32
Tugas Makalah Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup Hubungan Pendidikan , Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Partisipasi Ibu Dalam Membawa Balita Ke Posyandu Disusun oleh : Kelompok 1 1. Andika Permana (1304001) 2. Selda Meylani (1304007) 3. Nurkamila Putri (1304011) 4. Yulia Rahma Yani (1304013) 5. Hera Apria (1304015) 6. Mutiara Hasanah (1304019) 7. Khairat Gusti Nova (1304021) 8. Audea Yulia Mahdani (1304023) 9. Ramadhani Putri (1304025)

Tugas Makalah.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Tugas Makalah

Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup

Hubungan Pendidikan , Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Partisipasi

Ibu Dalam Membawa Balita Ke Posyandu

Disusun oleh : Kelompok 1

1. Andika Permana (1304001)

2. Selda Meylani (1304007)

3. Nurkamila Putri (1304011)

4. Yulia Rahma Yani (1304013)

5. Hera Apria (1304015)

6. Mutiara Hasanah (1304019)

7. Khairat Gusti Nova (1304021)

8. Audea Yulia Mahdani (1304023)

9. Ramadhani Putri (1304025)

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Indonesia

Yayasan Perintis Padang

2015

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan KaruniaNya, sehingga tugas Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup ini dapat terselesaikan.

Tugas Kesehtan Masyarakat dan Lingkungan Hidup merupakan tugas makalah yang berjudul Hubungan Pendidikan ,Pengetahuan, dan Sikap Ibu dengan Partisipasi Ibu Dalam Membawa Balita Ke Posyandu ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas dari dosen yang bersangkutan. Tugas ini disusun sedemikian rupa agar telihat baik dan mudah dimengerti ketika membacanya.

Kami selaku pembuat makalah ini menyadari bahwa isi dari makalah ini, masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah kami ini.

Akhirnya kami sebagai penulis makalah ini berharap, semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta wawasan bagi segenap pembacanya.

Padang, April 2015

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam penjelasan umum Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, disebutkan bahwa salah satu prinsip dasar dalam pelaksaan setiap kegiatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya adalah partisipasi masyarakat. Salah satu partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan adalah kegiatan Pos Pelayan Terpadu (Posyandu) . Menurut Depkes RI (2009) ,Posyandu merupakan suatu bentuk pemberdayaan masyarakat melalui Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dibentuk ,dikelola dan diselenggarakan dari,oleh,untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan ,guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayan kesehatan dasar.

Posyandu merupakan garda depan kesehatan balita dimana pelayanan yang diberikan posyandu sangat dibutuhkan untuk memberikan kemudahan dan keuntungan bagi kesehatan masyarakat, khususnya bayi dan balita. Tujuan Posyandu adalah menunjang penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Sasaran pelayanan kesehatan di Posyandu adalah seluruh masyarakat terutama bayi, anak balita, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui serta Pasangan Usia Subur (PUS). Kegiatan Posyandu terdiri dari Kesehatan Ibu dan Anak, upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia dengan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak dapat dilaksanakan secara merata apabila system pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat seperti Posyandu dapat dilakukan secara efektif dan efesien serta dapat menjangkau semua sasaran yang membutuhkan layanan tumbuh kembang anak, ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui dan PUS.

Pertumbuhan dan perkembangan balita apabila tidak dipantau dengan baik dan mengalami gangguan tidak akan dapat diperbaiki pada periode selanjutnya. Sehingga perlu dilakukan pemantauaan pertumbuhan rutin pada pertumbuhan balita sehingga dapat terdeteksi apabila ada penyimpangan pertumbuhan dan dapat dilakukan penanggulangan sedini mungkin sehingga tidak terjadi gangguan pada proses tumbuh kembang balita. Menurut Depkes RI, 2006 bahwa 16% balita Indonesia mengalami gangguan perkembangan, baik perkembangan motorik halus dan kasar, gangguan pendengaran, kecerdasan kurang dan keterlambatan bicara. Salah satu faktor yang mendorong penurunan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu adalah karena ketidaktahuan ibu terhadap manfaat menimbangkan anaknya di Posyandu. Oleh sebab itu pemerintah Republik Indonesia menghimbau untuk segera menghidupkan posyandu kembali sampai ke desa, karena posyandu merupakan garda terdepan dalam memonitor pertumbuhan balita. Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan suatu sarana dengan pemberdayaan masyarakat lintas sektor unt\uk ikut aktif dalam meningkatkan derajat kesehatan, juga merupakan salah satu bentuk upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) yang paling dikenal dengan strata yaitu 1) Pratama, 2) Madya, 3) Purnama, dan 4) Mandri.

Keberhasilan posyandu sangat dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat (kader Posyandu, pengguna posyandu, dan tokoh masyarakat), peran petugas Puskesmas dan KB, serta peran sektor lainnya. Partisipasi ibu balita dalam upaya perbaikan status gizi anak merupakan kunci utama dari keberhasilan suatu posyandu. Menurut Marjanka et al. (2002), partisipasi ibu di posyandu sangat mempengaruhi pertumbuhan kesehatan dan status gizi anak. Ibu yang sering membawa anaknya ke posyandu sesuai jadwal yang ditetapkan mencerminkan bahwa ibu sadar akan kesehatan dan umumnya anak tersebut lebih sehat yang ditunjukkan dengan status gizi yang baik. Melalui kegiatan di posyandu, pemantauan oleh ibu terhadap status gizi dan kesehatan anak dapat dilakukan dengan baik. Ibu juga dapat memanfaatkan posyandu sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan dalam hal gizi dan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana Hubungan Pendidikan, Pengetahuan dan SikapIbu Balitadengan Partisipasi Ibu dalam Membawa Balita ke Posyandu .

1.3Tujuan

Untuk mengetahui hubungan Hubungan Pendidikan, Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita dengan Partisipasi Ibu dalam Membawa Balita ke Posyandu .

1.4. Manfaat

Menambah wawasan berpikir peneliti dalam ilmu kesehatan masyarakat khususnya masalah partisipasi ibu balita dalam membawa balitanya ke posyandu.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1Partisipasi Masyarakat

2.1.1Pengertian

Secara umum partisipasi masyarakat merupakan suatu bentuk keterlibatan secara aktif dari masyarakat dalam segala bidang kehidupan. Hal ini berkaitan dengan pengertian partisipasi masyarakat yang dikemukakan dalam kamus besar Bahasa Indonesia tahun 2005 yang menyatakan partisipasi sebagai hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan (Pusat Bahasa, Depdiknas 2005 ).Menurut Notoadmojo (2007) , partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan tersebut. Partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan yang mereka hadapi sendiri baik masalah keluarga atau ataupun masyarakat itu sendiri.

Partisipasi masyarakat umumnya dipandang sebagai suatu bentuk perilaku. Salah satu bentuk perilaku kesehatan adalah partisipasi ibu balita dalam program posyandu ,yang diwujudkan dengan membawa anak mereka untuk ditimbang berat badannya ke posyandu secara teratur setiap bulan,karena perilaku keluarga sadar gizi (keluarga yang mampu mengenal,mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya ) salah satunya dapat dilihat dari indikator menimbang berat badan balita secara teratur ke posyandu. Penimbangan balita dikatakan baik apabila minimal ada empat kali anak balita ditimbang ke posyandu secra berturut-turut dalam enam bulan dan dikatakan tidak baik apabila kurang dari empat kali secara berturut-turut ke Posyandu dalam enam bulan (Depkes,RI,2007).

Posyandu adalah wadah paling tepat untuk peran serta masyarakt tersebut ,karena dengan adanya peran serat dari masyarakat secara teratur dan berkesinambungan maka terciptanya kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Posyandu dapat dikatakan sebagai sarana partisiasi atau peran serta masyarakt dalam usaha peningkatan kesehatanmasyarakat. Didalam partisipasi setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontribusi dan sumbangan. Kontribusi tersebut bukan hanya terbatas pada dan dan finansial saja, tetapi dapat berbentuk daya (tenaga), dan ide (pemikiran). Dalam hal ini dapat diwujudkan didalam 4 M ,yakni manpower (tenaga), money (uang), material (benda-benda lain seperti kayu,bambu,beras,batu dan sebagainya) dan mind (ide atau gagasan).

Mengingat pentingnya partisiapsi masyarakat atau peran serta masyarakat sehingga diatur dalam UU nomor 36 2009 Bab XVI ,dicantumkan tentang peran sertamasyarakt dan salah satu pasalnya yaitu pasal 174 ayat (1) yang menyatakn bahwa masyarakat memiliki kesempatn untuk berperan serta dalam rangka membantu mepercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya , artinya peran serta masyarakt atau partisipasi masyarakat khususnya dalam pembangunan dilindungi oleh undang-undang.

2.1.2Dasar-Dasar Filosofi Partisipasi Masyarakt

Dalam hubungannya dengan fasilitas dan tenaga kesehatan ,partisipasi masyarakat dapat diarahkan untuk mencukupi kelangkaan tersebut. Dengan kata lain ,partisipasi masyarakat dapat menciptakan fasilitas dan tenaga kesehatan. Pelayanan kesehatan yang diciptakan dengan adanay partisipasi masyarakat didasarkan kepada idealisme :

1. Community felt need

Apabila pelayanan itu diciptakan oleh masyarak itu sendiri ,ini berarti bahwa masyarakat itu memerlukan pelayanan tersebut. Sehingga adanya pelayan kesehatan bukan karena diturunkan dari atas, yang belum dirasakn perlunya , tetapi tumbuh dari bawah yang diperlukan masyarakt dan untuk masyarakat.

2. Organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang berdasarkan partisiapsi masyarakat adalah salah satu bentuk pengorganisasian masyarakt. Hal ini berarti bahwa fasilitas pelayan kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri.

3. Pelayanan kesehatan tersebut akan dikerjakan oleh masyarakat sendiir. Artinya tenaganya dan penyelenggaraanya akan ditangani oleh masyarakat itu sendiri yang dasarnya sukarela.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa filosofi partisipasi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat adalah terciptanya suatu pelayanan untuk masayarakat,dari masyarakat,oleh masyarakat.

2.1.3Tahap-tahap Partisipasi

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengajak atau menumbuhkan partisipasi masyarakat ,yaitu dengan dua cara :

1) Partisipasi denagan paksaan

Artinya memaksa masyarakat untuk kontribusi dalam suatu program ,baik melalui perundang-undangan ,peraturan-peratutran maupun denagn perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat hasilnya dan mudah. Tetapi masyarakat akan takut, merasa dipaksa dan kaget karena dasarnya bukan kesadarn tapi ketakutan. Akibatnya masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki terhadap program.

2) Partisipasi dengan persuasi dan edukasi

Yakni suatu partisiapsi yang didasari pada kesadaran ,sukar ditumbuhkan dan akan memakan waktu yang lama . Tetapi bila tercapainya hasilnya akan mempunyai rasa memilki dan rasa memelihara. Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, pendidikan dan sebagainya , baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.2Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan dan memberikan kemudahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar sehingga mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi yang merupakan tujuan utama dari posyandu. Tujuan khusus posyandu yaitu meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan mendasar (primary health care), meningkatkan peran lintas sektor, dan meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan mendasar (Kemenkes, 2011).

Syarat berdirinya posyandu di suatu daerah meliputi jumlah penduduk, RW paling sedikit terdapat 100 orang balita, terdiri dari 120 Kepala Keluarga (KK), disesuaikan dengan kemampuan petugas dan jarak antara rumah dan jumlah KK dalam suatu tempat (Kemenkes, 2011). Sasarannya yaitu seluruh masyarakat terutama bayi, anak balita, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui, serta Pasangan Usia Subur (PUS). Kegiatan yang dilakukan di Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan. Waktu pelaksanaan posyandu, dilaksanakan 1 (satu) bulan kegiatan, dengan waktu buka posyandu minimal satu

10 hari/bulan, sesuai dengan kesepakatan bersama wilayah tersebut. Kegiatan rutin posyandu diselenggarakan dan dimotori oleh kader dengan bimbingan teknis dari puskesmas. Jumlah minimal kader untuk setiap posyandu adalah 5 (lima) orang. Jumlah ini mengacu pada sistem 5 meja (Kemenkes, 2006). Kegiatan yang dilaksanakan pada setiap langkah secara sederhana diuraikan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Mekanisme Kegiatan Posyandu

Langkah

Kegiatan

Pelaksana

Pertama

Pendaftaran

Kader

Kedua

Penimbangan bayi,anak balita dan ibu hamil

Kader

Ketiga

Pengisian KMS

Kader

Keempat

Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS

Kader

Kelima

Pelayanan kesehatan (pemberian pelayanan

imunisasi KB, pengobatan gizi, KIA)

Kader atau kader

bersama petugas

kesehatan dan sektor

terkait

Sumber : Depkes RI, 2006

Indikator yang digunakan dalam pengukuran pelaksanaan posyandu ini antara lain frekuensi kunjungan (penimbangan) setiap bulan, namun tidak semua posyandu dapat berfungsi setiap bulan sehingga frekuensinya kurang dari 12 kali setahun. Menurut Zulkifli (2003) posyandu dikatakan aktif, apabila frekuensi penimbangan di atas 8 kali setahun. Perkembangan posyandu tidak sama, dengan demikian pembinaan yang dilakukan untuk setiap posyandu juga berbeda (Kemenkes,2011). Untuk mengetahui tingkat perkembangan posyandu, telah dikembangkan metode dan alat telaahan perkembangan posyandu yang dikenal dengan nama Telah Kemandirian Posyandu yang bertujuan mengetahui tingkat perkembangan posyandu secara umum, dibedakan atas 4 tingkat sebagai berikut :

Tabel 2.2 Tingkat Perkembangan Posyandu

Tingkat

Perkembangan Kriteria

Posyandu Pratama

Posyandu yang masih belum mantap kegiatannya

Kegiatan belum rutin setiap bulan

kader aktifnya terbatas kurang dari 5 orang

Posyandu Madya

Sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8

kali pertahun

jumlah kader tugas 5 orang atau lebih

cakupan program utamanya masih rendah yaitu

kurang dari 50%

Posyandu Purnama

Posyandu yang frekuensinya lebih dari 8x setahun

jumlah kader tugas 5 orang atau lebih

cakupan 5 program utamanya lebih dari 50% sudah

ada program tambahan bahkan mungkin sudah ada

dana sehat yang masih sederhana

Posyandu Mandiri

Sudah dapat melaksanakan kegiatan secara teratur

jumlah kader rata-rata 5 orang atau lebih

cakupan 5 program utama sudah bagus, ada

program tambahan dan dana sehat telah

menjangkau lebih dari 50% KK.

Sumber : Kemenkes, 2011

Kurang berfungsinya posyandu berdampak pada rendahnya kinerja disebabkan oleh rendahnya kemampuan kader dan pembinaan dari unsur pemerintah kelurahan dan dinas/instansi/lembaga terkait berdampak pada rendahnya minat masyarakat memanfaatkan posyandu. Upaya revitalisasi posyandu telah dilaksanakan sejak krisis ekonomi timbul agar posyandu dapat melaksanakan fungsi dasarnya, namun kinerja posyandu secara umum masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Sehingga, upaya revitalisasi posyandu perlu terus ditingkatkan agar mampu memenuhi kebutuhan pelayanan terhadap kelompok sasaran yang rentan (Kemendagri RI, 2001).

2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Balita

Menurut Rusmil (2006) , pertumbuhan yaitu bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler, bertambahnya ukuran fisik dan struktur yang dapat diukur, sedangkan perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks seperti kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, sosialisasi serta kemandirian. Masa balita merupakan periode penting tumbuh kembang anak, yang memengaruhi dan menentukan perkembangan selanjutnya. Masa lima tahun pertama setelah anak lahir (bayi dan balita) yang merupakan masa yang akan menentukan pembentukan fisik, psikis, maupun intelegensinya (Sulistijani,2001). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 155/Menkes/Per/I/2010 Tentang Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita, perubahan berat badan merupakan indikator yang sangat sensitif memantau

pertumbuhan anak. Melakukan penimbangan setiap bulannya diharapkan gangguan pertumbuhan setiap anak dapat diketahui. Pemantauan pertumbuhan adalah serangkaian kegiatan yang terdiri dari :

1) Penilaian pertumbuhan anak secara teratur melalui penimbangan berat

badan setiap bulan, pengisian KMS, menentukan status pertumbuhan

berdasarkan hasil penimbangan berat badan

2) Menindak lanjuti setiap kasus gangguan pertumbuhan.

2.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Parisipasi ibu Balita Ke Posyandu

Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, memilih dan mengambil keputusan mengenai solusi alternatif untuk menangani yang pada umumnya dipandang sebagai suatu bentuk perilaku, salah satu bentuk perilaku kesehatan adalah partisipasi ibu balita dalam program Posyandu, adalah dengan membawa anak mereka untuk ditimbang berat badannya ke Posyandu secara teratur setiap bulan mulai umur 1 bulan hingga 5 tahun di posyandu. Penimbangan balita dikatakan baik apabila minimal empat kali anak balita ditimbang ke Posyandu secara berturut-turut selama enam bulan. (Depkes RI, 2006).

Bentuk partisipasi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan juga bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata (abstrak). Kontribusi partisipasi antara lain melalui manpower (tenaga), money (uang), material (seperti

beras, gula, dan sebagainya), mind (idea atau gagasan) (Notoatmodjo, 2007). Kemenkes (2011) menyebutkan bahwa dalam kegiatan posyandu, tingkat partisipasi masyarakat disuatu wilayah diukur dengan melihat perbandingan antara jumlah anak balita di daerah kerja posyandu (S) dengan jumlah balita yang ditimbang pada setiap kegiatan posyandu yang ditentukan (D). Angka D/S menggambarkan kecakupan anak balita yang ditimbang, ini merupakan indikator tingkat partisipasi masyarakat untuk menimbangkan anak balitanya. Hasil cakupan penimbangan merupakan salah satu alat untuk memantau gizi balita yang dapat dimonitor dari berat badan hasil penimbangan yang tercatat di dalam KMS.Kelengkapan sarana yang memadai merupakan salah satu penunjang dalam membantu kegiatan posyandu baik dari kader sendiri maupun pengguna posyandu. Beberapa tahap yang dilakukan untuk mengajak dan menumbuhkan

partisipasi masyarakat (Notoatmodjo,2007), yaitu :

A. Partisipasi dengan paksaan, artinya memaksa masyarakat untuk berkontribusi dalam suatu program, baik melalui perunadang-undangan, peraturan-peraturan maupun dengan perintah lisan. Pada umumnya cara ini akan lebih cepat hasilnya dan mudah namun dasarnya bukan kesadaran tetapi ketakutan sehingga masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki terhadap program.

B.Partisipasi dengan persuasi dan edukasi, artinya suatu partisipasi yang didasari pada kesadaran, sulit diterapkan dan membutuhkan waktu yang lama, namun tercapai hasilnya akan mempunyai rasa memiliki dan rasa memelihara. Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, pendidikan, dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara menimbulkan motivasi. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang tumbuhnya motivasi.

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi ibu balita

Faktor yang memengaruhi tindakan masyarakat dalam memanfaatkan posyandu, diantaranya faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, sosial ekonomi, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya), faktor pendukung (lingkungan fisik, tersedia atau tidak fasilitas atau sarana kesehatan), dan faktor penguat (sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain) (Notoatmodjo, 2010). Green dan Marshall (2005), mengatakan faktor penguat dapat bersifat positif atau negatif, tergantung dari sikap dan perilaku orang di lingkungan tersebut. Sebagai contoh, dalam program posyandu dimana yang menjadi penguat adalah lurah/kepala desa, petugas kesehatan/puskesmas, ketua PKK, ibu bayi/balita, ibu hamil/menyusui, yang dapat saling mempengaruhi. Salah satu dampak dari kurang aktifnya sarana pelayanan kesehatan seperti posyandu yaitu dapat mengakibatkan terjadinya kasus balita gizi buruk.

2.3.2 Wilayah Posyandu

Menurut teori Ronald M. Andersen (1995) dalam jurnalnya Revisting the Behavioral Model and Access to Medical Care:Does It Matter? , determinan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam pola penggunaan pelayanan kesehatan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Selain itu, berdasarkan Jurnal Nutrition Education (2011), faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Wilayah tempat tinggal merupakan bagian dalam jaringan sosial yang melibatkan keluarga, teman sebaya, dan lain sebagainya. Hubungan sosial ini sangat berpengaruh terhadap perilaku, sehingga dalam mempromosikan lingkungan yang mendukung mampu mengatasi masalah sosial (Contento, 2011).

2.3.3 Umur Ibu Balita

Istilah usia diartikan dengan lama waktu hidup terhitung sejak dilahirkan (Hoetomo, 2005). Ibu yang relatif muda cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak sehinnga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak didasarkan pada pengalaman orang tuanya terdahulu. Sebaliknya pada ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima dengan senang hati tugasnya dan sebagai ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima dengan senang hati tugasnya sebagai ibu sehingga akan mempengaruhi pula terhadap kualitas dan kuantitas pengasuhan anak (Hurlock, 1999). Umur akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang seiring dengan perkembangan fisik dan mental orang tersebut sehingga perilakunya akan semakin matang dengan bertambahnya umur yang didukung dengan bertambanhnya pengalaman (Kurnia, 2011). Berdasarkan hasil kesimpulan Kartini dan Asdhany (2012), mengemukakan bahwa sebanyak 66,7% ibu balita berusia 15-31 tahun berpartisipasi aktif dalam kegiatan posyandu.

2.3.4 Pendapatan Keluarga

Tingkat ekonomi sebuah keluarga ditentukan dengan besar pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan oleh sebuah keluarga. Keluarga yang tidak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dikatakan tingkat ekonomi tinggi sedangkan keluarga yang masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya dikatakan tingkat ekonomi masih kurang (Zuhri,2010). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, persentase penduduk miskin di Jakarta semakin banyak sebesar 4,29%, hasil ini meningkat dibandingkan dengan hasil pendataan sebelumnya (3,61%). Menurut pendapat dari seorang ahli bahwa yang dimaksud dengan penghasilan adalah gaji, hasil pertanian, pekerjaan dari anggota keluarga. Pendapatan merupakan sumber pemasukan baik yang berupa uang, barangbarang, jasa dan kepuasan yang dapat dipakai oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya (Zuhri,2010). Mengacu pada ukuran kemiskinan yang digunakan Badan Pusat Statistik, yaitu konsep pemenuhan kebutuhan dasar,maka angka yang digunakan saat ini adalah sebesar Rp 267.408,00/orang/bulan untuk wilayah perkotaan (McKinsey,2012). Kartini dan Asdhany ( 2012), menyatakan bahwa terdapat ebanyak 80,6% keluarga balita dengan pendapatan di atas Rp 939.756,00 yang aktif dalam berpartisipasi di Posyandu, penelitian ini dilakukan di Posyandu Kelurahan Cangkiran Kota Semarang. Beberapa penelitian empiris yang menyatakan bahwa kesehatan berbanding terbalik dengan kemiskinan, dimana ada kemiskinan maka masalah kesehatan akan semakin nyata terjadi. Kecenderungan yang terjadi di masyarakat miskin adalah kurang memperhatikan kesehatan mereka, yang berdampak pada rendahnya tingkat pemahaman akan pentingnya kesehatan, penyebab lainnya yaaitu ketidakmampuan mendapatkan pelayanan kesehatan karena biaya yang tidak terjangkau. Pusat Pelayanan Kesehatan seperti Puskesmas maupun Posyandu merupakan lembaga yang dikonsepkan menjadi ujung tombak kesehatan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan perannya untuk menyentuh lapisan masyarakat terbawah. (Razif, dkk, 2012).

2.3.5 Pendidikan Ibu Balita

Pendidikan adalah segala sesuatu hal guna membina kepribadian serta mengembangkan kemampuan manusia baik secara jasmani dan rohani yang berlangsung seumur hidup, dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila (BPS,2013).Pendidikan dibagi menjadi 3 macam, yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan non formal. Pendidikan formal pada umumnya disebut dengan sekolah. Jenjang pendidikan formal terbagi atas:

1) Di bawah Sekolah Dasar : kategori ini adalah mereka yang belu menyelesaikan pendidikan SD atau tidak sekolah.

2) Sekolah Dasar : mereka yang telah menyelesaikan jenjang SD namun belum menyelesaikan SMP.

3) Sekolah Menengah Umum/sederajat : mereka yang telah menyelesaikan SMP/SLTP namun belum menyelesaikan SMA/sederajat

4) Sekolah Menengah Atas/sederajat : mereka yang telah menyelesaikan SMA/sederajat namun belum menyelesaikan sekolah pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

5) Diploma 1/2/3 : mereka yang telah menyelesaikan Diploma namun belum menyelesaikan sekolah pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

6) Sarjana : mereka yang telah menyelesaikan Sarjana.

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, orang tua dapat menerima segala informasi dari luar dengan baik (Soetjiningsih (1995). Notoatmojo mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mudah seseorang untuk menerima informasi sehingga pengetahuannya semakin baik. Kurnia (2011) meyatakan bahwa orang tua yang berpendidikan rendah akan sulit beradaptasi dengan situasi dan kondisi dari kegiatan yang dilaksanakan sehingga dapat mempengaruhi dalam kegiatan pelaksanaan Posyandu. Sejalan pula dengan teori bahwa ibu dengan pendidikan yang rendah masih sering ditemui, hal tersebut menyebabkan penyimpangan terhadap keadaan tumbuh kembang dan status gizi anak terutama pada anak usia balita (Sudiyanto dan Sekartini, 2005).

2.3.6Tingkat Pengetahuan Ibu

Menurut Engel ,Blackwell dan Miniard dalam Komshan et al (2009) ,pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi penentu utama utama perilaku seseorang . Selanjutnya Winkel (1984) dalam Khomsan mengemukakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar,pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu, karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan dari ibu akan berhubungan dengan partisipasinya dalam membawa balitanya ke posyandu. Pengetahuan atau kognitif merupakakn domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Sebelum seseorang menadopsi perilaku baru didalam diri orang terjadi proses yang berturutan yaitu :

1. Awareness yaitu kesadaran dimana seseorang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu erhadap stimulus.

2. Interest yaitu merasa tertarik terhadap objek tersebut . Disini sikap objek sudah mulai timbul.

3. Evaluation yaitu menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya . Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial yaitu dimana subjek sudah mulai mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh simulus.

5. Adoptin yaitu dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan ,kesadaran. Dan sikapnyaterhadap stimulus.

2.3.7 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu perbuatan (action) ,tetapi dari sikap dapat diramalkan perbuatannya. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertetu , terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Sikap tidak sama dengan perilaku dan perilaku tidak selalu mencerminkan sikap seseorang. Sikap dapat menimbulkan pola-pola cara berfikir tertentu dalam masyarakat dan sebaliknya,pola-pola cara berfikir ini mempengaruhi tindakan dan kelakuan masyarakat baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat keputusan yang penting. Sikap terbentuk karena ada pengalaman pribadi , pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh budaya kemediaan massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama serta pengaruh faktor emosional . hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (1997 dalam maulana (2009) bahwa sikaps seseorang dapat berubah dengan diperohlehnya tambahan informasi tentang objek tertentu ,melalui persuasi,serta tekanan dari kelompok sosialnya. Sikap dapat terbentuk dari adanya interaksi soial yang dialami individu . Interaksi disini tidak hanya berupa kontak sosial dan hubungan atar pribadi sebagai anggota kelompok sosial , tetapi meliputi juga hubungan dengan lingkungan fisik maupun lingkungan fisiologis serta dapat berubah jika ada pengalamanan yang luar biasa.

2.3.8Status Bekerja Ibu Balita

Menurut Khalimah (2007) dalam Kurnia (2011), kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya dan harapan bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada sesuatu keadaan yang lebih memuaskan dalam upaya pemenuhan kebutuhan. Pekerjaan memilki hubungan dengan pendidikan dan pendapatan serta berperan penting dalam kehidupan sosial ekonomi da berkaitan dengan faktor lain seperti kesehatan. Hal tersebut sesuai menurut Khomsan (2007) bahwa pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam keluarga dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut relatif terjamin pendapatannya setiap bulan. Seseorang yang mempunyai pekerjaan dengan waktu yang cukup padat akan mempengaruhi ketidakhadiran dalam pelaksanaan Posyandu. Orang tua yang bekerja akan tidak mempunyai waktu luang, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi aktivitas pekerjaan orang tua semakin sulit datang ke Posyandu.

2.3.9Jarak Tempuh dari Rumah ke Posyandu

Jarak tempuh adalah ukuran jauh dekatnya dari rumah atau tempat tinggal seseorang ke Posyandu dimana adanya kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayahnya. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002) dalam Kurnia (2011), jarak adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda

atau tempat yaitu jarak antara rumah denga tempat Posyandu. Posyandu yang terjangkau semua pengguna dengan jalan kaki dapat mendukung posyandu berjalan dengan baik sehingga mewujudkan pelayanan gizi menjadi efektif (Sumarno, 2006). Menurut Effendy (1997) dalam Kurnia (2011), letak Posyandu sebaiknya berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat, ditentukan lokal sendiri, atau dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos rukum tetangga (RT) atau rukun warga (RW) atau pos lainnya. Hal ini agar jarak Posyandu mudah dijangkau sehingga memudahkan masyarakat untuk menimbang anaknya sebagaimana diungkapkan Kartini dan Asdhany (2012),mengemukakan bahwa semakin dekat jarak tempuh rumah dengan tempat penyelenggaraan posyandu, maka akan semakin banyak masyarakat yang memandaatkan posyandu.

2.3.10 Kehadiran Petugas Kesehatan

Pada setiap posyandu yang berjalan lancar dan teratur selalu ada tokoh motor penggerak posyandu secara langsung maupun tidak langsung. Dukungan puskesmas dan bidan desa merupakan motivasi yang penting bagi kader dan masyarakat. Pelayanan kesehatan berupa pengobatan sederhana, ada pemberian makanan tambahan yang teratur dan menarik, insentif kader dan dukungan dari tokoh masyarakat (Sumarno, 2006).

Melibatkan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, harus dilakukan atas dasar kemauan masyarakat sendiri. Apabila rasa tanggung jawab dan rasa memilki tidak ada, masyarakat hanya akan berperan sebagai objek yang pasif atau sebagai penonton yang pasif. Madanijah dan Triana (2007) mengelompokkan partisipasi ibu balita di posyandu menjadi empat kelompok, yaitu dilihat dari kehadiran, keaktifan, penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS), dan upaya pengembangan Posyandu, seperti bantuan dana, sarana, tenaga, dan waktu serta pemberian makanan atau PMT. Kehadiran ibu balita sangat mempengaruhi tingkat partisipasi ibu dalam kegiatan posyandu. Menurut Kasmita (2000), tingkat partisipasi masyarakat di suatu wilayah dapat diukur dengan melihat perbandingan antara jumlah anak balita di daerah posyandu (S) dan jumlah balita yang ditimbang (D) pada setiap jadwal yang ditentukan. Partisipasi ibu dalam kegiatan posyandu dapat dilihat dari keaktifan ibu dalam pelaksanaan posyandu di luar dan di dalam jadwal posyandu, meliputi keikutsertaan ibu dalam penimbangan anaknya ke posyandu dan keikutsertaan ibu untuk menggerakkan masyarakat agar ikut serta dalam kegiatan posyandu.

BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Keaktifan ibu pada setiap kegiatan posyandu tentu akan berpengaruh pada keadaan status gizi anak balitanya. Karena salah satunya tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status gizi masyarakat terutama anak balita dan ibu hamil. Agar tercapai itu semua maka ibu yang memiliki anak balita hendaknya aktif dalam kegiatan posyandu agar status gizi balitanya terpantau (Kristiani, 2007). Beberapa dampak yang dialami balita, bila ibu balita tidak aktif dalam kegiatan posyandu antara lain tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan balita yang normal, tidak mendapat vitamin A untuk kesehatan mata, ibu balita tidak mengetahui pertumbuhan berat badan balita tiap bulan, ibu balita tidak mendapatkan pemberian dan penyuluhan tentang makanan tambahan (PMT). Dengan aktif dalam kegiatan posyandu ibu balita dapat memantau tumbuh kembang balitanya (Depkes RI, 2007). Keberhasilan posyandu sangat dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat (kader Posyandu, pengguna posyandu, dan tokoh masyarakat), peran petugas Puskesmas dan KB, serta peran sektor lainnya. Partisipasi ibu balita dalam upaya perbaikan status gizi anak merupakan kunci utama dari keberhasilan suatu posyandu. Menurut Marjanka et al. (2002), partisipasi ibu di posyandu sangat mempengaruhi pertumbuhan kesehatan dan status gizi anak. Ibu yangsering membawa anaknya ke posyandu sesuai jadwal yang ditetapkanmencerminkan bahwa ibu sadar akan kesehatan dan umumnya anak tersebut lebih sehat yang ditunjukkan dengan status gizi yang baik. Melalui kegiatan di posyandu, pemantauan oleh ibu terhadap status gizi dan kesehatan anak dapat dilakukan dengan baik. Ibu juga dapat memanfaatkan posyandu sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan dalam hal gizi dan kesehatan.

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Uphoff. Program-Program Posyandu, Bagian I. Jakarta, 2002

Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemeterian Kesehatan RI, 2010

Notoatmodjo, S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta, 2010

Hartaty dan Indirawaty. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita dengan Kunjungan ke Posyandu Kelurahan Bara-Bara Selatan Wilayah Kerja Puskesmas Bara-Bara Makassar. Makasar : Universitas Hasanuddin, 2006

Fitriani, S. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Kunjungan Ibu Balita ke Posyandu di Kecamatan Karangjaya Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009. FKM Unsil, 2010