope Jawa Barat. Pinnacle reef berarah barat-timur menandakan sumbu batas antara cekungan dan platform. Central Province, merupakan deposenter endapan Tersier, dengan bagian terdalam berada di selatan. Bagian barat cekungan dibatasi oleh kubah volkanik. Eastern Province, merupakan platform yang landai dan memiliki kemiringan ke selatan, merupakan kemenerusan dari southern mountain didaratan. Carbonate buildup hadir pada umur Miosen.

BAB IIPembahasan

2.1 Stratigrafi Regional2.1.1 Batuan Dasar Pra-TersierBatuan dasar ini dikenal sebagai Kompleks Lok-Ulo terdiri dari pecahan ofiolit, batuan sedimen, dan sekis kristalin serta gneiss yang hadir sebagai potongan atau blok- blok tektonik di dalam matriks serpih tektonik mlange. Batuan ini tersingkap di Karangsambung, Jawa Tengah. Merupakan bagian sabuk akresi subduksi Kapur yang hadir secara tidak beraturan dalam sebuah busur memanjang dari Jawa ke Kalimantan.

Batuan metamorf bertekanan tinggi, seperti eklogit, gaukofan dan sekis biru tersingkap dalam zona tipis di antara zona sekis berderajat rendah dan serpentinit sepanjang Sungai Muncar dan Sungai Gua. Beberapa eklogit tersebut mengandung tourmaline, tourmaline tersebut terbatas hanya pada bagian luar dan urat/vein pada beberapa blok eklogit.

2.1.2 Endapan Eosen Tengah OligosenEndapan tertua adalah Lapisan Wungkal (tersingkap di Bukit Jiwo) yang terendapkan secara tidak selaras menutupi batuan dasar metamorf dan terdiri dari batugamping pasiran yang bergradasi menjadi napal ke atas. Hasil analisis foraminifera menunjukkan foraminifera besar Assilina yang menandakan umur Eosen Awal-Tengah (Ta) dan juga foraminifera plankton menunjukkan umur Eosen Tengah (P12). Transisi ke batuan yang lebih muda tidak dijumpai. Fosil berumur Eosen Awal-Tengah dijumpai sebagai fosil reworked pada batuan berumur Oligosen Akhir, hal ini menunjukkan bahwa batuan tersebut tersebar luas dan mengalami pengangkatan pada fase tektonik Oligosen. Endapan Eosen Tengah ini menandakan suatu siklus transgresi atau regresi tersendiri yang harus dibedakan dari siklus akhir Eosen Tengah hingga Oligosen.Endapan akhir Eosen Tengah - Oligosen didapati dibanyak daerah di Jawa tengah. Di Bukit Jiwo, Lapisan Wungkal dilanjutkan oleh Lapisan Gamping, berumur Tb (P14-P15 berdasarkan foraminifera plankton). Tidak ditemukan ketidakselasaran antara kedua lapisan ini, namun adanya interval batuan pasiran mungkin mengindikasikan adanya transgressi yang terbaharui.

Sikuen napal ditemukan pula di Nanggulan, Tinggian Kulon Progo dan di daerah Lok Ulo. Kontak dengan batuan dibawahnya tidak tersingkap. Di Lok Ulo, sikuen ini dikenal sebagai Formasi Karang Sambung, yang mengandung Batugamping Jatibungkus yang ketebalannya hingga 70 meter.

Lingkungan pengendapan laut terbuka (open marine) muncul pada Eosen Akhir dan menerus hingga bagian dasar endapan Oligosen. Terinterupsi oleh volkanisme Gajah Volkanik di Tinggian Kulon Progo dan disertai dengan blok sesar-sesar. Endapan volkaniklastik ini selanjutnya ditutupi oleh endapan laut berumur Eosen - Oligosen Awal.

Topografi horst dan graben dan ketidakselarasan regional berumur Oligosen Akhir dapat dengan mudah teramati dalam data seismik, berdasarkan data seismik tersebut, ketebalan sedimen yang mengisi graben mencapai 2.000-3.000 m.

2.1.3 Endapan Oligosen Akhir - awal Miosen TengahPada data seismik, endapan ini onlapping terhadap endapan yang lebih tua dan batuan dasar. Terdiri dari napal dan serpih (berdasarkan data Sumur Borelis-1) berumur N3-N6 dan tidak selaras berada di atas endapan volkaniklastik. Di daratan endapan transgressi ini ditemukan di Karang bolong dan Tinggian Kulon Progo, Batugamping Karang bolong dan Jonggrangan diendapkan secara tidak selaras di atas batuan volkaniklastik, endapan transgresi ini berumur Te (berdasarkan foraminifera besar).

Pada daerah tinggian sikuen, umur ini tererosi dan suksesi lengkap hanya ditemukan di daerah rendah (Rendahan Jogjakarta, Kebumen, dan Banyumas). Di Rendahan Jogjakarta, ditemukan serpih tufaan kaya foraminifera berumur N2/N3-N5 (Sumasrso dan Ismoyo, 1975), dikenal sebagai Lapisan Kebo-Butak. Diikuti oleh endapan piroklastik (berwarna putih) dan volkaniklastik, dikenal sebagai Lapisan Semilir. Kisaran umur berada pada zona N9 dan menutupi Gajah Volkanik. Lapisan Semilir ditutupi oleh endapan klastik, Lapisan Nglanggran, diteruskan oleh batupasir dan serpih, Lapisan Sambipitu (van Bemmelen, 1949) dari Tf.A tidak ditemukan dan kehadiran Lapisan Semilir dan Batugamping Wonosari berumur Miosen Tengah kembali dipertanyakan.

Di rendahan Kebumen (Suryanto & Roskamil 1975, Paltrinieri dkk., 1976), Formasi Totogan (lempung breksian), dengan tebal 900 m, secara tidak selaras menutupi Formasi Karang Sambung. Unit tersebut terdiri atas serpih dan napal dengan beberapa bongkah batugamping dan kuarsit. Foraminifera plankton mengindikasikan zona umur N3-N5. Diatasnya secara selaras diendapkan endapan turbidit volkaniklastik sekitar 900 m, yang dikenal sebagai Formasi Waturanda dengan kisaran umur hingga zona N8.

Di daerah Banyumas, Mulhadijono (1973), serta Suyanto dan Roskamil (1975) memberikan karakteristik Formasi Gabon sebagai sikuen volkaniklastik setebal 1.000 m, dan sikuen napal Formasi Penunjang diatasnya (tebal 200-600 m), berumur Oligosen Akhir-awal Miosen Tengah. Bagian volkanik dibawa oleh mekanisme turbidit, kedua unit ini saling menjemari.

Pengendapan di antara graben terjadi pada kondisi laut terbuka (open marine, ditandai adanya foraminifera plankton). Sisi sayap graben, didominasi oleh volkaniklastik yang dibawa oleh arus turbidit. Sedimentasi berlangsung cepat dan siklus pengendapan tidak dapat dipisahkan secara langsung. Pengendapan batugamping terbatas pada daerah di dekat tinggian.

Reaktivasi tektonik terjadi pada struktur berumur Oligosen Akhir dan mengakibatkan fase erosi pada blok yang terangkat dan mempercepat subsiden di dalam graben. Hal ini memungkinkan bagian Formasi Penanjung terakumulasi. Pada Sub-Cekungan Kebumen, Formasi Penosogan mengggantikan Formasi Waturanda (Suyanto dan Roskamil, 1975) terdiri dari bongkah gamping terumbu dan batuan beku seperti endapan tebal slumped turbidite.

2.1.4 Siklus Pengendapan Miosen-Miosen AkhirOnset siklus pengendapan terindikasi pada Perbukitan Jiwo dan Tinggian Gabon. Di Perbukitan Jiwo, Batugamping Wonosari diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar metamorf memperlihatkan fase awal pengangkatan dan erosi. Pada Tinggian Gabon, Batugamping Kalipucang diendapkan secara tidak selaras menutupi Volkanik Gabon.Pada beberapa bagian Rendahan Jogjakarta dan Rendahan Banyumas, batugamping hadir mengindikasikan pengendapan platform stabil dan tidak terjadinya peristiwa tektonik. Unit batugamping dapat ditemukan hampir di keseluruhan daerah. Di lepas pantai, endapan gamping setebal 300 m muncul pada Sumur Alveolina-1, endapan ini diperkirakan sebagai Batugamping Wonosari. Batugamping ini terendapkan secara tidak selaras di atas volkaniklastik Oligosen dan ditutupi secara tidak selaras oleh endapan Pliosen. Top batugamping membentuk reflektor seismik yang tegas.

Pada Cekungan Banyumas, sikuen serpih karbonan, memisahkan Formasi Penanjung dan Batugamping Kalipucang. Ketebalan sikuen serpih karbonan ini tidak diketahui, sikuen ini merekam interval paralik, puncak regresi, memisahkan Oligosen Akhir dan awal Miosen Tengah dari siklus pengendapan akhir Miosen Tengah sampai akhir Miosen. Lapisan ini oleh Mulhadijono (1973) dianggap sebagai batuan induk potensial gas yang terdapat pada sumur BPM dan rembesan minyak yang ditemukan di pola struktur Cipari-Gunung Wetan dan disebut sebagai Lapisan Pemali, namun tidak ada berkaitan dengan Lapisan Pemali di daerah Bumiayu yang berumur lebih muda, N16-N18, berdasarkan Sumarso dkk (1974).

Pada Tinggian Kulonprogo, dasar Batugamping Wonosari berada pada zona umur N12 (Sumarso dan Ismoyowati, 1975). Di daerah ini, puncak siklus tererosi, seperti pada Tinggian Gabon.

Pada Rendahan Kebumen (Suyanto dan Roskamil, 1975), Formasi Penosogan diperkirakan sebagai penanda peristiwa tektonik yang memisahkan siklus ini dengan siklus diatasnya. Siklus ini diikuti oleh lapisan napal-tufa, setebal 500 m, menunjukkan batupasir kasar di bagian bawah dan napal tufaan pada bagian atasnya. Bagian atas tersebut kaya akan foraminifera plankton pada zona umur N14 hingga mungkin N18. Breksi volkanik (lapisan breksi kedua) menjemari di dalam interval bagian yang paling atas.

Pada Cekungan Banyumas, Batugamping Kalipucang semakin ke atas berangsur menjadi Formasi Halang bagian bawah, dikenal juga sebagai Megasequence 1. Megasequence 1 berupa sikuen tebal napal sekitar 500-750 m pada zona umur N16. Secara lokal, volkaniklastik berbentuk perlapisan dalam bentuk endapan turbidit. Siklus ini terganggu atau terhentikan oleh volkaniklastik kasar setebal 600-1.000 m yang secara cepat mengisi graben dan menandai adanya pembaharuan volkanisme. Endapan klastik ini terpindahkan oleh mekanisme turbidit, dan dikenal sebagai Lapisan Kumbang.

2.1.5 Siklus Pengendapan PliosenPada data seismik, siklus ini dapat dikenali dari onlapping terhadap endapan yang lebih tua. Rendahan Jogjakarta, Lapisan Kepek terdiri dari napal dengan lapisan tufa berumur Pliosen berdasarkan fauna foraminifera plankton. Hubungan dengan Batugamping Wonosari tidak terlihat dengan jelas.

Pada Rendahan Kebumen, siklus ini mungkin mengikuti keselarasan sebelumnya, Suyanto dan Roskamil (1975) menyebutkan bahwa lapisan napal-tufa ketiga menerus hingga Pliosen, dan ditutupi oleh breksi volkanik, lapisan breksi ketiga mengindikasikan adanya pembaharuan aktivitas volkanik. Sikuen yang menerus dari Miosen Tengah hingga Pliosen dapat diamati pada Sumur Borelis-1, sedangkan volkaniklastik kasar sebanding dengan lapisan breksi ketiga tidak ditemukan. Pada Sumur Alveolina-1 yang bersebelahan dengan Borelis-1, ditunjukkan sikuen napal berumur Pliosen (N18-N21), setebal 600-700 m, secara tidak selaras menutupi batugamping yang kemungkinan berumur Miosen Tengah.

Kontak antara kedua siklus tersebut kemungkinan selaras pada daerah Rendahan Banyumas, meskipun volkaniklastik kasar Kumbang merefleksikan tektonik peristiwa volkanik yang di tempat lain menyebabkan ketidaselarasan dan pemisahan kedua siklus di atas. Kedua siklus tersebut dilanjutkan oleh Lapisan Halang bagian atas atau MS 2 (setebal 250 m), yang terdiri dari batupasir tebal dibagian tengah , napal dan batugamping di bagian atas. Siklus ini diganggu oleh endapan paralik, Lapisan Bantardewa dan Talang Gundang.

Pada daerah daratan, aluvial dan endapan volkanik Kuarter secara tidak selaras menutup endapan yang lebih tua. Di daerah lepas pantai, napal Kuarter tidak selaras dan onlapping dengan endapan Pliosen pada daerah tinggian (contohnya Sumur Alveolina-1). Ketidakselarasan ini mungkin hilang pada daerah rendahan.

Gambar 2.1 Kolom stratigrafi regional Cekungan Jawa Tengah Selatan. Makalah Cekungan Selatan Jawa-Jawa Tengah Selatan

Page 18

Gambar 2.2 Penampang seismik di Cekungan Jawa Tengah Selatan.2.2 Petroleum System2.2.1 Batuan IndukAnalisis geokimia dari data permukaan di daratan, mengindikasikan tidak adanya batuan induk potensial. Tetapi Formasi Pelami yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal di daerah Banyumas diketahui sebagai satu-satunya kemungkinan batuan induk untuk rembesan minyak dan indikasi gas di daerah tersebut. Reflektansi vitinit mengindikasikan tahapan yang belum matang.

Pada daerah lepas pantai, tidak ada batuan induk yang dilaporkan berdasarkan data sumur. Namun lokalitas dari daerah tersebut tidak bisa mewakili substansi sikuen yang lebih tebal dan lebih komplit yang ditemukan pada rendahan didepannya, cekungan barat dan tengah. Data temperatur menunjukkan gradient geothermal rendah (1.27 dan 1.59oF/100).

Dengan menggunakan metode Lopatin, Union Texas menunjukkan bahwa kematangan batuan induk mungkin dicapai pada kedalaman 1.650 m atau lebih. Beberapa ketebalan sedimen mungkin tercapai di tengah rendahan (depression).

2.2.2 Batuan ReservoirBatuan reservoir yang diharapkan ada pada klastik kasar-sedang yang saling berselingan termasuk dalam Formasi Nanggulan dan Karangsambung berumur Eosen. Kedua formasi ini kemungkinan berada dibagian yang terlalu dalam di bawah Volkanik Oligosen yang dianggap sebagai batuan dasar ekonomis (economic basements). Dan sejak penemuan minyak di Volkanik Jatibarang, yang seumur dengan Formasi Gabon, beberapa ahli eksplorasi menyebutkan bahwa Volkanik Oligosen dapat menjadi target reservoir.

Tufa Paleogen yang ditemukan pada Sumur Alveolina-1, sangat berongga dengan porositas mencapai 40%, berada pada bagian Oligosen Akhir. Lapisan batupasir volkaniklastik dari berbagai formasi berumur Neogen dan beberapa lapisan batugamping mungkin memiliki potensi reservoir.

Target terbaik, yang diindikasikan dari data rembesan minyak, dan juga data sumur di Cipari dan Gunung Wetan adalah Volkaniklastik Formasi Halang, meskipun interval turbidit flysch-like umumnya tidak baik dari sudut pandang reservoir.

Tidak ada karbonat build-up yang teramati ini dari data seismik di daratan. Di lepas pantai, Karbonat Terumbu Wonosari merupakan target terbaik. Memiliki porositas sekitar 20%, dari data sumur, reservoir ini memiliki potensi yang sangat baik dan kemungkinan berongga, berdasarkan nilai porositas yang didapatkan dari pemprosesan data velocity.

Target sekunder yang mungkin adalah batupasir Pliosen yang terbentuk disekitar terumbu, dan endapan klastik sekitar tinggian yang tersingkap selama Oligosen Akhir.

2.2.3 Indikasi minyak bumiRembesan minyak dan gas banyak ditemukan di daerah Besuki, namun tidak ada indikasi yang dilaporkan dari daerah Kebumen dan Jogjakarta. Kedua sumur BPM blow out setelah mencapai T.D dengan tekanan 90 atm. Produksi gas di Gunung Wetan diestimasikan mencapai 150.000 m3 perhari (98% methane). Tidak ada indikasi yang terekam pada data sumur lepas pantai.

2.2.4 PerangkapUntuk daerah daratan, kebanyakan perangkap adalah drape-type, volkanik yang membentuk antiklin atau struktur yang berhubungan dengan wrench-faulting. Tipe cebakan daerah lepas pantai dapat dibagi menjadi: Carbonate build-ups, Batugamping Wonosari hadir pada lereng sebelah timur. Pinnacles yang lebih kecil hadir pada daerah sebelah barat cekungan, kemungkinan sebagai barrier reef system pada batas bagian selatan dan timur dari platform karbonat. Drapping sedimen Miosen Akhir-Pliosen menutupi build-ups karbonat yang membentuk cebakan potensial. Drapping pada tinggian batuan dasar dan volkanik Paleogen, tilted fault-block pada sedimen Paleogen (kemungkinan berjumlah cukup banyak, namun saat ini sulit untuk didefinisikan karena kualitas data seismik yang buruk), onlap dan wedge out trap yang teridentifikasi oleh Shell sebagai kemungkinan pada sayap tersesarkan tinggian Paleogen yang membatasi cekungan Neogen.

2.3 KONSEP PLAY REGIONAL

TypePlayComments

AgeFormationLithologyTrap

Intra Arc

1Mid Miocene - PlioceneHalangVolcanoclasticsInverted anticlineProven play; Cipari and Gunung Wetan oil and gas wells

2Mid Miocene - PlioceneHalangVolcanoclasticsWrenchNumerous oil shows

3Mid Miocene - PlioceneHalangVolcanoclasticsDrapingTrapping mechanism; drape over volcanic features, numerous oil shows.

4Mid MioceneWonosariCarbonateReef

5Early MioceneWonosariCarbonateReef

6Early MioceneWonosariCarbonateInverted anticlineFractured limestones involved in structural inversion

7OligoceneGabonTuffInverted anticline

8EoceneSandstoneNormal FaultShallow marine clastics, tilted fault block trap

9EoceneSandstoneWrench

10EoceneCarbonateReef

11Paleoecene? - EoceneSandstoneStratigraphicBasal fluvial clastics, pinchouts

12Paleoecene? - EoceneClasticsStratigraphicAlluvial fan

Fore Arc

IMioceneCarbonateReef

IIEoceneSandstoneNormal faultTilted fault block

Gambar 2.3 Play konsep Cekungan Jawa Tengah Selatan dan sekitarnya (PERTAMINA-BEICIP, 1992).

BAB IIIKesimpulan

1. Luas daerah cekungan sekitar 4.832 km2 dengan luas di daratan sekitar 2.655 km2 dan luas di daerah lepas pantai sekitar 2.177 km2. Batas cekungan ditarik berdasarkan elemen struktur yang dikenal sebagai central basin (merupakan pull apart basin).2. Secara Stratigrafi, cekungan Jawa Tengah Selatan terdiri dari 10 (Sepuluh) formasi batuan yaitu : Formasi Kompleks Luk-Ulo Formasi Wungal Formasi Karangsambung Formasi Totogan Formasi Gabon Formasi Waturanda Formasi Kalipucang Formasi Penosogan Formasi Kemandduan Formasi Halang3. Petroleum Sistem Cekungan Jawa Tengah Selatan, adalah: Batuan Induk : Formasi Pelami yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal di daerah Banyumas diketahui sebagai satu-satunya kemungkinan batuan induk untuk rembesan minyak dan indikasi gas di daerah tersebut. Reflektansi vitinit mengindikasikan tahapan yang belum matang. Reservoir Rock: Target terbaik, yang diindikasikan dari data rembesan minyak adalah Volkaniklastik Formasi Halang. Trap: Untuk daerah daratan, kebanyakan perangkap adalah drape-type, volkanik yang membentuk antiklin atau struktur yang berhubungan dengan wrench-faulting. Dan untuk lepas pantai, Carbonate Build-Ups dan Drapping.

DAFTAR PUSTAKA

Mulhadiyono, 1973, Petroleum Possibilities of the Banyumas Area, Indonesian Pet. Assoc., 2nd Annual Convention Proceeding.PERTAMINA-BEICIP, 1992, Global Geodynamics, Basin Clasification and Exploration Play-Types in Indonesia, PERTAMINA, Jakarta. Sujanto, F.X., Sumantri, Yanto R., 1977, Preliminary Study on the Tertiary Depositional Patterns of Java, Indonesian Pet. Assoc., 6th Annual Convention Proceeding.

LAMPIRAN