18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konflik Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi. Mengingat adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen, maka adalah rasional untuk menduga akan timbulnya perbedaan perbedaan pendapat, keyakinan-keyakinan serta ide-ide. Setiap organisasi dimana manusia berinteraksi mempunyai kemungkinan terjadi konflik. Institusi kesehatan mempunyai banyak kelompok-kelompok yang berinteraksi, staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter dan sebagainya. Interaksi-interaksi ini sering menimbulkan konflik. Konflik berhubungan dengan perasaan-perasaan termasuk perasaan diabaikan, dipandang sebagai mana adanya, diperlakukan seperti budak, tidak dihargai. Hal ini berhubungan dengan kurangnya harga diri dan tidak di anggap berharga. Perasaan-perasaan individu menimbulkan suatu titik kemarahan. Hal ini mengakibatkan perilaku bermaksud jahat seperti berfikir, berdebat, atau berkelahi. Individu dapat membiarkan perasaan dan perilakunya dalam bekerja. Penurunan produktifitas, kadang-kadang dengan maksud tertentu, dan sengaja dibuat kesalahan-kesalahan. Di samping itu perlu diingat bahwa orang-orang bekerja sama erat satu sama lain dan khususnya dalam rangka upaya mengejar sasaran-sasaran umum, maka cukup beralasan untuk mengasumsi bahwa dengan berlangsungnya waktu yang cukup lama, pasti akan timbul perbedaan-perbedaan pendapat antara meraka. mengingat bahwa konflik tidak dapat dihindari, maka approach yang baik untuk diterapkan adalah pendekatan mencoba memanfaatkan konflik demikian rupa, hingga ia tetap serta efektif untuk sasaran- sasaran yang di inginkan. Pendekatan konflik sebagai bagian

Manajemen Konflik (Kelompok 6)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Manajemen Konflik (Kelompok 6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konflik

Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi. Mengingat adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen, maka adalah rasional untuk menduga akan timbulnya perbedaan perbedaan pendapat, keyakinan-keyakinan serta ide-ide.

Setiap organisasi dimana manusia berinteraksi mempunyai kemungkinan terjadi konflik. Institusi kesehatan mempunyai banyak kelompok-kelompok yang berinteraksi, staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter dan sebagainya. Interaksi-interaksi ini sering menimbulkan konflik.

Konflik berhubungan dengan perasaan-perasaan termasuk perasaan diabaikan, dipandang sebagai mana adanya, diperlakukan seperti budak, tidak dihargai. Hal ini berhubungan dengan kurangnya harga diri dan tidak di anggap berharga. Perasaan-perasaan individu menimbulkan suatu titik kemarahan. Hal ini mengakibatkan perilaku bermaksud jahat seperti berfikir, berdebat, atau berkelahi.

Individu dapat membiarkan perasaan dan perilakunya dalam bekerja. Penurunan produktifitas, kadang-kadang dengan maksud tertentu, dan sengaja dibuat kesalahan-kesalahan.

Di samping itu perlu diingat bahwa orang-orang bekerja sama erat satu sama lain dan khususnya dalam rangka upaya mengejar sasaran-sasaran umum, maka cukup beralasan untuk mengasumsi bahwa dengan berlangsungnya waktu yang cukup lama, pasti akan timbul perbedaan-perbedaan pendapat antara meraka. mengingat bahwa konflik tidak dapat dihindari, maka approach yang baik untuk diterapkan adalah pendekatan mencoba memanfaatkan konflik demikian rupa, hingga ia tetap serta efektif untuk sasaran-sasaran yang di inginkan. Pendekatan konflik sebagai bagian normal dari perilaku dapat di manfaatkan sebagai alat untuk mempromosikan dan mencapai perubahan-perubahan yang di kehendaki.

1.2 Manajemen Rumah Sakit

Rumah sakit itu sebuah tempat, tetapi juga sebuah fasilitas, sebuah institusi, sebuah organisasi. Untuk dapat mengatur rumah sakit dengan baik maka seseorang tentu harus dapat mendefinisikannya dengan tepat pula.

Definisi yang paling klasik hanya menyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi (fasilitas) yang menyediakan pelayanan pasien rawat inap, ditambah dengan beberapa penjelasan lain. American Hospital Association tahun 1978 menyatakan bahwa rumah sakit adalah suatu institusi

Page 2: Manajemen Konflik (Kelompok 6)

yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien, diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah.

SK menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 menyebutkan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan  kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik. 

Manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya (unsur manajemen) melalui proses perencanaan, pengorganisasian, ada kemampuan pengendalian untuk mencapai tujuan rumah sakit seperti: menyiapkan sumber daya, mengevaluasi efektivitas, mengatur pemakaian pelayanan, efisiensi, kualitas.

Banyak definisi manajemen yang ada, dan masing-masing akan menunjukkan penekanan tertentu, yang penting diambil pada pokok fungsi manajemen dan unsur dari manajemen.

Manajemen di Rumah Sakit haruslah dilaksanakan seperti “bebek merenangi kolam,” tampak tenang di permukaan dan tetap aktif bergerak di bawah permukaan (Wilan, 1990). Hal ini perlu dilakukan karena rumah sakit berhadapan dengan orang khususnya orang sakit sehingga harus tampak tenang di satu pihak. Di pihak lain, karena kompleksnya masalah yang dihadapi di rumah sakit, maka para manajernya harus betul-betul aktif bergerak terus untuk mampu memberi pelayanan yang terbaik.

1.3 Peran Dokter di Rumah Sakit

Griffith (1987) menyebutkan bahwa ada interdependensi antara rumah sakit dengan dokter. Antara keduanya haruslah ada kerjasama yang menguntungkan kedua belah pihak. Menggambarkan hugungan antara dokter dengan rumah sakit dalam bentuk cojoint staff, suatu istilah yang diperkenalkan oleh sosiolog WR Scott. Dalam konsep ini, hubungan akan terbina secara intensif, di mana para dokter secara aktif berpartisipasi  dalam berbagai aspek manajemen di rumah sakit dan belajar mengerti sisi lain di Rumah sakit.

Dalam paradigma lama dikenal peran dokter adalah paling dominan di rumah sakit. Dokter cenderung otonom dan otokratik. Profesi lain di rumah sakit dianggap hanya berfungsi membantu tugas para dokter. Pasien pun tidak banyak haknya, dan cenderung menurut saja apa pun yang diputuskan dokter. Dalam perkembangan paradigma baru tentu hanya jadi dan telah berubah. Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 telah secara tegas menyebutkan “hak pasien” yang meliputi hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua. Dalam Undang-Undang ini juga disebutkan bahwa tenaga kesehatan termasuk dokter tentunya dalam melakukan kewajibannya berkewajiban mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Suatu penelitian di Amerika Serikat yang dikutip dari tulisan Tjandra Yoga Aditama menyebutkan tujuh keluhan pasien terhadap dokternya di rumah sakit. Keluhan itu meliputi tidak diberi cukup waktu oleh dokter, biaya terlalu tinggi, keangkuhan dokter, tidak diberi informasi lengkap tentang penyakitnya, tidak diberi informasi lengkap tentang biaya, waktu menunggu terlalu lama serta tidak adanya kerjasama antara dokter pribadi dan spesialis yang dikonsul.

Page 3: Manajemen Konflik (Kelompok 6)

Timbulnya paradigma baru, disertai dengan kemajuan teknologi dan globalisasi akan memaksa rumah sakit dan dokter mendefinisikan kembali hubungan kerja antara keduanya. Rumah sakit perlu menangani dokter sebagai salah satu jenis pelanggan mereka dengan berbagai harapan yang ingin dipenuhinya.

Ingerani dalam makalahnya pada kongres PERSI VII 1996 menyatakan bahwa dalam hal membina hubungan antar rumah sakit dan para dokter maka pihak pengelola rumah sakit perlu memperhatikan beberapa hal. Pengelola perlu mengetahui kebutuhan dokternya, perlu mendukung dokter yang berminat dan mampu memberi masukan berguna, turut menjaga integritas dokter dan mampu memenuhi kebutuhan dokter-dokternya serta melibatkan mereka dalam pembuatan keputusan tanpa mengurangi otonomi pimpinan rumah sakit. Pihak rumah sakit punya kewajiban untuk mengadakan seleksi tenaga dokter, mengadakan koordinasi serta hubungan yang baik antar seluruh tenaga di rumah sakit.

Page 4: Manajemen Konflik (Kelompok 6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hubungan Dokter dan Rumah Sakit

Mayoritas rumah sakit (di Amerika Serikat), hubungan rumah sakit dengan dokter merupakan persekutuan yang sulit antara dokter dan manajer, dan berada di bawah arahan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini telah berjalan setidaknya sejak tahun 1917, ketika American College of Surgeons (pendahulu dari Joint Commission) memutuskan pemisahan antara manajemen rumah sakit dengan organisasi staf medis sebagai salah satu persyaratan akreditasi rumah sakit. Manajemen ditugaskan untuk menyediakan fasilitas, mempekerjakan staf, dan menangani keuangan. Staf medis ditugaskan menetapkan standar praktek klinis, mengevaluasi kualifikasi staf dokter, dan mengawasi kualitas dokter dengan cara peer review. Dewan memiliki otoritas tertinggi, tetapi dalam prakteknya jarang mengintervensi kewenangan staf medis.

Satu hal yang juga penting adalah arus pendapatan yang terpisah menciptakan sebuah penghalang ekonomi yang kuat untuk menyelaraskan insentif keuangan. Asuransi kesehatan dan pemerintah membayar rumah sakit dan dokter secara terpisah. Dalam beberapa tahun terakhir, masalah diperparah dengan adanya dorongan pada dokter untuk mengembangkan fasilitas mereka sendiri untuk menarik keuntungan dari bisnis rumah sakit.

Walaupun pemisahan tersebut berkembang oleh karena mekanisme akreditasi dan pembayaran, sebagian besar eksekutif rumah sakit dan dokter, sebagai profesional yang cerdas dan berkomitmen, pada umumnya menjalin hubungan kerja yang saling menguntungkan, walupun sesekali diselingi gejolak akibat perbedaan kebijakan, persaingan, dan kepribadian.

Krisis ekonomi dan faktor-faktor lainnya telah membuat ikatan sosial antara rumah sakit dengan dokter menegang. Dokter menghadapi kenaikan biaya praktik yang melebihi kenaikan pendapatan mereka kurang bersedia memenuhi panggilan darurat secara sukarela dan melayani komite medis. Mereka mengharapkan kompensasi atas waktu mereka. Dokter spesialis semakin bersaing dengan rumah sakit, mereka mengambil layanan tambahan dan rawat jalan yang menguntungkan dari rumah sakit ke kantor mereka sendiri, tetapi masih mengirim pasien sakit yang tidak diasuransikan ke rumah sakit. Tindakan rumah sakit umum seperti merekrut dokter, mempekerjakan dokter ahli perawatan intensif, dan membuka pusat-pusat rawat jalan mereka sendiri sering mendapat tantangan keras dari dokter independen yang menuduh rumah sakit bersaing secara tidak sehat. Dokter dalam mencari tambahan pendapatan baru juga mengadopsi teknologi baru yang mengganggu bidang spesialis lain, seperti misalnya ahli radiologi melakukan tindakan scan begitu mengetahui akan diperlukan suatu prosedur pembedahan invasif.

Ekonomi memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan apakah hubungan rumah sakit dan dokter akan berjalan dengan baik atau tidak, tetapi tidak dapat disangkal bahwa insentif

Page 5: Manajemen Konflik (Kelompok 6)

keuangan memberikan pengaruh yang kuat pada perilaku masing-masing pihak dan kesediaan untuk bekerja sama. Bahkan kepentingan mutu di dalam kualitas pelayanan pasien dan pelayanan masyarakat miskin sulit untuk tercapai ketika sistem pembayaran tidak mendukung.

Mempekerjakan dokter begitu saja akan memberikan bantuan di rumah sakit, tetapi tidak menjamin terjadinya keselarasan. Keselarasan dapat dicapai dengan joint ventures, kontrak, jabatan direktur medis; organisasi profesi kedokteran juga menawarkan cara penyelarasan hubungan dengan dokter dalam derajat yang bervariasi.

Keselarasan hubungan antara rumah sakit dengan dokter dapat didefinisikan sebagai hubungan kerja yang erat, di mana rumah sakit dan dokter menempatkan prioritas pada bekerja untuk menuju tujuan bersama dan menghindari perilaku yang saling bertentangan/tidak membantu untuk tercapainya tujuan tersebut.

Di tahun-tahun mendatang, ada kemungkinan sebagian besar dokter akan masuk dalam sistem rumah sakit atau suatu kelompok medis. Beberapa rumah sakit akan memiliki hubungan simbiosis dengan antar mereka, meski ada juga rumah sakit yang tetap mandiri dan bersaing dengan rumah sakit atau dengan fasilitas di kota lain.

Tantangan bagi sistem kesehatan atau rumah sakit adalah menarik tenaga dokter untuk memenuhi misi dan mempertahankan kelangsungan hidup keuangan. Untuk melakukan itu, dewan dan eksekutif perlu melihat dunia melalui mata seorang dokter dan menawarkan model penyelarasan atau pilihan yang memenuhi kebutuhan dokter. Jika tidak, upaya mereka di penyelarasan akan terlihat seperti usaha-usaha terselubung untuk mengontrol dokter.

Dokter Manajemen RSKeahlian teknis Keahlian manajerialDistribusi kewenangan: diffuse Distribusi kewenangan: terstrukturGoal: pengobatan Goal: pelihara organisasiHubungan kolega: informal Hubungan kolega: formalKerja: intensif, independen, objektif Keja: kelompok, dependen, subjektif

Tabel 1. Perbedaan Orientasi Dokter dan Manajemen Rumah Sakit

Page 6: Manajemen Konflik (Kelompok 6)

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konflik

Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dalam faktor intern dapat disebutkan beberapa hal :

1. Kemantapan  organisasi

Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya.Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.

2. Sistem  nilai

Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.

3. Tujuan

Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.

4.  Sistem lain dalam organisasi

Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sisitem imbalan dan lain-lain.Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah. Sedangkan faktor ekstern meliputi :

a.  Keterbatasan sumber daya

Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.

  b. Kekaburan aturan/norma di masyarakat

Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.

  c. Derajat ketergantungan dengan pihak lain

Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.

  d.  Pola interaksi dengan pihak lain

Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.

Page 7: Manajemen Konflik (Kelompok 6)

2.3 Konflik antara Manajemen RS dan Dokter Fungsional di RS Pemerintah non-BLUD

1. Jasa medik

Semua pendapatan dari RS pemerintah non-BLUD di setor ke kas daerah. Untuk pembayaran jasa medik dan kebutuhan RS lainnya, pihak RS mengajukan klain setiap bulannya.

Kendala yang dihadapi biasanya pada awal tahun karena SK Gubernur/Bupati/Walikota untuk jasa medik harus diperbaharui setiap tahun. Jadi, apabila bagian hukum pemerintah daerah terlalu lama menganalisa SK tersebut untuk dikeluarkan, maka akan terjadi keterlambatan penandatanganan SK Gubernur/Bupati/Walikota, sehingga terjadi keterlambatan dalam pembayaran jasa medik.

Alur:

RS bagian hukum pemerintah daerah asisten bidang administrasi umum sekertaris daerah wakil bupati bupati RS bagian keuangan daerah pencairan dana di bank pembagian jasa medik

Tugas manajemen adalah memberikan pengertian kepada para dokter dan tenaga medis lainnya mengenai duduk permasalahan yang terjadi sehingga tidak terjadi keresahan terhadap para penerima jasa medik. Dan juga pihak manajemen RS harus pro aktif mem-follow up penerbitan SK tersebut.

Anjuran agar RS pemerintah ditransformasi menjadi BLUD agar keuangan RS dikelola langsung oleh RS, dan tetap juga menerima subsidi dari pemerintah daerah.

2. Apotik

Terjadi hubungan yang kurang menyenangkan antara manajemen dan pihak khususnya dokter-dokter spesialis, karena tidak adanya obat-obatan yang diperlukan para dokter tersebut.

Kendala terdapat pada pengusulan anggaran untuk pembelian obat-obatan, biasanya realisasi dari usulan anggaran untuk pembelian obat-obatan tidak disetujui semuanya baik oleh tim anggaran pemerintah daerah maupun DPRD.

Solusi:- Biaya obat dibebankan kepada pasien (obat yang diresepkan dokter spesialis biasanya

tidak disediakan oleh pihak Rumah Sakit).- Mengatur agar dokter spesialis memberikan obat-obatan sesuai daftar formularium obat

yang telah ditetapkan di Rumah Sakit.- Transformasi Rumah Sakit pemerintah menjadi BLUD agar keuangan Rumah Sakit

dikelola langsung oleh Rumah Sakit, dan tetap juga menerima subsidi dari pemerintah daerah.

Page 8: Manajemen Konflik (Kelompok 6)

2.4 Penyelesaian Konflik

2.4.1 Langkah-langkah

Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah  menyelesaikan suatu konflik meliputi :

1. Pengkajian

a. Analisa situasi

Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan. Setelah fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terlihat dan peran masing-masing. Tentukan jika situasinya bisa berubah.

b. Analisa dan mematikan isu yang berkembang

Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.

c. Menyusun tujuan

Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.

2. Identifikasi

a. Mengelola perasaan

Hindari suatu respon emosional : marah, dimana setiap orang mempunyai respon yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.

3. Intervensi

a. Masuk pada konflik

Diyakini dapat diselesaikan dengan baik. Identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.

b. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik

Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

Page 9: Manajemen Konflik (Kelompok 6)

2.4.2 Strategi Penyelesaian Konflik

Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6 :

1. Kompromi atau Negosiasi

Suatu srtategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling menyadari dan sepakat tentang keinginan bersama. Penyelesaian seperti ini sering diartikan sebagai “lose-lose situation” kedua unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat.

2. Kompetisi

Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian konflik. Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa dan keinginan untuk perbaikan da masa mendatang.

3. Akomodasi

Istilah yang lain sering digunakan adalah ”cooprative”. Konflik ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha mengakomodasi permasalahan-permasalahan dan memberi kesempatan orang lain untuk menang. Masalah utama pada strategi sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya sering digunakan dalam suatu politik untuk suatu kekuasaan dengan berbagai konsekwensinya.

4. Smoothing

Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan dari pada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa ditetapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang besar misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi dan tidak dapat dipergunakan.

5. Menghindar

Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalahnya. Strategi ini dipilih bila ketidaksepakatan adalah membahayakan kedua pihak,biaya penyelesaian lebih besar dari pada menghindar, atau maslah perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.

6. Kolaborasi

Strategi ini merupakan strategi “win-win solution” pada koloaborasi kedua unsur terlibat menentukan tujuan bersaama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena

Page 10: Manajemen Konflik (Kelompok 6)

keduanya meyakini akan mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing meyakininya.

Pendekatan Situasi Konflik

Diawali melalui penilaian diri sendiri Analisa isu-isu seputar konflik. Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri. Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik. Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat. Mengembangkan dan menguraikan solusi. Memilih solusi dan melakukan tindakan. Merencanakan pelaksanaannya.

Konsep manajemen sumber daya manusia menurut pendekatan strategik mulai menitikberatkan pada kinerja team work dalam jaringan kerja (network) organisasi yang saling bersinergi, sehingga organisasi akan mampu membentuk, mendukung dan mengarahkan aktivitas anggotanya menuju aktivitas yang strategis. Organisasi perlu untuk berkembang dan bertahan hidup dalam abad informasi yang sangat dinamis, dengan berbagai kemungkinan munculnya konflik yang diakibatkan oleh adanya diversity dalam organisasi serta organisasi yang mulai bersifat tanpa batas (boundaryless organization). Diperlukan penanganan atas konflik potensial ataupun konflik terbuka yang ada di antara anggota, sehingga konflik tidak menjadi bersifat disfungsional tetapi justru menguntungkan (sebagai sumber inovasi atau kreativitas) organisasi. 

Dalam era perekonomian dunia yang kini sudah menjagad, tak pelak lagi menuntut berbagai macam hal yang mampu meningkatkan daya saing organisasi. Tantangan yang muncul karena lingkungan eksternal organisasi yang sangat dinamis dapat bersifat struktural ataupun bersifat non-struktural. Tantangan-tantangan bagi organisasi yang bersifat non struktural misalnya teknologi yang makin canggih, turbulensi politik dan ekonomi, masalah-masalah hak asasi manusia, peluang bisnis global, dan tekonologi informasi dan pengetahuan. Sedangkan tantangan yang bersifat non-struktural meliputi: perlunya keunggulan kompetitif yang terus menerus, organisasi yang apresiatif, networking dalam organisasi, makin pentingnya kualitas, efisiensi dan produktivitas bagi organisasi serta learning organization.

Persaingan yang makin terbuka kini tidak lagi hanya didasarkan pada tuntutan kualitas (quality-based competition) saja namun kemudian lebih pada kecepatan (speed) organisasi dalam merespon  perubahan (time-based competition) yang makin cepat dari lingkungan eksternalnya. Lingkungan internal juga mengalami perubahan budaya dan iklim, karena terdapatnya kemungkinan dan kesempatan bagi orang-orang asing untuk masuk dan menjadi angkatan kerja baru di dalam negeri yang membawa akibat pada penuhnya organisasi dengan keberagaman (diversity).

Pemimpin organisasi harus menyadari bahwa dengan terdapatnya diversitas yang besar didalam organisasi, secara otomatis juga menciptakan timbulnya berbagai macam motivasi (intrinsic interest), persepsi, kebiasaan, pendapat serta pengalaman yang berbeda dari setiap anggotanya dalam memandang pekerjaan mereka didalam organisasi. Berbagai perbedaan

Page 11: Manajemen Konflik (Kelompok 6)

tersebut dapat menimbulkan silang pendapat, pertengkaran atau bahkan konflik didalam tubuh organisasi. Adanya job design dan job description secara otomatis telah memposisikan seseorang sebagai kompetitor bagi sesamanya, sehingga menimbulkan persaingan yang seringkali berakibat buruk bagi kinerja organisasi secara keseluruhan. Saat ini deskripsi jabatan mulai ditinggalkan dan beralih pada sistem team description.

Apabila timbul persaingan bahkan permusuhan yang seharusnya tidak perlu terjadi, manajer harus dapat memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh anggota organisasinya tersebut serta bagaimana cara mengatasi konflik yang muncul tanpa merugikan organisasi itu sendiri. Namun ini bukan berarti bahwa seluruh pendapat dan tuntutan mereka harus selalu dipenuhi oleh manajemen. Artinya, pihak manajemen harus dapat memilih gaya yang sesuai dalam menangani konflik yang muncul. Lebih jauh lagi, manajemen harus mampu memfasilitasi berbagai kegiatan di dalam organisasi agar menghasilkan kinerja yang baik dengan tingkat konflik intern minimal.

Bekerja dalam team. Dapat diartikan sebagai together everyone achieve more. Artinya, bersama-sama dalam melaksanakan tugas/pekerjaan yang hasilnya menentukan kinerja organisasi memungkinkan setiap individu anggota memberikan kontribusi yang lebih besar. Hal tersebut terjadi karena di dalam sebuah tim terdiri dari banyak orang dengan beragam keahlian/kemampuan & keterampilan kerja, di mana anggota dengan kemampuan & keterampilan tinggi akan mendorong kinerja anggota yang memiliki kemampuan & keterampilan lebih rendah sehingga tujuan bersama lebih cepat tercapai. Di sisi lain, keragaman menjadi peluang munculnya konflik antar anggota.

Page 12: Manajemen Konflik (Kelompok 6)

BAB III

PENUTUP

Konflik dapat menjadi sumber energi dan kreatifitas yang positif dan membangun bila dikelola dengan baik. Jika tidak, konflik akan mengganggu fungsi, dan menghancurkan, menghabiskan energi serta mengurangi keefektifan organisasi dan pribadi.

Konflik dapat menghancurkan inisiatif atau kreativitas, menyebabkan perilaku bermusuhan dan kekacauan, hilangnya semangat tim dan hilangnya keinginan untuk bekerja ke arah pencapaian tujuan bersama, mengakibatkan jalan buntu dan kemacetan.

Tantangan bagi organisasi di abad 21 ini adalah organisasi harus mampu untuk:

1. Melakukan perubahan yang terus menerus (sustainable change), di mana setiap orang di dalam organisasi berperan sebagai pelaku strategik perubahan di dalam organisasi.

2. Organisasi harus mampu proaktif terhadap perubahan dan menjadi pelopor perubahan tersebut (proactive and lead to the change), bukan menunggu perubahan (waiting for the change) melalui orang-orang yang ada dalam organisasi bukan melalui teknologi. Disini dapat kita katakan bahwa teknologi memiliki nilai ekonomis yang semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu, sedangkan investasi dalam manusia (human investment) akan memberikan nilai (kapitalisasi) yang makin meningkat dari waktu ke waktu.

3. Organisasi harus menekankan pada performance networking, bukan lagi pada individual performance. Manajemen sumber daya manusia harus dioperasikan dengan orientasi penanganan masalah kompetensi organisasi (organizational competency) dan kompetensi anggota organisasi (people competency).

Daya tahan organisasi di era yang sangat dinamis dan penuh dengan persaingan ini terletak pada berbagai fungsi organisasi yang memiliki titik-titik penting untuk tujuan sistem peringatan dini (early warning system) organisasi sehingga menciptakan keunggulan nilai (value advantage) yang mencakup scope, speed (diperlukan untuk antisipasi terhadap lingkungan yang dinamis) dan sinergi yang tinggi. Sehingga dalam pengeololaannya, mengatasi konflik jangan sampai meluas.

Konflik antara manajemen Rumah Sakit dan dokter fungsional di Rumah Sakit pemerintah non-BLUD, dapat berupa pemberian jasa medik dan apotik dengan pihak khususnya dokter-dokter spesialis, karena tidak adanya obat-obatan yang diperlukan para dokter tersebut. Kendala yang dihadapi biasanya pada awal tahun karena SK Gubernur/Bupati/Walikota untuk jasa medik harus diperbaharui setiap tahun. Jadi, apabila bagian hukum pemerintah daerah terlalu lama menganalisa SK tersebut untuk dikeluarkan, maka akan terjadi keterlambatan penandatanganan SK Gubernur/Bupati/Walikota, sehingga terjadi keterlambatan dalam pembayaran jasa medik. Anjurannya, agar Rumah Sakit pemerintah ditransformasi menjadi BLUD agar keuangan Rumah

Page 13: Manajemen Konflik (Kelompok 6)

Sakit dikelola langsung oleh Rumah Sakit, dan tetap juga menerima subsidi dari pemerintah daerah. Begitu juga dalam permasalahannya dengan apotik, solusinya dapat berupa pembiayaan obat dibebankan kepada pasien (obat yang diresepkan dokter spesialis biasanya tidak disediakan oleh pihak Rumah Sakit), mengatur agar dokter spesialis memberikan obat-obatan sesuai daftar formularium obat yang telah ditetapkan di Rumah Sakit.