Upload
karina-rizqi-sandy
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
1/27
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural
(di antara duramater dan arakhnoid). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya
vena-vena jembatan (bridging veins) yang terletak antara kortek cerebri dan sinus
venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi
pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural paling sering terjadi
pada permukaan lateral hemisfer dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan
distribusi bridging veins. Perdarahan subdural juga menutupi seluruh permukaan
hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya biasanya berat.
Gambar 1. Subdural ematoma
Perdarahan subdural yang disebabkan karena perdarahan vena, biasanya
darah yang terkumpul hanya !!-"!! cc dan berhenti karena tamponade hematomsendiri. #etelah $-% hari hematom mulai mengadakan reorganisasi yang akan
terselesaikan dalam !-"! hari. &arah yang diserap meninggalkan jaringan yang
kaya dengan pembuluh darah sehingga dapat memicu lagi timbulnya perdarahan-
perdarahan kecil dan membentuk suatu kantong subdural yang penuh dengan
cairan dan sisa darah. Hematoma subdural dibagi menjadi ' fase, yaitu akut,
subakut dan kronik. &ikatakan akut apabila kurang dari %" jam, subakut '-% hari
setelah trauma, dan kronik bila " hari atau ' minggu lebih setelah trauma.
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
2/27
2.2 Anatomi
2.2.1 Kulit Ke!ala
ulit kepala terdiri dari $ lapisan yang disebut #*+P yaitu skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium.
2.2.2 Tulan" Ten"#ora#
ulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. ulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan
oksipital. alvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi
oleh otot temporalis. asis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. /ongga
tengkorak dasar dibagi atas ' fosa yaitu 0 fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa
media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak
dan serebelum.
2.2.$ %enin"en
#elaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari '
lapisan yaitu0
. &uramater
&uramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. &uramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan
ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. arena tidak
melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial(ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang
berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan
subdural. #inus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan
sinus sigmoideus. +aserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat. *rteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
3/27
kranium (ruang epidural). *danya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. 1ang paling
sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis (fosa media).
". #elaput *rakhnoid
#elaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. #elaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar
yang meliputi otak. #elaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial,
disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang
terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan
akibat cedera kepala.
'. Piamater
Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi girus dan
masuk kedalam sulkus yang paling dalam. 2embrana ini membungkus saraf otak
dan menyatu dengan epineuriumnya. *rteri-arteri yang masuk kedalam substansi
otak juga dibungkus oleh piamater.
Gambar 2. %enin"en
2.2.& 'ta#
3tak merupakan suatu struktur gelatin yang beratnya sekitar 4 kg pada
orang dewasa. 3tak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan)
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum.
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
4/27
5isura membagi otak menjadi beberapa lobus. +obus frontal berkaitan
dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. +obus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. +obus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. +obus oksipital bertanggung jawab dalam
proses penglihatan. 2esensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi
retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. #erebellum bertanggung jawab dalam
fungsi koordinasi dan keseimbangan.
2.2.( )airan Serebros!inalis
airan serebrospinal (##) dihasilkan oleh ple6us khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak "! ml7jam. ## mengalir dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel 888, dari akuaduktus sylvius menuju
ventrikel 89. ## akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. *danya darah dalam ##
dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan ##
dan menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial. *ngka rata-rata pada kelompok
populasi dewasa volume ## sekitar $! ml dan dihasilkan sekitar $!! ml ##
per hari.
Gambar $. )airan *erebros!inalis
2.2.+ Tentorium
entorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang
infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
5/27
2.2., Perdaraan 'ta#
3tak disuplai oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis.
eempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
sirkulus :illisi. 9ena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam
dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. 9ena tersebut keluar
dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.
2.$ -!idemiolo"i
#ubdural hematoma akut dilaporkan terjadi pada $-"$; pasien dengan
trauma kepala berat, berdasarkan suatu penelitian. #edangkan kronik subdural
hematoma terjadi -' kasus per !!.!!! populasi. +aki-laki lebih sering terkena
daripada perempuan dengan perbandingan '0. &i 8ndonesia belum ada catatan
nasional mengenai morbiditas dan mortalitas perdarahan subdural. 2ayoritas
perdarahan subdural berhubungan dengan faktor umur yang merupakan faktor
resiko pada cedera kepala (blunt head injury). Perdarahan subdural biasanya lebih
sering ditemukan pada penderita-penderita dengan umur antara $!-%! tahun. Pada
orang-orang tua bridging veins mulai agak rapuh sehingga lebih mudah
pecah7rusak bila terjadi trauma. Pada bayi-bayi ruang subdural lebih luas, tidak
ada adhesi, sehingga perdarahan subdural bilateral lebih sering di dapat pada bayi-
bayi.
2.& Klasifi#asi
2.&.1 Perdaraan a#ut
&ikatakan sebagai perdarahan akut apabila gejala yang timbul segerakurang dari %" jam setelah trauma. iasanya terjadi pada cedera kepala yang
cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang
biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang
dari $ mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran -scan, didapatkan lesi
hiperdens.
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
6/27
2.&.2 Perdaraan sub a#ut
Perdarahan sub akut biasanya berkembang dalam beberapa hari sekitar 4-
" hari sesudah trauma. *walnya pasien mengalami periode tidak sadar lalu
mengalami perbaikan status neurologi yang bertahap.
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
7/27
subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas $! tahun. Pada
gambaran -scan didapatkan lesi hipodens.
>amieson dan 1elland mengklasifikasikan #&H berdasarkan keterlibatan
jaringan otak karena trauma. &ikatakan #&H sederhana ( simple SDH ) bila
hematoma ekstra aksial tersebut tidak disertai dengan cedera parenkim otak,
sedangkan #&H kompleks (complicated SDH ) adalah bila hematoma ekstra a6ial
disertai dengan laserasi parenkim otak, perdarahan intraserebral (P8#) dan apa
yang disebut sebagai ’exploded temporal lobe’ . +ebih dari %!; perdarahan
intraserebral, laserasi dan kontusio parenkim otak yang berhubungan dengan #&H
akut disebabkan oleh trauma kounterkup (contrecoup), kebanyakan dari lesi
parenkim ini terletak di lobus temporal dan lobus frontal. +ebih dari dua pertiga
fraktur pada penderita #&H akut terletak di posterior dan ini konsisten dengan lesi
kounterkup.
2.( -tiolo"i
eadaan ini timbul setelah cedera7trauma kepala hebat, seperti perdarahan
kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan
subdural. Perdarahan subdural dapat terjadi pada0
a. rauma
? rauma kapitis
? rauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau
putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk.
? rauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah terjadi
bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orangtua dan
juga pada anak-anak. b.
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
8/27
2.+ Patofisiolo"i
Perdarahan terjadi antara duramater dan araknoid. Perdarahan dapat terjadi
akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di
permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya
araknoid. arena otak dikelilingi cairan serebrospinal yang dapat bergerak,
sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang
terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus pada tempat dimana
mereka menembus duramater. Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala-
gejala akut menyerupai hematoma epidural.
ebanyakan perdarahan subdural terjadi pada konveksitas otak daerah
parietal. #ebagian kecil terdapat di fossa posterior dan pada fisura interhemisferik
serta tentorium atau diantara lobus temporal dan dasar tengkorak. Perdarahan
subdural akut pada fisura interhemisferik pernah dilaporkan, disebabkan oleh
ruptur vena-vena yang berjalan diantara hemisfer bagian medial dan falks, juga
pernah dilaporkan disebabkan oleh lesi traumatik dari arteri perikalosal karena
cedera kepala. Perdarahan subdural interhemisferik akan memberikan gejala
klasik monoparesis pada tungkai bawah. Pada anak-anak kecil perdarahan
subdural di fisura interhemisferik posterior dan tentorium sering ditemukan
karena goncangan yang hebat pada tubuh anak ( shaken baby syndrome).
Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan
tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. =umpalan darah lambat laun
mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala
seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang berangsur meningkat.
Perdarahan subdural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral. 9ena
jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak mengecilsehingga walaupun hanya trauma yang kecil saja dapat menyebabkan robekan
pada vena tersebut. Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan sistem vena
yang rendah, sering menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar sebelum
gejala klinis muncul. arena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka
lucid interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari
beberapa jam sampai beberapa hari. Pada perdarahan subdural yang kecil sering
terjadi perdarahan yang spontan. Pada hematoma yang besar biasanya
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
9/27
menyebabkan terjadinya membran vaskular yang membungkus hematoma
subdural tersebut. Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam membran
ini memegang peranan penting, karena pembuluh darah pada membran ini jauh
lebih rapuh sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari perdarahan
subdural kronik.
*kibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan tekanan intrakranial
dan perubahan dari bentuk otak. uga pada hematoma subdural kronik,
didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan ganglia basaalis lebih terganggu
dibandingkan dengan daerah otak yang lainnya.
erdapat " teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik,
yaitu teori dari =ardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan
mencair sehingga akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam
kapsul dari subdural hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan
onkotik didalam kapsul subdural hematoma. arena tekanan onkotik yang
meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran dari perdarahan tersebut.etapi ternyata ada kontroversial dari teori =ardner ini, yaitu ternyata dari
penelitian didapatkan bahwa tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata
hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah. eori yang ke dua
mengatakan bahwa, perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan terjadinya
perdarahan subdural kronik, faktor angiogenesis juga ditemukan dapat
meningkatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, karena turut memberi
bantuan dalam pembentukan peningkatan vaskularisasi di luar membran atau
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
10/27
kapsul dari subdural hematoma. +evel dari koagulasi, level abnormalitas en@im
fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari fibrinolitik dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan subdural kronik.
Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya
pembekuan pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara
bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan,
darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut adalah
terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. #ering
kali, pembuluh darah besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut
rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan
kembali. :aktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural
ini bervariasi antar individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap
individu sendiri.
Prinsipnya kalau berdarah, pasti ada suatu proses penyembuhan. erbentuk
granulation tissue pada membrane luar. 5ibroblas kemudian akan pindah ke
membrane yang lebih dalam untuk mengisi daerah yang mengalami hematom.
Antuk sisanya, ada dua kemungkinan () direabsorbsi ulang, tapi menyisakan
hemosiderofag dengan heme di dalamnya, dan (") tetap demikian dan berpotensi
untuk terjadi kalsifikasi.
2., %anifestasi Klinis
=ambaran klinis ditentukan oleh dua faktor yaitu0 beratnya cedera otak
yang terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume #&H.
Penderita-penderita dengan trauma berat dapat menderita kerusakan parenkim
otak difus yang membuat mereka tidak sadar dengan tanda-tanda gangguan batangotak. Penderita dengan #&H yang lebih ringan akan sadar kembali pada derajat
kesadaran tertentu sesuai dengan beratnya benturan trauma pada saat terjadi
kecelakaan (initial impact ). eadaan berikutnya akan ditentukan oleh kecepatan
pertambahan hematoma dan penanggulangannya. Pada penderita dengan benturan
trauma yang ringan tidak akan kehilangan kesadaran pada waktu terjadinya
trauma. #&H dan lesi massa intrakranial lainnya yang dapat membesar hendaklah
dicurigai bila ditemukan penurunan kesadaran setelah kejadian trauma. #tone dkk
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
11/27
melaporkan bahwa lebih dari separuh penderita tidak sadar sejak kejadian trauma,
yang lain menunjukkan beberapa lucid interval .
=ejala-gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekanan oleh
massa hematoma. Pupil yang anisokor dan defisit motorik adalah gejala klinik
yang paling sering ditemukan. +esi pasca trauma baik hematoma atau lesi
parenkim otak biasanya terletak ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan
kontralateral terhadap defisit motorik. *kan tetapi gambaran pupil dan gambaran
motorik tidak merupakan indikator yang mutlak bagi menentukan letak
hematoma. =ejala motorik mungkin tidak sesuai bila kerusakan parenkim otak
terletak kontralateral terhadap #&H atau karena terjadi kompresi pedunkulus
serebral yang kontralateral pada tepi bebas tentorium. rauma langsung pada saraf
okulomotor atau batang otak pada saat terjadi trauma menyebabkan dilatasi pupil
kontralateral terhadap trauma. Perubahan diamater pupil lebih dipercaya sebagai
indikator letak #&H.
#ecara umum, gejala yang nampak pada subdural hematom seperti pada
tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penurunan kesadaran. Penurunan
kesadaran hematom subdural tidak begitu hebat seperti kasus cedera neuronal
primer, kecuali bila ada efek massa atau lesi lainnya. =ejala yang timbul tidak
khas dan merupakan manisfestasi dari peninggian tekanan intrakranial seperti0
sakit kepala, mual, muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat kelumpuhan n.
888, epilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya, kadang kala dengan
riwayat trauma yang tidak jelas, sering diduga tumor otak.
a. Hematoma Subdural A#ut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam "4 sampai4B jam setelah cedera. &an berkaitan erat dengan trauma otak berat. =angguan
neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi
batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan
pada batang otak. eadan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan
dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
b. Hematoma Subdural Suba#ut
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
12/27
Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 4B
jam tetapi kurang dari " minggu setelah cedera. #eperti pada hematoma subdural
akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan
subdural.
*namnesis klinis dari penderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang
menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik
yang perlahan-lahan.
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
13/27
besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah0
a) sakit kepala yang menetap
b) rasa mengantuk yang hilang-timbul
c) linglung
d) perubahan ingatan
e) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
2. Dia"nosis
2..1 Anamnesis
&ari anamnesis ditanyakan adanya riwayat trauma kepala baik dengan
jejas dikepala atau tidak, jika terdapat jejas perlu diteliti ada tidaknya kehilangan
kesadaran atau pingsan. >ika ada tanyakan pernah atau tidak penderita kembali
pada keadaan sadar seperti semula. >ika pernah apakah tetap sadar seperti semula
atau turun lagi kesadarannya, dan di perhatikan lamanya periode sadar atau lucid
interval . Antuk tambahan informasi perlu ditanyakan apakah disertai muntah dan
kejang setelah terjadinya trauma kepala. epentingan mengetahui muntah dan
kejang adalah untuk mencari penyebab utama penderita tidak sadar apakah karena
inspirasi atau sumbatan nafas atas, atau karena proses intrakranial yang masih
berlanjut. Pada penderita sadar perlu ditanyakan ada tidaknya sakit kepala dan
mual, adanya kelemahan anggota gerak sesisi dan muntah-muntah yang tidak bisa
ditahan. &itanyakan juga penyakit lain yang sedang diderita, obat-obatan yang
sedang dikonsumsi saat ini, dan apakah dalam pengaruh alkohol.
2..2 Pemeri#saan /isi#Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer ( primary survey) yang
mencakup jalan nafas (airay), pernafasan (breathing ) dan tekanan darah atau
nadi (circulation) yang dilanjutkan dengan resusitasi. >alan nafas harus
dibersihkan apabila terjadi sumbatan atau obstruksi, bila perlu dipasang pipa
orofaring atau pipa endotrakeal lalu diikuti dengan pemberian oksigen. Hal ini
bertujuan untuk mempertahankan perfusi dan oksigenasi jaringan tubuh.
Pemakaian pulse oksimetri sangat bermanfaat untuk memonitor saturasi 3".
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
14/27
#ecara bersamaan juga diperiksa nadi dan tekanan darah untuk memantau apakah
terjadi hipotensi, syok atau terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. >ika
terjadi hipotensi atau syok harus segera dilakukan pemberian cairan untuk
mengganti cairan tubuh yang hilang. erjadinya peningkatan tekanan intrakranial
ditandai dengan refleks ushing yaitu peningkatan tekanan darah, bradikardia dan
bradipnea.
Pemeriksaan neurologik yang meliputkan kesadaran penderita dengan
menggunakan #kala oma =lasgow, pemeriksaan diameter kedua pupil , dan
tanda-tanda defisit neurologis fokal. Pemeriksaan kesadaran dengan #kala oma
=lasgow menilai kemampuan membuka mata, respon verbal dan respon motorik
pasien terdapat stimulasi verbal atau nyeri. Pemeriksaan diameter kedua pupil dan
adanya defisit neurologi fokal menilai apakah telah terjadi herniasi di dalam otak
dan terganggunya sistem kortikospinal di sepanjang korteks menuju medula
spinalis.
Pada pemeriksaan sekunder, dilakukan pemeriksaan neurologi serial
meliputi =#, lateralisasi dan refleks pupil. Hal ini dilakukan sebagai deteksi dini
adanya gangguan neurologis. anda awal dari herniasi lobus temporal (unkus)
adalah dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil terhadap cahaya. *danya trauma
langsung pada mata membuat pemeriksaan menjadi lebih sulit.
2..$ Pemeri#saan Penun0an"
a. +aboratorium
Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi, pemeriksaan darah rutin,
elektrolit, profil hemostasis7koagulasi.
b. 5oto tengkorak Pemeriksaan foto tengkorak tidak dapat dipakai untuk memperkirakan
adanya #&H. 5raktur tengkorak sering dipakai untuk meramalkan kemungkinan
adanya perdarahan intrakranial tetapi tidak ada hubungan yang konsisten antara
fraktur tengkorak dan #&H. ahkan fraktur sering didapatkan kontralateral
terhadap #&H.
c. -#can
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
15/27
Pemeriksaan scan adalah modalitas pilihan utama bila dicurigai
terdapat suatu lesi pasca-trauma, karena prosesnya cepat, mampu melihat seluruh
jaringan otak dan secara akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-aksial
dan ekstra-aksial.
) Perdarahan #ubdural *kut
Perdarahan subdural akut pada -scan kepala (non kontras) tampak
sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit
sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada
konveksitas otak di daerah parietal. erdapat dalam jumlah yang lebih sedikit di
daerah bagian atas tentorium serebelli. #ubdural hematom berbentuk cekung dan
terbatasi oleh garis sutura. >arang sekali, subdural hematom berbentuk lensa
seperti epidural hematom dan biasanya unilateral.
Perdarahan subdural yang sedikit ( small SDH ) dapat berbaur dengan
gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan !"
indo idth. Pergeseran garis tengah (midline shi#t ) akan tampak pada
perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. ila tidak ada midline
shi#t harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila midline shi#t hebat harus
dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya.
Perdarahan subdural jarang berada di fossa posterior karena serebelum
relatif tidak bergerak sehingga merupakan proteksi terhadap ’bridging veins’ yang
terdapat disana. Perdarahan subdural yang terletak diantara kedua hemisfer
menyebabkan gambaran falks serebri menebal dan tidak beraturan dan sering
berhubungan dengan child abused .
") Perdarahan #ubdural #ubakut
&i dalam fase subakut perdarahan subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran . 3leh karena itu
pemeriksaan dengan kontras atau 2/8 sering dipergunakan pada kasus
perdarahan subdural dalam waktu 4B ? %" jam setelah trauma kapitis. Pada
gambaran "$%eighted &'( lesi subakut akan tampak hiperdens. Pada
pemeriksaan dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas
dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak.
Perdarahan subdural subakut sering juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
16/27
membingungkan dalam membedakannya dengan epidural hematoma. Pada alat
generasi terakhir tidaklah terlalu sulit melihat lesi subdural subakut tanpa
kontras.
') Perdarahan #ubdural ronik
Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat
pada gambaran tanpa kontras. #ekitar "!; subdural hematom kronik bersifat
bilateral dan dapat mencegah terjadi pergeseran garis tengah. #eringkali,
hematoma subdural kronis muncul sebagai lesi heterogen padat yang
mengindikasikan terjadinya perdarahan berulang dengan tingkat cairan antara
komponen akut (hiperdens) dan kronis (hipodens).
d. 2/8 ( &agnetic resonance imaging )
&agnetic resonance imaging (2/8) sangat berguna untuk
mengidentifikasi perdarahan ekstraserebral. *kan tetapi -scan mempunyai
proses yang lebih cepat dan akurat untuk mendiagnosa #&H sehingga lebih
praktis menggunakan -scan dibandingkan 2/8 pada fase akut penyakit. 2/8
baru dipakai pada masa setelah trauma terutama untuk menetukan kerusakan
parenkim otak yang berhubungan dengan trauma yang tidak dapat dilihat dengan
pemeriksaan -scan. 2/8 lebih sensitif untuk mendeteksi lesi otak
nonperdarahan, kontusio, dan cedera aksonal difus. 2/8 dapat membantu
mendiagnosis bilateral subdural hematom kronik karena pergeseran garis tengah
yang kurang jelas pada -scan.
2. Dia"nosis Bandin"
a. #troke b. Cncephalitis
c. *bses otak
d. *dverse drugs reactions
e. umor otak
f. Perdarahan subarachnoid
g. Hydrocephalus
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
17/27
2.1 Penatala#sanaan
&alam menentukan terapi apa yang akan digunakan untuk pasien #&H, tentu kita
harus memperhatikan antara kondisi klinis dengan radiologinya. &idalam masa
mempersiapkan tindakan operasi, perhatian hendaknya ditujukan kepada
pengobatan dengan medikamentosa untuk menurunkan peningkatan tekanan
intrakrania (P8). #eperti pemberian manitol !,"$gr7kg, atau furosemid !
mg intravena, dihiperventilasikan.
2.1.1 Tinda#an Tan!a '!erasi
Pada kasus perdarahan yang kecil (volume '! cc ataupun kurang)
dilakukan tindakan konservatif. etapi pada keadaan ini masih ada kemungkinan
terjadi penyerapan darah yang rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang
kemudian dapat mengalami pengapuran.
#ervadei dkk merawat non operatif $ penderita dengan #&H akut dimana
tebal hematoma D cm dan midline shi#t kurang dari !.$ cm. &ua dari penderita
ini kemudian mendapat 8H yang memerlukan tindakan operasi. ernyata dua
pertiga dari penderita ini mendapat perbaikan fungsional.
roce dkk merawat nonoperatif sejumlah penderita #&H akut dengan tekanan
intrakranial (8) yang normal dan =# ? $. Hanya E; dari penderita yang
membutuhkan operasi untuk #&H.
Penderita #&H akut yang berada dalam keadaan koma tetapi tidak
menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial (P8) yang bermakna
kemungkinan menderita suatu di##use axonal injury. Pada penderita ini, operasi
tidak akan memperbaiki defisit neurologik dan karenanya tidak di indikasikan
untuk tindakan operasi. eberapa penderita mungkin mendapat kerusakan berat parenkim otak dengan efek massa (mass e##ect ) tetapi #&H hanya sedikit. Pada
penderita ini, tindakan operasi7evakuasi walaupun terhadap lesi yang kecil akan
merendahkan 8 dan memperbaiki keadaan intraserebral. Pada penderita #&H
akut dengan refleks batang otak yang negatif dan depresi pusat pernafasan hampir
selalu mempunyai prognosa akhir yang buruk dan bukan calon untuk operasi.
2.1.2 Tinda#an '!erasi
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
18/27
aik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan adanya gejala-
gejala yang progresif, maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan
pengeluaran hematoma. etapi sebelum diambil keputusan untuk dilakukan
tindakan operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah airay) breathing dan
circulation (*s). indakan operasi ditujukan kepada0
a. Cvakuasi seluruh #&H
b. 2erawat sumber perdarahan
c. /eseksi parenkim otak yang nonviable
d. 2engeluarkan 8H yang ada.
riteria penderita #&H dilakukan operasi adalah0
a. Pasien #&H tanpa melihat =#, dengan ketebalan F ! mm atau pergeseran
midline shift F $ mm pada -scan
b. #emua pasien #&H dengan =# D G harus dilakukan monitoring 8
c. Pasien #&H dengan =# D G, dengan ketebalan perdarahan D ! mm dan
pergeeran struktur midline shift. >ika mengalami penurunan =# F " poin antara
saat kejadian sampai saat masuk rumah sakit
d. Pasien #&H dengan =# D G, dan7atau didapatkan pupil dilatasi asimetris7fi6ed
e. Pasien #&H dengan =# D G, dan7atau 8 F "! mmHg.
indakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy) tist
drill craniotomy) subdural drain. &an yang paling banyak diterima untuk
perdarahan sub dural kronik adalah burr hole craniotomy. arena dengan tehnik
ini menunjukan komplikasi yang minimal. /eakumulasi dari perdarahan subdural
kronik pasca.raniotomi dianggap sebagai komplikasi yang sudah diketahui. >ika pada
pasien yang sudah berusia lanjut dan sudah menunjukkan perbaikan klinis,
reakumulasi yang terjadi kembali, tidaklah perlu untuk dilakukan operasi ulang
kembali.
repanasi atau burr holes dimaksudkan untuk mengevakuasi #&H secara
cepat dengan lokal anestesi. Pada saat ini tindakan ini sulit untuk dibenarkan
karena dengan trepanasi sukar untuk mengeluarkan keseluruhan hematoma yang
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
19/27
biasanya solid dan kenyal apalagi kalau volume hematoma cukup besar. +ebih
dari seperlima penderita #&H akut mempunyai volume hematoma lebih dari "!!
ml.
raniotomi dan membranektomi merupakan tindakan prosedur bedah
yang invasif dengan tingkat komplikasi yang lebih tinggi. Hampir semua ahli
bedah saraf memilih kraniotomi luas. +uasnya insisi ditentukan oleh luasnya
hematoma dan lokasi kerusakan parenkim otak. +ubang bor yang pertama dibuat
dilokasi dimana di dapatkan hematoma dalam jumlah banyak, dura mater dibuka
dan diaspirasi sebanyak mungkin hematoma, tindakan ini akan segara
menurunkan 8. +ubang bor berikutnya dibuat dan kepingan kranium yang lebar
dilepaskan, duramater dibuka lebar dan hematoma dievakuasi dari permukaan
otak. #etelah itu, dimasukkan surgical patties yang cukup lebar dan basah keruang
subdural, dilakukan irigasi, kemudian surgical patties disedot ( suction). Surgical
patties perlahan ? lahan ditarik keluar, sisa hematoma akan melekat pada surgical
patties, setelah itu dilakukan irigasi ruang subdural dengan memasukkan kateter
kesegala arah. ontusio jaringan otak dan hematoma intraserebral direseksi.
&ipasang drain "4 jam diruang subdural, duramater dijahit rapat.
Asaha diatas adalah untuk memperbaiki prognosa akhir #&H, dilakukan
kraniotomi dekompresif yang luas dengan maksud untuk mengeluarkan seluruh
hematoma, merawat perdarahan dan mempersiapkan dekompesi eksternal dari
edema serebral pasca operasi. Pemeriksaan pasca operasi menujukkan sisa
hematoma dan perdarahan ulang sangat minimal dan struktur garis tengah kembali
lebih cepat ke posisi semula dibandingkan dengan penderita yang tidak dioperasi
dengan cara ini. Penggunaan teknik ini sebagai penatalaksanaan awal dari
perdarahan subdural kronik sudah mulai berkurang.repanasi atau kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang
bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Pada pasien
trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan
refleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya
penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh
adanya massa e6tra aksial. 8ndikasi 3perasi, yaitu0
a) Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
20/27
b) *danya tanda herniasi7 lateralisasi
c) *danya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana
scan kepala tidak bisa dilakukan.
2.1.$ Pera3atan Pas*abeda
2onitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya.
>ahitan dibuka pada hari ke $-%. indakan pemasangan fragmen tulang atau
kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah E-B minggu kemudian.
#etelah operasi pun kita harus tetap berhati-hati, karena pada sebagian pasien
dapat terjadi perdarahan lagi yang berasal dari pembuluh darah yang baru
terbentuk, subdural empiema, irigasi yang kurang baik, pergeseran otak yang tiba-
tiba, kejang, tension pneumoencephalus, kegagalan dari otak untuk mengembang
kembali dan terjadinya reakumulasi dari cairan subdural. 2aka dalam hal ini
hematoma harus dikeluarkan lagi dan sumber perdarahan harus ditiadakan. #erial
-scan tomografi pasca kraniotomi sebaiknya juga dilakukan.
2.1.& /ollo34u!
scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik
dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.
2.11 Kom!li#asi
#etiap tindakan medis pasti akan mempunyai resiko. edera parenkim
otak biasanya berhubungan dengan subdural hematom akut dan dapat
meningkatkan tekanan intrakranial. Pasca operasi dapat terjadi rekurensi atau
masih terdapat sisa hematom yang mungkin memperlukan tindakan pembedahanlagi. #ebanyak sepertiga pasien mengalami kejang pasca trauma setelah cedera
kepala berat. 8nfeksi luka dan kebocoran #5 bisa terjadi setelah kraniotomi.
2eningitis atau abses serebri dapat terjadi setelah dilakukan tindakan intrakranial.
Pada pasien dengan subdural hematom kronik yang menjalani operasi
drainase, sebanyak $,4-G; mengalami komplikasi medis atau operasi.
omplikasi medis, seperti kejang, pneumonia, empiema, dan infeksi lain, terjadi
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
21/27
pada E,G; kasus. omplikasi operasi, seperti massa subdural, hematom
intraparenkim, atau tension pneumocephalus terjadi pada ",'; kasus.
/esidual hematom ditemukan pada G"; pasien berdasarkan gambaran
scan 4 hari pasca operasi. indakan reoperasi untuk reakumulasi hematom
dilaporkan sekitar "-"";. ejang pasca operasi dilaporkan terjadi pada '-!;
pasien. Cmpiema subdural, abses otak dan meningitis telah dilaporkan terjadi pada
kurang dari ; pasien setelah operasi drainase dari hematoma subdural kronis
(#&H). Pada pasien ini, timbulnya komplikasi terkait dengan anestesi, rawat inap,
usia pasien, dan kondisi medis secara bersamaan.
2.12 Pro"nosis
idak semua perdarahan subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus,
perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi
pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa
kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.
indakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosis yang
baik, karena sekitar G! ; kasus pada umumnya akan sembuh total. Hematoma
subdural yang disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka mortalitas menjadi
lebih tinggi dan berat dapat mencapai sekitar $! ;.
Pada penderita dengan perdarahan subdural akut yang sedikit (diameter D
cm), prognosanya baik. #ebuah penelitian menemukan bahwa %B; dari
penderita perdarahan subdural kronik yang dioperasi (burr%hole evacuation)
mempunyai prognosa baik dan mendapatkan penyembuhan sempurna. Perdarahan
subdural akut yang sederhana ( simple SDH ) ini mempunyai angka mortalitas
sekitar "!;.Perdarahan subdural akut yang kompleks (complicated SDH ) biasanya mengenai
parenkim otak , misalnya kontusio atau laserasi dari serebral hemisfer disertai
dengan volume hematoma yang banyak. Pada penderita ini mortalitas melebihi
$!; dan biasanya berhubungan dengan volume subdural hematoma dan jauhnya
midline shi#t . *kan tetapi, hal yang paling penting untuk meramalkan prognosa
ialah ada atau tidaknya kontusio parenkim otak.
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
22/27
*ngka mortalitas pada penderita dengan perdarahan subdural yang luas
dan menyebabkan penekanan (mass e##ect ) terhadap jaringan otak, menjadi lebih
kecil apabila dilakukan operasi dalam waktu 4 jam setelah kejadian. :alaupun
demikian bila dilakukan operasi lebih dari 4 jam setelah kejadian tidaklah selalu
berakhir dengan kematian.
Pada kebanyakan kasus #&H akut, keterlibatan kerusakan parenkim otak
merupakan faktor yang lebih menentukan prognosa akhir (outcome* daripada
tumpukan hematoma ekstra a6ial di ruang subdural. 2enurut >amieson dan
1elland derajat kesadaran pada waktu akan dilakukan operasi adalah satu-satunya
faktor penentu terhadap prognosa akhir (outcome) penderita #&H akut. Penderita
yang sadar pada waktu dioperasi mempunyai mortalitas G; sedangkan penderita
#&H akut yang tidak sadar pada waktu operasi mempunyai mortalitas 4!; ?
E$;. etapi /ichards dan Hoff tidak menemukan hubungan yang bermakna
antara derajat kesadaran dan prognosa akhir. *bnormalitas pupil, bilateral
midriasis berhubungan dengan mortalitas yang sangat tinggi. #eelig dkk
melaporkan pada penderita #&H akut dengan kombinasi refleks okulo-sefalik
negatif, relfleks pupil bilateral negatif dan postur deserebrasi, hanya mempunyai
#unctional survival sebesar !;.
2.1$ Penan"anan Anestesi
2.1$.1 Pemeri#saan !rabeda
Pemeriksaan prabedah sama seperti pemeriksaan rutin untuk tindakan
anestesi lain, hanya ditambah dengan evaluasi tekanan intrakranial, efek samping
kelainan serebral, terapi dan pemeriksaan sebelumnya, hasil -scan, 2/8 dll.
scan menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial dengan adanyamidline shift, obliterasi sisterna basalis, hilangnya sulkus, hilangnya ventrikel
(atau pembesaran, dalam kasus hidrosefalus), dan edema (adanya daerah
hipodensitas).
8ndikasi untuk pemasangan monitor tekanan intrakranial adalah ) scan
abnormal dan =# '-B setelah resusitasi syok dan hipoksia adekuat, ") scan
normal dan =# '-B dan disertai dua atau lebih 0 umur F 4! tahun, posturing,
tekanan sistolik D G! mmHg. Pemantauan tekanan intrakranial menggunakan
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
23/27
kateter intraventrikuler lebih disukai karena selain dapat membaca tekanan
intrakranial juga dapat digunakan untuk terapi peningkatan tekanan intrakranial
dengan cara drainase cairan serebrospinal. erapi untuk menurunkan tekanan
intrakranial umumnya dimulai pada level tekanan intrakranial "!-"$ mmHg.
ujuannya untuk mempertahankan tekanan perfusi otak F %! mmHg.
Pengobatan hipertensi intrakranial adalah level kepala $! sampai '!!,
mengendalikan kejang, ventilasi Pa3" normal rendah ('$ mmHg), suhu tubuh
normal, tidak ada obstruksi drainase vena jugularis, optimal resusitasi cairan dan
semua homeostasis fisiologis, dan pemberian sedasi dan obat pelumpuh otot bila
diperlukan. ila tindakan ini gagal untuk menurunkan tekanan intrakranial,
tambahan terapi diberikan dalam manuver first-tier dan second-tier terapi.
5irst-tier terapi adalah 0 ) drainase #5 secara inkremental melalui kateter
intraventricular, ") &iuresis dengan mannitol, !."$-.$ g7kg diberikan lebih dari
! menit, ') hiperventilasi moderat. 2annitol menurunkan tekanan intrakranial
dengan cara mengurangi edema otak dan memperbaiki aliran darah otak. *kan
tetapi, mannitol dapat menyebabkan diuresis dan hipotensi, terutama pada fase
resusitasi awal bila tidak dipasang alat pantau invasif dan adanya cedera lain tidak
diketahui. arena itu, dipertahankan euvolemia atau sedikit hipervolemia selama
terapi mannitol dan osmolaritas serum dipantau serta dipertahankan dibawah '"!
m3sm7+. Hiperventilatisi moderat untuk mencapai Pa3" antara '$ sampai 4!
mmHg juga menurunkan tekanan intrakranial dengan mengurangi aliran darah
otak. Hiperventilasi harus dilakukan dengan singkat untuk mengobati gangguan
neurologis akut atau peningkatan tekanan intrakranial yang refrakter terhadap
drainase cairan serebrospinal dan pemberian mannitol.
#econd-tier terapi adalah0 ) hiperventilasi agressif, ") dosis tinggi barbiturat dan, ') craniektomi decompresif. Hiperventilasi agressif untuk
mencapai Pa3" D '! mmHg mungkin diperlukan untuk peningkatan tekanan
intrakranial yang tidak berespon terhadap first-tier terapi. ila digunakan aggresif
hiperventilasi, pemantauan jugular venous o6ygen saturation (#>3") atau cerebral
tissue o6ygenation dianjurkan untuk menilai pengaruh penurunan aliran darah
otak pada metabolisme oksigen serebral.
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
24/27
Herniasi otak adalah satu hal yang paling ditakutkan sebagai akibat
penyakit intrakranial misalnya tumor otak atau cedera kepala. &ari pasien cedera
kepala yang berkembang menjadi herniasi transtentorial, hanya B; mempunyai
outcome yang baik, didefinisikan sebagai good recovery atau moderate disability.
#ecara klasik, trias yang dihubungkan dengan herniasi transtentorial yaitu
penurunan kesadaran, dilatasi pupil, motor posturing timbul sebagai konsekwensi
adanya massa hemisperic. anda pertama dan ketiga akan hilang bila pasien
dianestesi dan yang kedua memerlukan pemantauan pupil yang sering.
Pengelolaan klinis sindroma herniasi adalah sama dengan pengelolaan hipertensi
intrakranial yaitu dirancang untuk mengurangi volume otak dan volume darah
otak yaitu dengan cara0 berikan mannitol, hiperventilasi. ambahan tindakan yang
mungkin digunakan adalah posisi kepala head-up (supaya drainase vena serebral
baik), posisi leher netral (untuk menghindari penekanan vena jugularis), pola
ventilasi yang tepat, glukokortikoid (hanya untuk tumor atau abses otak, tidak
efektif untuk stroke dan kerusakan akibat hipoksia), sedasi, pelumpuh otot dan
terapi demam (lakukan hipotermi ringan). ila tekanan darah naik, harus
dikurangi secara hati-hati karena hipertensi umumnya sekunder bukan primer
(merupakan komponen dari trias ushing).
Pengelolaan pasien tanpa adanya tanda klinis herniasi otak. ila tidak ada
tanda herniasi transtentorial, sedasi dan pelumpuh otot harus digunakan selama
transportasi pasien untuk kemudahan dan keamanan selama transportasi. *gitasi,
confus sering terdapat pada pasien cedera kepala dan memerlukan pertimbangan
pemberian sedasi. Pelumpuh otot mempunyai keterbatasan untuk evaluasi pupil
serta dalam pemeriksaan scan. arena itu, penggunaannnya pada pasien tanpa
tanda herniasi otak adalah bila pemberian sedatif saja tidak cukup untuk menjaminkeamanan dan kemudahan transportasi pasien. ila akan digunakan pelumpuh
otot, pakailah yang masa kerjanya pendek. idak perlu mannitol karena dapat
menimbulkan hipovolemia. idak perlu dilakukan hiperventilasi tapi asal optimal
oksigenasi dan normal ventilasi.
Pengelolaan pasien dengan adanya tanda klinis herniasi otak. ila ada
tanda herniasi transtentorial atau perubahan progresif dari memburuknya
neurologis yang bukan disebabkan akibat ekstrakranial, diindikasikan untuk
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
25/27
melakukan terapi agresif peningkatan tekanan intrakranial. Hiperventilasi mudah
dilakukan dengan meningkatkan frekuensi ventilasi dan tidak tergantung pada
sukses atau tidaknya resusitasi volume. &isebabkan hipotensi dapat menimbulkan
memburuknya neurologis dan hipertensi intrakranial maka pemberian mannitol
hanya bila volume sirkulasi adekuat. ila belum adekuat jangan dulu diberi
mannitol.
2.1$.2 Anestesi
Pasien dengan cedera kepala berat (=# '-B) biasanya telah dilakukan
intubasi di unit gawat darurat atau untuk keperluan -scan. ila pasen datang ke
kamar operasi belum dilakukan intubasi, dilakukan oksigenasi dan bebaskan jalan
nafas. #pesialis anestesi harus waspada bahwa pasien ini mungkin dalam keadaan
lambung penuh, hipovolemia, dan cervical spine injury.
eberapa teknik induksi dapat dilakukan dan keadaan hemodinamik yang
stabil menentukan pilihan teknik induksinya. /apid seuence induction dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan hemodinamik yang stabil walaupun
prosedur ini dapat meningkatkan tekanan darah dan tekanan intrakranial. #elama
pemberian oksigen !!;, dosis induksi pentotal '-4 mg7kg atau propofol -"
mg7kg dan succinylcholin,$ mg7kg diberikan, lidokain ,$ mg7kg lalu dilakukan
intubasi endotrakheal. Ctomidate !,"-!,' mg7kg dapat diberikan pada pasien
dengan status sirkulasi diragukan. Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil
dosis induksi diturunkan atau tidak diberikan. *kan tetap, depresi kardiovaskuler
selalu menjadi pertimbangan, terutama pada pasien dengan hipovolemia.
#uccinylcholin dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Pemberian dosis
kecil pelumpuh otot nondepolarisasi dapat mencegah kenaikkan tekananintrakranial, akan tetapi keadaan ini tidak dapat dipastikan. #uccinylcholin tetapi
merupakan pilihan, terutama, untuk memfasilitasi laringoskopi dan intubasi yang
cepat. /ocuronium !,E - mg7kg merupakan alternatif yang memuaskan
disebabkan karena onsetnya yang cepat dan sedikit pengaruhnya pada dinamika
intrakranial.
ila pasien stabil dan tidak ada lambung penuh, induksi intravena dapat
dilakukan dengan titrasi pentotal atau propofol untuk mengurangi efeknya pada
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
26/27
sirkulasi. erikan dosis intubasi pelumpuh otot tanpa diberikan priming terlebih
dulu. #ebagai contoh, dengan rocuronium !,E- mg7kg diperoleh kondisi intubasi
yang baik dalam watu E!-G! detik. 5entanyl -4 ug7kg diberikan untuk
menumpulkan respon hemodinamik terhadap laringoskopi dan intubasi. +idokain
,$ mg7kg intravena diberikan G! detik sebelum laringoskopi dapat mencegah
kenaikan tekanan intrakranial.
8ntubasi dengan pipa endotrakheal sebesar mungkin yang bisa masuk, dan
pasang pipa nasogastrik untuk aspirasi cairan lambung dan biarkan mengalir
secara pasif selama berlangsungnya operasi. >angan dipasang melalui nasal
disebabkan kemungkinan adanya fraktur basis kranii dapat menyebabkan
masuknya pipa nasogastrik kedalam rongga cranium.
Pemeliharaan anestesi dipilih dengan obat yang ideal yang mampu
menurunkan tekanan intrakranial, mempertahankan pasokan oksigen yang adekuat
ke otak, dan melindungi otak dari akibat iskemia. Pemilihan obat anestesi
berdasarkan pertimbangan patologi intrakranial, kondisi sistemik, dan adanya
multiple trauma.
iopental dan pentobarbital menurunkan aliran darah otak, volume darah
otak, dan tekanan intrakranial. Penurunan tekanan intrakranial oleh obat ini
berhubungan dengan penurunan aliran darah otak dan volume darah otak akibat
depresi metabolisme. 3bat-obat ini juga mempunyai efek pada pasien yang respon
terhadap 3"nya terganggu. iopental dan pentobarbital mempunyai efek
proteksi melawan iskemia otak fokal. Pada cedera kepala, iskemia merupakan
seuele yang umum terjadi. :alaupun barbiturat mungkin efektif pada brain
trauma, tapi tidak ada penelitian /andomi@ed ontrolled rial yang menunjukkan
secara definitif memperbaiki outcome setelah cedera otak traumatika. #ebagaitambahan, tiopental dapat mempunyai efek buruk bila tekanan darah turun.
2.1$.$ Pas*abeda
ila pasien prabedah =# B kebawah, pasca bedah tetap diintubasi. ila
masih tidak sadar, pasien mungkin dilakukan ventilasi mekanik atau nafas
spontan. Harus diperhatikan bahwa pasien dalam keadaan posisi netral-head up,
jalan nafas bebas sepanjang waktu, normokapni, oksigenasi adekuat, normotensi,
8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH
27/27
normovolemia, isoosmoler, normoglikemia, normotermia ('$-'E!). erikan
fenitoin sampai minggu pascabedah untuk profilaksis kejang.