21
MALARIA FALCIPARUM Pendahuluan Malaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale. Plasmodium falciparum merupakan penyebab paling banyak pada anak dan dapat menimbulkan komplikasi sehingga dapat menyebabkan kematian. 1 Malaria diperkirakan telah menginfeksi sekitar 350-500 juta anak dengan angka kematian mencapai satu juta kasus per tahun di seluruh dunia. Sebagian besar kematian terjadi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun. 2,3 Malaria mempengaruhi angka kesakitan dan kematian pada bayi, anak balita di Indonesia dengan derajat endemisitas yang berbeda. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), angka kejadian malaria di Indonesia pada tahun 2006 adalah 1.327.431 kasus dengan angka kematian adalah 494 kasus. Prevalensi nasional malaria pada tahun 2007 adalah 2,85%. Ada tiga provinsi dengan prevalensi malaria klinis tinggi yaitu Papua barat (26,1%), Papua (18,4%), dan Nusa tenggara timur (12,0%). 4,5 Pada daerah endemis malaria, dapat menyebabkan anak mengalami infeksi kronis dengan parasitemia berulang yang mengakibatkan anemia berat dan sering 1

Malaria Falciparum Tinj Pustaka

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hvh

Citation preview

MALARIA FALCIPARUMPendahuluanMalaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale. Plasmodium falciparum merupakan penyebab paling banyak pada anak dan dapat menimbulkan komplikasi sehingga dapat menyebabkan kematian.1Malaria diperkirakan telah menginfeksi sekitar 350-500 juta anak dengan angka kematian mencapai satu juta kasus per tahun di seluruh dunia. Sebagian besar kematian terjadi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun.2,3 Malaria mempengaruhi angka kesakitan dan kematian pada bayi, anak balita di Indonesia dengan derajat endemisitas yang berbeda. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), angka kejadian malaria di Indonesia pada tahun 2006 adalah 1.327.431 kasus dengan angka kematian adalah 494 kasus. Prevalensi nasional malaria pada tahun 2007 adalah 2,85%. Ada tiga provinsi dengan prevalensi malaria klinis tinggi yaitu Papua barat (26,1%), Papua (18,4%), dan Nusa tenggara timur (12,0%).4,5 Pada daerah endemis malaria, dapat menyebabkan anak mengalami infeksi kronis dengan parasitemia berulang yang mengakibatkan anemia berat dan sering menimbulkan kematian. Setiap tahun dilaporkan ada kejadian luar biasa (KLB) malaria yang menyebabkan kematian. Menurut data Pemberantasan Penyakit Menular Depkes RI tahun 2008, provinsi Sumatera barat termasuk daerah risiko tinggi malaria, antara lain Mentawai, Pesisir selatan, Pasaman, Sawahlunto Sijunjung dan Solok selatan.6 Salah satu tantangan terbesar dalam upaya pengobatan malaria di Indonesia adalah terjadinya penurunan efikasi pada penggunaan beberapa obat anti malaria, bahkan terdapat resistensi terhadap obat klorokuin. Pada tahun 1973 ditemukan pertama kali adanya kasus resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin di Kalimantan timur. Keadaan seperti ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit. Oleh sebab itu upaya untuk menaggulangi resistensi beberapa obat anti malaria, pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin terhadap plasmodium yaitu kombinasi artemisin (Artemisinin Combination Therapy) yang biasa disebut dengan ACT.6 Presentasi kasus ini bertujuan untuk melaporkan kasus malaria falciparum berat dan membahas pendekatan diagnosis dan penatalaksanaannya.

TINJAUAN PUSTAKAMALARIA FALCIPARUM RESISTEN KLOROKUINDefinisiMalaria merupakan penyakit infeksi akut kronis yang disebabkan oleh parasit protozoa Plasmodium yang menyerang sel darah merah, ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia, dan hepatosplenomegali.7EtiologiMalaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium, pada manusia Plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian. 7,9,10EpidemiologiMalaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita serta dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).8 Malaria menyebabkan sekitar 1 hingga 2,5 juta kematian setiap tahunnya dan hampir sebagian besar kematian terjadi pada anak. Daerah transmisi malaria adalah Afrika Sub-sahara, Asia, Timur Tengah, Amerika Selatan, Hispaniola, dan Oceania.9 Di Indonesia malaria tersebar diseluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut. Angka kesakitan malaria masih cukup tinggi, terutama di luar Jawa dan Bali, karena di daerah itu terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah endemis dan non endemis malaria.7Salah satu masalah yang dihadapi pelaksana program dalam pemberantasan malaria antara lain adalah menurunnya sensitivitas parasit Plasmodium falciparum terhadap obat antimalaria klorokuin.6

Siklus hidup plasmodiumPlasmodium malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles betina. Siklus aseksual didalam hospes vertebrata dikenal sebagai skizogoni, sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni.71. Siklus aseksual pada manusia (hospes perantara) Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam jaringan parenkim hati dan tumbuh sebagai skizon selama 7-10 hari (stadium ekso-eritositer atau stadium pra-eritrositer). Sebagian sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant) yang disebut hipnozoit. Plasmodium falciparum hanya terjadi satu kali stadium pra eritrositer sedangkan spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga pada suatu saat dapat aktif dan terjadilah relaps. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit. Merozoit akan masuk ke dalam eritrosit (stadium eritrositer), tampak sebagai kromatin kecil dikelilingi oleh sedikit sitoplasma yang mempunyai bentuk cincin, disebut tropozoit. Tropozoit membentuk skizon muda dan setelah matang, membelah menjadi merozoit. Setelah proses pembelahan eritrosit akan hancur; merozoit, pigmen dan sel sisa akan keluar dan berada dalam plasma, parasit akan difagositosis oleh Retikulo Endotelial Sistem (RES). Plasmodium yang dapat menghindar akan masuk kembali ke dalam eritosit lain untuk mengulangi stadium skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai dengan bagian gametogoni, yaitu membentuk mikro dan makro gametosit (stadium seksual). Siklus tersebut disebut sebagai masa tunas intrinsik.72. Siklus seksual pada nyamuk Anopheles betina.Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual (sporogoni). Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. Sporozoit ini akan dilepaskan dan masuk kedalam kelenjar liur nyamuk. Siklus tersebut disebut masa tunas ekstrinsik.11,12,13

Gambar 1. Daur hidup dan transmisi plasmodium falciparum14PatogenesisPathogenesis malria sangat kompleks, dan seperti pathogenesis penyakit infeksi pada umumnya melibatkan factor parasit, factor penjamu, factor social , dan lingkungan. Ketiga factor tersebut saling terkait satu sama lain dan menentukan manisfestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang paling berat, yaitu malaria dengan komplikasi gagal organ (malaria berat), malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang paling ringan, yaitu infeksi asimptomatik.

Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (Tumor Nekrosis Factor). TNF akan dibawa oleh darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengaturan suhu tibuh dan terjadi demam. Proses skizoni Plasmodium falciparum memerlukan waktu 36-48 jam.7Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis.7 Anemia terutama terlihat jelas pada malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat dan pada malaria menahun. Jenis anemia pada malaria ini adalah hemolitik, normokrom dan normositik. Pada serangan akut kadar hemoglobin turun secara mendadak. Secara ringkas, anemia disebabkan oleh beberapa faktor : 3,7,13 Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi di dalam limpa. Dalam hal ini faktor autoimun memegang peranan. Eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama (reduced survival time). Gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang, retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer (diseritropoesis). Anemia pada malaria dapat terjadi, baik akut maupun kronis. Pada keadaan akut, penurunan hemoglobin terjadi cepat. Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada sum-sum tulang, tetapi bila parasitemia menghilang, sum-sum tulang menjadi hiperemis, pigmentasi aktif dengan hiperplasia dan normoblast. Pada daerah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromatosis, dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisiosa. Dijumpai pula trombositopenia sehingga mengganggu koagulasi. Anemia berat dapat terjadi pada malaria falciparum yaitu apabila kadar haemoglobin kecil dari 5 gr/dl atau hematokrit kecil dari 15%.15SplenomegaliLimpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel magrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar.7Malaria berat akibat Plasmodium mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi Plasmodium falciparum akan mengalami proses sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knop yang berisi berbagai antigen Plasmodium falciparum. Pada saat terjadi proses sitoadherensi, knop tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya rosette" yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya.7Pada proses sitoaderensi ini diduga juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin (TNF, interleukin), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.7Patogenesis Malaria BeratPatogenesis malaria Manifestasi klinisPerjalanan penyakit malaria terdiri dari serangan demam yang disertai oleh gejala lain diselingi oleh periode bebas penyakit, gejala khas demam adalah periodisitasnya.7,13 Gejala klinis malaria secara umum berupa Trias Malaria yaitu stadium dingin, stadium demam, stadium berkeringat, kemudian ditemukan splenomegali, hepatomegali dan anemia.7,9Pada malaria tanpa komplikasi, anak mulanya menjadi letargik, mengantuk atau gelisah, anoreksia, pada anak besar dapat mengeluh sakit kepala dan mual.7Diagnosis malaria Diagnosis dibuat berdasarkan gejala serta tanda klinis. Diagnosis pasti apabila ditemukan parasit di dalam darah dengan pemeriksaan hapusan darah tepi dengan pewarnaan Giemsa.7Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit sampai eritrosit yang telah matang. Pada pemeriksaan darah tepi, dijumpai parasit muda bentuk cincin (ring form). Pada kasus berat disertai komplikasi, dapat dijumpai gametosit dan bentuk skizon.7

PengobatanObat antimalaria dapat digolongkan ke dalam 5 kelompok yaitu: 181. Skizontosid jaringan primer: obat yang merusak skizon jaringan primer (pra-eritrositik) di dalam hepar segera setelah infeksi. Contoh: primakuin.2. Skizontisid darah: Obat antimalaria yang membunuh parasit stadium eritrositer pada malaria akut. Contoh: kina, meflokuin, klorokuin dan amodiakuin.3. Gametosida: obat antimalaria yang berfungsi menghancurkan semua bentuk seksual termasuk gametosida plasmodium falciparum. Contoh: primakuin sebagai gametosida keempat spesies.4. Sporontisida: obat yang membantu membasmi penyakit ini dengan mencegah sporogoni dan perkembang-biakan parasit di dalam nyamuk. Contoh: primakuin, kloroguanil dan pirimetamin.5. Skizontisid jaringan sekunder: mengobati dengan cara merusak skizon jaringan sekunder yang berkembang di dalam hepar, dapat membunuh parasit siklus pra-eritrositer plasmodium vivax dan ovale dan digunaka untuk pengobatan radikal sebagai anti relaps. Contoh: primakuin.Pengobatan malaria ringan tanpa komplikasi dapat dilakukan pengobatan secara rawat jalan atau rawat inap sebagai berikut : Klorokuin basa diberikan total 25 mg/kgbb selama 3 hari: hari pertama: 10 mg/kgbb (maksimal 600mg basa), 6 jam kemudian dilanjutkan 10 mg/kgbb (maksimal 600 mg basa) dan 5 mg/kgbb pada 24 jam (maksimal 300 mg basa) atau hari pertama dan kedua masing-masing 10 mg/kgbb dan hari ketiga 5 mg/kgbb. Pada malaria tropika ditambahkan primakuin 0,75 mg/kgbb satu hari.7Pada saat ini sudah lebih dari 25% provinsi di Indonesia telah terjadi multiresistensi terhadap obat standar yang cukup tinggi. Oleh karena itu Komisi Ahli Malaria (KOMLI) menganjurkan strategi baru pengobatan malaria pada daerah-daerah tersebut dan sesuai dengan rekomendasi World Health Organization (WHO) untuk secara global menggunakan obat artemisinin yang dikombinasi dengan obat lain. Pengobatan tersebut dikenal sebagai Artemisinin based Combination Therapy (ACT).7Pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi:Lini pertama: Artesunat + Amodiakuin + PrimakuinKombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama yang bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan untuk membunuh gametosit yang berda di dalam darah. Setiap kemasan Artesunat dan Amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu blister Amodiakuin terdiri dari 12 tablet, masing-masing 200 mg yang setara dengan 153 mg Amodiakuin basa, dan blister artesunat terdiri dari 12 tablet masing-masing 50 mg. Obat kombinasi diberikan per oral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian: Amodiakuin basa 10 mg/kgbb dan Artesunat 4 mg/kgbb.6 Obat malaria kombinasi (ACT) yang tersedia di Indonesia saat ini adalah kombinasi artesunat + amodiakuin dengan nama dagang artesdiaquine atau artesumoon. Obat ini tersedia untuk program dan telah diedarkan di 10 provinsi yang terdapat resistensi tinggi (25%) terhadap obat klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin.7Lini kedua = kina + doksisiklin atau tetrasiklin + primakuinKlorokuinKlorokuin telah digunakan sejak tahun 1940, dan merupakan obat terpilih untuk malaria di seluruh dunia. Klorokuin pada umumnya terdapat dalam bentuk tablet difosfat dan sulfat. Klorokuin difosfat mengandung 3/5 klorokuin basa, sedang klorokuin sulfat mengandung 2/3 klorokuin basa. Pada kasus malaria falciparum yang berat dapat diberikan klorokuin secara intramuskular atau injeksi sub kutan atau intravena. Sediaan klorokuin dalam bentuk ampul 1 ml dan 2 ml larutan 8 % atau 10% klorokuin difosfat setara dengan 80 mg atau 100 mg basa per ml.17,18,19Klorokuin sangat efektif terhadap semua spesies malaria, terhadap infeksi Plasmodium falciparum, klorokuin dapat memberi kesembuhan radikal, oleh karena itu klorokuin merupakan obat pilihan untuk serangan malaria akut.18Klorokuin mempunyai kemampuan untuk menghalangi sintesa enzim di dalam tubuh parasit dalam pembentukan DNA dan RNA. Obat ini bersenyawa dengan DNA sehingga proses pembelahan dan pembentukan RNA terganggu. Penggunaan klorokuin dalam dosis pengobatan malaria menimbulkan efek samping berupa gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri perut dan diare yang sering terjadi bila obat diminum dalam keadaan perut kosong. Gejala lain yang jarang terjadi adalah pandangan kabur, nyeri kepala, pusing (vertigo) dan gangguan pendengaran yang akan hilang bila pengobatan dihentikan atau dosis dikurangi. Untuk mengurangi efek samping ini maka klorokuin harus diminum dalam jangka waktu 1 jam sesudah makan.7PrimakuinPrimakuin termasuk ke dalam kelompok antimalaria skizontisid jaringan primer yaitu obat yang merusak skizon jaringan primer (pra-eritrositik) di dalam hepar segera setelah infeksi dan juga bersifat gametosid yaitu mencegah infeksi pada nyamuk sehingga mencegah penyebaran infeksi oleh nyamuk dengan merusak gametosit di dalam darah. Primakuin terdapat dalam bentuk difosfat berupa tablet 25 mg yang setara dengan 15 mg basa. Primakuin cepat diserap usus dan cepat pula dieksresikan melalui urin setelah dimetabolisme oleh hati.18AmodiakuinAmodiakuin adalah senyawa 4-aminokuinolin yang merupakan yang merupakan obat antimalaria skizontisid darah dengan srtuktur dan aktivitas yang mirip dengan klorokuin. Setelah diminum peroral, amodiakuin dimetabolisme dengan cepat menjadi bentuk aktif metabolit desemetilamodiakuin. Efek samping penggunaan amodiakuin (dosis standar) untuk terapi malaria dapat berupa penurunan retikulosit, mual, muntah, sakit perut, diare, gatal-gatal.18

PrognosisInfeksi Plasmodium falciparum tanpa penyulit berlangsung sampai satu tahun. Infeksi plasmodium falciparum dengan penyulit prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat bahkan dapat meninggal terutama pada gizi buruk.7PencegahanPenyakit malaria dapat dicegah dengan: 1.Pemakaian obat anti malariaSemua anak dari daerah non endemik apabila masuk ke daerah endemik malaria, maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah endemik malaria, tiap minggu diberikan obat anti malaria:a. Klorokuin basa 5 mg/kgbb, maksimal 300 mg basa sekali seminggu ataub. Fansidar atau Suldox dengan dasar pirimetamin 0,5-0,75 mg/kgbb atau sulfadoksin 10-15 mg/kgbb sekali seminggu ( hanya untuk umur 6 bulan atau lebih).2.Menghindar dari gigitan nyamuk, memakai kelambu, menggunakan obat pembunuh nyamuk.

DAFTAR PUSTAKA1. Krause PJ, et al. Malaria (Plasmodium). In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders; 2007.p. 1477-84.2. Nugroho A. Patogenesis malaria berat. Dalam: Harijanto PN, Gunawan CA, editor. Malaria dari Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit Buku kedokteran EGC; 2008.h.38.3. Skarbinski J, Wilson CM, Parise ME. Plasmodium species (Malaria). In: Long SS, Pickering LK, Prober CG, editor. Principles and practice of pediatric infectious disease. 3rd edition. Churchill Livingstone; 2008.p.1260-66.4. World Malaria Report. WHO. 2008. diakses dari http://www.who.int/topics/malaria/en.5. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional. 2007.6. DITJEN PPM DAN PL. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Departemen Kesehatan. Jakarta. 2008.7. Rampengan TH. Malaria. Dalam: Soedarmo SP, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.h.408-37.8. Laihad FJ, Arbani PR. Situasi malaria di Indonesia dan penanggulangannya. Dalam: Malaria dari Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.1.9. Barnett ED. Malaria. In: Feigin RD, Cherry JD, editors. Textbook of Pediatric Infectious Disease. 6th edition. Philadelphia. Saunders. 2009. p. 2899-90210. Schwartz MW, editor. Malaria. Dalam: Pedoman klinis pediatri. Alih bahasa, Brahm U, Hartawan B, Iqbal M, Yurita. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.691.11. Malaria. In: Zeibig EA. Clinical Parasitology. Philadelphia, USA: Saunders. 1997. p.78-93.12. Biggs BA, Brown GV. Malaria. In: Gillespie SH, Pearson RD, editors. Principles and Practice Clinical Parasitology. England.: British Library Cataloguing in Publication Data. 2001. p. 53-7.13. Gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W, editor. Parasitologi Kedokteran. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2002. p.171-97.14. Rosenthal PJ. Artesunate for the treatment of severe falciparum malaria. N Engl J Med. 2008; p.1831.15. Taylor HM, Kyes SA, Newbold CL. Var gene diversity in Plasmodium falciparum is generated by frequent recombination events. Mol. Biochem Parasitol.2000.110:391-7.16. Bull PC, Kortok M, Kai O. Plasmodium falciparum infected erythrocytes: agglutination by diverse Kenyan plasma is associated with severe disease and young host age. J Infect Dis. 2000.182:252-9.17. Nadia A, John CC. Malaria. In: Samir S, editor. Pediatric Practice Infectious Disease. United States. The McGraw Hill Companies. 2009.p. 687-99.18. Baratawidjaja, Rengganis I. Imunologi Dasar. Edisi ke-8. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2009.h.443.19. Lethal Toxins in Small doses. In: Erickson TB, et al. Pediatric Toxicology, Diagnosis and Management of the Poisoned Child. United Stated of America. McGraw Hill, Medical Publishing Division. 2004.p.199.20. Katzung BG, Goldsmith RS. Obat anti protozoa. Dalam: Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik. Alih bahasa, Kotualubun BH, dkk. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995.h. 736-47.21. Antiprotozoal Drugs. In: Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Moore PK. Pharmacology. 5th edition. London. Churchill Livingstone. 2003.p.677.22. Chemotherapy of parasitic infections. In: Goodman, Gilmans. Manual of pharmacology and Therapeutics. Mc Graw Hill. 2007.p.661-7423. Cecilia M. Infection in travelers and adoptees from abroad. In: Bergeison JM, Shah SS, Zaoutis TE. Pediatric Infectious Disease. Mosby Elsevier. Philadelphia. 2008.p.322.24. Yoel C. Clinical Symptoms and Electrolytes Description of Children with Malaria in Mandailing Natal. Majalah Kedokteran Nusantara. 2007;40:1:1-4.25. Trape JF. The public health impact of chloroquine resistance in Africa. The American Society of Tropical Medicine and Hygiene. 2001;p.12-7.26. Thayeb AH, Rampengan N, Johannes E. Resistensi plasmodium falciparum terhadap pengobatan kombinasi klorokuin dan primakuin pada anak. Majalah Kedokteran Indonesia. 2005;55:12:.724-9.27. Jalaluddin, Khan SA, Ally SH. Malaria in children: Study of 160 cases at a private clinic in Mansehra. J Ayub Med Coll Abbottabad.2006;18:3:44-4528. Marsh K, Forster D, Waruiru G, Mwangi I, Winstanley M, Marsh V, et al. Indicators of life threatening malaria in African children. N Engl J Med. 1995; 332:21: 1399-403.

15