Upload
sahara-ramadhani
View
55
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makian
Citation preview
MAKIAN DALAM BAHASA ARAB
Shofia Trianing Indarti
Program Studi S2 Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, UGM
ABSTRAK
Dalam kondisi yang kurang menyenangkan, penutur terkadang
mengekspresikannya lewat bahasa dalam bentuk makian. Makian terkadang
bersifat khas dan tergantung pada pengalaman pribadi penutur. Berdasarkan hal
tersebut, penelitian ini akan membahas mengenai bentuk dan referensi makian
guna mengungkap kekhasan makian dalam bahasa Arab. Untuk menganalisis
bentuk makian, digunakan metode agih dengan teknik perluas. Adapun untuk
menganalisis referensinya digunakan metode padan referensial. Hasil dari
penelitian ini adalah bahwa makian dalam bahasa Arab terdiri kata, frasa, dan
klausa. Adapun hal-hal yang biasanya dijadikan sasaran atau referen makian
adalah (1) keadaan, (2) binatang, (3) benda, (4) bagian tubuh, (5) kekerabatan, dan
(6) pekerjaan. Makian berkategori nomina biasanya digunakan secara metaforis,
yaitu membandingkan sifat-sifat yang menonjol dari referen nomina dengan sifat
individu atau perbuatan yang dilakukan oleh sasaran makian. Adapun makian
yang berkategori ajektiva biasanya digunakan secara langsung untuk
mengungkapkan ketidaksenangan.
Kata Kunci: bahasa Arab, makian, bentuk, referensi
PENGANTAR
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, manusia dipastikan pernah
merasakan sesuatu hal yang sangat menyentuh perasaan mereka. Perasaan tersebut
dapat berupa sebuah perasaan yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan.
Dalam kondisi yang kurang menyenangkan misalnya, terkadang seseorang akan
mengungkap perasaannya lewat bahasa, yaitu lewat makian. Sudaryanto
(1994:83) mengungkapkan bahwa kata-kata makian yang dalam bahasa Jawa
disebut ‘pisuh’ dapat dikategorikan sebagai kata afektif. Lebih jauh lagi, kata-kata
makian biasanya muncul karena adanya daya sentuh afektif yang sangat kuat. Hal
tersebut tampak saat seseorang merasa terkejut, kagum, sakit hati, dan menyesal.
Seiring berjalannya waktu, makian berkembang menjadi variasi bahasa
yang lebih kompleks. Seringkali makian bersifat khas dan bergantung pada
kepribadian penuturnya, serta dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikannya
(Sudaryanto, 1982: 147). Berikut adalah contoh makian yang digunakan oleh para
penutur Arab.
(1) Man qa>la laka ya h}ima>ru innani> h}alaqtu
lih}yati>?
‘siapakah yang berkata kepadamu, wahai keledai bahwa aku telah
mencukur jenggotku?’
(2) Ibta’id ‘anni> ya kha>inu!
‘menjauhlah dariku, wahai penghianat!’
Pada kalimat (1) dan (2), kata h}ima>ru dan kha>inu merupakan
nomina, keduanya sama-sama nominatif dengan harakat dammah karena
didahului oleh h}arfu nida> ` (partikel munada). Makian tersebut
digunakan sebagai pengungkap rasa marah penutur terhadap mitra tutur.
Penelitian mengenai makian pernah dilakukan oleh beberapa sarjana
terdahulu, misalnya Sudaryanto (1982), Saptomo (2001), dan Damanhuri (2007)
yang penelitannya berhubungan dengan bahasa Daerah. Selain itu, dalam bahasa
Indonesia makian juga pernah diteliti oleh Wijana (2010) berdasarkan bentuk dan
referensinya. Adapun dalam bahasa Arab, makian juga pernah dilakukan oleh
Ridla (2009) yang penelitiannya berhubungan dengan bahasa Arab Āmiyyah
Mesir.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk menjelaskan makian
dalam bahasa Arab fusha sebagai bahasa Arab yang dianggap standar. Dalam
tulisan ini, pembahasan mengenai makian hanya berupa dua aspek, yaitu bentuk
dan referensinya. Kajian ini diharapkan menjadi kajian awal yang bermanfaat
untuk mendorong munculnya penelitian lanjutan yang lebih mendalam.
LANDASAN TEORI
Bahasa terdiri dari bentuk dan makna (Ramlan, 1985:48). Makian
merupakan variasi bahasa yang di dalamnya terdapat pula lapisan bentuk dan
makna. Lapisan bentuk terdiri dari Bentuk bahasa merupakan bagian dari bahasa
yang terdiri dari unsur segmental dan suprasegmental. Unsur segmental terdiri
dari morfem, kata, frase, klausa, kalimat, serta wacana; unsur suprasegmental
terdiri dari intonasi, nada, dan durasi. Adapun makna merupakan isi yang
terkandung di dalam bentuk-bentuk tersebut yang dapat menimbulkan reaksi
tertentu.
Kata dalam bahasa Arab dibagi menjadi tiga, yaitu ism (nomina), fi’il
(verba), dan harf (partikel) (al-Galāyainī, 2010:6; ad-Dardah, 1981:4). Apabila
beberapa kata tersebut disusun, maka kata tersebut bisa membentuk suatu frasa
atau klausa. Susunan kata dalam bahasa Arab disebut murakkab/tarki>b. Ada
enam macam murakkab, yaitu isna>di>, ida>fi>, baya>ni>, ‘atfi>,
mazji>, dan‘adadi> (al-Galāyainī, 2010:10). Dari keenam murakkab
tersebut, hanya isna>di> yang bersifat predikatif, sedangkan lainnya hanya
sampai pada tataran frasa. Istilah murakkab isna>di juga disebut jumlah.
Jumlah dalam bahasa Arab dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu jumlah
ismiyyah dan jumlah fi’liyyah.
Dalam aspek makna, maka perlu dibedakan antara definisi arti (meaning)
dan makna (sense). Arti (mening) ialah bentuk pengetahuan kognitif yang terdapat
dalam bahasa dan distrukturkan di dalam dan oleh sistem bahasa yang dipaham
kurang lebih sama oleh penutur dalam kegiatan berkomunikasi secara umum dan
wajar (Subroto, 1999:03). Adapun makna adalah arti sebuah leksikal atau tuturan
kalimat berdasarkan konteks pemakaian situasi yang melatarbelakanginya, dan
intonasinya (Allan, 1986:68).
Dalam memahami makian, tidak hanya berpegang pada bentuk
pengetahuan kognitif dalam situasi umum melainkan juga konteks pemakaian dan
situasi yang melatarbelakanginya. Makna oleh Leech (1974:10-26) dibedakan
menjadi tujuh tipe, yaitu makna konseptual, konotatif, stilistik, afektif, kolokatif,
dan tematik. Menurut Sudaryanto (1994:55), makian merupakan salah satu tipe
kalimat afektif, yaitu menggambarkan perasaan pribadi penutur, sikap lawan tutur
terhadap tuturan. Dalam hal ini, maka setiap makian yang dituturkan senantiasa
memiliki acuan atau referen. Referen menurut Ulmann (2014:57) merupakan
unsur luar bahasa yang diacu oleh ujaran yang bersangkutan. Wijana dan
Rohmadi (2010:117) kemudian membagi kata berdasarkan ada tidaknya referen
menjadi dua, yaitu kata referensial dan nonreferensial. Kata referensial lazimnya
memiliki potensi untuk mengisi fungsi sintaktik kalimat, seperti nomina,
adjektiva, adverbial, dsb. Adapun kata nonreferensial merupakan jenis kata yang
fungsinya membantuk kata-kata lain menjalankan tugasnya (kata tugas), seperti
preposisi, konjungsi, interjeksi. Makian yang merupakan salah satu bentuk afektif
hampir seluruhnya memiliki referen yang dalam penerepannya kadangkala
mengalami penyelewengan dalam penerapan makna, biasanya penyelewengan
tersebut berupa metafora.
Menurut Ulmann (2014:267-270), proses penciptaan metafora terjadi
dengan mengandaikan sesuatu yang diperbincangkan memiliki kemiripan dengan
sesuatu yang dibandingkan. Lebih lanjut, Ulmann membagi metafora menjadi
empat macam, yaitu:
1. Metafora Autropomorfis, yaitu jenis metafora yang dinamai berdasarkan
bagian tubuh. Misalnya nama bagian tubuh manusia dinamai dengan
bagian tubuh binatang atau sebaliknya.
2. Metafora kehewanan, yaitu metafora yang bersumber dari dunia
kehewanan.
3. Metafora konkret ke abstrak, yaitu metafora yang timbul karena
pemindahan pengalaman konkret ke abstrak atau sebaliknya.
4. Metafora sinaestesis, yaitu metafora yang diciptakan berdasarkan
pengalihan tanggapan panca indera.
METODE PENELITIAN
Data pada penelitian ini diambil dari film qamar ibn hasyi>m (2009)
dan naskah drama Mismāru Juḥā (1951). Data dari penelitian ini berupa kalimat
yang di dalamnya diindikasikan terdapat bentuk makian. Data diperoleh dengan
metode simak, yaitu dengan melakukan penyimakan terhadap sumber data.
Adapun teknik pengumpulan datanya dengan teknik catat ortografis.
Analisis data dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
padan dan agih. Metode agih digunakan untuk mengidentifikasi aneka bentuk
makian, sedangkan metode padan digunakan untuk menetukan referen. Dalam
pelaksanaan metode agih digunakan teknik perluas. Teknik ini digunakan untuk
mengidentifikasi kategori kata makian, misalnya untuk membuktikan bahwa kata
kere termasuk kategori nomina digunakan teknik perluas. Untuk menentukan
referen makian, dilakukan dengan metode padan referensial. Hal ini didasarkan
pada pengandaian bahwa makian dalam bahasa Arab memang memiliki hubungan
dengan hal-hal di luar bahasa yang bersangkutan.
Tahap penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal.
Artinya penyajian hasil penelitian dirumuskan dengan kata-kata biasa yaitu
dengan kata-kata yang apabila dibaca dengan serta merta dapat langsung dipahami
(Kesuma, 2007: 71).
PEMBAHASAN
A. BENTUK MAKIAN
Bentuk makian yang terdapat dalam bahasa Arab terdiri dari: kata, frasa,
dan klausa. Berikut ini akan dianalisis ketiga macam bentuk makian tersebut.
A.1 Makian Berbentuk Kata
Kata merupakan satuan bebas yang paling terkecil (Ramlan, 2012:34).
Dalam bahasa Arab kata dibagi menjadi tiga, yaitu ism (nomina), fi’il (verba), dan
harf (partikel) (Al-Gulayaini, 2010:6; ad-Dardah, 1981:4). Kata yang digunakan
dalam makian biasanya berupa ism (kata benda dan kata sifat), sedangkan kata
yang berbentuk verba dan partikel sangat jarang ditemukan. Berikut adalah contoh
dari makian kategori nomina.
Bentuk Makian Makna Makian
(3) Kalbun ‘anjing’
(4) h}ima>run ‘keledai’
(5) khabi>sun ‘yang buruk’
(6) mal’ūnatun ‘yang terlaknat’
(7) kha>inun ‘orang yang berhianat’
Pada contoh (3) dan (4), makian kata Kalbun ‘anjing’dan h}ima>run
‘keledai’termasuk dalam proper noun (ism ‘alam) karena mengacu pada nama
hewan. Contoh (5), kata khabi>sun ‘yang buruk’ merupakan sifah (ajektiva)
berwazan fa’i>lun. Contoh (6), kata mal’ūnatun ‘yang terlaknat’ merupakan
ism maf’ul (passive participle) berwazan maf’u>lun. Adapun pada contoh (7)
kata kha>inun merupakan ism fa>’il (active participle) dengan wazan
fa>’ilun .
Makian (3)-(7) dapat dikategorikan sebagai nomina, karena dapat
disepadankan dengan hal-hal yang dibendakan, seperti binatang dan benda. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan penambahan huruf nida>`, sehingga menjadi
ya kalbu, ya h}uma>ru, ya khabi>su, ya mal’ūnatu, dan ya
kha>inu. Dengan adanya penambahan huruf nida>`maka kata setelahnya
tidak boleh un.
A.2 Makian Berbentuk Frasa
Makian bentuk frasa yang biasa digunakan oleh penutur Arab hanya
terdapat 2 macam bentuk frasa, yakni murakkab iḍāfiy dan murakkab waṣfiy.
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai makian yang berbentuk kedua
frasa tersebut.
a. Murakkab Iḍāfiy
Makian berupa Murakkab Iḍāfiy yang digunakan oleh penutur Arab
adalah sebagai berikut.
Bentuk Makian Makna Makian
(8) ra`su al-fasadi ‘pemimpin rusak’
(9) syaikhu as-su>`i ‘syaih busuk’
(10) qali>lu al-h}aya>`i ‘sedikit malu (tidak
tahu malu)’
(11) bintu al-lu`u>m ‘anak (pr) hina’
Contoh (8)-(11) merupakan makian yang berbentuk frasa dengan pola
iḍāfiy. Kata ra`su ‘pemimpin’, syaikhu ‘syaih’, qali>lu ‘sedikit’, dan bintu
‘anak (pr)’ sebagai muḍāf dan kata al-fasadi ‘rusak’, as-su>`i ‘busuk’, al-
h}aya>`i ‘malu’, dan al-lu`u>m ‘hina’sebagai muḍāf ilaih.
b. Murakkab Waṣfīy
Para penutur Arab juga menggunakan makian berbentuk Murakkab
Waṣfīy. Berikut adalah contoh dari Murakkab Waṣfīy.
Bentuk Makian Makna Makian
(12) asy-syaikhu al-la’īnu ‘syaih yang terlaknat’
(13) al-qittu al-khabi>s|u ‘kucing busuk’
Hanya ditemukan dua data makian berbentuk frasa dengan pola murakkab
wasfiy, yaitu yang tampak pada data (12) dan (13). Kata asy-syaikhu ‘Syaikh’ dan
al-qittu ‘kucing’ sebagai mauṣuf dan kata al-la’īnu ‘yang terlaknat’ dan al-
khabi>s|u ‘busuk’ sebagai ṣifah.
A.3 Makian Berbentuk Klausa
Makian dalam bahasa Arab juga dapat terdiri dari susunan kata yang dapat
membentuk jumlah (klausa). Jumlah dalam bahasa Arab dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu jumlah ismiyyah dan jumlah fi’liyyah. Berikut adalah
pemaparan lebih lanjut mengenai makian yang berupa jumlah ismiyyah dan
jumlah fi’liyyah.
a. Jumlah Ismiyyah
Jumlah ismiyyah didefinisikan sebagai jumlah yang diawali ism
(nomina) (al-Khuli, 1982:184). Berikut adalah contoh makian yang berbentuk
jumlah ismiyyah.
Bentuk Makian Makna Makian
(14) Wailaka ‘celaka, kau’
(15)Waih}aka ‘celaka, kau’
(16) Alla>hu yal’anuka ‘(semoga) Allah melaknatmu’
Contoh makian (14)-(16) merupakan makian yang berupa Jumlah
ismiyyah. Kata wailun, waih}un, dan Alla>hu merupakan ism (nomina)
yang menduduki posisi mubtada (realisasi subjek). Kata wailun dan
waih}un berupa ism nakirah karena tanpa al, tetapi dapat menduduki
mubtada (realisasi subjek) karena digunakan untuk doa yang buruk. Predikat
untuk contoh (14) dan (15) berupa khabar berupa jar majru>r (frasa
preposisional) karena terdiri dari lam sebagai huruf jar (preposisi) dan ka
(pronomina persona kedua lk tunggal) sebagai majru>r.
Adapun predikat contoh (16), predikatnya berupa jumlah fi’liyah. Kata
yal’anu berupa fi’il mudhori’ (verba imperfect) dan mengandung pronomina
persona 3 laki-laki tunggal. Fa’ilnya (agen) berupa dhamir mustatir huwa
(pron persona 3 lk). Adapun ka (pronomina persona kedua lk tunggal) sebagai
maf’u>l bih (objek).
b. Jumlah Fi’liyyah
Jumlah fi’liyyah didefinisikan sebagai jumlah yang diawali fi’il
(verba) (al-Khuli, 1982:184). Berikut adalah contoh makian yang berbentuk
jumlah fi’liyyah.
Bentuk Makian Makna Makian
(17) qabbah}akalla>hu ‘semoga Allah
menjelekkanmu’
(18) khayyabakalla>hu ‘semoga Allah
menggagalkanmu (usaha)’
(19) qa<talakumulla>hu ‘semoga Allah
membunuhmu’
Contoh makian (17)-(19) merupakan makian yang berupa jumlah
fi’liyyah. Kata qabbah}a, khayyaba, dan qa<tala berupa fi’il madhi
(verba perfect pronomina persona 3 laki-laki tunggal). Kata ka (pronomina
persona kedua lk tunggal) yang berfungsi sebagai maf’ul (objek). Adapun kata
Allah merupakan ism fa’il (agen).
c. Pola Ta’ajjub
Ta’ajjub adalah menyatakan kebesaran atau kehebatan terhadap perbuatan
yang jelas keistimewaannya (al-Galāyainī, 2010:44). Berikut adalah contoh
makian yang berbentuk Ta’ajjub.
Bentuk Makian Makna Makian
(20) Mā agbāka ‘betapa bodohnya, engkau’
(21) Ma> aswa>`u z}anu>naka ‘betapa busuk prasangkamu’
Contoh (20) dan (21) merupakan makian berpola ta’ajjub. Mā pada
kalimat di atas merupakan mā ta’ajjub (partikel ta’ajjub) yang masuk dalam
ism nakirah tammah (nomina indefinit sempurna). Nomina tersebut dapat
menduduki posisi sebagai mubtada (realisasi subjek) karena menunjukkan
makna ta’ajjub. Kata agbā dan aswa>`u merupakan fi’il ta’ajjub (verba
ta’ajjub). Verba tersebut merupakan verba perfek yang menduduki posisi
khabar (predikat). Fa’ilnya berupa dhamir mustatir (pronomina yang
tersembunyi) yang kembali kepada ma. Adapun ka dan z}anu>naka
berkedududkan sebagai maf’u>l bih (objek).
B. Referen Makian
Apabila dilihat dari bentuknya, diperkirakan makian dalam bahasa Arab
bersifat referensial. Maksudnya, kata-kata makian lazim untuk mengisi fungsi-
fungsi dalam sintaktik kalimat, misalnya nomina, adjektiva, adverb, dll. Apabila
dilihat dari sistem referensinya, maka makian dalam bahasa Arab dapat
dikelompokkan menjadi enam, yaitu keadaan, binatang, benda, bagian tubuh,
kekerabatan, dan pekerjaan. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai
keenam hal tersebut.
B.1 Keadaan
Makian terkadang ada yang mengacu pada keadaan tertentu seseorang.
Berikut adalah keadaan tertentu yang dijadikan sebagai referen makian.
Bentuk makian Makna makian
(22) aḥmaqu ‘bodoh’
(23) wailun ‘celaka’
(24) waihun ‘celaka’
(25) luka’un ‘dungu’
Berdasarkan contoh (22)-(25), dapat diketahui bahwa referen yang
berhubungan dengan keadaan seseorang merupakan keadaan yang tidak
menyenangkan. Berikut adalah pemakaian makian bereferensi keadaan dalam
bentuk kalimat.
(26)Yā aḥmaqu innama taksiru biz|alika `anfaka
‘Hai, bodoh! Perbuatanmu itu hanya akan memecahkan batang hidungmu
sendiri’
Pada contoh (26), kata aḥmaqu ‘bodoh’ berakhiran u karena di depan
kata tersebut ada partikel nida>` (h}arfu nida> `). Apabila ada partikel
nida>` (h}arfu nida>`) bertemu dengan ism (nomina), maka nomina tersebut
tidak boleh ber-harakat d}ammahtain (un).
Kata aḥmaqu ‘bodoh’ merupakan salah satu bentuk makian yang
menunjukkan keadaan seseorang yang dianggap kurang berpengetahuan. Pada
kalimat tersebut, kata aḥmaqu `bodoh` tidak digunakan untuk menyebut orang
kurangnya pengetahuan, tetapi lebih pada perbuatan mitra tutur dianggap tidak
sependapat dengan penutur, sehingga muncullah makian.
B.2 Binatang
Ada beberapa jenis binatang yang digunakan sebagai referen makian.
Contoh (27-30) berikut adalah nama-nama binatang yang biasanya digunakan
untuk memaki.
Bentuk makian Makna makian
(27) kalbun ‘anjing’
(28) h}ima>run ‘keledai’
(29) khinzi>run ‘babi’
(30) qirdun ‘kera’
Beberapa jenis binatang tersebut biasanya digunakan untuk memaki oleh
penutur Arab. Berikut adalah contoh makian dengan referen binatang dalam
bentuk kalimat.
(31) Ifraḥā ya barda’atu…qad ’amkanaka rabaka haża
mimmā man’aka ḥim ā ru al-k ū fati !
‘Berbahagialah, hai pelana…tuan kalian ini telah memberikan kesempatan
kepada kalian untuk melakukan apa yang dulu dilarang oleh keledai kufah’
Pada kalimat (31), makian ḥimāru al-kūfati ‘keledai Kufah’ memiliki inti
ḥimāru `keledai`. Dalam kalimat tersebut, kata ḥimāru al-kūfati tidaklah
bermakna binatang tertentu yang berasal dari kota Kufah, akan tetapi secara
metaforis digunakan untuk memaki seseorang. Binatang ḥimār ‘keledai’ bagi
orang Arab memiliki konotasi yang sangat buruk, yaitu binatang yang bodoh dan
lamban. Apabila dilihat dari konteksnya, maka makian tersebut digunakan untuk
memaki pemimpin Kufah yang bodoh karena tidak membela rakyat. Dengan
demikian, kata ḥimār yang awalnya bermakna ‘keledai’ dialihkan untuk memaki
pemimpin yang bodoh.
B.3 Benda
Terkadang, orang-orang memaki dalam keadaan emosi. Mereka secara
spontan mengeluarkan kata-kata makian merujuk pada benda yang ada di
dekatnya, misalnya sebagai berikut.
Bentuk makian Makna makian
(32) barda’atun ‘pelana’
(33) ziba>latun ‘tempat sampah’
Dua jenis benda pada data (32) dan (33) digunakan untuk memaki oleh
penutur Arab karena dianggap benda yang memiliki konotasi kurang baik. Berikut
adalah contoh referen benda dalam bentuk kalimat.
(34) ifraḥā ya> barda’atu…qad ’amkanaka rabaka haża mimmā
man’aka ḥimāru al-kūfati!
‘Berbahagialah, hai pelana…tuan kalian ini telah memberikan kesempatan
kepada kalian untuk melakukan apa yang dulu dilarang oleh Keledai
Kufah’
Pada contoh (34), kata barda’atu ‘pelana’ berakhiran u karena di depan
kata tersebut ada partikel nida>` (h}arfu nida> `). Apabila ada partikel
nida>` (h}arfu nida>`) bertemu dengan ism (nomina), maka nomina tersebut
tidak boleh ber-harakat d}ammahtain (un).
Makian barda’atu ‘pelana’ dalam kalimat tersebut tidaklah bermakna
pelana atau alas yang digunakan saat menunggang hewan tunggangan, tetapi
digunakan secara metaforis untuk memaki seorang. Dalam konteks kalimat
tersebut, kata barda’atu yang semula mengacu pada pelana dialihkan untuk
memaki seseorang yang dianggap anak buah dari pemimpin yang bodoh (ḥimāru
al-kūfati).
B.4 Bagian Tubuh
Ada beberapa bagian tubuh yang digunakan sebagai referen makian.
Berikut adalah bagian-bagian tubuh yang biasanya digunakan untuk memaki.
Bentuk makian Makna makian
(35) lisānun ‘lidah’
(36) s}a>h}ibu al-wajhaini ‘bermuka dua’
(37) farjun ‘kemaluan (pr)’
Berdasarkan contoh (35)-(37), bagian tubuh yang digunakan tidak hanya
mengacu pada bagian tubuh yang dianggap tabu, tetapi juga pada anggota tubuh
yang dianggap berkonotasi baik, seperti lisānun ‘lidah’. Berikut adalah contoh
makian dengan referen bagian tubuh dalam bentuk kalimat.
(38) s}adaqta yā lis ā na an-n ā ri
‘Engkau benar, hai lidah api’
Pada kalimat (38), kata lisāna ‘lidah’ berharakat fathah (akusatif) dalam
dikarenakan ada partikel nida>` (h}arfu nida> `). Apabila ada partikel
nida>` (h}arfu nida>`) bertemu dengan frasa nomina (Murakkab Iḍāfiy),
maka muḍāf harus berharakat fathah (akusatif).
Pada kalimat tersebut kata lisāna ‘lidah’ tidak mengacu pada anggota
tubuh yang berupa alat perasa dan kata an-nāri ‘api’ tidak pula mengacu pada
sesuatu yang dapat menyebabkan kebakaran, tetapi frasa tersebut secara metaforis
digunakan untuk memaki seseorang. Dalam konteks kalimat tersebut, frasa
tersebut digunakan untuk sebagaimana makna sesungguhnya, tetapi dialihkan
untuk memaki orang yang berkata kasar.
B.5 Kekerabatan
Ada beberapa bentuk kekerabatan yang digunakan sebagai referen makian.
Berikut adalah jenis kekerabatyang biasanya digunakan untuk memaki.
Bentuk makian Makna makian
(39) ibnun ‘anak (lk)’
(40) ummi ‘ibu’
(41) bintun ‘anak (pr)’
Kekerabatan yang diacu pada contoh (39)-(41) adalah kekerabatan yang
memiliki asosiasi positif. Meski demikian, kata-kata tersebut tetap digunakan
untuk memaki. Perhatikan contoh makian bereferensi kekerabatan dalam bentuk
kalimat.
(42) igrabī ‘annī yā umma asy-syu ̀ umi !
‘pergi jauh dariku, hai ibu laknat (perempuan laknat)’
Pada kalimat (42), kata umma ‘ibu’ bertanda berharakat fathah
(akusatif) dikarenakan ada partikel nida>` (h}arfu nida> `). Apabila ada
partikel nida>` (h}arfu nida>`) bertemu dengan frasa nomina (Murakkab
Iḍāfiy), maka muḍāf harus berharakat fathah (akusatif). Pada kalimat tersebut
kata umma tidaklah bermakna ibu yang sesungguhnya, tetapi dialihkan kepada
seorang wanita yang jahat. Dalam kalimat tersebut terjadi penyempitan makna ibu
yang awalnya bermakna seorang perempuan yang telah menikah, tetapi dalam
kalimat tersebut menjadi hanya bermakna perempuan.
B.6 Pekerjaan
Dalam bahasa Arab, ada juga makian yang menggunakan referensi
pekerjaan. Berikut adalah jenis pekerjaan yang biasanya digunakan untuk
memaki.
Bentuk makian Makna makian
(43) Fa>jiratun ‘pelacur’
(44) Qawa>dun ‘mucikari’
Pekerjaan yang diacu pada contoh (43) dan (44) merupakan jenis
pekerjaan yang berkonotasi negatif, karena bertentangan dengan norma sosial.
Perhatikan contoh makian bereferensi pekerjaan dalam bentuk kalimat.
(45) Māsya`allahu…naḥnu nantaẓiruki hunāka wa anti hunā yā
f ā jiratu
‘Māsya`allah…kami menunggumu di sana, sedangkan engkau malah di
sini, hai pelacur’
Pada kalimat (45), partikel nida>` (h}arfu nida> `) berupa ya>
bertemu dengan nomina sehingga kata f ā jiratu tidak boleh ber-harakat
d}ammahtain (un). Kata fājiratu tidaklah bermakna sebagai pekerjaan
wanita penghibur, tetapi secara metaforis dialihkan untuk memaki wanita yang
dianggap kurang ajar.
C. Kesimpulan
Bahasa merupakan sarana pengungkapan berbagai pengalaman hidup
penuturnya. Dalam hal ini, bentuk-bentuk makian merupakan sarana yang
digunakan oleh penutur untuk mengekspresikan ketidaksenangan serta
menanggapi fenomena-fenomena yang menimbulkan perasaan tersebut. Makian
dalam bahasa Arab terdiri kata, frasa, dan klausa. Adapun hal-hal yang biasanya
dijadikan sasaran atau referen makian adalah (1) keadaan, (2) binatang, (3) benda,
(4) bagian tubuh, (5) kekerabatan, dan (6) pekerjaan. Makian berkategori nomina
biasanya digunakan secara metaforis, yaitu membandingkan sifat-sifat yang
menonjol dari referen nomina dengan sifat individu atau perbuatan yang
dilakukan oleh sasaran makian. Adapun makian yang berkategori ajektiva
biasanya digunakan secara langsung untuk mengungkapkan ketidaksenangan.
Daftar Pustaka
Allan, Keith. 1986. Linguistic Meaning. New York: Monash University.Bākaṡīr, Alī Aḥmad.1951. Mismāru Juḥā. Mesir. Maktabah Miṣra.Damanhuri, Adam. 2007. “Makian dalam Bahasa Madura”. Tesis. Yogyakarta: S2
Linguistik UGM.Ad-Dardah, A. 1981. Mu’jamu Qawa>’idi Al-Lugah Al-‘arabiyyah: Fi>
Jada>wila wa lauha>t. Beirut: Maktabah Lubnan.al-Galāyainī, Muṣtafa. 2010. Jāmi’u ad-Durūsi al-‘Arabiyyati. Kairo. Dāru Ibnu
al-Jawazy.Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa.
Yogyakarta: Carasvatibooks.Leech, Geoffrey. 1981. Semantics. Harmondsworth: Penguin.Ramlan, M. 2012. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskripsi. Yogyakarta: Karyono.
. 1985. Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata. Yogyakarta: Andi Offset.
Ridha, Muhammad. 2009. “Makian dan Pujian dalam Ragam ‘Āmiyyah Mesir: Tinjauan Sosiolinguistik”. Tesis. Yogyakarta: Kajian Timur Tengah, Universitas Gadjah Mada.
Saptomo, Sri Wahono. 2001. “Makian dalam Bahasa Jawa”. Tesis. Yogyakarta: S2 Linguistik UGM.
Subroto, D. Edi. 1999. Pengantar Metode Penelitian Struktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Sudaryanto. 1994. Pemanfaatan Potensi Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sudaryanto, et als. 1982. “Kata-Kata Afektif dalam Bahasa Jawa”. Laporan Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan DIY: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ullmann, Stephen. 2014. Pengantar Semantik. Terj. Sumarsono, cetakan 5. Yogyakarta: Pustaka Utama.
Wijana, I Dewa dan Muhammad Rohmadi. 2009. Analisis Wacana Pragmatik Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.